94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

37
LAPORAN KASUS DENGUE SHOCK SYNDROME Oleh Nur Rahmat Wibowo, S.Ked I11106029 Pembimbing dr. James Alvin Sinaga, Sp.A SMF ANAK RUMAH SAKIT UMUM DOKTER SOEDARSO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS TANJUNGPURA PONTIANAK 2011

description

kasus DSS

Transcript of 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

Page 1: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

LAPORAN KASUS

DENGUE SHOCK SYNDROME

Oleh

Nur Rahmat Wibowo, S.Ked

I11106029

Pembimbing

dr. James Alvin Sinaga, Sp.A

SMF ANAK RUMAH SAKIT UMUM DOKTER SOEDARSO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2011

Page 2: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

2

LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan dipresentasikan Laporan Kasus dengan judul :

“Dengue Shock Syndrome”

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Mayor Ilmu Kesehatan Anak di SMF Anak

Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso Pontianak

Pontianak, 17 Oktober 2011

Pembimbing Laporan Kasus,

dr. James Alvin Sinaga, Sp.A

Disusun oleh :

Nur Rahmat Wibowo,S.Ked

NIM: I11106029

Mengetahui,

Ketua SMF Anak

Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso

dr. Dina Frida, Sp. A

Page 3: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

3

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………… i

LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………. ii

DAFTAR ISI ……………………………………………………….. iii

BAB I. Ilustrasi Kasus...... …………………………………………. 1

A. Identitas………...…………..…….…………………………. 2

B. Anamnesis................................................................................ 2

C. Pemeriksaan Fisik.…….…………….…………………….. 4

D. Pemeriksaan Penunjang..…..……………………………… 6

E. Resume..........………………………………..……….…….. 7

F. Diagnosis........……………………………………………. 8

G. Tatalaksana............................................................................. 8

H. Prognosis................................................................................. 9

I. Catatan Kemajuan.................................................................... 9

BAB II Pembahasan…………..……….………………........……… 13

BAB III Tinjauan Pustaka

3.1 Batasan dan Uraian Umum..………………………………. 18

3.2 Etiologi...........................…………………………….…….. 18

3.3 Epidemiologi.......................................................................... 18

3.4 Penularan................................................................................ 20

3.5 Patogenesis.............................................................................. 21

3.6 Diagnosis................................................................................. 24

3.7 Penatalaksanaan...................................................................... 29

BAB IV Kesimpulan............................................................................ 34

Daftar Pustaka..................................................................................... 35

Page 4: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

4

BAB I

ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS

Identitas Pasien

Nama : Anak RZ

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Sungai Raya Dalam, Pontianak

Umur : 11 tahun

Agama : Islam

Suku bangsa : Melayu

Anak ke : 2 dari 2 bersaudara

Tanggal Rawat : 9 September 2011

B. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dan autoanamnesis dengan Ibu pasien dan

pasien sendiri pada tanggal 11 September 2011.

Keluhan Utama

Demam

Riwayat Perjalanan Penyakit

Empat hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien mengalami demam. Demam

dirasakan timbul mendadak dan terus menerus. Demam terkadang disertai menggigil.

Pasien berkeringat ketika demam dan setelah demam namun tidak sampai membasahi

baju. Menurut Ibu pasien demam yang dialami pasien cukup tinggi, namun suhunya

tidak diukur. Keluhan demam disertai dengan rasa pegal-pegal pada tungkai dan sakit

kepala. Riwayat batuk dan pilek disangkal. Sudah minum obat penurun panas

sebelumnya dan demam turun namun kemudian demam timbul lagi.

Karena keluhan demamnya pasien kemudian di bawa ke Instalasi Gawat Darurat

Rumah Sakit Umum Dokter Soedarso (IGD RSDS) oleh keluarganya dan oleh dokter

Page 5: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

5

jaga IGD pasien disarankan untuk dirawat inap akan tetapi keluarga pasien menolak

dan memilih untuk dirawat jalan dengan alasan jarak tempat tinggal dan rumah sakit

yang relatif dekat. Oleh dokter jaga di IGD diberi obat penurun panas dan antibiotik

dan diberikan saran agar segera kembali ke rumah sakit apabila keadaan pasien

semakin memburuk.

Satu hari sebelum masuk rumah sakit, pasien dibawa kembali ke IGD RSDS

dikarenakan di rumah pasien muntah-muntah sebanyak 3x, jumlah ± 3 sendok makan

s/d ¼ gelas per kali, berisi apa yang dimakan, muntah tidak menyemprot.

Pasien juga mengeluh nyeri perut sejak 12 jam sebelum masuk RS terutama di ulu

hati dan perut bagian kanan atas, kaki dan tangan teraba dingin sejak 3 jam sebelum

masuk RS. Riwayat perdarahan dari hidung, gusi, saluran cerna, dan tempat lain

disangkal. Buang air kecil jumlah dan warna biasa, terakhir 2 jam sebelum masuk RS

sekitar ½ botol aqua ukuran sedang. Selama empat hari pasien belum buang air besar.

Pasien tidak memiliki riwayat ke luar kota sebelumnya.

Satu hari setelah masuk rumah sakit, pasien mengeluhkan nyeri perut yang dirasakan

semakin bertambah terutama di bagian perut kanan atas. Demam sudah turun dan

kedua kaki dan tangan masih terasa dingin. BAK menjadi semakin sedikit dan jarang.

Riwayat Penyakit Sebelumnya yang Berhubungan dengan Penyakit Sekarang

Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya. Tidak ada riwayat DBD

sebelumnya.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga/ Lingkungan Sekitarnya yang Ada

Hubungan dengan Penyakit Sekarang

Pada keluarga maupun tetangga sekitar rumah tidak ada yang mengalami penyakit

yang serupa seperti pada pasien. Namun, di lingkungan sekolah, terdapat beberapa

teman pasien yang menderita DBD dan sempat dirawat di rumah sakit.

Page 6: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

6

Riwayat Kehamilan Ibu

Pasien dikandung cukup bulan dan ibunya sering memeriksakan diri ke bidan selama

masa kehamilan. Ibunya tidak pernah mengalami kelainan selama masa kehamilan.

Riwayat Kelahiran

Pasien lahir spontan, cukup bulan, langsung menangis, tidak terdapat badan biru

maupun kuning saat lahir. Berat badan lahir sekitar 3400 gram dengan panjang badan

Ibu tidak ingat.

Riwayat Makanan

Pasien mendapat ASI ekslusif sampai usia 6 bulan. Saat ini pasien makan tiga kali

sehari. Pasien makan nasi dengan berbagai lauk setiap harinya, namun pasien tidak

suka makan sayur-sayuran. Pasien terkadang minum susu instan tetapi tidak rutin.

