A. Gambaran Umum Tentang Desa Banjarsari Desa Banjarsari ...digilib.iain-jember.ac.id/116/7/BAB...
Transcript of A. Gambaran Umum Tentang Desa Banjarsari Desa Banjarsari ...digilib.iain-jember.ac.id/116/7/BAB...
55
BAB IVPENYAJIAN DATA
A. Gambaran Umum Tentang Desa Banjarsari
1. Kondisi Tentang Obyek Penelitian
Desa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari kabupaten Jember
Provinsi Jawa Timur, merupakan daerah yang keadaan wilayahnya
banyak berbukit bukit, berada di sebelah utara dari jalan utama jalur
Jember–Surabaya. Tepatnya 7 km sebalah utara dari ibukota
kecamatan Bangsalsari,desa Banjarsari merupakan salah satu dari
sebelas desa yang ada di kecamatan Bangsalsari. Dengan daerah yang
berbukit bukit maka daerah ini sebenarnya berpotensi untuk
pengembangan daerah pariwisata, namun semua sarana dan prasarana
belum tersedia. Untuk saat ini wilayah ini sebagian besar
diperuntukkan untuk daerah perkebunan, khususnya untuk wilayah
timur dari desa sehingga banyak tenaga kerja yang terserap dibidang
perkebunan ini.
Desa Banjarsari merupakan desa yang memiliki banyak lahan
pertanian. Lahan pertanian yang ada sebagian besar adalah milik PTP
Nusantara, sektor tanaman karet dan kopi adalah komoditi utama yang
paling banyak dimanfaatkan. Sektor ini merupakan sektor yang
menjadi pusat dari perekonomian dari Desa Banjarsari. Warga yang
berada di Desa ini memilih pekerjaan sebagian besar sebagai petani
56
atau buruh perkebunan. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini
adalah faktor tingkat pendidikan yang masih rendah.
Secara geografis Desa Banjarsari terletak di ketinggian 175
meter diatas permukaan laut, dengan curah hujan 1200 mm per tahun.
Desa Banjarsari sendiri berada di sebelah selatan dari lereng
pegunungan Argopuro.
Untuk sarana yang berupa jalan desa sudah begitu baik, walau
disana sini masih ada kerusakan yang harus diperbaiki, untuk
kerusakan jalan memang sering terjadi dikarenakan jalan desa ini
adalah jalan keluar masuknya kendaraan besar dari perkebunan PTPN
Banjarsari.
Adapun batas-batas Desa Banjarsari, antara lain sebagai berikut:
Tabel 1.2Batas wilayah Desa Banjarsari
Letak Batas Desa/Kelurahan Kecamatan
Sebelah Utara Badean Bangsalsari
Sebelah Selatan Tisnogambar Bangsalsari
Sebelah Timur Kemuning Lor Panti
Sebelah Barat Tugusari Bangsalsari
2. Kondisi Penduduk
Jumlah penduduk di Desa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari
Kabupaten Jember pada akhir Tahun 2015 Berjumlah 4818 jiwa
57
dengan jumlah Kartu Keluarga (KK) 1549. Adapun jumlah penduduk
Desa Banjasari dari Jumlah Keseluruhan sebagai berikut:
Tabel 1.3Jumlah penduduk Desa Banjarsari
Tahun 2015
No Uraian Keterangan
1 Jumlah laki-laki 2.342 orang
2 Jumlah perempuan 2.476 orang
3 Jumlah total 4.818 orang
4 Jumlah kepala keluarga 1.549 KK
Tabel 1.4Data usia penduduk Desa Banjarsari
Tahun 2015
No. Usia Jumlah
1. 0 – 12 bulan 153 orang
2. 13 Bln - 4 Tahun 369 orang
3. 5 - 6 Tahun 266 orang
4. 7-12 Tahun 492 orang
5. 13 - 15 Tahun 236 orang
6. 16 - 18 Tahun 238 orang
7. 19 - 25 Tahun 634 orang
8. 26 - 35 Tahun 997 orang
9. 36 - 45 Tahun 886 orang
58
10. 46 - 50 Tahun 583 orang
11. 51 - 60 Tahun 645 orang
12. 61 - 75 Tahun keatas 123 orang
3. Kondisi Mata Pencaharian Penduduk Desa Banjarsari
Jenis pekerjaan yang ditekuni oleh penduduk Desa Banjarsari
sangatlah beraneka ragam, yaitu sebagai berikut:
Tabel 1.6Data Jenis Pekerjaan penduduk Desa Banjarsari
Tahun 2015
No. Jenis Pekerjaan Keterangan
1. Petani 236 orang
2. Buruh tani 315 orang
3. Pekebun 421 orang
4. Pedagang klontong 25 orang
5. Karyawan swasta 173 orang
6. Peagawai Negeri Sipil (PNS) 50 orang
7. Pengusaha kecil 135 orang
8. Perawat swasta 20 orang
9. Guru 30 orang
4. Kondisi Kegamaan Desa Banjarsari
Kondisi keagamaan penduduk Desa Banjarsari mayoritas agama
islam. Berikut ini merupakan kondisi tempat ibadah sebagai berikut:
59
Tabel 1.7Kondisi Tempat Ibadah Penduduk
Desa Banjarsari Tahun 2015
No. Nama Tempat Ibadah Keterangan
1. Masjid 5
2. Musholla 25
3. Gereja -
4. Wihara -
6. Pura -
B. Penyajian Data dan Analisis
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa dalam penelitian ini
menggunakan teknik pengumpuln data melalui wawancara, interview,
dokumentasi dan catatan lapangan sebagai pendukung dalam penelitian
ini. Secara berurutan akan disajikan data hasil penelitian sesuai dengan
fokus penelitian.
Seiring dengan berjalannya waktu perkembangan kehidupan sosial di
masyarakat sangatlah pesat begitu pula pertumbuhan penduduk yang
semakin padat hingga membuat semua pola dan gaya kehidupan dalam
masyarakat desa pun berubah, baik perubahan positif dan negatifnya
beriringan secara serentak, perubahan positif yang terjadi di masarakat
secara positif akses masuk desa sudah baik dan semakin membaik secara
infra struktur, namun dari segi norma-norma yang ada di desa sudah mulai
60
kusam dan hampir luntur yang di pengaruhi oleh adanya kebebasan media
sosial, masarakat desa yang terkenal sebagai masarakat gotong royong
dahulunya sekarang sudah sangat sedikit sekali di temui di desa hususnya
di Desa Banjarsari. Sebagai mana di penyampaian Kepala Desa Banjarsari
Naning Roniani
“kalok masalah pola dan gaya hidup masrakat desa sekarang sudahberbeda dengan tempo saya masih kecil dulu, kalok dulu di masakanak-kanak saya mau bangun rumah tidak begitu repot kita adaperkejaan yang berat tidak hawatir, karna cukup kita datang sajakerumah-rumah yang ada di sekitar kita (tetangga) ngomong apayang menjadi hajat kita besoknya sudah datang semua kitamenyediakan air dan kopi saja sudah cukup bagi mereka, jadimasarakat dulu sangat kompak, berbeda jauh dengan sekarang polahidup masarakat sekarang sudah seperti masarkat kota sudah mulaisibuk masing-masing, tapi lepas dari semua itu masarakat sekarangmemang bannyak yang beraktifitas mereka sibuk bekerja demimencukupi kebutuhan keluarganya. Ada lagi kebiasaan yang sudahpunah di desa ini yaitu kebiasaan upacara adat sudah mulai hilangdari benak masarakat kepercayaan kepada adat istiadat sudah sedikitdemisedikit sudah akan menghilang dari masarakat , bahkanselametan desa atau biasa disebut bersih desa sekarang sudah tidakpernah di adakan sejak bapak saya menjadi kepala desa selama 18tahun hingga sampai pada masa saya sekarang yang sudah duapriode, kalok masalah tradisi dalam rumah tangga ya masih banyakyang di jalankan seperti tahlil , hari-hari lahir tujuh bulanan upacarapernikahan,dan banyak lagi yang lain juga termasuk tradisi yangakan anda teliti tentang tradisi “Nganyareh Kabin” itu, hanya sajasaya pribadi masih belum pernah melakukan.”48
Dari perbincangan peneliti dengan kepala Desa Banjarsari
Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember yang ditemui oleh peneliti
menegaskan bahwa keberadaan tradisi nganyareh kabin itu memang benar
adanya, yang sudah mendarah daging di sebagian besar masyarakat Desa
Banjarsari dari sebagian tradisi adat-adat yang lain bahkan tradisi ini
48Naning Roniani, Wawancara, Banjarsari, 26 April 2016
61
menjadi tradisi yang sangat sakral dan di sakralkan oleh sebagian besar
masyarakat sebagai mana penuturan Nurhasan seorang tokoh dusun dukuh
II Desa Banjarsari sekaligus pelaku tradisi nganyareh kabin.
“tradisi nganyareh kabin (tajdidun nikah) ini sudah ada sejak neneksebelum embah (eyang) saya sudah ada, saya sendiri awalnya tidakpercaya jangan sampeyan tapi pada akhirnya saya juga terpaksamelakukan dan menuruti petunjuk yang diberikan oleh mertua danteman-teman juga guru-guru saya mengapa demikian, di tengahperjalanan pernikahan ekonomi dalam keluarga saya sangat parahbahkan saya haru puasa kadang untuk mengantisipasi istri saya tidakmakan, yang namanya isti mungkin kan merasa kesal juga harushidup serba kekurangan hingga membuat istri saya berubah sifatyang asalnya kalam menjadi garang, setiap hari ahirnya saya cekcokhingga saya merasa penasaran dan ingin mencoba untuk melakukan“nganyareh kabin” saya mendatangi guru saya memohonkesediannya untuk hadir kerumah dalam rangka akad nganyarehkabin, dan hasilnya Alhamdulillah saya benar-benar rasakan hinggasaat ini, setelah saya bisa merasakan hikmahnya saya seringmelakukannya bahkan saya pernah melakukan akad nganyareh kabintersebut sebulan dua kali.49
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti dengan
H.Nurhasan, selakau pelaku tradisi ngayareh kabin (tajdidun nikah) dan
sekaligus salah satu tokoh masarakat yang juga sering dijadikan rujukan
dalam masalah-masalah hukum yang sering di hadapi oleh masarakat
Banjarsari Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember, selain itu beliu juga
sering memimpin beberapa acara upacara adat desa dan slametan yang
sering dilakukan oleh warga Desa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari
Kabupaten Jember ini menilai tradisi nganyareh kabin ini sudah sangat
dekat sekali di hati masyarakat bahkan menjadi sebuah alternatif dalam
49 Nurhasan, Wawancara, Banjarsari, 30 April 2016
62
permasalahan dalam keluarga, sebagai mana ungkapan Bapak Suni/ dan
istrinya sewaktu peneliti mawancarainya beliu memaparkan bahwa :
“Ngayareh kabin adalah sebuah adat yang sering di lakukan olehorang-orang di desa ini mulai dahulu hingga sekarang, dan kamimeyakini tradisi itu baik di karanakan itu sudah di lakukan olehorang-orang terdahulu kami dari bapak saya embah saya sudahmelakukannya, bahkan saya sendiri sering menganjurkan kepadaanak-anak dan tetangga terdekat meski tidak semuanya melakukandan mendengarkan pendapat saya, maklum lah karna saya orangawam yang tidak pernah belajar di pesantren saya hanya santrimusangan, karana orang sekarang beda dengan orang-orang duluapalagi anak-anak muda kalok di bilangin biasa menyangkal. sayasendiri melakukanya sudah sekitar lima tahun yang lalu danhikmahnya sangat banyak sekali kehidupan kami lebih tenang rasasayang kepada keluargapun bertambah pengaruh terhadap ekonomidalam keluarga pun semakin baik”. 50
Melihat penjelasan dari warga Desa Banjarsari di atas semakin
memperkuat bahwa masyarakat Banjasari melaksanakan bukan orang baru
dalam tajdidun nikah atau nganyareh kabin ini tapi mereka melaksanakn
sudah mulai dari terdahulunya, dari nenek moyang mereka, karna
kebanyakan dari mereka yang menjadi pelaku tradisi ngnyareh kabin itu
tidak tau dasrnya melainkan hanya ikut-ikutan saja .
