repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE… · Web...
Transcript of repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE… · Web...
PERBANDINGAN MUTU BENANG SUTERA CINA DANPERUM PERHUTANI
Oleh :
NAILY SHOFIAH RASYIDM11 107 003
PROGRAM STUDI KEHUTANANFAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN2012
HALAMAN PENGESAHAN
1
Judul : Perbandingan Mutu Benang Sutera Ras Cina dan Perum Perhutani
Nama : Naily Shofiah Rasyid
Nim : M 111 07 003
Jurusan : Kehutanan
Skripsi ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk MemperolehGelar Sarjana Kehutanan
Pada Jurusan KehutananFakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Baharuddin, M.P Dr. Ir. A. Sadapotto, M.P NIP. 196511051989031002 NIP. 197009151994031003
Mengetahui,
Ketua Jurusan KehutananFakultas Kehutanan
Universitas Hasanuddin
Dr. Ir. Beta Putranto, M.Sc NIP. 19540418197903 1 001
ABSTRAK
Naily Shofiah Rasyid (M11107003). Perbandingan Mutu Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani, di bawah bimbingan Baharuddin dan Andi Sadapotto
2
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan mutu benang sutera Cina, dan Perum Perhutani. Penelitain ini dilakukan dengan beberapa tahap seleksi kokon, pengeringan kokon, perebusan, pemintalan reeling, winding.
Pengamatan dilakukan terhadap uji kebersihan, kerapihan, kerataan,uji jumlah putus, denier, kekuatan dan kemuluran benang. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji-t dan berdasarkan standar mutu benang sutera.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada analisis uji-t untuk variabel kebersihan, Kerapihan, Kerataan II, Kekuatan, dan Kemuluran antara Cina dan Perum Perhutani berbeda tidak nyata atau relatif sama, sedangkan pada kerataan III, menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, demikian pula dengan Denier, dan Jumlah Putus menunjukkan adanya perbedaan nyata. Sedangkan untuk mutu benang sutera menunjukkan bahwa pada variabel kebersihan antara Cina termasuk grade 4A dan Perum Perhutani termasuk grade 5A, pada variabel kerapihan, kerataan II, MD, dan Kemuluran antara Cina dan Perum sama-sama termasuk grade 5A. Kerataan III antara Cina termasuk grade A dan B dan Perum Perhutani termasuk grade 3A. Pada persentase jumlah putus Cina termasuk grade 5A dan Perum Perhutani termasuk 3A dan 2A. Sedangkan pada denier yang diamati SD Cina termasuk 5A dan pada Perum Perhutani temasuk 2A. Pada kekuatan Cina dan Perum Perhutani sama-sama termasuk grade D.
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur dan sembah sujud penulis hanturkan kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
3
menyelesaikan penelitian yang berjudul Perbandingan Mutu Benang Sutera
Cina dan Perum perhutani. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi pada jurusan kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas
Hasanuddin.
Selama pelaksanaan kegiatan penelitian hingga selesainya penulisan
skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa
bimbingan dan arahan maupun dorongan moral dan material. Untuk itu penulis
menghanturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Ir. Baharuddin, MP dan Dr.Ir. Andi Sadapotto, MP selaku
pembimbing sekaligus orang tua yang denan penuh keihklasan telah berkenan
memberikan tuntunan dan bimbingan saran dalam upaya lebih
menyempurnakan kandungan penelitian ini.
2. Bapak Dr. Ir. Beta Putranto, M. Sc, Gusmiaty, S.P, M.P, dan Dr. Ir. Bakri,
M. Sc selaku penguji
3. Bapak Dr. Ir. Musrizal Muin, M.Sc selaku Pembantu Dekan Bidang
Akademik
4. Bapak Ir. Baharuddin, MP dan Ibu Makarennu, S.Hut, M.Si selaku
penasehat akademik yang setia memberikan tuntunan dan nasehat.
5. Ibu Ira Tasqirawati selaku dosen HHBK yang selalu memberi dukungan dan
nasehat.
6. Baapak Mukrimin, S. Hut., M.P. selaku Kordinator Seminar atas
bantuannya.
7. Bapak Basri, Ibu Dewy selaku Bagian Tata Usaha atas Bantuannya selama
ini.
8. Bapak Hamdany, Parmin dan k’nurul atas bantuan dan bimbingannya
selama penelitian di BPA
9. Sahabat-sahabat penulis : Nurul Ima, Mutiah, Inna, Nining Permatasari,
Fira, k’trisny, Indriany Abu bakar, Fera, Ega yang setia memberikan doa,
bantuan dan saran kepada penulis.
4
10. Teman sekamar PU : Herliany, Kalsum, Athirah, Enny, dan Unhy atas
Bantuan dan Dukungannya selama ini.
11. K’daud atas bantuan dan bimbingannya kepada penulis
12. Rekan-rekan angkatan 2007 yang telah memberikan motivasi dan semangat
pada penulis dan semua pihak yang turut membantu hingga selesainya
penulisan skripsi ini.
Penghormatan dan ketulusan persembahkan kepada ibunda Erma Abuh
dan ayahanda Ahmad Rasyid dan Abha Isman Abuh serta seluruh keluarga
besar.
Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, amin.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Makassar, Februari 2012
Penulis
5
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................... ii
ABSTRAK ..................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ......................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR...................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. x
I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang ..................................................................... 1
B. Tujuan dan Kegunaan .......................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistematika dan Klasifikasi .................................................. 4
B. Kulaitas Kokon .................................................................... 8
C. Pengeringan .......................................................................... 11
D. Pemintalan ............................................................................ 11
6
E. Diagram Proses Pemintalan .................................................. 17
F. Benang Sutera ....................................................................... 18
G. Klasifikasi mutu Benang Sutera ........................................... 20
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat ................................................................ 23
B. Alat dan bahan ...................................................................... 23
C. Variabel Yang Di Amati ....................................................... 24
D. Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 25
E. Analisis Data ......................................................................... 27
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 30
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................ 35
B. Saran ...................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
7
Daftar Tabel
No Teks Halaman
1. Klasifikasi Kelas Mutu Benang Sutera Indonesia dengan Kehalusan ≤ 18 denier 21
2. Klasifikasi Kelas Mutu Benang Sutera Indonesia dengan Kehalusan 19-33 denier 22
3. Klasifikasi Kelas Mutu Benang Sutera Indonesia dengan Kehalusan ≥ 34 denier 22
8
DAFTAR GAMBAR
Nomor Teks Halaman
1. Pemintalan Kokon 67
2. Perebusan Kokon 67
3. Pemintalan Kokon (Reeling) 68
4. Penggulungan ulang (Rereling) 69
5. Wending 70
9
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (pengulangan 1) 39
2. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Pengulangan 2) 40
3. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Pengulangan 3) 41
4. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Pengulangan 4) 42
5. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Pengulangan 5) 43
6. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Pengulangan 6) 44
7. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Pengulangan 7) 45
8. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 1) 46
9. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 2) 47
10. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 3) 48
11. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 4) 49
12. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 5) 50
13. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 6) 51
14. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 7) 52
15. Rata-rata Hasil Pengujian Cleannes, Neatness, Evenness 53
16. Pengujian Kekuatan dan Kemuluran Benang Cina 54
17. Pengujian Kekuatan dan Kemuluran Benang Perum Perhutani 56
18. Pengujian Jumlah Putus Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 58
19. Analisis Uji T terhadap Kebersihan Benang Sutera Cina dan
Perum Perhutani 59
10
20. Analisis Uji T terhadap Kerapihan Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 60
21. Analisis Uji T terhadap Kerataan II Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 61
22. Analisis Uji T terhadap Kerataan III Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 62
23. Analisis Uji T terhadap Jumlah Putus Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 63
25. Analisis Uji T terhadap Kekuatan Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 64
24. Analisis Uji T terhadap Kemuluran Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 65
25 Analisis Uji T terhadap Kemuluran Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 66
11
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri kerajinan sutera di Indonesia sudah cukup lama berkembang
sejalan dengan berkembangnya usaha industri kain tenun, pemintalan benang dan
pemeliharaan ulat sutera. Daerah penyebaran dan pengembangan industri kain
tenun dan ulat sutera kini sudah cukup luas dan beragam. Pulau Sulawesi,
khususnya Sulawesi Selatan dikenal sebagai daerah yang menjadi salah satu
pelopor atau pionir pengembangan sutera. Sehingga, Sulawesi menjadi satu sentra
produksi kain sutera di Indonesia. Sampai saat ini, kain sutera yang dihasilkan
sudah lama dikenal oleh masyarakat di tanah air.
Budidaya ulat sutera baru dikenal di Sulawesi Selatan pada tahun 1960-an
dan pertama kali di Kabupaten Sinjai dan Soppeng. Langkah awal dengan
mendatangkan bibit murbei dari sukabumi dan telur ulat sutera dari Garut Propinsi
Jawa Barat oleh yayasan Veteran Sulawesi Selatan. Selanjutnya, usaha
persuteraan alam ini berkembang di daerah Soppeng, Wajo, Enrekang, Sidrap,
Sinjai atau hampir semua Kabupaten di Sulawesi Selatan.
Sejarah sutera alam khususnya pertenunan kain sutera di Sulawesi Selatan
dikenal sejak abad ke-XVI. Kain sutera ini digunakan sebagai bahan untuk
pembuatan baju bodo dan lipa sa’bbe (sarung) dengan cura/sure Labba-Makassar,
cura/sure balo-Lobbang/ Sengkang-Bugis dan cura manra/mandar dan digunakan
pada pesta dan acara adat lainnya.
12
Kegiatan persuteraan alam mencakup dua aspek, yaitu agronomi dan
industri. Kedua aspek itu saling berhubungan antara satu sama lain, sehingga
persuteraan alam Indonesia dapat dikatakan merupakan kelompok agro-industri
yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena memiliki berbagai
keunggulan, antara lain geografis alam Indonesia sangat mendukung. Produk
sutera memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan banyak digemari masyarakat tidak
hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.
