96394291-laporan-distribusi-solute.pdf
Transcript of 96394291-laporan-distribusi-solute.pdf
LAPORAN MINGGUAN
KIMIA FISIKA 2
NO/JUDUL PERCOBAAN :1/Distribusi Solute Antara Dua Pelarut yang Tak Bercampuran
TANGGAL PERCOBAAN : 16 Maret 2012
Disusun oleh :
Nama : Fima Ayu Lidia
NIM : 1007035016
Kelompok : 1B
Asisten : Retno Anggraini
NIM asisten : 0907035068
LABORATORIUM KIMIA ANALITIK, ANORGANIK DAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 latar belakang masalah
Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih, jadi pada
system heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara padatan dan
cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen
adalah menganggap komponen-komponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama.
Kesetimbangan heterogen ditandai dengan adanya beberapa fase. Antara lain fase
kesetimbangan fisika dan kesetimbangan kimia.
Kesetimbangan heterogen dapat dipelajari dengan 3 cara yaitu dengan
mempelajari tetapan kesetimbangannya, cara ini digunakan utntuk kesetimbangan
kimia yang berisi gas. Yang kedua dengan hukum distribusi Nernest, untuk
kesetimbangan suatu zat dalam 2 pelarut. Yang terakhir yaitu dengan hukum fase,
untuk kesetimbangan yang umum.
Hukum distribusi adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan
aktivitas zat terlarut dalam suatu pelarut jika aktivitas zat terlarut dalam pelarut lain
yang diketahui,asalkan kedua pelarut tidak bercampur sempurna satu sama lain.
Hukum distribusi banyak dipakai dalam proses ekstraksi, analisis dan
penentuan tetapan kesetimbangan. Oleh karena hukum distribusi ini banyak digunakan
dalam penentuan tetapan kesetimbangan, maka dari itu dilakukanlah percobaan
distribusi solute antara dua pelarut yang tak bercampur agar dapat menentukan
konstanta kesetimbangan suatu pelarut yang tidak bercampur.
1.2Tujuan
− Untuk mengetahui fungsi kegunaan asam asetat dan NaOH pada praktikum kali
ini
− Untuk mengetahui fungsi titrasi pada saat pembakuan asam asetat
− Untuk mengetahui fungsi pengocokan pada pencampuran asam asetat dengan
petroleum eter
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
Bila dua macam pelarut yang tidak saling bercampur dimasukkan kedalam
suatu tempat, maka akan terlihat suatu batas, dimana hal ini menunjukkan dua pelarut
tersebut tidak bercampur. Jika solut yang dapat bercampur baik dalam pelarut I maupun
pelarut II ditambahkan pada kedua pelarut tersebut, maka akan terjadi pembagian solut
yang terdistribusi dalam kedua pelarut tersebut.
Prinsip tersebut diatas dapat diaplikasikan pada metode pemisahan senyawa
kimia yaitu ekstraksi yang menggunakan prinsip perbedaan kelarutan senyawa diantara
dua pelarut tak bercampur. Salah satu jenis ekstraksi yaitu cair-cair yang menggunakan
pelarut yang sama fasanya yaitu cair.
Solut yang terdistribusi pada kedua pelarut mempunyai harga potensial kimia
(µ) sebagai berikut
µi = µi + RT ln ai dimana ai adalah aktivitas solut dalam pelarut
Pada saat kesetimbangan kecepatan solut yang keluar dari pelarut yang satu
sama dengan kecepatan solut yang keluar ke pelarut yang lain sehingga potensial kimia
pada kedua pelarut sama.
Pada sistem heterogen, reaksi berlangsung antara dua fase atau lebih. Jadi pada
sistem heterogen dapat dijumpai reaksi antara padat dan gas, atau antara padat dan
cairan. Cara yang paling mudah untuk menyelesaikan persoalan pada sistem heterogen
adalah menganggap komponen-komponen dalam reaksi bereaksi pada fase yang sama.
Hal-hal yang mempengaruhi kesetimbangan :
1. Pengaruh perubahan konsentrasi
Bila kedalam sistem ditambahkan gas oksigen, maka posisi keseimbangan akan
bergeser untuk menetralkan efek penambahan oksigen.
