90124942-farmakologi-obat-anestesi

29
1 BAB I PENDAHULUAN Farmakologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari interaksi obat dengan unsur pokok tubuh untuk menghasilkan efek terapi. Interaksi obat dengan tubuh dibagi menjadi dua kelompok yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakokinetik merupakan pengaruh tubuh terhadap obat, sedangkan kerja obat pada tubuh disebut farmakodinamik. 1 Stadium anestesi umum meliputi analgesia, amnesia, hilangnya kesadaran, terhambatnya sensorik dan refleks otonom, dan relaksasi otot rangka. Untuk menimbulkan refleks ini, setiap obat anestesi mempunyai variasi tersensiri bergantung pada jenis obat, dosis yang diberikan dan keadaan secara klinis. 2 Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan dapat mengembalikan kesadaran dengan segera setelah pemberian dihentikan serta mempunyai batas keamanan yang cukup besar dan efek samping minimal. Hal ini tidak dapat dicapai bila diberikan secara tunggal. Oleh karena itu perlu anestesi dalam bentuk kombinasi. Umumnya obat anestesi umum diberikan secara intravena dan inhalasi. 2 Pada referat ini akan dibahas mengenai farmakologi obat-obat tersebut, sehingga diharapkan obat-obat tersebut dapat diberikan secara tepat.

Transcript of 90124942-farmakologi-obat-anestesi

Page 1: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

1

BAB I

PENDAHULUAN

Farmakologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari interaksi obat dengan unsur

pokok tubuh untuk menghasilkan efek terapi. Interaksi obat dengan tubuh dibagi menjadi dua

kelompok yaitu farmakokinetik dan farmakodinamik. Farmakokinetik merupakan pengaruh tubuh

terhadap obat, sedangkan kerja obat pada tubuh disebut farmakodinamik.1 Stadium anestesi

umum meliputi analgesia, amnesia, hilangnya kesadaran, terhambatnya sensorik dan refleks

otonom, dan relaksasi otot rangka. Untuk menimbulkan refleks ini, setiap obat anestesi

mempunyai variasi tersensiri bergantung pada jenis obat, dosis yang diberikan dan keadaan

secara klinis.2

Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan dapat mengembalikan kesadaran

dengan segera setelah pemberian dihentikan serta mempunyai batas keamanan yang cukup besar

dan efek samping minimal. Hal ini tidak dapat dicapai bila diberikan secara tunggal. Oleh karena

itu perlu anestesi dalam bentuk kombinasi. Umumnya obat anestesi umum diberikan secara

intravena dan inhalasi.2

Pada referat ini akan dibahas mengenai farmakologi obat-obat tersebut,

sehingga diharapkan obat-obat tersebut dapat diberikan secara tepat.

Page 2: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Prinsip-Prinsip Farmakologi

1. Farmakokinetik

Farmakokinetik tersusun atas empat parameter yaitu absorpsi, distribusi,

biotransformasi, dan ekskresi. Absorpsi adalah proses terurainya obat dari susunanya

kemudian larut dalam pembuluh darah, hal ini dipengaruhi oleh karakteristik fisik obat dan

tempat melekatnya obat tersebut. Terdapat banyak kemungkinan jalur untuk proses absorbsi

sistemik: oral, sublingual, rektal, inhalasi, transdermal, subkutan, intramuskular, dan

intravena. Setelah proses absorpsi obat akan didistribusikan melalui aliran darah ke seluruh

tubuh. Distribusi memegang peranan penting dalam farmakologi klinik karena

mempengaruhi konsentrasi obat pada end-organ. Distribusi obat dipengaruhi oleh perfusi

organ, ikatan protein, dan kelarutan dalam lemak. Faktor lainnya, seperti ukuran molekul dan

ikatan dengan jaringan –seperti pada daerah paru-paru – juga mempengaruhi distribusi obat.

