ab
-
Upload
dhea-rosalina -
Category
Documents
-
view
217 -
download
2
description
Transcript of ab
Sumber : http://rismayantianalisabatubara.blogspot.com/2012/02/laporan-analisa-batubara-di-ptjembayan.html
Rismayanti - Analisa BatuBara
Saturday, 18 February 2012
Laporan Prakerin - Analisa BatuBara (General Analysis)
BAB I
PENDAHULUAN
1.2.1 Latar Belakang
Salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batubara. Pembakaran
batubara merupakan metode pemanfaatan batubara yang telah sekian lama dilakukan. Masalah
yang muncul sebgai akibat pembakaran langsung batubara adalah emisi gas sulfur dioksida. Sulfur
yang terdapat dalam batubara perlu disingkirkan karena sulfur dapat menyebabkan sejumlah
dampak negatif bagi lingkungan.
Sulfur merupakan bagian dari mineral sulfat dan sulfida di dalam batubara yang sifatnya
mudah bersenyawa dengan unsur hidrogen dan oksigen untuk membentuk senyawa asam, maka
keberadaan sulfur diharapkan dapat seminimal mungkin. Karena hal tersebut dapat memicu polusi
udara dari hasil pembakaran batubara. Untuk menganalisa kandungan sulfur pada batubara
biasanya digunakan alat Furnace Total Sulfur dengan High Temperature Combustion Method yang
sesuai dengan standar ISO 351-1996. Pada alat ini prosesnya menggunakan sistem pembakaran
untuk memperoleh gas sulfur dengan suhu pembakaran 1250-13500C. Pembakaran ini biasanya
membutuhkan waktu beberapa menit untuk memperoleh total seluruh kandungan sulfur yang ada
pada sampel batubara.
Oleh karena itu, perlu dilakukan optimasi waktu untuk menganalisa semua kandungan sulfur
tersebut pada alat ini. Hal inilah yang melatar belakangi diangkatnya tugas untuk laporan Praktek
Kerja Lapangan ini di PT. Jembayan Muarabara dengan judul ”Preparasi dan Analisa Batu Bara” di
PT. Jembayan Muarabara.
Karena perusahaan ini mengeksplorasi batubara untuk di perjualbelikan ke negara-negara
asing, maka analisa ini sangat dibutuhkan. Sebab batubara yang dijual di negara asing biasanya
digunakan sebagai bahan bakar. Sehingga mereka tidak ingin pada hasil pembakara batubaranya
menghasilkan gas sulfur yang cukup tinggi. Pengujian analisa inipun harus benar-benar akurat, agar
pengukuran sulfur pada laboratorium si penjual dengan laboratorium si pembeli tidak berbeda
nilainya. Kandungan sulfur ini dihitung dalam persen total sulfur pada sampel batubara.
Diharapkan laporan ini bisa bermanfaat sebagai referensi untuk pengujian sulfur yang sesuai
dengan standar ISO 351-1996.
1.3 Tujuan Kerja Praktik
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pelaksanaan praktek kerja industri ini adalah sebagai berikut:
1) Sebagai syarat kelulusan dalam Sekolah menengah kejuruan, terutama Program Studi Analisis kimia.
2) Mengetahui penerapan dan praktek dari teori-teori yang telah didapat selama sekolah terutama
dalam proses teknologi batubara.
3) Mengetahui cara kerja di lapangan pada industri yang besangkutan secara global maupun khusus.
4) Memahami gambaran dan deskripsi nyata tentang hal-hal yang berkaitan dengan bidang Analisis
Kimia di lapangan.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan dari penyusunan tugas khusus ini dengan judul ”Preparasi dan Analisa Batu Bara” di
PT. Jembayan Murabara adalah untuk mengetahui cara perlakuan sample Batu Bara mulai dari
preparasi hingga mendapatkan hasil akhir analisa.
1.2 Batasan Masalah
Dalam pelaksanaan di lapangan, terdapat batasan-batasan terhadap praktek kerja yang
dilakukan. Ruang lingkup praktek yang dilakukan adalah melihat gambaran secara umum pada
proses analisa batubara meliputi sampling, preparasi batubara dan analisa batubara sehingga dalam
penulisan laporan ini kami mengangkat judul “ANALISA PROKSIMAT, TOTAL SULPHUR DAN NILAI
KALORI PADA BATUBARA“
1.4 Waktu Pelaksanaan
Praktek kerja Industri dilaksanakan selama tiga bulan dari tanggal 16 januari sampai 16 april
2012 di PT. Jembayan Muarabara yang berlokasi di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
1.5 Sistematika Penulisan Laporan
Laporan ini disusun berdasarkan aturan penulisan karya ilmiah yang baku, dibagi atas beberapa bab
dan setiap bab diuraikan lagi ke dalam tiap Sub Bab, yaitu :
1. Bagian awal
a. Halaman judul
b. Halaman pengesahan
c. Abstrak
d. Kata pengantar
e. Ucapan Terima Kasih
f. Daftar isi
g. Daftar Gambar
2. Bagian isi
a. Bab I. Pendahuluan
b. Bab II. Tinjauan Umum
c. Bab III. Tinjauan Pustaka
d. Bab IV. Uraian Analisa
e. Bab V. Hasil Analisa dan Pembahasan
f. Bab VI. Kesimpulan dan Saran
3. Bagian akhir
a. Daftar Pustaka
b. Lampiran-Lampiran
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batubara
Batubara adalah suatu batuan sedimen tersusun atas unsur karbon, hidrogen, oksigen,
nitrogen, dan sulfur. Dalam proses pembentukannya, batubara diselipi batuan yang mengandung
mineral. Bersama dengan moisture, mineral ini merupakan pengotor batubara sehingga dalam
pemanfaatannya, kandungan kedua materi ini sangat berpengaruh. Dari ketiga jenis pemanfaatan
batubara, yaitu sebagai pembuat kokas, bahan bakar, dan batubara konversi, pengotor ini harus
diperhitungkan karena semakin tinggi kandungan pengotor, maka semakin rendah kandungan
karbon, sehingga semakin rendah pula nilai panas batubara tersebut.
Batubara indonesia berada pada perbatasan antara batubara subbitumen dan batubara
bitumen, tetapi hampir 59% adalah lignit. Menurut hasil eksplorasi pada tahun 1999 akhir, sumber
daya batubara indonesia jumlahnya sekitar 38,8 miliar ton, dan sampai tahun 2003 sekitar 57,85
miliar ton.
Kemajuan pesat teknologi industri khususnya sejak akhir tahun 1950-an membuat konsumsi
energi meningkat sangat pesat. Hal ini membuat pemakaian bahan bakar fosil (minyak bumi, gas
alam dan batubara) secara besar-besaran tidak terhindarkan. Bahan bakar fosil yang mudah di
eksplorasi dan dapat diperoleh dalam jumlah besar adalah batubara dengan biaya yang tidak terlalu
tinggi menjadi sumber energi utama dunia selama berpuluh-pulu tahun.Tetapi pemakain bahan
bakar batubara secara besar-besaran juga membawa dampak yang sangat serius terhadap
lingkungan terutama isu global warming dan hujan asam.
Batubara memiliki keunggulan dibandingkan bahan bakar fosil lainnya, yaitu:
1. Jumlah batubara yang economically exploitable lebih banyak.
2. Distribusi batubara di seluruh dunia lebih merata.
Batubara jug memiliki kelemahan, antara lain:
1. Karena komposisi coal adalah CHONS + Ash, coal identik dengan bahan bakar yang kotor dan
tidak ramah lingkungan.
2. Dibanding bahan bakar fosil lainnya, jumlah kandugan C per mol dari batubara jauh lebih
besar.
Hal ini menyebabkan pengeluaran CO2 dari batubara juga jauh lebih banyak. Demikian juga dengan
kandungan sulfur (S) dn nitrogen (N) nya yang bila keluar ke udara bebas bisa menjadi H 2SO4 dan
HNO3 yang merupakan penyebab hujan asam.
2.1.1 Proses Pembentukan Batubara
Tahap Pertama : Pembentukan gambut
Iklim bumi selama zaman batubara adalah tropis dan berjenis-jenis tumbuh-tumbuhan subur
di daerah rawa membentuk suatu hutan tropis. Setelah banyak tumbuhan yang mati dan menumpuk
di atas tanah, tumpukan itu semakin lama semakin tebal menyebabkan bagian dasar dari rawa turun
secara perlahan-lahan dan material tetumbuhan tersebut diuraikan oleh bakteri dan jamur. Tahap
ini merupakn tahap awal dari rangkaian pembentukan batubara yang ditandai oleh reaksi biokimia
yang luas. Selama proses penguraian tersebut, protein, kanji, dan selulosa mengalami penguraian
lebih cepat bila dibandingkan dengan penguraian material kayu (lignin) dan bagian tetumbuhan yang
berlilin (kulit ari daun, dinding spora, dan tepung sari). Karena itulah dalam batubara yang muda
masih terdapat ranting, daun, spora, bijih, dan resin, sebagai sisa tumbuhan. Bagian-bagian
tumbuhan itu terurai di bawah kondisi aerob menjadi karbon dioksida, air dan amoniak, serta
dipengaruhi oleh iklim. Proses ini disebut proses pembentukan humus dan sebagai hasilnya adalah
gambut.
