Obsesif kompulsif, pasif agresif, delirium, dementia dan amnesia
90715447-Delirium
description
Transcript of 90715447-Delirium
DELIRIUM
DEFINISI
Delirium adalah diagnosis klinis, gangguan otak difus yang dikarasteristikkan dengan variasi
kognitif dan gangguan tingkah laku. Delirium ditandai oleh gangguan kesadaran, biasanya
terlihat bersamaan dengan fungsi gangguan kognitif secara global. Kelainan mood, persepsi dan
perilaku adalah gejala psikiatrik yang umum; tremor, asteriksis, nistagmus, inkoordinasi dan
inkontinensia urin merupakan gejala neurologis yang umum.
Biasanya delirium mempunyai onset yang mendadak (beberapa jam atau hari), perjalanan yang
singkat dan berfluktuasi dan perbaikan yang cepat jika faktor penyebab diidentifikasi dan
dihilangkan. Tetapi masing-masing ciri karakteristik tersebut dapat bervariasi pada pasien
individual. Delirium dapat terjadi pada berbagai tingkat usia namun tersering pada usia diatas 60
tahun. Menggigau merupakan gejala sementara dan dapat berfluktuasi intensitasnya, kebanyakan
kasus dapat sembuh dalam waktu 4 minggu atau kurang. Akan tetapi jika delirium dengan
fluktuasi yang menetap lebih dari 6 bulan sangat jarang dan dapat menjadi progresif kearah
dementia
EPIDEMIOLOGI
Delirium merupakan kelainan yang sering pada :
- sekitar 10 sampai 15 persen adalah pasien bedah dan 15 sampai 25 persen
pasien perawatan medis di rumah sakit. Sekitar 30 persen pasien dirawat di ICU bedah
dan ICU jantung. 40 sampai 50 pasien yang dalam masa penyembuhan dari tindakan
bedah pinggul memiliki episode delirium.
- Penyebab dari pasca operasi delirium termasuk stress dari pembedahan, sakit pasca
operasi, pengobatan anti nyeri, ketidakseimbangan elektrolit, infeksi, demam, dan
kehilangan darah.
- Sekitar 20% pasien dengan luka bakar berat dan 30-40 % pasien dengan sindrom
imunodefisiensi didapat (AIDS)
- Usia lanjut merupakan faktor resiko dari terjadinya delirium, sekitar 30 – 40 persen dari
pasien yang dirawat berusia 65 tahun dan memiliki episode delirium
ETIOLOGI
Penyebab utama delirium :
1. Penyakit pada CNS : encephalitis, space occupying lesions, tekanan tinggi intrakranial
setelah episode epilepsi.
2. Demam - penyakit sistemik
3. Intoksikasi dari obat-obatan atau zat toksik
4. Withdrawal alkohol
5. Kegagalan metabolik : kardiak, respiratori, renal, hepatik, hipoglikemia
Faktor predisposisi.
Demensia
Obat-obatan multipel
Umur lanjut
Kecelakaan otak seperti stroke, penyakit Parkinson
Gangguan penglihatan dan pendengaran
Ketidakmampuan fungsional
Hidup dalam institusi
Ketergantungan alkohol
Isolasi sosial
Kondisi ko-morbid multipel
Depresi
Riwayat delirium post-operative sebelumnya
Faktor pencetus (presipitasi).
Penyakit akut berat (termasuk, tetapi tak terbatas kondisi di bawah ini)
• Infeksi, dll 10-35%
• Intoksikasi obat/racun 22-39%
• Withdrawal benzodiazepin
• Withdrawal alkohol ± defisiensi thiamin
• Ensefalopati metabolik (25%)
• Asam basa dan gangguan elektrolit
• Hipoglikemia
• Hipoksia atau hiperkapnia
• Gagal hepar/ginjal
Polifarmasi
Bedah dan anestesi
Nyeri post op yang tak dikontrol baik
Neurologis 8% (anoksia, stroke, epilepsi, dll)
Perubahan dari lingkungan keluarga
'sleep deprivation'
Albumin serum rendah
Demam/hipothermia
Hipotensi perioperati
Pengekangan fisik
Pemekaian kateter terus menerus
Kardiovaskular 3%
Tak ditemukan penyebab 10%
Medikasi terkait delirium :
Beberapa jenis obat-obatan, baik yang resmi dan terlarang dapat menyebabkan delirium, antara
lain :
1. Sedatif hipnotik
1.1. Benzodiazepin
1.2. Kloralhidrat, barbiturat
1.3. Anti kolinergik
1.4. benztropin, oksibutirin
2. Antihistamin mis difenhidramin
3. Antispasmodik misal : belladona, propanthelin
4. Fenothiazin misal: thioridazin
5. Antidepresan trisklik
6. Antiparkinson misal levodopa, amantadin, pergolid, bromokriptin
7. Analgetik misal opiat (khususnya pethidin), jarang : NSAID,aspirin
8. Obat anestesi
9. Antipsikotik, khususnya beefek antikolinergik, misal klozapin
10. Steroid : dapat tergantung dosis
11. Antagonis histamin- 2, khususnya simetidin, tetapi juga golongan ranitidin.
12. Antibiotik:aminoglikosid, penicillin, sefalosporin, sulfonamid dan beberapa
flurokuinolon seperti siprofloksasin.