Setelah obat menyebar dengan rata pada organ yang kaya pembuluh darah, obat akan di-

uptake oleh organ yang sedikit pembuluh darah. Setelah tercapai kejenuhan konsentrasi,

obat akan meninggalkan daerah yang banyak pembuluh darah untuk menjaga ekuilibrium.

Proses redistribusi dari daerah yang banyak pembuluh darah ini akan mempengaruhi efek

obat-obat anesthesia. Sebagai contoh, kesadaran dari efek yang dihasilkan thiopental bukan

hanya karena metabolism dan ekskresi tapi lebih karena redistribusi obat dari otak ke otot.

Pada organ yang memiliki sedikit pembuluh darah yang telah mengalami kejenuhan akibat

pemberian obat yang berulang, proses redistribusi sulit terjadi dan kesadaran akan lebih

dipengaruhi oleh proses eliminasi. Lalu, rapid-acting drugs seperti thiopental dan fentanyl

akan menjadi longer acting setelah pemberian berulang atau pemberian sekali dengan dosis

besar. Biotransformasi merupakan perubahan zat akibat proses metabolik, hati merupakan

organ utama dalam proses biotransformasi. Produk akhir dari biotransformasi biasanya

dalam bentuk tidak aktif dan larut dalam air yang akan di ekskresikan oleh ginjal. Ginjal

merupakan organ utama dalam proses ekskresi. Obat-obatan yang tidak berikatan dengan

protein dapat dengan mudah berpindah dari plasma ke filtrasi glomerulus. Fraksi obat yang

Page 3: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

3

tidak terionisasi akan direabsorbsi di tubulus renalis, sedangkan fraksi yang terionisasi akan

diekskresikan melalui urin. Perubahan pH urin dapat mengubah ekskresi oleh ginjal. Ginjal

juga aktif mensekresi beberapa obat. Renal clearence adalah kecepatan ginjal mengeliminasi

obat. Gagal ginjal mengubah farmakokinetik banyak obat seperti ikatan protein, volume

distribusi dan kecepatan clearence.3

2. Farmakodinamik

Farmakodinamik adalah ilmu yang mempelajari therapeutic dan efek toksik obat terhadap

system organ (bagaimana efek obat terhadap tubuh). Efek ini menentukan efikasi obat,

potensi dan ratio terapeutik. Farnakodinamik juga mempelajari tentang mekanisme aksi,

interaksi obat, dan hubungan struktur dan aktivitas. Memahami kurva dose-response dan

reseptor obat dapat membentuk rangka kerja untuk menjelaskan pembagian parameter

farmkodinamik.3

Kurva Dose-Response

Kurva Dose-response menggambarkan hubungan antara dosis obat dan efek farmakologi.

Dosis obat atau konsentrasi kelarutan obat memotong absis (X) dan berbentuk garis atau skala

logaritma. Efek farmakologi memotong ordinat (Y) pada dosis absolute atau efek maksimal.

Letak kurva dose-response yang mendekati absis merupakan indikasi dari potensi obat. Efek

maximal obat berhubungan dengan efikasi. Pelandaian kurva dose-response menggambarkan

karakteristik ikatan pada reseptor.3

Page 4: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

4

Median effective dose (ED50) adalah dosis yang memberikan efek 50% dari keseluruhan.

Tetapi ED50 bukan merupakan dosis yang menghasilkan setengah dari efek keseluruhan. Median

lethal dose (LD50) adalah dosis yang menyebabkan kematian pada pemberian 50% dari dosis

keseluruhan. Index terapeutik adalah rasio antara median lethal dose dengan median effective

dose (LD50:ED50).3

Page 5: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

5

Reseptor obat

Reseptor obat merupakan makromolekul – biasanya adalah protein pada membrane sel –

yang berinteraksi dengan obat untuk menghasilkan reaksi intraseluler tertentu. Mekanisme aksi

pada beberapa obat bergantung pada interaksi obat dan reseptor. Subtansi endogenous seperti

hormon atau subtansi eksogenous seperti obat yang mempengaruhi sel secara langsung dengan

berikatan pada reseptor disebut agonis. Antagonis juga berikatan pada reseptor tetapi bukan