Tahap Kedua : Pembentukan lignit
Proses terbentuknya gambut berlangsung tanpa menutupi endapan gambut tersebut. Di
bawah kondisi yang asam, dengan di bebaskannya H2O, CH4, dan sedikit CO2. Terbentuklah material
dengan rumus C65H4O30 yang pada keadaan kering akan mengandung karbon 61,7%, hidrogen 0,3%
dan oksigen 38%.
Dengan berubahnya topograpi daerah di sekelilingnya, gambut menjadi terkubur di bawah
lapisan lanau (silt ) dan pasir yang diendapkan oleh sungai dan rawa. Semakin dalam terkubur,
semakin bertambah timbunan sedimen yang menghimpitnya. Sehingga tekanan pada lapisan
gambut bertambah serta suhu naik dengan jelas.
Tahap ini merupakan tahap kedua dari proses penbentukan batubara atau yang disebut
Tahap metamorfik.
Penutupan rawa gambut memberikan kesempatan pada bakteri untuk aktif dan penguraian
dalam kondisi basa menyebabkan dibebaskannya CO2, sehingga kandungan hidrogen dan karbon
bertambah. Tahap kedua dari proses pembentukan batubara ini adalah tahap pembentukan lignit,
yaitu batubara rank rendah yang mempunyai rumus perkiraan C79H5,5O14,1. dalam keadaan kering,
lignit mengandung karbon 80,4%, hidrogen 0,5%, dan oksigen 19,1%.
Tahap Ketiga : Pembentukan Batubara Subbitumen
Tahap selanjutnya dari proses pembentukan batubara ialah pengubahan batubara bitumen
rank rendah menjadi batubara bitumen rank pertengahan dan rank tinggi. Selama tahap ketiga,
kandungan hidrogen akan tetap konstan dan oksigen turun. Tahap ini merupakan tahap
pembentukan batubara subbitumen (sub-bituminous coal).
Tahap Keempat : Pembentukan Batubara Bitumen
Dalam tahap keempat atau tahap pembentukan batubara bitumen (bituminous coal),
kandungan hidrogen turun dengan menurunnya jumlah oksigen secara perlahan-lahan, tidak secepat
tahap-tahap sebelumnya. Produk sampingan dari tahap ketiga dan keempat ialah CH4, CO2, dan
mungkin H2O.
Tahap Kelima : Pembentukan Antrasit
Tahap kelima adalah antrasitisasi. Dalam tahap ini, oksigen hampir konstan, sedangkan
hidrogen turun lebih cepat dibandingkan tahap-tahap sebelumnya. Proses pembentukan batubara
terlihat merupakan serangkaian reaksi kimia. Kecepatan reaksi kimia ini dapat diatur oleh suhu dan
atau tekanan.
Tabel.2.1 Susunan unsur gambut, lignit, batubara subbitumen, bitumen, dan antrasit
Karbon Volatile Matter Calorivic Value Moisture
Gambut
Lignit
Subbitumen
Bitumen
60%
60-71%
71-77%
77-87%
> 53%
53-49%
49-42%
42-29%
16,8 MJ/kg
23,0 MJ/kg
29,3 MJ/kg
36,3 MJ/kg
> 75% insitu
35% insitu
25-10% insitu
8% insitu
( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006)
2.1.2 Kandungan Batubara
Disamping unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, belerang, dan nitrogen di dalam batubara
ditemukan pula unsur-unsur logam yang berasal dari pengotor batubara, yaitu lapisan batubara yang
tersisip dan terperangkap diantara lapisan batubara.
Secara kimia, batubara tersusun atas tiga komponen utama, yaitu :
1. air yang terikat secara fisika, dapat dihilangkan pada suhu sampai 105 0C, disebut moisture.
2. senyawa batubara atau coal substance atau coal matter, yaitu senyawa organik yang terutama
terdiri atas atom karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen.
3. zat mineral atau mineral matter, yaitu suatu senyawa anorganik.
a) Moisture
Dalam batubara moisture paling sedikit terdiri atas satu senyawa kimia tunggal. Wujudnya
dapat berbentuk air yang dapat mengalir dengan cepat dari dalam sampel batubara, senyawa
teradsorpsi, atau sebagai senyawa yang terikat secara kimia. Sebagian moisture merupakan
komponen zat mineral yang tidak terikat pada batubara.
Moisture didefinisikan sebagai air yang dapat dihilangkan bila batubara dipanaskan sampai
105 0C. Semua batubara mempunyai pori-pori berupa pipa kapiler. Dalam keadaan alami, pori-pori
ini dipenuhi oleh air. Didalam standar ASTM, air ini disebut moisture bawaan (inherent moisture).
Ketika batubara ditambang dan diproses, air dapat teradsorpsi pada permukaan kepingan batubara,
dan standar ASTM menyebutnya sebagai moisture permukaan (surface moisture).
Moisture yang datang dari luar saat batubara itu ditambang dan diangkut atau terkena hujan
selama penyimpanan disebut free moisture (istilah ini dikemukakan dalam standar ISO) atau air dry
loss (istilah yang digunakan oleh ASTM). Moisture ini dapat dihilangkan dari batubara dengan cara
dianginkan atau dikering-udarakan. Moisture in air dried sample (ISO) atau residual moisture (ASTM)
ialah moisture yang hanya dapat dihilangkan bila sampel batubara kering-udara yang berukuran
lebih kecil dari 3 mm (istilahnya batubara ukuran minus 3 mm atau -3 mm) dipanaskan hingga 105 0C. Penjumlahan antara free moisture dan residual moisture disebut total moisture. Dalam analisis
batubara, yang ditentukan hanya moisture yang terikat secara fisika, sedangkan yang terikat secara
kimia (air hidratasi) tidak ditentukan.
Jenis-jenis moisture yang biasanya ditentukan dalam analisis batubara adalah :
1) Total Moisture (TM)
2) Free Moisture (FM) atau Air Dry Loss (ADL)
3) Residual Moisture (RM) atau Moisture in air dried sample (MAD)
4) Equilibrium moisture (EQM) atau Moisture holding capacity (MHC)
5) Moisture in the analysis sample (dalam analisis proksimat, disingkat Mad).
Total Moisture (TM), disebut pula sebagai as received moisture (istilah yang digunakan oleh
pembeli batubara) atau as sampled moisture (istilah yang digunakan oleh penjual batubara),
menunjukkan pengukuran jumlah semua air yang tidak terikat secara kimiawi, yaitu air yang
teradsorpsi pada permukaan, air yang ada dalam kapiler (pori-pori) batubara, dan air terlarut
(dissolved water). Total Moisture didefinisikan sebagai penjumlahan dari air dry loss (free moisture)
dan residual moisture (misture in air dried sample).
b) Zat mineral
Zat mineral atau mineral matter terdiri atas komponen-komponen yang dapat dibedakan
secara kima dan fisika. Zat mineral terdiri atas ash (abu) dan zat anorganik yang mudah menguap
(inorganic volatile matter). Apabila batubara dibakar akan terbentuk ash yang terdiri atas berbagai
oksida logam pembentuk batuan, sedangkan zat anorganik yang mudah menguap akan pecah
menjadi gas karbon dioksida (dari karbonat-karbonat), sulfur (dari pirit), dan air yang menguap dari
lempung.
Material anorganik, yaitu mineral bukan karbonat yang merupakan bagian dari struktur
tumbuhan, adalah zat mineral bawaan di dalam batubara yang persentasenya relatif kecil. Zat
mineral dari luar yang kemungkinana berasal dari debu atau serpih yang tebawa air atau yang larut
dalam air selama pembentukan gambut atau tahapan selanjutnya dari pembentukan batubara
persentasenya lebih besar dan bervariasi, baik jumlah maupun susunannya.
Mineral terbanyak di dalam batubara, yaitu kaolin, lempung, pirit, dan kalsit. Semua mineral
itu akan mempertinggi kadar silikon lainnya. Oksida alumunium, besi, dan kalsium, di dalam ash.
Kemudian menyusul berbagai senyawa magnesium, natrium, kalium, mangan, fosfor, dan sulfur yang
didapatkan dalam ash dengan persentase yang berbeda-beda.
c) Senyawa batubara
Senyawa batubara terdiri atas zat organik yang mudah menguap dan fixed carbon. Zat
organik yang mudah menguap kebanyakan tersusun atas (1) gas-gas yang dapat terbakar seperti
hidrogen, karbon monoksida, dan metan, (2) uap yang dapat mengembun, seperti tar dengan sedikit
kandungan gas yang dapat terbakar, dan (3) uap seperti karbon dioksida dan air, yang terbentuk dari
penguraian senyawa karbon secara termis. Kandungan volatile matter (gabungan zat organik dan
anorganik yang mudah menguap) berkaitan sekali dengan peringkat batubara dan merupakan
parameter yang penting dalam mengklasifikasikan batubara.
Fixed carbon merupakan residu yang tersisa setelah moisture dan volatile matter
dihilangkan. Senyawa ini yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan
nitrogen, dapat dibakar.
2.2 Penambangan Batubara
2.2.1 Perencanaan Penambangan
Keputusan suatu perusahaan tambang untuk mengembangkan suatu endapan batubara
yang komersial meliputi beberapa perencanaan awal (pre-planning) yang baik, yaitu :
Mengkoordinasikan sumber daya manusia.
Kecakapan atau skill dan tekhnologi.
Mempersiapkan pernyataan dampak terhadap lingkungan.
Memperoleh perizinan dari pemerintah.
Pemasangan peralatan penambangan dan jasa pengangkutan (transportasi).