13. Obat kardiovaskuler dan antihipertensi, kinin,digoxin (padakadar
normal),amiodaron, propanolol, methiodopa
14. Antikonvulsan : fenitoin, karbamazepin, valproat, pirimidin,
klonazzepam,klobazam.
15. Lain-lain : lithium, flunoksilin, metoclopramid,imunosupresan.
PATOFISIOLOGI
Tanda dan gejala delirium merupakan manifestasi dari gangguan neuronal, biasanya melibatkan
area di korteks serebri dan reticular activating sistem. Dua mekanisme yang terlibat langsung
dalam terjadinya delirium adalah pelepasan neurotransmiter yang berlebihan (kolinergik
muskarinik dan dopamin) serta jalannya impuls yang abnormal. Aktivitas yang berlebih dari
neuron kolinergik muskarinik pada reticular activating sistem, korteks, dan hipokampus berperan
pada gangguan fungsi kognisi (disorientasi, berpikir konkrit, dan inattention) dalam delirium.
Peningkatan pelepasan dopamin serta pengambilan kembali dopamin yang berkurang misalnya
pada peningkatan stress metabolik. Adanya peningkatan dopamin yang abnormal ini dapat
bersifat neurotoksik melalui produksi oksiradikal dan pelepasan glutamat, suatu neurotransmiter
eksitasi. Adanya gangguan neurotransmiter ini menyebabkan hiperpolarisasi membran yang akan
menyebabkan penyebaran depresi membran.
Berdasarkan tingkat kesadarannya, delirium dapat dibagi tiga :
1. Delirium hiperaktif
Ditemukan pada pasien dalam keadaan penghentian alkohol yang tiba-tiba, intoksikasi
Phencyclidine (PCP), amfetamin, dan asam lisergic dietilamid (LSD)
2. Delirium hipoaktif
Ditemukan pada pasien Hepatic Encefalopathy dan hiperkapnia
3. Delirium campuran
Mekanisme delirium belum sepenuhnya dimengerti. Delirium dapat disebabkan oleh gangguan
struktural dan fisiologis. Hipotesis utama adalah adanya gangguan yang irreversibel terhadap
metabolisme oksidatif otak dan adanya kelainan multipel neurotransmiter.
Asetilkolin
Obat-obat anti kolinergik diketahui sebagai penyebab keadaan acute confusional states dan pada
pasien dengan gangguan transmisi kolinergik seperti pada penyakit Alzheimer. Pada pasien
dengan post-operative delirium, aktivitas serum anticholonergic meningkat.
Dopamin
Diotak terdapat hubungan reciprocal antara aktivitas kolinergic dan dopaminergic. Pada
delirium, terjadi peningkatan aktivitas dopaminergic
Neurotransmitter lain
Serotonin: ditemukan peningkatan serotonin pada pasien hepatic encephalopathy dan sepsis
delirium. Agen serotoninergic seperti LSD dapat pula menyebabkan delirium. Cortisol dan beta-
endorphins: pada delirium yang disebabkan glukokortikoid eksogen terjadi gangguan pada ritme
circadian dan beta-endorphin.
Mekanisme inflamasi
Mekanisme inflamasi turut berperan pada patofisiologi delirium, yaitu karena keterlibatan
sitokoin seperti intereukin-1 dan interleukin-6, Stress psychososial dan angguan tisur berperan
dalam onset delirium
Mekanisme struktural
Formatio retikularis batang otak adalah daerah utama yang mengatur perhatian kesadaran dan
jalur utama yang berperan dalam delirium adalah jalur tegmental dorsalis yang keluar dari
formatio reticularis mesencephalic ke tegmentum dan thalamus. Adanya gangguan metabolik
(hepatic encephalopathy) dan gangguan struktural (stroke, trauma kepala) yang mengganggu
jalur anatomis tersebut dapat menyebabkan delirium.
DIAGNOSIS
Kriteria Diagnosis Berdasarkan ICD-10 dan PPDGJ-III
A. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan) yang
ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan
perhatian
B. Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau
gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia).