1. Sejarah terjadinya tradisi Nganyareh Kabin (Tajdidun Nikah) dan
prosesi pelaksanaanya di Desa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari
Kabupaten Jember.
a. Sejarah munculnya tradis “Nganyareh Kabin”
Sejarah terjadinya dan proses tradisi nganyareh kabin (tajdidun
nikah) di Desa Banjarsari ada beberapa orang tertentu yang
50 Suni, Wawancara, Banjarsari, 2 Mei 2016
63
mengetahui dengan terjadinya nganyareh kabin (tajdidun nikah),
sebagaimana yang dikatakan oleh bapak Ahmad Fauzi:
“Tradisi nganyareh kabin adalah sebuah tradisi yang di sakralkanoleh masarakat desa Banjarsari yang di yakini dapat memberikemaslahatan dalam rumaha tangganya dari segi ekonomikeharmonisan dan tujuan utama nikah yakni menjadi keluargayang sakinah mawaddah warahmah, perjalanan tradisi ini tidakdiketahuui secara pasti dari mana awal munculnya dan siapa yangmemulainya pertama kali, sepengetahuan seya selama ini masihbelum ada literature yang membahas tentang tradisi NganyarehKabin (Tajdidun nikah) pelaksanaannya di kalangan masarakatmerupakan sebuah warisan tradisi dari sesepuh masarakatBanjarsari. Selama ini massih belum ada catatan yang menulistentang tradisi nganyareh kabin”.51
Keterangan informan terhadap peneliti menyebutkan bahwa
masih tidak ditemukan sejarah terjadinya tradisi nganyareh kabin
(tajdidun nikah) meski demikian tradisi tersebut di yakini masarakat
dapat menbawa kemaslahatan, dimana dari pelaksanaan tersebut akan
membuahkan sebuah semangat dan motifasi baru untuk selalu menjaga
keharmonisan dalam keluarganya.
Pernyataan diatas sepaham dengan apa yang disampaikan salah
satu tokoh masyarakat Desa Banjarsari, Bapak Miftahurrahman yang
dalam paparannya ketika di interview oleh peneliti membenarkan
bahwasanya sejarah terjadinya tajdidun nikah tidak dapat di ketahui
secara pasti dan bukanlah sesuatu yang baru di kalangan masyarakat.
“Kalok bicara masalah sejarah nganyareh kabin hingga saat inibelum ada yang secara detail menulis tentang bagaimanaawalmula kejadiannya kapan dan dimana tradisi ini muncul, akantetapi kita harus akui kalu bangsa kita sebelum masuknya islam
51 Ahmad fauzi,wawancara,10 mei,2016
64
ke Indonesia kita sudah kaya dengan adat istiadat , tradisi danbudaya local, baik masalah tradisi yang di lakukan secara serentakmaupun secara personal, contoh kecilnya kegiatan pada malemjumat malam selasa, diman pada malam jum`at dan malam selasamereka meyakini bahwa ruh para leluhur mereka pulang ke rumahmasing-masing dan di masing rumah dari ahli waris sang leluhurmenyediakan sepiring nasi dan lauknya lengkap dengan denganjenang putih dan merah beserata lampunya, yang sudah disiapkanuntuk menyambut leluhur mereka. Ritual yang semacam inikemudian di islamisasikan oleh para ulama` dengan di barengibacaan yasin tahlil di masing-masing rumah warga, yang padaasalnya ritual ini di lakukan oleh kaum hindu buda, meski padaujung di sekarang ini para ulama` ada yang pro dan ada yangkontra tetapi di kalangan masarakat banjarsari ritual ini masihberlaku, saya kira contoh ini hampir sama dengan tradisinganyareh kabin (tajdidun nikah) karna sebelum islam masuk keIndonesia masarakat jawa pada umumya sudah dikenal dengantradisi pengulangan nikah atau kalau dalam bahasa jawanyadikenal dengan istilah bangun nikah, ada juga yang sering dilakukan oleh kalang masarakat jawa asli adanya nikah peraknikah emas dan lain sebagainya, dari sinilah mengapa sayamengatakan bahwa sejarah terjadinya tradisi tajdidun nikah inibelum ada literature yang menulisnya dan membahasnya.52
Dari keterangan yang di paparkan oleh informan yang oleh
peneliti anggap lebih tau tentang permasalahan ini beliu
menyatakan jika beliu masih belum pernah menemukan adanya
tulisan atau cerita yang menyampaikan kapan dan dimana tradisi
Nganyareh Kabin (Tajdidun Nikah) ini di awali dan siapa yang
mengawalinya. Melihat keterangan tokoh masarakat yang oleh
peneliti dia anggap lebih tau ternyata mereka pun masih belum
mengetahui bagai mana asal mula terjadinya tradisi nganyareh
kabin (tajdidun nikah), hal yang demikian adalah menurut para
52 Miftahurrahman, Wawancara, Banjarsari, 20 mei 2016
65
tokoh dan pelaku tradsi nganyareh kabin(tajdidun nikah) di Desa
Banjarsari Kecamatan Bangsalsari.
Namun kebenaran tradsisi ini masih berlaku di berbagai
daerah itu dapat di buktikan dengan hasil wawancara peniliti
terhadap beberapa informan yang berhaasil kami wawancarai di
salah satu beberapa Desa diluar Kecamatan Bangsalsari sebagai
mana penuturan bapak min,beliu adalah seorang pendatang yang
berasal dari Ngawi yang mengadu nasibnya di Kabupaten Jember
dengan berjualan nasi, warga Desa Kaliwining Kecamatan
Rambipuji, Bapak Hobir, seorang petani yang tinggal di Desa
Pakis Kecamatan Panti serta dari beberapa kajian terdahulu yang
membahas tentang tajdidun nikah, meski berbeda istilah dan
penamaannya serta motif dalam terjadinya tradisi tersebut akan
tetapi mereka sepakat dengan satu bahasa fiqih yaitu tajdidun
nikah.
Di berbagai daerah pelaksanaan tradisi nganyareh
kabin/bangun nikah/nikah perak, emas atau pembaharuan nikah
dan lain sebagainya dalam istilahnya yang tidak sama cara dan
tatananpun berbeda-beda, pelaksanaan taradisi nikah perak, emas
misalnya tradisi ini di lakukan setiap lima tahun sekali53.
Sedangkan pelaksanaan tradisi nganyareh kabin yang di lakukan
didesa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari dilakukan kapan saja
53Min, Wawancara, Banjarsari, 20 mei 2016
66
semau mereka dikalangan masarkat ada yang dalam satu bulan di
lakukan dua kali dengan beralasan semakin sering kita
melakukannya maka semakin baik dampak yang akan kita
dapatkan54.
b. Prosesi pelaksanaan tradisi “Nganyareh Kabin”
Tekhnis dan prosesi pelaksanaan tradisi “Nganyareh Kabin”
yang di lakukan di Desa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari
Kabupaten Jember. Dapat diketahui dari hasil pengamatan dan
wawancara yang penulis lakukan. Adapun proses pelaksanaan
yang terjadi dikalangan pelaku tradisi “Nganyareh Kanbin” di
Desa Banjarsari adalah sebagai berikut:
1. Pasangan suami istri yang akan melakukan tajdidun nikah atau
nganyareh kabin datang kerumah modin atau tokoh agama
yang bersedia menjadi wali hakim, dalam tajdidun nikah atau
nganyareh kabin yang mereka lakukan biasanya mereka
bertanya syarat-syarat yang dibutuhkan dalam tajdidun nikah
atau nganyareh kabin.
2. Pasangan suami istri tersebut telah menyiapkan sebelumnya
rukun dan syarat pernikahan sebagaimana yang pertama, hanya
sajadalam pelaksanaan tajdidun nikah diketahui oleh keluarga
terdekat sajadan tidak mengundang orang umum.
3. Khutbah nikah oleh tokoh atau orang yang di anggap bisa
54Nurhasan, Wawancara, Banjarsari, 19 mei,2016
67
menjadi wali hakim dengan mengunakan bahasa arab dan jawa,
kemudia pelaksanaan ijab dan qabul yang disertai dengan
penyerahan mahar dari suami kepada istrinya.
4. Dan yang terakhir yaitu doa yang dipimpin langsung oleh
modin atau tokoh masyarat dan di akhir dengan acara
makan bersama ditempat dilaksankan tajdidun nikah.
Sebagai mana yang dikatakan oleh Bapak Ahmad Fauzi selaku
tokoh dan pelaku tradisi:
“Pelaksanaan atau prosesi nganyareh kabin sama dengan persisdengan prosesi akad nikah yang pertama dalam sarat rukunnikahnya ada wali ada saksi ada mahar serta ijab dan kabul, adakesepakatan antara suami istri hanya saja tidak ada walimahdidalamnya, hanya ada tumpeng kecil saja yang kami suguhkankepada para saksi, yang tak kalah pentingnya adalah pemilihanhari pernikahan yang di cocok kan dengan hari lahir daripasangan suami istri, ini yang di ajarkan kepada kami oleh mertuasaya sendiri karna awalnya saya tidak pernah tau bagai manaprosesi tajdidun nikah ini sebelunya saya hanya mendengarkansaja.55
Bapak Nurhasan juga mengungkapkan tentang tradisi masalah
tradisi nganyareh kabin :
“Yang harus di penuhi pertama kalinya sebelum melaksanaantradisi ngnyareh kabin ini adalah kesepaakatan antara suami istriyang selanjutnya sebagaimana dalam pelaksanaan akad pertamakali yaitu harus ada khotbah nikah, agar menjadi pedoman bagipelakunya, adanya wali sebagai wakil dari pihak istri,ijab danqobul adanya saksi, dan yang tak kalah pentingnya harus adawalimah kecil-kecilan, yang di simbolkan dengan adanyatumpeng ketika peosesi nganyareh kabin ini di laksanakan, dandiberikan kepada undangan warga sekitar yang datang karna diundang sebagai bentuk tasakkuran”.56
55 Ahmad Fauzi, Wawancara, Banjarsari, 10 Mei 201656 Nurhasan, Wawancara, Banjarsari, 19 Mei 2016
68
Pelaksanaan tradsisi tajdidun nikah diatas berbeda halnya
dengan yang di lakukan oleh bapak Wahid dan bapak Mus/Tori
dalam paparannya ketika peneliti menginterview .