Riwayat tumbuh Kembang

Pasien tumbuh seperti anak seusianya, termasuk aktif bermain. Saat ini pasien berusia

11 tahun dan telah masuk kelas 5 SD, dan mendapat peringkat 4 di kelasnya.

Riwayat Imunisasi

Imunisasi wajib pasien lengkap

Riwayat Penyakit Keluarga, sosial dan ekonomi

Pasien tinggal serumah dengan orang tua. Pasien berobat menggunakan layanan

ASKES.

C. PEMERIKSAAN FISIK

Pada tanggal 11 September 2011:

Tanda Vital :

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, gelisah

Kesadaran : Compos mentis

Page 7: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

7

Tekanan darah : 96/78 mmHg

Frekuensi nadi : 120x/menit, regular, isi kurang, teraba lemah

Frekuensi nafas : 28x/menit, kedalaman cukup, napas cuping hidung (-),

retraksi (-)

Suhu tubuh : 36,9 C

Status Antropometri :

Berat badan : 42 kg

Tinggi badan : 148 cm

BB Persentil 50-75

PB Persentil 75

BB/U = 42/36 x100% = 116,7% (gizi baik)

TB/U = 148/143 x100% = 103,5% (gizi baik/normal)

BB/TB = 42/40 x 100% = 105% (normal)

Kesan : gizi baik

IMT: 42/(1,48)2

= 19,17 (menurut kurva NCHS berdasarkan IMT/umur

didapatkan hasil diantara persentil 75 dan 85 = gizi normal)

Status Generals dan Lokalis

Kulit : Petekie (-), turgor baik

Kepala : Normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tak mudah dicabut.

Wajah : Ekspresi baik, bentuk simetris

Mata : Pupil bulat isokor diameter 3 mm/3 mm, RCL +/+, RCTL +/+,

conjunctiva anemis -/- sklera ikterik -/-

Telinga : Normotia, serumen -/-, sekret -/-

Hidung : Deviasi septum -/-, mucosa hiperemis -/-, secret -/-

Mulut : Lidah kotor (-), tonsil dan faring tidak hiperemis, mukosa bibir

kering, sianosis perioral (-)

Leher : KGB tidak teraba membesar, kelenjar thyroid tak teraba membesar.

Cor : Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : Ictus cordis teraba

Perkusi : dalam batas normal, tidak terdapat pembesaran jantung

Page 8: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

8

Auskultasi : S1 S2 reguler, murmur (-) gallop (-)

Pulmo : Inspeksi : Simetris dalam keadaan statis & dinamis, tidak ada

bagian paru yang tertinggal, penggunaan otot bantu

napas (-), retraksi (-)

Palpasi : Vocal fremitus sama di kedua hemithorax

Perkusi : Sonor di kedua hemithorax

Auskultasi : Suara napas vesikuler, Rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : Inspeksi : penonjolan massa (-), abdomen lebih tinggi dari dinding

dada

Palpasi : lemas, hepar teraba 3 cm bawah arcus costae dan 5 cm

bawah processuss xiphoideus, tepi tajam, permukaan

rata, konsistensi kenyal, nyeri tekan (+), nyeri tekan

epigastrium (+),lien tidak teraba,

Perkusi : Timpani, regio kuadran kanan atas pekak, shifting dullness

(-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Extremitas : Akral dingin, petechiae (-), perfusi perifer kurang, CRT 3”, oedema

(-), pulsasi arteri perifer (A.Dorsalis pedis dekstra et sinistra) teraba

lemah.

Rumple leede test (+)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Pemeriksaan Penunjang

Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 10 September 2011

o 10/09/2011 05:41 (IGD)

Leukosit 11.300 / µL

Eritrosit 5.200 / µL

Trombosit 143.000 / µL

Hb 14,1 g/dL

Ht 41,7 %

Page 9: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

9

o 10/09/2011 18:32

Leukosit 8.500 / µL

Eritrosit 6.400 K/ µL

Trombosit 60.000 / µL

Hb 16,6 g/dL

Ht 49,8 %

Kesan: terjadi penurunan trombosit (trombositopenia), peningkatan Hb

dan Ht

Hasil Pemeriksaan Darah Rutin tanggal 11 September 2011

o 11/09/2011 pukul 06:17 wib

Leukosit 11.700 /µL

Eritrosit 5.600 /µL

Trombosit 30.000 /µL

Hb 15,7 g/dL

Ht 45,7 %

o 11/09/2011 pukul 18:40 wib

Leukosit 13.600 /µL

Eritrosit 5.800 /µL

Trombosit 23.000 /µL

Hb 15,9 g/dL

Ht 46,8 %

Kesan: terjadi penurunan trombosit (trombositopenia), peningkatan Hb

dan Ht

E. RESUME

Anak RZ usia 11 tahun dengan berat badan 42 kg datang dengan keluhan utama

demam tinggi sejak empat hari SMRS. Demam dirasakan timbul mendadak dan terus

menerus. Menggigil (+), Kejang (-). Batuk (-). Mencret, (-) sesak (-), Mual (+),

muntah (+). Sakit kepala (+), sakit perut (+), pegal (+). Riwayat perdarahan dari

Page 10: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

10

hidung, gusi, saluran cerna, dan tempat lain disangkal. Kaki dan tangan dingin (+),

Buang air kecil pasien masih seperti biasanya kemudian menjadi semakin sedikit.

Selama empat hari pasien belum buang air besar. Riwayat ke luar kota sebelumnya

(-). Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien tampak sakit sedang, tanda vital

didapatkan Tekanan darah 98/76 mmHg, Frekuensi nadi 120x/menit, regular, isi

kurang, teraba lemah, Frekuensi nafas 24x/menit,Suhu tubuh 36,9 C, hepatomegali,

nyeri tekan epigastrium (+), pulsasi arteri perifer teraba lemah dan hasil uji rumple

leed (+). Status gizi baik. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan peningkatan Hb,

Ht dan terdapat trombositopenia.

F. DIAGNOSIS

Diagnosis kerja : Demam Berdarah Dengue derajat III

Diagnosis banding : Malaria

Rencana diagnostik

Pemeriksaan darah perifer lengkap setiap 6-8 jam.

