96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

14
Patofisiologi Terkini Alergi Obat Posted on April 18, 2012 Alergi obat adalah respon abnormal seseorang terhadap bahan obat atau metabolitnya melalui reaksi imunologi yang dikenal sebagai reaksi hipersensitivitas yang terjadi selama atau setelah pemakaian obat. Alergi obat masuk kedalam penggolongan reaksi simpang obat (adverse drug reaction), yang meliputi toksisitas, efek samping, idiosinkrasi, intoleransi dan alergi obat. Toksisitas obat adalah efek obat berhubungan dengan kelebihan dosis obat. Efek samping obat adalah efek obat selain khasiat utama yang timbul karena sifat farmakologi obat atau interaksi dengan obat lain. Idiosinkrasi adalah reaksi obat yang timbul tidak berhubungan dengan sifat farmakologi obat, terdapat dengan proporsi bervariasi pada populasi dengan penyebab yang tidak diketahui. Intoleransi adalah reaksi terhadap obat bukan karena sifat farmakologi, timbul karena proses non imunologi. Sedangkan alergi obat adalah respon abnormal terhadap obat atau metabolitnya melalui reaksi imunologi. Patofisiologi Antigen yang bersifat tidak lengkap seperti ini merupakan kompleks obat dan protein yang disebut sebagai hapten. Hapten dapat membentuk ikatan kovalen dengan protein jaringan yang bersifat stabil, dan ikatan ini akan tetap utuh selama diproses di makrofag dan dipresentasikan kepada sel limfosit hingga sifat imunogeniknya stabil. Sebagian kecil substansi obat mempunyai berat molekul besar (insulin, antisera, ekstrak organ) dan bersifat imunogenik sehingga dapat langsung merangsang sistem imun tubuh. Tetapi ada beberapa jenis obat dengan berat molekul relatif rendah yang bersifat imunogenik tanpa bergabung dengan karier. Mekanismenya belum jelas, tetapi diduga obat ini membentuk polimer rantai panjang. Setelah pajanan awal maka kompleks obat-karier akan merangsang pembentukan antibodi dan aktivasi sel imun dalam masa laten yang dapat berlangsung selama 10-20 hari. Pada pajanan

description

alergi

Transcript of 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

Page 1: 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

Patofisiologi Terkini Alergi ObatPosted on April 18, 2012 

Alergi obat adalah respon abnormal seseorang terhadap bahan

obat atau metabolitnya melalui reaksi imunologi yang dikenal

sebagai reaksi hipersensitivitas yang terjadi selama atau setelah

pemakaian obat. Alergi obat masuk kedalam penggolongan reaksi

simpang obat (adverse drug reaction), yang meliputi toksisitas,

efek samping, idiosinkrasi, intoleransi dan alergi obat. Toksisitas

obat adalah efek obat berhubungan dengan kelebihan dosis obat.

Efek samping obat adalah efek obat selain  khasiat utama yang

timbul karena sifat farmakologi obat atau interaksi dengan obat

lain. Idiosinkrasi adalah reaksi obat yang timbul tidak

berhubungan dengan sifat farmakologi obat, terdapat dengan

proporsi bervariasi pada populasi dengan penyebab yang tidak

diketahui. Intoleransi adalah reaksi terhadap obat bukan karena

sifat farmakologi, timbul karena proses non imunologi.

Sedangkan alergi obat adalah respon abnormal terhadap obat

atau metabolitnya melalui reaksi imunologi.

PatofisiologiAntigen yang bersifat tidak lengkap seperti ini merupakan kompleks obat

dan protein yang disebut sebagai hapten. Hapten dapat membentuk

ikatan kovalen dengan protein jaringan yang bersifat stabil, dan ikatan

ini akan tetap utuh selama diproses di makrofag dan dipresentasikan

kepada sel limfosit hingga sifat imunogeniknya stabil.

Sebagian kecil substansi obat mempunyai berat molekul besar (insulin,

antisera, ekstrak organ) dan bersifat imunogenik sehingga dapat

langsung merangsang sistem imun tubuh. Tetapi ada beberapa jenis obat

dengan berat molekul relatif rendah yang bersifat imunogenik tanpa

bergabung dengan karier. Mekanismenya belum jelas, tetapi diduga obat

ini membentuk polimer rantai panjang.

