repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65916 › Chapter...
Transcript of repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65916 › Chapter...
19
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Trauma
Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada usia produktif yaitu 16-44
tahun di seluruh dunia. (WHO, 2004) Proporsi terbesar dari kematian akibat trauma
adalah kecelakaan lalu lintas di jalan raya sebesar 1,2 juta jiwa pertahun. World
Health Organization (WHO) memprediksi bahwa pada tahun 2020, traumaakibat
kecelakaan lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab kematian dini
dan kecacatan. (Peden, 2004)
Kematian akibat trauma tergantung pada sejumlah faktor, salah satunya
adalah penilaian skor trauma pada awal masuk rumah sakit. Laporan WHO 2004
mengutip angka kematian untuk dewasa terbanyak adalah penderita dengan injury
severity score (ISS) > 9, (Mock, 2004). ISS akan diuraikan secara lebih rinci
dalam bagian berikutnya. Keseluruhan angka kematian termasuk pra-rumah sakit
dan di rumah sakit berkisar 35% di negara-negara maju, namun meningkat
menjadi 55% di negara berkembang dan 63% di negara berpenghasilan sedang
berkembang. Skor ISS antara 15-24 menunjukkan angka kematian meningkat
enam kali lipat dibandingkan skor< 15.(WHO, 2004)
Faktor waktu menjadi sangat penting bagi penderita trauma. Proses awal
penanganan pasien dengan trauma disebut dengan initial asessment (penilaian
awal). Hal ini meliputi primary survey, secondary survey, dan penanganan
definitif. Pengelolaan pasien dengan trauma berat memerlukan penilaian yang
cepat dan pengelolaan yang tepat, guna menghindari kematian. Kematian yang
5
Universitas Sumatera Utara
20
disebabkan oleh trauma secara klasik memiliki 3 tahap, yang berhubungan antara
waktu kejadian dengan penanganan efektif yang dilakukan untuk mengatasi
mortalitas (Sobrino J, 2013; ACS, 2008)
1. Immediate deaths ( kematian yang segera ) (Sobrino J, 2013)
Immaediate deaths adalah pasien meninggal oleh karena trauma sebelum
sampai ke rumah sakit.Sebagai contoh trauma kepala berat, atau trauma spinal
cord.Hanya sedikit dari pasien ini yang dapat hidup sampai ke rumah sakit,
karena berkisar 60% dari kasus ini pasien meninggal bersamaan dengan saat
kejadian.
2. Early deaths (Sobrino J, 2013)
Early deaths adalah pasien meninggal beberapa jam pertama setelah trauma.
Sebagian disebabkan oleh perdarahan organ dalam dan sebagian lagi
disebabkan oleh trauma sistem saraf pusat.Hampir semua kasus pada trauma
ini potensial dapat ditangani dengan segera. Pada umumnya setiap kasus
membutuhkan pertolongan dan perawatan definitif yang sesuai di pusat
trauma.Khususnya pada institusi yang dapat melakukan resusitasi segera,
identifikasi trauma, dan sarana pelayanan operasi selama 24 jam.
3. Late deaths (Sobrino J, 2013)
Late death adalah pasien meninggal beberapa hari atau minggu setelah trauma.
Prevalensi kematian kasus trauma yang terjadi pada periode ini sebesar 10%-
20%. Mayoritas kematian pada periode ini disebabkan oleh karena infeksi dan
kegagalan organ multipel. Trauma kepala paling banyak dicatat pada pasien
trauma multipel dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti amputasi,
Universitas Sumatera Utara
21
kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome dan
kondisi kelainan jiwa yang lain.
Trauma toraks merupakan salah satu penyebab kematian pada trauma. Banyak
penderita meninggal setibanya di rumah sakit, dan banyak kematian dapat dicegah
diantaranya dengan penilaian awal pasien trauma. Penyebab kematian pada
trauma toraks dapat terjadi pada dua keadaan yaitu primary survey dan secondary
survey. (ACS, 2008)
2.2 Penilaian Trauma
Sistem penilaian trauma telah digunakan secara luas dalam berbagai studi
epidemiologi. Penggunaan skor trauma dapat digunakan secara terpisah maupun
bersamaan. Jika digunakan tersendiri maka akan sulit memprediksi kematian pada
trauma. Akan tetapi, jika digunakan secara bersamaan maka akan lebih mudah
untuk memprediksi kematian pada trauma. (Pohlman, 2012)
Karakteristik keparahantrauma sangat penting dalam ilmu pengetahuan
tentang trauma, dimana penilaian keparahan trauma dimulai 50 tahun yang lalu.