Pembangunan seluruh pemukiman dengan fasilitasnya untuk daerah terpencil (umumnya
tambang batubara letaknya jauh dari perkotaan) dan semua prasyarat untuk penambangan.
2.2.2 Penambangan Terbuka
Penambangan terbuka merupakan cara penambangan batubara yang pertama kali dilakukan
orang. Dengan menggunakan beliung dan batangan, para penambang zaman dulu menggali
batubara, baik yang tersingkap berupa lapisan yang muncul di permukaan maupun yang terkubur
beberapa meter di bawah tanah. Sampai saat ini hampir semua tambang batubara di Indonesia
menggunakan cara penambangan terbuka, kecuali di beberapa tambang, seperti Ombilin di
Sawahlunto, Sumatera Barat, selain menggunakan cara penambangan terbuka juga menggunakan
cara penambangan bawah tanah.
Pada prinsipnya ada dua cara penambangan terbuka, yakni :
1) Penambangan pengupasan (strip mining) yang digunakan untuk menambang lapisan batubara
tunggal, letaknya horizontal dan kedalamannya mencapai 80 meter.
2) Penambangan sumur terbuka (open pit mining) yang digunakan untuk menambang endapan yang
terdiri atas beberapa lapisan batubara. Dengan cara ini dapat ditambang lapisan batubara dengan
kedalaman lebih dari 80 meter.
2.2.3 Penambangan Bawah tanah
Banyak endapan batubara yang terletak jauh di dalam tanah sehingga hanya dapat
ditambang dengan cara penambangan bawah tanah. Untuk mencapai lapisan batubara yang terletak
di kedalaman tersebut, umumnya diperlukan penanganan yang lebih rumit. Tidak seperti pada
penambangan terbuka, umunya pada penambangan bawah tanah tidak semua batubara yang ada di
tempat tersebut dapat diambil.
Ada dua cara penambangan bawah tanah yang sampai saat ini banyak dilakukan orang, yaitu
cara bord (room) and pillar dan cara longwall. Cara ketiga yang merupakan gabungan unsur-unsur
dari kedua cara tadi ialah shortwail.
2.3 Pengambilan Sampel (Sampling)
Tujuan utama dari pengambilan sampel ialah untuk mengambil sebagian kecil material yang
akan mewakili sifat-sifat keseluruhan material tersebut. Syarat utama adalah sampel itu harus
mewakili (respresentatif) bahan yang di sampling.
Pengambilan sampel batubara harus dilakukan menurut standar yang telah ditentukan.
Karena banyaknya standar batu bara yang ada, pemilihan akan bergantung pada persetujuan antara
pembeli dan penjual.
2.3.1 Pengambilan Sampel Batubara Eksplorasi
Menurut keadaan batubara, yakni batubara yang masih ada di dalam perut bumi batubara
yang telah ditambang, dan batubara yang telah ditumpuk berupa stockpile, maka cara-cara
pengambilan sampel dapat dibagi menjadi pengambilan sampel batubara eksplorasi dan
pengembangan, serta pengambilan sampel batubara produksi.
Dari sekian banyak cara pengambilan sampel batubara eksplorasi , hanya dua cara yang akan
dibahas yaitu pengambilan sampel inti bor (core sampling) dan channel sampling.
a) Pengambilan sample inti bor.
Ketika dilakukan eksplorasi, pengambilan sampel inti bor dari lapisan batubara dilakukan dengan
cara pengeboran. Batubara dengan rank rendah mudah sekali teroksidasi, bahkan batubara bitumen
yang mengandung volatile matter rendah dapat terpengaruh apabila dibiarkan terbuka dalam kotak
sampel. Pengambilan sampel ini dibagi-bagi berdasarkan ply-by-ply dan berdasarkan probable
working section.
b) Channel sampling
Jumlah channel sampel relative banyak, mewakili keseluruhan lapisan batubara pada titik lokasi
dimana sampel diambil. Channel sampel dapat diambil baik secara manual maupun mekanis
menggunakan peralatan penambangan. Suatu channel sampel diambil dengan mengerat channel
vertical dari cross-section mulai dari atas ke bawah setinggi lapisan, yakni dari roof sampai floor.
2.3.2 Pengambilan Sampel Batubara Produksi
Tahapan pengambilan sampel batubara produksi terbagi menjadi dua, yakni:
(1) Skema pengambilan sampel yang merujuk pada berapa banyak satu lot dapat dibagi menjadi
sampling unit dan berapa banyak increment harus diambil untuk setiap sampling unitnya sehingga
dicapai presisi yang diinginkan.
(2) Sistem pengambilan sampel merupakan implementasi dari pengambilan sampel, apakah akan
dilakukan secara manual atau mekanis.
Jumlah atau banyaknya increment yang diambil dari satu lot agar dicapai suatu presisi
tertentu merupakan fungsi dari bervariasinya kualitas batubara didalam lot tersebut, tanpa
memandang dari berat lot. Lot-lot harus dibagi menjadi beberapa sampling unit dengan jumlah yang
memadai.
Banyaknya increment yang harus diambil dan cara-cara menggabungkan increment sehingga
terbentuk sampel atau subsampel, akan ditentukan oleh presisi yang diperlukan untuk menetapkan
karateristik kualitas dari lot dan oleh bevariasinya batubara yang akan diuji. Sebelum kita
menetapkan besarnya presisi, perlu dilakukan perundingan antara pihak-pihak terkait terlebih dulu
(pembeli, penjual, dan cargo superintendent company).
Presisi yang dianjurkan oleh standar ASTM adalah ± 1/10 kali kandungan ash (kering) untuk
general purpose sampling batubara yang telah diketahui ukuran butirannya (partikel) dan keadaan
preparasinya (masih kasar atau telah dicuci). Untuk batubara kasar berukuran top size 50 mm,
jumlah minimal increment untuk lot 1000 ton adalah 35, sedangkan untuk batubara yang telah
mengalami pencucian jumlah itu lebih kecil lagi, yakni 15.
Untuk lot yang lebih besar dari 1000 ton dan hanya diperlukan satu gross sample digunakan
rumus:
Dimana: N1 = jumlah increment
N2 = jumlah increment yang diperlukan
Dalam standar ASTM D 2234 (dan dalam BS 1017) dinyatakan bahwa berat maksimal lot
yang dapat menggunakan rumus diatas adalah 10000 ton.
Jadi, untuk batubara kasar dengan lot sebesar 4000 ton dapat dilakukan dua cara:
1) Dibagi menjadi 4 sampling unit dengan jumlah increment 4 x 35 atau 140 dan akan menghasilkan 4
buah gross sampel yang kemudian dibuat satu composite sampel.
2) Bila hanya diperlukan satu gross sampel dengan menggunakan rumus diatas akan menghasilkan 70
increment. Jumlah increment untuk karateristik sampel yang akan ditentukan oleh besarnya presisi
yang diinginkan.
Untuk lot 24000 ton dapat dibagi menjadi 3 sampling unit, masing-masing dua sampling unit
10000 ton dan satu sampling unit 4000 ton, atau menjadi tiga sampling unit masing-masing 8000 ton
dan seterusnya.
Table.2.2 Jumlah dan berat increment dalam prosedur general purpose sampling untuk cargo 1000 ton ke
bawah.
Top size 16 mm 50 mm 150 mm
Batubara yang telah bersih
Jumlah minimal increment 15 15 15
Berat minimal satu increment 1 kg 3 kg 7 kg
Batubara yang masih kasar
Jumlah minimal increment 35 35 35
Berat minimal satu increment 1 kg 3 kg 7 kg
( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006)
2.3.3 Pengambilan Sampel Batubara Stockpile
Dari pengambilan sampel batubara suatu stockpile, umumnya sangat sulit diperoleh sampel
yang representative, dan tiap pengambilan sampel harus dikerjakan sesuai dengan kondisinya
masing-masing. Suatu sampel yang diambil hanya dari bagian atas atau sisi stockpile saja tidak dapat
dipandang sebagai wakil dari seluruh stockpile , terutama untuk stockpile yang terdiri atas beberapa
sumber batubara.
Menurut standar ASTM penuntun pengambilan gross sampel dari permukaan batubara
terbuka dari stockpile, kemudian sampel-sampel ini diporoses dan dikirimkan ke laboratorium untuk
dianalisis. Prosedur pengerjaannya adalah sebagai berikut:
Ukuran lot. Pembagian lot dari stockpile yang akan diambil sampelnya harus ditentukan dan
disetujui oleh semua badan terkait.
Increment. Berat satu increment akan bergantung pada ukuran partikel. Untuk batubara
berukuran top size 15 mm minimal beratnya 1 kg, 50 mm berat minimal 3 kg, dan berukuran
top size 150 mm berat minimal 7 kg. banyaknya increment untuk lot dibawah 1000 ton
adalah 35 increment dan untuk lot lebih dari 1000 ton menggunakan perumusan 35.
Pengumpulan increment. Increment diambil dari suatu lubang pada permukaan stockpile
sedalam 46 cm. Batubara yang telah diambil dari lubang harus ditempatkan jauh dari
daerah pengambilan sampel. Kemudian increment diambil dari bagian bawah lubang dan
dimasukkan ke dalam container (misalnya ke dalam kantong plastic, disegel, diberi nomor,
dan dimasukkan ke dalam drum). Pola tempat pengambilan increment akan bergantung
pada tinggi dan kemiringan stockpile. Atur jarak pengambilan increment ini pada permukaan
stockpile, sehingga tiap increment mewakili daerah dengan ukuran yang sama.