Setelah pajanan awal maka kompleks obat-karier akan merangsang

pembentukan antibodi dan aktivasi sel imun dalam masa laten yang

dapat berlangsung selama 10-20 hari. Pada pajanan berikutnya periode

laten menjadi lebih singkat karena antigen tersebut sudah dikenal oleh

sistem imun tubuh melalui mekanisme pembentukan sel memori (reaksi

anamnestik) .

Page 2: 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

Alergi obat merupakan reaksi hipersensitivitas yang dapat digolongkan

menjadi 4 tipe menurut Gell dan Coombs (lihat bab tentang reaksi

hipersensitivitas). Alergi obat dapat terjadi melalui mekanisme ke-4 tipe

tersebut (Tabel 26-2). Bila antibodi spesifik yang terbentuk adalah IgE

pada penderita atopi (IgE-mediated) maka yang terjadi adalah reaksi tipe

I (anafilaksis). Bila antibodi yang terbentuk adalah IgG dan IgM,

kemudian diikuti oleh aktivasi komplemen maka yang terjadi adalah

reaksi hipersensitivitas tipe II atau tipe III. Bila yang tersensitisasi

adalah respons imun selular maka akan terjadi reaksi tipe IV. Reaksi tipe

II sampai IV merupakan reaksi imun yang tidak dapat diprediksi dan

tidak melalui pembentukan IgE (non IgE-mediated). Perlu diingat bahwa

dapat saja terjadi alergi obat melalui keempat mekanisme tersebut

terhadap satu macam obat secara bersamaan. Alergi obat tersering

biasanya melalui mekanisme tipe I dan IV. Sedangkan alergi obat melalui

mekanisme tipe II dan tipe III umumnya merupakan bagian dari kelainan

hematologik atau penyakit autoimun.

Mekanisme reaksi hipersensitivitas menurut Gell dan Coombs

Reaksi imun Mekanisme KlinisWaktu reaksi

Tipe I (diperantarai IgE)

Kompleks IgE-obat berikatan dengan sel mast melepaskan histamin dan   mediator lain

Urtikaria, angioedema, bronkospasme, muntah, diare, anafilaksis

Menit sampai jam setelah paparan

Tipe II (sitotoksik)

Antibodi IgM atau IgG spesifik terhadap sel hapten-obat

Anemia hemolitik, neutropenia, trombositopenia Variasi

Tipe III (kompleks imun)

Deposit jaringan dari kompleks antibodi-obat dengan aktivasi   komplemen

Serum sickness, demam, ruam, artralgia, limfadenopati,   vaskulitis, urtikaria

1-3 minggu setelah paparan

Tipe IV (lambat, diperantarai oleh selular)

Presentasi molekul obat oleh MHC kepada sel T dengan pelepasan sitokin

Dermatitis kontak alergi

2-7 hari setelah paparan

Alergi obat dapat terjadi melalui semua 4 mekanisme hipersensitifitas

Gell dan Coomb, yaitu :

Page 3: 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

Reaksi hipersensitivitas segera (tipe I), terjadi bila obat atau

metabolitnya berinteraksi membentuk antibodi IgE yang spesifik dan

berikatan dengan sel mast di jaringan atau sel basofil di sirkulasi.

Reaksi tipe I merupakan hipersensitivitas cepat yang diperantarai oleh

IgE dan menyebabkan reaksi seperti anafilaksis. Gejala yang

ditimbulkan dapat berupa urtikaria, edema laring, wheezing dan

kolaps kardiorespiratorius. Penyebab umum adalah molekul biologis

dan beberapa obat, seperti penisilin dan insulin.

Reaksi antibody sitotoksik (tipe II), melibatkan antibodi IgG dan

IgM yang mengenali antigen obal di membran sel. Dengan adanya

komplemen serum, maka sel yang dilapisi antibodiakan dibersihkan

atau dihancurkan oleh sistem monosit-makrofag. Reaksi tipe II

merupakan reaksi sitotoksik yang diinduksi oleh kompleks komplemen

dengan antibodi sitotoksik IgM atau IgG. Reaksi ini terjadi sebagai

respon terhadap obat yang mengubah membran permukaan sel.