2. Pengaruh tekanan
Bila tekanan dinaikkan, keseimbangan akan bergeser ke kiri yaitu mengarah
pada pembentukan NO2. Dengan bergesernya ke kiri, maka volume akan berkurang
sehingga akan mengurangi efek kenaikan tekanan.
3. Penagruh perubahan suhu
Reaksi pembentukan bersifat endotermik dan eksotermik. Jika suhu dinaikkan,
maka keseimbangan akan bergeser ke kanan, kearah reaksi yang endotermik sehingga
pengaruh kenaikkan suhu dikurangi.
Satu jenis kesetimbangan heterogen yang penting melibatkan pembagian suatu
spesies terlarut antara dua fase pelarut yang tidak dapat bercampur. Misalkan dua
larutan tak tercampur seperti air dan karbon tetraklorida dimasukkan kedalam bejana.
Larutan-larutan ini terpisah menjadi dua fase dengan zat cair yang kerapatannya lebih
rendah, dalam hal ini air berada dibagian atas larutan satunya. Contoh penggunaan
hukum distribusi dalam kimia yaitu dalam proses ekstraksi dan proses kromatografi.
faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien distribusi diantaranya:
1. Temperature yang digunakan
Semakin tinggi suhu maka reaksi semakin cepat sehingga volume titrasi
menjadi kecil, akibatnya berpengaruh terhadap nilai k
2. Jenis pelarut
Apabila pelarut yang digunakan adalah zat yang mudah menguap maka akan
sangat mempengaruhi volume titrasi, akibatnya berpengaruh pada perhitungan k
3. Jenis terlarut
Apabila zat akan dilarutkan adalah zat yang mudah menguap atau higroskopis,
maka akan mempengaruhi normalitas (konsentrasi zat tersebut), akibatnya
mempengaruhi harga k
4. Konsentrasi
Makin besar konsentrasi zat terlarut makin besar pula harga k
(anonimous, http;//www.chemicamp.blogspot.com)
Menurut hukum distribusi nernest, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut, maka
akan terjadi pembagian solute dengan perbandingan tertentu. Kedua pelarut tersebut
ummumnya pelarut organic dan air. Dalam praktek solute akan terdistribusi dengan
sendirinya ke dalam dua pelarut tersebut setelah dikocok dan dibiarkan terpisah.
Perbandingan konsentrasi solute didalam kedua pelarut tersebut tetap dan merupakan
suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien
distribusi, yang dinyatakan dengan rumus :
atau
Dengan KD = Koefisien distribusi, dan CO dan Ca adalah kosentrasi solute pada pelarut
organic dan air. Sesuai dengan kesepakatan, kosentrasi solute dalam pelarut organic
dituliskan diatas dan kosentrasi solute dalam pelarut di tuliskan di bawah. Dari rumus
tersebut jika harga KD besar, solute secara kuantitatif akan cenderung terdistribusi lebih
banyak ke dalam pelarut organic begitu pula terjadi sebaliknya.
(http://brown13zt.blogspot.com/koefisien distribusi-iod.html.)
Rumus tersebut diatas hanya berlaku bila :
1. Solute tidak terionisasi dalam salah satu pelarut
2. Solute tidak berasosiasi dalam salah satu pelarut
3. Zat terlarut tidak dapat bereaksi dengan salah satu pelarut atau adanya reaksi-
reaksi lain.
Definisi teknik isolasi adalah pemisahan suatu senyawa yang diperlukan dari suatu
unsur. Macam-macam teknik isolasi yaitu sebagai berikut: ekstraksi pelarut, penukar
ion, kromatografi adsorpsi, kromatografi adsorpsi, kromatografi partisi, kromatografi
gas, kromatografi cair berkemampuan tinggi, kromatografi eksklusi, elektromatografi
(Khopkar, 2007).
Hukum fase Gibb’s menyatakan bahwa:
P + V = C + 2
di mana P = fase,
C = komponen
V = derajat kebebasan.