2.4 Preparasi Sampel
Proses preparasi sampel terdiri atas empat tahapan kerja antara lain :
1. Pengeringan, jika sampel masih basah dan susah untuk di gerus.
2. Memperkecil ukuran partikel, dengan cara milling (crushing dan grinding) yang disebut sebagai
reduction.
3. Mencampurkan (mixing) agar sampel menjadi homogen.
4. Mengurangi berat sampel dengan cara membaginya menjadi dua bagian atau lebih yang disebut
divison.
Tabel 2.3. Berat sampel analitik yang diperlukan untuk parameter tertentu
Parameter Top size (mm) Berat sample duplikat
ASTM ISO
Free Moisture
Residual Moistuer
Hardgrove Grind. Index
50
3
4.75
10 kg
20 kg
1 kg
10 kg
20 kg
1 kg
General Analysis
Moisture (adb)
Ash Content
Volatile Matter
Total Sulfur
Calorivic Value
Suhu Leleh Ash
Analisis Ash
Fosfor
Arsen
Flour
Klor
0,25/0,2 *)
2 g
2 g
2 g
2 g
2 g
4 g
20 g **)
2 g
2 g
2 g
1 g
2 g
2 g
2 g
2 g
2 g
4 g
20 g **)
2 g
2 g
2 g
1 g
( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006)
*) -250 µm (0,25 mm) untuk standar ASTM dan -200 µm (0,20 mm) untuk standar ISO
**) untuk batubara dengan ash content 10 %
Table 2.4. Berat dan ukuran butir untuk penetuan khusus (diambil dari Standar Australia AS 4264.1-1995)
Uji Standar
referensi
Massa yang
dibutuhkan
Ukuran partikel
Analisis ayak AS 3881 Massa yang dibutuhkan
ditentukan oleh nominal
top size
Sebelum pengujian tidak
ada pengecilan ukuran
Float-and –sink
testing
AS 4156.1 Massa yang dibutuhkan
ditentukan oleh nominal
top size
Sebelum pengujian tidak
ada pengecilan ukuran
Indeks abrasi AS 1038.19 10 kg Melewati 16,0 mm
Indeks Hardgrove AS 1038.20 1 kg Nominal top size 4,0 mm
Uji Gleserer
plastometer
AS 2137 1 kg Melewati 4,0 mm
Total Moisture
Metode A
Metode B
AS 1038.1 300 g Nominal top size 4,0 mm
Total Moisture
Metode C
AS 1038.1 4 kg Nominal top size 11,2
Uji pilot coke oven AS 2267 Ditentukan oleh ukuran
pilot coke oven
Direferensikan untuk tes
laboratorium
Analisis
petrografik
AS 2061 200 g Nominal top size 1,0
Dilatometer AS 1038.12.3 1 kg Top size 4,0 mm
( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006)
1) Pengeringan Udara
Pengeringan udara atau air driying kadang-kadang diperlukan dalam tahapan kerja preparasi
sampel. Faktor yang menentukan diperlukan atau tidaknya pengeringan udara adalah apakah
batubara akan melalui peralatan pembagi sampel atau melalui penggerus. Jika sampel langsung akan
dibagi melalui peralatan pembagi, maka sampel tersebut tidak perlu dikeringkan dulu.
Pengeringan sampai berat yang konstan serta suhu yang terus ditinggikan itu tidak perlu
untuk General Analysis, karena hal ini dapat berakibat terjadinya oksidasi pada batubara rank
rendah. Pengeringan dapat dilakukan di dalam oven atau Drying Set suhu 10°C di atas suhu kamar.
Aturan pengeringan dalam standard ISO, ASTM, British Standard, dan AS.
Tabel. 2.5 Lamanya waktu pengeringan menurut ASTM, ISO, BS, dan AS
Suhu °C
Waktu pengeringan
ISO1988 ASTM
D2013
BS 1017;
part 1
AS
2646.6
15° diatas suhu ruangan
tapi tidak > 25°C
Lebih baik
tidak > 24 jam
24 jam
25°C
30°C 6 jam 6 jam ≤ 24 jam
40°C ≤ 6 jam
45°C 3 jam 3 jam ≤ 3 jam
105°C
(hanya untuk high rank
coal)
1 Jam
10°C- 15°C diatas suhu
ruangan, tapi tidak > 40°C,
kecuali suhu ruangan >
40°C
Sampai
konstant
( Muchjidin, Pengendalian Mutu Dalam Industri Batubara, 2006)
2) Memperkecil ukuran butir
Dalam ISO R-1213 diberikan definisi beberapa cara memperkecil ukuran partikel ini:
1. to mill ; memparkecil ukuran partikel dengan cara crushing, grinding, atau pulverizing.
2. to crush (meremukkan) ; memperkecil ukuran partikel sampel sampai ukuran partikel kasar (>3 mm).
3. to grind, to pulverized (menggerus, melumatkan) ; memperkecil ukuran partikel sampel sampai
ukuran partikel halus (<1.5 mm).
Beberapa aturan dalam cara memperkecil ukuran partikel antara lain:
1) Permukaan harus dilakukan secara mekanis
2) Tidak diperbolehkan mengayak material yang tertahan ayakan (oversize). Misalnya jika akan
meremukkan material sampai melalui 10 mm maka tidak boleh hanya mengayak yang -10mm-nya
saja dan kemudian hanya meremukkan material +10 mm-nya saja. Alasannya, karena antara
batubara halus dan kasar ada perbedaan sifat petrografi, fisika, dan kimia, serta dalam langkah
pencampuran yang perlu menghomogenkan kembali sampel akan sukar untuk dilakukan.
3) Semua penggerus dalam preparasi sampel tidak boleh menghasilkan material yang tertahan ayakan
lebih dari 1%. Penggerus-penggerus itu, termasuk Raymond mill, harus dicek secara teratur pada
waktu-waktu tertentu untuk meyakinkan bahwa 99% hasil gerusan melalui ayakan.
4) Semua penggerus harus selalu bersih. Misalnya pada pemakaian hammer mill yang selalu menahan
batubara setelah penggerusan, sehingga pada penggerusan selanjutnya dapat mengotori sampel
yang akan digerus.
5) Memperkecil ukuran dengan tangan tidak diperbolehkan, kecuali untuk batu bara lempengan.
Peralatan untuk memperkecil ukuran dalam standar ISO harus yang bekerja secara mekanis,
mesin demikian disebut mill. Yang lebih disukai adalah high speed mill.
Peralatan tersebut bermacam-macam jenisnya, mulai dari jaw crusher sampai roll crusher
dan dari mill sampai high speed impact pulveriser yang khusus diperuntukkan menggerus sampel
sampai berukuran -0,2 mm.
3) Pencampuran
Persyaratan peralatan pencampur adalah tidak diperbolehkan 1) memecahkan batu bara, 2)
menghasilkan debu, 3) membiarkan moisture menguap.
4) Pembagian sampel
Bila preparasi sampel dimulai dengan memperkecil ukuran menjadi ukuran pertengahan dan
pada langkah kedua diperkecil lagi menjadi ukuran akhir, yakni -200µm, maka cara ini disebut two-
stage preparation. Ukuran pertengahan umumnya 10 mm atau 3 mm. Setiap pembagian dalam two-
stage preparation harus mempunyai berat minimal:
10 mm = 10 kg
3 mm = 2 kg
1 mm = 0,6 kg
Apabila ukuran asal dari batubara adalah 120 mm atau lebih besar lagi, maka cara
preparasinya adalah theree-stage preparation yang mempunyai dua ukuran pertengahan. Dalam
cara ini berat minimal untuk pembagian tersebut adalah:
10 mm = 15 kg
3 mm = 3 kg
1 mm = 1 kg
2.4.1 Peralatan Preparasi Sampel
a) Pengering
Untuk mengeringkan sampel batu bara dapat dipakai lantai pengering-udara (air-drying
floor) atau oven pengering (air-drying oven).
Lantai pengering-udara. Suatu lantai yang rata dan halus serta bersih yang terletak di dalam
ruangan bebas kontaminasi debu atau material lainnya. Ruangan tersebut mempunyai sirkulasi
udara yang baik tanpa panas yang berlebihan atau aliran udara yang berlebihan. Kondisi lantai
pengeringan-udara sedapat mungkin harus mendekati kondisi yang disyaratkan untuk oven
pengering-udara.
Oven pengering udara. Suatu alat yang digunakan untuk mengalirkan udara yang yang sedikit panas
pada sampel. Oven harus dapat menjaga suhunya antara 10ºC-15ºC di atas suhu kamar. Suhu
maksimal oven adalah 40 ºC. Untuk batubara yang mudah sekali teroksidasi, suhu oven tidak boleh
melebihi 10ºC diatas suhu kamar.
b) Penggerus
Beberapa jenis alat penggerus antara lain adalah :
Crusher. Ada dua jenis crusher yaitu; hummer mill yang fungsinya untuk memecahkan sampel secara
pukulan atau benturan, jaw crusher yang fungsinya untuk memecahkan sampel secara menekan,
contohnya roll crusher dan jaw crusher.
Hummer mill. Memiliki keuntungan :reduction ratio tinggi, dapat memperkecil batubara lempengan
(150 mm) dan mempunyai hasil penggerusan tinggi, harganya murah, serta tidak terlalu makan
banyak ruang. Kerugiannya adalah mempunyai angin yang deras sehingga dapat berpengaruh
terhadap sampel Moisture, menghasilkan fines yang banyak dan tidak dapat dipakai pada batubara
basah.
