repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65916 › Chapter...

21
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Trauma Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada usia produktif yaitu 16-44 tahun di seluruh dunia. (WHO, 2004) Proporsi terbesar dari kematian akibat trauma adalah kecelakaan lalu lintas di jalan raya sebesar 1,2 juta jiwa pertahun. World Health Organization (WHO) memprediksi bahwa pada tahun 2020, traumaakibat kecelakaan lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab kematian dini dan kecacatan. (Peden, 2004) Kematian akibat trauma tergantung pada sejumlah faktor, salah satunya adalah penilaian skor trauma pada awal masuk rumah sakit. Laporan WHO 2004 mengutip angka kematian untuk dewasa terbanyak adalah penderita dengan injury severity score (ISS) > 9, (Mock, 2004). ISS akan diuraikan secara lebih rinci dalam bagian berikutnya. Keseluruhan angka kematian termasuk pra-rumah sakit dan di rumah sakit berkisar 35% di negara-negara maju, namun meningkat menjadi 55% di negara berkembang dan 63% di negara berpenghasilan sedang berkembang. Skor ISS antara 15-24 menunjukkan angka kematian meningkat enam kali lipat dibandingkan skor< 15.(WHO, 2004) Faktor waktu menjadi sangat penting bagi penderita trauma. Proses awal penanganan pasien dengan trauma disebut dengan initial asessment (penilaian awal). Hal ini meliputi primary survey, secondary survey, dan penanganan definitif. Pengelolaan pasien dengan trauma berat memerlukan penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat, guna menghindari kematian. Kematian yang 5 Universitas Sumatera Utara

Transcript of repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 65916 › Chapter...

19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Trauma

Trauma adalah penyebab paling umum kematian pada usia produktif yaitu 16-44

tahun di seluruh dunia. (WHO, 2004) Proporsi terbesar dari kematian akibat trauma

adalah kecelakaan lalu lintas di jalan raya sebesar 1,2 juta jiwa pertahun. World

Health Organization (WHO) memprediksi bahwa pada tahun 2020, traumaakibat

kecelakaan lalu lintas menduduki peringkat ketiga dalam penyebab kematian dini

dan kecacatan. (Peden, 2004)

Kematian akibat trauma tergantung pada sejumlah faktor, salah satunya

adalah penilaian skor trauma pada awal masuk rumah sakit. Laporan WHO 2004

mengutip angka kematian untuk dewasa terbanyak adalah penderita dengan injury

severity score (ISS) > 9, (Mock, 2004). ISS akan diuraikan secara lebih rinci

dalam bagian berikutnya. Keseluruhan angka kematian termasuk pra-rumah sakit

dan di rumah sakit berkisar 35% di negara-negara maju, namun meningkat

menjadi 55% di negara berkembang dan 63% di negara berpenghasilan sedang

berkembang. Skor ISS antara 15-24 menunjukkan angka kematian meningkat

enam kali lipat dibandingkan skor< 15.(WHO, 2004)

Faktor waktu menjadi sangat penting bagi penderita trauma. Proses awal

penanganan pasien dengan trauma disebut dengan initial asessment (penilaian

awal). Hal ini meliputi primary survey, secondary survey, dan penanganan

definitif. Pengelolaan pasien dengan trauma berat memerlukan penilaian yang

cepat dan pengelolaan yang tepat, guna menghindari kematian. Kematian yang

5

Universitas Sumatera Utara

20

disebabkan oleh trauma secara klasik memiliki 3 tahap, yang berhubungan antara

waktu kejadian dengan penanganan efektif yang dilakukan untuk mengatasi

mortalitas (Sobrino J, 2013; ACS, 2008)

1. Immediate deaths ( kematian yang segera ) (Sobrino J, 2013)

Immaediate deaths adalah pasien meninggal oleh karena trauma sebelum

sampai ke rumah sakit.Sebagai contoh trauma kepala berat, atau trauma spinal

cord.Hanya sedikit dari pasien ini yang dapat hidup sampai ke rumah sakit,

karena berkisar 60% dari kasus ini pasien meninggal bersamaan dengan saat

kejadian.

2. Early deaths (Sobrino J, 2013)

Early deaths adalah pasien meninggal beberapa jam pertama setelah trauma.

Sebagian disebabkan oleh perdarahan organ dalam dan sebagian lagi

disebabkan oleh trauma sistem saraf pusat.Hampir semua kasus pada trauma

ini potensial dapat ditangani dengan segera. Pada umumnya setiap kasus

membutuhkan pertolongan dan perawatan definitif yang sesuai di pusat

trauma.Khususnya pada institusi yang dapat melakukan resusitasi segera,

identifikasi trauma, dan sarana pelayanan operasi selama 24 jam.

