95547387-refrat-anisometropia
-
Upload
novita-emy -
Category
Documents
-
view
147 -
download
1
Transcript of 95547387-refrat-anisometropia
BAB I
PENDAHULUAN
Anisometropia yang merupakan salah satu gangguan penglihatan,
adalah suatu keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan
refraksi.1,2 Anisometropia pada anak merupakan penyebab utama diantara
ambliopia dan strabismus, karena mata tidak dapat berakomodasi secara
independen dan mata yang lebih hiperopia terus menerus menjadi kabur,
selain itu anisometropia penyebab penting dari kebutaan monokular.3
Ambliopia adalah penurunan ketajaman penglihatan tanpa dapat dideteksi
adanya penyakit organik pada suatu mata, dan akibat terburuknya bisa
sampai terjadinya kebutaan monokular.4
Pada anisometropia terdapat perbedaan kekuatan refraksi pada kedua
mata. Perbedaan kekuatan refraksi ini dapat mengakibatkan kelainan
penglihatan binokuler, dimana bayangan yang terbentuk tidak sama, baik
ukuran, bentuk atau keduanya, yang disebut aniseikonia. Perbedaan tersebut
masih dapat ditoleransi apabila perbedaan besarnya bayangan tidak lebih
dari 5%. Apabila perbedaan besarnya bayangan sudah 5% atau lebih maka
akan menimbulkan aniseikonia yang akan mengakibatkan penderita merasa
tidak nyaman menggunakan kacamata.5
1
Hasil penelitian di RSU Cut Nyak Dhien Aceh disebutkan bahwa
kelainan refraksi merupakan penyakit mata tertinggi yang ditemukan
(38,55%), diikuti dengan astigmatisma (28,6%), hipermetropia (28,34%) dan
yang paling sedikit adalah anisometropia (4,35%).6 Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa 6% kejadian anisometropia terjadi antara umur 6
sampai 18 tahun.7 Meskipun anisometropia bukan penyakit mata yang paling
sering dijumpai namun kewaspadaan terhadap munculnya anisometropia
khususnya pada anak kecil harus tetap ditingkatkan. Dan yang paling penting
kelainan-kelainan mata lainnya yaitu hipermetropia, miopia dan astigmatisma
yang tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan munculnya
anisometropia.
Untuk itulah penulis ingin mengupas lebih dalam mengenai
anisometropia, selain sebagai tugas telaah ilmiah sebagai syarat untuk
menjalani kegiatan kepanitraan senior (KKS) di departemen Mata RSMH
Palembang, telaah ilmiah ini juga diharapkan dapat berguna bagi para
pembaca untuk menambah pengetahuannya, khususnya mengenai
anisometropia.
2
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI MEDIA REFRAKSI
A. Anatomi Media Refraksi1,8
Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya, akibat media
refrakta mata, dimana mata dalam keadaan istirahat. Alat-alat refraksi mata
terdiri dari permukaan kornea, humor akuaeus (cairan bilik mata), permukaan
anterior dan posterior lensa, badan kaca (corpus vitreum).
1. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan yang ukuran dan strukturnya
sebanding dengan kristal sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke
sklera di limbus, lekuk melingkar pada persambungan ini disebut sulkus
skleralis. Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah,
sekitar 0,65 mm di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm. Dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan epitel
(yang bersambung dengan lapisan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membrane Descement, dan lapisan endotel. Lapisan epitel
mempunyai lima atau enam lapis sel, endotel hanya satu lapis. Lapisan
Bowman merupakan lapisan jernih aseluler, yang merupakan bagian stroma
yang berubah. Membran Descement adalah sebuah membran elastik yang
3
jernih yang tampak amorf pada pemeriksaan mikroskopi elektron dan
merupakan membran basalis dari endotel kornea. Stroma kornea mencakup
sekitar 90% dari ketebalan kornea. Bagian ini tersusun dari lamella fibril-fibril
kolagen dengan lebar sekitar 1 µm yang saling menjalin yang hampir
mencakup seluruh diameter kornea. Lamella ini berjalan sejajar dengan
permukaan kornea dan karena ukuran dan periodisitasnya secara optik
menjadi jernih. Lamella terletak di dalam suatu zat dasar proteoglikan hidrat
bersama dengan keratosit yang menghasilkan kolagen dan zat dasar.
