repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web...

112
PERBANDINGAN MUTU BENANG SUTERA CINA DAN PERUM PERHUTANI Oleh : NAILY SHOFIAH RASYID M11 107 003 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS HASANUDDIN 2012 1

Transcript of repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web...

Page 1: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

PERBANDINGAN MUTU BENANG SUTERA CINA DANPERUM PERHUTANI

Oleh :

NAILY SHOFIAH RASYIDM11 107 003

PROGRAM STUDI KEHUTANANFAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN2012

HALAMAN PENGESAHAN

1

Page 2: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Judul : Perbandingan Mutu Benang Sutera Ras Cina dan Perum Perhutani

Nama : Naily Shofiah Rasyid

Nim : M 111 07 003

Jurusan : Kehutanan

Skripsi ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat untuk MemperolehGelar Sarjana Kehutanan

Pada Jurusan KehutananFakultas Kehutanan

Universitas Hasanuddin

Menyetujui,

Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Baharuddin, M.P Dr. Ir. A. Sadapotto, M.P NIP. 196511051989031002 NIP. 197009151994031003

Mengetahui,

Ketua Jurusan KehutananFakultas Kehutanan

Universitas Hasanuddin

Dr. Ir. Beta Putranto, M.Sc NIP. 19540418197903 1 001

ABSTRAK

Naily Shofiah Rasyid (M11107003). Perbandingan Mutu Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani, di bawah bimbingan Baharuddin dan Andi Sadapotto

2

Page 3: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan mutu benang sutera Cina, dan Perum Perhutani. Penelitain ini dilakukan dengan beberapa tahap seleksi kokon, pengeringan kokon, perebusan, pemintalan reeling, winding.

Pengamatan dilakukan terhadap uji kebersihan, kerapihan, kerataan,uji jumlah putus, denier, kekuatan dan kemuluran benang. Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan uji-t dan berdasarkan standar mutu benang sutera.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada analisis uji-t untuk variabel kebersihan, Kerapihan, Kerataan II, Kekuatan, dan Kemuluran antara Cina dan Perum Perhutani berbeda tidak nyata atau relatif sama, sedangkan pada kerataan III, menunjukkan perbedaan yang sangat nyata, demikian pula dengan Denier, dan Jumlah Putus menunjukkan adanya perbedaan nyata. Sedangkan untuk mutu benang sutera menunjukkan bahwa pada variabel kebersihan antara Cina termasuk grade 4A dan Perum Perhutani termasuk grade 5A, pada variabel kerapihan, kerataan II, MD, dan Kemuluran antara Cina dan Perum sama-sama termasuk grade 5A. Kerataan III antara Cina termasuk grade A dan B dan Perum Perhutani termasuk grade 3A. Pada persentase jumlah putus Cina termasuk grade 5A dan Perum Perhutani termasuk 3A dan 2A. Sedangkan pada denier yang diamati SD Cina termasuk 5A dan pada Perum Perhutani temasuk 2A. Pada kekuatan Cina dan Perum Perhutani sama-sama termasuk grade D.

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur dan sembah sujud penulis hanturkan kehadirat Allah SWT

yang telah melimpahkan karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

3

Page 4: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

menyelesaikan penelitian yang berjudul Perbandingan Mutu Benang Sutera

Cina dan Perum perhutani. Penelitian ini merupakan salah satu syarat dalam

menyelesaikan studi pada jurusan kehutanan Fakultas Kehutanan Universitas

Hasanuddin.

Selama pelaksanaan kegiatan penelitian hingga selesainya penulisan

skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa

bimbingan dan arahan maupun dorongan moral dan material. Untuk itu penulis

menghanturkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Ir. Baharuddin, MP dan Dr.Ir. Andi Sadapotto, MP selaku

pembimbing sekaligus orang tua yang denan penuh keihklasan telah berkenan

memberikan tuntunan dan bimbingan saran dalam upaya lebih

menyempurnakan kandungan penelitian ini.

2. Bapak Dr. Ir. Beta Putranto, M. Sc, Gusmiaty, S.P, M.P, dan Dr. Ir. Bakri,

M. Sc selaku penguji

3. Bapak Dr. Ir. Musrizal Muin, M.Sc selaku Pembantu Dekan Bidang

Akademik

4. Bapak Ir. Baharuddin, MP dan Ibu Makarennu, S.Hut, M.Si selaku

penasehat akademik yang setia memberikan tuntunan dan nasehat.

5. Ibu Ira Tasqirawati selaku dosen HHBK yang selalu memberi dukungan dan

nasehat.

6. Baapak Mukrimin, S. Hut., M.P. selaku Kordinator Seminar atas

bantuannya.

7. Bapak Basri, Ibu Dewy selaku Bagian Tata Usaha atas Bantuannya selama

ini.

8. Bapak Hamdany, Parmin dan k’nurul atas bantuan dan bimbingannya

selama penelitian di BPA

9. Sahabat-sahabat penulis : Nurul Ima, Mutiah, Inna, Nining Permatasari,

Fira, k’trisny, Indriany Abu bakar, Fera, Ega yang setia memberikan doa,

bantuan dan saran kepada penulis.

4

Page 5: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

10. Teman sekamar PU : Herliany, Kalsum, Athirah, Enny, dan Unhy atas

Bantuan dan Dukungannya selama ini.

11. K’daud atas bantuan dan bimbingannya kepada penulis

12. Rekan-rekan angkatan 2007 yang telah memberikan motivasi dan semangat

pada penulis dan semua pihak yang turut membantu hingga selesainya

penulisan skripsi ini.

Penghormatan dan ketulusan persembahkan kepada ibunda Erma Abuh

dan ayahanda Ahmad Rasyid dan Abha Isman Abuh serta seluruh keluarga

besar.

Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua, amin.

Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, Februari 2012

Penulis

5

Page 6: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................... ii

ABSTRAK ..................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................... iv

DAFTAR ISI .................................................................................. vi

DAFTAR TABEL ......................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR...................................................................... ix

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. x

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang ..................................................................... 1

B. Tujuan dan Kegunaan .......................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistematika dan Klasifikasi .................................................. 4

B. Kulaitas Kokon .................................................................... 8

C. Pengeringan .......................................................................... 11

D. Pemintalan ............................................................................ 11

6

Page 7: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

E. Diagram Proses Pemintalan .................................................. 17

F. Benang Sutera ....................................................................... 18

G. Klasifikasi mutu Benang Sutera ........................................... 20

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat ................................................................ 23

B. Alat dan bahan ...................................................................... 23

C. Variabel Yang Di Amati ....................................................... 24

D. Pelaksanaan Penelitian ......................................................... 25

E. Analisis Data ......................................................................... 27

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 30

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................ 35

B. Saran ...................................................................................... 35

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

7

Page 8: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Daftar Tabel

No Teks Halaman

1. Klasifikasi Kelas Mutu Benang Sutera Indonesia dengan Kehalusan ≤ 18 denier 21

2. Klasifikasi Kelas Mutu Benang Sutera Indonesia dengan Kehalusan 19-33 denier 22

3. Klasifikasi Kelas Mutu Benang Sutera Indonesia dengan Kehalusan ≥ 34 denier 22

8

Page 9: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Pemintalan Kokon 67

2. Perebusan Kokon 67

3. Pemintalan Kokon (Reeling) 68

4. Penggulungan ulang (Rereling) 69

5. Wending 70

9

Page 10: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Teks Halaman

1. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (pengulangan 1) 39

2. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Pengulangan 2) 40

3. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Pengulangan 3) 41

4. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Pengulangan 4) 42

5. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Pengulangan 5) 43

6. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Pengulangan 6) 44

7. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Pengulangan 7) 45

8. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 1) 46

9. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 2) 47

10. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 3) 48

11. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 4) 49

12. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 5) 50

13. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 6) 51

14. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Pengulangan 7) 52

15. Rata-rata Hasil Pengujian Cleannes, Neatness, Evenness 53

16. Pengujian Kekuatan dan Kemuluran Benang Cina 54

17. Pengujian Kekuatan dan Kemuluran Benang Perum Perhutani 56

18. Pengujian Jumlah Putus Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 58

19. Analisis Uji T terhadap Kebersihan Benang Sutera Cina dan

Perum Perhutani 59

10

Page 11: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

20. Analisis Uji T terhadap Kerapihan Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 60

21. Analisis Uji T terhadap Kerataan II Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 61

22. Analisis Uji T terhadap Kerataan III Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 62

23. Analisis Uji T terhadap Jumlah Putus Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 63

25. Analisis Uji T terhadap Kekuatan Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 64

24. Analisis Uji T terhadap Kemuluran Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 65

25 Analisis Uji T terhadap Kemuluran Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani 66

11

Page 12: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri kerajinan sutera di Indonesia sudah cukup lama berkembang

sejalan dengan berkembangnya usaha industri kain tenun, pemintalan benang dan

pemeliharaan ulat sutera. Daerah penyebaran dan pengembangan industri kain

tenun dan ulat sutera kini sudah cukup luas dan beragam. Pulau Sulawesi,

khususnya Sulawesi Selatan dikenal sebagai daerah yang menjadi salah satu

pelopor atau pionir pengembangan sutera. Sehingga, Sulawesi menjadi satu sentra

produksi kain sutera di Indonesia. Sampai saat ini, kain sutera yang dihasilkan

sudah lama dikenal oleh masyarakat di tanah air.

Budidaya ulat sutera baru dikenal di Sulawesi Selatan pada tahun 1960-an

dan pertama kali di Kabupaten Sinjai dan Soppeng. Langkah awal dengan

mendatangkan bibit murbei dari sukabumi dan telur ulat sutera dari Garut Propinsi

Jawa Barat oleh yayasan Veteran Sulawesi Selatan. Selanjutnya, usaha

persuteraan alam ini berkembang di daerah Soppeng, Wajo, Enrekang, Sidrap,

Sinjai atau hampir semua Kabupaten di Sulawesi Selatan.

Sejarah sutera alam khususnya pertenunan kain sutera di Sulawesi Selatan

dikenal sejak abad ke-XVI. Kain sutera ini digunakan sebagai bahan untuk

pembuatan baju bodo dan lipa sa’bbe (sarung) dengan cura/sure Labba-Makassar,

cura/sure balo-Lobbang/ Sengkang-Bugis dan cura manra/mandar dan digunakan

pada pesta dan acara adat lainnya.