Contoh reaksi ini adalah anemia hemolitik yang disebabkan oleh

metildopa dan penisilin, ataupun trombositopenia yang disebabkan

oleh kuinidin. Obat lain yang bekerja melalui mekanisme ini antara

lain sefalosporin, sulfonamida dan rifampisin.

Reaksi kompleks imun (tipe III), disebabkan oleh kompleks soluble

dari obat atau metabolitnya dengan antibodi IgM dan IgG. Pada reaksi

tipe III terdapat periode laten beberapa hari sebelum gejala timbul,

yaitu periode yang dibutuhkan untuk membentuk kompleks imun yang

dapat mengaktivasi komplemen. Reaksi terkadang baru timbul setelah

obat dihentikan. Reaksi tersebut dapat pula berupa reaksi setempat

yang dikenal sebagai reaksi Arthus. Terdapat pembengkakan dan

kemerahan setempat pada tempat antigen berada, misalnya pada

vaksinasi. Reaksi setempat ini terjadi oleh karena penderita telah

mempunyai kadar antibodi yang tinggi sehingga terjadi presipitasi

pada tempat masuk antigen yang terjadi dalam waktu 2 sampai 5 jam

setelah pemberian. Manifestasi utama berupa demam, ruam, urtikaria,

limfadenopati dan artralgia. Contoh obat tersebut antara lain

penisilin, salisilat, sulfonamida, klorpromazin, tiourasil, globulin

antilimfositik dan fenitoin.

Reaksi hipersensitivitas lambat (delayed-type hypersensitivity

reactions, tipe IV) adalah reaksi yang dimediasi oleh limfosit T yang

spesifik obat. Pada reaksi hipersensitivitas tipe lambat, limfosit

bereaksi langsung dengan antigen, misalnya pada dermatitis kontak.

Page 4: 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

Obat topikal yang secara antigenik biasanya berbentuk hapten, bila

berikatan dengan protein jaringan kulit yang bersifat sebagai karier

dapat merangsang sel limfosit T yang akan tersensitisasi dan

berproliferasi. Pada pajanan berikutnya, sel T yang sudah

tersensitisasi akan teraktivasi dan mengeluarkan sitokin yang menarik

sel radang ke tempat antigen berada sehingga terjadi reaksi inflamasi.

Contoh obat yang sering menimbulkan reaksi tipe IV antara lain benzil

alkohol, derivat merkuri, neomisin, nikel, antibiotik topikal, krim

steroid, antihistamin topikal, anestesi lokal, serta beberapa zat aditif

yang sering terdapat pada obat topikal seperti parabens atau lanolin.

Bisa terjadi alergi obat melalui keempat mekanisme tersebut terhadap

satu obat,namun yang tersering melalui tipe I dan IV. Jenis obat

penyebab alergi sangat bervariasi dan berbeda menurut waktu, tempat

dan jenis penelitian yang dilakukan. Pada umumnya laporan tentang obat

tersering penyebab alergi adalah golongan penisilin, sulfa, salisilat, dan

pirazolon. Obat lainnya yaitu asam mefenamat, luminal, fenotiazin,

fenergan, dilantin, tridion. Namun demikian yang paling sering

dihubungkan dengan alergi adalah penisilin dan sulfa. Alergi obat

biasaya tidak terjadi pada paparan pertama. Sensitisasi imunologik

memerlukan paparan awal dan tenggang waktu beberapa lama (masa

laten) sebelum terjadi reaksi alergi.

Alergenisitas obat tergantung dari berat molekul. Obat dengan berat

molekul yang kecil tidak dapat langsung merangsang sistem imun bila

tidak bergabung dengan bahan lain untuk bersifat sebagai

allergen,disebut sebagaai hapten. Hapten dapat membentuk ikatan

kovalen dengan protein jaringan yang bersifat stabil, dan ikatan ini akan

tetap utuh selama diproses didalam makrofag dan dipresentasikan pada

sel limfosit. Sebagian kecil obat mempunyai berat molekul besar

misalnya insulin, antisera, ekstrak organ bersifat sangat imunogenik

dapat langsung merangsang sistem imun tubuh.