Sumber-sumber nutrisi untuk kornea adalah pembuluh-pembuluh
darah limbus, humor aquaeus, dan air mata. Kornea superfisialis juga
mendapatkan oksigen sebagian besar dari atmosfer. Saraf-saraf sensorik
kornea didapat dari percabangan pertama (oftalmika) dari nervus kranialis V
(trigeminus).
Transparansi kornea disebabkan oleh strukturnya yang seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.
2. Humor Aquaeus
Humor aquaeus diproduksi oleh korpus siliare. Setelah memasuki
kamera posterior, humor aquaeus melalui pupil dan masuk ke kamera
anterior dan kemudian ke perifer menuju ke sudut kamera anterior.
4
3. Lensa
Lensa adalah struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna dan hampir
transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Di
belakang iris, lensa digantung oleh zonula yang menghubungkannya dengan
korpus siliare. Di sebelah anterior lensa terdapat humor aquaeus, di sebelah
posteriornya vitreus. Kapsula lensa adalah suatu membrane yang
semipermeabel (sedikit lebih permeable daripada dinding kapiler) yang akan
memperbolehkan air dan elektrolit masuk.
Di sebelah depan terdapat selapis epitel subskapular. Nukleus lensa
lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-
serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan
menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dari
lamellae kosentris yang panjang. Garis-garis persambungan yang terbentuk
dengan persambungan lamellae ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat
dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini tegak di anterior dan terbalik di posterior.
Masing-masing serat lamellar mengandung sebuah inti gepeng. Pada
pemeriksaan mikroskopik, inti ini jelas dibagian perifer lensa didekat ekuator
dan bersambung dengan lapisan epitel subkapsul.
Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum yang dikenal sebagai
zonula (zonula Zinnii), yang tersusun dari banyak fibril dari permukaann
korpus siliare dan menyisip kedalam ekuator lensa. Enam puluh lima persen
5
lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein tertinggi diantara
jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan
tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di
kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam
bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah
atau saraf di lensa.
4. Vitreus
Vitreus adalah suatu badan gelatin yang jernih dan avaskular yang
membentuk dua pertiga dari volume dan berat mata. Vitreus mengisi ruangan
yang dibatasi oleh lensa, retina dan diskus optikus. Permukaan luar vitreus-
membran hialois-normalnya berkontak dengan struktur-struktur berikut:
kapsula lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina
dan caput nervi optici. Basis vitreus mempertahankan penempelan yang kuat
sepanjang hidup ke lapisan epitel pars plana dan retina tepat di belakang ora
serrata. Perlekatan ke kapsul lensa dan nervus optikus kuat pada awal
kehidupan tetapi segera hilang.
Vitreus berisi air sekitar 99%. Sisanya 1% meliputi dua koponen,
kolagen dan asam hialuronat, yang memberikan bentuk dan konsistensi mirip
gel pada vitreus karena kemampuannya mengikat banyak air.