12

Page 13: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Kegiatan persuteraan alam mencakup dua aspek, yaitu agronomi dan

industri. Kedua aspek itu saling berhubungan antara satu sama lain, sehingga

persuteraan alam Indonesia dapat dikatakan merupakan kelompok agro-industri

yang sangat potensial untuk dikembangkan,  karena memiliki berbagai

keunggulan, antara lain geografis alam Indonesia sangat mendukung. Produk

sutera memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan banyak digemari masyarakat tidak

hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri.

Usaha persuteraan alam dapat dikelola masyarakat pedesaan secara luas

karena adanya permintaan pasar mengenai produk sutera baik oleh pasar domestik

maupun ekspor dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Mengingat sifat dan

manfaatnya, maka Pemerintah melalui Departemen Kehutanan berupaya membina

dan mengembangkan kegiatan persuteraan alam tersebut. Budidaya ulat sutera

dimaksudkan untuk menghasilkan benang sutera sebagai bahan baku pertekstilan.

Untuk melaksanakan pemeliharaan ulat sutera, terlebih dahulu dilakukan

penanaman murbei, yang merupakan satu-satunya makanan (pakan) ulat sutera,

Bombyx mori L.

Ulat sutera adalah serangga yang masuk dalam Ordo Lepidoptera. yang

mengalami metamorfosa sempurna. Siklus hidup ulat sutera diawali dari telur,

kemudian menetas menjadi ulat, pupa dan akhirnya menjadi ngengat yang siap

bertelur lagi. Dalam perkembanganya ras sutera dikenal ada empat jenis yang

dapat memproduksi kokon dan menghasilkan benang sutera berkualitas.

Keempat jenis itu adalah ulat sutera Cina, Jepang, Eropa dan Tropika. Di

Indonesia saat ini banyak dikembangkan hasil persilangan antara Cina dan Jepang

13

Page 14: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

di Perum Perhutani. Kupu Cina dan Jepang ini disamping memiliki keunggulan

juga memiliki beberapa kelemahan. Akan tetapi dengan meyilangkan kedua

tersebut, kelemahan-kelemahannya dapat dikurangi dan sifat unggulnya lebih

menonjol. Ulat sutera hasil persilangan mempunyai sifat-sifat unggul seperti tahan

terhadap hama dan penyakit, telur menetas seragam, umur relatif pendek serta

menghasilkan kokon yang bermutu. sehingga selanjutnya akan diproses untuk

menjadi benang sutera.

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka perlu

dilakukan penelitian dalam rangka meningkatkan mutu benang sutera yaitu

dengan membandingkan antara Cina, dan Perum Perhutani

B. Tujuan dan Kegunaan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan mutu

benang sutera Cina, dan Perum Perhutani

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi instansi

yang berkepentingan untuk merekomendasikan kepada petani sutera dalam rangka

meningkatkan mutu benang sutera.

14

Page 15: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

I. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistematika dan Klasifikasi

Klasifikasi ulat sutera menurut Samsijah dan Kusumaputra (1978) adalah :

Kingdom : Animalia

Phyllum : Arthopoda

Kelas : Insecta (Hexapoda)

Sub kelas : Pterygota

Ordo : Lepidoptera

Sub Ordo : Ditrysia

Famili : Bombycidae

Genus : Bombyx

Spesies : Bombyx mori L.

Bombyx mori adalah sejenis serangga yang mampu menghasilkan benang

sutera. Nama Bombyx mori dapat ditelusuri dari perkataan Bombyx sebagai nama

jenis serangga penghasil serat yang termasuk dalam famili Bombycidae memiliki

nilai ekonomis yang tinggi dan kata mori berasal dari morus (murbei) yang

daunnya merupakan bahan makanan ulat sutera (Samsijah dan Andadari, 1992).

Menurut Krishnaswami, dkk (1973) ada beberapa jenis ulat sutera yang

menghasilkan sutera alam dan berdasarkan kebiasaan hidupnya, ulat sutera dibagi

dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah ulat sutera liar (wild silkworm)

yaitu ulat sutera yang hidup bebas pada beberapa jenis pohon. Kelompok kedua

adalah ulat sutera yang biasa dipelihara di dalam ruangan dan merupakan

penghasil utama sutera yang meliputi 95% produksi sutera dunia.

15

Page 16: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Ulat sutera, karena sudah mengalami domestika maka sekarang ini sudah

kehilangan kemampuan untuk hidup mandiri di alam bebas. Daya pegang yang

sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu bergerak dari satu batang lain

dan mempertahankan diri dari batang yang tertiup oleh angin. Indera penciuman

sudah sangat tumpul sehingga tidak dapat mengenal tanaman murbei dalam jarak

beberapa meter (Tazima, 1972).

Menurut Brasla, A dan Matei. (1997) pembagian jenis ulat sutera

berdasarkan daerah asalnya adalah sebagai berikut:

a. Jenis Jepang (ulat sutera ras Jepang).

Memiliki bentuk kokon yang lonjong dan berlekuk ditengahnya

menyerupai bentuk kacang tanah dan warna kokonnya umumnya putih

tetapi ada pula yang hijau atau kuning.

b. Jenis China (berasal dari China)

larvanya kecil, kuat dan pertumbuhnya cepat dan agak tahan terhadap

suhu yang tinggi tetapi lemah terhadap keadaan lembab. kokonnya oval

dan berwarna putih, kuning kehijau-hijauan seratnya panjang dan halus

serta daya gulungnya baik. Pertumbuhan ulatnya cepat dan agak tahan

terhadap suhu yang tinggi tetapi lemah terhadap keadaan lembab. Bentuk

kokonnya bulat atau lonjong, berwarna putih, kuning atau hijau, seratnya

panjang dan halus, serta daya gulungnya baik. Ada yang univoltine,

bivoltine dan ada pula yang polivoltine dan beberapa yang three molters

(mengalami tiga kali pergantian kulit).

16

Page 17: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

c. Jenis Eropa (berasal dari Eropa, Asia Tengah dan Rusia)

Hanya mencakup jenis univoltine, dengan larva besar dan tidak tahan

terhadap iklim panas dan lembab sehingga hanya dapat dipelihara di

musim semi yang hanya terdapat di daerah sub-tropik saja, ulat ini juga

memiliki ukuran telur agak besar, masa ulatnya lama terutama pada instar

lima. Tubuh ulatnya besar tetapi lemah terhadap suhu dan kelembaban

yang tinggi. Ukuran kokonnya besar dan sedikit berlekuk, berwarna

putih, hijau atau merah, serta kokonnya halus dan panjang.

d. Jenis India (berasal dari India dan Asia Tenggara)

Hanya mencakup pada polyvoltine. Telurnya kecil dan ringan, larvanya

kecil tetapi kuat dan pertumbuhannnya sangat cepat. Bentuk kokon

lonjong, telur berwarna hijau, kuning atau putih bersih dan berbulu.,

mempunyai banyak serabut (floss) dan kulit kokon tipis, sehingga

produksi rendah. Ulatnya tahan terhadap suhu dan kelembaban yang

tinggi.

pembagian jenis ulatsutera berdasarkan bentuk persilangannya dibedakan

atas:

1. A x B : F1 atau hybrid tunggal (kedua induknya ras asli)

2. A x (B x C) : triple hybrid (ras asli x F1 hibrid)

3. (A x B) x (C x D) : doubel hybrid (kedua induknya dari F1 hibrid yang

berbeda)

4. (A x B) x (A x B) : F2 hibrid (ke dua induknya berasal dari F1 hibrid yang

sama).

17

Page 18: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Menurut Guntoro (1994), Untuk memperoleh kupu-kupu yang memilki

produksi kokon tinggi, cepat reproduksi, dan tahan terhadap penyakit, maka

dilakukan penyilangan antara kedua jenis tersebut pada pusat pembibitan.

Sedangkan untuk mendapatkan hasil persilangan yang baik (double cross) adalah

mula-mula kupu Ras Jepang yang baik dikawinkan dengan Kupu Jepang yang

baik pula sehingga diperoleh F1 inter cross Jepang yang baik. Kemudian, kupu

Cina yang baik dikawinkan dengan kupu Cina yang baik pula sehingga diperoleh

F1 inter cross Cina. Selanjutnya inter cross Jepang dikawinkan dengan F1 inter

cross Cina, sehingga diperoleh F1 double cross. F1 double cross ini memilki sifat-

sifat yang lebih baik dibandingkan dengan ras asli, karenanya kini lebih banyak

dikembangkan dibandingkan Cina atau Jepang asli. Kupu tersebut memilki daya

tahan yang lebih baik terhadap penyakit, umur reproduksinya lebih pendek

dibandingkan Jenis Jepang (Guntoro, 1994).

Ciri-ciri ulat sutera Jepang antara lain :

a. Umur produksinya relatif lebih panjang dibanding Cina

b. Lebih lemah sehingga lebih rentan terhadap serangan penyakit

c. Bentuk kokon seperti kacang tanah

d. Kulit kokon tebal, sehingga produksi kokon amat tinggi, lebih tinggi

dibandingkan dengan produksi Cina.

Ciri-ciri ulat sutera ras Cina antara lain :

a. Umur produksinya lebih pendek

b. Bentuk kokon bulat

18

Page 19: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

c. Kulit kokon tipis, sehingga produksinya lebih rendah dibandingkan dengan ras

Jepang

d. Daya tahan terhadap penyakit lebih baik.

B. Kualitas Kokon

Sunanto (1997), menyatakan bahwa hasil pemeliharaan ulat sutera adalah

kokon. Kualitas kokon ditentukan oleh jenis ulat, tingkat intensifikasi

pemeliharaan, dan kondisi lingkungan terutama cuaca dan iklim.

Dephut (2010), menyatakan bahwa dalam menentukan kualitas kokon

maka terlebih dahulu dilakukan seleksi kokon. Seleksi kokon merupakan

perlakuan untuk memisahkan kokon jelek, kokon cacat, dan kokon baik.

Adapun keguanaan dari seleksi kokon yaitu :

1. Menghasilkan kokon yang baik dan seragam serta mempunyai kualitas yang

tinggi

2. Jika dipintal maka akan menghasilkan benang sutera yang bagus dan

kualitasnya tinggi.

Adapun yang termasuk kokon jelek yaitu :

1. Kokon kotor di dalam

Kokon kotor dalam karena ulat sutera mati di dalam kokon.

2. Kokon kotor di luar

Kokon kotor luar yang disebabkan oleh kotoran-kotoran yang ada di tempat

atau ruangan pengokonan, terutama jika faktor kebersihan diabaikan dalam

usaha pemeliharaan ulat sutera.

19

Page 20: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

3. Kokon kulit tipis

Kokon kulit tipis yang disebabkan oleh pemeliharaan ulat yang tidak baik.