3. Late deaths (Sobrino J, 2013)

Late death adalah pasien meninggal beberapa hari atau minggu setelah trauma.

Prevalensi kematian kasus trauma yang terjadi pada periode ini sebesar 10%-

20%. Mayoritas kematian pada periode ini disebabkan oleh karena infeksi dan

kegagalan organ multipel. Trauma kepala paling banyak dicatat pada pasien

trauma multipel dengan kombinasi dari kondisi yang cacat seperti amputasi,

Universitas Sumatera Utara

21

kelainan pendengaran dan penglihatan, post-traumatic stress syndrome dan

kondisi kelainan jiwa yang lain.

Trauma toraks merupakan salah satu penyebab kematian pada trauma. Banyak

penderita meninggal setibanya di rumah sakit, dan banyak kematian dapat dicegah

diantaranya dengan penilaian awal pasien trauma. Penyebab kematian pada

trauma toraks dapat terjadi pada dua keadaan yaitu primary survey dan secondary

survey. (ACS, 2008)

2.2 Penilaian Trauma

Sistem penilaian trauma telah digunakan secara luas dalam berbagai studi

epidemiologi. Penggunaan skor trauma dapat digunakan secara terpisah maupun

bersamaan. Jika digunakan tersendiri maka akan sulit memprediksi kematian pada

trauma. Akan tetapi, jika digunakan secara bersamaan maka akan lebih mudah

untuk memprediksi kematian pada trauma. (Pohlman, 2012)

Karakteristik keparahantrauma sangat penting dalam ilmu pengetahuan

tentang trauma, dimana penilaian keparahan trauma dimulai 50 tahun yang lalu.

Pada tahun 1969, para peneliti mengembangkan metode Abbreviated Injury Scale

(AIS) untuk mengelompokkan trauma. Sejak skala tersebut diperkenalkan oleh

Association for the Advancement of Automotive Medicine (AAAM), International

Injury Scaling Committee (IISC) yang merupakan organisasi induk dari AIS

memodifikasi AIS dan berubah menjadi ISS. AIS dijadikan sebagai dasar

penilaian keparahan trauma. (Champion,2004;Pohlman, 2012)

Universitas Sumatera Utara

22

Metode yang akurat untuk menilai keparahan luka secara kuantitatif bisa

dihitung dengan berbagai cara. Penilaian skor trauma dapat berguna untuk

menentukan prognosis suatu trauma. Salah satu contoh prognosis trauma adalah

kematian. Prediksi kematian dikarenakan trauma sangatlah terbatas dan secara

umum tidak lebih baik daripada sebuah prognosis klinis. Penentuan prognosis

kematian seorang pasien tidak boleh hanya berdasarkan pada penialaian skor

trauma karena hanya bersifat kuantitatif. (Salim, 2012)

Penilaian awal pasien trauma toraks dapat dilakukan dengan beberapa cara

antara lain adalah Injury Severity Score(ISS),Skala Koma Glasgow (SKG),

Revised Trauma Score(RTS) dan Trauma - Injury Severity Score(TRISS).(Al

Eassa,2013)

2.2.1Injury Severity Score(ISS)

ISS merupakan sistem penilaian anatomis yang sering digunakan.ISS merupakan

turunan dari penilaian skor AIS (Abbreviated Injury Scale).AIS dikembangkan

untuk mengukur trauma kecelakaan kendaraan bermotor dan telah mengalami

beberapa perubahan.AIS adalah sistem pengkodean menyeluruh untuk semua tipe

trauma di setiap bagian tubuh, dengan deskripsi karakteristik setiap tingkat

keparahan dari 0 (tidak ada trauma) sampai 6 (trauma yang tidak dapat

diselamatkan).Penilaian AIS bersifat subjektif. Trauma sedang oleh satu

pemeriksa dapat dianggap trauma serius oleh pemeriksa lain. (Salim, 2012;

Pohlman, 2012)

Universitas Sumatera Utara

23

ISS diperkenalkan oleh Susan Baker pada tahun 1984. ISS merangkum

tingkat keparahantrauma dengan beberapa trauma. Pada penilaian AIS, tubuh

dibagi menjadi enam area: kepala dan leher, toraks, abdomen (termasuk organ

pelvis), alat gerak (termasuk tulang pelvis), dan permukaan tubuh. Skor AIS

setiap trauma dicatat, dan trauma yang mempunyai nilai tertinggi di setiap area

diutamakan.