Usaha persuteraan alam dapat dikelola masyarakat pedesaan secara luas
karena adanya permintaan pasar mengenai produk sutera baik oleh pasar domestik
maupun ekspor dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Mengingat sifat dan
manfaatnya, maka Pemerintah melalui Departemen Kehutanan berupaya membina
dan mengembangkan kegiatan persuteraan alam tersebut. Budidaya ulat sutera
dimaksudkan untuk menghasilkan benang sutera sebagai bahan baku pertekstilan.
Untuk melaksanakan pemeliharaan ulat sutera, terlebih dahulu dilakukan
penanaman murbei, yang merupakan satu-satunya makanan (pakan) ulat sutera,
Bombyx mori L.
Ulat sutera adalah serangga yang masuk dalam Ordo Lepidoptera. yang
mengalami metamorfosa sempurna. Siklus hidup ulat sutera diawali dari telur,
kemudian menetas menjadi ulat, pupa dan akhirnya menjadi ngengat yang siap
bertelur lagi. Dalam perkembanganya ras sutera dikenal ada empat jenis yang
dapat memproduksi kokon dan menghasilkan benang sutera berkualitas.
Keempat jenis itu adalah ulat sutera Cina, Jepang, Eropa dan Tropika. Di
Indonesia saat ini banyak dikembangkan hasil persilangan antara Cina dan Jepang
13
di Perum Perhutani. Kupu Cina dan Jepang ini disamping memiliki keunggulan
juga memiliki beberapa kelemahan. Akan tetapi dengan meyilangkan kedua
tersebut, kelemahan-kelemahannya dapat dikurangi dan sifat unggulnya lebih
menonjol. Ulat sutera hasil persilangan mempunyai sifat-sifat unggul seperti tahan
terhadap hama dan penyakit, telur menetas seragam, umur relatif pendek serta
menghasilkan kokon yang bermutu. sehingga selanjutnya akan diproses untuk
menjadi benang sutera.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka perlu
dilakukan penelitian dalam rangka meningkatkan mutu benang sutera yaitu
dengan membandingkan antara Cina, dan Perum Perhutani
B. Tujuan dan Kegunaan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan mutu
benang sutera Cina, dan Perum Perhutani
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi instansi
yang berkepentingan untuk merekomendasikan kepada petani sutera dalam rangka
meningkatkan mutu benang sutera.
14
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistematika dan Klasifikasi
Klasifikasi ulat sutera menurut Samsijah dan Kusumaputra (1978) adalah :
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthopoda
Kelas : Insecta (Hexapoda)
Sub kelas : Pterygota
Ordo : Lepidoptera
Sub Ordo : Ditrysia
Famili : Bombycidae
Genus : Bombyx
Spesies : Bombyx mori L.
Bombyx mori adalah sejenis serangga yang mampu menghasilkan benang
sutera. Nama Bombyx mori dapat ditelusuri dari perkataan Bombyx sebagai nama
jenis serangga penghasil serat yang termasuk dalam famili Bombycidae memiliki
nilai ekonomis yang tinggi dan kata mori berasal dari morus (murbei) yang
daunnya merupakan bahan makanan ulat sutera (Samsijah dan Andadari, 1992).
Menurut Krishnaswami, dkk (1973) ada beberapa jenis ulat sutera yang
menghasilkan sutera alam dan berdasarkan kebiasaan hidupnya, ulat sutera dibagi
dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah ulat sutera liar (wild silkworm)
yaitu ulat sutera yang hidup bebas pada beberapa jenis pohon. Kelompok kedua
adalah ulat sutera yang biasa dipelihara di dalam ruangan dan merupakan
penghasil utama sutera yang meliputi 95% produksi sutera dunia.
15
Ulat sutera, karena sudah mengalami domestika maka sekarang ini sudah
kehilangan kemampuan untuk hidup mandiri di alam bebas. Daya pegang yang
sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu bergerak dari satu batang lain
dan mempertahankan diri dari batang yang tertiup oleh angin. Indera penciuman
sudah sangat tumpul sehingga tidak dapat mengenal tanaman murbei dalam jarak
beberapa meter (Tazima, 1972).
Menurut Brasla, A dan Matei. (1997) pembagian jenis ulat sutera
berdasarkan daerah asalnya adalah sebagai berikut:
a. Jenis Jepang (ulat sutera ras Jepang).
Memiliki bentuk kokon yang lonjong dan berlekuk ditengahnya
menyerupai bentuk kacang tanah dan warna kokonnya umumnya putih
tetapi ada pula yang hijau atau kuning.
b. Jenis China (berasal dari China)
larvanya kecil, kuat dan pertumbuhnya cepat dan agak tahan terhadap
suhu yang tinggi tetapi lemah terhadap keadaan lembab. kokonnya oval
dan berwarna putih, kuning kehijau-hijauan seratnya panjang dan halus
serta daya gulungnya baik. Pertumbuhan ulatnya cepat dan agak tahan
terhadap suhu yang tinggi tetapi lemah terhadap keadaan lembab. Bentuk
kokonnya bulat atau lonjong, berwarna putih, kuning atau hijau, seratnya
panjang dan halus, serta daya gulungnya baik. Ada yang univoltine,
bivoltine dan ada pula yang polivoltine dan beberapa yang three molters
(mengalami tiga kali pergantian kulit).
16
c. Jenis Eropa (berasal dari Eropa, Asia Tengah dan Rusia)
Hanya mencakup jenis univoltine, dengan larva besar dan tidak tahan
terhadap iklim panas dan lembab sehingga hanya dapat dipelihara di
musim semi yang hanya terdapat di daerah sub-tropik saja, ulat ini juga
memiliki ukuran telur agak besar, masa ulatnya lama terutama pada instar
lima. Tubuh ulatnya besar tetapi lemah terhadap suhu dan kelembaban
yang tinggi. Ukuran kokonnya besar dan sedikit berlekuk, berwarna
putih, hijau atau merah, serta kokonnya halus dan panjang.
d. Jenis India (berasal dari India dan Asia Tenggara)
Hanya mencakup pada polyvoltine. Telurnya kecil dan ringan, larvanya
kecil tetapi kuat dan pertumbuhannnya sangat cepat. Bentuk kokon
lonjong, telur berwarna hijau, kuning atau putih bersih dan berbulu.,
mempunyai banyak serabut (floss) dan kulit kokon tipis, sehingga
produksi rendah. Ulatnya tahan terhadap suhu dan kelembaban yang
tinggi.
pembagian jenis ulatsutera berdasarkan bentuk persilangannya dibedakan
atas:
1. A x B : F1 atau hybrid tunggal (kedua induknya ras asli)
2. A x (B x C) : triple hybrid (ras asli x F1 hibrid)
3. (A x B) x (C x D) : doubel hybrid (kedua induknya dari F1 hibrid yang
berbeda)
4. (A x B) x (A x B) : F2 hibrid (ke dua induknya berasal dari F1 hibrid yang
sama).
17
Menurut Guntoro (1994), Untuk memperoleh kupu-kupu yang memilki
produksi kokon tinggi, cepat reproduksi, dan tahan terhadap penyakit, maka
dilakukan penyilangan antara kedua jenis tersebut pada pusat pembibitan.
Sedangkan untuk mendapatkan hasil persilangan yang baik (double cross) adalah
mula-mula kupu Ras Jepang yang baik dikawinkan dengan Kupu Jepang yang
baik pula sehingga diperoleh F1 inter cross Jepang yang baik. Kemudian, kupu
Cina yang baik dikawinkan dengan kupu Cina yang baik pula sehingga diperoleh
F1 inter cross Cina. Selanjutnya inter cross Jepang dikawinkan dengan F1 inter
cross Cina, sehingga diperoleh F1 double cross. F1 double cross ini memilki sifat-
sifat yang lebih baik dibandingkan dengan ras asli, karenanya kini lebih banyak
dikembangkan dibandingkan Cina atau Jepang asli. Kupu tersebut memilki daya
tahan yang lebih baik terhadap penyakit, umur reproduksinya lebih pendek
dibandingkan Jenis Jepang (Guntoro, 1994).
Ciri-ciri ulat sutera Jepang antara lain :
a. Umur produksinya relatif lebih panjang dibanding Cina
b. Lebih lemah sehingga lebih rentan terhadap serangan penyakit
c. Bentuk kokon seperti kacang tanah
d. Kulit kokon tebal, sehingga produksi kokon amat tinggi, lebih tinggi
dibandingkan dengan produksi Cina.
Ciri-ciri ulat sutera ras Cina antara lain :
a. Umur produksinya lebih pendek
b. Bentuk kokon bulat
18
c. Kulit kokon tipis, sehingga produksinya lebih rendah dibandingkan dengan ras
Jepang
d. Daya tahan terhadap penyakit lebih baik.
B. Kualitas Kokon
Sunanto (1997), menyatakan bahwa hasil pemeliharaan ulat sutera adalah
kokon. Kualitas kokon ditentukan oleh jenis ulat, tingkat intensifikasi
pemeliharaan, dan kondisi lingkungan terutama cuaca dan iklim.
Dephut (2010), menyatakan bahwa dalam menentukan kualitas kokon
maka terlebih dahulu dilakukan seleksi kokon. Seleksi kokon merupakan
perlakuan untuk memisahkan kokon jelek, kokon cacat, dan kokon baik.
Adapun keguanaan dari seleksi kokon yaitu :
1. Menghasilkan kokon yang baik dan seragam serta mempunyai kualitas yang
tinggi
2. Jika dipintal maka akan menghasilkan benang sutera yang bagus dan
kualitasnya tinggi.
Adapun yang termasuk kokon jelek yaitu :
1. Kokon kotor di dalam
Kokon kotor dalam karena ulat sutera mati di dalam kokon.
2. Kokon kotor di luar
Kokon kotor luar yang disebabkan oleh kotoran-kotoran yang ada di tempat
atau ruangan pengokonan, terutama jika faktor kebersihan diabaikan dalam
usaha pemeliharaan ulat sutera.
19
3. Kokon kulit tipis
Kokon kulit tipis yang disebabkan oleh pemeliharaan ulat yang tidak baik.
4. Kokon berjamur
Kokon tersebut disebabkan oleh kondisi tempat penyimpanan kokon yang
kurang bersih sehingga menyebabkan kokon terserang bakteri
Yang termasuk dalam kokon jelek ini masih bisa di pintal tetapi hasil
benang suteranya akan jelek dan berwarna cokelat.