4. Kokon berjamur

Kokon tersebut disebabkan oleh kondisi tempat penyimpanan kokon yang

kurang bersih sehingga menyebabkan kokon terserang bakteri

Yang termasuk dalam kokon jelek ini masih bisa di pintal tetapi hasil

benang suteranya akan jelek dan berwarna cokelat.

Adapun yang termasuk kokon cacat yaitu :

1. Kokon ganda/dobel

Kokon ganda, yaitu kokon yang isi pupanya 2 ekor atau lebih. Kokon kembar

ini ukurannya besar bagian kulitnya tebal dan bagian luarnya tampak tidak

teratur serta berkerut-kerut. Pada waktu dipintal, ujung seratnya ada 2 atau

lebih sehingga untuk membuat benang sutera biasa tidak dapat dijadikan

bahan.

2. Kokon berlubang

Kokon berlubang yang disebabkan telah keluarnya kupu-kupu dari dalam

kokon atau disebabkan oleh sebangsa lalat yang pada waktu stadia ulat

membuat lubang pada kulit kokon.

3. Kokon berbulu

Kokon berbulu, yakni kokon yang besar dan berkerut-kerut serta banyak

bulunya. Hal ini terjadi jika waktu ulat mengokon suhunya tinggi dan

udaranya kering.

20

Page 21: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

4. Kokon berlekuk

Kokon berlekuk, yakni kokon yang begian tengahnya berlekuk yang

disebabkan oleh bibit ulatnya, suhu inkubasi yang tinggi. Kondisi pada waktu

pengokonan panas dan basah

5. Kokon ujung tipis (runcing)

Kokon ujung tipis yang disebabkan oleh jenis ulatnya atau karena telur-telur

selama inkubasi suhunya terlalu tinggi, selama pemeliharaan suhu rendah dan

basah, atau selama pengokonan suhu rendah tetapi kering.

6. Kokon cacat kerena alat pengokonan

Bentuk kokon tidak normal, ada simetris, besar sebelah, ada yang berkerucut

dan lain-lain. Ulat yang kurang kuat sering membentuk kokon seperti ini.

Penyebab lainnya karena jenis bibit yang kurang baik atau dikarenakan alat

pengokonan jelek (Nurcahyo dan Nazaruddin, 1991).

Adapun yang termasuk kokon baik yaitu :

1. Kokon bentuk normal dan sehat atau tidak cacat

2. Kokon bersih dan berwarna putih

3. Bagian dalam kokon tidak rusak atau hancur

4. Bagian lapisan serat-serat sutra (kulit kokon) keras, jika ditekan agak berat

Yang termasuk ke dalam kokon baik jika di pintal akan menghasilkan

benang sutera yang bagus.

21

Page 22: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

C. Pengeringan

Menurut Dephut (2010), pengeringan merupakan kegiatan untuk

mematikan pupa dan mengurangi kadar air yang ada pada kokon.

Adapun tujuan dari proses pengeringan yaitu :

1. Mencegah keluarnya kupu-kupu.

2. Mengurangi kelembaban pada kokon sehingga kokon bisa disimpan lama di

bawah temperatur dan RH (kelembaban) yang normal.

agar kokon tidak rusak, sebelum dipintal kokon hasil panen perlu

diawetkan supaya tahan dalam penyimpanan. Pengawetan dilakukan dengan

mengeringkan kokon yang dapat dilakukan dengan penjemuran atau dengan oven,

sehingga beratnya tinggal 40% dari berat basah. Kokon yang diawetkan melalui

penjemuran dengan sinar matahari hanya tahan disimpan selama tujuh hari. Oleh

karena itu, kokon yang telah dikeringkan tersebut harus segera dipintal.

Sedangkan kokon yang pengeringannya dengan oven dapat tahan selama satu

bulan dalam penyimpanan (Guntoro, 1994).

D. Pemintalan (Reeling)

Pemintalan adalah suatu proses melepas satu atau lebih filamen dari kokon

dan menyatuhkannya menjadi sehelai benang (sutera mentah atau raw silk) dari

panjang yang diinginkan dan ukuran tertentu (Sugiarto, 1980).

Atmosoedarjo, dkk (2000) menyatakan Reeling benang sutera, atau silk

reeling, dalam arti luas adalah produksi benang sutera melalui proses pengeringan

kokon segar, penyimpanan, penyortiran dan pemasakan kokon kering, reeling dan

rereeling sampai menjadi benang sutera.

22

Page 23: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Proses reeling sutera adalah penyatuan beberapa filamen untuk dipintal

menjadi benang sutera. Ada banyak jenis alat pintal sutera, yang terpenting di

antaranya adalah mesin reeling otomatis

Industri reeling sutera di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

yaitu: industri reeling sutera tradisional, semi otomatis dan otomatis. Reeling

tradisional, 23 yang banyak digunakan oleh para pengrajin sutera di Sulawesi

Selatan, Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan beberapa daerah lainnya,

menggunakan alat pintal generasi pertama, yang sangat sederhana, dengan

menggunakan tenaga manusia. Sedangkan industri reeling semi otomatis dan

otomatis menggunakan mesin modern, yang digerakkan dengan listrik (generasi

kedua dan ketiga).

Mesin reeling otomatis, pada umumnya, hanya digunakan untuk kokon

berkualitas prima yang memiliki keseragaman tinggi, sehingga memungkinkan

dipintal secara otomatis dengan kecepatan tinggi. Mesin semi otomatis dapat

digunakan untuk mengolah kokon kelas di bawahnya.

Pemintalan bertujuan untuk menghasilkan benang sutera setengah jadi.

Adapun tahap-tahap dari pemintalan yaitu :

1. Perebusan kokon

Menurut Sunanto (1997), Tujuannya untuk melarutkan serisin sehingga serat

kokon mudah terurai. air untuk memasak kokon harus memenuhi syarat-syarat

sebagai berikut :

a. Jernih, bersih, dan bebas dari segala macam kotoran.

b. Netral atau sedikit alkalis dengan pH 6,8 – 8,5.

23

Page 24: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

c. Kesadahannya 8º - 10º.

d. Sisa penguapan 0,15 – 0,20 gram/liter.

Dephut (2010), menyatakan bahwa adapun tujuan dari perebusan kokon

adalah untuk melarutkan atau melepaskan sebagian serisin (perekat pada serat

sutera sehingga dapat dengan mudah ditarik ujung seratnya. Dalam proses

perebusan terdapat tahapan-tahapan sebagai berikut :

I II III IV

50º C 95º C 80 - 90º C 50 - 60º C

Keterangan :

I. Membasahi kokon.

II. Menguapi kokon.

III. Memasak kokon

IV. Mendinginkan kokon.

Waktu perebusan ± 15 menit, tergantung tebal kulit kokon yang sudah

masak mempunyai ciri yaitu kokon melayang terisi air ¾ dan warna tidak putih

lagi (buram) dan agak licin.

24

Page 25: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

2. Reeling (pemintalan)

Reeling (pemintalan) adalah suatu proses melepas satu atau lebih filamen

sutera dari kokon dan menyatukannya menjadi sehelai benang (sutera mentah

atau raw silk) dari panjang yang diinginkan dan ukuran tertentu (Sugiarto,

1980).

Menurut Dephut (1995), adapun tahap-tahap dari pemintalan yaitu :

a. Kokon yang telah dimasak di cari ujung seratnya

b. Kokon tersebut dipindahkan ke bak reeling.

c. Tiap 10 – 20 kokon dipintal menjadi 1 benang sutera. Jumlah kokon

menyatakan jumlah filamen dalam 1 benang. Benang yang dipintal akan

terkumpul dalam haspel yang perlu mendapat perhatian adalah air pada bak

reeling (pemintalan). Dengan temperatur yaitu diusahakan berkisar 40-60 ºC

dan jika temperatur kurang dari itu harus segera dilakukan penggantian

dengan air yang baru.

3. Re-reeling (penggulungan kembali)

Proses reeling adalah proses pemindahan benang sutera yang sudah dipintal

dari reel dengan keliling yang lebih kecil ke reel yang lebih besar ( keliling =

1,5 meter), untuk membuat untaian benang sutera dengan panjang, lebar, dan

berat sesuai standar. Juga untuk menurunkan tegangan yang ada pada reel kecil

(Atmosoedarjo, dkk 2000).

Menurut Dephut (1995), bahwa tujuan dari rereling adalah agar didapatkan

benang dengan panjang dan berat yang sama sehingga memudahkan untuk diukel.

25

Page 26: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Dengan alat re-reling dapat dicari ketebalan (besar) benang sutera melalui tahap-

tahap yaitu :

a. Pada ulat re-reling dipasang counter.

b. Hitung panjang lingkaran alat re-reeling.

c. Konversikan angka di counter dengan panjang benang.

d. Dengan rumus : ketebalan serat maka dapat dicari tebal/besar benang.

4. Pengeringan benang

Pengeringan benang memiliki tujuan yaitu untuk mengeringkan benang yang

masih basah pada rereeling sehingga dapat diukel. Adapaun caranya yaitu

Dephut (1995) :

a. Di jemur dibawah sinar matahari bersama alat rereelingnya.

b. Diangin-anginkan hinggga benang kering.

c. Benang diambil dari alat rereeling (½kering) kemudian dijemur atau

diangin-anginkan sehingga benang kering.

5. Ukel benang

Menurut Dephut (1995), ukel benang bertujuan untuk menjadikan benang

berbentuk ukelan (skein) sehingga mudah untuk dipacking. Adapun tahap-

tahap ukel benang yaitu :

a. Benang yang telah kering diputar beberapa kali.

b. Dilipat jadi 2 dan diputar lagi.

26

Page 27: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

6. Packing

Packing adalah tahap terkahir dalam proses pemintalan. packing bertujuan

untuk mengumpulkan beberapa ukel (skein) menjadi berat tertentu (1 kg)

sehingga mudah untuk dipasarkan/dijual (Dephut, 1995).

Menurut Dephut (1999), Kualitas benang sutera yang dihasilkan

berbanding lurus dengan kualitas alat pintal yang dipakai, operator mesin pintal

dan kesadahan air yang digunakan.

Adapun alat pintal yang dipakai yaitu :

a. Alat pintal semiotomatis (APS)

Alat pintal semiotomatis adalah alat pintal dimana pada alat ini sudah terdapat

dinier detector (alat pengontrol ketebalan benang) sehingga ketebalan benang

sangat terjaga selama pemintalan benang berlangsung. Alat ini digunakan

dalam pengoperasiaanya sebagian besar digerakkkan oleh mesin (Byong-Ho,

1989).