Pada tahun 1969, para peneliti mengembangkan metode Abbreviated Injury Scale
(AIS) untuk mengelompokkan trauma. Sejak skala tersebut diperkenalkan oleh
Association for the Advancement of Automotive Medicine (AAAM), International
Injury Scaling Committee (IISC) yang merupakan organisasi induk dari AIS
memodifikasi AIS dan berubah menjadi ISS. AIS dijadikan sebagai dasar
penilaian keparahan trauma. (Champion,2004;Pohlman, 2012)
Universitas Sumatera Utara
22
Metode yang akurat untuk menilai keparahan luka secara kuantitatif bisa
dihitung dengan berbagai cara. Penilaian skor trauma dapat berguna untuk
menentukan prognosis suatu trauma. Salah satu contoh prognosis trauma adalah
kematian. Prediksi kematian dikarenakan trauma sangatlah terbatas dan secara
umum tidak lebih baik daripada sebuah prognosis klinis. Penentuan prognosis
kematian seorang pasien tidak boleh hanya berdasarkan pada penialaian skor
trauma karena hanya bersifat kuantitatif. (Salim, 2012)
Penilaian awal pasien trauma toraks dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain adalah Injury Severity Score(ISS),Skala Koma Glasgow (SKG),
Revised Trauma Score(RTS) dan Trauma - Injury Severity Score(TRISS).(Al
Eassa,2013)
2.2.1Injury Severity Score(ISS)
ISS merupakan sistem penilaian anatomis yang sering digunakan.ISS merupakan
turunan dari penilaian skor AIS (Abbreviated Injury Scale).AIS dikembangkan
untuk mengukur trauma kecelakaan kendaraan bermotor dan telah mengalami
beberapa perubahan.AIS adalah sistem pengkodean menyeluruh untuk semua tipe
trauma di setiap bagian tubuh, dengan deskripsi karakteristik setiap tingkat
keparahan dari 0 (tidak ada trauma) sampai 6 (trauma yang tidak dapat
diselamatkan).Penilaian AIS bersifat subjektif. Trauma sedang oleh satu
pemeriksa dapat dianggap trauma serius oleh pemeriksa lain. (Salim, 2012;
Pohlman, 2012)
Universitas Sumatera Utara
23
ISS diperkenalkan oleh Susan Baker pada tahun 1984. ISS merangkum
tingkat keparahantrauma dengan beberapa trauma. Pada penilaian AIS, tubuh
dibagi menjadi enam area: kepala dan leher, toraks, abdomen (termasuk organ
pelvis), alat gerak (termasuk tulang pelvis), dan permukaan tubuh. Skor AIS
setiap trauma dicatat, dan trauma yang mempunyai nilai tertinggi di setiap area
diutamakan.
Tabel 2.1 Sistem Penilaian AIS NO Nilai Deskripsi 1 0 Tidak ada cedera 2 1 Cedera minor 3 2 Cedera sedang 4 3 Cedera serius 5 4 Cedera berat 6 5 Cedera kritis 7 6 Cedera fatal
ISS adalah penjumlahan kuadrat dari tiga nilai AIS yang tertinggi, di
setiap tiga area tubuh yang mendapat trauma paling berat.Nilai AIS 6 setara
dengan nilai ISS 75. (Salim, 2012; Pohlman, 2012)
Tabel 2.2 Nilai AIS pada ISS Chest Wall Injury Scale*
Grade† Injury Type Description AIS-90 I Contusion Any size 1
Laceration Skin and subcutaneous 1 Fracture <3 ribs, closed; nondisplaced clavicle closed 1-2
II Laceration Skin, subcutaneous and muscle 1 Fracture ≥3 adjacent ribs, closed 2-3 Open or displaced clavicle 2 Nondisplaced sternum, closed 2 Scapular body, open or closed 2
III Laceration Full thickness including pleural penetration 2 Fracture Open or displaced sternum, flail sternum 2 Unilateral flail segment (<3 ribs) 3-4
IV Laceration Avulsion of chest wall tissues with underlying rib fractures 4
Fracture Unilateral flail chest (≥3 ribs) 3-4 V Fracture Bilateral flail chest (≥3 ribs on both sides) 5
Universitas Sumatera Utara
24
lung Injury Scale
Grade* Injury Type Description AIS-90
I Contusion Unilateral, <1 lobe 3 II Contusion Unilateral, single lobe 3
Laceration Simple pneumothorax 3 III Contusion Unilateral, >1 lobe 3
Laceration Persistent (>72 hrs), air leak from distal airway 3-4 Hematoma Nonexpanding intraparenchymal