Double Roll Crusher. Keuntungan dari double roll crusher antara lain tidak menimbulkan panas dan
angin, tidak menghasilkan fines yang berlebihan dan mudah menangani batubara basah.
Jaw Crusher. Alat ini cocok untuk meremukkan batubara keras dan kering. Untuk memperoleh hasil
yang halus susah sekali. Kerugian utamanya adalah kapasitas rendah (kecuali lempengannya besar)
dan tidak dapat mengerjakan batubara basah.
c) Pencampur
Ada beberapa jenis alat yang memadai yaitu paddle mixer, drum mixer, dan double cone
mixer (untuk batubara berukuran 1.0-0.2 mm).
Yang dioperasikan secara manual adalah riffle.
d) Pembagi
Pembagian sampel dapat dilakukan baik secara manual maupun mekanis. Jika pembagian
akan dilakukan secara manual tetapi tidak menggunakan riffle, dapat dilakukan dengan cara yang
disebut sebagai cara coning and quartering. Prinsipnya ialah batu bara dibentuk seperti gunung
(timbunan mirip kerucut pendek), ditekan sampai rata dan kemudian dibagi menjadi 4 bagian yang
sama. Dua bagian yang berlawanan disatukan untuk kemudian dibagi empat lagi, begitu seterusnya
sampai diperoleh berat yang diinginkan. Dua bagian lainnya dibuang.
Umumnya cara ini dipakai untuk membagi sampel apabila tidak tersedia riffle di lapangan.
Riffle digunakan untuk membagi sampel menjadi dua bagian sama banyak, kemudian membagi
setengahnya lagi dan demikian seterusnya hingga diperoleh berat yang diinginkan (sama dengan
cara kerja coning and quartering).
Peralatan pembagi sampel yang bekerja secara mekanis antara lain rotary sample divider
(RSD) dan slotted belt. Keuntungan alat pembagi sampel mekanis ialah reduction ratio dapat
divariasikan, dan tidak perlu membagi sampel sampai setengahnya secara berurutan. Setelah dibagi,
sampel dapat diperoleh dengan mengambil increment kecil yang banyak (diperlukan minimal 50
increment). Jadi, menghindarkan tahap pencampuran.
Rotary Sample Divider. Alat ini terdiri atas sejumlah continer misalnya 12 atau 8 yang dibentuk
seperti segmen-segmen pada pelat berputar sekitar 60 rpm. Ukuran minimal lubang pintu harus tiga
kali ukuran terbesar partikel batubara. Jadi, sejumlah increment akan terpisah pada setiap
putarannya, terbagi merata ke settiap kontainer. Jika ada 8 segmen, satu kontainer akan
mengandung fraksi seperdelapan dari jumlah batu bara yang masuk ke RSD, sehingga kita dapat
mengambil fraksi 1/8, ¼ atau ½.
Slotted belt. Suatu belt conveyor yang tidak berakhir mempunyai slot dengan ruang pitch-nya
diperalati oleh alat berbentuk bibir yang bertindak sebagai pagar pemotong.
Gambar 2.3 Rotary Sample Divider (RSD)
2.5 Senyawa Sulfur
Belerang atau sulfur adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang S dan
nomor atom 16. Bentuknya adalah non metal yang tak berasa, tak berbau dan multitalent. Belerang
dalam bentuk aslinya adalah sebuah zat pada kristalin kuning. Di alam belerang dapat ditemukan
sebagai unsur murni atau sebagai mineral-mineral sulfit dan sulfat. Ini adalah unsur penting untuk
kehidupan dann ditemukan dalam dua asam amino. Penggunaan komersilnya terutama dalam
fertilizer namun juga dalam bubuk mesiu, korek apai, insektida, dan fungisida.
Belerang atau sulfur adalah mineral yang dihasilkan oleh proses vulkanisme. Sifat-sifat fisik
belerang adalah :
Kristal belerang berwarna kuning, kuning kegelapan dan kehitam-hitaman karena pengaruh
unsur pengotornya.
Berat jenis :2,05 – 2,09
Kekerasan : 1,5 – 2,5 (skala Mohs)
Ketahanan : getas / mudah hancur (brittle)
Pecahan : berbentuk konkoidal dan tidak rata
Kilap : dammar
Gores :berwarna putih.
Sifat belerang lainnya adalah tidak larut dalam air atau H2SO4
Titik lebur 129 0C
Titik didihnya 446 0C.
Mudah larut dalam CS2, CCl4, minyak bumi, minyak tanah dan aniline, penghantar panas dan
listrik yang buruk.
Apabila dibakar apinya berwarna biru dan menghasilkan gas-gas SO2 yang berbau busuk.
2.6 Sulfur pada Batubara
Di dalam batubara, sulfur dapat merupakan bagian dari mineral sulfat dan sulfida. Dengan
sifatnya yang mudah bersenyawa dengan unsur hidrogen dan oksigen untuk membentuk senyawa
asam, maka keberadaan sufur diharapkan dapat seminimal mungkin karena sifat tersebut yang
merupakan pemicu polusi, maka beberapa negara pengguna batubara menerapkan batas
kandungan 1 % maksimum untuk batubara yang dimanfaatkan untuk keperluan industri.
Sulfur dalam batubara terdapat dalam tiga bentuk, yaitu pirit sulfur, sufat sulfur dan organik
sulfur. Sulfur dalam bentuk pirit dan sulfat merupakan bagian dari mineral matter yang terdapat
dalam batubara yang jumlahnya masih dapat dikurangi dengan teknik pencuci. Sedangkan organik
sulfur terdapat pada seluruh material karbon dalm batubara dan jumlahnya tidak dapat dikurangi
dengan teknik pencucian. Terdapatnya sulfat sulfur dalam batubara sering dipergunakan sebagai
petunjuk bahwa batubara telah mengalami oksidasi, sedangkan pirit sulfur dianggap sebagai salah
satu penyebab timbulnya pembakaran secara spontan.
Sulfur kemungkinan merupakan pengotor utama nomor dua (setelah ash) dalam batubara ;
a) Dalam batubara bahan bakar, hasil pembakarannya mempunyai daya korosif dan sumber polusi
udara.
b) Moisture dan sulfur (terutama sebagai pirit) dapat menunjang terjadinya pembakaran spontan.
c) Semua batubara bentuk sulfur tidak dapat dihilangkan dalam proses pencucian.
Hasil penentuan sulfur digunakan untuk menunjang evaluasi pencucian batubara, emisi
udara, dan evaluasi kualitas batubara berkaitan dengan spesifikasi dalam kontrak serta untuk
keperluan penelitian.
Batubara dengan kadar sulfur yang tinggi menimbulkan banyak masalah dalam
pemanfaatannya. Bila batubara itu dibakar, sulfur menyebabkan korosi dalam ketel dan membentuk
endapan isolasi pada tabung ketel uap (yang disebut slagging). Disamping itu juga menimbulkan
pencemaran udara. Sebagaian sulfur akan terbawa dalam hasil pencairan batubara, gasifikasi, dan
pembuatan kokas. Jadi, harus dihilangkan dulu sebelum di lakukan proses-proses tersebut.
Unsur belerang terdapat pada batubara terdapat dengan kadar bervariasi dari rendah (jauh
dibawah 1 %) sampai lebih dari 4%. Unsur ini terdapat dalam batubara dalam tiga bentuk yakni
belerang organik, pirit, dan sulfat. Dari ketiga bentuk belerang tersebut, belerang organik dan
belerang pirit merupakan sumber utama emisi oksida belerang. Dalam pembakaran batubara semua
belerang organik dan sebagian belerang pirit menjadi SO2. Oksida belerang ini selanjutnya dapat
teroksidasi menjadi SO3. Sedangkan belerang sulfat disamping stabil dan sulit menjadi oksida
belerang, kadar relatifnya sangat mudah dibanding belerang bentuk lainnya. Oksida-oksida belerang
yang terbawa gas buang dapat bereaksi dengan lelehan abu yang menempel pada dinding tungku
maupun pipa boiler sehingga menyebabkan korosi. Sebagian SO2 yang diemisikan ke udara dapat
teroksidasi menjadi SO3 yang apabila bereaksi dengan uap air menjadi kabut asam sehingga
menimbulkan turunnya hujan asam.
2.7 Analisa Sulfur
Belerang atau sulfur dalam batu bara dapat terjadi dalam beberapa bentuk:
(1) Sebagai organik sulfur, di mana sulfur terikat pada senyawa hidrokarbon dalam coal matter
(2) Sebagai mineral sulfida, sulfur ada dalam fraksi anorganik, misalnya dalam pirit
(3) Sebagai mineral sulfat yang dihasilkan dari oksidasi mineral sulfida dengan bantuan udara (besi
sulfida besi sulfat, kalsium sulfida kalsium sulfat).
Dalam analisis ultimat ditentukan total sulfur (TS) yang mewakili semua bentuk sulfur dalam
batubara. Penentuan masing-masing bentuk sulfur atau forms of sulfphur tidak termasuk dalam
analisis ultimat.