“Yang selama ini saya tahu kalok ada acara ngnyareh kabinprosesi akadnya di awali dengan baca dua kalima shahadat adawali mertua jika ada jika tidak maka digantikan oleh urutan-urutan wali tersebut, tetapi perwalian yang saya dan istri lakukanmemamfaatkan wakil wali yaitu para kiai yang ada di desa ini,jadi saya datang kepada salah satu tokoh di desa ini bawatumpeng dan dua orang saksi, setelah itu saya di akad lagi dandisaksikan oleh para saksi, setelah saya selesai melaksanakanakad saya member mahar kepada istri saya, hanya itu sajaprosesinya tidak ada walimah dan hal ini di rata-rata dilakukanoleh semua masarakat disini meski tidak semua, ada juga yangmendatangkan salah satu tokoh dan melakukan akad di rumahnyasendiri biasanya ini di lakukan oleh orang-orang yang kelasekonominya di atas rata-rata (mampu) karna setelah acara akatbiasanya diadakan tasakkuran dengan mendatangkan paratetangga dekat sanak familinya”.57
Dari keterangan para tokoh masyarakat dan para pelaku
tradisi nganyareh kabin serta sebagian masarakat yang peneliti
anggap lebih memahami, dapat di simpulkan bahwa prosesi
pernikahan yang baru atau prosesi tradisi nganyareh kabin ini tidak
jauh berbeda dengan praktek pelaksanaan akad nikah yang pertama
hanya saja tidak ada walimahan seperti yang di lakukan pada
prosesi pada akad nikah pertama, meski di dalamnya juga ada
unsur walimahan namun para masyarakat tidak menyebutnya
sebagai walimah melainkan hanya sekedar tasakkuran kecil-
kecilan.
57 Wahid dan Tori, Wawancara, Banjarsari, 15 Mei 2016
69
Secara hukum fiqih dalam prosesi akad nikah pertama dengan
kedua sama tidak ada perbedaan karena di dalamnya juda
menggunkan sarat rukun nikah yanga ada yang sudah di atur dalam
kitab fiqih seperti adanya kedua mempelai adanya wali, ijab dan
qabul serta adanya mahar yang baru.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tradisi ngayareh
kabin (tajdidun nikah) di Desa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari
Kabupaten Jember.
Setiap perbuatan yang dilakukan oleh seseorang tidak terlepas
dari berbagai motif atau adanya faktor-faktor (daya dorong) tindakan
yang mendorong seseorang melakukan perbuatan tersebut. Adanya
fenomena tradisi “Nganyareh Kabin” pada masyarakat Desa
Banjarsari tidak terlepas dari adanya penyebab yang mempengaruhi
terlaksananya tradisi ini. Berdasarkan pengamatan dan wawancara
yang penyusun lakukan, setidaknya ada Empat faktor utama yang
menyebabkan terjadinya tradisi ini yaitu:
a. Karena sengketa
b. Kepercayaan terhadap adat setempat
c. Karena hawatir akan rusaknya akad yang pertama
d. Kerena ekonomi yang melemah.
Adapun penjelasan ke empat factor diatas telah penyusun jelaskan
pada bab II, Ada dua factor menurut pengamatan penyusun yang
sangat urgen dan lebih berpotensi untuk melakukan tradisi nganyareh
70
kabin yaitu sengketa dan ekonomi dimana di antara sengketa dan
ekonomi mempunyai keterkaitan satu sama lain dimana ekonomi
merupakan salah satu kebutuhan sehari-hari yang mesti di hadapi dan
di butuhkan oleh semua orang.
Sengketa adalah pertengkaran, perbantahan, pertikaian, dan
perkara.Kaitannya dengan hal ini adalah tidak harmonisnya antara
suami istri dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini
Allah memperingatkan dalam firmannya QS An-nisa’ ayat 19 yang
berbunyi:
Artinya: “Apabila kamu tidak senang terhadap istrimu, bisa jadi
apa yang tidak kamu senangi itu justru Allah membuat
kebaikan yang banyak didalamnya”. 58
Pertikaian dalam sebuah srumah tangga adalah sangat wajar
sebab pertiakaian perbedaan pendapat dan lain sebagainya yang ada
dalam problematika rumah tangga merupakan salah satu penyedapap
atau bumbu rumah tangga yang semua itu ketika bisa dijadikan sebuah
pelajaran akan menumbuhkan semangat baru dalam perjalanan
58 Qs An-Nisa’ 4:19
71
selanjutnya, sebagai mana hadist Nabi yang, Artinya “perbedaan yang
ada dalam umatku adalah sebuah rahmat”.59
Dalam kenyataanya kehidupan masyarakat berumah tangga
tidaklah semulus dalam anganan pra pernikahan, tidak sedikit dari
khalayak masyarakat ketika sudah terjadi sebuah perdebatan dalam
rumah tangganya banyak muncul perkataan yang dilarang dalam
aturan pernikahan itu sendiri yang tampa mereka sadari mereka telah
membuat ikatan sucinya menjadi batal yang disebabkan lontaran kata-
katanya yang tidak control, merekapun tidak tahu atau tidak
menyadarinya, ketika pasangan itu atau salah satu dari mereka
menyadarinya mereka melakukan pembaharuan nikah atau di dalam
daerah Madura dikenal dengan bahasa Nganyareh Kabin (tajdidun
nikah).
“Sengketa atau cekcok dalam keluarga adalah sebuah kenyataanyang sering terjadi di kalangan masarakat siapapun oranganyabaik orang yang berpendidikan lebih-lebih orang yang tidakberpendidikan, pemicunya bermacam-macam dari sesuatu yangkecil menjadi besar tergantung bagaimana mau menyikapinyabiasanya yang sering terjadi dan menjadi pemicunya adalahmasalah pemasukan sehari-hari, ada banyak cara sebenarnya yanglebih rasional untuk mengatasi sengketa yang terjadi dalam rumahtangga namun entah mengapa masarakat saya di Banjarsari inilebih suka menjadikan tradisi nganyareh kabin sebagai sebuahjalan tengah untuk mengahiri persengketaanya.”60
59M.yusuf amin Nugroho, fiqih al-ikhtilaf NU-Muhammaddiyah,(Jakatra : pranada media group,2010),2.60Naning Roniani,wawancara, Banjarsari, 14 mei 2016
72
Percekcokan adalah awal dari terbukaya pintu tala` banyak dari
kalangan masyarakat ketika di dalamnya sudah terjadi percekcokan
yang tak kunjung selesai atau tidak menemukan jalan keluar mereka
menjadikan tala` sebagai sebuah keputusan akhir tidak dapat ditolak
lagi mereka harus ada dalam permasalahan yang halal di lakukan
namun perkara tersebut paling dibenci oleh Allah. Kepala Desa
Banjarsari memandang pertikaian sebagai sebuah akibat dari tidak
seimbangnya ekonomi dalam keluarganya sebagaimana penuturanya
ketika di wawancarai oleh penulis.
“Terjadinya percekcokan di kalangan masarakat Desa Banjarsari75 % di sebabkan oleh masalah ekonomi 20% di sebabkan karanamasalah perselingkuhan 5% di karnakan tidak adanyakesepahaman dalam menata keluarganya, penduduk desa yangrata-rata kelas ekonominya menengah yang kebanyakan darimereka adalah buruh baik buruh pertanian atau buruh bangunandan perkebunan mereka harus di hadapkan dengan kebutuhanpokok dalam keluarganya yang serba mahal membuat merekalebih sering bertengkar karana tidak tercukupinya kebutuhan-kebutuhan sehari-hari yang disebabkan tidak seimbanganyapemadukan yang mereka dapatkan dengan pengeluaran yangharus di penuhi ini menyebabkan mereka sering beradu mulut”.61
Senada dengan apa yang di sampaikan Kepala Desa Banjarsari
tokoh masarakat Banjarsaripun menegaskan bahwa percekcokan di
atara masarakat dalam masing-masing keluarganya dalah Ekonomi
sebagai mana pendapat H.Nurhasan dalam wawancara penulis di
bawah ini
“Biasanya pertengkaran itu terjadi kalok sudah ada masalh dalamekonominya seperti misalnya ada istri yang murung-murungsetiap itu dapat di pastikan kalok belanjanya kurang tidak usah
61 Miftahurrahman, Wawancara, BAnjarsari, 20 Mei 2016
73
siapa istri saya sendiri sama tapi jika sudah di beri uang belanjapasti istri saya senyum, ini hanya sebuah contoh kecil namuntidak semua pertengkaran itu di sebabkan oleh kurangnya belanjawong kadang orang kaya saja sering bertengkrar meski sudahtidak kekurangan uang belanja, terlepas dari semuanya kita tidakbisa memandang sebelah mata terhadap kebutuhan hidup untukmengrungi hidup ini kita butuh yang namanya uang meski tidakharus banyak paling tidak bisa mencukupi kebutuhan keluargaagar istri-istri kita tidak bingung untuk belanja.”62
Dari pernyataan para informan diatas penulis menyimpulkan
bahwa di antara sekian banyak motif terjadinya tajdidun nikah atau
nganyareh kabin motif ekonomi adalah motif yang paling urgen
hingga sangat potensi untuk dilakukan oleh kalangan masyarakat
awam untuk di jadikan sebuah alasan untuk melakukan tradisi
nganyareh kabin di mana masarakat akhirnya meyakini dengan
melakukan tradisi tajdidun nikah dapat memperbaiki ekonomi dalam
keluarga.
Ekonomi adalah tonggak yang menopang kehidupan manusia.
Permasalahan ekonomi dapat terjadi di setiap unit masyarakat mulai
dari keluarga sampai negara. Mulai dari unit terkecil, masalah
ekonomi dalam keluarga bisa membawa dampak positif maupun
negatif bagi anggota keluarga tersebut.
Masalah ekonomi lebih sering muncul karena ketidak mampuan
keluarga tersebut dalam mendapatkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Pengaruh yang diakibatkan oleh masalah ini
sangatlah beragam. Mulai dari ketidak mampuan orangtua untuk
62 Nurhasan , Wawancara, Banjarsari, 10 mei 2016
74
membiayai pendidikan anak-anaknya, tidak mampu untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari.