merupakan efek secara langsung. Efek farmakologi dari obat-obatan antagonis menduduki

reseptor sehingga obat agonis tidak bisa berikatan dengan reseptor. Zat antagonis kompetitif yang

berikatan dengan reseptor dapat digantikan dengan zat agonis dengan konsentrasi tinggi. Zat

antagonis non kompetitif memiliki ikatan yang kuat dengan reseptor sehingga tidak bisa

digantikan oleh obat agonis konsentrasi tinggi. Kompetisi dua obat pada reseptor yang sama

merupakan salah satu interaksi obat.3

B. Obat-Obat Anestesi

1. Obat-Obat Anestesi Intravena

Benzodiazepin

Mekanisme kerja

Benzodiazepin membentuk ikatan dengan reseptor spesifik pada sistem syaraf pusat,

terutama pada cortex cerebral sehingga dapat menghambat neurotransmiter dan memudahkan

ikatan dengan reseptor GABA.3,4

Flumazenil (imidazobenzodiazepin) merupakan antagonis

spesifik reseptor benzodiazepin dapat melawan semua efek yang ditimbulkan oleh

benzodiazepin.3

Farmakokinetik

Absorpsi

Benzodiazepin biasanya diberikan secara oral, intramuskular dan intravena untuk

menghasilkan sedasi atau induksi pada anateshi umum. Diazepam dan lorazepam diabsorbsi

dengan baik pada saluran pencernaan, mencapai plasma dalam waktu satu hingga dua jam,

Page 6: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

6

berurutan. Pemberian secara intranasal (0,2-0,3 mg/kg), buccal (0,07 mg/kg), dan sublingual (0,1

mg/kg) midazolam menghasilkan efek sedasi yang efektif pada preoperasi.3

Injeksi diazepam intramuskular sangat nyeri dan tidak tertahankan. Midazolam dan lorazepam

diabsorpsi sangat baik setelah injeksi intramuskular, dapat mencapai plasma dalam waktu 30

hingga 90 menit. Induksi midazolam pada anesthesia umum diberikan secara intravena.3

Distribusi

Diazepam larut dalam lemak dan dapat menembus sawar otak dengan cepat. Midazolam

bersifat larut dalam air pada pH yang rendah dan kelarutannya meningkat dalam lemak.

Lorazepam tidak terlalu larut dalam lemak sehingga onset aksi dan uptake otak menjadi lebih

lambat. Redistribusi benzodiazepine sangat cepat (3-10 menit) dan golongan barbiturat sangat

mempengaruhi waktu kesadaran. Ketiga benzodiazepine ini sangat kuat berikatan dengan protein

(90-98%).3

Biotransformasi

Benzodiazepine mengalami biotransformasi di hepar menjadi produk yang larut dalam air.

Metabolit diazepam fase I adalah zat aktif dan dieliminasi selama 30 hari. Sedangkan waktu

eliminasi lorazepam lebih cepat (15 jam) karena walaupun diekstraksi hepar, tetapi tidak terlalu

larut dalam lemak. Namun, durasi lorazepam sering menjadi lama karena affinitas reseptor yang

tinggi. Midazolam mempunyai waktu eliminasi terpendek yaitu 2 jam.3

Ekskresi

Benzodiazepin terutama diekskresi melalui urin. Sirkulasi enterohepatik menghasikan

konsentrasi puncak diazepam dalam plasma setelah 6-12 jam pemberian. Gagal ginjal

menyebabkan memanjangnya waktu sedasikarena faktor akumulasi metabolit yang terkonjugasi