IV Laceration Major (segmental or lobar) air leak 4-5 Hematoma Expanding intraparenchymal Vascular Primary branch intrapulmonary vessel disruption 3-5
V Vascular Hilar vessel disruption 4 VI Vascular Total, uncontained transection of pulmonary hilum 4
Thoracic Vascular Injury Scale
Grade* Description AIS-90
I Intercostal artery/vein 2-3 Internal mammary artery/vein 2-3 Bronchial artery/vein 2-3 Esophageal artery/vein 2-3 Hemiazygos vein 2-3 Unnamed artery/vein 2-3
II Azygos vein 2-3 Internal jugular vein 2-3 Subclavian vein 3-4 Innominate vein 3-4
III Carotid artery 3-5 Innominate artery 3-4 Subclavian artery 3-4
IV Thoracic aorta, descending 4-5 Inferior vena cava (intrathoracic) 3-4 Pulmonary artery, primary intraparenchymal branch 3 Pulmonary vein, primary intraparenchymal branch 3
V Thoracic aorta, ascending and arch 5 Superior vena cava 3-4 Pulmonary artery, main trunk 4 Pulmonary vein, main trunk 4
VI Uncontained total transection of thoracic aorta or pulmonary hilum 5
Universitas Sumatera Utara
25
Heart Injury Scale Grade* Description AIS-90
I Blunt cardiac injury with minor ECG abnormality (nonspecific ST or T 3
wave changes, premature atrial or ventricular contraction or persistent sinus tachycardia)
Blunt or penetrating pericardial wound without cardiac injury, cardiac 3
tamponade, or cardiac herniation
II Blunt cardiac injury with heart block (right or left bundle branch, left 3
anterior fascicular, or atrioventricular) or ischemic changes (ST depression or T wave inversion) without cardiac failure Penetrating tangential myocardial wound up to, but not extending 3
III through, endocardium, without tamponade
3-4
Blunt cardiac injury with sustained (≥5 beats/min) or multifocal ventricular contractions
3- 4
Blunt or penetrating cardiac injury with septal rupture, pulmonary or
tricuspid valvular incompetence, papillary muscle dysfunction, or
distal coronary arterial occlusion without cardiac failure 3- 4
Blunt pericardial laceration with cardiac herniation Blunt cardiac injury with cardiac failure 3-4 Penetrating tangential myocardial wound up to, but not extending 3 through, endocardium, with tamponade
IV Blunt or penetrating cardiac injury with septal rupture, pulmonary or 3
tricuspid valvular incompetence, papillary muscle dysfunction, or
distal coronary arterial occlusion producing cardiac failure Blunt or penetrating cardiac injury with aortic mitral valve 3 Incompetence 5
Blunt or penetrating cardiac injury of the right ventricle, right atrium,
or left atrium
V Blunt or penetrating cardiac injury with proximal coronary arterial 5
Occlusion Blunt or penetrating left ventricular perforation 5 Stellate wound with <50% tissue loss of the right ventricle, right 5 atrium, or left atrium
VI Blunt avulsion of the heart 6 Penetrating wound producing >50% tissue loss of a chamber 6
Universitas Sumatera Utara
26
Liver Injury Scale Grade* Description AIS-90
I Hematoma Subcapsular, <10% surface area 2 Laceration Capsular tear, <1 cm parenchymal depth 2
II Hematoma Subcapsular, 10-50% surface area 2
Laceration
Intraparenchymal, <10 cm in diameter 2
Capsular tear, 1-3 cm parenchymal depth, <10 cm length 2
III Hematoma Subcapsular, >50% surface area or expanding 3 Ruptured subcapsular or parenchymal hematoma 3
Laceration Intraparenchymal hematoma >10 cm or expanding 3
>3 cm parenchymal depth 3
IV Laceration Parenchymal disruption involving 25-75% of hepatic lobe or 4
V Laceration
1-3 Couinaud’s segments within a single lobe Parenchymal disruption involving >75% of hepatic lobe or 5
Vascular
>3 Couinaud’s segments within single lobe Juxtahepatic venous injuries; i.e., retrohepatic vena 5
Spleen Injury Scale