Ekonomi merupakan masalah yang sangat urgen dalam
kehidupan rumah tangga. Jika keadaan ekonomi tidak seimbang
dengan kebutuhan hidup sehari-hari, maka kehidupan dalam rumah
tangga tersebut akan mengalami kegoncangan. Meski ekonomi
bukanlah tolak ukur untuk mencapai kebahagian dalam keluarga,
tetapi disisi lain ekonomi merupakan faktor penentu bagi jalanya
kehidupan rumah tangga, apabila dalam sebuah rumah tangga tidak
terpenuhi kebutuhan kehidupan kesehariannya akibat keadaan
ekonomi yang takdapat mencukupi, maka tidak jarang rumah tangga
tersebut tidak harmonis sehingga berakibat pada sering terjadinya
percekcokan, seperti yang terjadi pada keluarga bapak Wahid dan
istrinya, begitu pula yang terjadi pada pak Mus/Tori dan istrinya,
ketika sudah terjadi ketidak harmonisan dalam rumah tangganya maka
terjadilah percekcokan di antara mereka, Sebagai mana penyampaian
Bapak Mus / Tori dan istrinya
“Sebenarnya ekonomi bukanlah salah satu faktor penentuuntuk hidup yang bahagia bersama anak dan istri akan tetapiuntuk dapat memenuhi kebutuhan dalam kehidupan sehariuntuk makan biaya sekolah anak dan lain-lain dibutuhkanyang namanya uanga, ketika dalam keluarga sudah terjadipenyusutan pemasukan atau terkena musim pecekklik tidakjarang saya dan istri beradu mulut, secara tidak kita sadariternyata ketika sudah terjadi kanker (kantong kering)bawaannya istri uring-uringen atau emosian, disinilah puncakkegelisahan terjadi hingga muncul banyak lontaran kata-katayang membuat keluaga kami heboh, tapi alhamdulilah kamiyang sekarang tidak seperti kami yang dahulu setelah saya
75
mendengarkan beberapa nasehat sesepuh desa yang adadisekitar kami, beliu menyarankan kami untuk melakukantradisi nganyareh kabin yang menerut beliu dalammelaksanakna nganyareh kabin akan dapat menambah nilaikeberkahan dalam ekonomi serta menambah kenyamanandalam berumah tangga, saya melaksanakan tajdidun nikahselama ini sudah tiga kali”. 63
Apa yang di sampaikan oleh Bapak Mus /Tori senada dengan
apa yang di sampaikan bapak Wahid dan istrinya:
“saya menikah dengan istri sudah 30 tahun sudah dikaruniaanak tiga, lika liku dalam penikahan sudah banyak kami jalanipahit dan manisnya dalam keluarga sudah kami rasakan, benarsekali yang di namakan degan eknomi itu adalah kebutuhanpokok yang harus kita penuhi kalok kita ingin hidup yangtentram tapi dengan sarat penghasilan kita harus dengan carayang benar meski harus jungkir balik demi mendapatkankeberkahan dalam ekonomi, saya dan istri sudah serung hidupsengsara di mana kami harus bekerja siang malam takmengenai waktu, siang kami menjadi seorang buruh tanimalamnya kami mencari bekecot untuk dijual sebagaitambahan untuk kebutuhan keluaga 15 tahun kami rasakanperjuangan yang begitu keras, dari keadaan inilah sayamencoba untuk melakukan tradisi nganyareh kabin meskiawalnya hanya coba-coba untuk mendengarkan saran darimertua saya, entah apa yang terjadi setelah kamimelakukannya kehidupan kami lambat laun tampa kami sadarimengalami perubahan sedikit demi sedikit, sejak ini lah kamimeyakini bahwa bengetoah (sesepuh) dalam pendapatnya tidakasal-asalan melainkan berdasarkan penelitian”.64
Ungakapan senada di sampaikan oleh Bpk, Sur Halil beliu
adalah pelaku tradisi Nganyareh Kabinyang sudah berusia lanjut.
“tradisi ngnanyareh kabin yang sudah menjadi suatukepercayaan bagi saya hususnya dan umumnya masarakatBanjarsri, yang kami warisi dari para sesepuh kami yang sudahterdahulu ini yang kami yakini dapat memperbaiki ekonomidalam keluaraga, bukan tampa alasan saya meyakini haltersebut tapi kami mempunyai cukup alasan yaitu dimana
63 Tori, Wawancara, Banjarsari, 15 Mei 201664 Wahid, Wawancara, Banjarsari, 25 Mei 2016
76
dalam pelaksanaan tradisi ngnyareh kabin ini kami jadikansebuah media untuk saling intropeksi diri antara saya denganistri saya yang kedua menurut saya memahami bahwapelaksanaan tradisi ini dapat membangun semangat baru dalamsemua ke adaan sehingga sangat masuk akal sekali jika orang-orang disini meyakini bahwa trdisi dapat memperbaikiekonomi dalam keluarga.
Dari penjelsan para informan di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwasanya keyakinan masyarakat Jawa khususnya
masyarkat Desa Banjarsari kepada warisan adat, tradisi dan
budaya sangatlah kuat dan mempengaruhi pada psikisnya hingga
menjadikannya berkenyakinan bahwa adat, tradis dan budaya
adalah sebuh warisan nenek moyang yang harus dilestarikan
tampa mencoba untuk menganalisis secara mendalam apakah hal
tersebut benar dan sesuai dengan ajaran agamanya. Hingga
disinilah menjadi penting untuk menganalisis secara mendalam
tentang kebenaran dan kesesuaian antara tradisi dan ajaran Islam.
a. Kepercayaan terhadap adat setempat
Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-
nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum
adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Dan kemudian adat ini
tidak dilaksanakan akan terjadi kerancuan yang menimbulkan
sanksi tak tertulis oleh masyarakat setempat terhadap pelaku yang
dianggap menyimpang.
Dalam (kamus besar bahasa Indonesia) adat istiadat
merupakan tata kelakuan yang kekal dan turun temurun dari
77
generasi kegenerasi lain sebagai warisan sehingga kuat
integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat, adat yang
sudah tertanam dalam kehidupan masyarakat dijadikan sebuah
patokan dalam segala pola laku hidup masyarakat secara individu
maupun golongan, anggota masarakat selalu membatasi pola
lakunya dengan nilai dan norma yang tidak tertulis sebagai sebuah
kepercayaan yang di yakini kuarang baik dan akan mendapatkan
hukuman secra financial maupun secara moril.
Perkawinan merupakan salah satu tempat yang banyak
dihuni oleh beberapa adat istadat setempat dimana masyarakat itu
sendiri tinggal. Misalnya kepercayaan masyarakat dimana sebelum
perkawinan dilaksanakan biasanya orang tua mempelai
menentukan hari pernikahan dengan perhitungan hari pasaran
calon suami dan calon istri dengan harapan dapat kebaikan dari
penentuan hari pasaran yang dianggap baik bagi mereka dalam
perjalanan pernikahanya ke depan.
Ketika ada orang tua yag tidak memerhatikan hal-hal
tersebut maka ketika di tengah perjalanan pernikahan anaknya
terjadi sesuatu yang membuatnya tidak harmonis sering terjadinya
persengketaan, percekcokan, kurang lancarnya ekonomi dan lain
sebagainya maka para orang tua itu berinisiatif untuk melakukan
tradisi nganyareh kabin, dengan memperhatikan hari pasaran
78
kelahirannya atau nepton dan hari pernikahan atau pelaksanakan
akadnya, dengan harapan kehidupan akan lebih harmonis.
3. Analisis Hukum Islam terhadap tradisi Nganyareh Kabin
(Tajdidun Nikah) yang di anggap dapat memperbaiki ekonomi
dalam keluarga di Desa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari
Kabupaten Jember.
a. Analisis Hukum Islam TerhadapTradisi
Sebelum melangkah kepada pembahasan analisis hukum
Islam terhadap tradisi “Nganyareh Kabin” di Desa Banjarsari
kecamatan Bangsalsari kabupaten Jember, terlebih dahulu
penyusun akan membahas pandangan hukum Islam terhadap adat,
untuk mendapatkan gambaran umum dan jelas bagaimana
pandangan hukum Islam terhadap adat atau tradisi.
Adat secara bahasa berarti kebiasaan dan secara syar’i
diartikan sebagai apa yang sudah dikenal dan dipraktikkan oleh
manusia, baik berupa perkataan, perbuatan atau meninggalkan
suatu perbuatan65. Definisi senada juga dikemukakan oleh Hasbi
ash-Siddieqy bahwa adat adalah sesuatu yang oleh manusia telah
dijadikan kebiasaan yang telah digemari dalam kehidupan
mereka.66
65Abd Wahab Khallaf, Usul Fiqh, (Beirut: Dar al-Fiqh, 1978 M/ 139 H),89.
66Hasbi ash-Shiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Semarang: Pustaka Hawiyah, 1997), 36.
79
Baik Khallaf maupun Hasbi memandang adat itu harus
berlaku umum, sudah dikenal oleh manusia dan terus berlangsung,
kaitannya dengan kebiasaan yang berlaku umum ini ada dua
permasalahan; (1) Bahwa adat (kebiasaan) itu dipraktikkan oleh
masyarakat, (2) Adat dipraktikkan oleh sebagian kelompok
masyarakat jika adat tersebut hanya untuk masyarakat tertentu.
Adat kebiasaan yang sudah mengakar dalam kehidupan
masyarakat selama tidak mendatangkan kerusakan atau menyalahi
norma umum dan ajaran agama, maka adat dapat diterima dan
berjalan terus sebagai salah satu dasar dalam mengambil
keputusan hukum. Hal itu sebagaimana kaidah fiqih al-‘Addah
Muhakkamah kaidah ini berlaku ketika sumber-sumber
primer (nas) tidakmemberikan jawaban terhadap masalah yang
muncul.67
Penerimaan adat tersebut di atas didasarkan pada
pemakaian bahwa sesuatu yang telah dilakukan oleh seluruh
masyarakat atau sebagiannya dan telah menyatu dalam kehidupan
sehari-hari adalah baik selama tidak dinyatakan lain oleh hukum,
sesuatu dianggap baik oleh masyarakat maka baik juga menurut
Allah swt seperti yang diriwayatkan oleh IbnuMas’ud.
67Ratno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam Dan Adat di Indonesia, (Jakarta: INIS, 1998),7.
80
ما رأه المسلمون حسنا فهو عند االله حسن ومارأه المسلمون شيأ فهو عند االله شي
Adat dalam penilaian tidaklah berdiri sendiri. Norma yang
baik harus diukur sesuai dengan norma agama walaupun belum
diserap ke dalam hukum Islam maka dapat diamankan, dengan
demikian adat dapat berlaku dan dijadikan pedoman dalam
kehidupan bila sudah menjadi ketentuan yang sesuai dengan
syara’68.
Dengan demikian adat dapat diterima apabila memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
1. Adat tidak bertentangan dengannas.
2. Adat telah berlaku dan telah menjadi pedoman terus
menerus dalam masyarakat.