Adapun yang termasuk kokon cacat yaitu :
1. Kokon ganda/dobel
Kokon ganda, yaitu kokon yang isi pupanya 2 ekor atau lebih. Kokon kembar
ini ukurannya besar bagian kulitnya tebal dan bagian luarnya tampak tidak
teratur serta berkerut-kerut. Pada waktu dipintal, ujung seratnya ada 2 atau
lebih sehingga untuk membuat benang sutera biasa tidak dapat dijadikan
bahan.
2. Kokon berlubang
Kokon berlubang yang disebabkan telah keluarnya kupu-kupu dari dalam
kokon atau disebabkan oleh sebangsa lalat yang pada waktu stadia ulat
membuat lubang pada kulit kokon.
3. Kokon berbulu
Kokon berbulu, yakni kokon yang besar dan berkerut-kerut serta banyak
bulunya. Hal ini terjadi jika waktu ulat mengokon suhunya tinggi dan
udaranya kering.
20
4. Kokon berlekuk
Kokon berlekuk, yakni kokon yang begian tengahnya berlekuk yang
disebabkan oleh bibit ulatnya, suhu inkubasi yang tinggi. Kondisi pada waktu
pengokonan panas dan basah
5. Kokon ujung tipis (runcing)
Kokon ujung tipis yang disebabkan oleh jenis ulatnya atau karena telur-telur
selama inkubasi suhunya terlalu tinggi, selama pemeliharaan suhu rendah dan
basah, atau selama pengokonan suhu rendah tetapi kering.
6. Kokon cacat kerena alat pengokonan
Bentuk kokon tidak normal, ada simetris, besar sebelah, ada yang berkerucut
dan lain-lain. Ulat yang kurang kuat sering membentuk kokon seperti ini.
Penyebab lainnya karena jenis bibit yang kurang baik atau dikarenakan alat
pengokonan jelek (Nurcahyo dan Nazaruddin, 1991).
Adapun yang termasuk kokon baik yaitu :
1. Kokon bentuk normal dan sehat atau tidak cacat
2. Kokon bersih dan berwarna putih
3. Bagian dalam kokon tidak rusak atau hancur
4. Bagian lapisan serat-serat sutra (kulit kokon) keras, jika ditekan agak berat
Yang termasuk ke dalam kokon baik jika di pintal akan menghasilkan
benang sutera yang bagus.
21
C. Pengeringan
Menurut Dephut (2010), pengeringan merupakan kegiatan untuk
mematikan pupa dan mengurangi kadar air yang ada pada kokon.
Adapun tujuan dari proses pengeringan yaitu :
1. Mencegah keluarnya kupu-kupu.
2. Mengurangi kelembaban pada kokon sehingga kokon bisa disimpan lama di
bawah temperatur dan RH (kelembaban) yang normal.
agar kokon tidak rusak, sebelum dipintal kokon hasil panen perlu
diawetkan supaya tahan dalam penyimpanan. Pengawetan dilakukan dengan
mengeringkan kokon yang dapat dilakukan dengan penjemuran atau dengan oven,
sehingga beratnya tinggal 40% dari berat basah. Kokon yang diawetkan melalui
penjemuran dengan sinar matahari hanya tahan disimpan selama tujuh hari. Oleh
karena itu, kokon yang telah dikeringkan tersebut harus segera dipintal.
Sedangkan kokon yang pengeringannya dengan oven dapat tahan selama satu
bulan dalam penyimpanan (Guntoro, 1994).
D. Pemintalan (Reeling)
Pemintalan adalah suatu proses melepas satu atau lebih filamen dari kokon
dan menyatuhkannya menjadi sehelai benang (sutera mentah atau raw silk) dari
panjang yang diinginkan dan ukuran tertentu (Sugiarto, 1980).
Atmosoedarjo, dkk (2000) menyatakan Reeling benang sutera, atau silk
reeling, dalam arti luas adalah produksi benang sutera melalui proses pengeringan
kokon segar, penyimpanan, penyortiran dan pemasakan kokon kering, reeling dan
rereeling sampai menjadi benang sutera.
22
Proses reeling sutera adalah penyatuan beberapa filamen untuk dipintal
menjadi benang sutera. Ada banyak jenis alat pintal sutera, yang terpenting di
antaranya adalah mesin reeling otomatis
Industri reeling sutera di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga jenis,
yaitu: industri reeling sutera tradisional, semi otomatis dan otomatis. Reeling
tradisional, 23 yang banyak digunakan oleh para pengrajin sutera di Sulawesi
Selatan, Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan beberapa daerah lainnya,
menggunakan alat pintal generasi pertama, yang sangat sederhana, dengan
menggunakan tenaga manusia. Sedangkan industri reeling semi otomatis dan
otomatis menggunakan mesin modern, yang digerakkan dengan listrik (generasi
kedua dan ketiga).
Mesin reeling otomatis, pada umumnya, hanya digunakan untuk kokon
berkualitas prima yang memiliki keseragaman tinggi, sehingga memungkinkan
dipintal secara otomatis dengan kecepatan tinggi. Mesin semi otomatis dapat
digunakan untuk mengolah kokon kelas di bawahnya.
Pemintalan bertujuan untuk menghasilkan benang sutera setengah jadi.
Adapun tahap-tahap dari pemintalan yaitu :
1. Perebusan kokon
Menurut Sunanto (1997), Tujuannya untuk melarutkan serisin sehingga serat
kokon mudah terurai. air untuk memasak kokon harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut :
a. Jernih, bersih, dan bebas dari segala macam kotoran.
b. Netral atau sedikit alkalis dengan pH 6,8 – 8,5.
23
c. Kesadahannya 8º - 10º.
d. Sisa penguapan 0,15 – 0,20 gram/liter.
Dephut (2010), menyatakan bahwa adapun tujuan dari perebusan kokon
adalah untuk melarutkan atau melepaskan sebagian serisin (perekat pada serat
sutera sehingga dapat dengan mudah ditarik ujung seratnya. Dalam proses
perebusan terdapat tahapan-tahapan sebagai berikut :
I II III IV
50º C 95º C 80 - 90º C 50 - 60º C
Keterangan :
I. Membasahi kokon.
II. Menguapi kokon.
III. Memasak kokon
IV. Mendinginkan kokon.
Waktu perebusan ± 15 menit, tergantung tebal kulit kokon yang sudah
masak mempunyai ciri yaitu kokon melayang terisi air ¾ dan warna tidak putih
lagi (buram) dan agak licin.
24
2. Reeling (pemintalan)
Reeling (pemintalan) adalah suatu proses melepas satu atau lebih filamen
sutera dari kokon dan menyatukannya menjadi sehelai benang (sutera mentah
atau raw silk) dari panjang yang diinginkan dan ukuran tertentu (Sugiarto,
1980).
Menurut Dephut (1995), adapun tahap-tahap dari pemintalan yaitu :
a. Kokon yang telah dimasak di cari ujung seratnya
b. Kokon tersebut dipindahkan ke bak reeling.
c. Tiap 10 – 20 kokon dipintal menjadi 1 benang sutera. Jumlah kokon
menyatakan jumlah filamen dalam 1 benang. Benang yang dipintal akan
terkumpul dalam haspel yang perlu mendapat perhatian adalah air pada bak
reeling (pemintalan). Dengan temperatur yaitu diusahakan berkisar 40-60 ºC
dan jika temperatur kurang dari itu harus segera dilakukan penggantian
dengan air yang baru.
3. Re-reeling (penggulungan kembali)
Proses reeling adalah proses pemindahan benang sutera yang sudah dipintal
dari reel dengan keliling yang lebih kecil ke reel yang lebih besar ( keliling =
1,5 meter), untuk membuat untaian benang sutera dengan panjang, lebar, dan
berat sesuai standar. Juga untuk menurunkan tegangan yang ada pada reel kecil
(Atmosoedarjo, dkk 2000).
Menurut Dephut (1995), bahwa tujuan dari rereling adalah agar didapatkan
benang dengan panjang dan berat yang sama sehingga memudahkan untuk diukel.
25
Dengan alat re-reling dapat dicari ketebalan (besar) benang sutera melalui tahap-
tahap yaitu :
a. Pada ulat re-reling dipasang counter.
b. Hitung panjang lingkaran alat re-reeling.
c. Konversikan angka di counter dengan panjang benang.
d. Dengan rumus : ketebalan serat maka dapat dicari tebal/besar benang.
4. Pengeringan benang
Pengeringan benang memiliki tujuan yaitu untuk mengeringkan benang yang
masih basah pada rereeling sehingga dapat diukel. Adapaun caranya yaitu
Dephut (1995) :
a. Di jemur dibawah sinar matahari bersama alat rereelingnya.
b. Diangin-anginkan hinggga benang kering.
c. Benang diambil dari alat rereeling (½kering) kemudian dijemur atau
diangin-anginkan sehingga benang kering.
5. Ukel benang
Menurut Dephut (1995), ukel benang bertujuan untuk menjadikan benang
berbentuk ukelan (skein) sehingga mudah untuk dipacking. Adapun tahap-
tahap ukel benang yaitu :
a. Benang yang telah kering diputar beberapa kali.
b. Dilipat jadi 2 dan diputar lagi.
26
6. Packing
Packing adalah tahap terkahir dalam proses pemintalan. packing bertujuan
untuk mengumpulkan beberapa ukel (skein) menjadi berat tertentu (1 kg)
sehingga mudah untuk dipasarkan/dijual (Dephut, 1995).
Menurut Dephut (1999), Kualitas benang sutera yang dihasilkan
berbanding lurus dengan kualitas alat pintal yang dipakai, operator mesin pintal
dan kesadahan air yang digunakan.
Adapun alat pintal yang dipakai yaitu :
a. Alat pintal semiotomatis (APS)
Alat pintal semiotomatis adalah alat pintal dimana pada alat ini sudah terdapat
dinier detector (alat pengontrol ketebalan benang) sehingga ketebalan benang
sangat terjaga selama pemintalan benang berlangsung. Alat ini digunakan
dalam pengoperasiaanya sebagian besar digerakkkan oleh mesin (Byong-Ho,
1989).