C. Gangguan Psikomotor berupa hipoaktivitas atau hiperaktivitas, pengalihan aktivitas yang
tidak terduga, waktu bereaksi yang lebih panjang, arus pembicaran yang bertambah atau
berkurang, reaksi terperanjat yang meningkat.
D. Gangguan siklus tidur berupa insomnia, atau pada kasus yang berat tidak dapat tidur sama
sekali atau siklus tidurnya terbalik yaitu mengantuk siang hari. Gejala memburuk pada malam
hari dan mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk yang dapat berlanjut menjadi halusinasi
setelah bangun tidur.
E. Gangguan emosional berupa depresi, ansietas, takut, lekas marah, euforia, apatis dan rasa
kehilangan akal.
1. Delirium Akibat Kondisi Medis Umum
• Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan) yang
ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan
mengalihkan perhatian
• Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau
gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia
• Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek, cenderung berfluktuasi dalam
sehari
• Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium bahwa gangguan
disebabkan oleh konsekuensi fisiologik langsung suatu KMU
Kondisi Medis Umum
Kondisi medis umum yang melatar belakangi delirium dapat bersifat fokal ataupun sistemik,
misalnya:
1. Penyakit SSP (trauma kepala, tumor, pendarahan, hematoma, abses, nonhemoragik stroke,
transien iskemia, kejang dan migrain, dan lain-lain)
2. Penyakit sistemik (misalnya, infeksi, perubahan status cairan tubuh, defisiensi nutrisi, luka
bakar, nyeri yang tidak dapat dikontrol, stroke akibat panas, dan di tempat tinggi (>5000
meter)
3. Penyakit jantung (misalnya, gagal jantung, aritmia, infark jantung, bedah jantung)
4. Gangguan metabolik (misalnya, ketidakseimbangan elektrolit, diabetes, hipo/hiperglikemia)
5. Paru (misalnya, COPD, hipoksia, gangguan asam basa)
6. Obat yang digunakan (misalnya, steroid, medikasi jantung, antihipertensi, antineoplasma,
antikolinergik, SNM, sinrom serotonin)
7. Endokrin (misalnya, kegagalan adrenal, abnormalitas tiroid atau paratiroid)
8. Hematologi (misalnya, anemia, leukemia, diskrasia)
9. Renal (misalnya, gagal ginjal, uremia)
10. Hepar (misalnya, gagal hepar, sirosis, hepatitis)
2. Delirium Akibat Intoksikasi Zat
A. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan) yang
ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan
perhatian.
B. Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau
gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia
C. Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek, cenderung berfluktuasi dalam
sehari.
D. Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium, sebagai berikut:
1. Simtom A dan B terjadi selama intoksikasi zat atau penggunaan medikasi
2. Intoksikasi zat adalah etiologi terkait dengan delirium
3. Delirium Akibat Putus Zat
A. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan) yang
ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan
perhatian.
B. Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau
gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia
C. Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek, cenderung berfluktuasi dalam
sehari.
D. Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium, sebagai berikut:
Simtom A dan B terjadi selama atau segera setelah putus zat.
4. Delirium Akibat Etiologi Beragam
a. Gangguan kesadaran (berkurangnya kejernihan kewaspadaan terhadap lingkungan) yang
ditandai dengan berkurangnya kemampuan memfokuskan, mempertahankan dan mengalihkan
perhatian.
b. Adanya perubahan dalam kognisi (defisit memori, disorientasi, gangguan berbahasa) atau
gangguan persepsi yang tidak dikaitkan dengan demensia
c. Gangguan berkembang dalam periode waktu yang pendek, cenderung berfluktuasi dalam
sehari.
d. Ada bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, laboratorium, bahwa :
Delirium memiliki lebih dari satu etiologi, misalnya lebih dari satu KMU, KMU dan
intoksikasi zat, atau efek samping obat.
5. Delirium yang Tidak Dapat Dispesifikasi
A. Kriteria untuk tipe delirium tertentu tidak terpenuhi, misalnya; manifestasi delirium diduga
akibat KMU, penyalahgunaan zat tetapi tidak cukup bukti untuk menegakkan etiologi
spesifik.
B. Delirium disebabkan oleh penyebab yang tidak tercatat pada seksi ini (deprivasi sensorik)
Kriteria diagnostic delirium berdasar DSM IV :
Untuk Delirium karena kondisi medis umum:
1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi
sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa gangguan disebabkan oleh pengobatan umum, atau obat-obatan, atau gejala putus
obat.