3. Adat merupakan adat yang umum, karena adat yang
umum tidak dapat ditetapkan dengan adat yang khas.69
Jadi adat yang dianggap baik sebagai sumber luar bagi
Hukum Islam hanya adat kebiasaan yang sesuai dengan pokok-
pokok syar’i oleh karena itu segala yang bertentangan dengan
semangat dan tujuan nash, sama sekali tidak diakui dalam Hukum
Islam.
68Ahmad Ibnu Hanbal, Musnad Imam Ahmad ibn Hambal, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978M/1398H), I:379, Hadis dari Abdullah ibn Mas’ud
69A. Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang ,1977), 91.
81
‘Urf ada dua macam, sahih dan fasid. ‘Urf sahih adalah
yang dikenal oleh masyarakat dan tidak menyalahi dari syar’i serta
tidak membatalkan yang wajib. ‘Urf ini wajib dipelihara dalam
pembentukan Hukum Islam dan proses peradilan. Seorang
mujtahid harus mempertimbangkannya, karena apa yang sudah
dimengerti oleh manusia yang tidak menjadi tradisi tetap telah
menjadi kesepakatan dianggap sebagai kemaslahatan serta tidak
kontradiksi dengan syar’i.
Patokan yang dijadikan dasar dalam penyelesaian adat
adalah ukuran maslahah mursalah. Maslahah dapat ditinjau dari
dua sisi, yaitu suatu yang mendatangkan manfaat bagi kehidupan
ummat. Sesuatu baik apabila mengandung unsur manfaat dan
dianggap tidak baik apabila dalam tindakan itu terdapat unsur
mudarat, apabila kedua unsur tersebut ada dalam satu perbuatan
maka yang dijadikan patokan adalah unsur yang terbanyak.
Apabila merujuk pada kontek sejarah masa silam, pada saat
terjadinya proses asimilasi nilai-nilai hukum Islam yang dibawa
oleh nabi sebagai pengembangan propetion mission dari Allah swt
dengan sosiokultural, tradisi, dan adat masyarakat Arab masa itu,
terdapat beberapa nilai maslahah, adat Arab sebelum Islam datang
dan dapat diklasifikasi;
1. Adat lama secara turun temurun diterima oleh Hukum
Islam dan untuk selanjutnya dijadikan Hukum Islam.
82
Hal ini berlaku terhadap norma adat yang menurut
pandangan agama Islam adalah baik prinsip maupun
pelaksanaannya.
2. Adat yang diterima agama dengan jalan penyesuaian
dalam arti tidak lagi dalam bentuknya yang asli. Hal
ini berlaku terhadap norma adat yang dianggap baik
tetapi dalam penerapannya tidak baik.
3. Adat lama ditolak oleh agama dengan arti adat lama
harus ditinggalkan oleh orang-orang yang sudah
menyalahi norma-norma agama.70
Dalam menghadapi adat kebiasaan yang berlangsung
seperti dalam pengelompokan yang sudah disebut di atas, maka
langkah-langkah yang ditempuh oleh hukum Islam sebagai
berikut:
a. Hukum Islam mengakui adat dan berlaku untuk seterusnya
dengan artian, bahwa pembuktian Hukum Islam
memberlakukan suatu hukum untuk ummat Islam yang
sebenarnya. Hukum tersebut sudah berlaku dalam adat,
pengakuan ini berlaku terhadap yang secara prinsip maupun
pelaksanaannya sejalan dengan Hukum Islam. Misalnya
pembayaran diyat yang harus dibayar oleh pihak pembunuh
70 Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Waris Dalam Lingkungan Adat Waris Minangkabau,(Jakarta: Gunung Agung, 1984),164.
83
kepada keluarga terbunuh, hukum ini berlaku di Arab
sebelum Islam datang. Di samping itu Al-Qur’an
menetapkan diyat dalam surah Al-Baqarah 178 bagi
pembunuhdisengaja dan ayat 92 surah An-Nisa`.
b. Hukum Islam dalam bentuk wahyu ilahi atau lisan nabi
menerima adat dan lembaga lama dari segi prinsip, tetapi
dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan hukum Islam.
Dalam hal ini Zihar (ucapan seorang suami yang
mempersamakan ibu dengan istrinya) menurut adat Arab
ucapan itu membatalkan hubungan suami istri tetapi tidak
memutuskan hubungan suami istri sebelum suami atau istri
kembali membayar kaffarah zihar sebagaimana yang
dijelaskan oleh Allah swt dalam surah Al-Maidah ayat 3
tentang masalah zihar.
c. Dalam menghadapi perbedaan prinsip yang berbeda maka
prinsip baru yaitu ajaran Islam harus dinamakan
pelaksanaannya. Bila kemudian memungkinkan maka
prinsip adat bias dijalankan. Seperti perbedaan prinsip
kewarisan unilateral menyampaikan prinsip kewarisan
seperti yang terdapat surah An- Nisa ayat 7, 11, 12, dan 176
maka harta warisan harus diberikan kepada ahli waris yang
disebut dalam Al-Qur’an dan bila ada lebihnya diberikan
84
pada pihak laki-laki yang terdekat. Hal ini tidak jauh
berbeda dengan prinsip lama.
d. Menghapus atau menyatakan tidak berlaku adat. Dalam hal-
hal yang menyatakan baik namun pelaksanaannya
bertentangan dengan ajaran Islam. Dalam hal ini secara
keseluruhan hukum Islam berlaku untuk mengganti adat
dengan pendekatan adaftif dan harmonis. Seperti
pengharaman minum- minuman keras yang dinyatakan
pelarangannya secara berangsur-angsur. Karena berkaitan
dengan kebiasaan masyarakat yang sudah mendarah daging
sehingga perlu diadakan pendekatan evolutif.
e. Terhadap adat kebiasaan yang belum diresepsi oleh hukum
Islam dengan cara- dan tidak ada keterangan yang pasti
tentang penghapusannya makadalamhal ini Islam tidak
memformulasikan dan menyerahkan pada pandangan
manusia.71
Dalam menghadapi prinsip yang kelimaini, adat
kebiasaan yang belum jelas kedudukannya maslahat yang
yang harus dijadikan dasar pemikiran, artinya suatu
kebiasaan yang sudah berlaku sebelum datangnya Islam
atau terjadi dan dibiasakan kemudian, selama tidak
mendatangkan kerusakan atau menyalahi norma umum
71 Jalaluddin al-Maliki, Qaul Wa Amirah, (Mesir: Dar al-Ihya al-Kutub, ), IV: 14
85
ajaran agama, pada dasarnya tetap berlaku untuk
seterusnya.
Dari uraian di atas diantara lima persentuhan dan
perpaduan adat dan agama, maka tradisi “Nganyareh
Kabin” termasuk pada bagian kelima dimana nash tidak
memerintahkan akan tetapi tidak juga melarangnya.
1) Pandangan Hukum Islam Terhadap Tradisi “Nganyareh kabin”
1. Pandangan Normatif Fiqhiyah
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa secara umum
Islam bisa menerima kebiasaan yang berlaku di dalam masyarakat
selama tidak menyalahi norma-norma dan syar`i pengakuan
hukum islam terhadap tradisi tersebut sesuai dengan kaedah
fiqh72.العادة المحكمة
Oleh karena itu adat istiadat dapat menjadi salah satu sumber
hukum dalam hukum Islam yaitu sebagai sumber hukum sekunder.
Dengan demikian, kebiasaan masyarakat desa Demangsari dalam
melakukan tradisi “Nganyareh Kabin” sebagai upaya dalam
menjaga keharmonisan dalam rumah tangga dan mencegah
perceraian dapat diterima oleh hukum Islam. Tradisi yang tidak
diterima adalah sesuatu yang dilebih-lebihkan yang dapat
memberatkan bagi salah satu pihak yang akan melakukannya atau
72 Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul al-Fiqh, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), 89.
86
sesuatu yang sebelumnya tidak ada hukumnya atau yang tadinya
hanya mubah saja kemudian hukum tersebut diganti menjadi
sunnah atau bahkan wajib, sehingga dapat memberatkan seseorang
yang akan menjalankannya.
Tradisi “Nganyareh Kabin” ini sendiri adalah suatu pilihan
bagi pasangan suami istri yang sedang dilanda permasalahan
bukan menjadi suatu keharusan. Pasangan suami istri bisa
melakukannya atau tidak tergantung kemauan mereka. Jika
mereka mau melakukannya, maka akan ada kesempatan untuk
memperbaiki hubungan mereka, sedangkan jika tidak mau
melakukannya maka perceraian adalah jalan terakhir bagi mereka.
Sebenarnya permasalahan yang ada bukanlah bersumber dari
akad perkawinan mereka, akan tetapi akar permasalahannya
terdapat pada diri mereka sendiri, sedangkan tradisi ini hanya
dijadikan sebagai motivasi psikis saja agar pasangan suami istri itu
bisa merubah sikap dan sifat yang selama ini menjadi akar dari
permasalahannya. Rumah tangga mereka tidak akan pernah
berubah walaupun mereka melakukan tradisi ini selama mereka
tidak mau merubah sikapmalas dan sifat kurang baik mereka.
Seperti sudah dijelaskan pada bab II dalam kajian teori dimana
disebutkan bahwa para ulama dalam mencari sumber hukum selalu
berpegang teguh pada sumber Hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan
87
Sunnah serta maqasid asy- Syariah dimana salah satu sumber
hukum yang digunakan adalah ‘urf.
Adat atau ‘urf dalam Islam diakui sebagai salah satu teori
penetapan hukum Islam.Oleh karena itu, Abdul Wahhab Khallaf
membagi ‘urf menjadi dua macam, yang pertama ‘urf sahih dan
yang kedua ‘urf fasid. Adapun ‘urf sahih adalah apa yang
diketahui dan dilakukan oleh masyarakat tidak bertentangan
dengan syari’at, tidak menghalalkan yang haram dan tidak
membatalkan yang wajib, sedangkan ‘urf yang fasid adalah apa
yang dikenal dan dilakukan masyarakat akan tetapi bertentangan
dengan syari’at atau menghalalkanyangharam dan membatalkan
yang wajib.73
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh
masyarakat dan para pelaku tradisi “Nganyareh Kabin” diperoleh
keterangan bahwa hampir sebagian besar pasangan suami istri
yang melakukan tradisi ini kehidupan rumah tangganya yang
sebelumnya kurang harmonis atau banyak ketidak cocokan bahkan
ada yang hampir bercerai dapat kembali hidup dengan damai dan
tenteram.
Pelaksanaan adat istiadat tersebut tidak terlepas dari manfaat
dan mudarat yang ditimbulkannya. Dengan demikian
pertimbangan maslahah tidak dapat ditinggalkan dalam melihat
73Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Usul al-Fiqh, (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), 89.
