9.7 Dan 9.8 (Perekonomian Indonesia)

6
9.7 Pola Pengeluaran Pemerintah Anggaran belanja negara/pemerintah terdiri dari anggaran pemerintah pusat dan anggaran pemerintah daerah. Dimana anggaran pemerintah daerah dua kali lipat lebih besar dari anggaran untuk pemerintah daerah. Tabel 9.10: Anggaran Belanja Pemerintah, 2002-2007 (Milliar Rupiah) 2002 2003 2004 2005 2006 2007 Belanja negara 322.18 0 376.505 374.35 1 565.070 699.099 752.373 - Pemerintah Pusat 223.97 6 256.191 255.30 9 411.667 478.250 498.172 - Pemerintah Daerah 98.204 120.314 119.04 2 153.402 220.850 254.201 Sumber: BPS seperti pada BLLPI 2007 Dalam kurun 6 tahun pemerintah telah mampu meningkatkan belanjanya lebih dari dua kali lipat sebsar Rp. 322 trilliun pada tahun 2002 menjadi lebih dari Rp. 752 trilliun pada tahun 2007. Kelipatan ini juga berlaku untuk belanja pemerintah pusat maupun daerah. Anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dibedakan menjadu untuk pengeluaran rutin (admisnistrasi pemerintah) dan untuk pengeluaran pembangunan. Anggaran rutin pemerintah pusat relative tetap untuk 2002, 2003, 2004 sekitar 180an trilliun

description

Pola Pengeluaran Pemerintah

Transcript of 9.7 Dan 9.8 (Perekonomian Indonesia)

9.7Pola Pengeluaran Pemerintah

Anggaran belanja negara/pemerintah terdiri dari anggaran pemerintah pusat dan anggaran pemerintah daerah. Dimana anggaran pemerintah daerah dua kali lipat lebih besar dari anggaran untuk pemerintah daerah.

Tabel 9.10: Anggaran Belanja Pemerintah, 2002-2007 (Milliar Rupiah)

2002

2003

2004

2005

2006

2007

Belanja negara

322.180

376.505

374.351

565.070

699.099

752.373

- Pemerintah Pusat

223.976

256.191

255.309

411.667

478.250

498.172

- Pemerintah Daerah

98.204

120.314

119.042

153.402

220.850

254.201

Sumber: BPS seperti pada BLLPI 2007

Dalam kurun 6 tahun pemerintah telah mampu meningkatkan belanjanya lebih dari dua kali lipat sebsar Rp. 322 trilliun pada tahun 2002 menjadi lebih dari Rp. 752 trilliun pada tahun 2007. Kelipatan ini juga berlaku untuk belanja pemerintah pusat maupun daerah.

Anggaran pemerintah pusat dan pemerintah daerah dibedakan menjadu untuk pengeluaran rutin (admisnistrasi pemerintah) dan untuk pengeluaran pembangunan. Anggaran rutin pemerintah pusat relative tetap untuk 2002, 2003, 2004 sekitar 180an trilliun rupiah kemudian melonjak tajam ke tahun 2005-P (perubahan yang telah disetujui DPR) menjadi di atas 325 trilliun rupiah dan pada anggaran 2007-P menjadi di atas 426 trilliun rupiah.

Tabel 9.11: Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, 2002 2007 (Miliiar Rupiah)

2002

2003

2004

2005-P

2006-P

2007-P

Anggaran Belanja Pusat

223.976

256.191

255.309

411.667

478.250

498.172

- Rutin

186.651

186.944

184.438

326.924

408.470

426.488

- Pembagnunan

37.325

69.247

70.871

84.743

69.780

71.684

Sumber: BPS seperti pada BLLPI 2007.

Hal yang perlu diperhatikan ialah anggaran rutin untuk pembayaran bunga hutang dalam dan luar negeri.jumlah pembayaran bunga hutang ini sekitar 90 trilliun rupiah dari anggaran rutin sejumlah 186 trilliun pada tahun 2002, mengalami penurunan untuk tiga tahun berturut-turut (2003,2004,2005) menjadi sekitar 60an trilliuun rupiah dari anggaran rutin 2005-P sekitar 326 trilliun untuk kemudian meningkat ke level semula untuk tahun 2007-P, menjadi lebih dari 83 trilliun rupiah.

Komponen lain yang perlu mendapat perhatian ialah anggaran rutin pemerintah pusat adalah untuk pembayaran subsidi (BBM dan non BBM) yan selalu mengalami peningkatan dari sekitar 44 trilliun rupiah pada anggaran 2002 menjadi sekitar 120 trilliun rupiah untuk anggaran 2005-P dan terus berada di atas 100 trilliun sampai 2007-P. anggaran untuk pembayaran bunga hutang dan untuk subsidi menelan sebagian besar anggaran rutin.