Untuk Delirium Intoksikasi Zat:
1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi
sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
(A) atau (B)
A. Gejala dalam kriteria 1 dan 2 berkembang selama intoksikasi zat
B. Pemakaian medikasi secara etiologi berhubungan dengan gangguan.
Untuk Delirium Putus Zat :
1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi
sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa gejala dalam kriteria (1) dan (2) berkembang selama , atau segera setelah suatu
sindroma putus
Untuk Delirium Karena Penyebab Multiple:
1. Gangguan kesadaran disertai berkurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian,
mempertahankan perhatian, atau perubahan atensi.
2. Perubahan kognisi atau gangguan persepsi, yang tidak terkait demensia.
3. Gangguan yang berkembang dalam periode yang pendek (jam ke hari), dan berfluktuasi
sepanjang hari.
4. Adanya bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium
bahwa delirium telah memiliki lebih dari satu penyebab (misalnya lebih dari satu
penyebab kondisi medis umum, suatu kondisi medis umum ditambah intoksikasi zat atau
efek samping medikasi).
GEJALA KLINIS DARI DELIRIUM :
Gangguan kesadaran
Disorientasi
Konsentrasi kurang
Tingkah laku
hiperaktif
hipoaktif
Pikiran
Bizarre
Ideas of reference
waham
Mood
cemas, Irritable
depresi
Persepsi
Illusi
Hallusinasi (visual)
Memori
terganggu
*Fluctuating course, worse in the evening
Gambaran kunci dari delirium adalah suatu gangguan kesadaran, yang dalam DSM IV
digambarkan sebagai penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan dengan penurunan
kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan atau mengalihkan perhatian. Keadaan
delirium mungkin didahului selama beberapa hari oleh perkembangan kecemasan, mengantuk,
insomnia, halusinasi transient, mimpi menakutkan di malam hari, kegelisahan.
1. Kesadaran (arousal)
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium. Satu pola
ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan dari kesiagaan. Pasien
dengan delirium yang berhubungan dengan pemusatan zat seringkali mempunyai delirium
hiperaktif yang juga dapat disertai dengann tanda otonomik, seperti kulit kemerahan, pucat,
berkeringat, takikardi, pupil berdilatasi, mual-muntah dan hipertermi. Pasien dengan gejala
hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai sedang depresi, katatonik atau mengalami
depresi.
2. Orientasi
Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang harus di uji pada pasien dengan delirium.
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang, bahkan pada kasus deliriun yang ringan orientasi
terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain mungkin juga terganggu pada
kasus yang berat.
3. Bahasa dan Kognisi
Kelainan dapat berupa bicara yang melantur, tidak relevan atau membingungkan (inkoheren)
dan gangguan kemampuan untuk mengerti pembicaraan. Fungsi kognitif lainnya yang
mungkin terganggu pada pasien delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum.
Kemampuan untuk menyusu, mempertahankan dan mengingat kenangan munkin terganggu,
walaupun ingatan kenangan yang jauh mungkin dipertahankan. Pasien delirium juga
mempunyai waham yang tidak sistematis, kadang-kadang paranoid.
4. Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidakmampuan umum untuk membedakan
stimulus sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa
lalu mereka. Halusinasi juga relatif sering pada pasien delirium. Halusinasi paling sering
adalah visual atau auditorik, walaupun halusinasi dapat taktil atau olfaktorius. Ilusi visual dan
auditoris juga sering pada delirium.
5. Mood
Gejala yang paling sering adalah kemarahan, kegusaran dan rasa takut yang tidak beralasan.
Kelainan mood lain yang sering adalah apati, depresi, dan euforia.
6. Gejala penyerta
a. Gangguan tidur bangun
Tidur pasien secara karakteristik terganggu. Pasien seringkali mengantuk selama siang hari
dan dapat ditemukan tidur sekejap ditempat tidurnya atau diruang keluarga. Tetapi tidur pada
pasien delirium hampir selalu singkat dan terputus-putus. Pasien seringkali mengalami
eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur, dikenal sebagai sundowning. Kadang-kadang
mimpi menakutkan di malam hari dan mimpi yang mengganggu pasien terus berlangsung ke
keadaan terjaga sebagai pengalaman halusinasi.
b. Gejala neurologis
gejala neurologis yang sering menyertai berupa disfagia, tremor, asteriksis, inkordinasi dan
inkontinensia urin. Tanda neurologis fokal juga ditemukan sebagai bagian pola gejala pasien
dengan delirium.
MANAGEMENT PENGOBATAN
Pengobatan secara langsung baik identifikasi dari underlying physical cause maupun menilai
pengobatan dari anxietas, distress, dan problem prilaku.