88
suatu persoalan.74 Maslahah yaitu, sesuatu yang tidak disyariatkan
oleh syar’i untuk mewujudkannya dan tidak ada dalil yang
menunjukkan atas penolakannya.75
Dalam mempergunakan maslahah ada beberapa syarat yang
harus dipenuhi agar perbedaan antara maslahah dan dorongan
hawa nafsu dapat dibedakan. Adapun syarat tersebut adalah :
a. Maslahah yang dimaksud adalah maslahah yang hakiki
bukan dugaan semata dan bertujuan supaya
pembentukan hokum maslahah tersebut dapat
direalisasikan sehingga mendatangkanmanfaat.
b. Maslahat bersifatumum.
c. Maslahat tidak bertentangan dengan prinsip hukum
yang ditetapkan oleh nass danijma’Pertimbangan yang
dilakukan terhadap tradisi “Nganyareh Kabin” adalah
dengan memperlihatkan manfaatnya yaitu kembali
harmonisnya kehidupan pasangan suami istri dan
menghindari mudarat yang ditimbulkan apabila tidak
melakukannya yaitu terjadinya perceraian.
Seperti diketahui, perceraian yang terjadi di daerah manapun
akan lebih banyak menimbulkan permasalahan baru yang
menyangkut pasangan suami isrti dan anak secara psikologis
maupun yang menyangkut masalah sosial. Banyak sekali
74Ibid., 7.
75Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Islam,169.
89
permasalahan yang ditimbulkan akibat perceraian seperti
banyaknya anak jalanan, banyaknya wanita menjadi PSK demi
menghidupi anaknya, serta masalah sosial lainnya yang
diakibatkan karena perceraian.
Jika dilihat dari maslahah yang ditimbulkan dengan melakukan
tradisi ini dan kemadaratan yang ditimbulkan apabila tidak
dilakukannya tradisi ini, maka penyusun dapat menarik
kesimpulan bahwa tradisi ini tidak bertentangan dengan syari’at
atau dengan kata lain ‘urf ini adalah ‘urf yang sahih karena tradisi
ini tidak bertentangan dengan nass kemudian telah berlaku dan
menjadi pedoman dalam masyarakat serta tradisi ini
bersifatumum.
Hal tersebut di atas sesuai dengan kaidah Hukum Islam dimana
hukum Islam lebih mementingkan untuk menghindari
kemudaratan dari pada mendatangkan kemaslahatan.76
المفاسد على مقد على جلب المصالحدفع
2. Pandangan FiqhMunakahat
Tradisi “Nganyareh Kabin” berdasarkan pengamatan penyusun
dilakukan hanya untuk memotifasi psikis bagi pasangan suami istri
yang melakukannya supaya kehidupan rumah tangga mereka
76Asjmuni A. Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqhi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1976),127
90
kembali harmonis. Hal ini bisa dilihat dari faktor-faktor yang
menyebabkan adanya tradisi ini.
a. Faktor Keharmonisan RumahTangga
Apabila dilihat dari tujuan dan harapan dilakukan tradisi
“Nganyareh Kabin” dengan faktor ini, maka ada persamaan
dengan tujuan dilakukannya syiqaq.Syiqaq adalah perselisihan
antara suami dan istri yang diselesaikan oleh dua orang hakam
yaitu seorang dari pihak suami dan seorang dari pihak istri.
Dalam ayat tersebut bisa kita jumpai usaha mendamaikan
oleh para hakam.Hal ini memberikan ketentuan bahwa para hakam
supaya dengan sekuat tenaga berusaha mempertahankan kembali
suami istri yang sdang berselisih tersebut.
Jika dilihat dari keterangan ini, maka dapat ditarik benang
merah dengan tradisi “nganyar-anyari” dengan faktor ini dimana
biasanya sebelum melakukannya, pasangan suami istri terlebih
dahulu meminta pertimbangan kepada orang tua atau seseorang
yang ditunjuk keduanya untuk memberikan petuah. Biasanya
orang yang dimintai nasehat adalah orang tua mereka atau seorang
kiai atau sesepuh yang kemudian penyusun sebut sebagai
hakam.Nusyuz bisa diartikan dengan perbuatan durhaka istri
terhadap suami dengan tidak ada alas an yang wajar untuk
bersikap durhaka, atau diartikan juga dengan perbuatan seorang
suami yang tidak memenuhi kewajiban-kewajiban terhadap istri.
91
b. Faktor Kekhawatiran Rusaknya Akad Sebelumnya
Faktor ini biasanya menjadi alasan bagi pasangan
suami istri melakukan tradisi “Nganyareh Kabin” ketika
salah satu dari mereka pernah terbesit dalam pikirannya
untuk melakukan perceraian, terutama dari pihak suami
karena hak talak ada padanya walaupun tidak pernah
terucap sehingga secara hukum talak belum jatuh karena
salah satu rukun talak adalah diucapkan dengan kata-
kata77.Hal ini juga dapat dilihat dari pengertian talak yaitu
melepaskan ikatan pernikahan dengan mengucapkan kata
talak atau kata yang semakna.78Mereka hanya merasa ada
yang kurang dan merasa khawatir jangan-jangan akad
pernikahan mereka telah rusak dengan adanya pikiran
inginbercerai.
Kekhawatiran ini biasanya muncul ketika terjadi
peselisihan diantara mereka sehingga ketika perselisihan
sudah selesai kemudian mereka ingin membuka lembaran
baru dalam rumah tanga mereka, kemudian mereka
melakukan tradisi ini, dapat juga dilakukan oleh mereka
yang sudah lama terpisah tanpa kabar kemudian ketika
77 Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ala-al-mazahib al-Arba’ah, (Maktabah at- TijariyahKubra, t.t), IV: 280-281
78Peuneoh Daly, Hukum Perkawinan Islam; Suatu Studi Perbandingan Dalam KalanganAhlussunnah dan Negara-Negara Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1988), 247.
92
mereka berkumpul kembali biasanya mereka melakukan
tradisi “Nganyareh Kabin” karena mereka merasa bahwa
pernikahan mereka sudah rusak walaupun sebenarnya
belum rusak akan tetapi demi kemantapan dan keyakinan
hati, merekapun melakukan tradisiini.
Melakukan tradisi “Nganyareh Kabin”dengan faktor
ini harus dengan hati- hati dan memberikan pengertian
kepada masyarakat karena dikhawatirkan dapat
memunculkan pemahaman yang keliru dimana ketika
terbesit pikiran inginbercerai maka harus melakukan
akad baru atau ketika sudah jatuh talak juga harus
melakukan akad baru atau bisa juga ketika pulang dari
perantauan juga harus melakukan akad baru padahal
pernikahan mereka dalam kondisi yang baik-baik saja.
Dalam pernikahan memang biasanya calon suami
setelah melakukan akad nikah disuruh oleh pengulu untuk
membacakan taklik talak sebagai janji seorang suami
kepada istrinya dimana salah satu poin yang terdapat dalam
taklid nikah itu disebutkan bahwa jika suami
menelantarkan istrinya dalam arti ditinggal pergi selama
bertahun-tahun tanpa diberi nafkah baik lahir maupun batin
dan kemudian sang istri tidak rela maka sang istri berhak
untuk mengajukan perceraian.
93
Berdasarkan pengamatan dan wawancara yang
penyusun lakukan, hampir semua wanita yang
melakukan“Nganyareh Kabin” dengan faktor ini tidak
pernah mempermasalahkan apa yang dilakukan suami
mereka karena mereka yakin suami mereka pergi untuk
mencari nafkah bagi keluarga mereka.
Dari sini penyusun menyimpulkan bahwa
sebenarnya mereka tidak perlu melakukan akad baru
karena akad yang lama masih berkekuatan hukum hanya
saja penyusun menyadari, keyakinan dan kemantapan
mereka sedikit banyak telah goyah karena kekhawatiran
akad nikah mereka telah rusak. Untuk itu melakukan akad
baru adalah salah satu cara mementapkan kembali
keyakinan akan perkawinanmereka.
Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam pasal
117 disebutkan bahwa talak adalah ikrarsuami di depan
pengadilan agama yang menjadi salah satu sebab putusnya
perkawinan dengan cara sebagaimana dimaksud dalam
pasal 129, 130, 131. jadi sebenarnya perkawinan mereka
baik-baik saja dan tidak perlu untuk diperbaharui.
Berbeda ketika sudah jatuh talak, ketika suami ingin
kembali kepada istri yang ditalak maka tidak perlu
menggunakan akad baru, cukup dengan menggunakan
94
rujuk selama istri masih dalam masa ‘iddah dan jika masa
iddah sudah habis, maka mantan suami harus menunggu
mantan istrinya itu menikah lagi dengan laki-laki lain dan
berkumpul layaknya suami istri kemudian bercerai dan
masa ‘iddahnya sudah habis, maka mantan suami yang
pertama bisa kembali lagi dengan menggunakan akad baru.
c. Faktor Ekonomi
Pada dasarnya, “Nganyareh Kabin” dengan factor
ini adalah kurang pas menurut pendapat penyusun
berdasarkan pengamatan dan wawancara penyusun
biasanya orang memandang seseorang yang melakukan
tradisi “Nganyareh Kabin” kehidupannya ekonominya
lebih baik dikarenakan kehidupan rumah tangga mereka
telah kembali harmonis sehingga motivasi bekerja mereka
menjadi lebih baik kemudian secara otomatis kehidupan
ekonominyapun menjadi lebih baik.
Bagi sebagian orang menganggap bahwa
membaiknya kehidupan ekonomi mereka yang telah
melakukan tradsisi “Nganyareh Kabin” adalah karena
mereka telah melakukan tradsi ini kemudian ketika mereka
ingin kehidupan ekonominya membaik ikut-ikutan
melakukan tradsi ini.Kalaupun kemudian perekonomian
mereka menjadi lebih baik bukan karena tradisi ini
95
melainkan karena kemauan mereka memperbaiki
kehidupan ekonomi mereka yaitu dengan bekerja keras,
jikasetelah melakukan tradsi ini mereka tetap malas bekerja
maka kehidupan ekonomi merekapun akan tetap berjalan di
tempat.
Dari ketiga faktor tersebut di atas penyusun menarik
kesimpulan bahwa sebenarnya tradisi “Nganyareh Kabin”
sebenarnya adalah sebagai motivator psikis bagi pasangan
suami istri untuk memperbaiki kehidupan rumah tangga
mereka sendiri. Walupun mereka melakukan tradisi ini
berapa kalipun jika perilaku mereka tidak diperbaiki maka
akan percuma dan sia-sia saja.
Bagaimana pandangan fiqh munakahat sendiri
terhadap tradisi ini mengingat dalam tradisi ini memiliki
syarat dan rukun yang sama dengan pernikahan, seperti
adanya kedua mempelai, wali, saksi dan akad nikah serta
syarat-syarat lain sebagaimana pada pernikahan pada
umumnya.