Tabel 2.1 Sistem Penilaian AIS NO Nilai Deskripsi 1 0 Tidak ada cedera 2 1 Cedera minor 3 2 Cedera sedang 4 3 Cedera serius 5 4 Cedera berat 6 5 Cedera kritis 7 6 Cedera fatal

ISS adalah penjumlahan kuadrat dari tiga nilai AIS yang tertinggi, di

setiap tiga area tubuh yang mendapat trauma paling berat.Nilai AIS 6 setara

dengan nilai ISS 75. (Salim, 2012; Pohlman, 2012)

Tabel 2.2 Nilai AIS pada ISS Chest Wall Injury Scale*

Grade† Injury Type Description AIS-90 I Contusion Any size 1

Laceration Skin and subcutaneous 1 Fracture <3 ribs, closed; nondisplaced clavicle closed 1-2

II Laceration Skin, subcutaneous and muscle 1 Fracture ≥3 adjacent ribs, closed 2-3 Open or displaced clavicle 2 Nondisplaced sternum, closed 2 Scapular body, open or closed 2

III Laceration Full thickness including pleural penetration 2 Fracture Open or displaced sternum, flail sternum 2 Unilateral flail segment (<3 ribs) 3-4

IV Laceration Avulsion of chest wall tissues with underlying rib fractures 4

Fracture Unilateral flail chest (≥3 ribs) 3-4 V Fracture Bilateral flail chest (≥3 ribs on both sides) 5

Universitas Sumatera Utara

24

lung Injury Scale

Grade* Injury Type Description AIS-90

I Contusion Unilateral, <1 lobe 3 II Contusion Unilateral, single lobe 3

Laceration Simple pneumothorax 3 III Contusion Unilateral, >1 lobe 3

Laceration Persistent (>72 hrs), air leak from distal airway 3-4 Hematoma Nonexpanding intraparenchymal

IV Laceration Major (segmental or lobar) air leak 4-5 Hematoma Expanding intraparenchymal Vascular Primary branch intrapulmonary vessel disruption 3-5

V Vascular Hilar vessel disruption 4 VI Vascular Total, uncontained transection of pulmonary hilum 4

Thoracic Vascular Injury Scale

Grade* Description AIS-90

I Intercostal artery/vein 2-3 Internal mammary artery/vein 2-3 Bronchial artery/vein 2-3 Esophageal artery/vein 2-3 Hemiazygos vein 2-3 Unnamed artery/vein 2-3

II Azygos vein 2-3 Internal jugular vein 2-3 Subclavian vein 3-4 Innominate vein 3-4

III Carotid artery 3-5 Innominate artery 3-4 Subclavian artery 3-4

IV Thoracic aorta, descending 4-5 Inferior vena cava (intrathoracic) 3-4 Pulmonary artery, primary intraparenchymal branch 3 Pulmonary vein, primary intraparenchymal branch 3

V Thoracic aorta, ascending and arch 5 Superior vena cava 3-4 Pulmonary artery, main trunk 4 Pulmonary vein, main trunk 4

VI Uncontained total transection of thoracic aorta or pulmonary hilum 5

Universitas Sumatera Utara

25

Heart Injury Scale Grade* Description AIS-90

I Blunt cardiac injury with minor ECG abnormality (nonspecific ST or T 3

wave changes, premature atrial or ventricular contraction or persistent sinus tachycardia)

Blunt or penetrating pericardial wound without cardiac injury, cardiac 3

tamponade, or cardiac herniation

II Blunt cardiac injury with heart block (right or left bundle branch, left 3

anterior fascicular, or atrioventricular) or ischemic changes (ST depression or T wave inversion) without cardiac failure Penetrating tangential myocardial wound up to, but not extending 3

III through, endocardium, without tamponade

3-4

Blunt cardiac injury with sustained (≥5 beats/min) or multifocal ventricular contractions

3- 4

Blunt or penetrating cardiac injury with septal rupture, pulmonary or

tricuspid valvular incompetence, papillary muscle dysfunction, or

distal coronary arterial occlusion without cardiac failure 3- 4

Blunt pericardial laceration with cardiac herniation Blunt cardiac injury with cardiac failure 3-4 Penetrating tangential myocardial wound up to, but not extending 3 through, endocardium, with tamponade

IV Blunt or penetrating cardiac injury with septal rupture, pulmonary or 3

tricuspid valvular incompetence, papillary muscle dysfunction, or

distal coronary arterial occlusion producing cardiac failure Blunt or penetrating cardiac injury with aortic mitral valve 3 Incompetence 5

Blunt or penetrating cardiac injury of the right ventricle, right atrium,

or left atrium

V Blunt or penetrating cardiac injury with proximal coronary arterial 5

Occlusion Blunt or penetrating left ventricular perforation 5 Stellate wound with <50% tissue loss of the right ventricle, right 5 atrium, or left atrium