27
E. DIAGRAM PROSES PEMINTALAN
28
Perebusan Kokon
Packing
Pemintalan (Reeling)
Wending
Ukel Benang
Penggulungan Ulang (Rereeling)
Seleksi Kokon
Pengeringan Kokon (Oven)
F. Benang Sutera
Menurut Atmosoedarjo, dkk (2000), Benang sutera atau benang sutera
mentah adalah benang sutera yang dihasilkan dari kokon, tanpa dicuci atau
dibuang lapisan serisinnya. Serisin merupakan perekat yang terdapat pada
permukaan serat. Serisin tidak larut dalam air dingin tetapi menjadi lunak di
dalam air panas dan larut sebagian. Serisin juga menyebakan serat sutera menjadi
kaku dan kasar sehingga harus dihilangkan sebagian. Dalam pemasakan, lilin dan
garam-garam mineral ikut dihilangkan (Samsijah dan L. Andadari, 1997).
Benang sutera saat ini dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu benang
sutera hasil reeling dengan manual dan benang sutera hasil reeling dengan mesin
semi otomatis. Benang sutera merupakan untaian yang bersimpul banyak. Simpul-
simpul disebabkan oleh putus benang pada re-reling serta ketidaknormalan dari
serat kokon.
Menurut Omura (1980), benang sutera dengan banyak simpul dapat
menyebabkan keuskaran pada waktu ditenun. Simpul-simpul ini mempengaruhi
mutu benang suteranya sesuai dengan ukuran kehalusannya, maka cacat ini
ditentukan dengan 2 macam pengujian, yaitu uji kebersihan dan uji kerapihan
(cleannes dan neatness test).
Benang sutera terbagi atas dua macam, yaitu “silk yarn” dan “spun silk”.
Silk yarm yaitu benang sutera mentah atau benang sutera yang harus melalui
proses degumming, yaitu proses membuang serisin dari filamen sutera sehingga
menghasilkan benang sutera yang lembut dan biasaya harganya mahal, sedangkan
29
spun silk yaitu benang sutera yang dipintal dari filamen sutera yang terpotong-
potong yang dihasilkan dari kokon cacat. Selain itu benang sutera juga terdiri dari
benang twist yaitu benang yang terdiri dari dari beberapa lembar benang dipilih
menjadi satu agar lebih kuat (Atmosoedarjo, dkk., 2000).
Pengujian benang sutera dilakukan untuk mengetahui benang sutera
tersebut. Pengujian benang dapat dilakukan secara visual dan melalui tes mekanik.
Pengujian benang secara visual dilakukan dengan cara menilai hasil akhir dari
pengolahan benang sutera mentah, misalnya warna benang dimana semakin putih
warna benang makin baik sebaliknya, semakin kusam atau makin kuning warna
benang semakin jelek.
Penilaian secara visual juga dapat dilakukan dengan melihat karakteristik
alami pada benang sutera, misalnya keseragaman warna dan ketebalan benang.
Sedangkan pada pengujian benang secara mekanik dilakukan dengan cara uji
jumlah putus benang, uji size deviasi (keseragaman ketebalan benang), uji
maksimum deviasi (simpangan ukuran benang terbesar), uji kebersihan, uji
kerapihan, uji kerataan, dan uji kekuatan tarik dan kemuluran benang. Hasil
benang yang sangat menentukan adalah size deviasi, kebersihan, kerapihan, dan
kerataan benang (Byung-Ho, 1987).
30
G. Klasifikasi Mutu Benang Sutera
Klasifikasi mutu benang sutera dibagi ke dalam 8 kelas. Hal ini sesuai
dengan klasifikasi mutu benag sutera yang berlaku di Korea dan Jepang, yaitu
dengan kelas 5A yang tertinggi dan kelas D yang terendah. Sedangkan parameter
yang diuji mengacu kepada standar yang dikeluarkan oleh ISA. Hal ini
disebabkan karena parameter-parameter tersebut lebih muda diuji dan lebih
sederhana pengelompokannya. Pengelompokan klasifikasi masih mengacu pada
standar luar negeri, dengan membagi ke dalam tiga ketebalan benag sutera yaitu
≤ 18 denier, 19-33 denier dan ≥ 34 denier. Sedangkan parameter pengujian
meliputi 4 uji pokok, yaitu size test, seriplane test number of breaks, evenness test
dan uji tambahan yaitu strength test (Atmosoedarjo, dkk., 2000).
1. Size Test : terdiri dari size deviation test dan maximum deviation.
Uji deviasi ketebalan (size deviation test) benang sutera. Semakin kecil nilai
yang diperoleh, semakin seragam ketebalan benang suteranya, yang berarti
semakin baik mutunya. Uji simpangan maksimum (maksimum deviation test)
bertujuan untuk mengetahui nilai maksimum yang diperoleh dari rata-rata
ketebalan benang sutera, dibandingkan dengan nilai deviasi ukurannya.
Semakin tinggi nilainya berarti semakin jelek mutunya.
2. Seriplane Test : terdiri dari uji kebersihan dan kerapihan. Uji ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat kebersihan dan kerapihan benang sutera. Semakin
tinggi nilainya, semakin baik mutunya.
31
3. Strengh Test : terdiri dari kekuatan dan kemuluran. Uji kekuatan bertujuan
untuk mengetahui kekuatan benang bila diberi beban. Semakin besar nilainya,
semakin baik mutunya.
4. Evenness Test : terdiri dari kerataan (evennes) II dan III. Uji ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat kerataan benang sutera. Angka II dan II
menunjukkan tingkatan kerataan. Semakin kecil nilainya, semakin baik
mutunya.
5. Number Of Breaks : Number Of Breaks atau jumlah putus bertujuan untuk
mengetahui daya tahan benang dalam menerima putaran. Semakin besar
nilainya, semakin rendah mutunya.
Atmosoedarjo,dkk (2000), menyusun klasifikasi mutu benang sutera
dengan nilai dari masing-masing parameter, yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Klasifikasi Kelas Mutu Benang Sutera Indonesia dengan Kehalusan ≤ 18 denier
ParameterKelas Benang Sutera
5A 4A 3A 2A A B C D
deviasi ketebalan 0,9 1,1 1,31,5 2 2,6
3,2 > 3,2
maksimum deviasi 1,5 1,8 2,12,6 3,3 4,4
5,5 > 5,5
kebersihan dan kerapihan 97 95 92 88 79 66 52 < 52
variasi kerataan II 22 32 44 58 74 84 94 > 94variasi kerataan III 1 2 6 13 22 > 22
Kekuatan 3,5 < 3,5kemuluran 19 18 < 18
jumlah putus 14 14 23 23 25 25 47 > 47
32
Tabel 2. Klasifikasi Kelas Mutu Benang Sutera Indonesia dengan Kehalusan 19-33 denier
ParameterKelas Benang Sutera
5A
4A
3A
2A A B C D
deviasi ketebalan 1,3
1,6
1,7
2,2
2,9 3,8 4,
8 > 4,8
maksimum deviasi 3,6
4,2 5 6,
1 78 10,4 14 > 14
kebersihan dan kerapihan 97 95 93 88 79 66 52 < 52
variasi kerataan II 8,5 15 23 34 46 61 75 > 75
variasi kerataan III 1 2 6 13 22 > 22Kekuatan 3,5 < 3,5kemuluran 19 18 < 18
jumlah putus 9 17 28 37 > 37
Tabel 3. Klasifikasi Kelas Mutu Benang Sutera Indonesia dengan Kehalusan ≥ 34 denier
ParameterKelas Benang Sutera
5A 4A 3
A2A A B C D
deviasi ketebalan 3,6
4,25 5 6,
1 7,9 11
15,2
> 15,2
maksimum deviasi 11 12,8 15 19 23,
532
42,6
> 42,5
kebersihan dan kerapihan 97 95 93 88 79 6
6 52 < 52
variasi kerataan II 3 7 13 20 30 42 56 > 56
variasi kerataan III 1 2 6 13 22 > 22Kekuatan 3,5 < 3,5kemuluran 19 18 < 18
jumlah putus 1 5 12 20 > 20
33
II. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan
Desember 2011 yang dilaksanakan di Balai Persuteraan Alam di Desa Bili-bili,
Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan ini sebagai berikut :
1. Alat pintal semi otomatis (APS)
2. Alat perebusan
3. Kertas label
4. Sikat halus
5. kamera digital
6. alat tulis menulis
7. baskom
8. karet gelang
9. pedati benang
10. Kompor
11. Gunting
12. Winding yaitu alat untuk menggulung ulang kedalam pedati (klos), alat ini
digunakan untuk menghitung jumlah putus benang.
34
13. denier balance tester (timbangan) yaitu alat yang digunakan untuk menghitung
kehalusan benang.
14. Papan inspeksi (panel) untuk mengukur tingkat kerataan benang dan uji
kerapihan dan kebersihan benang.
15. satu unit Seriplane Tester yaitu alat untuk menggulung kedalaman panel
(papan plat hitam), benang sutera yang digulung dapat diatur besar deniernya.
16. Standar Foto Graf yaitu foto benang sutera yang baku dari pemerintah jepang
standar ini memperlihatkan persentase kerapihan kebersihan, dan persentase
variasi kerataan benang sutera.
17. Ruang uji benang sutera (allumination deffect).
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kokon dari Ras Cina
Hibrid sebanyak 700 kokon, dan F1 Perum Perhutani 700 kokon.
C. Variabel yang diamati
Variabel yang dipakai dalam pengujian mutu benang (Budisantoso, 1992)
adalah sebagai berikut :
a. Ketebalan benang
1. Simpangan ukuran : simpangan kehalusan benang sutera dari contoh yang
diuji (menunjukkan keseragaman ketebalan benang)
Standar Deviasi(SD )=√∑ ¿¿¿¿Dimana :
SD = Simpangan Ukuran
Xi = Nomor Sampel
35
X = Kehalusan Benang yang diuji
n = Jumlah Sampel Yang Dihitung
2. Simpangan maksimum : simpangan kehalusan benang sutera maksimum.
b. Kebersihan : kebersihan benang sutera yang ditunjukkan dengan jumlah
cacat/bintik-bintik besar pada benang (%).
c. Kerapihan : kebersihan benang sutera yang ditunjukkan dengan jumlah
cacat/bintik kecil pada benang (%).
d. Kerataan : untuk menyatakan nilai cacat berdasarkan lebar jalur kerataan cacat
pada benang (tebal/tipis)
e. Kekuatan : kemampuan benang sutera untuk menahan beban sampai putus
(g/denier).
f. Kemuluran : pertambahan panjang contoh sebelum benang putus akibat
adanya beban dan tidak kembali pada panjang semula.
g. Jumlah putus : jumlah putus benang selama benang digulung.