Ada obat dengan berat molekul rendah yang imunogenik tanpa

bergabung dengan protein lain. Mekanismenya belum jelas, tetapi diduga

obat ini membentuk polimer rantai panjang. Setelah paparan awal maka

obat akan merangsang pembentukan antibody dan aktifasi sel imun

dalam masa induksi (laten) yang dapat berlangsung 10-20 hari.

Page 5: 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

Ikatan obat dengan protein jaringan dapat mengubah struktur dan sifat

jaringan sebagai antigen diri menjadi antigen yang tidak dikenal oleh

sistem imun tubuh, sehingga dapat terjadi reaksi autoimun. Contoh

obatnya antara lain klorpromazin, isoniazid, penisilamin, fenitoin dan

sulfasalazin. Bila sel sasaran ini adalah endotel pembuluh darah, maka

dapat terjadi vaskulitis akibat aktivasi komplemen oleh kompleks imun

pada permukaan sel endotel (misalnya pada serum sickness). Aktivasi

komplemen ini mengakibatkan akumulasi sel polimorfonuklear dan

pelepasan lisozim sehingga terjadi reaksi inflamasi dan kerusakan

dinding pembuluh darah. Obat yang dapat menimbulkan reaksi seperti

ini antara lain penisilin, sulfonamid, eritromisin, salisilat, isoniazid, dan

lain-lain.

Reaksi alergi

Karena bentuk makromolekul beberapa obat, seperti hormon peptida,

secara intrinsik imunogenik. Banyak obat, memiliki massa molekul

kurang dari 1000 dalton dan tidak mampu menginduksi respon imun di

negara asal mereka. Untuk agen-agen untuk menjadi immunogens

efektif, mereka tidak hanya harus mengikat secara kovalen ke tinggi-

molekul protein berat badan tetapi juga harus menjalani pengolahan

antigen sukses dan presentasi.

Pemahaman kita tentang respon imun terhadap antigen obat didasarkan

terutama pada hipotesa hapten. Beberapa obat, seperti penisilin, dapat

langsung terjadi reaksi  kimia sebagai akibat dari ketidakstabilan

struktur molekul. Namun, yang lain harus dimetabolisme, atau

bioactivated, menjadi bentuk reaktif sebelum respon imun dapat dimulai.

Meskipun bioactivation biasanya dimediasi oleh enzim sitokrom P450 di

hepatosit hati, mungkin juga terjadi di lokasi lain, seperti keratinosit

kulit.

Bioactivation biasanya diikuti dengan proses bioinactivating. Dalam

beberapa kasus, faktor genetik atau lingkungan dapat mengganggu

keseimbangan antara kedua proses, yang menyebabkan terbentuknya

ditambah atau dikurangi eliminasi metabolit obat reaktif. Setelah

terbentuk, spesies reaktif dapat melakukan salah satu dari beberapa hal.

Mereka mungkin mengikat makromolekul dan menyebabkan kerusakan

sel langsung. Mereka mungkin mengikat asam nukleat untuk

menghasilkan produk gen yang berubah. Mereka mungkin mengikat

secara kovalen dengan target makromolekul yang lebih besar,

Page 6: 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

membentuk sebuah kompleks imunogenik, dan merangsang respon

kekebalan tubuh.

Penisilin dan β-laktam

Alergi terhadap β-laktam obat umumnya dilaporkan, terutama penisilin

alergi. The β-laktam yang disebabkan reaksi obat yang paling umum

adalah erupsi makulopapular atau morbilliform dan urtikaria. Namun,

reaksi anafilaksis parah dapat dan memang terjadi pada kesempatan

langka. Sebuah tinjauan penisilin yang disebabkan anafilaksis yang

dilakukan pada akhir tahun 1960 dievaluasi data dari kedua laporan

dipublikasikan dan tidak dipublikasikan dan menemukan tingkat kejadian

1,5 sampai 4 kasus per 10.000 diperlakukan patients.10 Selanjutnya,

studi internasional prospektif dilakukan untuk menentukan kejadian

reaksi alergi terhadap bulanan benzatin intramuskular suntikan penisilin

yang diberikan untuk mencegah kambuhnya demam rematik. Seribu

sembilan puluh pasien dari 11 negara yang terdaftar. Setelah 32.430

suntikan selama 2736 pasien-tahun pengamatan, 57 tahun 1790 pasien

(3,2%) mengalami reaksi alergi, dan 4 dari reaksi ini adalah anafilaksis

(kejadian 0,2%, 1,2 cases/10, 000 suntikan) . Terlepas dari kenyataan

bahwa penisilin- disebabkan anafilaksis jarang terjadi, obat ini terus

menjadi penyebab paling umum dari anafilaksis pada manusia, terhitung

sekitar 75% kasus anafilaksis yang fatal di Amerika Serikat setiap tahun.