Standar ISO 334-1975 dan ISO 351-1975 memberikan dua cara penentuan sulfur total,
masing-masing cara Eschka dan high temperature combustion. Dalam cara Esckha, 1 g sampel
batubara halus dicampurkan dengan 3 g reagens Eschka (2 bagian berat magnesium oksida ditambah
1 bagian berat natrium karbonat anhidrous) di dalam cawan porselen khusus atau cawan platina,
kemudian ditutup dengan 1 g reagens Eschka. Cawan dipanaskan dalam tungku pembakaran yang
biasa dipakai untuk penentuan ash, dari mulai dalam keadaan dingin sampai suhu 800ºC selama 1
jam dengan kecepatan pemanasan yang rendah pada permulaannya. Pada suhu 800ºC dibiarkan 1
jam lagi. Setelah didinginkan, diitambahkan larutan barium klorida dan endapan barium sulfat hasil
reaksi ditentukan secara gravimetri.
Dalam cara kedua, yaitu cara High Temperature combustion (HTM), sekitar 0,5 g sampel
batubara halus ditimbang dalam perahu porselen,ditutupi oleh 0,5 g aluminium oksida. Perahu
dipanaskan di dalam tabung dari furnace bersama aliran gas oksigen murni pada suhu 1350 ºC.
Sulfur oksida dan klor oksida yang terbentuk diabsorbsi dalam larutan hidrogen peroksida, kemudian
asam sulfat hasil reaksi sulfur dan asam klorida hasil reaksi klor, ditentukan secara titrimetri. Cara ini
lebih cepat bila dibandingkan dengan cara Eschka, tetapi dengan cara ini akan diperoleh
penjumlahan persentase sulfur dan klor. Untuk memperoleh persentase sulfur, sebelum titrasi harus
ditambahkan merkuri oksianida (racun).
Selain penentuan sulfur cara HTM yang diakhiri dengan titrasi, dapat pula diakhiri dengan
mendeteksi gas sulfur dioksida menggunakan instrumen, misalnya dengan Leco sulfur determinator
SC 132.
Dalam standar ASTM 3177 diberikan cara penentuan total sulfur dari larutan hasil
penentuan calorific value yang disebut cara bomb washing. Setelah penentuan calorific value selesai,
larutan sisa diambil dan ditentukan total sulfurnya menggunakan cara Eschka.
Gambar 2.8 Furnace Total Sulfur HTM Carbolite
2.8 Pengaruh Sulfur
Di dalam dunia industri, pemanfaatan pokok batubara adalah untuk pembangkit listrik dan
pabrik baja, keduanya menuntut batubara berkandungan sulfur rendah. Pada kontrak jual-beli
batubara (pemasaran) kandungan sulfur merupakan salah satu persyaratan pokok dan
mempengaruhi harga.
Batubara bersulfur tinggi juga menimbulkan masalah teknis dan lingkungan. Pada proses
pembakaran (power plant), sulfur dikonversi ke oksida dan dapat menimbulkan pengkaratan atau
korosi kuat pada peralatan atau komponen logam. Batubara bersulfur tinggi dapat menimbulkan
masalah lingkungan, baik di lokasi tambang, sepanjang jalur pengangkutan batubara, penumpukan,
hingga di lokasi pemanfaatan. Pada lokasi-lokasi tersebut, selain menimbulkan polusi udara, juga
dapat menghasilkan aliran air bersifat asam, sedangkan pembakaran batubara dapat menghasilkan
gas SOx yang mengganggu atmosfer.
Disisi lain, kenyataan di lapangan sebaran kandungan sulfur pada lapisan batubara dapat
sangat bervariasu dan berubah-ubah nilainya, baik secara vertical maupun lateral, bahkan pada
jarak yang dekat sekalipun. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh proses-proses geologi yang
berlangsung bersamaan maupun setelah pembentukan lapisan batubara. Oleh karena itu, data
kandungan sulfur pada batubara merupakan hal yang penting untuk diketahui secara lebih baik
karena berkaitan dengan aspek pemanfaatan, lingkungan pemasaran, perencana, dan operasi
penambangan, serta aspek geologi.
Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama
kandungan sulfur sebagai polutan utama. Sulfur batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu
global serta gangguan pernafasan. Oksida belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga
menyebabkan perubahan aroma masakan / minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara
(briket), sehingga menyebabkan menurunnya kualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi
kesehatan (pernafasan). Cara yang tepat untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan mewujudkan
gagasan clean coal combustion melalui desulfurisasi batubara.
BAB IV
METODE ANALISA
1. PROXIMATE ANALYSIS
A. Moisture In The Analysis Sample (Kandungan Air Lembab)
Standar Acuan : ISO 311 – 1983
Prinsip :
Seberat tertentu sampel batubara dipanaskan dalam oven suhu 105 – 1100C dalam
aliran gas nitrogen murni sampai berat yang konstan. Persentase Mad ditentukan dari kehilangan
berat sampel.
Peralatan :
1.Oven. Suatu minimum free-space oven yang dapat mencapai suhu 105 – 1100C dengan tetap dan
dapat dialiri gas nitrogen dengan kecepatan 600 ml/menit atau 15 volume dari oven per jam, diukur
pada suhu dan tekanan atmosfir.
2.Dish / tempat timbang. Tempat yang dangkal terbuat dari silica atau gelas dengan tutup terasah atau
logam tahan karat dengan penutupnya, yang berukuran sedemikian rupa sehingga dapat diisi
batubara yang tebalnya tidak melebihi 0.15 g/cm2.
3.Flowmeter. Suatu flowmeter yang dapat mengukur kecepatan alir gas nitrogen melalui oven.
4.Drying tower. Berkapasitas 250 ml, dipadati oleh magnesium perklorat atau desiccant lainnya untuk
mengeringkan gas nitrogen.
5.Desikator.
6.Analitical balance.
Reagens :
1.Gas Nitrogen. Mengandung oksigen tidak lebih dari 10 µl per liter nitrogen.
2.Desiccant. Alumina atau silica gel yang ada penunjuk kejenuhan.
Prosedur :
1.Naikan suhu oven sampai 105 – 1100C sambil dialirkan ke dalamnya gas nitrogen dengan kecepatan
300 ml/menit.
2.Timbang Dish kosong yang kering dan bersih bersama tutupnya sampai ketelitian 0.1 mg (M1).
3.Sebarkan sampel sebanyak 1 g sampai terbentuk lapisan, tutup dan timbang lagi sampai ketelitian
0.1 mg (M2).
4.Panaskan Dish tanpa tutup yang berisi sampel di dalam oven selama 3 jam (sampai konstan).
5.Ambil Dish berisi sampel yang telah kering, pasang lagi penutupnya, dinginkan dalam desikator.
6.Timbang kembali, catat (M3), Hitung persentase Moisture.
Perhitungan :
% Moisture = (M2 – M3) x 100 / (M2 – M1)
Repeatibility : 0.2%
Reproductibility : -
B. Ash Content (Kandungan Abu)
Standar Acuan : ISO 1171 – 1981
Prinsip :
Sampel dipanaskan diudara dengan kecepatan pemanasan yang spesifik sampai suhu
815 ± 100C dan meneruskan pemanasan pada suhu tersebut sampai beratnya konstan. Persentase
abu dihitung dari berat residu yang tertinggal setelah incinerasi.
Peralatan dan Reagens :
1.Desiccant. Alumina yang sudah diaktifkan, silica gel, magnesium perklorat.
2.Analitical balance.
3.Desikator.
4.Muffle Furnace. Dilengkapi dengan ventilasi udara.
5.Cawan atau Dish. Terbuat dari silica, porselen atau platina ; kedalaman 10 – 15 mm.
Prosedur :
1.Timbang cawan kosong yang kering dan bersih bersama tutupnya sampai ketelitian 0.1 mg (M1).
2.Timbang 1 gram sampel berukuran minus 0.2 mm kedalam cawan yang sudah diketahui beratnya,
sebagai (M2).
3.Masukan cawan tanpa tutup yang berisi sampel ke dalam furnace yang dingin. Panaskan sampai
mencapai suhu 5000C selama 60 menit (kecepatan pemanasan 160C permenit).
4.Teruskan pemanasan dengan kecepatan 100C permenit selama 30 menit sehingga pada akhir waktu
30 menit itu suhu furnace sekitar 8150C.
5.Lanjutkan incinerasi pada suhu 815 ± 100C selama 1 jam.
6.Ambil cawan dari furnace, dinginkan dalam desikator dan timbang dengan tutupnya.
7.Lanjutkan tahap (5) dan (6) sampai didapat berat konstan (M3).
8.Hitung banyaknya ash dalam sampel.
Perhitungan :
Cara yang baik untuk mengerjakan penentuan ash adalah setelah langkah (7), semua ash
dalam cawan dibuang dan cawannya dibersihkan, kemudian timbang sebagai (M4).(Prosedur ini
menurut AS 1038, Part 3 – 1979)
% Ash Content = (M3 – M4) x 100 / (M2 – M1)
Repeatibility : 0.2% untuk ash < 10% dan 2.0% untuk ash > 10%
Reproductibility : 0.3% untuk ash < 10% dan 3.0% untuk ash > 10%
C. Volatile Matter (Zat Mudah Terbang)
Standar Acuan ISO 562 – 1981
Prinsip :
Sampel batubara dipanaskan pada suhu 9000C tanpa adanya kontak dengan udara,
selama 7 menit tepat. Persentase Volatile Matter dihitung dari hilangnya berat sampel setelah
dikoreksi oleh kandungan moisture in the analysis sample.
Peralatan dan Reagens :
1.Desiccant. Alumina yang sudah diaktifkan, silica gel, magnesium perklorat.
2.Desikator.
3.Analitical balance.