Apabila suatu solute membagi diri diantara dua cairan yang tidak bercampur, maka
hubungan tertentu antara kedua konsentrasi solute di dalam dua fasa pada
keseimbangan. Nernst mengemukakan pernyataan pertama yang jelas tentang hokum
distribusi (1891), suatu solute akan membagikan diri antara dua cairan yang tidak
bercampur sedemikian rupa hingga perbandingan konsentrasi pada keseimbangan pada
suhu tetap adalah tetap. Tapi dalam termodinamika, perbandingan perbandingan
aktivitaslah yang seharusnya tetap. Aktivitas suatu zat kimia dalam suatu fasa
mempertahankan suatu perbandingan yang tetap terhadap aktivitas zat sama dalam fasa
cair yang lain ( Underwood,1990).
Banyak ion anorganik dapat diendapakan denagn reagensia organic tertentu
yang disebut “pengendap organic”. Sejumlah reagensia ini berguna, tidak hanya untuk
pemisahan lewat pengendapan, tetapi juga lewat ekstraksi pelarut. Secara umum dapat
dikatakan pengendapan organic yang dikenal baik yang membentuk senyawa kelat
dengan kation-kation, mengandung baik gugus fungsi basa (donor electron) maupun
suatu gugus fungsi asam. Logam itu yang berinteraksi dengan kedua gugus ini, menjadi
anggota suatu cincin heterosiklik itu sendiri. Dari teori tegangan dalam kimia organic,
diharapkan bahwa cincin-cincin jenis ini umumnya akan berupa cincin 5- dan 6-
anggota,serta molekul tersebut harus bersikap sedemikian suatu terhadap yang lain,
sehingga cincin semacam itu dapat menutup ( terbentuk) (Underwood,1990).
Kelebihan dari presipitan ini adalah :
1. Banyak senyawa logam sangat tak dapat larut dalam air, sehingga logam itu
dapat diendapkan secara kuantitatif
2. Bobot molekul pengendap organic itu sering sekali mempunyai bobot molekul
yang besar. Jadi sedikit logam dapat menghasilkan endapan yang tepat
3. Beberapa reagensia organic itu cukup selektif, hanya mengendapkan sejumlah
terbatas kation. Pernah orang-orang tertentu mengharapkan bahwa akhirnya
akan tersedia suatu reagensia yang benar-benar khas (spesifik) untuk tiap
kation. Dengan mengendalikan factor-faktor semacam pH dan konsentrasi
reagensia penopang, keselektifan suatu reagensia organic seringkali dapat jauh
ditingkatkan.
4. Endapan-endapan yang diperoleh dengan reagensia organic seringkali kasar dan
bervolume meruah, dank arena itu mudah ditangani
5. Dalam beberapa kasus, suatu logam dapat diendapkan dengan suatu reagensia
oragnik, endapannya ditampung dan dilarutkan dan molekul organiknya dapat
dititrasi; maka diperoleh metode titrimetrik tak-langsung bagi logam itu.
Ada beberapa kekurangan dalam penggunaan presipitan organik, yaitu :
1. Banyak senyawa kelat tidak mempunyai bentuk penimbangan yang bagus dan
digunakan hanya untuk pemisahan, bukan penentuan
2. Ada suatu bahaya yang mencemarkan endapan dengan agen kelat itu sendiri
karena kelarutan terakhir yang terbatas dalam air (Underwoood,1990).
Molekul dan atom dapat menempel pada permukaan dengan dua cara. Dalam
fisisorpsi (kependekan dari adsorpsi fisika), terdapat interaksi van der Waals antar
adsorpat dan substrat. Antaraksi van der Waals mempunyai jarak jauh, tetapi lemah,
dan energi yang dilepaskan jika partikel terfisiorpsi mempunyai orde besaran yang
sama dengan entalpi kondensasi. Kuantitas energi sekecil ini dapat diadsorpsi sebagai
vibrasi kisi dan dihilangkan sebagai gerakan termal. Molekul yang melambung pada
permukaan seperti batuan itu akan kehilangan energinya perlahan-lahan dan akhirnya
teradsorpsi padapermukaan itu, dalam proses yang disebut akomodasi. Entalpi fisorpsi
dapat diukur dengan mencatat kenaikan temperatur sampel dengan kapasitas kalor yang
diketahui, dan nilai khasnya berada di sekitar 20 kJ mol-1. Perubahan entalpi yang kecil
ini tidak cukup untuk menghasilkan pemutusan ikatan, sehingga molekul yang
terfisisorpsi tetap mempertahankan identitasnya, walaupun molekul itu dapat terdistorsi
dengan adanya penukaran (Atkins, 1994).