Penisilin telah menjadi keluarga antibiotik yang paling banyak dipelajari,

dan untuk alasan ini banyak yang diketahui tentang Immunochemistry

mereka. Semua penisilin mengandung cincin β-laktam dan cincin

tiazolidin. Selain itu, setiap dapat dibedakan oleh sifat kelompok samping

rantai R

Sedangkan sebagian besar obat haptenic lain, seperti sulfonamid, harus

dimetabolisme sebelum mereka bereaksi dengan protein untuk

membentuk kompleks imunogenik,. Penisilin secara intrinsik reaktif

karena β-laktam cincin. Karena ketidakstabilan, ini struktur cincin mudah

membuka, memungkinkan gugus karbonil amida untuk membentuk

hubungan dengan kelompok amino dari residu lisin pada proteins.14

terdekat Karena sekitar 95% dari molekul penisilin mengikat protein

dengan cara ini, penentu antigenik terbentuk, benzil penicilloyl, telah

disebut penentu utama penisilin. Setelah identifikasi, penentu penicilloyl

Page 7: 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

yang digabungkan dengan pembawa polylysine lemah imunogenik untuk

membentuk penicilloyl polylysine (PPL), yang sekarang tersedia secara

komersial.

Selain penentu penicilloyl, beberapa lainnya kecil penisilin penentu

terbentuk, dan ini juga telah ditunjukkan untuk menimbulkan IgE-

mediated tanggapan pada manusia. Karena pentingnya, tidak hanya

harus PPL digunakan sebagai pereaksi pengujian ketika mengevaluasi

pasien untuk kehadiran penisilin antibodi spesifik IgE, tetapi campuran

penentu kecil juga harus digunakan. Campuran penentu asli kecil yang

dikembangkan dan dianalisis terdiri dari benzilpenisilin, alkalin hidrolisis

produknya (benzylpenicilloate), dan asam hidrolisis produknya

(benzylpenilloate) .

Telah didokumentasikan bahwa pasien dengan riwayat positif tetapi hasil

tes negatif kulit dengan PPL dan campuran penentu kecil jarang memiliki

IgE-mediated reaksi pada penicillin readministration. Jika reaksi seperti

itu memang terjadi, mereka ringan dan diri terbatas, dan anafilaksis

belum pernah dilaporkan dalam diri seseorang dengan kulit penisilin

negatif test.

PPL (Pra-Pen) adalah penisilin hanya tersedia secara komersial kulit

reagen tes. Sayangnya, penggunaan reagen ini saja bisa menyebabkan

sebanyak 25% dari semua reaksi tes kulit positif potensi untuk menjadi

missed.18 Jika segar (bukan usia) benzilpenisilin G digunakan (pada

konsentrasi 10.000 U / mL) sebagai satu-satunya penentu kecil (bersama

dengan PPL), 5% sampai 10% dari potensi reaksi tes kulit positif akan

missed.  Beberapa orang tidak terjawab mungkin berisiko untuk

pengembangan anafilaksis jika penisilin adalah readministered.

Selain faktor penentu antigenik yang terbentuk dari struktur cincin β-

laktam, kelompok rantai samping yang membedakan penisilin yang

berbeda juga dapat menimbulkan produksi antibodi IgE yang signifikan

secara klinis. Dengan demikian, tes khusus untuk penisilin individu

mungkin diperlukan, dibandingkan dengan hanya menggunakan

persiapan penentu besar dan kecil yang terbuat dari benzilpenisilin.