4.Muffle Furnace. Electric, mempunyai daerah suhu yang konstan 900 ± 100C. Bila pintu dibuka suhu
akan turun sampai 8850C, kemudian setelah ditutup lagi akan naik lagi ke suhu 9000C dalam waktu 3
– 4 menit.
5.Cawan dan tutupnya. Cawan silinder dari fused silica bersama tutupnya. Harus mempunyai berat
antara 10 dan 14 gram.
6.Stand. Tempat cawan – cawan dalam furnace.
7.Stop watch. Alat pencatat waktu.
Prosedur :
1.Panaskan muffle furnace sampai suhu 900 ± 100C.
2.Panaskan cawan kosong dan tutupnya di dalam furnace selama 7 menit tepat.
3.Ambil cawan dari dalam furnace, dinginkan diatas dasar logam, kemudian pindahkan kedalam
desikator.
4.Setelah dingin, timbang cawan dan tutupnya (M1).
5.Timbang kedalam cawan itu sebanyak 1 gram sampel (M2).
6.Pasang lagi tutupnya, ketok – ketok di atas permukaan yang keras dan bersih sampai sampel
membentuk permukaan yang rata.
7.Panaskan di dalam furnace tepat selama 7 menit.
8.Ambil cawan dari dalam furnace, dinginkan dan timbang (M3).
9.Hitung persetase VM.
Perhitungan :
% Volatile Matter = {(M2 – M3) x 100 / (M2 – M1)} – Mad
Repeatibility : 0.3% untuk VM < 10% dan 3.0% untuk VM > 10%
Reproductibility : 0.5% untuk VM < 10% dan 4.0% untuk VM > 10%
2. TOTAL SULFUR
Standar ISO 351-1996 ‘Solid mineral fuels-Determination of total sulfur-High temperature combustion
method’
Ruang Lingkup :
Sample batubara dipanaskan pada suhu 1350 0C, gas sulfur oksida hasil reaksinya dilewatkan
kedalam larutan hidrogen peroksida yang akan mengubahnya menjadi asam sulfat yang pada
akhirnya ditentukan secara titimetri asam-basa.
Reaksi :
Sampel Batubara + O2 SO2 + CO2 + H2O
SO2 + H2O2 H2SO4
H2SO4 + Na2B4O7.10 H2O 4H3BO3 + Na2SO4 + 5H2O
Alat-alat Analisa
FURNACE TS HTM CARBOLITE
Tube Combustion
Tabung oksigen dengan regulator dan flowmeter
Cawan perahu pembakaran
Kawat tahan panas (dengan panjang 60 cm dan ujungnya terdapat bengkokan untuk
mengambil cawan perahu dari dalam tube)
Kawat pusher dengan stopper di ujungnya (untuk mendorong perahu ke daerah panas di
dalam tube)
Baki metal
Washing bottle (absorber)
Pompa vakum dan selang yang telah terhubung pada pompa
Erlenmeyer 250 ml
Gelas ukur 100 ml
Labu ukur 1000 ml
Pipet tetes
Buret
Botol semprot
Stopwatch
Spatula
Neraca Analitik
Masker hidung (sebagai pelindung/safety)
Bahan-bahan Analisa
Bahan Pereaksi :
Larutan H2O2 1 % (:dengan melarutkan ± 33 ml reagent H2O2 30 % ke dalam 1 liter aquadest).
Larutan Na2B4O7 0,05 N
Al2O3 (serbuk)
Larutan indikator campuran :
Larutan A : melarutkan 0,125 g Metil Merah dalam 60 ml etanol dan mengencerkan dengan aquadest sampai 100
ml.
Larutan B : melarutkan 0,083 g Metilen Biru ke dalam 100 ml etanol.
Mencampurkan larutan A dan B dengan volume 1 : 1 (sama banyak).
Larutan indikator ini hanya bisa dipakai dalam waktu 1 minggu.
Bahan Sampel :
Batubara dengan ukuran 0,212 mm
Prosedur Kerja
1. Menaikkan suhu furnace sampai 1350 0C.
2. Menimbang 500 mg sampel batubara dengan teliti ke dalam cawan perahu pembakaran dan
meratakannya.
3. Menutupi sampel dengan Al2O3 sebanyak 0,5 g (sampai tertutupi semua permukaan sampel).
4. Memasukkan 100 ml larutan H2O2 1 % ke dalam washing bottle.
5. Memasangkan selang pompa vakum ke ujung washing bottle, menyalakan pompa vakum dan
mengatur aliran vakumnya agar konstan melalui absorbernya.
6. Memasangkan ujung washing bottle yang sisi lain ke tube combustion melalui selang di stopper yang
telah terpasang pada tube.
7. Membuka aliran oksigen dan mengaturnya menjadi 300 ml per menit.
8. Memasukkan cawan perahu yang berisi sampel dari ujung inlet tube combustion.
9. Mendorong cawan perahu dengan kawat pusher sampai jarak cawan perahu ke tengah-tengah
daerah terpanas furnace sekitar 24 cm dan membiarkannya selama 3 menit.
10. Menarik kembali kawat pusher agar tidak panas dan memperkuat stopper pada ujung kawat ke ujung
tube.
11. Setelah 3 menit, mendorong maju cawan perahu sekitar 4 cm dan membiarkan selama 1 menit.
Pendorongan ini dilakukan hingga 6 kali mendorong setiap 1 menitnya. Untuk memudahkan dalam
pengerjaannya, umumnya kawat pusher ditandai dengan garis-garis yang setiap garisnya
menandakan satu dorongan dalam 1 menit.
12. Setelah dorongan terakhir, cawan perahu harus ditengah-tengah daerah terpanas, dan membiarkan
selama 4 menit.
13. Setelah selesai, menutup aliran oksigen dan mematikan pompa vakum.
14. Melepaskan washing bottle dari selang vakum dan dari selang stopper di tube.
15. Melepaskan kawat pusher dan stopper pada ujung tube, dan mengeluarkan cawan perahu dengan
kawat tahan panas (menampungnya dengan baki metal).
16. Memasukkan larutan yang ada di washing bottle ke dalam erlenmeyer 250 ml dan membilas
washing bottle dengan aquades.
17. Menambahkan 3 tetes larutan indikator campuran dan menggoncang hingga rata sampai berwarna
ungu terang.
18. Menitrasi larutan tersebut dengan Na2B4O7 0,05 N hingga larutan berubah menjadi warna hijau
terang (mencapai titik akhir titrasi).
19. Mencatat volume akhir titrasi pada format yang tersedia untuk analisa total sulfur.
20. Mengerjakan penentuan blanko dengan perlakuan yang sama seperti diatas tanpa sampel batubara.
MetodePerhitungan :
dimana:
V1 = volume Na2B4O7 0,05 N untuk titrasi banko (ml)
V2 = voume Na2B4O7 0,05 N untuk titrasi sampel (ml)
N = konsentrasi Na2B4O7 (N)
Bst = bobot setara senyawa sulfur (Bst = 16,03)
m = berat sampel (mg)
3. CALORIFIC VALUE (NILAI KALORI)
Standard Acuan :
ASTM D 5865 – 2004
Ruang Lingkup :
Metode ini adalah untuk menentukan Nilai Kalori dari contoh, menggunakan Bomb
Calorimeter Parr 6200.
Prinsip :
Contoh yang telah diketahui massanya, dibakar dalam bomb kalorimeter pada kondisi
standard. Nilai kalori kasar dihitung dari naiknya suhu air di dalam vessel kalorimeter dan kapasitas
panas rata-rata dari sistem.
Peralatan Dan Reagen :
Neraca Analitik, bomb calorimeter, krusibel bomb calorimeter, kawat stainless steel, gas
oksigen dan aquadest.
Perlakuan Contoh :
Contoh dengan diameter 0.212 disimpan dalam ruangan yang terkontrol suhu dan
tekanannya dan bertempat di ruangan timbang.
Instruksi Kerja :
4. Dicek kondisi alat, tekanan gas, regulator, volume air pendingin dan aliran listrik.
5. Dinyalakan alat dengan menekan tombol hitam yang ada dibelakang alat ke posisi atas untuk
mengaktifkan alat, pompa, pemanas dan laju air.
6. Dibuka aliran gas oksigen dengan cara memutar pulp hitam ke kiri
7. Ditunggu selama ± 20 menit untuk menstabilkan alat.
8. Ditimbang benzoic acid atau IHS dan sampel seberat ± 1.0000 gram ke dalam krusibel.
9. Ditempatkan krusibel pada penyangga electrode dan atur kawat pemantik tersentuh/kontak dengan
sample.
10. Disatukan combustion chamber dengan bomb cap dengan cara memutar bomb cap ke kanan sampai
kencang, dipastikan combustion chamber dan bomb cap sesuai dengan pasangannya.
11. Diisi gas pada vessel dengan oksigen hingga tekanan maksimum 30 atm (tekan tombol FILL)
12. Dimasukkan vessel ke dalam bomb bucket dan isi dengan 2 liter aquadest dari pipet tank
13. Dimasukkan elekroda pada terminal nut dan pastikan kedua elektroda tersebut terkoneksi dengan
terminal nut.
14. Ditutup bomb bucket lid dan pastikan tertutup rapat
15. Ditekan [START] kemudian dipilih ID bomb dan dimasukkan berat sampel
16. Ditunggu sampai proses analisa selesai dan dicatat hasil analisa
17. Bomb bucket yang berisi vessel dikeluarkan dari bomb jacket
18. Dikeluarkan vessel dari bomb bucket.
19. Dibuang gas CO2 dengan cara memutar knop yang berada di bomb cap
20. Dicuci bagian dalam bomb dengan air , ditampung air pencuci ke dalam labu erlenmeyer.
Dibersihkan semua kawat yang tidak terbakar dari elektroda dan dicuci kepala bomb dengan air dan
ditampung air cucian ke dalam labu erlenmeyer yang sama dengan di atas.