D. Pelaksanaan penelitian
1. Kokon diseleksi dengan cara memisahkan kokon yang normal dengan kokon
yang jelek. Catat semua data hasil pengamatan.
2. Keringkan kokon menggunakan oven dengan temperatur 110º C selama 10
menit untuk mematikan pupa dan mengurangi kadar air yang ada pada kokon
sampai mencapai tingkat kekeringan yang diinginkan.
3. Perebusan kokon dilakukan dengan cara, memanaskan air hingga mendidih
dalam panci perebusan, selanjutnya masukkan kokon kedalam air yang telah
mendidih agar perebusan dapat merata, kokon sering diaduk atau dibalik
36
dengan menggunakan sendok berlubang atau baskom. Tujuan perebusan
kokom yaitu untuk melarutkan atau melepaskan serisin (perekat) pada serat
sutera sehingga dapat dengan mudah di tarik ujung seratnya.
4. Setiap 1 jenis kokon, perlakuan terdiri dari 700 butir kokon
5. Ujung-ujung serat kokon (±20 butir) ditarik dan disatukan membentuk satu
untaian filamen, kemudian dimasukkan ke dalam lubang mangkok porselin
yang kemudian di pintal
6. benang hasil pintalan (reeling) selanjutnya direreling membentuk untaian lebih
besar sesuai standar.
7. Tiap untaian benang yang telah direreling kemudian dilanjutkan ke mesin
winding untuk menggulung benang kedalam pedati klos.
8. Benang hasil pemintalan diamati :
a. Uji jumlah putus pada saat penggulungan ulang
Dari hasil benang yang telah dipintal kemudian ditimbang perukel,
selanjutnya digulung pada penggulungan pedati. Pada saat waktu
penggulungan ulang dihitung berapa kali putus, yang sebelumnya
disesuaikan beban dan kecepatan mesin winding.
b. Penentuan ketebalan benang.
Benang yang telah digulung pada klos selanjutnya digulung pada kincir
penggulung sebanyak 7 ukel/untai kecil tiap sampel benang. Ukel kecil
benang tersebut masing-masing ditimbang dengan menggunakan denier
balance tester (timbangan) untuk diamati ketebalan benang, keseragaman
ketebalan benang terkecil, dan ketebalan benang terbesar.
37
c. Uji kekuatan dan kemuluran benang
Benang yang telah ditimbang pada timbangan denier, dilakukan uji
kekuatan dengan mengambil 7 sampel ukelan benang. Setiap sampel ditarik
sampai putus dengan beban tertentu. Hasil pengujian dapat dilihat (tertera
pada grafik pengamatan tenacity dan elongation), selnajutnya hasil dapat
dibaca.
d. Kebersihan, kerapihan dan kerataan benang sutera
Setelah benang diwinding kemudian dipindahkan kepenggulungan
seriplane yang disesuaikan dengan besar benang. Selanjutnya benang yang
telah digulung pada alat seriplane, dipindahkan ke ruang uji benang untuk
dilihat tingkat kebersihan dan kerapihan serta kerataan. Dengan memberi
sinar lampu proyeksi pada sampel. Jarak pandang pengamatan untuk
kerapihan dan kebersihan benang sejauh 0,5 meter, kemudian untuk
penetuan nilainya disesuaikan dengan standar fotograf. Untuk pengamatan
variasi kerataan dilakukan dengan jarak 2 meter. Sampel dilihat dari kiri
kekanan dari panel 1 hingga panel ke 7, kemudian dibandingkan dengan
standar fotograf. Setiap panel dihitung jumlah cacat benangnya, selanjutnya
dicatat pada blangko yang tersedia.
E. Analisis Data
Analisis ini menggunakan standar mutu benang sutera dan uji-t. Percobaan
ini dilakukan dengan dua perlakuan yaitu ras Cina dan ras Perum Perhutani.
Masing-masing perlakuan diulangi tujuh kali dengan menggunakan SPSS 17,0.
Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :
38
H0 : µ 1 = µ 2
H1 : µ 1 ≠ µ 2
Dengan statistik uji yang digunakan adalah statistik t :
th
=X1 −X2
√( S12/n1)+( S
22/n2 )
1. Jika ragam kedua populasi sama digunakan statistik :
th
=X1 −X2
Sp√ 1n1
+ 1n2 ; db = n1 + n2 – 2
Sp =
√ (n1 - 1) S12+(n2 - 1 )S2
2
n1 + n2 - 2
2. Jika ragam kedua populasi tidak sama digunakan statistik :
th
=X1 −X2
√( S12/n1)+( S
22/n2 )
db
=( S1
2
n1+
S22
n2)
( S1
n1 )2
n1− 1+
(S2n2 )
2
n2− 1
Keterangan :
X1 = rata-rata respon pengamatan pada varian china
39
X2 = rata-rata respon pengamatan pada varian perum
S1 = Simpangan baku dari rata-rata respon pengamatan pada varian china
S2 =Simpangan baku dari respon pengamatan pada varian perum
n1 = jumlah pengamatan pada varian china
n2 = jumlah pengamatan pada varian perum
Kaidah keputusan yang digunalan untuk taraf nyata α adalah sebagai berikut:
Jika –t1 - ½ ά <th<½ ά, dimana t1 - ½ ά diperoleh dari distribusi t dengan db = (n1
+ n2 – 2) dan peluang (1 - ½ ά) diputuskan terima H0 untuk harga-harga t lainnya
tolak H0. Penolakan H0 berarti terdapat suatu perbedaan yang nyata dari rata-rata
variabel yang diamati antara kedua cara pengeringan.
40
IV. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengujian mengenai perbedaan mutu benang sutera antara varietas
China dan Perum sebagai standar mutu yang diterapkan adalah kebersihan
(cleannes) , kerapihan (neatness), kerataan (evenness), putus benang, uji kekuatan
tarik (tenacity), uji kemuluran benang (elongation) dan Size Test. Berdasarkan
hasil pengamatan selama penelitian adalah sebagai berikut :
Tabel 1. uji-t Perbandingan karakteristik benang ulat sutera pada deviasi Cina dan Perum Perhutani
Variabel Penelitian Varian China Varian Perum Perhutani SigKebersihan (Cleanness) 95,24 96,5 0.289tn
Kerapihan (Neatness) 97,54 97,82 0.512tn
Kerataan (Evenness) II 3,57 4,29 0.374tn
Kerataan (Evenness) III 13,57 3,86 0.002*Persentase Jumlah Putus (%) 1 3,14 0.041*Denier 42,43 49 0.027*Kekuatan (Kg) 11,39 15,29 0.101tn
Kemuluran (%) 24,57 23,71 0.889tn
Tabel 2. standar mutu benang sutera Cina dan Perum Perhutani
No Variabel Varian Cina Varian Perum PerhutaniRata-Rata Mutu Rata-Rata Mutu
1 Kebersihan 95,24 4A 96,5 5A2 Kerapihan 97,54 5A 97,82 5A3 Kerataan II 3,57 5A 4,29 5A4 Kerataan III 13,57 A Dan B 3,86 3A 5 Persentase Jumlah Putus 1 5A 3,14 3A Dan 2A6 Denier : A. Standar Deviasi (SD) 3,4 5A 6 2A B. Maksimum Deviasi (MD) 6,5 5A 9 5A7 Kekuatan 2,6 D 3,1 D8 Kemuluran 25,57 5A 23,71 5A
41
Kebersihan dan kerapihan merupakan indikator untuk mengetahui mutu
benang sutera dilihat dari segi cacat benang berupa bintik-bintik dan tebal tipisnya
cacat tersebut yang terdapat pada benang, semakin tinggi nilainya semakin baik
mutu benang tersebut atau dengan kata lain semakin sedikit cacat yang terdapat
pada benang. Berdasarkan pada tabel 1 menyatakan bahwa antara Cina tidak
berbeda nyata (hampir sama) dengan nilai yaitu 95,24% dan 96, 5%. Sedangkan
menurut tabel 2. Untuk variabel kebersihan sampel Perum Perhutani memiliki
nilai yaitu 96,5% termasuk Grade 5A dan Cina memiliki nilai yaitu 95,24
termasuk 4A. Hal yang mempengaruhi standar mutu benang sutera yaitu
kebersihan benang tidak dipengaruhi oleh alat pintal tetapi akibat dari kotoran
yang berasal dari kokon itu sendiri.
Untuk variabel neatness/kerapihan berdasarkan pada tabel 1. Menunjukkan
bahwa antara cina dengan nilai 97,54 dan Perum Perhutani dengan nilai 97,82
berbeda tidak nyata. Sedangkan pada tabel 2. Menyatakan bahwa sampel Cina dan
Perum Perhutani sama-sama termasuk grade 5A, jenis ini lebih tinggi dari yang
lain. Hal yang mempengaruhi standar mutu benang pada variabel kerapihan yaitu
pada penggunaan air perebusan yang dilakukan berulang-ulang kali yang
menyebabkan benang kurang bersih.
Untuk variabel evenness/kerataan temasuk salah satu pengujian pokok
dalam penentuan mutu benang sutera. Berdasarkan data pada tabel 1. Untuk
variabel kerataan II menyatakan bahwa antara Cina dan Perum Perhutani berbeda
tidak nyata. Cina memiliki nilai yaitu 3,57 dan Perum Perhutani memiliki nilai
yaitu 4,29. Untuk tabel 2. Pada Mutu benang sutera menyatakan bahwa sampel
42
Perum dan Cina termasuk grade 5A yaitu jenis ini lebih tinggi dari yang lain
Sedangkan untuk kerataan III pada tabel 1 menyatakan bahwa berbeda nyata
antara Cina dengan nilai 13,57 dan Perum Perhutani dengan nilai 3,86 Hal yang
mempengaruhi standar mutu pada tabel II pada variabel kerataan yaitu karena
penambahan jumlah kokon yang sudah mulai menipis atau habis pada saat
pemintalan diperlukan perhitungan yang tepat akan menghasilkan benang yang
ketebalannya tidak seragam. Pada tabel 2. Cina memiliki nilai yaitu 13,57
termasuk grade A dan B dan Perum Perhutani memiliki nilai yaitu 3,86 termasuk
grade 3A.