6
B. Fisiologi Refraksi1,9
(Gambar refraksi pada mata emetrop)
(referensi Lang GK. Ophthalmology a short textbook. Stuttgart: Thieme. 2000. 117-9)
Mata dapat dianggap sebagai kamera potret, dimana sistem
refraksinya menghasilkan bayangan kecil, terbalik di retina. Rangsangan ini
diterima oleh sel batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf
optik(N II), ke korteks serebri pusat punglihatan, yang kemudian tampak
sebagai lapisan uang tegak. Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya
diserap oleh lapisan epitel pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu
tinggi maka pupil akan mengecil untuk menguranginya. Daya refraksi kornea
hampir sama dengan humor akueus, sedang daya refraksi lensa hampir
sama pula dengan badan kaca. Keseluruhan sistem refraksi mata ini
membentuk lensa yang cembung dengan focus 23 mm. Dengan demikian,
pada mata yang emetrop, dalam keadaan mata istirahat, sinar yang sejajar,
yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina. Fovea
7
sentralis merupakan posterior principal focus dari sitem refraksi mata ini,
dimana cahaya yang datang sejajar, setelah melalui sitem refraksi ini
bertemu. Letaknya 23 mm di belakang kornea, tepat dibagian dalam macula
lutea. Pembiasaan yang tersebar terdapat pada permukaan anterior dari
kornea, ditambah dengan permukaan anterior dan posterior lensa. Refraksi
mata adalah perubahan jalannya cahaya, akibat media refrakta mata, dimana
mata dalam keadaan istirahat. Mata dalam keadaan istirahat berarti mata
dalam keadaan tidak berakomodasi.
Mata mengubah-ubah daya bias untuk memfokuskan benda dekat
melalui proses yang disebut akomodasi. Penelitian tentang bayangan
Purkinje, yang merupakan pencerminan dari berbagai permukaan optis di
mata, telah memperlihatkan bahwa akomodasi terjadi akibat perubahan di
lensa kristalina. Kontraksi otot siliaris menyebabkan penebalan dan
peningkatan kelengkungan lensa, mungkin akibat relaksasi kapsul lensa.
Akomodasi adalah kesanggupan mata untuk memperbesar daya
pembiasnya. Tentang mekanisme akomodasi ada 2 teori:
1. Teori Helmholtz: kalau m.siliaris berkontraksi, maka iris dan badan
siliar, digerakkan ke depan bawah, sehingga zonula Zinnii jadi kendor,
lensa menjadi lebih cembung, karena elastisitasnya sendiri. Banyak
yang mengikuti teori ini
8
2. Teori dari Tschernig: bila m.siliaris berkontraksi, maka iris dan badan
siliar digerakkan ke belakang atas, sehingga zonula Zinnii menjadi
tegang, juga bagian perifer lensa menjadi tegang, sedang bagian
tengahnya di dorong ke sentral danmenjadi cembung
Beberapa macam keadaan refraksi mata:
1. Emetropia: keadaan refraksi mata, dimana semua sinar yang sejajar,
yang datang dari jarak tak terhingga, dan jatuh pada mata yang dalam
keadaan istirahat, akan dibiaskan tepat di retina.
2. Ametropia: keadaan refraksi mata, dimana sejajar yang datang dari
jarak tak terhingga dan jatuh dimana dalam keadaan istirahat tidak
pernah dikumpulkan tepat di retina. Macam-macam ametropia adalah
hipermetropia, miopia, astigmatisma
a. Hipermetropia merupakan kelainan refraksi, dimana sinar
yang sejajar yang datang dari jarak tak terhingga, oleh mata
yang dalam keadaan istirahat dibiaskan dibelakang retina
b. Miopia merupakan kelainan refraksi, dimana sinar sejajar
yang datang dari jarak tak terhingga, oleh mata dalam
keadaan istirahat dibiaskan di depan retina
9
c. Astigmatisma merupakan kelainan refraksi, dimana sinar
sejajar dari jarak tak tertentu, refraksi dalam tiap meridian
tidak sama
10
BAB III
ANISOMETROPIA
A. Definisi
Isometropia merupakan keadaan dimana kedua mata memiliki
kekuatan refraksi yang sama. Anisometropia merupakan salah satu
gangguan penglihatan, yaitu suatu keadaan dimana kedua mata terdapat
perbedaan kekuatan refraksi.1 Anisometropria dengan perbedaan antara
kedua mata lebih dari atau sama dengan 2,5 dioptri akan menyebabkan
perbedaan bayangan sebesar 5% atau lebih. Perbedaan bayangan antara
kedua mata sebesar 5% atau lebih pada umumnya akan menimbulkan gejala
aniseikonia.1,2,10,11
B. Etiologi12
1. Kongenital dan anisometropia karena pertumbuhan, yaitu muncul
disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan dari kedua bola mata
2. Anisometropia didapat, yaitu mungkin disebabkan oleh aphakia
uniokular setelah pengangkatan lensa pada katarak atau disebabkan
oleh implantasi lensa intra okuler dengan kekuatan yang salah
11
Anisometropia dapat terjadi apabila:1,2
1. mata yang satu hipermetropia sedangkan yang lain miopia
(antimetropia)
2. mata yang satu hipermetropia atau miopia atau astagmatisma
sedangkan yang lain emetropia
3. mata yang satu hipermetropia dan yang lain juga hipermetropia,
dengan derajat refraksi yang tidak sama
4. mata yang satu miopia dan yang lain juga miopia dengan derajat
refraksi yang tidak sama
5. mata yang satu astigmatisma dan yang lain juga astigmatisma dengan
derajat yang tidak sama
C. Klasifikasi Anisometropia12
1. Simple anisometropia: dimana refraksi satu mata adalah normal
(emetropia) dan mata yang lainnya miopia (simple miopia
anisometropia) atau hipermetropia (simple miopia anisometropia).