(α-hydroxymidazolam).3

Page 7: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

7

Efek pada sistem organ

Kardiovaskular

Benzodiazepine menurunkan kardiovaskular secara minimal meskipun dalam dosis

induksi. Tekanan darah, cardiac output dan tahanan pembuluh darah perifer biasanya turun

perlahan, meskipun denyut jantung terkadang meningkat. Midazolam cenderung menurunkan

tekanan darah dan tahanan pembuluh darah perifer bahkan lebih dari diazepam.3,4

Variabilitas

perubahan denyut jantung sewaktu sedasi menggunakan midazolam dapat mengurangi reaksi

vagal (drug-induced vagolysis).3

Sistem Pernafasan

Benzodiazepin dapat menyebabkan apnue meskipun lebih jarang dibanding induksi

menggunakan barbiturat, dosis diazepam dan midazolam intravena yang kecil sekalipun dapat

menghasilkan respiratory arrest. Karena itu titrasi midazolam harus diperhatikan dengan baik

untuk mencegah overdosis dan apnue dan harus dimonitor ventilasinya dengan baik serta

peralatan resusitasi harus selalu tersedia.3

Otak

Benzodiazepin dapat menurunkan kebutuhan konsumsi oksigen, aliran darah otak dan

tekanan intrakranial3,4

tetapi tidak sehebat barbiturat. Dosis oral sedatif sering menghasilkan

antegrade amnesia yang dapat digunakan sebagai premedikasi. Sifat relaksasi otot hanya terbatas

pada level spinal cord tidak pada neuromuscular junction. Efek anti anxietas, amnesia, dan

sedatif dapat terlihat mulai dari stupor (pada dosis ringan) hingga hilang kesadaran (pada dosis

induksi). Jika dibandingkan dengan thiopental, induksi menggunakan benzodiazepin lebih lambat

menghasilkan ketidaksadaran dan proses recovery yang memanjang.3

Interaksi Obat

Simetidin dapat menurunkan metabolisme diazepam. Eritromisin menghambat

metabolisme midazolam dan menyebabkan dua hingga tiga kali lipat prolongasi dan intensifikasi

efek tersebut. Heparin dapat melepaskan ikatan diazepam dengan protein dan meningkatkan

Page 8: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

8

jumlah free drug (meningkat 200% setelah pemberian 1000 unit heparin).Kombinasi opioid dan

diazepam menurunkan tekanan darah arteri dan tahanan vaskuler perifer terutama pada pasien

iskemik atau penyakit katup jantung. Benzodiazepin menurunkan 30% konsentrasi minimum

alveolar zat anestesi volatile.3

Opioid

Mekanisme kerja

Opioid berikatan dengan reseptor spesifik yang berlokasi di seluruh sistem saraf pusat dan

jaringan-jaringan lain. Walaupun opioid memberikan sedasi derajat tertentu, tapi paling efektif

dalam menghasilkan analgesia. Walaupun agonis maupun antagonis opioid berikatan terhadap

reseptor opioid, hanya agonis yang mampu mengaktivasi reseptor.3

Farmakokinetik

Absorpsi

Absorpsi cepat dan komplit setelah injeksi morfin dan meperidine intramuskular, dengan

kadar plasma puncak biasa dicapai setelah 20-60 menit. Absorpsi fentanil sitrat transmukosa oral

(“lolipop” fentanil) adalah metode yang efektif untuk menghasilkan analgesia dan sedasi dan

memberikan analgesia dan sedasi onset cepat (10 menit) pada anak (15-20 µg/kg) dan dewasa

(200-800 µg).3

Berat molekular yang rendah dan kelarutan dalam lemak yang tinggi dari fentanil juga

memungkinkan absorpsi transdermal (patch fentanil). Penempatan reservoar obat di dermis atas

menunda absorpsi sistemik untuk beberapa jam pertama. Konsentrasi fentanil serum mencapai

plateau dalam waktu 14 hingga 24 jam dan tetap konstan selama hingga 72 jam. Absorpsi

berkelanjutan dari reservoar dermal menyebabkan perlambatan turunya kadar fentanil setelah

penyingkiran patch. Insidensi nausea yang tinggi dan kadar dalam darah yang bervariasi telah

membatasi penerimaan patch fentanil untuk pengurang rasa nyeri post post operasi.3

Distribusi

Waktu paruh distribusi semua opioid adalah cukup cepat (5-20 menit). Namun morfin

yang memiliki kelarutan dalam lemak yang rendah secara lambat melewati sawar darah-otak