- pasien perlu penentraman hati, dan reorientasi untuk mengurangi anxietas, cara ini perlu
dilakukan dengan sering.
- Keluarga pasien perlu diberitahukan dan diterangkan secara jelas mengenai penyakit
pasien agar mengurangi kecemasannya sehingga keluarga pasien dapat menolong pasien
dalam perawat menjadi lebih tentram.
- Pada perawatan di rumah sakit pasien sebaiknya dirawat di ruangan yang tenang juga
cukup cahaya agar pasien dapat tahu dimana dia berada namun dengan penerangan
dimana tidak mengganggu tidur pasien.
- Keluarga maupun teman perlu menemani dan menjenguk pasien.
- Penting untuk memberi sedapat mungkin sejak terjadi perburukan dari delirium.
- Dosis yang kecil dari benzodiazepin atau obat hypnotic lain sangat berguna untuk
membut pasien tidur saat malam. Benzodiazepin harus dihindari saat siang dimana efek
sedasinya dapat meningkatkan disorientasi.
- Ketika pasien dalam keadaan yang menderita dan gangguan prilaku, monitor pengobatan
antipsikotik secara hati-hati dapat sangat berharga. Ikuti dengan dosis inisial yng cukup
untuk mengobati situasi akut, dosis obat oral secara reguler dapat diberikan secara
adekuat agar pasien tidak mengantuk berlebihan. Haloperidal dapat diberikan dimana
dosis harian 10-60mg. Jika perlu dosis pertama antara 2-5mg dapat diberikan
intramuskular.
Pengobatan Farmakologis Delirium :
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah
psikosis dan insomnia. Obat yang terpilih untuk psikosis adalah Haloperidol. Droperidol
(Inapsine) adalah suatu butyrophenone yang tersedia sebagai suatu formula intravena
alternative , walaupun monitoring elektrokardiogram adalah sangat penting pada pengobatan
ini. Golongan phenothiazine harus dihindari pada pasien delirium karena obat tersebut
disertai dengan aktifitas antikolinergik yang bermakna.Insomnia paling baik diobati dengan
golongan benzodiazepine dengan waktu paruh pendek atau dengan hydroxyzine (Vistaril), 25
sampai 100mg.
1. Pengobatan termasuk pengobatan pada penyakit yang mendasari dan identifikasi
medikasi yang mempengaruhi derajat kesadaran.
2. Olanzapine (Zyprexa) : adalah obat neuroleptic atipikal, dengan efek
ekstrapiramidal yang ringan, efektif untuk pengobatan delirium yang disertai
agitasi. Dosisnya dimulai dengan 2,5mg, dan meningkat sampai 20 mg po jika
dibutuhkan. Olanzepine dapat menurunkan ambang kejang, namun sisanya dapat
ditoleransi dengan cukup baik.
3. Risperidone (risperidal), juga efektif dan dapat ditoleransi dengan baik, dimulai
dengan 0,5 mg dua kali sehari atau 1mg sebelum waktu tidur, meningkat sampai 3
mg 2 kali sehari jika dibutuhkan.
4. Haloperidol (haldol), dpat digunakan dengan dosis yang rendah (0.5 mg sampai
dengan 2 mg 2 kali sehari), jika dibutuhkan secara intravena. Efek samping ekstra
pyramidal dapat terjadi, dapat ditambahkan sedative, misalnya lorazepam diawali
0,5 mg sampai 1 mg setiap 3 sampai 8 jam jika dibutuhkan.
IPROGNOSIS
Setelah identifikasi dan menghilangkan faktor penyebab, gejala delirium biasanya menghilang
dalam periode 3-7 hari, walaupun beberapa gejala mungkin membutuhkan waktu sampai 2
minggu untuk menghilang secara lengkap. Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien
mengalami delirium semakin lama waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang.
Ingatan tentang apa yang dialami selama delirium, jika delirium telah berlalu, biasanya hilang
timbul, dan pasien mungkin menganggapnya sebagai mimpi buruk, sebagai pengalaman yang
mengerikan yang hanya diingat secara samar-samar.
DAFTAR PUSTAKA
Buchanan R. W., & Carpenter W. T., Jr., Kaplan and Sadock’s Comprehensive Textbook of
Phyciatry 7th edition, Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins, 2000
Direktorat Jendral Pelayanan Medis, Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III, cetakan pertama, Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 1993
Mycek M. J., Harvey R. A., Champe P. C., Lipincott Illustrated Reviews 2nd edition, Phildeaphia,
Lippincott Williams & Wilkins,1997.
Michael Gelder, Richard Mayou, John Geddes., Psychiatry 2nd edition, Oxford University, New
York, 1999.