91203715-amblyopia
-
Upload
anggun-pratissa -
Category
Documents
-
view
12 -
download
3
Transcript of 91203715-amblyopia
Pembimbing : dr. Efhandi Nukman, Sp.M
AMBLYOPIA
Oleh :
Nurmuthmainnah
0908120468
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS RIAU
2012
2
Amblyopia
1. Definisi Amblyopia
Amblyopia berasal dari bahasa Yunani amblyos (tumpul) dan opia (penglihatan).
Amblyopia adalah menurunnya tajam penglihatan (visus) unilateral bahkan terkadang
bilateral walaupun telah diberi koreksi yang terbaik. Pada kondisi ini, tidak ditemukan
kelainan pada struktur mata maupun pada jaras penglihatan posterior. Sehingga,
amblyopia merupakan suatu keadaan dimana dokter tidak menemukan kelainan pada
mata, sedangkan pasien hanya bisa melihat sangat sedikit (doctor sees nothing, patient
sees nothing).
Amblyopia disebut juga “mata malas” lazy eye. Merupakan kelainan yang jarang
terjadi (hanya mengenai 2-3 % populasi), namun jika tidak ditangani sesegera mungkin
dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen.
Di Indonesia, amblyopia pada murid-murid kelas I SD Kotamadya Bandung
1989 adalah sebesar 1,56%. Sedangkan pada tahun 2002 di Yogyakarta, insidensi
amblyopia pada murid-murid SD di daerah perkotaan adalah sebesar 0,25%, sedangkan
di pedesaan sebesar 0,20% .
Hampir seluruh amblyopia bersifat reversibel namun dapat dicegah dengan
deteksi dini dan intervensi yang tepat. Anak dengan resiko amblyopia hendaknya dapat
dikenali gejalanya sejak umur dini, sehingga prognosis keberhasilan terapi akan lebih
baik.
2. Patofisiologi Amblyopia
Pada amblyopia terjadi kerusakan sentral akibat rangsangan visual abnormal
selama periode sensitif perkembangan penglihatan, namun daerah penglihatan perifer
dapat dikatakan masih normal. Ambang penglihatan pada bayi baru lahir adalah di
bawah orang dewasa meskipun sistem optik mata memiliki kerjernihan 20/20. Selain
itu, sistem penglihatan membutuhkan pengalaman melihat khususnya interaksi
kompetitif antara kedua jalur saraf penglihatan mata kanan dan kiri di korteks
3
penglihatan untuk dapat berkembang menjadi penglihatan seperti orang dewasa (visus
20/20).
Studi klinis pada bayi dan balita mendukung konsep adanya suatu periode kritis
yang peka terhadap berkembangnya amblyopia. Periode kritis ini sesuai dengan
perkembangan sistem penglihatan anak yang masih peka terhadap rangsangan abnormal
oleh karena deprivasi, strabismus, atau kelainan refraksi. Periode kritis tersebut antara
lain adalah :
1. Perkembangan tajam penglihatan dari 20/200 (6/60) hingga 20/20 (6/6) yaitu
pada saat lahir hingga usia 3-5 tahun.
2. Periode yang sangat berisiko tinggi untuk terjadinya amblyopia deprivasi,
yaitu diusia beberapa bulan hingga 7-8 tahun.
3. Periode dimana kesembuhan amblyopia masih dapat dicapai, yaitu sejak
terjadinya deprivasi hingga usia remaja bahkan terkadang hingga usia
dewasa.
Pada amblyopia, mekanisme neurofisiologi belum dapat diterangkan dengan
baik. Namun, studi eksperimen pada binatang percobaan menghasilkan suatu
kesimpulan yaitu gangguan pada sistem penglihatan fungsi neuron otak diakibatkan
oleh pengalaman melihat abnormal dini. Sel pada korteks visual primer dapat
kehilangan kemampuan dalam menanggapi rangsangan pada satu atau dua mata
sehingga sel yang masih responsif akhirnya ikut mengalami penurunan fungsi.
Untuk mendapatkan suatu penglihatan yang baik, harus ada media penglihatan
yang bening, dan bayangan yang terfokus harus sama pada kedua mata. Bila bayangan
kabur pada salah satu mata, atau bayangan tidak sama fokusnya pada kedua mata, maka
jaras penglihatan tidak akan berkembang dengan baik, bahkan dapat memburuk. Bila
hal ini terjadi, otak akan seolah-olah mematikan mata yang tidak fokus dan orang
tersebut akan bergantung pada satu mata untuk dapat melihat (lazy eye).
4
Adapun jenis-jenis amblyopia antara lain :
a. Amblyopia strabismus
b. Amblyopia eksentrik
c. Amblyopia anisometropik
d. Amblyopia isometropia
e. Amblyopia deprivasi
f. Amblyopia oklusi
3. Diagnosis Amblyopia
Diagnosis amblyopia ditegakkan jika ditemukan penurunan visus yang tidak
dapat dijelaska penyebabnya, dimana hal tersebut memiliki kaitan dengan riwayat atau
kondisi yang dapat menyebabkan amblyopia.
Patut dicurigai adanya amblyopia unilateral apabila dijumpai :
1. Fiksasi pada kedua mata berbeda (pada bayi atau anak) atau terdapat
perbedaan visus antara kedua mata sebanyak dua baris optotipe Snellen atau
lebih (pada anak yang sudah bisa membaca).
2. Visus tidak berubah meskipun telah dikoreksi.
3. Perbedaan visus sepenuhnya tidak berhubungan dengan struktural lintasan
visual.
4. Adanya efek density filter dan crowding phenomenon.
5. Kadang kala amblyopia sangat ringan, pasien hanya memiliki perbedaan
visus 1 baris. Sehingga diagnosis hanya berdasarkan penemuan klinis yang
berhubungan seperti adanya anisometropia atau strabismus sudut kecil.
Dicurigai amblyopia bilateral jika dijumpai kelainan refraksi yang bermakna
diikuti dengan kelainan atau kebiasaan sebagai berikut :
1. Anak harus mendekat saat melihat suatu objek.
2. Fiksasi di bawah kisaran rata-rata pada tiap mata
5
3. Visus tidak mencapai normal dengan lensa koreksi
4. Adanya kekeruhan pada kornea atau disertai nistagmus tanpa disadari.
4. Tatalaksana Amblyopia
Tatalaksana amblopia meliputi :
a. Menghilangkan hambatan masuknya sinar ke mata
b. Koreksi refraktif
c. Patching atau oklusi
d. Oklusi bilateral
e. Terapi penalisasi
f. CAM visus stimulator
5. Prognosis
Setelah 1 tahun, sekitar 73% pasien menunjukkan keberhasilan setelah menjalani
terapi oklusi pertama. Bila tatalaksana dilakukan sebelum usia 5 tahun, visus normal
masih dapat tercapai. Kemungkinan ini semakin berkurang dengan pertambahan usia,
setelah usia 10 tahun, hanya kesembuhan parsial yang dapat dicapai
Keberhasilan terapi amblyopia bergantung pada :
a. Jenis amblyopia
b. Usia dilakukan intervensi atau tatalaksana amblyopia
c. Dalamnya amblyopia saat terapi dimulai.