Page 9: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

9

sehingga onset kerjanya lambat dan durasi kerjanya memanjang. Ini berkebalikan dengan fentanil

dan sufentanil yang memiliki kelarutan dalam lemak yang tinggi, yang memungkinkan onset

kerja cepat dan durasi kerja singkat. Opioid larut-lemak dalam jumlah signifikan dapat disimpan

oleh paru (first-pass uptake) dan kemudian berdifusi kembali ke dalam sirkulasi sistemik. Jumlah

uptake paru tergantung pada akumulasi sebelumnya dari obat lain, riwayat penggunaan tembakau,

dan pemberian anestetik inhalasi secara bersama-sama.3

Biotransformasi

Biotransformasi sebagian besar opioid tergantung pada hati. Karena rasio ekstraksi

hepatik yang tinggi, klirens opioid tergantung pada aliran darah hepatik. Morfin mengalami

konjugasi dengan asam glukoronid untuk membentuk morfin 3-glukoronid dan morfin 6-

glukoronid. Meperidine mengalami N-demetilasi menjadi normeperidine, suatu metabolit aktif

yang berkaitan dengan aktivitas seizure. Produk akhir fentanil, sufentanil, dan alfentanil bersifat

inaktif.3

Ekskresi

Produks akhir biotransformasi morfin dan meperidine dieliminasi oleh ginjal, dengan

kurang dari 10% mengalami ekskresi bilier. Karena 5-10% morfin diekskresikan tanpa berubah

dalam urin, gagal ginjal memperpanjang durasi kerjanya. Akumulasi metabolit morfin (morfine

3-glukoronid dan morfin 6-glukoronid) pada pasien dengan gagal ginjal telah dikaitkan dengan

narkosis dan depresi ventilasi yang berlangsung beberapa hari. Morfin 6-glukoronid adalah

agonis morfin yang lebih poten dan bekerja lebih lama dibanding morfin. Metabolit sufentanil

diekskresikan dalam urin dan empedu. 3

Efek pada sistem organ

Kardiovaskular

Secara umum, opioid tidak menganggu fungsi kardiovaskular secara serius. Meperidine

cenderung meningkatkan denyut jantung sedangkan morfin, fentanil, sufentanil, remifentanil, dan

alfentanil dosis tinggi berkaitan dengan vagus-mediated bradycardia. Opioid tidak menurunkan

kontraktilitas jantung kecuali meperidin.4 Namun, tekanan darah arteri seringkali turun karena

Page 10: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

10

bradikardia, venodilatasi, dan penurunan refleks simpatis, yang terkadang memerlukan dukungan

vasopressor (seperti efedrin). Selain itu, meperidine dan morfin membangkitkan pelepasan

histamin pada sebagian individu yang dapat mengarah pada penurunan resistensi vaskular

sistemik dan tekanan darah arteri yang nyata. Efek pelepasan histamin dapat diminimasilir pada

pasien yang rentan dengan infus morfin secara lambat, volume intravaskular yang adekuat, atau

persiapan dengan anatagonis H1 dan H2. 3

Hipertensi intraoperatif selama anestesia opioid, terutama morfin dan meperidine, tidak

jarang terjadi. Ini sering disebabkan oleh kedalaman anestesia yang kurang dan dapat dikontrol

dengan penambahan vasodilator atau agen anestetik volatil. Kombinasi opioid dengan obat

anestetik lain (seperti NO, benzodiazepin, barbiturat, agen volatil) dapat menghasilkan depresi

miokardium yang signifikan.3

Sistem Pernafasan

Opioid mendepresi pernapasan, terutama kecepatan pernapasan, PaCO2 istirahat

meningkat. Efek-efek ini dimediasi melalui pusat pernapasan di batang otak. Batas ambang

apneik – PaCO2 tertinggi di mana pasien tetap apneik – meningkat, dan dorongan hipoksik