27

Page 28: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

E. DIAGRAM PROSES PEMINTALAN

28

Perebusan Kokon

Packing

Pemintalan (Reeling)

Wending

Ukel Benang

Penggulungan Ulang (Rereeling)

Seleksi Kokon

Pengeringan Kokon (Oven)

Page 29: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

F. Benang Sutera

Menurut Atmosoedarjo, dkk (2000), Benang sutera atau benang sutera

mentah adalah benang sutera yang dihasilkan dari kokon, tanpa dicuci atau

dibuang lapisan serisinnya. Serisin merupakan perekat yang terdapat pada

permukaan serat. Serisin tidak larut dalam air dingin tetapi menjadi lunak di

dalam air panas dan larut sebagian. Serisin juga menyebakan serat sutera menjadi

kaku dan kasar sehingga harus dihilangkan sebagian. Dalam pemasakan, lilin dan

garam-garam mineral ikut dihilangkan (Samsijah dan L. Andadari, 1997).

Benang sutera saat ini dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu benang

sutera hasil reeling dengan manual dan benang sutera hasil reeling dengan mesin

semi otomatis. Benang sutera merupakan untaian yang bersimpul banyak. Simpul-

simpul disebabkan oleh putus benang pada re-reling serta ketidaknormalan dari

serat kokon.

Menurut Omura (1980), benang sutera dengan banyak simpul dapat

menyebabkan keuskaran pada waktu ditenun. Simpul-simpul ini mempengaruhi

mutu benang suteranya sesuai dengan ukuran kehalusannya, maka cacat ini

ditentukan dengan 2 macam pengujian, yaitu uji kebersihan dan uji kerapihan

(cleannes dan neatness test).

Benang sutera terbagi atas dua macam, yaitu “silk yarn” dan “spun silk”.

Silk yarm yaitu benang sutera mentah atau benang sutera yang harus melalui

proses degumming, yaitu proses membuang serisin dari filamen sutera sehingga

menghasilkan benang sutera yang lembut dan biasaya harganya mahal, sedangkan

29

Page 30: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

spun silk yaitu benang sutera yang dipintal dari filamen sutera yang terpotong-

potong yang dihasilkan dari kokon cacat. Selain itu benang sutera juga terdiri dari

benang twist yaitu benang yang terdiri dari dari beberapa lembar benang dipilih

menjadi satu agar lebih kuat (Atmosoedarjo, dkk., 2000).

Pengujian benang sutera dilakukan untuk mengetahui benang sutera

tersebut. Pengujian benang dapat dilakukan secara visual dan melalui tes mekanik.

Pengujian benang secara visual dilakukan dengan cara menilai hasil akhir dari

pengolahan benang sutera mentah, misalnya warna benang dimana semakin putih

warna benang makin baik sebaliknya, semakin kusam atau makin kuning warna

benang semakin jelek.

Penilaian secara visual juga dapat dilakukan dengan melihat karakteristik

alami pada benang sutera, misalnya keseragaman warna dan ketebalan benang.

Sedangkan pada pengujian benang secara mekanik dilakukan dengan cara uji

jumlah putus benang, uji size deviasi (keseragaman ketebalan benang), uji

maksimum deviasi (simpangan ukuran benang terbesar), uji kebersihan, uji

kerapihan, uji kerataan, dan uji kekuatan tarik dan kemuluran benang. Hasil

benang yang sangat menentukan adalah size deviasi, kebersihan, kerapihan, dan

kerataan benang (Byung-Ho, 1987).

30

Page 31: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

G. Klasifikasi Mutu Benang Sutera

Klasifikasi mutu benang sutera dibagi ke dalam 8 kelas. Hal ini sesuai

dengan klasifikasi mutu benag sutera yang berlaku di Korea dan Jepang, yaitu

dengan kelas 5A yang tertinggi dan kelas D yang terendah. Sedangkan parameter

yang diuji mengacu kepada standar yang dikeluarkan oleh ISA. Hal ini

disebabkan karena parameter-parameter tersebut lebih muda diuji dan lebih

sederhana pengelompokannya. Pengelompokan klasifikasi masih mengacu pada

standar luar negeri, dengan membagi ke dalam tiga ketebalan benag sutera yaitu

≤ 18 denier, 19-33 denier dan ≥ 34 denier. Sedangkan parameter pengujian

meliputi 4 uji pokok, yaitu size test, seriplane test number of breaks, evenness test

dan uji tambahan yaitu strength test (Atmosoedarjo, dkk., 2000).

1. Size Test : terdiri dari size deviation test dan maximum deviation.

Uji deviasi ketebalan (size deviation test) benang sutera. Semakin kecil nilai

yang diperoleh, semakin seragam ketebalan benang suteranya, yang berarti

semakin baik mutunya. Uji simpangan maksimum (maksimum deviation test)

bertujuan untuk mengetahui nilai maksimum yang diperoleh dari rata-rata

ketebalan benang sutera, dibandingkan dengan nilai deviasi ukurannya.

Semakin tinggi nilainya berarti semakin jelek mutunya.

2. Seriplane Test : terdiri dari uji kebersihan dan kerapihan. Uji ini bertujuan

untuk mengetahui tingkat kebersihan dan kerapihan benang sutera. Semakin

tinggi nilainya, semakin baik mutunya.

31

Page 32: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

3. Strengh Test : terdiri dari kekuatan dan kemuluran. Uji kekuatan bertujuan

untuk mengetahui kekuatan benang bila diberi beban. Semakin besar nilainya,

semakin baik mutunya.

4. Evenness Test : terdiri dari kerataan (evennes) II dan III. Uji ini bertujuan

untuk mengetahui tingkat kerataan benang sutera. Angka II dan II

menunjukkan tingkatan kerataan. Semakin kecil nilainya, semakin baik

mutunya.

5. Number Of Breaks : Number Of Breaks atau jumlah putus bertujuan untuk

mengetahui daya tahan benang dalam menerima putaran. Semakin besar

nilainya, semakin rendah mutunya.

Atmosoedarjo,dkk (2000), menyusun klasifikasi mutu benang sutera

dengan nilai dari masing-masing parameter, yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Klasifikasi Kelas Mutu Benang Sutera Indonesia dengan Kehalusan ≤ 18 denier

ParameterKelas Benang Sutera

5A 4A 3A 2A A B C D

deviasi ketebalan 0,9 1,1 1,31,5 2 2,6

3,2 > 3,2

maksimum deviasi 1,5 1,8 2,12,6 3,3 4,4

5,5 > 5,5

kebersihan dan kerapihan 97 95 92 88 79 66 52 < 52

variasi kerataan II 22 32 44 58 74 84 94 > 94variasi kerataan III 1 2 6 13 22 > 22

Kekuatan 3,5 < 3,5kemuluran 19 18 < 18

jumlah putus 14 14 23 23 25 25 47 > 47

32

Page 33: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Tabel 2. Klasifikasi Kelas Mutu Benang Sutera Indonesia dengan Kehalusan 19-33 denier

ParameterKelas Benang Sutera

5A

4A

3A

2A A B C D

deviasi ketebalan 1,3

1,6

1,7

2,2

2,9 3,8 4,

8 > 4,8

maksimum deviasi 3,6

4,2 5 6,

1 78 10,4 14 > 14

kebersihan dan kerapihan 97 95 93 88 79 66 52 < 52

variasi kerataan II 8,5 15 23 34 46 61 75 > 75

variasi kerataan III 1 2 6 13 22 > 22Kekuatan 3,5 < 3,5kemuluran 19 18 < 18

jumlah putus 9 17 28 37 > 37

Tabel 3. Klasifikasi Kelas Mutu Benang Sutera Indonesia dengan Kehalusan ≥ 34 denier

ParameterKelas Benang Sutera

5A 4A 3

A2A A B C D

deviasi ketebalan 3,6

4,25 5 6,

1 7,9 11

15,2

> 15,2

maksimum deviasi 11 12,8 15 19 23,

532

42,6

> 42,5

kebersihan dan kerapihan 97 95 93 88 79 6

6 52 < 52

variasi kerataan II 3 7 13 20 30 42 56 > 56

variasi kerataan III 1 2 6 13 22 > 22Kekuatan 3,5 < 3,5kemuluran 19 18 < 18

jumlah putus 1 5 12 20 > 20

33

Page 34: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

II. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan bulan

Desember 2011 yang dilaksanakan di Balai Persuteraan Alam di Desa Bili-bili,

Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Propinsi Sulawesi Selatan.

B. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam percobaan ini sebagai berikut :

1. Alat pintal semi otomatis (APS)

2. Alat perebusan

3. Kertas label

4. Sikat halus

5. kamera digital

6. alat tulis menulis

7. baskom

8. karet gelang

9. pedati benang

10. Kompor

11. Gunting

12. Winding yaitu alat untuk menggulung ulang kedalam pedati (klos), alat ini

digunakan untuk menghitung jumlah putus benang.

34

Page 35: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

13. denier balance tester (timbangan) yaitu alat yang digunakan untuk menghitung

kehalusan benang.

14. Papan inspeksi (panel) untuk mengukur tingkat kerataan benang dan uji

kerapihan dan kebersihan benang.

15. satu unit Seriplane Tester yaitu alat untuk menggulung kedalaman panel

(papan plat hitam), benang sutera yang digulung dapat diatur besar deniernya.

16. Standar Foto Graf yaitu foto benang sutera yang baku dari pemerintah jepang

standar ini memperlihatkan persentase kerapihan kebersihan, dan persentase

variasi kerataan benang sutera.

17. Ruang uji benang sutera (allumination deffect).

Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah kokon dari Ras Cina

Hibrid sebanyak 700 kokon, dan F1 Perum Perhutani 700 kokon.

C. Variabel yang diamati

Variabel yang dipakai dalam pengujian mutu benang (Budisantoso, 1992)

adalah sebagai berikut :

a. Ketebalan benang

1. Simpangan ukuran : simpangan kehalusan benang sutera dari contoh yang

diuji (menunjukkan keseragaman ketebalan benang)

Standar Deviasi(SD )=√∑ ¿¿¿¿Dimana :

SD = Simpangan Ukuran

Xi = Nomor Sampel

35

Page 36: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

X = Kehalusan Benang yang diuji

n = Jumlah Sampel Yang Dihitung

2. Simpangan maksimum : simpangan kehalusan benang sutera maksimum.

b. Kebersihan : kebersihan benang sutera yang ditunjukkan dengan jumlah

cacat/bintik-bintik besar pada benang (%).

c. Kerapihan : kebersihan benang sutera yang ditunjukkan dengan jumlah

cacat/bintik kecil pada benang (%).

d. Kerataan : untuk menyatakan nilai cacat berdasarkan lebar jalur kerataan cacat

pada benang (tebal/tipis)

e. Kekuatan : kemampuan benang sutera untuk menahan beban sampai putus

(g/denier).

f. Kemuluran : pertambahan panjang contoh sebelum benang putus akibat

adanya beban dan tidak kembali pada panjang semula.

g. Jumlah putus : jumlah putus benang selama benang digulung.