VI Blunt avulsion of the heart 6 Penetrating wound producing >50% tissue loss of a chamber 6

Universitas Sumatera Utara

26

Liver Injury Scale Grade* Description AIS-90

I Hematoma Subcapsular, <10% surface area 2 Laceration Capsular tear, <1 cm parenchymal depth 2

II Hematoma Subcapsular, 10-50% surface area 2

Laceration

Intraparenchymal, <10 cm in diameter 2

Capsular tear, 1-3 cm parenchymal depth, <10 cm length 2

III Hematoma Subcapsular, >50% surface area or expanding 3 Ruptured subcapsular or parenchymal hematoma 3

Laceration Intraparenchymal hematoma >10 cm or expanding 3

>3 cm parenchymal depth 3

IV Laceration Parenchymal disruption involving 25-75% of hepatic lobe or 4

V Laceration

1-3 Couinaud’s segments within a single lobe Parenchymal disruption involving >75% of hepatic lobe or 5

Vascular

>3 Couinaud’s segments within single lobe Juxtahepatic venous injuries; i.e., retrohepatic vena 5

Spleen Injury Scale

Grade* Description AIS-90 I Hematoma Subcapsular, <10% surface area 2

Laceration Capsular tear, <1 cm parenchymal depth 2 II Hematoma Subcapsular, 10-50% surface area 2

Laceration

Intraparenchymal, <5 cm in diameter 2

Capsular tear, 1-3 cm parenchymal depth which does not 2

III Hematoma involve a trabecular vessel

Subcapsular, >50% surface area or expanding 3 Ruptured subcapsular or parenchymal hematoma 3

Laceration

Intraparenchymal hematoma >5 cm or expanding 3

>3 cm parenchymal depth or involving trabecular vessels 3

IV Laceration Laceration involving segemental or hilar vessels producing 4

major devascularization (>25% of spleen) V Laceration Completely shattered spleen 5

Vascular Hilar vascular injury which devascularizes spleen 5

Universitas Sumatera Utara

27

Small Bowel Injury Scale

Grade* Description AIS-90

I Hematoma Contusion or hematoma without devascularization 2 Laceration Partial thickness, no perforation 2

II Laceration Laceration <50% of circumference 3

III Laceration Laceration >50% of circumference without transaction 3

IV Laceration Transection of small bowel 4 V Laceration Transection of small bowel with segmental tissue loss 4

Vascular Devascularized segment 4

Colon Injury Scale Grade* Description AIS-90

I Hematoma Contusion or hematoma without devascularization 2 Laceration Partial thickness, no perforation 2

II Laceration Laceration <50% of circumference 3

III Laceration Laceration >50% of circumference without transaction 3

IV Laceration Transection of the colon 4 V Laceration Transection of the colon with segmental tissue loss 4

Rectum Injury Scale Grade* Description AIS-90

I Hematoma Contusion or hematoma without devascularization 2 Laceration Partial thickness laceration 2

II Laceration Laceration <50% of circumference 3 III Laceration Laceration ≥50% of circumference 4

IV Laceration Full-thickness laceration with extension into the perineum 5

V Laceration Devascularized segment 5

Diaphragm Injury Scale

Grade* Description AIS-90 I Contusion 2 II Laceration ≤2 cm 3 III Laceration 2-10 cm 3 IV Laceration >10 cm with tissue loss ≤25 cm2 3 V Laceration with tissue loss >25 cm2 3

Universitas Sumatera Utara

28

Duodenum Injury Scale

Grade* Description AIS-90

I Hematoma Involving single portion of duodenum 2 Laceration Partial thickness, no perforation 3

II Hematoma Involving more than one portion 2 Laceration Disruption <50% circumference 4

III Laceration Disruption 50-75% circumference of 2nd portion 4

Disruption 50-100% circumference of 1st, 3rd, 4th portion 4

IV Laceration Disruption >75% circumference of 2nd portion 5 Involving ampulla or distal common bile duct 5

V Laceration Massive disruption of duodenopancreatic complex 5 Vascular Devascularization of duodenum 5

Pancreas Injury Scale

Grade* Description AIS-90 I Hematoma Minor contusion without duct injury 2

Laceration Superficial laceration without duct injury 2 II Hematoma Major contusion without duct injury or tissue loss 2

Laceration Major laceration without duct injury or tissue loss 3 III Laceration Distal transection or parenchymal / duct injury 3