Monitor tanda vital setiap 15-30 menit

Pemeriksaan Malaria Kuantitatif (Hapus darah tebal dan tipis)

G. Tatalaksana

o Medikamentosa

O2 2L/menit, nasal

IVFD RL 20 cc/kgBB/30 mnt 840 cc/30 mnt 560 tetes/menit (makro)

kemudian bila syok teratasi dilanjutkan IVFD RL 10 cc/KgBB/jam 420

cc/jam atau 140 tetes/menit makro, bila tidak teratasi maka lanjutkan IVFD RL

840 cc/jam atau 280 tetes/menit makro. Jika kondisi tetap stabil dan membaik

maka cairan diturunkan menjadi 210 cc/jam atau 70 tetes/menit makro. Jika

dalam 24 jam kondisi membaik dan stabil maka cairan diturunkan lagi menjadi

126 cc/jam atau 42 tetes/menit makro.

Paracetamol 3 x 500 mg PO bila suhu > 38oC

Ranitidine 2 x 50 mg IV

Page 11: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

11

Inj Cefotaxime 3 x 500 mg iv.

Pasang Douer Catheter

o Non medikamentosa

Bedrest (tirah baring)

Minum air yang banyak

Mengedukasi keluarga pasien untuk melakukan kegiatan pencegahan DBD

dengan 3M, yaitu menutup, menguras, mengubur barang-barang yang dapat

menampung air. Menganjurkan agar pasien memakai repellan untuk

mencegah gigitan nyamuk

Menjaga asupan nutrisi yang seimbang, baik kualitas, maupun kuantitasnya.

H. PROGNOSIS

Quo Ad vitam : Ad bonam

Quo Ad functionam : Ad bonam

Quo Ad sanactionam : Ad bonam

CATATAN KEMAJUAN

Senin, 12/09/11

S : Perut terasa sakit, demam (+), nafsu makan kurang, Belum BAB (-),

kaki dan tangan masih terasa dingin

O : Keadaan umum tampak sakit sedang

Kesadaran kompos mentis, GCS 15

TD : 119/76 mmHg, FN : 101x/menit, FP : 38x/menit, suhu 36,4 C

Mata: Pupil isokor, bulat, Ø : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+,

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Jantung : Si S2 reguler, irama teratur, bising (-)

Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, Hepar teraba 3 jari

BACD dan 3 jari BPx, konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tajam,

NT (+), NT epigastrium (+)

Page 12: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

12

Ekstrimitas : akral dingin, perfusi baik, CRT 2 detik, Petekie (-).

Urine output 4840 cc

Balance + 540 cc

Pemeriksaaan laboratorium pukul 10:09

Leukosit 11.700 /µL, Eritrosit 4.950 /µL, Trombosit 34.000 /µL, Hb

14,0 g/dL, Ht 39,5 %

Pemeriksaaan laboratorium pukul 13:06

Leukosit 13.300 /µL, Eritrosit 5.980 /µL, Trombosit 64.000 /µL, Hb

16,5 g/dl, Ht 47,5 %

Pemeriksaaan laboratorium pukul 18:39

Leukosit 13.100 /µL, Eritrosit 5,600 /µL, Trombosit 61.000 /µL, Hb

15,2 g/dl, Ht 43,8 %

GDS: 121 mg/dl

Kesan : Peningkatan Hb,Ht, trombositopenia, leukositosis ringan

A : Dengue Shock Syndrome (DBD grade III)

P : - IVFD RL 42 tetes/menit makro

- Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg

- Inj Cefotaxime 3x500 mg iv

- Drip Cernovit 3 x 15 cc

- Monitor tanda vital tiap 15-30 menit

- Rencana pemeriksaan serial tiap 6-8 jam

Selasa, 13/09/11

S : Perut sakit berkurang, demam (-), kaki dan tangan tidak terasa

dingin, kencing banyak

O : Keadaan umum tampak sakit sedang

Kesadaran kompos mentis, GCS 15

TD : 110/70 mmHg, FN : 88 x/menit, FP : 24x/menit, suhu 36,4 C

Mata: Pupil isokor, bulat, Ø : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+,

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Jantung : Si S2 reguler, irama teratur, bising (-)

Page 13: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

13

Paru : vesikuler, rhonki +/+, wheezing -/-

Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, Hepar teraba 3 jari

BACD dan 3 jari BPx, konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tajam,

NT (+), NT epigastrium (+)

Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik, CRT <2 detik, Petekie (-).

Pemeriksaaan laboratorium pukul 06:53

Leukosit 13.300 /µL, Eritrosit 5.510 /µL, Trombosit 97.000 /µL, Hb

14,9 g/dl, Ht 42,3 %

Kesan : Penurunan Ht,Hb dan trombositopenia

A : Dengue Shock Syndrome (DBD grade III) Teratasi

P : - RL 27 tpm (maintenance)

- Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg

- Inj Cefotaxime 3x500 mg iv

- Rencana pemeriksaan Foto Thoraks AP dan Right Lateral

Decubitus (RLD)

Rabu, 14/09/11

S : Sakit perut (-) , demam (-), nafsu makan (+), BAB (+), kaki dan

tangan terasa hangat, muntah (-), BAK lancar dan banyak,

O : Keadaan umum tampak sakit sedang

Kesadaran kompos mentis, GCS 15

TD : 110/70 mmHg, FN : 92x/menit, FP : 24x/menit, suhu 36 ,1 C

Mata: Pupil isokor, bulat, Ø : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+,

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Jantung : Si S2 reguler, irama teratur, bising (-)

Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, Hepar teraba 3 jari

BACD dan 3 jari BPx, konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tajam,

NT (+), NT epigastrium (-)

Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik, CRT < 2 detik, Petekie (-).

A : Dengue Shock Syndrome (DBD grade III) Teratasi

Page 14: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

14

P : - IVFD RL 27 tpm (maintenance)

- Injeksi Ranitidin 2 x 50 mg

Kamis, 15/09/11

S : Sakit perut (-), demam (-), nafsu makan (+) baik, BAB (+), kaki dan

tangan terasa hangat, BAK banyak

O : Keadaan umum tampak sakit ringan

Kesadaran kompos mentis, GCS 15

TD : 120/70 mmHg, FN : 80x/menit, FP : 22x/menit, suhu 36,3 C

Mata: Pupil isokor, bulat, Ø : 3 mm/3 mm, RCL/RCTL : +/+,

Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Jantung : Si S2 reguler, irama teratur, bising (-)

Paru : vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-

Abdomen : distensi(-), Bising usus (+) normal, Hepar teraba 2 jari

BACD dan 3 jari BPx, konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tajam,

NT (+), NT epigastrium (-)

Ekstrimitas : akral hangat, perfusi baik, CRT <2 detik, Petekie (-).

A : Dengue Shock Syndrome (DBD grade III) teratasi dan dalam

perbaikan

P : - Boleh pulang

Jumat, 16/09/11

Pasien pulang

Page 15: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

15

BAB II

PEMBAHASAN

Diagnosis demam berdarah dengue derajat III ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.