Dari hasil pengujian pada tabel 1 untuk variabel jumlah putus benang
dapat diketahui bahwa untun Cina dan Perum Perum Perhutani berbeda nyata
antara nilai Cina memiliki nilai yaitu 1 dan Perum Perhutani memiliki nilai
yaitu 3,14. Hal yang menyebabkan sering putusnya benang yaitu keahlian
operator untuk mencari ujung benang yang akan diputar, salah menentukan
ujung benang yang akan diputar membuat benang tersebut kusut dan akhirnya
sering putus. Untuk pengujian mutu benang pada tabel 2 diketahui bahwa
China memiliki jumlah putus hanya 1 kali dan masuk ke dalam Grade 5A
sedangkan pada benang jenis Perum Perhutani memiliki jumlah putus yaitu
3,1 dan termasuk grade 3A.
43
Berdasarkan pada tabel 1 untuk variabel denier diketahui bahwa Cina dan
Perum Perhutani berbeda tidak nyata dengan nilai 42,43 dan 49. Sedangkan pada
tabel 2 diketahui bahwa untuk untuk variabel denier yang diamati adalah standar
deviasi (SD) dan maksimum deviasi (MD) pada (lampiran 11 dan 12). Untuk
standar deviasi benang sutera Perum Perhutani dengan nilai 6 termasuk dalam
grade 2A. Dan benang sutera China dengan nilai 3,4 termasuk ke dalam grade 5A
dan Untuk simpangan maksimum semua sampel benang sutera termasuk ke dalam
grade 5A. jenis ini lebih tinggi dari yang lain. Standar (SD) dan Maksimum
Deviasi (MD) adalah dua parameter yang menunjukkan kualitas benang sutera.
Semakin kecil nilai kedua parameter tersebut menujukan semakin bagus
kualitasnya karena menunujukkan semakin seragamnya ketebalan benang yang
dihasilkan.
Untuk variabel kekuatan pada tabel 1 diketahui bahwa antara Cina dan
Perum Perhutani berbeda tidak nyata dengan nilai 11,39 dan 15, 29. Untuk tabel 2
pada mutu benang sutera yang diamati kekuatan pada (lampiran 11 dan 12)
memiliki nilai yaitu 3,1 termasuk grade D dan untuk Cina dengan nilai 2,6
temasuk grade D.
Hasil pengujian pada kemuluran benang pada tabel 1 menyatakan bahwa
Cina memiliki nilai 24,57% dan Perum perhutani dengan nilai 23,71% yaitu
berbeda tidak nyata. Sedangkan pada tabel 2 meyatakan bahwa semua sampel
benag sutera termasuk grade 5A dimana jenis ini lebih tinggi dari yang lain.
44
V. Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan
sebagai berikut :
1. Pada uji-t dinyatakan bahwa Cina lebih unggul dibandingkan dengan
Perum Perhutani.
2. Untuk standar mutu benang sutera menyatakan bahwa Cina lebih
unggul pada kerapihan, kerataan II, Persentase Jumlah Putus, Standar
Deviasi, Masimum Deviasi, dan Kemuluran sedangkan Perum
Perhutani hanya pada Kebersihan dan Kerataan III.
A. Saran
Sebaiknya mutu kokon Perum Perhutani lebih dikembangkan lagi
sehingga dapat menghasilkan kualitas benang sutera yang lebih baik daripada
Benang China.
45
DAFTAR PUSTAKA
Atmosoedarjo, H.S. Junus, K. Kaomini, M. Wardono dan Wibowo. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Dan Wana Jaya. Jakarta.
Budisantoso, H., 1992. Pengaruh Operator Dan Alat Pintal Terhadap Mutu Benang Sutera. Jurnal Penelitian Kehutanan Vol. VII/Nomor 3. BP3A. Ujung Pandang.
Brasla, A dan matei. 1997. Pelatihan Pembibitan Ulat Sutera II Oleh Ahli Dari Reumania. Materi PPUS Cardiroto, Jawa Tengah.
Byung-Ho. K, 1987. Silk Textile Engineering, Sericulture Development Project FAQ/UNDP Pallekelle, Kundasale, Sri Langka.
Departemen kehutanan, 1995. Pedoman budidaya sutera. Departemen kehutanan direktorat jenderal reboisasi dan rehabilitasi lahan. Balai persuteraan alam, ujung pandang.
Departemen Kehutanan, 2010. Pedoman Teknik Budidaya Sutera Alam. direktorat jenderal reboisasi dan rehabilitasi lahan. Balai persuteraan alam, ujung pandang.
Guntoro, S. 1994. Budidaya Ulat Sutera. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Handoro, W., 1997. Budi Daya Ulat Sutera. CV Sinar Cemerlang Abadi, Jakarta.
Krishnaswami, S., M.N. Narasimhana And S.K. Suryanarayan. 1973. Manual On Sericulture. Silkworm Rearing. Agriculture Vision Food And Agric. Organization Of The United Nations, Rome.
Nurcahyo dan Nazaruddin, 1991. Budi Daya Ulat Sutera. Penerbit Swadaya. Jakarta.
Omura, 1980. Silkworm rearing technics in tropics. Japan internasional coorperation agency, tokyo, japan.
Samsijah dan A.S. kusumaputra. 1978. Pembibitan Ulat Sutera. Lembaga Penelitian, Bogor.
Samsijah dan L. Andadari. 1992. Petunjuk Teknis Budidaya Ulat Sutera (Bombys mori L.). Pusat Dan Pengembangan Hutan. Departemen Kehutanan, Bogor.
46
Samsijah Dan Kusumaputera. 1997. Pengaruh Saat Pengokonan Ulat Sutera Terhdap Mutu Kokon Dan Jumlah Telur. Laporan Nomor 256. Departemen Pertanian. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor, Jawa Barat.
Sunanto. H., 1996. Budidaya Murbei dan Usaha Persuteraan Alam. Kanisius. Yogyakarta.
Tazima, Y. 1972. Hand book of silkworm rearing. Fuji Publishing Co., Ltd., Tokyo.
47
48
Lampiran 1. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Ulangan 1)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No.Kebersihan Kerapiha
n Kerataan
Super Major Major Minor Nilai V1 V2 V3
1 - - - 60 - - 102 - 1 1 75 - 2 -3 - - 7 60 - - 104 - - - 100 - - -5 - - - 90 - 1 -6 - 2 1 75 - - -7 - - - 100 - - -
jumlah 0 3 9 - 3 20
b. Hasil perhitungan
PengamatanJumla
h Kesalahan
Kebersihan
Super Major (-1) 0Major (-0,4) 3 1,2Minor (-0,1) 9 0,9
Jumlah Kesalahan (A) - 2,1
Kerapihan
80% (0) - 075% (0,25) 2 0,570% (0,50) - -65% (0,75) - -
60% (1) 2 -55% (1,.25) - -50% (1,50) - -40 % (2) - -
30 % (2,50) - -20 % (3) - -
10 % (3,50) -Jumlah Kesalahan (B) 2,5Jumlah Kesalahan Total 4,6Nilai Kebersihan (100 % - A) 97,9Nilai Kerapihan (100 % - B) 97,5
49
Lampiran 2. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Ulangan 2)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No.Jumlah Kerapihan Kerataan
Super Major Major Minor Nilai V1 V2 V3
1 - 2 2 65 - - 52 - - - 75 - - 13 - 1 1 75 - 5 -4 - - - 75 - 1 -5 3 1 5 70 - 2 26 - - - 100 - - -7 - - - 100 - - -
Jumlah 3 4 8 - 6 8
b. Hasil Perhitungan
PengamatanJumla
h Kesalahan
KEBERSIHAN
Super Major (-1) 3 3Major (-0,4) 4 1,6Minor (-0,1) 8 0,8
Jumlah Kesalahan (A) 5,4
KERAPIHAN
80% (0) - -75% (0,25) 3 0,7570% (0,50) 1 0,565% (0,75) 1 0,75
60% (1) 1 155% (1,.25) - -50% (1,50) - -40 % (2) - -
30 % (2,50) - -20 % (3) - -
10 % (3,50) - -Jumlah Kesalahan (B) 3Jumlah Kesalahan Total 8,4Nilai Kebersihan (100 % - A) 94,6Nilai Kerapihan (100 % - B) 97
50
Lampiran 3. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Ulangan 3)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No.Kebersihan Kerapihan Keratan
Super major
Major Minor Nilai V1 V2 V3
1 - - 4 60 - - 102 - 1 1 75 - 1 -3 - - 5 60 - - 104 - - - 100 - - -5 - - - 100 - - -6 - 2 1 75 - 2 -7 - - - 100 - - -
Jumlah 0 3 11 - 3 20
b. Hasil perhitungan
Pengamatan Jumlah Kesalahan
KEBERSIHAN
Super Major (-1) 0Major (-0,4) 3 1,2Minor (-0,1) 11 1,1
Jumlah Kesalahan (A) 2,3
KERAPIHAN
80% (0) - -75% (0,25) 2 0,570% (0,50) - -65% (0,75) - -
60% (1) 2 255% (1,.25) - -50% (1,50) - -40 % (2) - -
30 % (2,50) - -20 % (3) - -
10 % (3,50) - -Jumlah Kesalahan (B) 2,5Jumlah Kesalahan Total 4,8Nilai Kebersihan (100 % - A) 97,7Nilai Kerapihan (100 % - B) 97,5
51
Lampiran 4. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Ulangan 4)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No.Kebersihan
Kerapihan Kerataan
Super Major Major Minor Nilai V1 V2 V3
1 - - 1 60 - - 102 3 - 5 85 - 1 -3 - - - 60 - - 104 - - 4 75 - 1 -5 2 5 6 70 - - -6 - - 1 60 - - -7 1 - 5 75 - - -
Jumlah 6 5 22 - 2 30
b. Hasil Perhitungan
PengamatanJumla
h Kesalahan
KEBERSIHAN
Super Major (-1) 6 6Major (-0,4) 5 2Minor (-0,1) 22 2,2