2. Coumpound anisometropia: dimana pada kedua mata hipermetropia
(coumpound hipermetropic anisometropia) atau miopia (coumpound
miopia anisometropia), tetapi sebelah mata memiliki gangguan refraksi
lebih tinggi dari pada mata yang satunya lagi.
12
3. Mixed anisometropia: dimana satu mata adalah miopia dan yang satu
lagi hipermetropia, ini juga disebut antimetropia.
4. Simple astigmmatic anisometropia: dimana satu mata normal dan
yang lainnya baik simple miopia atau hipermetropi astigamatisma.
5. Coumpound astigmatismatic anisometropia: dimana kedua mata
merupakan astigmatism tetapi berbeda derajatnya.
Sloane membagi anisometropia menjadi 3 tingkat yaitu:13
1. anisometropia kecil, beda refraksi lebih kecil dari 1,5 D
2. anisometropia sedang, beda refraksi antara 1,5-2,5 D
3. anisometropia besar, beda refraksi lebih besar dari 2,5 D
D. Gejala Anisometropia14,15
Gejala anisometropia sangat bervariasi. Menurut Friedenwald gejala
anisometropia muncul apabila terdapat perbedaan bayangan yang diterima
pada kedua retina (aniseikonia). Gejala anisometropia pada umumnya sakit
kepala, pada kedua mata merasa tidak enak, panas, tegang. Gejala yang
spesifik pada anisometropia yaitu pusing, mual-mual, kadang-kadang melihat
ganda, kesulitan memperkirakan jarak suatu benda, melihat lantai yang
bergelombang.
E. Kelainan Klinik akibat Anisometropia14
13
1) akibat perbedaan visus
adanya perbedaan visus kedua mata berakibat gangguan fusi,
sehingga orang tersebut akan menggunakan mata yang lebih baik,
sedangkan mata yang kurang visusnya akan disupresi. Apabila
keadaan ini dibiarkan maka akan dapat terjadi strabismus, dan apabila
terjadi pada anak-anak yang masih mengalami perkembangan visus
binokular, dapat mengakibatkan ambliopia.
2) akibat perbedaan bayangan
perbedaan bayangan meliputi perbedaan ukuran dan bentuk.
Adanya perbedaan bayangan disebut aniseikonia. Pada aniseikonia
selalu terjadi gangguan penglihatan binokular. Gangguan penglihatan
binokular ini diakibatkan oleh ketidaksamaan rangsangan untuk
penglihatan stereoskopik.