Penegakan diagnosis DBD pada pasien ini berdasarkan adanya lebih dari dua kriteria,

yang memenuhi kriteria klinis dari WHO yakni demam tinggi mendadak tanpa sebab

yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari, pembesaran hati, terdapat

manifestasi perdarahan berupa uji tourniquet positif serta dari pemeriksaan fisik

didapatkan pasien dalam keadaan syok (terdapat kegagalan sirkulasi), yaitu keadaan

umum yang buruk, gelisah, dengan tekanan darah 98/76 mmHg, nadi yang cepat dan

halus, frekuensi nafas 28 x/menit, akral dingin dan perfusi jelek.

Dari pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan darah rutin didapatkan hasil

leukosit yang berada dalam batas normal, nilai hemoglobin dan hematokrit yang

cenderung meningkat serta didapatkan trombositopenia yaitu sebesar 60.000/mm3

(pemeriksaan pada tanggal 10/09/2011), 30.000/mm3 dan 23.000/mm

3 (pemeriksaan

pada tanggal 11/09/2011). Hal ini merupakan salah satu dari kriteria laboratories

DBD. Hemoglobin dan hematokrit yang meningkat menunjukkan adanya

hemokonsentrasi. Peningkatan kadar hematokrit merupakan bukti adanya kebocoran

plasma. Hal ini memperkuat diagnosis demam berdarah dengue. Selain itu pada

pasien ini juga didapatkan tanda-tanda kegagalan sirkulasi seperti nadi yang lemah,

perfusi perifer yang menurun dan akral yang dingin dan lembab. Hal ini

menunjukkan bahwa pasien ini mengalami DBD derajat III.

Hal ini sesuai dengan literatur yang mengatakan bahwa pada sindrom syok

dengue, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum pasien

dapat tiba-tiba memburuk, yang biasannya terjadi pada saat atau setelah demam

menurun, yakni antara hari sakit ke 3 – 7. Pada sebagian besar kasus ditemukan

tanda-tanda kegagalan sirkulasi, kulit teraba lembab dan dingin, serta nadi menjadi

cepat dan halus. Pasien seringkali akan mengeluh nyeri di daerah perut sesaat

sebelum syok. Pada pemeriksaan laboratorium biasanya akan ditemukan adanya

hemokonsentrasi (peningkatan kadar hematokrit ≥20%) dan trombositopenia

Page 16: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

16

(trombosit < 100.000/mm3). Terjadinya peningkatan kadar Hb merupakan bukti

terjadinya kebocoran plasma. Trombositopenia sedang sampai berat yuang disertai

dengan hemokonsentrasi adalah temuan laboratorium yang khusus untuk DBD.

Patofisiologi yang menunjukkan derajat keparahan DBD dan membedakannya dari

Demam Dengue adalah keluarnya plasma yang bermanifestasi sebagai peningkatan

hematokrit (hemokonsentrasi), efusi serosa, atau hipoproteinemia.

Gambar 1. Pola demam pada DBD yang menyerupai Pelana kuda

Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnostik klinik

pada penderita DSS menurut Wong adalah sebagai berikut.

1. Clouding of sensorium

2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.

3. Nyeri perut.

4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis,

hematemesis, melena, hematuri dan hemoptisis.

5. Trombositopenia berat.

6. Adanya efusi pleura pada toraks foto.

7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG

Page 17: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

17

Pengobatan DBD bersifat suportif. Tatalaksana didasarkan atas adanya

perubahan fisiologi berupa perembesan plasma dan perdarahan. Perembesan plasma

dapat mengakibatkan syok, anoksia, dan kematian. Deteksi dini terhadap adanya

perembesan plasma dan penggantian cairan yang adekuat akan mencegah terjadinya

syok, Perembesan plasma biasanya terjadi pada saat peralihan dari fase demam (fase

febris) ke fase penurunan suhu (fase afebris) yang biasanya terjadi pada hari ketiga

sampai kelima. Oleh karena itu pada periode kritis tersebut diperlukan peningkatan

kewaspadaan. Adanya perembesan plasma dan perdarahan dapat diwaspadai dengan

pengawasan klinis dan pemantauan kadar hematokrit dan jumlah trombosit.

Pemilihan jenis cairan dan jumlah yang akan diberikan merupakan kunci

keberhasilan pengobatan.

Diagnosis dini dan memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda

syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain,

perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan

umumnya tampak baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dan tidak tertolong.

Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para dokter

untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase

kritis, fase syok) dengan baik.

Terapi yang diberikan pada pasien ini meliputi terapi suportif dan simtomatik.

Terapi suportif yang diberikan adalah pemberian O2 melalui nasal kanul 2 liter

permenit. Pemberian oksigen harus selalu dilakukan pada semua pasien syok.

Saturasi oksigen pada pasien harus dipertahankan > 92%, oleh karena itu untuk

pemantauan diperlukan pemasangan pulse oximetry untuk mengetahui saturasi

oksigen dalam darah.

Selain itu juga dilakukan pemasangan infus cairan intravena berupa ringer laktat (RL)

840 mL dalam 30 menit pertama .Ringer laktat adalah salah satu larutan kristaloid

yang direkomendasikan WHO pada terapi DBD. Pengobatan awal cairan intravena

pada keadaan syok adalah dengan larutan kristaloid 20 ml/kg berat badan dalam 30

menit. Pada pasien ini berat badannya adalah 42 kg sehingga didapatkan jumlah

cairan yang diberikan adalah 840 ml dalam 30 menit dengan tetesan infus sebesar 560

tetes per menit makro {(840/30) x 20}. Apabila syok belum teratasi dan atau keadaan

Page 18: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

18

klinis memburuk setelah 30 menit pemberian cairan awal, cairan diganti dengan

koloid (dekstran 40 atau plasma) 10-20 ml/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30

ml/kgBB/jam. Segera setelah terjadi perbaikan, segera cairan ditukar kembali dengan

kristaloid dengan tetesan 20 ml/kgBB. Pada pasien kondisi membaik setelah

dilakukan pemberian cairan awal sehingga jumlah cairan yang diberikan dikurangi

menjadi 420 ml dalam 1 jam (10 ml/kgBB/jam). Jika kondisi tetap stabil dan

membaik maka cairan diturunkan menjadi 210 ml/jam (5 ml/kgBB/jam) atau Jika

dalam 24 jam kondisi membaik dan stabil maka cairan diturunkan lagi menjadi 126

ml/jam (3 ml/kgBB/jam) atau 42 tpm makro dan dalam 48 jam setelah syok teratasi

pemberian terapi cairan dapat dihentikan.