Grade* Description AIS-90 I Hematoma Subcapsular, <10% surface area 2
Laceration Capsular tear, <1 cm parenchymal depth 2 II Hematoma Subcapsular, 10-50% surface area 2
Laceration
Intraparenchymal, <5 cm in diameter 2
Capsular tear, 1-3 cm parenchymal depth which does not 2
III Hematoma involve a trabecular vessel
Subcapsular, >50% surface area or expanding 3 Ruptured subcapsular or parenchymal hematoma 3
Laceration
Intraparenchymal hematoma >5 cm or expanding 3
>3 cm parenchymal depth or involving trabecular vessels 3
IV Laceration Laceration involving segemental or hilar vessels producing 4
major devascularization (>25% of spleen) V Laceration Completely shattered spleen 5
Vascular Hilar vascular injury which devascularizes spleen 5
Universitas Sumatera Utara
27
Small Bowel Injury Scale
Grade* Description AIS-90
I Hematoma Contusion or hematoma without devascularization 2 Laceration Partial thickness, no perforation 2
II Laceration Laceration <50% of circumference 3
III Laceration Laceration >50% of circumference without transaction 3
IV Laceration Transection of small bowel 4 V Laceration Transection of small bowel with segmental tissue loss 4
Vascular Devascularized segment 4
Colon Injury Scale Grade* Description AIS-90
I Hematoma Contusion or hematoma without devascularization 2 Laceration Partial thickness, no perforation 2
II Laceration Laceration <50% of circumference 3
III Laceration Laceration >50% of circumference without transaction 3
IV Laceration Transection of the colon 4 V Laceration Transection of the colon with segmental tissue loss 4
Rectum Injury Scale Grade* Description AIS-90
I Hematoma Contusion or hematoma without devascularization 2 Laceration Partial thickness laceration 2
II Laceration Laceration <50% of circumference 3 III Laceration Laceration ≥50% of circumference 4
IV Laceration Full-thickness laceration with extension into the perineum 5
V Laceration Devascularized segment 5
Diaphragm Injury Scale
Grade* Description AIS-90 I Contusion 2 II Laceration ≤2 cm 3 III Laceration 2-10 cm 3 IV Laceration >10 cm with tissue loss ≤25 cm2 3 V Laceration with tissue loss >25 cm2 3
Universitas Sumatera Utara
28
Duodenum Injury Scale
Grade* Description AIS-90
I Hematoma Involving single portion of duodenum 2 Laceration Partial thickness, no perforation 3
II Hematoma Involving more than one portion 2 Laceration Disruption <50% circumference 4
III Laceration Disruption 50-75% circumference of 2nd portion 4
Disruption 50-100% circumference of 1st, 3rd, 4th portion 4
IV Laceration Disruption >75% circumference of 2nd portion 5 Involving ampulla or distal common bile duct 5
V Laceration Massive disruption of duodenopancreatic complex 5 Vascular Devascularization of duodenum 5
Pancreas Injury Scale
Grade* Description AIS-90 I Hematoma Minor contusion without duct injury 2
Laceration Superficial laceration without duct injury 2 II Hematoma Major contusion without duct injury or tissue loss 2
Laceration Major laceration without duct injury or tissue loss 3 III Laceration Distal transection or parenchymal / duct injury 3
IV Laceration Proximal transection or parenchymal injury involving ampulla 4
V Laceration Massive disruption of pancreatic head 5
Kidney Injury Scale Grade* Description AIS-90
I Contusion Microscopic or gross hematuria 2
Hematoma Subcapsular, nonexpanding without parenchymal laceration 2
II Hematoma Nonexpanding perirenal hematoma confined to renal 2
Laceration
retroperitoneum
<1 cm parenchymal depth of renal cortex without urinary 2
Extravasation
III Laceration <1 cm parenchymal depth of renal cortex without collecting 3
IV Laceration
system rupture or urinary extravasation Parenchymal laceration extending through the renal cortex, 4