D. Pelaksanaan penelitian

1. Kokon diseleksi dengan cara memisahkan kokon yang normal dengan kokon

yang jelek. Catat semua data hasil pengamatan.

2. Keringkan kokon menggunakan oven dengan temperatur 110º C selama 10

menit untuk mematikan pupa dan mengurangi kadar air yang ada pada kokon

sampai mencapai tingkat kekeringan yang diinginkan.

3. Perebusan kokon dilakukan dengan cara, memanaskan air hingga mendidih

dalam panci perebusan, selanjutnya masukkan kokon kedalam air yang telah

mendidih agar perebusan dapat merata, kokon sering diaduk atau dibalik

36

Page 37: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

dengan menggunakan sendok berlubang atau baskom. Tujuan perebusan

kokom yaitu untuk melarutkan atau melepaskan serisin (perekat) pada serat

sutera sehingga dapat dengan mudah di tarik ujung seratnya.

4. Setiap 1 jenis kokon, perlakuan terdiri dari 700 butir kokon

5. Ujung-ujung serat kokon (±20 butir) ditarik dan disatukan membentuk satu

untaian filamen, kemudian dimasukkan ke dalam lubang mangkok porselin

yang kemudian di pintal

6. benang hasil pintalan (reeling) selanjutnya direreling membentuk untaian lebih

besar sesuai standar.

7. Tiap untaian benang yang telah direreling kemudian dilanjutkan ke mesin

winding untuk menggulung benang kedalam pedati klos.

8. Benang hasil pemintalan diamati :

a. Uji jumlah putus pada saat penggulungan ulang

Dari hasil benang yang telah dipintal kemudian ditimbang perukel,

selanjutnya digulung pada penggulungan pedati. Pada saat waktu

penggulungan ulang dihitung berapa kali putus, yang sebelumnya

disesuaikan beban dan kecepatan mesin winding.

b. Penentuan ketebalan benang.

Benang yang telah digulung pada klos selanjutnya digulung pada kincir

penggulung sebanyak 7 ukel/untai kecil tiap sampel benang. Ukel kecil

benang tersebut masing-masing ditimbang dengan menggunakan denier

balance tester (timbangan) untuk diamati ketebalan benang, keseragaman

ketebalan benang terkecil, dan ketebalan benang terbesar.

37

Page 38: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

c. Uji kekuatan dan kemuluran benang

Benang yang telah ditimbang pada timbangan denier, dilakukan uji

kekuatan dengan mengambil 7 sampel ukelan benang. Setiap sampel ditarik

sampai putus dengan beban tertentu. Hasil pengujian dapat dilihat (tertera

pada grafik pengamatan tenacity dan elongation), selnajutnya hasil dapat

dibaca.

d. Kebersihan, kerapihan dan kerataan benang sutera

Setelah benang diwinding kemudian dipindahkan kepenggulungan

seriplane yang disesuaikan dengan besar benang. Selanjutnya benang yang

telah digulung pada alat seriplane, dipindahkan ke ruang uji benang untuk

dilihat tingkat kebersihan dan kerapihan serta kerataan. Dengan memberi

sinar lampu proyeksi pada sampel. Jarak pandang pengamatan untuk

kerapihan dan kebersihan benang sejauh 0,5 meter, kemudian untuk

penetuan nilainya disesuaikan dengan standar fotograf. Untuk pengamatan

variasi kerataan dilakukan dengan jarak 2 meter. Sampel dilihat dari kiri

kekanan dari panel 1 hingga panel ke 7, kemudian dibandingkan dengan

standar fotograf. Setiap panel dihitung jumlah cacat benangnya, selanjutnya

dicatat pada blangko yang tersedia.

E. Analisis Data

Analisis ini menggunakan standar mutu benang sutera dan uji-t. Percobaan

ini dilakukan dengan dua perlakuan yaitu ras Cina dan ras Perum Perhutani.

Masing-masing perlakuan diulangi tujuh kali dengan menggunakan SPSS 17,0.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

38

Page 39: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

H0 : µ 1 = µ 2

H1 : µ 1 ≠ µ 2

Dengan statistik uji yang digunakan adalah statistik t :

th

=X1 −X2

√( S12/n1)+( S

22/n2 )

1. Jika ragam kedua populasi sama digunakan statistik :

th

=X1 −X2

Sp√ 1n1

+ 1n2 ; db = n1 + n2 – 2

Sp =

√ (n1 - 1) S12+(n2 - 1 )S2

2

n1 + n2 - 2

2. Jika ragam kedua populasi tidak sama digunakan statistik :

th

=X1 −X2

√( S12/n1)+( S

22/n2 )

db

=( S1

2

n1+

S22

n2)

( S1

n1 )2

n1− 1+

(S2n2 )

2

n2− 1

Keterangan :

X1 = rata-rata respon pengamatan pada varian china

39

Page 40: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

X2 = rata-rata respon pengamatan pada varian perum

S1 = Simpangan baku dari rata-rata respon pengamatan pada varian china

S2 =Simpangan baku dari respon pengamatan pada varian perum

n1 = jumlah pengamatan pada varian china

n2 = jumlah pengamatan pada varian perum

Kaidah keputusan yang digunalan untuk taraf nyata α adalah sebagai berikut:

Jika –t1 - ½ ά <th<½ ά, dimana t1 - ½ ά diperoleh dari distribusi t dengan db = (n1

+ n2 – 2) dan peluang (1 - ½ ά) diputuskan terima H0 untuk harga-harga t lainnya

tolak H0. Penolakan H0 berarti terdapat suatu perbedaan yang nyata dari rata-rata

variabel yang diamati antara kedua cara pengeringan.

40

Page 41: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

IV. Hasil dan Pembahasan

Hasil pengujian mengenai perbedaan mutu benang sutera antara varietas

China dan Perum sebagai standar mutu yang diterapkan adalah kebersihan

(cleannes) , kerapihan (neatness), kerataan (evenness), putus benang, uji kekuatan

tarik (tenacity), uji kemuluran benang (elongation) dan Size Test. Berdasarkan

hasil pengamatan selama penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 1. uji-t Perbandingan karakteristik benang ulat sutera pada deviasi Cina dan Perum Perhutani

Variabel Penelitian Varian China Varian Perum Perhutani SigKebersihan (Cleanness) 95,24 96,5 0.289tn

Kerapihan (Neatness) 97,54 97,82 0.512tn

Kerataan (Evenness) II 3,57 4,29 0.374tn

Kerataan (Evenness) III 13,57 3,86 0.002*Persentase Jumlah Putus (%) 1 3,14 0.041*Denier 42,43 49 0.027*Kekuatan (Kg) 11,39 15,29 0.101tn

Kemuluran (%) 24,57 23,71 0.889tn

Tabel 2. standar mutu benang sutera Cina dan Perum Perhutani

No Variabel Varian Cina Varian Perum PerhutaniRata-Rata Mutu Rata-Rata Mutu

1 Kebersihan 95,24 4A 96,5 5A2 Kerapihan 97,54 5A 97,82 5A3 Kerataan II 3,57 5A 4,29 5A4 Kerataan III 13,57 A Dan B 3,86 3A 5 Persentase Jumlah Putus 1 5A 3,14 3A Dan 2A6 Denier :          A. Standar Deviasi (SD) 3,4 5A 6 2A  B. Maksimum Deviasi (MD) 6,5 5A 9 5A7 Kekuatan 2,6 D 3,1 D8 Kemuluran 25,57 5A 23,71 5A

41

Page 42: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Kebersihan dan kerapihan merupakan indikator untuk mengetahui mutu

benang sutera dilihat dari segi cacat benang berupa bintik-bintik dan tebal tipisnya

cacat tersebut yang terdapat pada benang, semakin tinggi nilainya semakin baik

mutu benang tersebut atau dengan kata lain semakin sedikit cacat yang terdapat

pada benang. Berdasarkan pada tabel 1 menyatakan bahwa antara Cina tidak

berbeda nyata (hampir sama) dengan nilai yaitu 95,24% dan 96, 5%. Sedangkan

menurut tabel 2. Untuk variabel kebersihan sampel Perum Perhutani memiliki

nilai yaitu 96,5% termasuk Grade 5A dan Cina memiliki nilai yaitu 95,24

termasuk 4A. Hal yang mempengaruhi standar mutu benang sutera yaitu

kebersihan benang tidak dipengaruhi oleh alat pintal tetapi akibat dari kotoran

yang berasal dari kokon itu sendiri.

Untuk variabel neatness/kerapihan berdasarkan pada tabel 1. Menunjukkan

bahwa antara cina dengan nilai 97,54 dan Perum Perhutani dengan nilai 97,82

berbeda tidak nyata. Sedangkan pada tabel 2. Menyatakan bahwa sampel Cina dan

Perum Perhutani sama-sama termasuk grade 5A, jenis ini lebih tinggi dari yang

lain. Hal yang mempengaruhi standar mutu benang pada variabel kerapihan yaitu

pada penggunaan air perebusan yang dilakukan berulang-ulang kali yang

menyebabkan benang kurang bersih.

Untuk variabel evenness/kerataan temasuk salah satu pengujian pokok

dalam penentuan mutu benang sutera. Berdasarkan data pada tabel 1. Untuk

variabel kerataan II menyatakan bahwa antara Cina dan Perum Perhutani berbeda

tidak nyata. Cina memiliki nilai yaitu 3,57 dan Perum Perhutani memiliki nilai

yaitu 4,29. Untuk tabel 2. Pada Mutu benang sutera menyatakan bahwa sampel

42

Page 43: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Perum dan Cina termasuk grade 5A yaitu jenis ini lebih tinggi dari yang lain

Sedangkan untuk kerataan III pada tabel 1 menyatakan bahwa berbeda nyata

antara Cina dengan nilai 13,57 dan Perum Perhutani dengan nilai 3,86 Hal yang

mempengaruhi standar mutu pada tabel II pada variabel kerataan yaitu karena

penambahan jumlah kokon yang sudah mulai menipis atau habis pada saat

pemintalan diperlukan perhitungan yang tepat akan menghasilkan benang yang

ketebalannya tidak seragam. Pada tabel 2. Cina memiliki nilai yaitu 13,57

termasuk grade A dan B dan Perum Perhutani memiliki nilai yaitu 3,86 termasuk

grade 3A.