Hukum distribusi atau partisi dapat dirumuskan bila suatu zat terlarut
terdistribusi anatara dua pelarut yang tak dapat bercampur, maka pada suatu
temperature yang konstan untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi
yang konstan antara kedua pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak
bergantung pada spesi molekul lain apapun yang mungkin ada. Harga angka banding
berubah dengan sifat dasar kedua pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan temperature
(Svehla,1990).
BAB 3
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
− Buret
− Klem
− Statif
− Pipet volume
− Bulp
− Beaker glass
− Erlenmeyer
− Corong pisah
− Labu ukur
− Pipet tetes
− Corong pisah
3.1.2 Bahan
− CH3COOH
− NaOH
− Indikator pp
− Petroleum eter
− Aquades
− tissue
3.2 Prosedur percobaan
3.2.1 Pembakuan CH3COOH dengan larutan standar NaOH
− Bibuat masing-masing 50 ml larutan CH3COOH konsentrasi 1.0, 0.6, dan 0.4 M
− Diambil 10 ml CH3COOH dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer
− Ditambah 1 tetes indikator pp
− Dititrasi dengan NaOH untuk diketahui untuk konsentrasi 0.6 dan 0.4 M
3.2.2 Distribusi solute antara CH3COOH dan Petroluem eter
− Diambil 10 ml larutan CH3COOH dengan konsentrasi 1 M
− Dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambah 10 ml petroleum eter
− Dikocok 10 menit, didiamkan
− Diambil 10 ml fase bawah pada campuran
− Ditambah indikator pp
− Dititrasi dengan NaOH yang sedikit merah lembayung
− Diamatai dan diukur volume NaOH hasil titrasi
− Diulangi prosedur untuk konsentrasi 0,6 dan 0,4 M
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHSAN
4.1 Hasil pengamatan
[CH3COOH]
(M)
[V CH3COOH]
(ml)
[NaOH]
(M)
V. NaOH
(ml)
[CH3COOH] mula-
mula (M)1 10 0,5 24,3 1,2150,4 10 0,5 15,9 0,7950,6 10 0,5 8,9 0,445
[CH3COOH]
mula-mula (M)
V.CH3COOH
(ml)
[NaOH]
(M)
V. NaOH
(ml)
CH3COOH
setimbang (M)1,215 8 ml 0,5 22 1,3750,795 7 ml 0,5 7,4 0,5290,445 9,9 ml 0,5 15,7 0,079
[CH3COOH]
mula-mula
(M)
[CH3COOH]
setimbang
(M)
[CH3COOH]
dalam PE
(M)
ln CH3COOH
dalam PE
(M)
ln CH3COOH
setimbang
(M)1,215 1,375 | 0,16 | -1.83 0.320,795 0,529 0,266 -1.32 -0.640,445 0,079 0,366 -1.01 -2.54
4.2 Perhitungan
= 0.16
4.3 Pembahasan
Menurut hukum distribusi Nernst, bila ke dalam dua pelarut yang tidak saling
bercampur dimasukkan solute yang dapat larut dalam kedua pelarut tersebut maka akan
terjadi pembagian kelarutan. Kedua pelarut tersebut umumnya pelarut organic dan air.
Perbandingan konsentrasi solute di dalam kedua pelarut tersebut tetap, dan merupakan
suatu tetapan pada suhu tetap. Tetapan tersebut disebut tetapan distribusi atau koefisien
distribusi yang dinyatakan sebagai perbandingan antara fasa organik dan fasa air.
Prinsip pada praktikum kali ini yaitu berdasarkan pada distribusi Nernest, yaitu
terlarut dengan perbandingan tertentu antara 2 pelarut yang tidak saling melarut atau
bercampur seperti eter, kloroform, karbon sulfide.
Prinsip pada titrasi netralisasi yaitu titrasi asam basa yang melibatkan asam
maupun basa sebagai titer ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi
penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan
sebaliknya, dimana kadar lalrutan basa dapat ditentukan dengan menggunakan larutan
asam.
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): yaitu pemisahan
solute dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan
solven tersebut bersifat heterogen (immiscible, tidak saling campur), dan jika
dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). Fase
rafinat merupakan fase residu, berisi diluen dan sisa solut. Sedangkan fase ekstrak
adalah fase yang berisi solute dan solven.