Vascular
medulla, and collecting system
Main renal artery or vein injury with contained hemorrhage 4
V Laceration Completely shattered kidney 5 Vascular Avulsion of renal hilum which devascularizes kidney 5
Universitas Sumatera Utara
29
Ureter Injury Scale Grade* Description AIS-90
I Hematoma Contusion or hematoma without devascularization 2 II Laceration <50% transaction 2 III Laceration >50% transaction 3
IV Laceration Complete transection with <2 cm devascularization 3
V Laceration Avulsion with >2 cm devascularization 3
Bladder Injury Scale
Grade* Description AIS-90 I Hematoma Contusion, intramural hematoma 2
Laceration Partial thickness 3 II Laceration Extraperitoneal bladder wall laceration <2 cm 4
III Laceration Extraperitoneal (>2 cm) or intraperitoneal (<2 cm) 4
bladder wall laceration IV Laceration Intraperitoneal bladder wall laceration >2 cm 4 V Laceration Intraperitoneal or extraperitoneal bladder wall 4
laceration extending into the bladder neck or ureteral orifice (trigone)
Urethra Injury Scale
Grade* Injury Type Description AIS-90 I Contusion Blood at urethral meatus; urethrography normal 2 II Stretch Injury Elongation of urethra without extravasation on 2
Urethrography
III Partial Extravasation of urethrography contrast at injury site 2
Disruption with contrast visualized in the bladder
IV Complete Extravasation of urethrography contrast at injury site 3
Disruption without contrast visualization in the bladder; <2 cm
of urethral separation
V Complete Complete transection with >2 cm urethral separation, 4
Disruption or extension into the prostate or vagina
Abdominal Vascular Injury Scale* Grade† Description AIS-90
I Non-named SMA or SMV branches NS Non-named IMA or IMV branches NS Phrenic artery / vein NS Lumbar artery / vein NS Gonadal artery / vein NS
Universitas Sumatera Utara
30
Ovarian artery / vein NS
Other non-named small arterial or venous structures requiring ligation NS
II Right, left, or common hepatic artery 3 Splenic artery/vein 3 Right or left gastric arteries 3 Gastroduodenal artery 3 IMA or IMV trunk 3 Primary named branches of mesenteric artery or vein 3 Other named abdominal vessels requiring ligation/repair 3
III SMV trunk 3 Renal artery/vein 3 Iliac artery vein 3 Hypogastric artery/vein 3 Vena cava, infrarenal 3
IV SMA trunk 3 Celiac axis proper 3 Vena cava, suprarenal and infrahepatic 3 Aorta, infrarenal 4
V Portal vein 3 Extraparenchymal hepatic vein 3/5 Vena cava, retrohepatic or suprahepatic 5 Aorta, suprarenal, subdiaphragmatic 4
Extrahepatic Biliary Tree Injury Scale
Grade* Description AIS-90
I Gallbladder contusion/hematoma 2 Portal triad contusion/hematoma 2
II Partial gallbladder avulsion from liver bed; cystic duct intact 2 Laceration or perforation of the gallbladder 2
III Complete gallbladder avulsion from liver bed 3 Cystic duct laceration 2-3
IV Partial or complete right hepatic duct laceration 2-3 Partial or complete left hepatic duct laceration 2-3 Partial common hepatic duct laceration (<50%) 3 Partial common bile duct laceration (<50%) 3
V >50% transection of common hepatic duct 4 >50% transection of common bile duct 4
Tabel 2.3Contoh Penialain ISS
Regio Trauma AIS AIS2 Kepala/leher Memar otak
tunggal 3 9
Facial Tanpa trauma 0 0 Toraks Flail chest 4 16
Universitas Sumatera Utara
31
Abdomen 1.Laserasi Hepar 4 16 2.limpa yang
hancur 5 25
Ekstremitas Fraktur femur 3 9 Tubuh luar Tanpa trauma 0 0 Skor keparahan trauma(ISS)
50
Rumus ISS:
ISS = a2+ b2+ c2
Trauma mayor adalah jika ISS ≥15, dihubungkan dengan mortalitas lebih
dari 10%.ISS mudah digunakan dan dapat menjadi prediktor kelangsungan hidup
yang baik, terutama pada pasien-pasien yang mempunyai trauma multipel.