Jumlah Kesalahan (A) 10,2
KERAPIHAN
80% (0) - -75% (0,25) 2 0,570% (0,50) 1 0,565% (0,75) - 0
60% (1) 3 355% (1,.25) - -50% (1,50) - -40 % (2) - -
30 % (2,50) - -20 % (3) - -
10 % (3,50) - -Jumlah Kesalahan (B) 4Jumlah Kesalahan Total 14,2
52
Nilai kebersihan (100 % - A) 89,8Nilai Kerapihan (100 % - B) 96
Lampiran 5. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Ulangan 5)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No.Jumlah Kerapihan Kerataan
Super Major Major Minor nilai V1 V2 V3
1 - - 2 80 - 2 -2 - - - 70 - - 13 - - 6 75 - - 54 - - - 90 - - -5 - 1 2 75 - - 26 2 - - 80 - 2 -7 - 2 6 70 - - -
Jumlah 2 3 16 - 4 9
b. Hasil Perhitungan
PengamatanJumla
hKesalaha
n
KEBERSIHAN
Super Major (-1) 2 2
Major (-0,4) 3 1,2Minor (-0,1) 16 1,6
Jumlah Kesalahan (A) 5,3
KERAPIHAN
80% (0) 2 -75% (0,25) 2 0,570% (0,50) 2 165% (0,75) - -
60% (1) - -55% (1,.25) - -50% (1,50) - -40 % (2) - -
30 % (2,50) - -
53
20 % (3) - -10 % (3,50) - -
Jumlah Kesalahan (B) 1,5Jumlah Kesalahan Total 6,3Nilai Kebersihan (100 % - A) 95,2Nilai Kerapihan (100 % - B) 98,5
Lampiran 6 pengujian mutu benang sutera Cina (Ulangan 6)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No.Jumlah
Kerapihan Kerataan
Super Major Major Minor nilai V1 V2 V3
1 - - 2 80 - 2 -2 - - - 70 - - 33 - - 6 75 - - 24 - - 5 75 - - 15 - - 2 85 - - 16 1 - - 80 - - 17 - 4 6 70 - 1 -
Jumlah 3 4 21 - 3 8
b. Hasil Perhitungan
PengamatanJumla
h Kesalahan
CLEANNESS
Super Major (-1) 0Major (-0,4) 4 1,6Minor (-0,1) 21 2,1
Jumlah Kesalahan (A) 3,7
NEATNESS
80% (0) 2 075% (0,25) 2 0,570% (0,50) 2 165% (0,75) 1 0,75
60% (1) - 055% (1,.25) - 050% (1,50) - 040 % (2) - 0
54
30 % (2,50) - 020 % (3) - 0
10 % (3,50) - 0Jumlah Kesalahan (B) 2,25Jumlah Kesalahan Total 5,95Nilai Cleanness (100 % - A) 96,3Nilai Neatness (100 % - B) 97,75
Lampiran 7 pengujian mutu benang sutera Cina (Ulangan 7)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No.Jumlah kerapiha
n kerataan
Super Major Major Minor nilai V1 V2 V3
1 - - 2 80 - 2 -2 - - - 70 - - 13 - - 6 75 - - 54 - - - 90 - - -5 - 1 2 75 - - 16 2 - - 80 - - 27 - 2 6 70 - 2 -
Jml 2 3 16 - - 4 9
b. Hasil Perhitungan
Pengamatan Jumlah Kesalahan
CLEANNESS Super Major (-1) 2 2Major (-0,4) 3 1,2Minor (-0,1) 16 1,6
Jumlah Kesalahan (A) 4,8
NEATNESS
80% (0) 2 075% (0,25) 2 0,570% (0,50) 2 165% (0,75) - 0
60% (1) - 055% (1,.25) - 050% (1,50) - 040 % (2) - 0
55
30 % (2,50) - 020 % (3) - 0
10 % (3,50) - 0Jumlah Kesalahan (B) 1,5Jumlah Kesalahan Total 6,3Nilai Cleanness (100 % - A) 95,2Nilai Neatness (100 % - B) 98,5
Lampiran 8. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Ulangan 1)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No.Jumlah Kerapihan Kerataan
Super Major Major Minor Nilai V1 V2 V3
1 - - 1 80 - - -2 - - 100 - - -3 2 2 80 - - -4 - - - 70 - 1 -5 - - - 100 - - -6 - - - 75 - - 47 - - 1 75 - 2 -
Jumlah 2 0 4 - 3 4
b. Hasil Perhitungan
Pengamatan Jumlah Kesalahan
KEBERSIHAN
Super Major (-1) 2 2Major (-0,4) - -Minor (-0,1) 4 0,4
Jumlah Kesalahan (A) 2,4
KERAPIHAN
80% (0) 2 -75% (0,25) 2 0,570% (0,50) 1 0,565% (0,75) - -
60% (1) - -55% (1,.25) - -50% (1,50) - -40 % (2) - -
56
30 % (2,50) - -20 % (3) - -
10 % (3,50) - -Jumlah Kesalahan (B) 1
Jumlah Kesalahan Total 3,4Nilai Kebersihan (100 % - A) 97,6Nilai Kerapihan (100 % - B) 99
Lampiran 9. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Ulangan 2)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No.Jumlah Kerapihan Kerataan
Super MajorMajo
r Minor Nilai V1 V2 V31 - - 1 80 - - -2 - - - 75 - - -3 2 - 5 75 - - -4 - 4 - 70 - - 15 - - 3 75 - 1 -6 - 1 - 80 - 1 47 - - - 90 - 2 -
Jumlah 2 5 6 - 4 5
b. Hasil Perhitungan
PengamatanJumla
hKesalaha
n
KEBERSIHAN
Super Major (-1) 2 2Major (-0,4) 5 2Minor (-0,1) 9 0,9
Jumlah Kesalahan (A) 4,9KERAPIHAN 80% (0) 1 -
75% (0,25) 1 0,2570% (0,50) 2 165% (0,75) 2 1,5
60% (1) - -55% (1,.25) - -50% (1,50) - -
57
40 % (2) - -30 % (2,50) - -
20 % (3) - -10 % (3,50) - -
Jumlah Kesalahan (B) 2,75Jumlah Kesalahan Total 7,65Nilai Kebersihan (100 % - A) 95,1Nilai Kerapihan (100 % - B) 97,25
Lampiran 10. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Ulangan 3)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No. JumlahKerapiha
n KerataanSuper Major Major Minor Nilai V1 V2 V3
1 - - - 100 - - -2 - 2 - 80 - 1 -3 - - 1 75 - 1 -4 - - 6 80 - 1 -5 - - 3 80 - - -6 - - 5 60 - - 27 - - 1 75 - - -
Jumlah 0 2 16 - 3 2
b. Hasil Perhitungan
Pengamatan Jumlah Kesalahan
KEBERSIHAN
Super Major (-1) - 0Major (-0,4) 2 0,8Minor (-0,1) 16 1,6
Jumlah Kesalahan (A) 2,4
KERAPIHAN
80% (0) 3 -75% (0,25) 2 0,570% (0,50) - -65% (0,75) - -
60% (1) - -55% (1,.25) - -
58
50% (1,50) - -40 % (2) - -
30 % (2,50) - -20 % (3) - -
10 % (3,50) - -Jumlah Kesalahan (B) 1,5Jumlah Kesalahan Total 3,9Nilai Kebersihan (100 % - A) 97,6Nilai Kerapihan (100 % - B) 98,5
Lampiran 11. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani(Ulangan 4)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No.Jumlah Kerapihan Kerataan
Super Major
Major Minor Nilai V1 V2 V3
1 - - 11 60 - 2 -2 - - 8 75 - 1 -3 - - - 100 - - -4 - - - 100 - - -5 - - 10 50 - 4 -6 - - - 80 - - -7 - - 3 80 - - -
Jumlah 0 0 32 - 7 0
b. Hasil Perhitungan
Pengamatan Jumlah Kesalahan
KEBERSIHAN
Super Major (-1) - 0Major (-0,4) - 0Minor (-0,1) 32 3,2
Jumlah Kesalahan (A) 3,2
KERAPIHAN
80% (0) - 075% (0,25) 1 0,2570% (0,50) - 065% (0,75) - 0
60% (1) 1 1
59
55% (1,.25) - 050% (1,50) 1 1,540 % (2) - 0
30 % (2,50) - 020 % (3) - 0
10 % (3,50) - 0Jumlah Kesalahan (B) 2,75Jumlah Kesalahan Total 5,95Nilai Kebersihan (100 % - A) 96,8Nilai Kerapihan (100 % - B) 97,25
Lampiran 12. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Ulangan 5)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No. KebersihanKerapiha
n Kerataan
Super Major Major Minor Nilai V1 V2 V3
1 - - 11 70 - - -2 - - - 100 - - 13 - - - 75 - 2 -4 - 6 60 - - -5 - - 3 70 - - -6 - - 1 75 - 2 37 - - - 75 - - -
Jumlah - 0 21 - 4 4
b. Hasil perhitungan
PengamatanJumla
hKesalaha
n
KEBERSIHAN
Super Major (-1) - -
Major (-0,4) - -Minor (-0,1) 21 2,1
Jumlah Kesalahan (A) 2,1KERAPIHAN 80% (0) - -
75% (0,25) 3 0,7570% (0,50) 2 1
60
65% (0,75) - -60% (1) 1 1
55% (1,.25) - -50% (1,50) - -40 % (2) - -
30 % (2,50) - -20 % (3) - -
10 % (3,50) - -Jumlah Kesalahan (B) 2,75
Jumlah Kesalahan Total 4,85Nilai Kebersihan (100 % - A) 97,9Nilai Kerapihan (100 % - B) 97,25
Lampiran 13. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Ulangan 6)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No.Kebersihan Kerapihan Kerataan
Super Major Major Minor Nilai V1 V2 V3
1 - - - 100 - - -2 - 2 - 65 - - 33 - - 6 75 - 2 -4 - 2 - 75 - 1 -5 - - 4 85 - - -6 - 3 8 60 - - 57 - - 3 80 - - -
Jumlah 0 7 21 - - 3 8
b. Hasil Perhitungan
Pengamatan Jumlah Kesalahan
KebersihanSuper Major (-1) - 0
Major (-0,4) 7 2,8Minor (-0,1) 21 2,1
Jumlah Kesalahan (A) 4,9
61
Kerapihan
80% (0) 1 075% (0,25) 1 0,2570% (0,50) - 065% (0,75) 1 0,75
60% (1) 1 155% (1,.25) - 050% (1,50) - 040 % (2) - 0
30 % (2,50) - 020 % (3) - 0
10 % (3,50) - 0Jumlah Kesalahan (B) 2
Jumlah Kesalahan Total 6,9Nilai Kebersihan (100 % -
A) 95,1
Nilai Kerapihan (100 % - B) 98Lampiran 14. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Ulangan 7)
a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan
No.Jumlah Kerapiha
n Kerataan
Super Major Major
Minor Nilai V1 V2 V3
1 - - 9 70 - 2 -2 - 2 6 60 - 1 -3 - - - 100 - - -4 - - - 100 - -5 - 1 10 65 - - 46 - - 5 80 - 3 -7 - - 4 75 - - -
Jumlah 0 3 34 - 6 4
b. Hasil Perhitungan