Pentingnya sisi-rantai-antibodi spesifik baru-baru ini ditunjukkan dalam

sebuah studi oleh Baldo23 di mana kekhususan IgE mengikat dievaluasi

Page 8: 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

pada pasien yang bereaksi terhadap flukloksasilin. Kuantitatif hapten

studi menunjukkan bahwa penghambatan dicloxacillinYang saja,

kloksasilin, dan oksasilin (penisilin yang memiliki gugus R mirip dengan

yang di flukloksasilin) mampu sangat menghambat IgE mengikat.

Penisilin yang tidak memiliki metil-fenil-isoxazolyl samping rantai

penentu adalah inhibitor miskin. Hasil ini menunjukkan bahwa,

setidaknya untuk beberapa β-laktam-orang alergi, antibodi IgE yang

terbentuk dapat diarahkan pada kelompok R obat β-laktam dan tidak

untuk penentu dibentuk oleh β laktam-atau cincin tiazolidin . Temuan ini

menunjukkan bahwa penisilin berbeda mungkin cross-reaktif, tidak

hanya berdasarkan cincin bersama mereka β-laktam dan tiazolidin tetapi

juga berdasarkan bersama atau sama sisi-rantai penentu. Karena kita

tidak memiliki reagen tes kulit untuk penisilin semisintetik di negara ini

dan dengan demikian tidak memiliki sisi-rantai-reagen tertentu, akan

sangat membantu untuk memiliki pengetahuan dari rantai samping.

Gambar 2 memuat daftar penisilin semisintetik berbagai dan persamaan

struktural mereka.