Oleh karena perembesan plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi

lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti harus disesuaikan

dengan kecepatan dan kehilangan plasma, yang dapat diketahui dari pemantauan

kadar hematokrit. Penggantian volume yang berlebihan dan terus menerus setelah

plasma terhenti perlu mendapat perhatian. Perembesan plasma berhenti ketika

memasuki fase penyembuhan, saat terjadi reabsorbsi cairan ekstravaskular kembali

ke dalam intravaskuler. Apabila pada saat itu cairan tidak dikurangi, akan

menyebabkan edema paru dan distres pernafasan

Sebagai terapi simptomatik pada pasien ini diberikan parasetamol untuk

mengatasi demam dengan dosis sebanyak 3 x 500 mg PO (apabila suhu > 38 C).

Karena pasien ini mengeluhkan adanya nyeri perut terutama di ulu hati maka juga

diberikan ranitidine dengan dosis 50 mg untuk sekali pemberian yang diberikan 2 kali

sehari. Diberikan antibiotik dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi

sekunder yang mungkin terjadi akibat manipulasi yang dilakukan terhadap pasien

seperti pemasangan jalur infus untuk pemberian cairan, pemasangan Douwer

Catheter dan pengambilan sampel darah yang secara rutin dilakukan. Kesemuanya itu

mempunyai resiko untuk terjadinya infeksi pada pasien ini. Selain itu berdasarkan

hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 11 September 2011 didapatkan

kecenderungan terjadinya peningkatan leukosit meskipun hanya meningkat sedikit

(dari 11.700 /µL menjadi 13.600/µL).

Page 19: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

19

Selain medikamentosa tidak lupa juga diberikan terapi non medikamentosa, yaitu

minum air yang banyak, mengedukasi keluarga pasien untuk melakukan kegiatan

pencegahan DBD dengan 3M menutup, menguras, mengubur barang-barang yang

dapat menampung air; menganjurkan agar pasien memakai repellan untuk mencegah

gigitan nyamuk, khususnya saat berada di lingkungan sekolah; dan menjaga asupan

nutrisi yang seimbang, baik kualitas, maupun kuantitasnya.

Pasien dapat dipulangkan apabila sudah tidak demam selama 24 jam tanpa

antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis, hematokrit stabil,

tiga hari setelah syok teratasi, jumlah trombosit > 50.000/mm3 dan cenderung

meningkat, serta tidak dijumpai adanya distress pernafasan.

Prognosis pada pasien ini quo ad vitam adalah bonam karena penyakit pada

pasien saat ini tidak mengancam nyawa. Untuk quo ad functionam bonam, karena

organ-organ vital pasien masih berfungsi dengan baik dan tidak terdapat adanya

manisfestasi perdarahan. Untuk quo ad sanactionam bonam karena kekambuhan pada

DBD hanya dapat terjadi jika terdapat reinfeksi oleh virus dengue. Dengan edukasi

yang tepat, maka dapat dilakukan tindakan pencegahan terjadinya infeksi virus

dengue.

Page 20: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

20

BAB III

SINDROM SYOK DENGUE

Spektrum klinis infeksi virus dengue bervariasi tergantung dari faktor yang

mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi

virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang

bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak

spesifik (undifferentiated febrile illness), Demam Dengue, atau bentuk yang lebih

berat yaitu Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD). (1,2,3)

2.1 Batasan dan Uraian Umum

Sindrom Syok Dengue (SSD) adalah keadaan klinis yang memenuhi kriteria

DBD disertai dengan gejala dan tanda kegagalan sirkulasi atau syok. SSD adalah

kelanjutan dari DBD dan merupakan stadium akhir perjalanan penyakit infeksi virus

dengue, derajat paling berat, yang berakibat fatal. (1,2,3)

Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan sirkulasi darah dan pasien jatuh

dalam syok hipovolemik akibat kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock

syndrome (DSS).

2.2 Etiologi

Demam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh

virus dengue, yang termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Virus

mempunyai empat serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-

4; dengan serotipe DEN-3 yang dominan di Indonesia dan paling banyak berkaitan

dengan kasus berat. Terdapat reaksi silang antara serotipe Dengue dengan Flavivirus

lainnya. Infeksi oleh salah

satu serotipe Dengue akan memberikan imunitas seumur

hidup, namun tidak ada imunitas silang dengan jenis serotipe lain.

2.3 Epidemiologi

Saat ini, infeksi virus dengue menyebabkan angka kesakitan dan kematian

paling banyak dibandingkan dengan infeksi arbovirus lainnya. Setiap tahun, di seluruh

dunia, dilaporkan angka kejadian infeksi dengue sekitar 20 juta kasus dan angka

Page 21: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

21

kematian berkisar 24.000 jiwa. Sampai saat ini DBD telah ditemukan di seluruh

propinsi di Indonesia, dan 200 kota telah melaporkan adanya kejadian luar biasa.

Incidence rate meningkat dari 0,005 per 100,000 penduduk pada tahun 1968 menjadi

berkisar antara 6-27 per 100,000 penduduk (1989-1995). Mortalitas DBD cenderung

menurun hingga 2% tahun 1999. (1,2,3,4,5)

Gambar 2. Distribusi Virus Dengue, Infeksi dan Daerah Epidemis

Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban

udara. Pada suhu yang panas (28-32°C) dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk

Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu

udara dan kelembaban tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya

penyakit agak berbeda untuk setiap tempat. Di Jawa pada umumnya infeksi virus

dengue terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak terdapat

pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun. (2)

Page 22: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

22

Gambar 3. Infeksi Dengue di Indonesia

2.4 Penularan

Penyakit DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes

albopictus yang sebelumnya sudah menggigit orang yang terinfeksi dengue. Kedua

jenis nyamuk ini terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia, terutama di tempat-

tempat dengan ketinggian kurang dari 1000 meter di atas permukaan air laut.

Populasi nyamuk ini akan meningkat pesat saat musim hujan, tetapi nyamuk Aedes

aegypti juga dapat hidup dan berkembang biak pada tempat penampungan air

sepanjang tahun. Satu gigitan nyamuk yang telah terinfeksi sudah mampu untuk

menimbulkan penyakit dengue pada orang yang sehat.

Setelah seseorang digigit oleh nyamuk yang terinfeksi Dengue, virus akan

mengalami masa inkubasi selama 3-14 hari (rata-rata 4-7 hari). Setelah itu, pasien

akan mengalami gejala demam akut disertai berbagai gejala dan tanda nonspesifik.