Pemilihan solven menjadi sangat penting. Dipilih solven yang memiliki sifat
antara lain:
1. Solut mempunyai kelarutan yang besar dalam solven pada suhu tinggi
2. solven sedikit atau tidak melarutkan diluen,
3. Tidak mudah menguap pada saat ekstraksi,
4. Mudah dipisahkan dari solut, sehingga dapat dipergunakan kembali,
5. Tersedia dan tidak mahal.
6. Menghasilkan Kristal yang baik dari senyawa yang dimurnikan
7. Mempunyai titik didih relatif rendah
8. Dapat melarutkan senyawa lain
Langkah pertama dilakukan pembakuan asam asetat dengan larutan standar
NaOH yaitu dengan cara dibuat asam asetat 50 ml pada kosentrasi 1.0, 0.4, dan 0.6 M.
Kemudian diambil 10 ml CH3COOH (asam asetat) dan dimasukkan ke dalam
erlenmeyer. Setelah itu asam asetat dititrasi dengan NaOH menggunakan indikator pp
sampai berubah warna dari tidak berwarna menjadi merah lembayung. Titrasi ini
bertujuan untuk mengetahui berapa besar massa asam asetat total yang akan
terdistribusi pada pelarut organik dan air.
Langkah berikutnya, 10 ml asam asetat 1M diekstraksi dengan mencampurkan
pada pelarut organik seperti petroleum eter sebanyak 10 ml. Ketika dimasukkan ke
dalam corong pisah, kedua fasa tersebut tidak saling campur. Campuran ini kemudian
dikocok selama 10 menit, sehingga mengakibatkan terjadinya distribusi asam asetat ke
dalam fasa organik dan fasa air. Fungsi pengocokan disini untuk membesar luas
permukaan untuk membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa. Setelah
tercapai kesetimbangan pada corong pisah, campuran kemudian didiamkan dan
terbentuk dua lapisan. fasa atas dan fasa bawah. Dari kedua fsa tersebut yang diambil
adalah fasa bawah karena pada fasa tersebut dicurigai terdapat asam asetat. Pada
pelarut eter, asam asetat yang larut dalam air akan berada di lapisan bawah, sedangkan
larutan asam asetat yang larut dalam pelarut petroleum eter berada di lapisan bawah.
Hal ini terjadi karena perbedaan berat jenis pelarut organik dengan berat jenis air
(massa jenis air lebih besar di banding masa jenis petroleum eter dimana massa jenis
petroleum eter sebesar 0,66 sedangkan massa jenis air sebesar 0,99)
Kemudian fasa bawah yang telah diambil ditambah dengan indikator pp dan
dititrasi dengan NaOH hingga menghasilkan warna merah lembayung pada larutan.
Diamati dan diukur hasil yang diperoleh kemudian dilakukan perlakuan yang sama
untuk konsentrasi o,4 M dan 0,6 M.
Adapun fungsi bahan dan alat sebagai berikut : asam cuka (CH3COOH)
berfungsi sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam asetatnya. Natrium
hidroksida (NaOH) berfungsi sebagai larutan standar untuk menitrasi asam cuka
(titran). Indicator Phenolphtalein (pp) berfungsi sebagai indikator yang menunjukkan
titik akhir titrasi dan untuk aquades berfungsi sebagai pelarut. Fungsi petroleum eter
adalah sebagai pelarut organic yang digunakan untuk melarutkan asam asetat.
Untuk fungsi alatnya yaitu : pipet tetes berfungsi untuk mengambil indikator
dan memasukkannya ke dalam Erlenmeyer. Erlenmeyer sendiri berfungsi sebagai
wadah zat yang akan dititrasi. Statif dan klem berfungsi sebagai penyanggah berdirinya
buret. Fungsi buret itu sendiri adalah sebagai wadah untuk tiytrannya. Beaker glass
berfungsi sebagai wadah campuran yang diaduk. Corong pisah disini berfungsi untuk
memasukkan larutan standar ke dalam buret. Maupun ke dalam Erlenmeyer. Dan
fungsi untuk batang pengaduk adalah alat untuk mengaduk dua zat yang dicampur agar
terbentuk larutan yang homogen.