IV Laceration Proximal transection or parenchymal injury involving ampulla 4

V Laceration Massive disruption of pancreatic head 5

Kidney Injury Scale Grade* Description AIS-90

I Contusion Microscopic or gross hematuria 2

Hematoma Subcapsular, nonexpanding without parenchymal laceration 2

II Hematoma Nonexpanding perirenal hematoma confined to renal 2

Laceration

retroperitoneum

<1 cm parenchymal depth of renal cortex without urinary 2

Extravasation

III Laceration <1 cm parenchymal depth of renal cortex without collecting 3

IV Laceration

system rupture or urinary extravasation Parenchymal laceration extending through the renal cortex, 4

Vascular

medulla, and collecting system

Main renal artery or vein injury with contained hemorrhage 4

V Laceration Completely shattered kidney 5 Vascular Avulsion of renal hilum which devascularizes kidney 5

Universitas Sumatera Utara

29

Ureter Injury Scale Grade* Description AIS-90

I Hematoma Contusion or hematoma without devascularization 2 II Laceration <50% transaction 2 III Laceration >50% transaction 3

IV Laceration Complete transection with <2 cm devascularization 3

V Laceration Avulsion with >2 cm devascularization 3

Bladder Injury Scale

Grade* Description AIS-90 I Hematoma Contusion, intramural hematoma 2

Laceration Partial thickness 3 II Laceration Extraperitoneal bladder wall laceration <2 cm 4

III Laceration Extraperitoneal (>2 cm) or intraperitoneal (<2 cm) 4

bladder wall laceration IV Laceration Intraperitoneal bladder wall laceration >2 cm 4 V Laceration Intraperitoneal or extraperitoneal bladder wall 4

laceration extending into the bladder neck or ureteral orifice (trigone)

Urethra Injury Scale

Grade* Injury Type Description AIS-90 I Contusion Blood at urethral meatus; urethrography normal 2 II Stretch Injury Elongation of urethra without extravasation on 2

Urethrography

III Partial Extravasation of urethrography contrast at injury site 2

Disruption with contrast visualized in the bladder

IV Complete Extravasation of urethrography contrast at injury site 3

Disruption without contrast visualization in the bladder; <2 cm

of urethral separation

V Complete Complete transection with >2 cm urethral separation, 4

Disruption or extension into the prostate or vagina

Abdominal Vascular Injury Scale* Grade† Description AIS-90

I Non-named SMA or SMV branches NS Non-named IMA or IMV branches NS Phrenic artery / vein NS Lumbar artery / vein NS Gonadal artery / vein NS

Universitas Sumatera Utara

30

Ovarian artery / vein NS

Other non-named small arterial or venous structures requiring ligation NS

II Right, left, or common hepatic artery 3 Splenic artery/vein 3 Right or left gastric arteries 3 Gastroduodenal artery 3 IMA or IMV trunk 3 Primary named branches of mesenteric artery or vein 3 Other named abdominal vessels requiring ligation/repair 3

III SMV trunk 3 Renal artery/vein 3 Iliac artery vein 3 Hypogastric artery/vein 3 Vena cava, infrarenal 3

IV SMA trunk 3 Celiac axis proper 3 Vena cava, suprarenal and infrahepatic 3 Aorta, infrarenal 4

V Portal vein 3 Extraparenchymal hepatic vein 3/5 Vena cava, retrohepatic or suprahepatic 5 Aorta, suprarenal, subdiaphragmatic 4

Extrahepatic Biliary Tree Injury Scale

Grade* Description AIS-90

I Gallbladder contusion/hematoma 2 Portal triad contusion/hematoma 2

II Partial gallbladder avulsion from liver bed; cystic duct intact 2 Laceration or perforation of the gallbladder 2

III Complete gallbladder avulsion from liver bed 3 Cystic duct laceration 2-3

IV Partial or complete right hepatic duct laceration 2-3 Partial or complete left hepatic duct laceration 2-3 Partial common hepatic duct laceration (<50%) 3 Partial common bile duct laceration (<50%) 3

V >50% transection of common hepatic duct 4 >50% transection of common bile duct 4

Tabel 2.3Contoh Penialain ISS

Regio Trauma AIS AIS2 Kepala/leher Memar otak

tunggal 3 9

Facial Tanpa trauma 0 0 Toraks Flail chest 4 16

Universitas Sumatera Utara

31

Abdomen 1.Laserasi Hepar 4 16 2.limpa yang

hancur 5 25

Ekstremitas Fraktur femur 3 9 Tubuh luar Tanpa trauma 0 0 Skor keparahan trauma(ISS)

50

Rumus ISS:

ISS = a2+ b2+ c2

Trauma mayor adalah jika ISS ≥15, dihubungkan dengan mortalitas lebih

dari 10%.ISS mudah digunakan dan dapat menjadi prediktor kelangsungan hidup

yang baik, terutama pada pasien-pasien yang mempunyai trauma multipel.