Dari hasil pengujian pada tabel 1 untuk variabel jumlah putus benang

dapat diketahui bahwa untun Cina dan Perum Perum Perhutani berbeda nyata

antara nilai Cina memiliki nilai yaitu 1 dan Perum Perhutani memiliki nilai

yaitu 3,14. Hal yang menyebabkan sering putusnya benang yaitu keahlian

operator untuk mencari ujung benang yang akan diputar, salah menentukan

ujung benang yang akan diputar membuat benang tersebut kusut dan akhirnya

sering putus. Untuk pengujian mutu benang pada tabel 2 diketahui bahwa

China memiliki jumlah putus hanya 1 kali dan masuk ke dalam Grade 5A

sedangkan pada benang jenis Perum Perhutani memiliki jumlah putus yaitu

3,1 dan termasuk grade 3A.

43

Page 44: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Berdasarkan pada tabel 1 untuk variabel denier diketahui bahwa Cina dan

Perum Perhutani berbeda tidak nyata dengan nilai 42,43 dan 49. Sedangkan pada

tabel 2 diketahui bahwa untuk untuk variabel denier yang diamati adalah standar

deviasi (SD) dan maksimum deviasi (MD) pada (lampiran 11 dan 12). Untuk

standar deviasi benang sutera Perum Perhutani dengan nilai 6 termasuk dalam

grade 2A. Dan benang sutera China dengan nilai 3,4 termasuk ke dalam grade 5A

dan Untuk simpangan maksimum semua sampel benang sutera termasuk ke dalam

grade 5A. jenis ini lebih tinggi dari yang lain. Standar (SD) dan Maksimum

Deviasi (MD) adalah dua parameter yang menunjukkan kualitas benang sutera.

Semakin kecil nilai kedua parameter tersebut menujukan semakin bagus

kualitasnya karena menunujukkan semakin seragamnya ketebalan benang yang

dihasilkan.

Untuk variabel kekuatan pada tabel 1 diketahui bahwa antara Cina dan

Perum Perhutani berbeda tidak nyata dengan nilai 11,39 dan 15, 29. Untuk tabel 2

pada mutu benang sutera yang diamati kekuatan pada (lampiran 11 dan 12)

memiliki nilai yaitu 3,1 termasuk grade D dan untuk Cina dengan nilai 2,6

temasuk grade D.

Hasil pengujian pada kemuluran benang pada tabel 1 menyatakan bahwa

Cina memiliki nilai 24,57% dan Perum perhutani dengan nilai 23,71% yaitu

berbeda tidak nyata. Sedangkan pada tabel 2 meyatakan bahwa semua sampel

benag sutera termasuk grade 5A dimana jenis ini lebih tinggi dari yang lain.

44

Page 45: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

V. Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1. Pada uji-t dinyatakan bahwa Cina lebih unggul dibandingkan dengan

Perum Perhutani.

2. Untuk standar mutu benang sutera menyatakan bahwa Cina lebih

unggul pada kerapihan, kerataan II, Persentase Jumlah Putus, Standar

Deviasi, Masimum Deviasi, dan Kemuluran sedangkan Perum

Perhutani hanya pada Kebersihan dan Kerataan III.

A. Saran

Sebaiknya mutu kokon Perum Perhutani lebih dikembangkan lagi

sehingga dapat menghasilkan kualitas benang sutera yang lebih baik daripada

Benang China.

45

Page 46: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

DAFTAR PUSTAKA

Atmosoedarjo, H.S. Junus, K. Kaomini, M. Wardono dan Wibowo. 2000. Sutera Alam Indonesia. Yayasan Sarana Dan Wana Jaya. Jakarta.

Budisantoso, H., 1992. Pengaruh Operator Dan Alat Pintal Terhadap Mutu Benang Sutera. Jurnal Penelitian Kehutanan Vol. VII/Nomor 3. BP3A. Ujung Pandang.

Brasla, A dan matei. 1997. Pelatihan Pembibitan Ulat Sutera II Oleh Ahli Dari Reumania. Materi PPUS Cardiroto, Jawa Tengah.

Byung-Ho. K, 1987. Silk Textile Engineering, Sericulture Development Project FAQ/UNDP Pallekelle, Kundasale, Sri Langka.

Departemen kehutanan, 1995. Pedoman budidaya sutera. Departemen kehutanan direktorat jenderal reboisasi dan rehabilitasi lahan. Balai persuteraan alam, ujung pandang.

Departemen Kehutanan, 2010. Pedoman Teknik Budidaya Sutera Alam. direktorat jenderal reboisasi dan rehabilitasi lahan. Balai persuteraan alam, ujung pandang.

Guntoro, S. 1994. Budidaya Ulat Sutera. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Handoro, W., 1997. Budi Daya Ulat Sutera. CV Sinar Cemerlang Abadi, Jakarta.

Krishnaswami, S., M.N. Narasimhana And S.K. Suryanarayan. 1973. Manual On Sericulture. Silkworm Rearing. Agriculture Vision Food And Agric. Organization Of The United Nations, Rome.

Nurcahyo dan Nazaruddin, 1991. Budi Daya Ulat Sutera. Penerbit Swadaya. Jakarta.

Omura, 1980. Silkworm rearing technics in tropics. Japan internasional coorperation agency, tokyo, japan.

Samsijah dan A.S. kusumaputra. 1978. Pembibitan Ulat Sutera. Lembaga Penelitian, Bogor.

Samsijah dan L. Andadari. 1992. Petunjuk Teknis Budidaya Ulat Sutera (Bombys mori L.). Pusat Dan Pengembangan Hutan. Departemen Kehutanan, Bogor.

46

Page 47: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Samsijah Dan Kusumaputera. 1997. Pengaruh Saat Pengokonan Ulat Sutera Terhdap Mutu Kokon Dan Jumlah Telur. Laporan Nomor 256. Departemen Pertanian. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor, Jawa Barat.

Sunanto. H., 1996. Budidaya Murbei dan Usaha Persuteraan Alam. Kanisius. Yogyakarta.

Tazima, Y. 1972. Hand book of silkworm rearing. Fuji Publishing Co., Ltd., Tokyo.

47

Page 48: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

48

Page 49: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 1. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Ulangan 1)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No.Kebersihan Kerapiha

n Kerataan

Super Major Major Minor Nilai V1 V2 V3

1 - - - 60 - - 102 - 1 1 75 - 2 -3 - - 7 60 - - 104 - - - 100 - - -5 - - - 90 - 1 -6 - 2 1 75 - - -7 - - - 100 - - -

jumlah 0 3 9 - 3 20

b. Hasil perhitungan

PengamatanJumla

h Kesalahan

Kebersihan 

Super Major (-1)   0Major (-0,4) 3 1,2Minor (-0,1) 9 0,9

Jumlah Kesalahan (A)   - 2,1

    

Kerapihan      

80% (0)  - 075% (0,25) 2 0,570% (0,50) -  -65% (0,75) -  -

60% (1) 2 -55% (1,.25)  - -50% (1,50)  - -40 % (2)  - -

30 % (2,50)  - -20 % (3)  - -

10 % (3,50)   -Jumlah Kesalahan (B)     2,5Jumlah Kesalahan Total     4,6Nilai Kebersihan (100 % - A)     97,9Nilai Kerapihan (100 % - B)     97,5

49

Page 50: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 2. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Ulangan 2)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No.Jumlah Kerapihan Kerataan

Super Major Major Minor Nilai V1 V2 V3

1 - 2 2 65 - - 52 - - - 75 - - 13 - 1 1 75 - 5 -4 - - - 75 - 1 -5 3 1 5 70 - 2 26 - - - 100 - - -7 - - - 100 - - -

Jumlah 3 4 8 - 6 8

b. Hasil Perhitungan

PengamatanJumla

h Kesalahan

KEBERSIHAN 

Super Major (-1) 3 3Major (-0,4) 4 1,6Minor (-0,1) 8 0,8

Jumlah Kesalahan (A)   5,4

    

KERAPIHAN     

80% (0) -  -75% (0,25) 3 0,7570% (0,50) 1 0,565% (0,75) 1 0,75

60% (1) 1 155% (1,.25)  - -50% (1,50)  - -40 % (2)  - -

30 % (2,50)  - -20 % (3)  - -

  10 % (3,50)  - -Jumlah Kesalahan (B) 3Jumlah Kesalahan Total 8,4Nilai Kebersihan (100 % - A) 94,6Nilai Kerapihan (100 % - B) 97

50

Page 51: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 3. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Ulangan 3)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No.Kebersihan Kerapihan Keratan

Super major

Major Minor Nilai V1 V2 V3

1 - -  4 60 - - 102  - 1 1 75 - 1 -3  - -  5 60 - - 104  - -  - 100 - - -5  - -  - 100 - - -6  - 2 1 75 - 2 -7  -  - -  100 - - -

Jumlah 0 3 11 - 3 20

b. Hasil perhitungan

Pengamatan Jumlah Kesalahan

KEBERSIHAN

Super Major (-1) 0Major (-0,4) 3 1,2Minor (-0,1) 11 1,1

Jumlah Kesalahan (A) 2,3

KERAPIHAN

80% (0) - -75% (0,25) 2 0,570% (0,50) - -65% (0,75) - -

60% (1) 2 255% (1,.25) - -50% (1,50) - -40 % (2) - -

30 % (2,50) - -20 % (3) - -

10 % (3,50) - -Jumlah Kesalahan (B) 2,5Jumlah Kesalahan Total 4,8Nilai Kebersihan (100 % - A) 97,7Nilai Kerapihan (100 % - B) 97,5

51

Page 52: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 4. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Ulangan 4)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No.Kebersihan

Kerapihan Kerataan

Super Major Major Minor Nilai V1 V2 V3

1 - - 1 60 - - 102 3 - 5 85 - 1 -3 - - -  60 - - 104 - - 4 75 - 1 -5 2 5 6 70 - - -6 - - 1 60 - - -7 1 - 5 75 - - -

Jumlah 6 5 22 - 2 30

b. Hasil Perhitungan

PengamatanJumla

h Kesalahan

KEBERSIHAN 

Super Major (-1) 6 6Major (-0,4) 5 2Minor (-0,1) 22 2,2

Jumlah Kesalahan (A)     10,2

    

KERAPIHAN     

80% (0)  - -75% (0,25) 2 0,570% (0,50) 1 0,565% (0,75)  - 0

60% (1) 3 355% (1,.25)  - -50% (1,50)  - -40 % (2)  - -

30 % (2,50)  - -20 % (3)  - -

10 % (3,50)  - -Jumlah Kesalahan (B)     4Jumlah Kesalahan Total     14,2

52

Page 53: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Nilai kebersihan (100 % - A)     89,8Nilai Kerapihan (100 % - B)     96