Sifat fisika dari asam asetat adalah memiliki rumus molekul CH3COOH, massa
molar 60.05 gr/mol, densitas dan fase 1.049 g/cm3, cairan. 1.266 g/cm3, padatan. Titik
lebur 16.50C (289.6 ± 0,5 K) (61.60F). titik lebur sebesar 118.10C (391.2 ± 0.6 K)
(244.50F). Penampilan cairan higroskopis tak berwarna. Sedangkan sifat kimianya
adalah melarut dengan mudah dalam air, bersifat higroskopis dan korosif, asam asetat
merupakan asam lemah dan monobasic. Asam asetat dapat merubah kertas lakmus biru
menjadi merah. Asam asetat membebaskan CO2 dari karbonat dan asam asetat
menyerang logam yang melibatkan hidrogen.
Sifat fisika untuk NaOH adalah memiliki densitas dan fase 2.100 g/cm3, cairan.
Memiliki titik lebur dan titik didih sebesar 318 0C dan 1390 0C. penampilan yaitu cairan
higroskopis tak berwarna. Sedangkan untuk sifat kimianya yaitu mudah menyerap gas
CO2, senyawa ini sangat mudah larut dalam air. Merupakan larutan basa kuat, sangat
korosif terhadap jaringan organik dan tidak berbau.
Sifat fisika untuk indikator pp yaitu memiliki rumus molekul C20H14O4.
Penampilan berupa padatan Kristal tak berwarna. Memiliki massa jenis 1,227,
berbentuk larutan. Termasuk asam lemah dan larut dalam air. Sedangkan untuk sifat
kimianya adalah trayek pH berkisar pada 8,2-10. Merupakan indikator dalam analisis
kimia, tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indicator.
Larut dalam 95 % etil alkohol, merupakan asam dwiprotik. Tidak berwarna saat asam
dan saat kondisi basa akan berwarna merah lembayung.
Adapun sifat fisik dan kimia dari n-heksan yaitu memiliki rumus molekul
C6H14, mssa molar sebesar 86,18 g/mol. Tampilan berupa cairan tak berwarna, memiliki
massa jenis sebesar 0,6548 g/ml. titik leleh dan titik didihnya sebesar –950C (178 K, -
139 0F), dan 69 0C ( 342 K, 156 0F). Kelarutannya dalam air yaitu 13 mg/L pada suhu
20 0C. Kekentalannya mencapai 0,294 cP, dapat terbakar, titik picu nyala -23,3 0C, titik
nyala otomatis 233.9 0C. merupakan zat yang berbahaya.
Adapun faktor kesalahan dalam percobaan kali ini yaitu :
− Kesalahan pada saat penitrasian, kemungkinan titik akhir titrasi terlalu
terlampaui
− Kesalahan pada saat pengenceran asam asetat, kemungkinan larutan tidak tepat
pada batas tera.
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
- Fungsi dari asam asetat yaitu sebagai zat yang akan diidentifikasi kadar asam
asetatnya sedangkan fungsi dari NaOH adalah sebagai larutan standar untuk
menitrasi asam cuka (titran).
- Fungsi dari titrasi pada saat pembakuan asam asetat yaitu untuk mengetahui
berapa besar massa asam asetat total yang akan terdistribusi pada pelarut
organik dan air
- Fungsi dari pengocokan yaitu untuk memperbesar luas permukaan agar
membantu proses distribusi asam asetat pada kedua fasa.
5.2 Saran
Disarankan agar pada percobaan selanjutnya di gunakan indikator lain seperti
metil orange, agar di ketahui perbedaan hasil yang di dapat. Selainkan disarankan agar
digunakan pelarut organik lain seperti dietil eter.
DAFTAR PUSTAKA
Anonym.2010. koefisien Distribusi Iod. http://brown13zt.blogspot.com/koefisien
distribusi-iod.html.
anonymous, http://chemicamp.blogspot.com
Atkins, P. W. 1994. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga
Khopkar, S.M. 2007. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI-Press
Svhela. 1990. Vogel. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro
bagian 1. Jakarta. PT Kalman Media Pustaka
Underwood, A.L dan Day A. R. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Kelima. Jakarta.
Erlangga