Anggran pembangunan untuk pemerintah pusat yang terdiri dari pembiayaan rupiah dan pembayaran proyek (dana luar negeri) ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel 9.13: Anggaran Belanja Pengeluaran Pemerintah, 2002 2007 (Milliar Rupiah)

2002

2003

2004

2005-P

2006-P

2007-P

Pengeluaran pembangunan

37.325

69.247

70.871

84.743

69.780

71.684

Pembiayaan Rupiah

25.608

47.510

50.500

54.747

55.258

70.826

Pembiayaan Proyek

11.717

21.737

20.371

29.997

25.475

23.205

*angka pengeluaran pembangunan, pembiayaan rupiah dan proyek untuk tahun 2006 dan 2007 sudah sesuai dengan aslinya (kalau dijumlahkan tidak cocok)

Sumber: BPS seperti pada BLLPI 2007

Anggaran belanja untuk pembiayaan pemerintah daerah terdiri dari dana perimbangan dan dana otonomi khusus (+ penyeimbang). Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dan alokasi umum dan dana alokasi khusus. Pembiayaan pemerintah daerah utnuk 2002 2007-P secara rinci ditunjukan pada tabel berikut.

Tabel 9.14: Anggaran Belanja untuk Pemerintah Derah (Milliar Rupiah)

2002

2003

2004

2005-P

2006-P

2007-P

Anggaran Belanja Daerah

98.204

120.314

119.042

153.402

220.850

254.201

Dana Perimbangan

94.657

111.070

112.187

146.160

216.798

244.608

- Dana Bagi Hasil

24.884

31.370

26.928

52.567

59.564

62.726

- Dana Alokasi Umum

69.159

76.978

82.131

88.766

145.664

164.787

- Dana Alokasi Khusus

613

2.723

3.128

4.828

11.570

17.094

Dana Otonomi Khusus dan Penyeimbang

3.548

9.244

6.855

7.243

4.052

9.593

Sumber: BPS seperti pada BLLPI 2007

Anggaran belanja negara untuk pembiayaan pemerintah diatur dalam UU RI No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.pembiayaan ini dibicarakan dengan rinci pada pasal 10 sampai pasal 42 yang pada prinsipnya menelaskan bahwa dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil,dana alokasi khusus dan dana alokasi umum.

9.8Pengaruh APBN terhadap Jumlah Uang Beredar

Kita mengetahui bahwa kebijakan moneter dalam arti luas adalah kebijakan moneter dalam arti sempit (uang dan lembaga keuangan) dan kebijkan APBN. Jadi APBN itu adalah alat kebijakan moneter. Tentu saja demikian halnya, karena setiap rupiah yang diambildari masyarakat dan masuk ke kass negara akan mempengaruhi jumlah uang beredar di masyarkat.

Apabila jumlah (realisasi) pengeluaran negara persis sama dengan jumlah (realisasi) penerimaan negara, katakanlah Rp. 1.000 trilliun, maka jumlah uang yang beredar di masyarakat berkurang sebesar jumlah tersebut karena penerimaan negara dan dengan jumlah yang sama jumlah uang yang beredar di masyarakat bertambah karena pengeluaran negara. Kalau realisasi APBN ternyata deficit, satu keadaan yang sangat bisa terjadi pada masa orde lama, katakanlah pengeluaran negara sebesar Rp. 1.000 miliiar, sedangkan penerimaan negara Rp. 900 milliar, maka jumlah uang yang beredar di masyarakat sebesar belanja negara (Rp. 1.000 milliar) dan berkurang sejumlah penerimaan negara Rp. 900 milliar. Sisanya yang kurang Rp. 100 milliar dibiayai melalui pinjaman pada (uang muka dari) bank Indonesia sebagai kasir negara dan melalui pinjaman jangka pendek (T bill) kepada masyarakat.

Kalau realisasi APBN bersifat surplus, penerimaan negara lebih besar dari pengeluaran negara. Hal ini sering terjadi pada realisasi APBN Indonesia pada masa soeharto sampai sekarangdan di negara maju. Katakanlah realisasi APBN sebesar Rp. 1.000 trilliun untuk pengeluaran dan realisasi penerimaan negara sebesar Rp. 1.100 trilliun. Da;a, keadaan demikian ini jumlah uang beredar berkurang sebesar Rp. 1.100 trilliun dan bertambah sebesar Rp. 1.000 trilliun, sehingga akibat bersih APBN adalah jumlah uang beredar berkurang sebesar Rp. 100 trilliun (sejumlah surplus pada realisasi APBN).