Secara klinik praktis aniseikonia yang terjadi akibat anisometropia dapat
diketahui dari kelainan distorsi dan kelainan stereoskopik yang muncul.14,15
F. Aniseikonia
Aniseikonia adalah suatu kelainan penglihatan binokuler dimana
bayangan yang terbentuk tidak sama ukuran, bentuk atau keduanya.15
Aniseikonia fisiologis adalah aniseikonia dengan perbedaan besarnya
bayangan antara mata yang satu dengan yang lain, masih jatuh pada Panum
14
fusional area. Pada aniseikonia fisiologis belum muncul gejala dan tanda dari
gangguan penglihatan binokular.14,15
Aniseikonia abnormal (aniseikonia klinik) yang pada akhirnya disebut
sebagai aniseikonia. Pada aniseikonia klinik ini terdapat perbedaan bayangan
yang diterima oleh kedua mata, sehingga timbul gejala aniseikonia.14,15 Gejala
aniseikonia pada umumnya diakibatkan oleh karena terganggunya
penglihatan binokular yang berupa gangguan steroskopik, distorsi, proses
selanjutnya dapat terjadi gangguan fusi yang berupa diplopia yang dapat
berlanjut terjadi supresi pada mata yang visusnya kurang baik bahkan akan
mengakibatkan ambliopia. Disamping terjadinya ambliopia, supresi dapat
mengakibatkan deviasi bola mata atau strabismus.10,15 Sebagian besar
penyebab aniseikonia adalah anisometropia. Penyebab lainnya yaitu
tersebarnya sel-sel fotoreseptor yang tidak merata pada retina (misal pada
miopia degenerative), gangguan fungsi pusat penerimaan pada akhir dari
bayangan pada korteks serebri (misal pada epilepsi parsial somato
sensori).14,15
Beberapa pemeriksaan aniseikonia antara lain:
1. Pemeriksaan tes aniseikonia (menurut sidarta ilyas)16
Untuk menilai perbedaan bayangan pada mata kanan dan mata
kiri. Penderita dengan penglihatan binokular normal akan dapat
15
membedakan ukuran benda bila bayangan berbeda 0,25% sampai
0,50%
Metode pemeriksaan:
Pemeriksa berdiri 2 meter di depan penderita
Pemeriksa membentangkan tangannya ke samping
Penderita menentukan perbandingan panjang tangan
pemeriksaan
Pemeriksa memajukan tangannya kedepan dengan jari
terbuka
Penderita kembali menentukan perbandingan panjang
tangan pemeriksa
Bila ada aniseikonia horizontal maka tangan pada kedudukan
pertama terlihat lebih pendek dan tangan pada kedudukan kedua
lebih panjang
2. Pemeriksaan stereopsis dengan menggunakan tes lang two
pencil10
Merupakan suatu uji untuk stereopsis. Pemeriksa memegang
pensil vertikal di depan pasien, pasien diminta untuk memegang
pensil lain menyentuhkan ujungnya ke ujung pensil pemeriksa,
16
menyentuhkannya dari atas dan dilakukannya dengan cepat,
pengujian dikerjakan beberapa kali. Pada pengujian dengan kedua
mata terbuka, pasien dapat melakukan tugasnya dengan baik,
tetapi apabila salah satu mata ditutup, maka pasien tidak dapat
melakukan pengujian tersebut dengan baik. Hal ini menunjukkan
adanya steropsis dalam keadaan binokular secara kasar.
3. Pemeriksaan Distorsi17
Penderita disuruh berjalan dan melihat kebawah dengan
menggunakan penglihatan binokular dengan kacamata yang sudah
dilakukan koreksi refraksi subjektif monokuler.
Apabila penderita merasakan tidak enak menggunakan ukuran
kacamatanya atau merasakan pusing maka berarti distorsi (+),
apabila setelah dilakukan pengurangan kekuatanlensa secara
bertahap dan kacamatanya dirasakan nyaman (tidak pusing) maka
distorsi (-).
4. Pemeriksaan Eikonometer Standar15
Eikonometer standar adalah alat khusus yang dirancang untuk
mengukur aniseikonia. Penderita memakai filter floroid didepan
matanya untuk melihat proyektor dengan target yang memiliki
elemen-elemen tertentu yang terpolarisasi sehingga antara mata
17
yang satu dengan mata yang lain dapat melihat target yang
berbeda secara bersamaan. Dengan alat ini dapat diukur
aniseikonia vertikal maupun horizontal.