Hukum dari “Nganyareh Kabin” adalah tidak sah
atau tidak bisa disebut sebagai pernikahan walaupun dalam
bahasa munakahatnya disebutkan kata nikah yaitu tajdid
an-nikah serta memiliki rukun dan syarat yang sama
dengan pernikahan akan tetapi ada salah satu syarat yang
96
tidak terpenuhi dalam tradisi ini yaitu syarat bagi calon
mempelai wanita. Dimana dalam syarat itu calon mempelai
wanita disyaratkan harus tidak dalam ikatan
perkawinan, sebagaiman yangdiungkapkan oleh Dr.
Peuneoh Daly bahwa pernikahan tidak sah jika salah satu
syaratnya tidak terpenuhi.79
Adapun syarat tersebut adalah bahwa istri harus
tidak dalam ikatan perkawinan sebagaima firman Allah:
م ك ا ن يم إ ت لك ا م م لا والمخصنات من النساء إ
Yang dimaksud muksonah dalam ayat di atas adalah
permpuan-perempuan yang bersuami.80
Sedangkan dalam “Nnganyareh Kabin”atau tajdid
an-nikah pada hakekatnya kedudukan mempelai wanita
adalah masih istri sah calon mempelai laki-laki secara
hukum atau dengan kata lain masih terikat secara hukum
dengan suaminya tersebut. Dengan demikian, “Nnganyareh
Kabin” atau Tajdid An-nikah tidak memenuhi syarat ini,
sehingga akad ini tidak memiliki kekuatan hukum seperti
pada akad pernikahan pada umumnya sedangkan akad
yang memiliki kekuatan Hukum adalah akad yang
sebelumnya.
79Ibid, hlm. 7480As-Sayyid Sabiq, Fiqhu as-Sunnah, (Beirut; Dar al-Fikr, 1992), II: 80
97
Pendapat senada juga dikemukakan oleh KH.
Masduqi Mahfudz yaitu sebagaimana kita mafhum
bersama bahwa nikah itu dapat menjadi sah jika dilakukan
terhadap wanita ajnabiyah yang belum menjadi istrinya,
dan tidak sah jika dilakukan terhadap wanita yang masih
berstatus sebagai istrinya.81
Masyarakat desa Banjarsari sendiri memandang
bahwa tradisiinimerupakan suatu yang baik dan
bermanfaat bagi kehidupan rumah tangga yang sering
dilanda persoalan. Jika dilihat dari manfaat dan mudarat
yang ditimbulkan oleh adanya tradisi “Nganyareh Kabin”
ini, maka akan lebih baik dilakukan oleh mereka yang
dalam permasalahan daripada harus bercerai kemudian
menimbulkan permasalahan baik yang menyangkut
permasalahan pribadi maupun sosial. Dari sini masyarakat
desa Banjarsari memandang bahwa melakukan tradisi
“Nganyareh Kabin” bagi pasangan suami istri yang
sedang dalam masalah dan bisa berujung pada perceraian
hukumnya adalansunat.
Penilaian ini bukan hanya semata-mata hasil dugaan
saja melainkan berdasarkan pengalaman-pengalaman yang
81KH.Masduqi Mahfudz, “Nikah Puso”, Aula No. II th ke-15 (November, 1993), 42.
98
telah terjadi dimayarakat.Sehingga masyarakat dapat
mengetahui dan merasakan secara langsung manfaat yang
ditimbulkan dari tradisi ini hususnnya dari para tokoh desa
Banjarsari.
Sebagaimana dijelaskan di atas, perceraian akan
menimbulkan banyak permasalahan sosial baru yang akan
dihadapi oleh masyarakat. Sehingga masyarakat secara
umum menganjurkan untuk melakukan tradisi ini apabila
rumah tangga mereka terancam perceraian karena jika
tidak melakukan tradisi ini hampir pasti rumah tangga
mereka berakhir padaperceraian, lebih lebih kepaada
masyarakat awam yang hanya ikut-ikutan saja tampa mau
tau menau tentang yang sesungguhnya mereka yang sudah
telanjur sangat yakin bahwasanya tradisi tersebut dapat
memperbaiki ekonomi dalam keluarga.
Tajdidun nikah atau yang dikenal dengan bahasa
Nganyareh Kabin oleh masyarakat Banjarsari termasuk
jenis permasalahan dalam lingkup ijtihad yang tidak ada
ketentuan secara pasti baik dalam Al-Quran maupun al-
Sunnah. Oleh sebab itu tidak dihindaridaripro dan
kontra tentang peermasalahantersebut. maka dalam
pelaksanaanya pelaku taradisi nganyareh kabin adalah
mengambil kebiasaan yang sudah menjadi tradisi pada
99
perorangan tertentu sajadengan tujuan memperbarui
nikah yang terdahulu demi terciptanya keluarga yang lebih
harmonis.
Adapun faktor-faktor yang melatar belakanggi
dilaksanakanya tajdidun nikah atau tradisi Nganyareh
Kabin yang di anggap dapat memperbaiki ekonomi dalam
keluarga (tajdidun nikah) munurut penyusun setelah
melakukan pengamatan dan wawancara di lapangan di
sebabkan beberapa factor diantaranya :
1) Lemahnya SDM masyarakat yang disebabkan kurangnya
pendidikan.
2) Kepercayaan kepada adat setempat
3) Kurangnya pemahaman dari para tokoh masyarakat
4) Yang terahir adalah lemahnya ekonomi di kalangan
masyarakat Banjarsari yang rata-rata penghasilan
penduduknya dari buruh tani.
100
C. Pembahasan temuan
Berdasarkan hasil penelitian yang di lakukan oleh penulis yang
dalam pelaksanaanya menggunakan jasa wawancara kepada para tokoh
dan para pelaku serta para masyarkat yang di anhgap lebih tau tenteng
tradisi nganyareh kabin (Tajdidun Nikah) Di Desa Banjarsari Kecamatan
Bangasalsari kabupaten Jember, dimana lokasi ini adalah tempat penulis
meneliti tentang sebuah tradisi yang sudah berjalan lama hingga
kebiasaan ini oleh masarakat di jadikan sebuah tradisi, yang di anggap
dapat mendatang kan sebuah ke maslahatan dalam pelaksanaanya hingga
ketahapan mempercayai tradisi tajdidun nikah ini dapat memperbaiki
ekonomi dalam keluarganya.
Tradisi tajdidun nikah adalah sebuah alternative masyarakat Desa
Banjarsari yang di ambil untuk dapat mempertahankan keutuhan
keluarganya, dikalangan masarakat banjarsari setelah peneliti melakukan
wawancara penyebab utamanya adalah faktor ekonomi meski tidak di
mana ketika ekonomi dalam sebuah keluarga melemah maka tidak jarang
dalam hubungan suami istri akan terjadi adu mulut (cekcok) yang ujung-
ujungnya apabila di biarakan akan akan terjadi sebuah perceraian dimana
perceraian adalah salah satu perbuatan yang tidak di larang oleh allah
namun perbuatan tersebut paling tidak disenangi sebagai mana firmannya
dalam surah annisa` ayat 34.
101
Artinya: “kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, olehkarena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki)atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab ituMaka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagimemelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allahtelah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamukhawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka danpisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullahmereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlahkamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar.(Q.s.annisa`).
Ayat di atas di pertegas dengan pernyataan Nabi :
عن ابن عمرعن النبي علیھ وسلم قال أبغض الحلال إلى الله صلى اللهتعالى الطلاق
Artinya: “Dari Abdullah Ibnu Umar; dari Nabi saw bersabda : perbuatan
halal yang paling dibenci Allah adalah thalaq(cerai). HR. Abu
Daud, Ibnu Majah, dan Al-Baehaqy.
102
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwasanya Allah memberi
isarah kepada manusia dalam mengatur rumah tangga agar tidak
semaunya menalak seorang istri dalam ayat tersebut di jelaskan beberapa
proses dalam mencari solusi untuk mendapatkan keluarga yang sakinah
mawaddah warrahmah, Allah mengisaratkan perbaikan antara suami istri
untuk menempuh cara-cara yang dapat menyatukan kembali dan
menghindari akibat buruk perceraian. Di antaranya adalah pemberian
nasehat dan pisah ranjang dan pemukulan yang ringan.
Dalam tradisi nganyareh kabin banyak sekali hikmah yang di
dapat setelahnya salah satunya adalah nuansa malam pertama akan
terulang pada saat itu di mana rasa sayang kepada pasangan menjadi
seperti pengantin baru lagi hal-hal yang yang kurang baik sebelumnya
sudah mulai terlupakan yang ada hanyalah ketenangan, dan spirtit baru.
1. Sejarah terjadinya tradisi Nyanyareh Kabin (Tajdidun Nikah) dan
prosesi pelaksanaanya di Desa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari
Kabupaten Jember.
Tradisi nganyareh kabin yang terjadi di Desa Banjarsari
berjalan dari waktu kewaktu tidak adanya sejarah yang mencatat
kapan dan dimana tradisi di mulainya dan siapa yang
memprakarsainya , eksistensi tradisi nganyareh kabin di kalangan
masyarakat Banjarsari masih terbukti adanya bahkan bukan hanya di
kalangan masarakat banjarsari saja melainkan di berbagai daerah
banyak pula yang masih melestarikan dan mempercayai tradisi
103
tajdidun nikah sebagai salah satu warisan nenek moyang, di kalangan
ulama` masih menjadi debat table, dikalangan Madzhab Syafi`i
sendiri muncul dua pendapat yang sama membolehkan namun
berbeda peneliannya. Yang sebagian menilai perbuatan tersebut
berdampak pada kurang nya hitungan talak atau mengurangi pada
jatah talak, dan yang lain menganggapnya tidak.
Sedangkan dalam prosesi pelaksanaan tajdidun nikah atau
tradisi tajdidun nikah itu sendiri tidak ada yang berseberangan
pendapat di karnakan dalam pelaksanaanya tidak ada yang
menyimpang dari aturan-aturan fiqih baik dalam sarat maupun
rukunnya, di kalangngan masyarakat Banjarsari pelaksannan tradisi
nganyareh kabin ini tidak ada pakem atau ketentuan yang harus di
taati oleh masyarakat.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tradisi ngayareh
kabin (tajdidun nikah) di Desa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari
Kabupaten Jember.
Masyrakat Banjarsari adalah masarakat yang sangat primitif di
mana kehidupan sehari-harinya hanyalah bercocok tanam, sebagian
lagi menjadi buruh perkebunan SDM yang masih di bawah rata-rata
pendidikan yang masih belum maksimal hingga menjadikan pola atau
gaya sosial masarakat ini masih sangat kental dengan kepercayaan
kepercayaan yang tidak rasional menurut akal dan pikiran, sesperti
halnya kepercayaan masyarakat Banjarsari terhadap sebuah traidsi
104
nganyareh kabin yang di lakukan oleh masyarakat Banjarsari yang
sudah mempunyai pasangan hidup atau sudah menikah mereka percaya
bahwasanya tradisi ini mempunyai suatu kelebihan dapat memberikan
sesuatu yang yang lebih baik dalam hal ekonomi hususnya.