Selama masa demam akut yang dapat berlangsung 2-10 hari, virus Dengue dapat

bersirkulasi di peredaran darah perifer. Jika nyamuk A. aegypti lain menggigit pasien

pada masa viremia ini, nyamuk tersebut akan terinfeksi dan dapat mentransmisikan

virus pada orang lain, setelah masa inkubasi ekstrinsik selama 8-12 hari.

Page 23: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

23

2.5 Patogenesis

Patogenesis DBD dan SSD masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua

teori yang banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary

heterologous infection) dan hipotesis immune enhancement. (1,2,3)

Halstead (1973) menyatakan mengenai hipotesis secondary heterologous

infection. Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan serotipe virus dengue yang

heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD/Berat.

Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan

menginfeksi dan membentuk kompleks antigen antibodi kemudian berikatan dengan

Fc reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi

heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas

melakukan replikasi dalam sel makrofag (respon antibodi anamnestik)(1,2,3)

Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit dengan

menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus kompleks

antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5), melepaskan C3a dan

C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga

plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume plasma intravaskular menurun

hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok. (1,2,3)

Gambar 4. Imunopatogenesis Infeksi Virus Dengue

Page 24: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

24

Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses yang

akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang

kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga

mengakibatkan perembesan plasma kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan

plasma ini terbukti dengan adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar

natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus

dengue dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus

mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk.

Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan

peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai

potensi untuk menimbulkan wabah. (1,2)

Gambar 3. Patogenesis Syok pada DBD

Page 25: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

25

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga

menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui

kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan

perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan

kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran

ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan

menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga

terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat terjadi

trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme kompensasi

stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan

menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati

konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata), ditandai dengan peningkatan

FDP (fibrinogen degradation product) sehingga terjadi penurunan faktor

pembekuan.(2,3)

Gambar 6. Patogenesis Perdarahan pada DBD

Page 26: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

26

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,

sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di

sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga

terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler

yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD

diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID),

kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,

perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.(2,3)

DSS terjadi biasanya pada saat atau setelah demam menurun, yaitu diantara hari

ke-3 dan ke-7 sakit. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis meningkatnya reaksi

imunologis, yang dasarnya sebagai berikut:

1) Pada manusia, sel fagosit mononukleus, yaitu monosit, histiosit, makrofag dan

sel kupfer merupakan tempat utama terjadinya infeksi verus dengue.

2) Non-neutralizing antibody, baik yang bebas di sirkulasi maupun spesifik pada

sel, bertindak sebagai reseptor spesifik untuk melekatnya virus dengue pada

permukaan sel fogosit mononukleus.

3) Virus dengue kemudian akan bereplikasi dalam sel fagosit mononukleus yang

telah terinfeksi itu. Parameter perbedaan terjadinya DHF dan DSS ialah jumlah

sel yang terinfeksi.

4) Meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah dan disseminated

intravaskular coagulation (DIC) terjadi sebagai akibat dilepaskannya mediator-

mediator oleh sel fagosit mononukleus yang terinfeksi itu. Mediator tersebut

berupa monokin dan mediator lain yang mengakibatkan aktivasi komplemen

dengan efek peninggian permeabilitas dinding pembuluh darah, serta

tromboplastin yang memungkinkan terjadinya DIC.

2.6 Diagnosis

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO yang terdiri

dari kriteria klinis dan laboratoris, yaitu sebagai berikut:

Page 27: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

27

Kriteria klinis :

1) Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas seperti anoreksia, lemah,

nyeri pada punggung, tulang, persendian , dan kepala, berlangsung terus

menerus selama 2-7 hari.

2) Terdapat manifestasi perdarahan, termasuk uji tourniquet positif*, petekie,

ekimosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan atau melena.

3) Hepatomegali

4) Syok, nadi kecil dan cepat dengan tekanan nadi ≤ 20 mmHg, atau hipotensi

disertai gelisah dan akral dingin.

* Uji bendung dilakukan dengan membendung lengan atas menggunakan manset pada

tekanan sistolik ditambah diastolik dibagi dua selama 5 menit. Hasil uji positif bila

ditemukan 10 atau lebih petekie per 2.5 cm2 (1 inci).

Kriteria laboratoris :

1) Trombositopenia (≤ 100.000/µl)

2) Hemokonsentrasi (kadar Ht ≥ 20% dari orang normal)

Dua gejala klinis pertama ditambah 2 gejala laboratoris dianggap cukup untuk

menegakkan diagnogsis kerja DBD.

Sindrom Syok Dengue

Seluruh kriteria DBD (4) disertai dengan tanda kegagalan sirkulasi yaitu :

- Penurunan kesadaran, gelisah

- Nadi cepat, lemah

- Hipotensi

- Tekanan nadi < 20 mmHg

- Perfusi perifer menurun

- Kulit dingin-lembab.

Penentuan Derajat Penyakit

Karena spektrum klinis infeksi virus dengue yang bervariasi, derajat klinis

perlu ditentukan sehubungan dengan tatalaksana yang akan dilakukan.(2,4)

Page 28: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

28

Gambar 7. Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue

Perbedaan gejala dan tanda klinis pada setiap derajat terbagi dalam tabel berikut :

DERAJAT GEJALA & TANDA LABORATORIUM

DD

Demam 2-7 hari

Disertai > 2 tanda : sakit kepala,

nyeri retro-orbital, mialgia, atralgia

Leukopenia

Trombositopeni

Kebocoran Plasma (-)

Serologi

Dengue

Positif

DBD I Gejala di atas (+)

Disertai uji bendung positif Trombositopeni

(<100.000/ul)

Kebocoran Plasma (+)

:

Peningkatan Ht > 20

%

Penurunan Ht > 20 %

setelah pemberian

cairan yang adekuat.

DBD II Gejala di atas (+)

Disertai perdarahan spontan

DBD

DSS III

Gejala di atas (+)

Disertai tanda kegagalan sirkulasi

DBD

DSS IV

Syok berat disertai dengan tekanan

darah dan nadi yang tidak terukur

Kasus tipikal dari DBD ditandai oleh 4 manifestasi klinik mayor : demam

tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan kegagalan sirkulasi.

Trombositopenia sedang sampai berat yuang disertai dengan hemokonsentrasi adalah

temuan laboratorium yang khusus untuk DBD. Patofisiologi yang menunjukkan

derajat keparahan DBD dan membedakannya dari Demam Dengue adalah keluarnya

Page 29: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

29

plasma yang bermanifestasi sebagai peningkatan hematokrit (hemokonsentrasi), efusi

serosa, atau hipoproteinemia.