G. Diagnosis Anisometropia
Diagnosis anisometropia dapat dibuat setelah pemeriksaan retinoskopi
pada pasien yang penglihatannya berkurang.12 Pada pemeriksaan retinoskopi
dinilai refleks fundus dan dengan ini bisa diketahui apakah seseorang
menderita hipermetropia, miopia atau astigmatisma. Kemudian baru
ditentukan berapakah perbedaan kekuatan refraksi antara kedua bola mata
dan ditentukan besar kecilnya derajat anisometropia.
H. Penatalaksanaan12
Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitu
suatu keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi,
sehingga penatalaksanaan anisometropia adalah memperbaiki kekuatan
refraksi kedua mata. Adapun beberapa penatalaksanan baik menggunakan
alat maupun tindakan, yaitu:
1. Kaca mata. Kacamata koreksi bisa mentoleransi sampai maksimum
perbedaan refraksi kedua mata 4D. lebih dari 4D koreksi dengan
menggunakan kacamata dapat menyebabkan munculnya diplopia.
18
2. Lensa kontak. Lensa kontak disarankan untuk digunakan untuk
anisometropia yang tingkatnya lebih berat.
3. Kacamata aniseikonia. Hasil kliniknya sering mengecewakan.
4. Modalitas lainnya dari pengobatan, termasuk diantaranya:
a) Implantasi lensa intraokuler untuk aphakia uniokuler
b) Refractive cornea surgery untuk miopia unilateral yang
tinggi, astigmata, dan hipermetropia
c) Pengangkatan dari lensa kristal jernih untuk miopia
unilateral yang sangat tinggi (operasi fucala)
I. Komplikasi6
Komplikasi pertama yang muncul akibat anisometropia adalah
diplopia, ambliopia dan strabismus sebagai kompensasi mata terhadap
perbedaan kekuatan refraksi kedua mata dan yang paling ditakuti adalah
kebutaan monokular.
BAB IV
KESIMPULAN
Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan dimana
kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi.1,2 Perbedaan kekuatan
19
refraksi ini dapat mengakibatkan kelainan penglihatan binokuler, dimana
bayangan yang terbentuk tidak sama, baik ukuran, bentuk atau keduanya,
yang disebut aniseikonia. Perbedaan tersebut masih dapat ditoleransi apabila
perbedaan besarnya bayangan tidak lebih dari 5%. Apabila perbedaan
besarnya bayangan sudah 5% atau lebih maka akan menimbulkan
aniseikonia yang akan mengakibatkan penderita merasa tidak enak
menggunakan kacamata.5
Refraksi mata adalah perubahan jalannya cahaya, akibat media
refrakta mata, dimana mata dalam keadaan istirahat. Alat-alat refraksi mata
terdiri dari permukaan kornea, humor akuaeus (cairan bilik mata), permukaan
anterior dan posterior lensa, badan kaca (corpus vitreum).8 Mata dapat
dianggap sebagai kamera potret, dimana sistem refraksinya menghasilkan
bayangan kecil, terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel batang
dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik(N II), ke korteks
serebri pusat punglihatan, yang kemudian tampak sebagai lapisan uang
tegak. Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan
epitel pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi maka pupil akan
mengecil untuk menguranginya. Dengan demikian, pada mata yang emetrop,
dalam keadaan mata istirahat, sinar yang sejajar, yang datang di mata akan
dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina. Refraksi mata adalah perubahan
jalannya cahaya, akibat media refrakta mata, dimana mata dalam keadaan
20
istirahat. Mata dalam keadaan istirahat berarti mata dalam keadaan tidak
berakomodasi. Mata mengubah-ubah daya bias untuk memfokuskan benda
dekat melalui proses yang disebut akomodasi.9
Anisometropia merupakan salah satu gangguan penglihatan, yaitu
suatu keadaan dimana kedua mata terdapat perbedaan kekuatan refraksi.1
Etiologi anisometropria adalah kongenital dan anisometropia didapat.15
Sloane membagi anisometropia berdasarkan beda refraksi kedua mata
menjadi 3 tingkat yaitu anisometropia kecil, anisometropia sedang,
anisometropia besar.13 Gejala anisometropia pada umumnya sakit kepala,
pada kedua mata merasa tidak enak, panas, tegang. Gejala yang spesifik
pada anisometropia yaitu pusing, mual-mual, kadang-kadang melihat ganda,
kesulitan memperkirakan jarak suatu benda, melihat lantai yang
bergelombang.14,15 Diagnosis anisometropia dapat dibuat setelah
pemeriksaan retinoskopi pada pasien yang penglihatannya berkurang.12 Pada
pemeriksaan retinoskopi dinilai refleks fundus dan dengan ini bisa diketahui
apakah seseorang menderita hipermetropia, miopia atau astigmatisma.