Tradisi nganyareh kabin bukan merupakan suatu yang baru
dikalangan fiqih, dalam bahasa fiqih di kenal dengan bahasa tajdidun
nikah begitupun sebaliknya tradisi nganyareh kabin bukan lah suatu
yang baru melainkan permasalahan yang sudah lama muncul, Telepas
dari baru dan tidaknya perkara ini penulis merasa tergelitik rasanya
ketika melakukan interview harus mendengar istilah “kalau ingin
lancar rizkinya lakukanlah tradisi Nganyareh Kabin” pernyataan ini
menggambarkan bahwasanya masyarakat Desa Banjarsari masih di
pengaruhi oleh sugesti-sugesti para sesepuh mereka.
Ada banyak versi dalam pengakuan masyarakat Banjarsari
ketika di tanya tentang motif tajdidun nikah atau tradisi ngayareh
kabin sebagaimana telah di paparkan di atas namun ada satu yang
menjadi semangat terkuat untuk melakukan tradisi tajdidun nikah di
kalangan masyarakat Banjarsari yaitu motif ekonomi, dalam
praktiknya mereka yang melakukan tradisi nganyareh kabin ini
menurut peneliti dikarenakan adanya sugesti terkuat yaitu sugesti yang
di percayai oleh mereka jika melakukannya akan ada perubahan dalam
segi ekonomi dimana yang asalnya kurang lancar menjadi lebih lancar
105
Peneliti menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang paling urgen
adalah faktor ekonomi dimana masyarakat Desa Banjarsari ketika
merasa ekonomi melemah, Maka menjadi penting bagi mereka untuk
melekukan tradisi nganyareh kabin/memperbarui nikahnya ( tajdidun
nikah). Sugesti tersebut sudah menjamur di masyarakat.Dan masih
banyak yang meyakininya. Sampai salah satu tokoh masyarakatnya
masih percaya akan hal itu. Meski sebenarnya ada beberapa faktor
yang lain akan tetapi peneliti beranggapan ekonomi merupakan salah
satu penyebab yang sangat pengaruh terhadap pada faktor faktor yang
lain, misalnya terjadinya sengketa dalam rumah tangga. Namun dari
tokoh masyarakat yang berwawasan lebih, menafikan sugesti
tersebut.Dan memberikan keyakinan bahwa tidak ada yang memberi
manfaat kecuali dengan ridho Allah.Dan mengarahkan agar
masyarakat melakukan tajdid nikah hanya semata karena Allah semata
tidak diperuntukkan tujuan tertentu.
3. Analisis Hukum Islam terhadap tradisi “Nganyareh Kabin”
(tajdidun nikah) yang di anggap dapat memperbaiki ekonomi
dalam keluarga di Desa Banjarsari Kecamatan Bangsalsari
Kabupaten Jember.
Desa Banjarsari merupakan salah satu tempat dimana tumbuh
suburnya tradisi nganyareh kabin, akan tetapi Banjarsari bukan satu-
satunya tempat yang melestarikan tradisi nganyareh kabin, tradisi ini
sebenarnya berkembang di seluruh tanah Indonesia khususnya,
106
berbagai macam gaya yang berupa warna menjadi motif terjadinya
tajdidun nikah, secara garis besar motif tajdidun nikah (tradisi
nganyareh kabin) sebagai mana sudah peneliti paparkan di atas.
Dalam prosesi peleksanaan tradisi nganyareh kabin ini tetap
berdasarkan tata cara yang ada dalam prosesi perkawinan pertamanya
dari sarat dan rukunnya tidak ada yang berubah namun dalam tatacara
nya di sesuaikan dengan tradisi setempat atau kebiasaan masyarakat
setempat misalnya di daerah Banjarsari sendiri tempat dimana penulis
meneliti, masyarakat yang akan melakukan tradisi ini biasanya dia
mendatangi para tokoh setempat dengan membawa beberapa saksi dan
dilengkapi dengan tumpeng, dimulai dari pembacaan khutbah nikah
dan prosesi akad yang di lakukan oleh sang tokoh atau penghulu
selaku wali hakim dari pasangan pelaku dengan disaksikan oleh para
saksi yang di bawa oleh pelaku jika pelaku tidak membawa maka sang
tokoh mencarikan saksi di sekitar rumahnya, setelah selesai kemudian
di tutup dengan doa yang dipimpin oleh tokoh atau kiai dan diakhiri
dengan acara makan bersama.
Selain itu juga ada melaksankan prosesi nganyareh kabin di
rumahnya dengan mendatangkan para tokoh yang ada di desa itu dan
sanak family yang ada di sekitar rumah si pelaku, dalam susunan
acranya sama seperti biasa diawali dengan khutbah dan di akhiri oleh
doa dan acara makan-makan sebagai bentuk sukur si pelaku tradisi
nganyareh kabin (tajdiduin nikah).
107
Tradisi Nganyareh Kabin (Tajdidun Nikah) dilaksanakan oleh
masyarakat Desa Banjarsari biasanya ketika dalam rumah tangganya
ada perselisihan baik dari segi ekonomi maupun karena alasan yang
lain seperti misalnya karna pasangan tersebut sulit mendapatkan
keturunan dan lain-lain, namun dalam beberapa observasi yang
dilakukan oleh peneliti terjadinya pelaksanaan tradisi nganyareh kabin
di karenakan faktor ekonomi, dimana pada saat keadaan ekonominya
melemah atau tidak setabil secara terus menerus maka mereka aka
mengadakan tradisi nganyareh kabin, anggapan para masyarakat
Banjarsari beserta tokohnya membenarkan bahwasanya penyebab
utama terjadinya tradis ini di karnakan faktor ekonomi, ke adaan
ekonomi yang tidak stabil akan mengakibatkan pasangan dalam rumah
tangga menjadi mudah marah yang mengakar pada terjadinya
percekcokan.
Tradisi nganyareh kabin adalah sebuah permisitas fiqih, diman
dalam responya fiqih atau para ulama` tidak melarang adanya tradisi
tersebut selama tidak ada unsur-unsur yang bertentangan di dalamnya
sebagaimana kaidah asasiah:
حال ص م ال ب ال ج د و اس ف م ال ؤ ر د “Menolak ke rusakan dan menari kemaslahatan”
Jika ditinjau dari moti-motif terjadinya tradisi nganyareh
kabin(tajdidun nikah ) dikalangan masyarakat sebegai sebuah
alternatif untuk menghindari perpecahan dalam rumah tangga
108
sekaligus sebuah wadah untuk membangun spirit (semangat) baru
dimana harapan masarakat melakukan tradisi nganyareh kabin akan
adanya perubahan keadaan yang sebelumnya sering terjadi
percekcokan menjadi saling menyayangi atau yang sebelumnya
kurang semangat untuk bekerja menjadi termotifasi untuk bekerja.
Statement masyarakat Banjarsari terhadap tradisi nganyareh
kabin yang diangaap dapat memperbaiki ekonomi dalam keluarga,
peneliti tidak sepaham, karena mengingat firman Allah swt, dalam
Qs.saba`24.
Artinya : katakanlah siapakan yang memberi rezeki kepadamu darilangit dan dari bumi?" Katakanlah: "Allah", danSesungguhnya Kami atau kamu (orang-orang musyrik),pasti berada dalam kebenaran atau dalam kesesatan yangnyata.(Qs.saba`24)
Ayat di atas secara tegas menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu
di bumki ini yang dapat member rizki kecuali dialah Allah yang
maha pemberi rizki.
Dengan demikian jelaslah bahwa menganggap sesuatu dapat
memberi manfaat dan dapat member mudhorot itu tidak di
perbolehkan bahkan manjadi haram hukumnya karena adanya
kesirikan yang sirri yaitu menduakan Allah serta adanya
keberpalingan tauhid.
109
Dalil dalil Al-qur`an tersebut diatas kesemuanya menegaskan
bahwa tidak ada sesuatu yang dapat mendatangkan rizki kecuali hanya
datang dari Allah semata maka dengan demikian tidaklah benar jika
menganggap sesuatu bisa mendatang kan kemanfaatan sebagai mana
keterangan dibawah ini.
قهذه الآية وأمثالها تـبطل تـعلق القلب بغير االله في جلب أودفع ضر .وأن ذلك شرك با الله
“Ayat ini dan ayat-ayat yang semisalnya membatilkan ketergantungan
hati kepada selain Allah ta’ala dalam meraih kemanfaatan atau
menolak kemudaratan, dan bahwasannya hal itu termasuk syirik
kepada Allah swt.
Peneliti sepakat dengan istilah spirit untuk membuka lembaran
baru artinya adalah melaksanakan tradisi nganyareh kabin ( Tajdidun
nikah) ini hanya semata-mata untuk membangkitkan semangat yang
sudah mulai menurun yang disebabkan adanya percekcokan yang
secara pisikologis pertengkaran berpengaruh pada semagat untuk
seorang laki-laki untuk bekerja karna larut dalam suasana yang tidak
tentram yang disebabkan oleh persengketaan dalam rumah tangganya.
Dalam hal ini peneliti memandang sah hukumnya melakukan
tradisi nganyareh kabin (tajdidun nikah) yang sebenarnya adalah
sebuah wadah untuk mencari jalan keluar dari sebuah kebuntuan
110
dalam berumah tangga dan yang demikian ini menurut para ulama`
boleh hukumnya melakukan tradisi nganyareh kabin (tajdidun nikah )
semata litajammul (memperindah) dari keadaan yang kurang indah
menjadi lebih indah dengan mendatangkan suasana yang baru yang
didatangkan dari sebuah tradisi, bagi mereka yang melakukannya atau
Lil-Ikhtiat (ke hati-hatian) yang merasakan kehawatiran akan adanya
pembatalan terhadap aqad yang sakral dalam penikahan pertamanya
sehingga sangat dianjurkan untuk melakukannya (tajdidun nikah)
namun sebaliknya tajdidun nikah yang dilator belakangi dengan tujuan
hanya semata-mata untuk mengharap akan adanya perbaikan dalam
ekonominya penyusun tidak sepaham apabila di tinjau dari kacamata
aqidah
Akan tetapi apabila di tinjau dari hukum islam praktek
tersebut masuk dalam kategori urf yakni adat kebiasaan yang
dilakukan oleh masyarakat dan tidak bertentangan dengan syari’at,
tidak menghalalkan yang haram dan tidak membatalkan yang wajib,
sedangkan ‘urf yang fasid adalah apa yang dikenal dan dilakukan
masyarakat akan tetapi bertentangan dengan syari’at atau
menghalalkan yang haram dan membatalkan yang wajib, dengan
demikian penyusun sepakat jika tradisi “Nganyareh kabin” di desa
Banjarsari Kecamatan Bangsalsari kabupaten Jember, yang di anggap
dapat memperbaiki ekonomi dalam keluarga masuk dalam lingkup urf
shohih yang memenuhi syarat urf shohih.