Contoh penerapan sistem penilaian ISS (Salim, 2012)

1 Toraks (contoh terdapat 2 trauma: perforasi paru (nilai 4) dan

hemopneumotoraks bilateral (nilai 3). Nilai yang diambil adalah yang paling

tinggi yaitu 4.Maka akan didapat 42 = 16

2 Abdomen (contoh terdapat 3 trauma: perforasi diafragma (nilai 3), laserasi

hepar (nilai 3), dan laserasiduodenum (nilai 2). Nilai yang diambil adalah nilai

yang paling tinggi di antara ketiganya 32=9)

3 Ekstremitas (contoh hanya trauma pada paha, bernilai 1 12=1)

Dengan demikian, total ISS adalah : 16+9+1=26

ISS mempunyai keterbatasan, yaitu pengumpulan nilai terbatas serta hanya

mengambil trauma paling serius di setiap bagian tubuh.Perkiraan ISS yang akurat

membutuhkan pengumpulan informasi trauma yang detail, sedangkan beberapa

informasi ini hanya dapat diperoleh dengan menggunakan alat penunjang, seperti

MRI atau angiografi, yang mungkin tidak tersedia pada keadaan akut. Analisis

Universitas Sumatera Utara

32

data dari 18.961 pasien dari State Trauma Registry di Florida menunjukkan bahwa

data ISS lengkap pada kurang dari 25% kasus.Oleh karena itu, ISS tidak

menghasilkan gambaran keparahan trauma yang nyata. Walaupun demikian ISS

sudah digunakan secara luas untuk penilaian awal trauma multipel.

Tabel 2.4.Hubungan nilai ISS dengan angka mortalitas (Salim, 2012)

Skor % Mortalitas 0-8 5% 9-15 8% 16-24 17% 25-40 64% 41-66 88% 75 100%

2.2.2 Skala Koma Glasgow (SKG)

Selain penilaian trauma dilakukan secara anatomis, maka diperlukan penilaian

secara fisiologis.Sistem penilaian fisiologis yang sering digunakan dan sederhana

adalah Skala Koma Glasgow (SKG).Sistem ini merupakan sistem penilaian

fisiologis pertama dan diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Teasdale dan Jennett.

Ada tiga hal yang dinilai pada SKG yaitu nilai membuka mata, respons verbal,

dan motorik. Penilaian tiga kriteria tersebut berkisar antara 3 sampai dengan 15

dengan reaksi berbagai penilian, tampak pada tabel.

Tabel 2.5 Skala Koma Glasgow

Bagian Reaksi Nilai

Mata Mata terbuka dengan spontan 4 Mata membuka setelah diperintah 3 Mata membuka setelah diberi rangsang nyeri 2 Tidak membuka mata 1

Motorik

Menurut perintah 6 Dapat melokalisir nyeri 5 Menghindari nyeri 4 Fleksi (dekortikasi) 3 Ekstensi (decerebrasi) 2

Universitas Sumatera Utara

33

Tidak ada gerakan 1

Verbal

Menjawab pertanyaan dengan benar 5 Salah menjawab pertanyaan 4 Mengeluarkan kata-kata yang tidak sesuai 3 Mengeluarkan suara yang tidak ada artinya 2 Tidak ada jawaban 1

Perhitungan menggunakan SKG cepat dan sederhana, dan pengulangan

perhitungan dapat menginformasikan perkembangan atau perburukan pasien.Akan

tetapi penilaian ini bersifat subjektif pada beberapa kasus.Sebagai contoh, respons

verbal pasien yang terintubasi dan trakeostomi atau respons membuka mata pada

pasien dengan pembengkakan wajah berat tidak dapat dinilai, sehingga membatasi

penggunaan SKG.Nilai yang rendah menggambarkan trauma yang lebih berat dan

memiliki risiko kematian yang lebih tinggi.

2.2.3 Revised Trauma Score (Cecillia, 2015)

Revised Trauma Score (RTS) adalah sebuah skor penilaian trauma secara

fisiologis.Penentuan nilai RTS diperoleh terdiri dari: (Feliciano, 2008)

1. Skala Koma Glasgow (SKG)

2. Tekanan Darah Sistolik (TDS)

3. Frekuensi Pernapasan (FP)

RTS digunakan sebagai instrumen pada triase oleh petugas pra

rumah sakit untuk membantu dalam memberikan gambaran kegawatdaruratan

pada pasien dan dalam menentukan rumah sakit atau IGD. RTS dapat dengan

mudah dilakukan oleh petugas medis maupun paramedis. Penghitungan RTS

pada triase dilakukan dengan menjumlahkan code value dari 3 parameter yaitu

SKG, tekanan darah sistolik dan frekuensi pernapasan. Masing-masing parameter

Universitas Sumatera Utara

34

mempunyai nilai dari 0-4 sehingga RTS triase mempunyai kisaran nilai dari

0-12. Nilai RTS ≤ 11 mengindikasikan pasien perlu dibawa dan menerima

perawatan di IGD. (Cecillai, 2015)

SKG, TDS dan frekuensi pernapasan diberi nilai kode, RTS kemudian dihitung

dengan menjumlahkan nilai-nilai kode sebagaimana terlihat pada tabel.