Contoh penerapan sistem penilaian ISS (Salim, 2012)
1 Toraks (contoh terdapat 2 trauma: perforasi paru (nilai 4) dan
hemopneumotoraks bilateral (nilai 3). Nilai yang diambil adalah yang paling
tinggi yaitu 4.Maka akan didapat 42 = 16
2 Abdomen (contoh terdapat 3 trauma: perforasi diafragma (nilai 3), laserasi
hepar (nilai 3), dan laserasiduodenum (nilai 2). Nilai yang diambil adalah nilai
yang paling tinggi di antara ketiganya 32=9)
3 Ekstremitas (contoh hanya trauma pada paha, bernilai 1 12=1)
Dengan demikian, total ISS adalah : 16+9+1=26
ISS mempunyai keterbatasan, yaitu pengumpulan nilai terbatas serta hanya
mengambil trauma paling serius di setiap bagian tubuh.Perkiraan ISS yang akurat
membutuhkan pengumpulan informasi trauma yang detail, sedangkan beberapa
informasi ini hanya dapat diperoleh dengan menggunakan alat penunjang, seperti
MRI atau angiografi, yang mungkin tidak tersedia pada keadaan akut. Analisis
Universitas Sumatera Utara
32
data dari 18.961 pasien dari State Trauma Registry di Florida menunjukkan bahwa
data ISS lengkap pada kurang dari 25% kasus.Oleh karena itu, ISS tidak
menghasilkan gambaran keparahan trauma yang nyata. Walaupun demikian ISS
sudah digunakan secara luas untuk penilaian awal trauma multipel.
Tabel 2.4.Hubungan nilai ISS dengan angka mortalitas (Salim, 2012)
Skor % Mortalitas 0-8 5% 9-15 8% 16-24 17% 25-40 64% 41-66 88% 75 100%
2.2.2 Skala Koma Glasgow (SKG)
Selain penilaian trauma dilakukan secara anatomis, maka diperlukan penilaian
secara fisiologis.Sistem penilaian fisiologis yang sering digunakan dan sederhana
adalah Skala Koma Glasgow (SKG).Sistem ini merupakan sistem penilaian
fisiologis pertama dan diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Teasdale dan Jennett.
Ada tiga hal yang dinilai pada SKG yaitu nilai membuka mata, respons verbal,
dan motorik. Penilaian tiga kriteria tersebut berkisar antara 3 sampai dengan 15
dengan reaksi berbagai penilian, tampak pada tabel.
Tabel 2.5 Skala Koma Glasgow
Bagian Reaksi Nilai
Mata Mata terbuka dengan spontan 4 Mata membuka setelah diperintah 3 Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri 2 Tidak membuka mata 1
Motorik
Menurut perintah 6 Dapat melokalisir nyeri 5 Menghindari nyeri 4 Fleksi (dekortikasi) 3 Ekstensi (decerebrasi) 2
Universitas Sumatera Utara
33
Tidak ada gerakan 1
Verbal
Menjawab pertanyaan dengan benar 5 Salah menjawab pertanyaan 4 Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai 3 Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya 2 Tidak ada jawaban 1
Perhitungan menggunakan SKG cepat dan sederhana, dan pengulangan
perhitungan dapat menginformasikan perkembangan atau perburukan pasien.Akan
tetapi penilaian ini bersifat subjektif pada beberapa kasus.Sebagai contoh, respons
verbal pasien yang terintubasi dan trakeostomi atau respons membuka mata pada
pasien dengan pembengkakan wajah berat tidak dapat dinilai, sehingga membatasi
penggunaan SKG.Nilai yang rendah menggambarkan trauma yang lebih berat dan
memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.
2.2.3 Revised Trauma Score (Cecillia, 2015)
Revised Trauma Score (RTS) adalah sebuah skor penilaian trauma secara
fisiologis.Penentuan nilai RTS diperoleh terdiri dari: (Feliciano, 2008)
1. Skala Koma Glasgow (SKG)
2. Tekanan Darah Sistolik (TDS)
3. Frekuensi Pernapasan (FP)
RTS digunakan sebagai instrumen pada triase oleh petugas pra
rumah sakit untuk membantu dalam memberikan gambaran kegawatdaruratan
pada pasien dan dalam menentukan rumah sakit atau IGD. RTS dapat dengan
mudah dilakukan oleh petugas medis maupun paramedis. Penghitungan RTS
pada triase dilakukan dengan menjumlahkan code value dari 3 parameter yaitu
SKG, tekanan darah sistolik dan frekuensi pernapasan. Masing-masing parameter
Universitas Sumatera Utara
34
mempunyai nilai dari 0-4 sehingga RTS triase mempunyai kisaran nilai dari
0-12. Nilai RTS ≤ 11 mengindikasikan pasien perlu dibawa dan menerima
perawatan di IGD. (Cecillai, 2015)
SKG, TDS dan frekuensi pernapasan diberi nilai kode, RTS kemudian dihitung
dengan menjumlahkan nilai-nilai kode sebagaimana terlihat pada tabel.