Beberapa tanda dan gejala yang perlu diperhatikan dalam diagnostik klinik

pada penderita DSS menurut Wong:

1. Clouding of sensorium

2. Tanda-tanda hipovolemia, seperti akral dingin, tekanan darah menurun.

3. Nyeri perut.

4. Tanda-tanda perdarahan diluar kulit, dalam hal ini seperti epistaksis,

hematemesis, melena, hematuri dan hemoptisis.

5. Trombositopenia berat.

6. Adanya efusi pleura pada toraks foto.

7. Tanda-tanda miokarditis pada EKG.

Pembagian renjatan menurut Munir dan Rampengan:

1. Syok ringan/tingkat 1 (impending shock) yaitu gejala dan tanda-tanda syok

disertai menyempitnya tekanan nadi menjadi 20mmHg.

2. Syok sedang/tingkat 2 (moderate shock) yaitu=tingkat 1 ditambah tekanan nadi

menjadi <20mmHg, tetapi belum sampai nol, disertai menurunnya tekanan

sistolik menjadi <80mmHg, tetapi belum sampai nol.

3. Syok berat/tingkat 3 (profound shock) yaitu tekanan darah tidak terukur/nol,tetapi

belum ada sianosis/asidosis.

4. Syok sangat berat/tingkat 4 (moribund cases) yaitu tekanan darah tidak terukur

lagi disertai sianosis dan asidosis.

Pemeriksaan Laboratorium

Uji laboratorium meliputi :

1. Isolasi virus

Dapat dilakukan dengan menanam spesimen pada :

Biakan jaringan nyamuk atau biakan jaringan mamalia.

Page 30: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

30

Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen yang

ditunjukkan dengan immunoflouresen, atau adanya CPE (cytopathic

effect) pada biakan jaringan manusia.

Inokulasi/ penyuntikan pada nyamuk

Pertumbuhan virus ditunjukan dengan adanya antigen dengue pada

kepala nyamuk yang dilihat dengan uji immunoflouresen.

2. Pemeriksaan Serologi

Uji HI (Hemaglutination Inhibition Test)

Uji Pengikatan komplemen (Complement Fixation Test)

Uji Netralisasi (Neutralization Test)

Uji Mac.Elisa (IgM capture enzyme-linked immunosorbent assay)

Uji IgG Elisa indirek

Pemeriksaan Radiologi

Pada pemeriksaan radiologi dan USG, Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang

dapat dideteksi yaitu :

1. Dilatasi pembuluh darah paru

2. Efusi pleura

3. Kardiomegali dan efusi perikard

4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati

5. Caran dalam rongga peritoneum

Diagnosis Banding

1. Adanya demam pada awal penyakit dapat dibandingkan dengan infeksi bakteri

maupun virus, seperti bronkopneumonia, demam tifoid, malaria, dan sebagainya.

2. Adanya ruam yang akut perlu dibedakan dengan morbili.

3. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan dengan hepatitis akut dan leptospirosis.

4. Penyakit-penyakit darah seperti idiophatic thrombocytopenic purpurae, leukemia

pada stadium lanjut, dan anemia aplastik.

5. Syok endotoksin.

6. Demam Chikunguya.

Page 31: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

31

PENATALAKSANAAN

1. Pada DSS segera beri infus kristaloid ( Ringer laktat atau NaCl 0,9%) 10-20

ml/kgBB secepatnya (diberikan dalam bolus selama 30 menit) dan oksigen 2

lt/mnt. Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi tidak

terukur) diberikan ringer laktat 20ml/kgBB bersama koloid. Observasi tensi

dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam. Periksa

elektrolit dan gula darah.

2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat tetap

dilanjutkan15-20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma) atau koloid

(HES) sebanyak 10-20ml/kgBB, maksimal 30ml/kgBB (koloid diberikan pada

jalur infus yang sama dengan kristaloid, diberikan secepatnya). Observasi

keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa

hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit dan gula darah. Pada

syok berat (tekanan nadi < 10 mmHg), penggunaan koloid (HES) sebagai

cairan resusitasi inisial memberi hasil perbaikan peningkatan tekanan nadi

lebih cepat.

3. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar hemoglobin/hematokrit,

tekanan nadi > 20mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi

10ml/kgBB. Volume 10ml/kgBB/jam dapat tetap dipertahankan sampai 24

jam atau sampai klinis stabildan hematokrit menurun <40%. Selanjutnya

cairan diturunkan menjdi 7ml/kgBB sampai keadaan klinis dan hematokrit

stabil kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5ml dan

seterusnya3ml/kgBB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam

setelah syok teratasi. Observasi klinis, nadi, tekanan darah, jumlah urin

dikerjakan tiap jam (usahakan urin >1ml/kgBB, BD urin <1,020) dan

pemeriksaan hematokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan umum

baik.

4. Apabila syok belum dapat teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun

tetapi masih >40 vol% berikan darah dalam volume kecil10ml/kgBB. Apabila

tampak perdarahan masif,berikan darah segar 20ml/kgBB dan lanjutkan

cairan kristaloid 10ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP (dipertahankan 5-

Page 32: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

32

8cmH2O) padasyok berat kadang-kadang diperlukan, sedangkan pemasangan

sonde lambung tidak dianjurkan.

5. Apabila syok masih belum teratasi, pasang CVP untuk mengetahui kebutuhan

cairan dan pasang kateter urin untuk mengetahui jumlah urin. Apabila CVP

normal (>10cmH2O), maka diberikan dopamin.

Page 33: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

33

Bagan 1. Tatalaksana kasus DBD derajat III dan IV

(Sindrom Syok Dengue/SSD) [2]

1. Oksigenasi (berikan O2 2-4 liter/menit

2. Penggantian volume plasma segera (cairan kristaloid isotonis)

Ringer laktat/NaCl 0,9%

20ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30 menit)

Evaluasi 30 menit, apakah syok teratasi ?