Tabel 2.6 Nilai komponen RTS

Skala Koma Glasgow

Tekanan Darah Sistolik

Frekuensi Pernapasan

Nilai

13-15 >89 10-29 4 9-12 76-89 >29 3 6-8 50-75 6-9 2 4-5 1-49 1-5 1 3 0 0 0

Dari Skor RTS dapat dinilai bahwa perubahan anatomis yang ada belum

menimbulkan perubahan fisiologis karena tubuh mempunyai kemampuan untuk

melakukan kompensasi terhadap perubahan yang terjadi. Selain dari

memperhatikan perubahan fisiologis yang terjadi, perlu juga dilihat dari

lokasi anatomi trauma, mekanisme trauma, ataupun adanya pertimbangan khusus

untuk pasien tersebut.

Penurunan tekanan darah terjadi apabila pasien telah kehilangan 30%-

40% dari volume darah. Hal ini menjelaskan kenapa perubahan tekanan darah

sistolik yang paling sedikit terjadi dimana hanya 1 pasien (5,2%) dari 19 pasien

yang mengalami penurunan tekanan darah sistolik. (Cecillia, 2015)

Peningkatan frekuensi pernapasan merupakan respon fisiologis yang umum

terjadi setelah mengalami trauma.Trauma pada toraks dapat menyebabkan

Universitas Sumatera Utara

35

gangguan pertukaran udara paru sehingga terjadi hipoksia dan hiperkarbia.

Keadaan ini juga akan meransang terjadinya hiperventilasi.

Rumus RTS adalah sebagai berikut:

RTS = 0,9368 SKG + 0,7326 TDS + 0,2908 FP

Nilai untuk pengkodean RTS berkisar 2,88-7,8408. (0 = mati 7,8408 =

normal) Nilai RTS sangat dipengaruhi olehSKGuntuk mengkompensasi trauma

kepala berat tanpa trauma multipel atau perubahan fisiologis.Nilai RTS <4 telah

disarankan untuk dirawat di pusat trauma karena dapat meningkatkan risiko

kematian.

Keterbatasan RTS:

1. Menghitung bentuk kode di lapangan tidak praktis

2. Masalah dengan SKG pada pasien diintubasi

3. Pengaruh alkohol dan obat-obatan

Contoh sistem penilaian trauma dengan RTS:

SKG 15 = 4, TDS 80 = 3, FP 29 = 3

Nilai RTS = (SKGx0,9368)+(TDSx0,7326)+(FPx0,2908)

= (4x0,9368)+(3x0,7326)+(3x0,290)

= 3,7472+2,1978+0,8724

= 6,8174

Dari masing-masing nilai RTS yang didapat akan mempunyai nilai

probability of survival. Nilai RTS yang semakin tinggi akan mempunyai

prognosis yang semakin baik. Namun prognosis pada pasien trauma juga

dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti usia, kondisi kesehatan sebelum

Universitas Sumatera Utara

36

trauma, jarak waktu dari kejadian trauma dan pengobatan, kualitas

pengobatan, dan komplikasi.

2.2.4 TRISS(Belinda, 2004)

Sistem penilaian kombinasi digunakan untuk mengatasi kelemahan sistem

anatomis dan fisiologis. Nilai trauma dan nilai keparahan trauma digabung dalam

metodologi Trauma-Injury Severity Score (TRISS) yang dikembangkan pada

tahun 1987 oleh Champion.Sistem ini menggabungkan usia, ISS, mekanisme

trauma, dan komponen RTS penelitian untuk menghitung kemungkinan hidup

(Ps/Probability of survival). Ps hanya gambaran statistik dan bukan prediksi

dampak yang akurat, namun dapat memberikan dasar perhitungan probabilitas

hidup.TRISS memiliki sensitivitas 95%, spesifisitas 96%, dan akurasi 95%.