Tabel 2.6 Nilai komponen RTS
Skala Koma Glasgow
Tekanan Darah Sistolik
Frekuensi Pernapasan
Nilai
13-15 >89 10-29 4 9-12 76-89 >29 3 6-8 50-75 6-9 2 4-5 1-49 1-5 1 3 0 0 0
Dari Skor RTS dapat dinilai bahwa perubahan anatomis yang ada belum
menimbulkan perubahan fisiologis karena tubuh mempunyai kemampuan untuk
melakukan kompensasi terhadap perubahan yang terjadi. Selain dari
memperhatikan perubahan fisiologis yang terjadi, perlu juga dilihat dari
lokasi anatomi trauma, mekanisme trauma, ataupun adanya pertimbangan khusus
untuk pasien tersebut.
Penurunan tekanan darah terjadi apabila pasien telah kehilangan 30%-
40% dari volume darah. Hal ini menjelaskan kenapa perubahan tekanan darah
sistolik yang paling sedikit terjadi dimana hanya 1 pasien (5,2%) dari 19 pasien
yang mengalami penurunan tekanan darah sistolik. (Cecillia, 2015)
Peningkatan frekuensi pernapasan merupakan respon fisiologis yang umum
terjadi setelah mengalami trauma.Trauma pada toraks dapat menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
35
gangguan pertukaran udara paru sehingga terjadi hipoksia dan hiperkarbia.
Keadaan ini juga akan meransang terjadinya hiperventilasi.
Rumus RTS adalah sebagai berikut:
RTS = 0,9368 SKG + 0,7326 TDS + 0,2908 FP
Nilai untuk pengkodean RTS berkisar 2,88-7,8408. (0 = mati 7,8408 =
normal) Nilai RTS sangat dipengaruhi olehSKGuntuk mengkompensasi trauma
kepala berat tanpa trauma multipel atau perubahan fisiologis.Nilai RTS <4 telah
disarankan untuk dirawat di pusat trauma karena dapat meningkatkan risiko
kematian.
Keterbatasan RTS:
1. Menghitung bentuk kode di lapangan tidak praktis
2. Masalah dengan SKG pada pasien diintubasi
3. Pengaruh alkohol dan obat-obatan
Contoh sistem penilaian trauma dengan RTS:
SKG 15 = 4, TDS 80 = 3, FP 29 = 3
Nilai RTS = (SKGx0,9368)+(TDSx0,7326)+(FPx0,2908)
= (4x0,9368)+(3x0,7326)+(3x0,290)
= 3,7472+2,1978+0,8724
= 6,8174
Dari masing-masing nilai RTS yang didapat akan mempunyai nilai
probability of survival. Nilai RTS yang semakin tinggi akan mempunyai
prognosis yang semakin baik. Namun prognosis pada pasien trauma juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, kondisi kesehatan sebelum
Universitas Sumatera Utara
36
trauma, jarak waktu dari kejadian trauma dan pengobatan, kualitas
pengobatan, dan komplikasi.
2.2.4 TRISS(Belinda, 2004)
Sistem penilaian kombinasi digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem
anatomis dan fisiologis. Nilai trauma dan nilai keparahan trauma digabung dalam
metodologi Trauma-Injury Severity Score (TRISS) yang dikembangkan pada
tahun 1987 oleh Champion.Sistem ini menggabungkan usia, ISS, mekanisme
trauma, dan komponen RTS penelitian untuk menghitung kemungkinan hidup
(Ps/Probability of survival). Ps hanya gambaran statistik dan bukan prediksi
dampak yang akurat, namun dapat memberikan dasar perhitungan probabilitas
hidup.TRISS memiliki sensitivitas 95%, spesifisitas 96%, dan akurasi 95%.
Studi Osaka yang membandingkan sistem penilaian RTS, ISS, dan TRISS
menunjukkan bahwa TRISS memiliki sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi paling
tinggi (95, 96, 95%),sementara ISS paling rendah (68, 70, 68%) dan RTS
mempunyai spesifisitas 94% dan akurasi 92%.