Berbeda dengan penisilin, pemahaman kita tentang Immunochemistry

dari sefalosporin bahkan lebih terbatas. Dengan demikian, pengetahuan

kita tentang determinan antigenik yang relevan sefalosporin adalah

jarang, dan untuk alasan ini derajat mereka reaktivitas silang tidak

diketahui. Juga, kita masih tidak dapat menjawab pertanyaan kuno

penting: Dapatkah penisilin-alergi pasien dengan aman menerima

sefalosporin? Meskipun kedua golongan obat berbagi cincin β-laktam

(sefalosporin juga memiliki cincin dihydrothiazine unik), secara klinis

relevan reaktivitas silang tidak umum. Lin24 ditemukan dalam tinjauan

literatur bahwa dari 15.987 pasien yang diobati dengan cephaloridine,

sefaleksin, sefalotin, cefaxolin, atau sefamandol, 8,1% dari mereka yang

memiliki riwayat alergi penisilin memiliki reaksi, dibandingkan 1,9% dari

orang yang tidak punya sejarah. Baru-baru ini, Kelkar dan Li25 diringkas

semua penelitian yang diterbitkan yang mengevaluasi risiko pemberian

sefalosporin pada pasien alergi penisilin. Di 8 dari studi dievaluasi, uji

kulit penisilin dilakukan. Dalam 3 dari studi ini, baik orang-orang yang

memiliki hasil uji kulit yang positif dan mereka yang memiliki hasil uji

kulit negatif menjalani tantangan, dalam 4, hanya mereka dengan hasil

tes kulit positif menjalani tantangan, dan dalam 1, hanya mereka dengan

hasil tes kulit negatif menjalani menantang. Dari 135 pasien dengan hasil

tes kulit positif yang menjalani tantangan, 6 mengalami reaksi (reaksi

Page 9: 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

laju 4,4%), sedangkan hanya 2 dari 351 (reaksi laju 1,3%) pasien dengan

hasil tes kulit negatif bereaksi. Meskipun data ini menunjukkan bahwa

pasien yang telah dikenal penisilin antibodi spesifik IgE mungkin pada

peningkatan risiko untuk reaksi terhadap sefalosporin, penelitian lain

menunjukkan bahwa risiko ini sebenarnya minimal.26, 27

Seperti penisilin, sefalosporin juga dapat menginduksi respon kekebalan

tubuh. Side-rantai-antibodi spesifik dapat dibentuk, serta antibodi

diarahkan pada struktur cincin. Dengan demikian, prinsip-reaksi alergi

silang antara sefalosporin adalah sama dengan yang yang berhubungan

dengan penisilin. Jika antibodi IgE diarahkan pada struktur inti cincin,

reaktivitas silang mungkin ada di antara semua sefalosporin. Jika

antibodi ada untuk kelompok samping rantai R1 atau R2, bagaimanapun,

situasi menjadi jauh lebih kompleks. Cross-reaksi dapat terjadi melalui

pengakuan R1 identik (cefaclor, sefaleksin, cephaloglycin) atau mirip

(cefaclor dan sefadroksil) sisi-rantai, atau mereka mungkin terjadi

melalui pengakuan R2 (sefalotin dan sefotaksim) .23 Rekomendasi untuk

pasien dengan sefalosporin menunjukkan sensitivitas adalah sebagai

berikut. Jika seorang pasien yang memiliki sejarah alergi sefalosporin

membutuhkan lain sefalosporin, satu dari dua pendekatan dapat

dipertimbangkan. Lakukan tantangan dinilai dengan sefalosporin yang

tidak berbagi sisi-rantai penentu dengan sefalosporin asli.  Melakukan uji

kulit sefalosporin, meskipun pengujian kulit seperti tidak standar dan

nilai prediktif negatif adalah unknown mencantumkan berbagai

sefalosporin dan sisi-rantai mereka persamaan struktural.

Selain IgE-mediated reaksi, satu sefalosporin, cefaclor, telah terbukti

menyebabkan sindrom penyakit seperti serum. Karena kompleks imun

beredar belum ditemukan, reaksi-reaksi ini tidak dianggap mewakili

penyakit serum benar atau reaksi komplek imun. Meskipun mekanisme

reaksi ini tidak diketahui dengan jelas, Kearns et al29 telah menunjukkan

bahwa mereka dapat dihasilkan dari biotransformasi hati dari obat induk.

Pasien yang telah diketahui atau diduga antibodi IgE terhadap obat β-

laktam dapat mengalami desensitisasi jika obat yang diperlukan untuk

pengobatan. Desensitisasi obat akut melibatkan pemberian dosis

tambahan obat selama periode jam untuk hari dan merupakan proses

dimana seseorang obat alergi diubah dari negara yang sensitif terhadap

obat untuk keadaan di mana obat ini ditoleransi. Tidak hanya negara

tertentu peka antigen, juga adalah antigen tergantung, membutuhkan

Page 10: 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

kehadiran terus-menerus antigen.

Penisilin desensitisasi yang biasa dilakukan, dan baik oral atau rute

intravena dapat digunakan. Setelah dosis awal telah ditentukan, 30 dosis

obat dua kali lipat setiap 15 menit. Tanda-tanda vital, pemeriksaan fisik,

dan nilai-nilai peak flow dimonitor seluruh prosedur. Meskipun sebagian

besar pengalaman kami dengan desensitisasi obat telah diturunkan dari

penisilin, prinsip ini telah berhasil diterapkan untuk obat lain banyak

sebagai well.

Prosedur Induksi Intoleransi obat

jenis toleransi obat lama

dosis

awal Mekanisme obat

Immunologic IgE (drug desensitization) jam μg

Antigen-specific mediator depletion, downregulation of receptors

Penicillin Carboplatin, cisplatin, oxaliplatin

Immunologic non-IgE

jam hingga hari mg Unknown TMP-SMX

Pharmacologic

jam hingga hari mg

Metabolic shift, internalization of receptors Aspirin

Nonimmunologic mast cell activation jam μg Unknown Paclitaxel

Undefined mingguμg-mg Unknown Allopurinol

Reaksi non imunologi

Reaksi non imun yang tidak dapat diprediksi diklasifikasikan dalam

pseudoalergi, idiosinkrasi atau intoleransi. Reaksi pseudoalergi

merupakan hasil aktivasi sel mast secara langsung, tidak melibatkan IgE

spesifik dan degranulasi oleh agen seperti opiat, koloid ekspander,

polipeptida,  antiinflamasi non-steroid dan media radiokontras.  Reaksi

yang bersifat non imunologi ini dapat terjadi saat pertama kali paparan.