Studi Osaka yang membandingkan sistem penilaian RTS, ISS, dan TRISS

menunjukkan bahwa TRISS memiliki sensitivitas, spesifisitas, dan akurasi paling

tinggi (95, 96, 95%),sementara ISS paling rendah (68, 70, 68%) dan RTS

mempunyai spesifisitas 94% dan akurasi 92%.

Gambar 2.1 Sensitivitas, Spesifisitas, dan Akurasi Berbagai Sistem Penilaian Trauma Berdasarkan Studi Osaka

0

20

40

60

80

100

120

TRISS RTS GCS ISS

Sensitivitas

Spesifisitas

Accuracy

Universitas Sumatera Utara

37

Angka kemungkinan hidup menggunakan metode TRISS diperoleh dari regresi

algoritma equation dengan rumus:

Ps = 1/ (1+e-b),

Dimana nilai b didapatkan melalui rumus:

b = bo + b1(RTS) + b2(ISS) + b3(Indeks Usia)

Penialian RTS, ISS telah diuraikan sebelumnya. Nilai b0-b3 berbeda pada

keadaan trauma tumpul dan tajam. Indeks usia bernilai 0 untuk pasien dengan usia

<54 tahun, dan bernilai 1 unruk pasien > 55 tahun. Jika pasien berusia < 15 tahun

maka nilai b3 adalah skor b3 pada trauma tumpul.

Tabel 2.7 Nilai b 0-b3 pada TRISS

Trauma tumpul Trauma Tajam B0 -0.4499 -2.5355 B1 0.8085 0.9934 B2 -0.0835 -0.0651 B3 -1.7430 -1.1360

Tabel 2.8 Penilaian TRISS Kasus: Seorang pria usia 25 tahun, dengan kecelakaan lalulintas dan mengalami trauma toraks, nilai ISS adalah sebagai berikut: Jenis Trauma Nilai ISS Perforasi Diafragma 3 Perforasi RLL paru 4 Laserasi hepar 3 Laserasi duodenum 2 Lacerasi di paha kanan 1 Maka didapatkan ISS Skor: 42 + 32 + 12 = 16 + 9 + 1=26 Variabel fisiologispada saat rawatan: TDS: 80 mmHg Frekuensi pernapasan = 29 x/m SKG = 15 Maka RTS = 6.8174 Ps = 92,7 %

Universitas Sumatera Utara

38

TRISS sudah digunakan sebagai prediksi dampak trauma selama 20 tahun

terakhir dan hampir di seluruh dunia, serta konsisten pada orang dewasa dan anak-

anak.Identifikasi dampak yang tidak diharapkan (seperti kematian pada pasien

dengan Ps tinggi) membutuhkan penilaian lebih lanjut untuk menemukan

kesalahan diagnostik atau tatalaksana yang kurang adekuat.TRISS memiliki

keterbatasan seperti ISS dan SKG, memiliki banyak komponen perhitungan, tidak

ada informasi yang berkaitan dengan penyakit penyerta (misalnya penyakit

jantung, penyakit paru, dan sebagainya).

Dari keseluruhan sistem penilaian trauma akan menentukan prognosis

sebuah trauma. Prognosis sebuah trauma yang terjadi merupakan suatu masalah

besar. Para peneliti menggunakan banyak variabel bebas dalam menentukan

variable terikat (kematian pada trauma toraks). Kebanyakan ilmuwan sangat

familiar dengan bentuk yang paling sederhana dari analisis regresi, regresi linear

sederhana, yang menggambarkan hubungan antara dua variabel secara linear.

Regresi multipel merupakan sebuah pengecualian dari teknik ini, dimana lebih

dari satu variabel bebas digunakan dalam menjelaskan sebuah variabel terikat.

Regresi multipel menguntungkan karena membiarkan seorang dokter menilai

hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat ketika mengendalikan faktor

lainnya. Para peneliti menggunakan regresi multipel untuk mengontrol efek dari

berbagai variabel.

Universitas Sumatera Utara

39

2.3. Kerangka Teori

Skor Trauma ISS:

3 area anatomi dengan keadaan trauma terparah

ISS = a2 + b2 + c2

Skor Trauma SKG

Penilaian Fisiologi:

1. Respon Verbal 2. Respon motorik 3. Respon mata

Skor Trauma RTS: (Penilaian Fisiologis)

RTS = 0,9368 SKG + 0,7326 TDS + 0,2908 FP

Skor Trauma TRISS:

(Kombinasi Anatomi & Fisiologi)

Ps = 1/ (1+e-b), &

b = bo + b1 (RTS) + b2 (ISS) + b3 (Indeks Usia)

TRAUMA TORAKS

PENILAIAN SKOR TRAUMA

PREDIKTOR KEMATIAN

TRAUMA TORAKS

Universitas Sumatera Utara