Pantau tanda vital tiap 10 menit

Catat balance cairan selama pemberian cairan intravena Syok teratasi Syok tidak teratasi

Kesadaran membaik Kesadaran menurun

Nadi teraba kuat Nadi lembut/tidak teraba

Tekanan nadi >20 mmHg Tekanan nadi <20 mmHg

Tidak sesak nafas/sianosis Distress pernafasan/sianosis

Ekstrimitas hangat Kulit dingin dan lembab

Diuresis cukup 1 ml/kgBB/jam Ekstrimitas dingin

Periksa kadar gula darah

Cairan dan tetesan disesuaikan 1. Lanjutkan cairan

10 ml/kgBB/jam 15-20 ml/kgBB/jam

Evaluasi ketat

Tanda vital 2. Tambahkan koloid/plasma

Tanda perdarahan Dekstran/FFP

Diuresis

Pantau Hb, Ht, Trombosit 3. Koreksi asidosis

Evaluasi 1 jam

Stabil dalam 24 jam

Tetesan 5 ml/kgBB/jam Syok belum teratasi

Ht stabil dalam 2x Syok teratasi

Pemeriksaan Ht turun Ht tetap tinggi/naik

Tetesan 3 ml/kgBB/jam Transfusi darah segar

10 ml/kgBB Koloid 20 ml/kgBB

dapat diulang sesuai

Infus stop tidak melebihi 48 jam kebutuhan

setelah syok teratasi

DBD derajat III & IV

Page 34: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

34

Jenis Cairan Resusitasi (rekomendasi WHO)(2)

1. Kristaloid

Larutan ringer laktat (RL)

Larutan ringer asetat (RA)

Larutan garam faali (GF)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL)

Dekstrosa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA)

Dekstrosa 5% dalam 1/2 larutan garam faali (D5/1/2LGF)

(Catatan:Untuk resusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh

larutan yang mengandung dekstran)

1. Koloid

Dekstran 40, Plasma, Albumin

Pilihan Cairan Koloid pada Resusitasi Cairan SSD

Saat ini ada 3 golongan cairan koloid yang masing-masing mempunyai

keunggulan dan kekurangannya, yaitu golongan Dekstran, Gelatin, Hydroxy ethyl

starch (HES).(2)

Golongan Dekstran mempunyai sifat isotonik dan hiperonkotik, maka

pemberian dengan larutan tersebut akan menambah volume intravaskular oleh karena

akan menarik cairan ekstravaskular. Efek volume 6% Dekstran 70 dipertahankan

selama 6-8 jam, sedangkan efek volume 10°/o Dekstran 40 dipertahankan selama 3-5

jam. Kedua larutan tersebut dapat menggangu mekanisme pembekuan darah dengan

cara menggangu fungsi trombosit dan menurunkan jumlah fibrinogen serta faktor

VIII, terutama bila diberikan lebih dari 1000 ml/24 jam. Pemberian dekstran tidak

boleh diberikan pada pasien dengan KID.(2)

Golongan Gelatin (Hemacell dan gelafundin merupakan larutan gelatin yang

mempunyai sifat isotonik dan isoonkotik. Efek volume larutan gelatin menetap sekitar

2-3 jam dan tidak mengganggu mekanism pembekuan darah. (2)

Hydroxy ethyl starch (HES) 6% HES 200/0,5; 6% HES 200/0,6; 6% HES

450/0,7 adalah larutan isotonik dan isonkotik, sedangkan 10% HES 200/0,5 adalah

larutan isotonik dan hiponkotik. Efek volume 6%/10°/o HES 200/0,5 menetap dalam

Page 35: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

35

4-8 jam, sedangkan larutan 6% HES 200/0,6 dan 6% HES 450/0,7 menetap selama 8-

12 jam. Gangguan mekanisme pembekuan tidak akan terjadi bila diberikan kurang

dari 1500cc/24 jam, dan efek ini terjadi karena pengenceran dengan penurunan hitung

trombosit sementara, perpanjangan waktu protrombin dan waktu tromboplastin

parsial, serta penurunan kekuatan bekuan.(2)

Ruang Rawat Khusus Untuk DBD/SSD

Untuk mendapatkan tatalaksana DBD lebih efektif, maka pasien DBD

seharusnya dirawat di ruang rawat khusus, yang dilengkapi dengan perawatan untuk

kegawatan. Ruang perawatan khusus tersebut dilengkapi dengan fasilitas laboratorium

untuk memeriksa kadar hemoglobin, hematokrit dan trombosit yang tersedia selama

24 jam. Pencatatan merupakan hal yang penting dilakukan di ruang perawatan DBD.

Paramedis dapat didantu oleh keluarga pasien untuk mencatatjumlah cairan baik yang

diminum maupun yang diberikan secara intravena, serta menampung urin serta

mencatat jumlahnya.(2)

Kriteria Memulangkan Pasien(2)

Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah ini

1. Tampak perbaikan secara klinis

2. Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik

3. Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis)

4. Hematokrit stabil

5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/ul

6. Tiga hari setelah syok teratasi

7. Nafsu makan membaik

Page 36: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

36

BAB IV

KESIMPULAN

Telah dirawat pasien an. RZ, 11 tahun masuk dengan keluhan utama demam 4

hari SMRS dan didiagnosis sebagai dengue shock syndrome berdasarkan kriteria

klinis dan laboratories dari WHO.

Tatalaksana pada pasien ini berupa suportif dan simptomatik yang berupa

pemberian terapi cairan yang disesuaikan dengan bagan pemberian terapi cairan pada

DSS (sesuai dengan literatur). Sebagai terapi simptomatik pada pasien ini diberikan

parasetamol untuk mengatasi demam dengan dosis sebanyak 3 x 500 mg PO (apabila

suhu > 38 C). Karena pasien ini mengeluhkan adanya nyeri perut terutama di ulu hati

maka juga diberikan ranitidine dengan dosis 50 mg untuk sekali pemberian yang

diberikan 2 kali sehari. Diberikan antibiotik dengan tujuan untuk mencegah

terjadinya infeksi sekunder yang mungkin terjadi akibat manipulasi yang dilakukan

terhadap pasien.

Pasien pulang dalam kondisi kesehatan yang membaik. Dengan demikian

penegakan diagnosis dan tatalaksana kasus pada pasien ini telah sesuai dengan

tinjauan literature mengenai penanganan pada dengue shock syndrome.

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara

paling memadai saat ini. Maka, diberikan penjelasan dan mengedukasi keluarga

pasien untuk melakukan kegiatan pencegahan DBD dengan 3M menutup, menguras,

mengubur barang-barang yang dapat menampung air; menganjurkan agar pasien

memakai repellan untuk mencegah gigitan nyamuk.

Page 37: 94777975 Laporan Kasus Dengue Shock Syndrome

37

DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jilid III. Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam Indonesia. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006

2. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI. 2005

3. Dengue Haemorrhagic Fever : Diagnosis, Treatment, Prevention and Control.

Edition II. Geneva : World Health Organization. 2002. Available from

htttp://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/Denguepublication

Accessed December 1, 2009.

4. Dengue Virus Infection. Centers for Disease Control and Prevention. Division of

Vector Borne and Infectious Diseases. Atlanta : 2009

5. Hadinegoro SRH, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T, editor. Tata Laksana

Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan; 2004.

6. Anonymous. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue haemorrhagic

fever in small hospital. World Health Organization Regional Office for South-

East Asia. New Delhi: WHO; 1999.