Lampiran 5. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera China (Ulangan 5)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No.Jumlah Kerapihan Kerataan

Super Major Major Minor nilai V1 V2 V3

1  - - 2 80 - 2 -2  - -  - 70 - - 13  - - 6 75 - - 54  - - - 90 - - -5  - 1 2 75 - - 26 2 -  - 80 - 2 -7  - 2 6 70 - - -

Jumlah 2 3 16   - 4 9

b. Hasil Perhitungan

PengamatanJumla

hKesalaha

n

KEBERSIHAN

Super Major (-1) 2 2

Major (-0,4) 3 1,2Minor (-0,1) 16 1,6

Jumlah Kesalahan (A)   5,3

KERAPIHAN

80% (0) 2 -75% (0,25) 2 0,570% (0,50) 2 165% (0,75) - -

60% (1) - -55% (1,.25) - -50% (1,50) - -40 % (2) - -

30 % (2,50) - -

53

Page 54: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

20 % (3) - -10 % (3,50) - -

Jumlah Kesalahan (B)     1,5Jumlah Kesalahan Total     6,3Nilai Kebersihan (100 % - A)     95,2Nilai Kerapihan (100 % - B)     98,5

Lampiran 6 pengujian mutu benang sutera Cina (Ulangan 6)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No.Jumlah

Kerapihan Kerataan

Super Major Major Minor nilai V1 V2 V3

1  -  - 2 80 - 2 -2  -  -  - 70 - - 33  - -  6 75 - - 24  -  - 5 75 - - 15  - - 2 85 - - 16 1  -  - 80 - - 17  - 4 6 70 - 1 -

Jumlah 3 4 21   - 3 8

b. Hasil Perhitungan

PengamatanJumla

h Kesalahan

 CLEANNESS

 

Super Major (-1)   0Major (-0,4) 4 1,6Minor (-0,1) 21 2,1

Jumlah Kesalahan (A)     3,7    

NEATNESS    

80% (0) 2 075% (0,25) 2 0,570% (0,50) 2 165% (0,75) 1 0,75

60% (1)  - 055% (1,.25)  - 050% (1,50)  - 040 % (2)  - 0

54

Page 55: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

30 % (2,50)  - 020 % (3)  - 0

10 % (3,50)  - 0Jumlah Kesalahan (B)     2,25Jumlah Kesalahan Total     5,95Nilai Cleanness (100 % - A)     96,3Nilai Neatness (100 % - B)     97,75

Lampiran 7 pengujian mutu benang sutera Cina (Ulangan 7)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No.Jumlah kerapiha

n kerataan

Super Major Major Minor nilai V1 V2 V3

1 - - 2 80 - 2 -2 - - - 70 - - 13 - - 6 75 - - 54 - - - 90 - - -5 - 1 2 75 - - 16 2 - - 80 - - 27 - 2 6 70 - 2 -

Jml 2 3 16 - - 4 9

b. Hasil Perhitungan

Pengamatan   Jumlah Kesalahan

CLEANNESS Super Major (-1) 2 2Major (-0,4) 3 1,2Minor (-0,1) 16 1,6

Jumlah Kesalahan (A)     4,8

NEATNESS

80% (0) 2 075% (0,25) 2 0,570% (0,50) 2 165% (0,75) - 0

60% (1) - 055% (1,.25) - 050% (1,50) - 040 % (2) - 0

55

Page 56: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

30 % (2,50) - 020 % (3) - 0

  10 % (3,50) - 0Jumlah Kesalahan (B)     1,5Jumlah Kesalahan Total     6,3Nilai Cleanness (100 % - A)     95,2Nilai Neatness (100 % - B)     98,5

Lampiran 8. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Ulangan 1)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No.Jumlah Kerapihan Kerataan

Super Major Major Minor Nilai V1 V2 V3

1  -  - 1 80 - - -2  -  -   100 - - -3 2   2 80 - - -4  -  -  - 70 - 1 -5  -  -  - 100 - - -6  - -   - 75 - - 47  - -  1 75 - 2 -

Jumlah 2 0 4   - 3 4

b. Hasil Perhitungan

Pengamatan Jumlah Kesalahan

KEBERSIHAN 

Super Major (-1) 2 2Major (-0,4)  - -Minor (-0,1) 4 0,4

Jumlah Kesalahan (A)   2,4

    

KERAPIHAN   

80% (0) 2 -75% (0,25) 2 0,570% (0,50) 1 0,565% (0,75)  - -

60% (1)  - -55% (1,.25)  - -50% (1,50)  - -40 % (2)  - -

56

Page 57: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

30 % (2,50)  - -20 % (3)  - -

  10 % (3,50)  - -Jumlah Kesalahan (B)     1

Jumlah Kesalahan Total     3,4Nilai Kebersihan (100 % - A)     97,6Nilai Kerapihan (100 % - B)     99

Lampiran 9. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Ulangan 2)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No.Jumlah Kerapihan Kerataan

Super MajorMajo

r Minor Nilai V1 V2 V31 - - 1 80 - - -2 - - - 75 - - -3 2 - 5 75 - - -4 - 4 - 70 - - 15 - - 3 75 - 1 -6 - 1 - 80 - 1 47 - - - 90 - 2 -

Jumlah 2 5 6 - 4 5

b. Hasil Perhitungan

PengamatanJumla

hKesalaha

n

KEBERSIHAN

Super Major (-1) 2 2Major (-0,4) 5 2Minor (-0,1) 9 0,9

Jumlah Kesalahan (A) 4,9KERAPIHAN 80% (0) 1 -

75% (0,25) 1 0,2570% (0,50) 2 165% (0,75) 2 1,5

60% (1) - -55% (1,.25) - -50% (1,50) - -

57

Page 58: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

40 % (2) - -30 % (2,50) - -

20 % (3) - -10 % (3,50) - -

Jumlah Kesalahan (B)     2,75Jumlah Kesalahan Total     7,65Nilai Kebersihan (100 % - A)     95,1Nilai Kerapihan (100 % - B)     97,25

Lampiran 10. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Ulangan 3)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No. JumlahKerapiha

n KerataanSuper Major Major Minor Nilai V1 V2 V3

1 - - - 100 - - -2 - 2 - 80 - 1 -3 - - 1 75 - 1 -4 - - 6 80 - 1 -5 - - 3 80 - - -6 - - 5 60 - - 27 - - 1 75 - - -

Jumlah 0 2 16 - 3 2

b. Hasil Perhitungan

Pengamatan Jumlah Kesalahan

KEBERSIHAN

Super Major (-1) -  0Major (-0,4) 2 0,8Minor (-0,1) 16 1,6

Jumlah Kesalahan (A)     2,4

KERAPIHAN

80% (0) 3 -75% (0,25) 2 0,570% (0,50)  - -65% (0,75)  - -

60% (1) - -55% (1,.25)  - -

58

Page 59: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

50% (1,50)  - -40 % (2)  - -

30 % (2,50)  - -20 % (3)  - -

10 % (3,50)  - -Jumlah Kesalahan (B)     1,5Jumlah Kesalahan Total     3,9Nilai Kebersihan (100 % - A)     97,6Nilai Kerapihan (100 % - B)     98,5

Lampiran 11. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani(Ulangan 4)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No.Jumlah Kerapihan Kerataan

Super Major

Major Minor Nilai V1 V2 V3

1 - - 11 60 - 2 -2 - - 8 75 - 1 -3 - - - 100 - - -4 - - - 100 - - -5 - - 10 50 - 4 -6 - - - 80 - - -7 - - 3 80 - - -

Jumlah 0 0 32   - 7 0

b. Hasil Perhitungan

Pengamatan Jumlah Kesalahan

KEBERSIHAN 

Super Major (-1)  - 0Major (-0,4)  - 0Minor (-0,1) 32 3,2

Jumlah Kesalahan (A)     3,2

KERAPIHAN

80% (0)  - 075% (0,25) 1 0,2570% (0,50)  - 065% (0,75)  - 0

60% (1) 1 1

59

Page 60: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

55% (1,.25)  - 050% (1,50) 1 1,540 % (2)  - 0

30 % (2,50)  - 020 % (3)  - 0

  10 % (3,50)  - 0Jumlah Kesalahan (B)     2,75Jumlah Kesalahan Total     5,95Nilai Kebersihan (100 % - A)     96,8Nilai Kerapihan (100 % - B)     97,25

Lampiran 12. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Ulangan 5)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No. KebersihanKerapiha

n Kerataan

Super Major Major Minor Nilai V1 V2 V3

1 - - 11 70 - - -2 - -  - 100 - - 13 - - -  75 - 2 -4 - 6 60 - - -5 - - 3 70 - - -6 - - 1 75 - 2 37 - -  - 75 - - -

Jumlah - 0 21   - 4 4

b. Hasil perhitungan

PengamatanJumla

hKesalaha

n

KEBERSIHAN

Super Major (-1) - -

Major (-0,4) - -Minor (-0,1) 21 2,1

Jumlah Kesalahan (A) 2,1KERAPIHAN 80% (0) - -

75% (0,25) 3 0,7570% (0,50) 2 1

60

Page 61: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

65% (0,75) - -60% (1) 1 1

55% (1,.25) - -50% (1,50) - -40 % (2) - -

30 % (2,50)  - -20 % (3)  - -

10 % (3,50)  - -Jumlah Kesalahan (B)     2,75

Jumlah Kesalahan Total     4,85Nilai Kebersihan (100 % - A)     97,9Nilai Kerapihan (100 % - B)     97,25

Lampiran 13. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Ulangan 6)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No.Kebersihan Kerapihan Kerataan

Super Major Major Minor Nilai V1 V2 V3

1 - - - 100 - - -2 - 2 - 65 - - 33 - - 6 75 - 2 -4 - 2 - 75 - 1 -5 - - 4 85 - - -6 - 3 8 60 - - 57 - - 3 80 - - -