21. Dititrasi air cucian dengan larutan standard Na2CO3 menggunakan indikator Methyl Merah hingga
mencapai titik akhir berwarna Orange– Merah. Dicatat volume penitar.
Perhitungan :
a. Ditekan tombol REPORT dan dimasukkan nomor contoh.
b. Dimasukkan volume penitar
c. Dimasukkan nilai Total Sulphur (TS %ad).
d. Laporan akhir dicetak sebagai Nilai Kalori akhir. Diperiksa bahwa semua detail telah benar dan
dilampirkan pada worksheet.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Analisa
5.1.1 Pengolahan Data
PROKSIMAT
1. Moisture
Sample Code ROM PRANGAT ROM JMB
Wt.of dish + Lid + Sample before
heating (M2)
22.6333 g 23.7412 21.4300 g 20.3136 g
Wt. of dish + Lid (M1) 21.6333 g 22.7412 20.4300 g 19.3136 g
Wt.of dish + Lid + sample after
heating (M3)
22.4932 g 23.6008 21.2942 g 20.1781 g
% Moisture = (M2-M3) x 100
(M2-
M1)
14.01 % 14.04 % 13.58 % 13.55 %
MEAN 14.03 % 13.57 %
2. Ash Content
Sample Code ROM PRANGAT ROM JMB
Wt.of dish + Lid + Sample (M2) 15.2364 g 15.9126 g 15.5260 g 16.7144 g
Wt. of dish + Lid (M1) 14.2363 g 14.9123 g 14.5259 g 15.7142 g
Wt.of dish + Lid + content (M3) 14.2755 g 14.9514 g 14.6258 g 15.8147 g
Wt. of dish + Lid (M4) 14.2360 g 14.9125 g 14.5257 g 15.7142 g
% ash = (M3-M4) x 100 3.95 3.91 10.01 10.05
(M2-M1)
MEAN 3.93 % 10.03 %
3. Volatile Matter
Sample Code ROM PRANGAT ROM JMB
Wt.of dish + Lid + Sample before heating (M2) 13.2585 g 14.4121 g 14.5838 g 13.7141 g
Wt. of dish + Lid (M1) 12.2583 g 13.4122 g 13.5839 g 12.7142 g
Wt.of dish + Lid + sample after heating (M3) 12.7300 g 13.8821 g 14.0854 g 13.2157 g
% volatile matter = (M2-M3) x 100 - % Moisture
(M2-M1)
38.82 38.76 36.27 36.30
MEAN 38.79 % 36.29 %
4. Fixed Carbon
Sampel Code ROM PRANGAT ROM JMB
FC = 100 - %Moisture-%ash -% VM 43.25 40.11
TOTAL SULFUR
Sampel Code ROM PRANGAT ROM JMB
Weight of sample (M) 0.5000 g 0.5000 g 0.5000 g 0.5000 g
Volume of sodium borate (0,0500 N)
used in test (V1)
1.55 mL 1.40 mL 9.65 mL 9.70 mL
Volume of sodium borate (0,0500 N)
used in blank ( V2)
0.05 mL 0.05 mL 0.05 mL 0.05 mL
% TS = 0,0802x (V1-V2)
M
0.30 0.23 1.55 1.56
MEAN 0.27 % 1.56 %
CALORIVIC VALUE
Sample code ROM PRANGAT ROM JMB
Sample ID 1217 1218 1219 1220
M1 13.5289 g 14.2106 g 14.3486 g 13.4542 g
M2 14.5291 g 15.2107 g 15.3489 g 14.4545 g
M2-M1 1.0002 g 1.0001 g 1.0003 g 1.0002 g
Preliminary 5999.41 cal/g 5987.65 cal/g 5969.39 cal/g 5973.79 cal/g
Sulfur (%) 0.27 % 0.27 % 1.56 % 1.56 %
Gross Heat 5983.78 cal/g 5990.56 cal/g 5897.67 cal/g 5888.45 cal/g
MEAN 5987 cal/g 5893 cal/g
5.2 Pembahasan
Dalam pengerjaan analisa sample batubara harus disertakan pengerjaan analisa Daily
Check (In House Standard) yaitu untuk lebih meyakinkan ketepatan hasil analisa yang dilakukan oleh
Analis.
Dari hasil analisa yang diperoleh maka pembahasan menurut parameter yaitu:
1.Moisture in The analysis Sample
Semakin tinggi peringkat suatu batubara semakin kecil porositas batubara tersebut atau
semakin padat batubara tersebut. Dengan demikian akan semakin kecil juga moisture yang dapat
diserap atau ditampung dalam pori batubara tersebut. Hal ini menyebabkan semakin kecil
kandungan moisturenya khususnya inherent moisturenya.
Semakin kecil ukuran partikel batubara, maka semakin besar luas permukaanya. Hal ini
menyebabkan akan semakin tinggi surface moisturenya.
Pada nilai inherent moisture tetap, maka TM-nya akan naik yang dikarenakan naiknya
surface moisture.
2. Ash Content (kandungan Abu)
Kadar abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan jenis mineral matter yang
dikandung oleh batubara baik yang berasal dari inherent atau dari extraneous. Semakin tinggi kadar
abu pada jenis batubara yang sama, semakin rendah nilai kalorinya. Kadar abu didalam
penambangan batubara dapat dijadikan penentu apakah penambangan tersebut bersih atau tidak,
yaitu dengan membandingkan kadar abu dari data geology atau planning, dengan kadar abu dari
batubara produksi.
3.Volatile Matter
Kadar Volatile Matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara.
Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya.
Volatile Matter digunakan sebagai parameter penentu dalam penentuan peringkat batubara.
Volatile matter dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara pada saat
dibakar.
4.Total Sulfur
Kandungan sulfur dalam batubara sangat bervariasi dan pada umumnya bersifat heterogen
sekalipun dalam satu seam batubara yang sama. Baik heterogen secara vertikal maupun secara
lateral. Namun demikian ditemukan juga beberapa seam yang sama memiliki kandungan sulfur yang
relatif homogen.
Sulfur dalam batubara thermal maupun metalurgi tidak diinginkan, karena sulfur dapat
mempengaruhi sifat-sifat pembakaran yang dapat menyebabkan slagging maupun mempengaruhi
kualitas product dari besi baja. Selain itu dapat berpengaruh terhadap lingkungan karena emisi sulfur
dapat menyebabkan hujan asam. Oleh karena itu dalam komersial, sulfur dijadikan batasan garansi
kualitas, bahkan dijadikan sebagai rejection limit.
5.Calorific Value (Nilai Kalori)
Nilai Kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat
batubara, semakin tinggi nilai kalorinya. Pada batubara yang sama Nilai kalori dapat dipengaruhi
oleh moisture dan juga Abu. Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya.
BAB VI
PENUTUP
1. Kesimpulan
1) Batubara merupakan mineral organic yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang
mengendap dan berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan
tahun, sehingga akhirnya membentuk fosil. Karena pengaruh waktu, suhu dan tekanan fosil tersebut
membentuk sedimen organic yang di sebut Batubara.
2) Preparasi sample bertujuan untuk menyediakan suatu sample yang jumlahnya sedikit, yang mewakili
sample asalnya.
3) Batubara yang mempunyai kualitas yang baik ditandai dengan tingginya nilai kalori, kandungan air
rendah dan kandungan abu yang rendah.dan sebaliknya Batubara yang mempunyai kualitas yang
rendah ditandai dengan rendahnya nilai kalori, kandungan air tinggi dan kandungan abu yang tinggi.
Apabila kandungan abunya tinggi berarti batubara tidak terbakar sempurna
4) Dalam pengerjaan analisa sample batubara disertai pengerjaan analisa ASCRM (Australian Standard
Certified Reference Materials) untuk memeriksa kondisi alat yang digunakan dan ketepatan hasil
analisa. Selain itu, juga dilakukan Daily Check (Inhouse Standard) untuk menjaga mutu laboratorium
secara harian.
5) Semakin tinggi peringkat suatu batubara semakin kecil porositas batubara tersebut atau semakin
padat batubara tersebut. Dengan demikian akan semakin kecil juga moisture yang dapat diserap
atau ditampung dalam pori batubara tersebut. Hal ini menyebabkan semakin kecil kandungan
moisturenya khususnya inherent moisturenya.
2. Saran
1) Peningkatan Keselamatan Kesehatan Kerja (K3) di laboratorium hendaknya lebih diperhatikan dan
ditingkatkan lagi untuk menghindari kecelakaan dalam bekerja yang setiap saat bisa terjadi.
2) Preparasi sample untuk sample produksi, sebaiknya di kerjakan tepat waktu agar proses analisa juga
berjalan sebagaimana mestinya.
3) Pengecekan pada alat-alat analisa harus selalu di perhatikan agar semua pengerjaan analisa dapat
berjalan dengan lancar.
4) Semoga terjalin hubungan yang baik antara pihak PT. JEMBAYAN MUARABARA dengan pihak Sekolah
Menengah Analis Kimia (SMAK) Makassar dalam rangka pengembangan kualitas Sumber Daya
Manusia tetap terjaga dan lebih ditingkatkan lagi.