Gambar 2.1 Sensitivitas, Spesifisitas, dan Akurasi Berbagai Sistem Penilaian Trauma Berdasarkan Studi Osaka
0
20
40
60
80
100
120
TRISS RTS GCS ISS
Sensitivitas
Spesifisitas
Accuracy
Universitas Sumatera Utara
37
Angka kemungkinan hidup menggunakan metode TRISS diperoleh dari regresi
algoritma equation dengan rumus:
Ps = 1/ (1+e-b),
Dimana nilai b didapatkan melalui rumus:
b = bo + b1(RTS) + b2(ISS) + b3(Indeks Usia)
Penialian RTS, ISS telah diuraikan sebelumnya. Nilai b0-b3 berbeda pada
keadaan trauma tumpul dan tajam. Indeks usia bernilai 0 untuk pasien dengan usia
<54 tahun, dan bernilai 1 unruk pasien > 55 tahun. Jika pasien berusia < 15 tahun
maka nilai b3 adalah skor b3 pada trauma tumpul.
Tabel 2.7 Nilai b 0-b3 pada TRISS
Trauma tumpul Trauma Tajam B0 -0.4499 -2.5355 B1 0.8085 0.9934 B2 -0.0835 -0.0651 B3 -1.7430 -1.1360
Tabel 2.8 Penilaian TRISS Kasus: Seorang pria usia 25 tahun, dengan kecelakaan lalulintas dan mengalami trauma toraks, nilai ISS adalah sebagai berikut: Jenis Trauma Nilai ISS Perforasi Diafragma 3 Perforasi RLL paru 4 Laserasi hepar 3 Laserasi duodenum 2 Lacerasi di paha kanan 1 Maka didapatkan ISS Skor: 42 + 32 + 12 = 16 + 9 + 1=26 Variabel fisiologispada saat rawatan: TDS: 80 mmHg Frekuensi pernapasan = 29 x/m SKG = 15 Maka RTS = 6.8174 Ps = 92,7 %
Universitas Sumatera Utara
38
TRISS sudah digunakan sebagai prediksi dampak trauma selama 20 tahun
terakhir dan hampir di seluruh dunia, serta konsisten pada orang dewasa dan anak-
anak.Identifikasi dampak yang tidak diharapkan (seperti kematian pada pasien
dengan Ps tinggi) membutuhkan penilaian lebih lanjut untuk menemukan
kesalahan diagnostik atau tatalaksana yang kurang adekuat.TRISS memiliki
keterbatasan seperti ISS dan SKG, memiliki banyak komponen perhitungan, tidak
ada informasi yang berkaitan dengan penyakit penyerta (misalnya penyakit
jantung, penyakit paru, dan sebagainya).
Dari keseluruhan sistem penilaian trauma akan menentukan prognosis
sebuah trauma. Prognosis sebuah trauma yang terjadi merupakan suatu masalah
besar. Para peneliti menggunakan banyak variabel bebas dalam menentukan
variable terikat (kematian pada trauma toraks). Kebanyakan ilmuwan sangat
familiar dengan bentuk yang paling sederhana dari analisis regresi, regresi linear
sederhana, yang menggambarkan hubungan antara dua variabel secara linear.
Regresi multipel merupakan sebuah pengecualian dari teknik ini, dimana lebih
dari satu variabel bebas digunakan dalam menjelaskan sebuah variabel terikat.
Regresi multipel menguntungkan karena membiarkan seorang dokter menilai
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat ketika mengendalikan faktor
lainnya. Para peneliti menggunakan regresi multipel untuk mengontrol efek dari
berbagai variabel.
Universitas Sumatera Utara
39
2.3. Kerangka Teori
Skor Trauma ISS:
3 area anatomi dengan keadaan trauma terparah
ISS = a2 + b2 + c2
Skor Trauma SKG
Penilaian Fisiologi:
1. Respon Verbal 2. Respon motorik 3. Respon mata
Skor Trauma RTS: (Penilaian Fisiologis)
RTS = 0,9368 SKG + 0,7326 TDS + 0,2908 FP
Skor Trauma TRISS:
(Kombinasi Anatomi & Fisiologi)
Ps = 1/ (1+e-b), &
b = bo + b1 (RTS) + b2 (ISS) + b3 (Indeks Usia)
TRAUMA TORAKS
PENILAIAN SKOR TRAUMA
PREDIKTOR KEMATIAN
TRAUMA TORAKS
Universitas Sumatera Utara