Jumlah 0 7 21 - - 3 8

b. Hasil Perhitungan

Pengamatan Jumlah Kesalahan

KebersihanSuper Major (-1) - 0

Major (-0,4) 7 2,8Minor (-0,1) 21 2,1

Jumlah Kesalahan (A) 4,9

61

Page 62: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Kerapihan

80% (0) 1 075% (0,25) 1 0,2570% (0,50) - 065% (0,75) 1 0,75

60% (1) 1 155% (1,.25) - 050% (1,50) - 040 % (2) - 0

30 % (2,50) - 020 % (3) - 0

10 % (3,50) - 0Jumlah Kesalahan (B) 2

Jumlah Kesalahan Total 6,9Nilai Kebersihan (100 % -

A) 95,1

Nilai Kerapihan (100 % - B) 98Lampiran 14. Hasil Pengujian Mutu Benang Sutera Perum Perhutani (Ulangan 7)

a. Kebersihan, Kerapihan, Dan Kerataan

No.Jumlah Kerapiha

n Kerataan

Super Major Major

Minor Nilai V1 V2 V3

1 - - 9 70 - 2 -2 - 2 6 60 - 1 -3 - - - 100 - - -4 - - - 100 - -5 - 1 10 65 - - 46 - - 5 80 - 3 -7 - - 4 75 - - -

Jumlah 0 3 34 - 6 4

b. Hasil Perhitungan

Pengamatan JumlahKesalaha

n

CLEANNESSSuper Major (-1) - 0

Major (-0,4) 3 1,2Minor (-0,1) 34 3,4

62

Page 63: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Jumlah Kesalahan (A) 4,6

NEATNESS

80% (0) 1 075% (0,25) 1 0,2570% (0,50) 1 0,565% (0,75) 1 0,75

60% (1) 1 155% (1,.25) - 050% (1,50) - 040 % (2) - 0

30 % (2,50) - 020 % (3) - 0

10 % (3,50) - 0Jumlah Kesalahan (B) 2,5

Jumlah Kesalahan Total 7,1Nilai Cleanness (100 % - A) 95,4Nilai Neatness (100 % - B) 97,5

Lampiran 15. Rata-rata Hasil Pengujian Cleannes, Neatness, Evenness

a. Benang Sutera China

Kode Sampel

PengamatanCleannes

s Neatness Evenness 1 Evenness 2 Evenness 3

C1 97,9 97,5 - 3 20C2 94,6 97 - 6 8C3 97,7 97,5 - 3 20C4 89,8 96 - 2 20C5 95,2 98,5 - 4 9C6 96,3 97,75 - 3 9C7 95,2 98,5 - 4 9

Jumlah 666,7 682,75 - 25 95Rata-Rata 95,24 97,54 0 3,57 13,57

b. Benang Sutera Perum Perhutani

Kode Sampel

PengamatanCleanness Neatness Evenness 1 Evenness 2 Evenness 3

B1 97,6 99 - 3 4B2 95,1 97,25 - 4 5B3 97,6 98,5 - 3 2

63

Page 64: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

B4 96,8 97,25 - 7 0B5 97,9 97,25 - 4 4B6 95,1 98 - 3 8B7 95,4 97,5 - 6 4

Jumlah 675,5 684,75 - 30 27Rata-Rata 96,50 97,82 0 4,29 3,86

Lampiran 16. Pengujian Kekuatan dan Kemuluran Benang

a. Benang China

No.Sampel Besar Denier Tenacity (Kg) Elongation (%)1 41 17,8 82 45 14,6 133 39 13,2 304 41 10,9 255 41 5,3 306 49 4,8 467 41 13,1 20

Jumlah 297 79,7 185Rata-rata 42,43 11,39 24,57

Keterangan :

1. Denier maksimum= 49

2. Denier minimum = 39

3. Denier rata-rata = 42,43

64

Page 65: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

4. Standar Deviasi ( SD )=√∑ ¿¿¿¿

= √11,61

= 3,4

5. Maximum Deviasi :

a. X – Denier Minimum = 42,43 – 39 = 3,4

b. Denier Maksimum – X = 49 – 42,43 = 6,5

Hasil terbesar dinyatakan sebagai nilai Maksimum Deviasi yaitu 6,5

6. Untuk mendapatkan hasil tenacity/kekuatan dalam satuan gram/denier

yaitu :

a. Ubah satuan tenacity dari kilogram menjadi gram

kekuatan (g/d) = 11,39 x 1000

100

= 113,9 gram

b. Tenacity dalam satuan gram dibagi dengan denier rata-rata (X)

Kekuatan (g/d) = 113,9 gram

42,43 denier

= 2,6 gram/denier

65

Page 66: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 17 Pengujian Kekuatan dan Kemuluran Benang

b. Benang Perum Perhutani

No.Sampel Besar Denier Tenacity (Kg) Elongation (%)1 45 13,5 252 54 17,6 183 58 20,5 114 50 15 205 41 10,8 196 51 16,8 357 44 12,8 38

Jumlah 343 107 166Rata-rata 49 15,29 23,71

Keterangan :

1. Denier maksimum= 58

2. Denier minimum = 41

3. Denier rata-rata = 49

4. Standar Deviasi ( SD )=√∑ ¿¿¿¿

66

Page 67: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

= √36

= 6

5. Maximum Deviasi :

c. X – Denier Minimum = 49 – 41 = 8

d. Denier Maksimum – X = 58 – 49 = 9

6. Untuk mendapatkan hasil tenacity/kekuatan dalam satuan gram/denier

yaitu :

c. Ubah satuan tenacity dari kilogram menjadi gram

kekuatan (g/d) = 15,29 x 1000

100

= 152,9 gram

d. Tenacity dalam satuan gram dibagi dengan denier rata-rata (X)

Kekuatan (g/d) = 152,9 gram

49 denier

= 3,1 gram/denier

67

Page 68: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 18. Hasil Pengujian Jumlah Putus Benang Sutera Cina dan Perum

No Jumlah PutusCina Perum Perhutani

1 0 32 0 53 0 04 3 25 4 46 0 57 0 3

Jumlah 7 22Rata-Rata 1,00 3,14

68

Page 69: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 19a. Analisis Uji T terhadap Kebersihan Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani

T-TEST

Group Statistics

jenis varian ulat sutera N Mean Std. DeviationStd.

Error Mean

Kebersihan (Cleaness)varian china 7 95.2429 2.71591 1.02652

varian perum 7 96.5000 1.26491 .47809

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of Variances

t-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference

Std. Error Difference Lower Upper

Kebersihan (Cleaness)

Equal variances assumed

,756 ,402 -1,110 12 ,289 -1,25714 1,13239 -3,72441 1,21013

-1,110 8,486 ,297 -1,25714 1,13239 -3,84264 1,32836

69

Page 70: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 19b. Analisis Uji T terhadap Kerapihan Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani

T-Test

Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kerapian (Neatness) varian china 7 97.5357 .87117 .32927

varian perum 7 97.8214 .70289 .26567

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variancest-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of

the Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference Lower

Kerapian

(Neatness)

Equal variances

assumed.016 .903 -.675 12 .512 -.28571 .42308 -1.20753

Equal variances

not assumed-.675 11.487 .513 -.28571 .42308 -1.21212

70

Page 71: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 19c. Analisis Uji T terhadap Kerataan II Benang Sutera Cina dan oerum Perhutani

T-Test

Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kerataan (Evenness) Benang Sedang

varian china 7 3.5714 1.27242 .48093

varian perum 7 4.2857 1.60357 .60609

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variancest-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean DifferenceStd. Error

DifferenceLower

Kerataan (Evenness)

Benang Sedang

Equal variances

assumed

.577 .462 -.923 12 .374 -.71429 .77372 -2.40007

-.923 11.411 .375 -.71429 .77372 -2.40978

71

Page 72: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 19d. Analisis Uji T terhadap Kerataan III Benang Sutera Cina dan oerum Perhutani

T-Test

Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

Kerataan (Evenness) Benang Besar

varian china 7 13.5714 6.02376 2.27677

varian perum 7 3.8571 2.47848 .93678

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variancest-test for Equality of Means

95% Confidence Interval of the

Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean DifferenceStd. Error

DifferenceLower Upper

Kerataan (Evenness)

Benang Besar

Equal variances

assumed

27.014 .000 3.946 12 .002 9.71429 2.46196 4.35015 15.07843

3.946 7.975 .004 9.71429 2.46196 4.03389 15.39468

72

Page 73: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 19e. Analisis Uji T terhadap Jumlah Putus Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani

T-Test

Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

persentase jumlah putus (%)

varian china 7 1.0000 1.73205 .65465

varian perum 7 3.1429 1.77281 .67006

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of Variancest-test for Equality of Means

95% Confidence

Interval of the

Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean DifferenceStd. Error

DifferenceLower

persentase jumlah

putus (%)Equal variances assumed .059 .812

-2.287 12 .041 -2.14286 .93678 -4.18392

-2.287 11.994 .041 -2.14286 .93678 -4.18404

73

Page 74: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 19f. Analisis Uji T terhadap Kekuatan Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani

T-Test

Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

kekuatanvarian china 7 11.3857 4.80188 1.81494

varian perum 7 15.2857 3.27639 1.23836

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of Variancest-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed)Mean

DifferenceStd. Error Difference

kekuatanEqual variances

assumed

1.016 .333 -1.775 12 .101 -3.90000 2.19717

-1.775 10.591 .105 -3.90000 2.19717

74

Page 75: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 19g. Analisis Uji T terhadap Kemuluran Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani

T-Test

Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

kemuluranvarian china 7 24.5714 12.56791 4.75022

varian perum 7 23.7143 9.69045 3.66264

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality

of Variancest-test for Equality of Means

95% Confidence

Interval of the

Difference

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean DifferenceStd. Error

DifferenceLower

kemuluran Equal variances assumed.241 .632 .143 12 .889 .85714 5.99830 -12.21203 13.92631

.143 11.271 .889 .85714 5.99830 -12.30638 14.02067

75

Page 76: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Lampiran 19h. Analisis Uji T terhadap Denier Benang Sutera Cina dan Perum Perhutani

T-Test

Group Statisticsjenis varian ulat sutera N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

deniervarian china 7 42.4286 3.40867 1.28836

varian perum 7 49.0000 6.00000 2.26779

Independent Samples Test

Levene's Test for

Equality of

Variances

t-test for Equality of Means

F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean DifferenceStd. Error

Difference

denierEqual variances

assumed

2.907 .114 -2.520 12 .027 -6.57143 2.60820

-2.520 9.508 .032 -6.57143 2.60820

76

Page 77: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

77

Page 78: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Proses Pemintalan Benang Sutera

Gambar 1. Proses Pengeringan Kokon

Gambar 2. Perebusan Kokon

78

Page 79: repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 1378 › NE…  · Web viewrepository.unhas.ac.idDaya pegang yang sudah lemah menjadikan ulat sutera tidak mampu

Gambar 3. Pemintalan Kokon (Reeling)

Gambar 4. Penggulungan ulang (Rereling)

Gambar 5. Wending

79