Kemudian baru ditentukan berapakah perbedaan kekuatan refraksi antara
kedua bola mata dan ditentukan besar kecilnya derajat anisometropia.
Penatalaksanaan anisometropia adalah memperbaiki kekuatan refraksi
kedua mata. Adapun beberapa penatalaksanan baik menggunakan alat
maupun tindakan, yaitu menggunakan kaca mata, lensa kontak, kacamata
21
aniseikonia, sedangkan tindakan yang dapat dilakukan untuk memperbaiki
kekuatan refraksi mata yaitu implantasi lensa intraokuler, refractive cornea
surgery ataupun pengangkatan lensa kristal jernih untuk miopia unilateral
yang sangat tinggi (operasi fucala).12
REFERENSI
1. Ilyas S. Penyakit mata: Ringkasan & istilah PT. Pustaka utama graffiti,
Jakarta, 1988: 82, 126, 441
2. Ilyas S,dkk. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: FKUI, 1981:184-95
22
3. Vaughan D.G. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika, 2000:403-
404
4. Vaughan D.G. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika, 2000:243-
244
5. Radjimin T,dkk. Ilmu Penyakit mata. Surabaya: Unair,1993:121-4
6. Yunita Arlina, Bahri Chairul. Pola Distribusi Penyakit Mata di RSU Cut
Nyak Dhien, Meulaboh, Aceh, 1997(diakses tanggal 12 juli 2010,
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/13_PolaDistribusiPenyakitMata.pdf
/13_PolaDistribusiPenyakitMata.html)
7. http://en.wikipedia.org/wiki/Anisometropia diakses tanggal 12 juli 2010
8. Vaughan D.G. Oftalmologi Umum. Jakarta: Widya Medika, 2000:9-15
9. Wijana Nana. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Perpustakaan
Nasional;Katolog dalam Terbitan, 1993:245-270
10.Mein JHB. Diagnosis and Management of ocular mobility disorder,
London. Black Well Scientrific Publications, 1986: 93-52, 124-30
11.Park MM. Single Binocular Vision. In: Duane H, jaeger EA, Clinical
Ophthalmology. Vol I. Philadelpia: Harper & Row Publish, chapter
5,1986:1-20
12.Comprehensive Opthalmology
13.Haryono. Perbandingan Penglihatan Stereoskopis antara
Anisometropia Kecil dan Anisometropia Sedang pada Penderita
23
Miopia Ringan yang menggunakan kacamata. (diakses tanggal 12 juli
2010, http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=82227)
14.Rubin MI. Refractive disorders. In: Frauntelder FT, Roy FH eds.
Current Occular Therapy 3. Philadelphia: WB Saunders Company,
1975:343-61
15.Micheal DD. Anisometropia, Anisophoria, and Aniseikonia In: Visual
Optics and Refraction, Saint Louis, the CV. Mosby Company, 1975:
343-61
16. Ilyas Sidarta. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata.
Jakarta:FKUI, 2009
17.Hecht KA. Et al. Basic and Clinical Science Course, Section 3: Optics,
Refractions and Contact Lens. San Fransisco: American Academy of
Ophthalmology,1995:144,145,153-156,205.
24