Reaksi idiosinkrasi hanya terjadi pada sebagian kecil populasi, seperti

hemolisis yang diinduksi obat pada orang dengan defisiensi glucose-6-

phosphate dehydrogenase (G6PD). Intoleransi obat merupakan ambang

Page 11: 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

batas yang lebih rendah terhadap aksi farmakologi obat, seperti

terjadinya tinitus setelah pemberian aspirin

Reaksi Nonimmunologically dimediasi dapat diklasifikasikan menurut

beberapa fitur berikut: akumulasi, efek samping, siaran langsung dari

mediator sel mast, reaksi idiosinkratik, intoleransi, Jarisch-Herxheimer

fenomena, overdosis, atau dermatitis fototoksik. (Gejala Jarisch-

Herxheimer reaksi menghilang dengan terapi lanjutan Terapi obat harus

dilanjutkan sampai infeksi sepenuhnya diberantas..)

Contoh akumulasi adalah Argyria (biru-abu-abu perubahan warna

kulit dan kuku) diamati dengan penggunaan perak nitrat semprotan

hidung.

Efek samping adalah efek normal tetapi tidak diinginkan dari obat.

Sebagai contoh, agen kemoterapi antimetabolit, seperti siklofosfamid,

yang berhubungan dengan kerontokan rambut.

Pelepasan langsung mediator sel mast adalah fenomena tergantung

dosis yang tidak melibatkan antibodi. Sebagai contoh, aspirin dan

NSAID lainnya menimbulkan pergeseran produksi leukotriene, yang

memicu pelepasan histamin dan tiang-sel mediator. Bahan kontras

radiografi, alkohol, sitokin, opiat, cimetidine, kina, hydralazine,

atropin, vankomisin, dan tubocurarine juga dapat menyebabkan

pelepasan sel mast mediator.

Reaksi idiosinkratik yang tidak terduga dan tidak dijelaskan oleh sifat

farmakologi obat. Contohnya adalah individu dengan infeksi

mononukleosis yang mengembangkan ruam jika diberikan ampisilin.

Ketidakseimbangan flora endogen dapat terjadi ketika agen

antimikroba secara istimewa menekan pertumbuhan satu spesies

mikroba, yang memungkinkan spesies lain untuk tumbuh penuh

semangat. Misalnya, kandidiasis sering terjadi dengan terapi

antibiotik.

Intoleransi dapat terjadi pada pasien dengan metabolisme berubah.

Sebagai contoh, individu yang asetilator lambat dari enzim N-

asetiltransferase lebih mungkin daripada yang lain untuk

mengembangkan obat-induced lupus dalam menanggapi prokainamid.

Jarisch-Herxheimer fenomena adalah reaksi karena endotoksin bakteri

dan antigen mikroba yang dibebaskan oleh penghancuran

mikroorganisme. Reaksi ini ditandai dengan demam, limfadenopati

tender, arthralgias, makula sementara atau letusan urtikaria, dan

Page 12: 96572390-Patofisiologi-Terkini-Alergi

eksaserbasi yang sudah ada sebelumnya lesi kulit. Reaksi ini bukan

merupakan indikasi untuk menghentikan pengobatan karena gejala

menyelesaikan dengan terapi lanjutan. Reaksi ini dapat dilihat dengan

terapi penisilin untuk sifilis, terapi griseofulvin atau ketoconazole

untuk infeksi dermatofit, dan terapi diethylcarbamazine untuk

oncocerciasis.

Overdosis adalah respon berlebihan terhadap jumlah yang meningkat

dari obat. Sebagai contoh, peningkatan dosis antikoagulan dapat

menyebabkan purpura.

Dermatitis fototoksik adalah respon terbakar sinar matahari

berlebihan yang disebabkan oleh pembentukan photoproducts

beracun, seperti radikal bebas atau spesies oksigen reaktif

Mekanisme reaksi alergi non imunologi

Tipe reaksi non   imunologi Contoh

Dapat diprediksiEfek samping farmakologiEfek samping farmakologi sekunderToksisitas obat

Interaksi obat

Overdosis obat

 

Mulut kering oleh antihistaminThrusholeh   antibiotikHepatotoksik oleh metroteksatSeizure oleh   kombinasi teofilin dan eritromisinSeizure oleh   kelebihan lidokain

Tidak dapat   diprediksiPseudoalergiIdiosinkrasiIntoleransi

Reaksi anafilaktoid setelah media   radiokontrasAnemia hemolitik pada pasien G6PD oleh   primakuinTinitus oleh aspirin dengan dosis   kecil, tunggal

Daftar Pustaka