Pengamatan JumlahKesalaha
n
CLEANNESSSuper Major (-1) - 0
Major (-0,4) 3 1,2Minor (-0,1) 34 3,4
62
Jumlah Kesalahan (A) 4,6
NEATNESS
80% (0) 1 075% (0,25) 1 0,2570% (0,50) 1 0,565% (0,75) 1 0,75
60% (1) 1 155% (1,.25) - 050% (1,50) - 040 % (2) - 0
30 % (2,50) - 020 % (3) - 0
10 % (3,50) - 0Jumlah Kesalahan (B) 2,5
Jumlah Kesalahan Total 7,1Nilai Cleanness (100 % - A) 95,4Nilai Neatness (100 % - B) 97,5
Lampiran 15. Rata-rata Hasil Pengujian Cleannes, Neatness, Evenness
a. Benang Sutera China
Kode Sampel
PengamatanCleannes
s Neatness Evenness 1 Evenness 2 Evenness 3
C1 97,9 97,5 - 3 20C2 94,6 97 - 6 8C3 97,7 97,5 - 3 20C4 89,8 96 - 2 20C5 95,2 98,5 - 4 9C6 96,3 97,75 - 3 9C7 95,2 98,5 - 4 9
Jumlah 666,7 682,75 - 25 95Rata-Rata 95,24 97,54 0 3,57 13,57
b. Benang Sutera Perum Perhutani
Kode Sampel
PengamatanCleanness Neatness Evenness 1 Evenness 2 Evenness 3
B1 97,6 99 - 3 4B2 95,1 97,25 - 4 5B3 97,6 98,5 - 3 2
63
B4 96,8 97,25 - 7 0B5 97,9 97,25 - 4 4B6 95,1 98 - 3 8B7 95,4 97,5 - 6 4
Jumlah 675,5 684,75 - 30 27Rata-Rata 96,50 97,82 0 4,29 3,86
Lampiran 16. Pengujian Kekuatan dan Kemuluran Benang
a. Benang China
No.Sampel Besar Denier Tenacity (Kg) Elongation (%)1 41 17,8 82 45 14,6 133 39 13,2 304 41 10,9 255 41 5,3 306 49 4,8 467 41 13,1 20
Jumlah 297 79,7 185Rata-rata 42,43 11,39 24,57
Keterangan :
1. Denier maksimum= 49
2. Denier minimum = 39
3. Denier rata-rata = 42,43
64
4. Standar Deviasi ( SD )=√∑ ¿¿¿¿
= √11,61
= 3,4
5. Maximum Deviasi :
a. X – Denier Minimum = 42,43 – 39 = 3,4
b. Denier Maksimum – X = 49 – 42,43 = 6,5
Hasil terbesar dinyatakan sebagai nilai Maksimum Deviasi yaitu 6,5
6. Untuk mendapatkan hasil tenacity/kekuatan dalam satuan gram/denier
yaitu :
a. Ubah satuan tenacity dari kilogram menjadi gram
kekuatan (g/d) = 11,39 x 1000
100
= 113,9 gram
b. Tenacity dalam satuan gram dibagi dengan denier rata-rata (X)
Kekuatan (g/d) = 113,9 gram
42,43 denier
= 2,6 gram/denier
65
Lampiran 17 Pengujian Kekuatan dan Kemuluran Benang
b. Benang Perum Perhutani
No.Sampel Besar Denier Tenacity (Kg) Elongation (%)1 45 13,5 252 54 17,6 183 58 20,5 114 50 15 205 41 10,8 196 51 16,8 357 44 12,8 38
Jumlah 343 107 166Rata-rata 49 15,29 23,71
Keterangan :
1. Denier maksimum= 58
2. Denier minimum = 41
3. Denier rata-rata = 49
4. Standar Deviasi ( SD )=√∑ ¿¿¿¿
66
= √36
= 6
5. Maximum Deviasi :
c. X – Denier Minimum = 49 – 41 = 8
d. Denier Maksimum – X = 58 – 49 = 9
6. Untuk mendapatkan hasil tenacity/kekuatan dalam satuan gram/denier
yaitu :
c. Ubah satuan tenacity dari kilogram menjadi gram
kekuatan (g/d) = 15,29 x 1000
100
= 152,9 gram
d. Tenacity dalam satuan gram dibagi dengan denier rata-rata (X)
Kekuatan (g/d) = 152,9 gram
49 denier
= 3,1 gram/denier
67
Lampiran 18. Hasil Pengujian Jumlah Putus Benang Sutera Cina dan Perum
No Jumlah PutusCina Perum Perhutani
1 0 32 0 53 0 04 3 25 4 46 0 57 0 3
Jumlah 7 22Rata-Rata 1,00 3,14
68
Lampiran 19a. Analisis Uji T terhadap Kebersihan Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani
T-TEST
Group Statistics
jenis varian ulat sutera N Mean Std. DeviationStd.
Error Mean
Kebersihan (Cleaness)varian china 7 95.2429 2.71591 1.02652
varian perum 7 96.5000 1.26491 .47809
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
Kebersihan (Cleaness)
Equal variances assumed
,756 ,402 -1,110 12 ,289 -1,25714 1,13239 -3,72441 1,21013
-1,110 8,486 ,297 -1,25714 1,13239 -3,84264 1,32836
69
Lampiran 19b. Analisis Uji T terhadap Kerapihan Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani
T-Test
Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kerapian (Neatness) varian china 7 97.5357 .87117 .32927
varian perum 7 97.8214 .70289 .26567
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variancest-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of
the Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower
Kerapian
(Neatness)
Equal variances
assumed.016 .903 -.675 12 .512 -.28571 .42308 -1.20753
Equal variances
not assumed-.675 11.487 .513 -.28571 .42308 -1.21212
70
Lampiran 19c. Analisis Uji T terhadap Kerataan II Benang Sutera Cina dan oerum Perhutani
T-Test
Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kerataan (Evenness) Benang Sedang
varian china 7 3.5714 1.27242 .48093
varian perum 7 4.2857 1.60357 .60609
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variancest-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean DifferenceStd. Error
DifferenceLower
Kerataan (Evenness)
Benang Sedang
Equal variances
assumed
.577 .462 -.923 12 .374 -.71429 .77372 -2.40007
-.923 11.411 .375 -.71429 .77372 -2.40978
71
Lampiran 19d. Analisis Uji T terhadap Kerataan III Benang Sutera Cina dan oerum Perhutani
T-Test
Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Kerataan (Evenness) Benang Besar
varian china 7 13.5714 6.02376 2.27677
varian perum 7 3.8571 2.47848 .93678
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variancest-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean DifferenceStd. Error
DifferenceLower Upper
Kerataan (Evenness)
Benang Besar
Equal variances
assumed
27.014 .000 3.946 12 .002 9.71429 2.46196 4.35015 15.07843
3.946 7.975 .004 9.71429 2.46196 4.03389 15.39468
72
Lampiran 19e. Analisis Uji T terhadap Jumlah Putus Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani
T-Test
Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
persentase jumlah putus (%)
varian china 7 1.0000 1.73205 .65465
varian perum 7 3.1429 1.77281 .67006
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variancest-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean DifferenceStd. Error
DifferenceLower
persentase jumlah
putus (%)Equal variances assumed .059 .812
-2.287 12 .041 -2.14286 .93678 -4.18392
-2.287 11.994 .041 -2.14286 .93678 -4.18404
73
Lampiran 19f. Analisis Uji T terhadap Kekuatan Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani
T-Test
Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
kekuatanvarian china 7 11.3857 4.80188 1.81494
varian perum 7 15.2857 3.27639 1.23836
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variancest-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed)Mean
DifferenceStd. Error Difference
kekuatanEqual variances
assumed
1.016 .333 -1.775 12 .101 -3.90000 2.19717
-1.775 10.591 .105 -3.90000 2.19717
74
Lampiran 19g. Analisis Uji T terhadap Kemuluran Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani
T-Test
Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
kemuluranvarian china 7 24.5714 12.56791 4.75022
varian perum 7 23.7143 9.69045 3.66264
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality
of Variancest-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean DifferenceStd. Error
DifferenceLower
kemuluran Equal variances assumed.241 .632 .143 12 .889 .85714 5.99830 -12.21203 13.92631
.143 11.271 .889 .85714 5.99830 -12.30638 14.02067
75
Lampiran 19h. Analisis Uji T terhadap Denier Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani
T-Test
Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
deniervarian china 7 42.4286 3.40867 1.28836
varian perum 7 49.0000 6.00000 2.26779
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean DifferenceStd. Error
Difference
denierEqual variances
assumed
2.907 .114 -2.520 12 .027 -6.57143 2.60820
-2.520 9.508 .032 -6.57143 2.60820
76
77
Proses Pemintalan Benang Sutera
Gambar 1. Proses Pengeringan Kokon
Gambar 2. Perebusan Kokon
78
Gambar 3. Pemintalan Kokon (Reeling)
Gambar 4. Penggulungan ulang (Rereling)
Gambar 5. Wending
79