menurun. Morfin dan meperidine dapat menyebabkan bronkospasme terinduksi-histamin pada

pasien yang rentan. Opioid (terutama fentanil, sufentanil, dan alfentanil) dapat menginduksi

rigiditas dinding dada yang cukup berat untuk mencegah ventilasi adekuat. Kontraksi yang

dimediasi secara sentral ini paling sering dijumpai setelah bolus obat yang besar dan secara

efektif ditangani dengan agen-agen penyekat neuromuskular. Opioid dapat secara efektif

menumpulkan respon bronkokonstriktif terhadap stimulasi jalan napas seperti yang terjadi pada

intubasi.3 Opioid dapat mensupresi batuk.

4

Otak

Secara umum, opioid mengurangi konsumsi oksigen, aliran darah otak, dan tekanan

intrakranial, namun dengan efek yang kurang dibanding barbiturat ataupun benzodiazepin. Efek-

efek ini memungkinkan normokarbia dipertahankan oleh ventilasi buatan, namun terdapat

beberapa laporan mengenai peningkatan kecepatan aliran darah otak yang ringan – dan biasanya

transien – dan tekanan intrakranial setelah pemberian bolus opioid pada pasien dengan tumor

Page 11: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

11

otak atau trauma kepala. Peningkatan kecil apapun pada tekanan intrakranial yang mungkin

disebabkan opioid harus dibandingkan dengan potensi peningkatan tekanan intrakranial yang

besar saat intubasi pada pasien yang tidak teranestesi secara adekuat. Efek sebagian besar opioid

pada EEG adalah minimal. Fentanil dosis tinggi jarang menyebabkan aktivitas seizure, namun

beberapa kasus yang terjadi dapat merupakan rigiditas otot berat terinduksi-opioid. Aktivasi EEG

diperkirakan disebabkan oleh meperidine.3

Dependensi fisik merupakan masalah signifikan yang berhubungan dengan pemberian

opioid berulang. Tidak seperti barbiturat ataupun benzodiazepin, dosis opioid yang relatif besar

diperlukan untuk mempertahankan pasien tidak sadar. Namun tanpa terpengaruh dosis, opioid

tidak selalu menyebabkan amnesia. Opioid intravena telah menjadi pilihan utama untuk kontrol

nyeri. Penggunaan opioid pada ruang subdural dan epidural yang relatif baru telah menyebabkan

revolusi dalam manajemen nyeri.3

Gastrointestinal

Opioid memperlambat waktu pengosongan lambung dengan mengurangi peristaltis. Kolik

bilier dapat disebabkandari kontraksi terinduksi-opioid dari sphincter Odii. Spasme bilier, yang

dapat menyerupai batu duktus bilier biasa pada kolangiografi, secara efektif dibalikkan dengan

antagonis opioid sejati, naloxone. Pada pasien yang menerima terapi opioid jangka panjang

biasanya menjadi toleran terhadap sebagian besar efek samping, kecuali konstipasi karena

pengurangan motilitas gastrointestinal.3

Endokrin

Respon stres terhadap stimulasi pembedahan diukur berdasarkan seksresi hormon-hormon

spesifik, antara lain adalah katekolamin, ADH, dan kortisol. Opioid menghambat pelepasan

hormon-hormon ini secara lebih komplit dibanding anestesia volatil, terutamauntuk opioid yang

paling poten seperti fentanil, sufentanil, alfentanil dan reminfentanil. Secara khusus, para pasien

dengan penyakit jantung iskemik dapat diuntungkan dari penurunan respon stres.3

Page 12: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

12

Interaksi obat

Kombinasi opioid – terutama meperidine – dan monoamine inhibitors oxidase dapat

menyebabkan penghentian respirasi, hipertensi atau hipotensi, koma, dan hiperpireksia.

Penyebabnya tidak diketahui.Barbiturat, benzodiazepin, dan depresan sistem saraf pusat lain

dapat memiliki efek kardiovaskular, respiratorik, dan sedatif sinergistik bersama opioid.3

Droperidol

Mekanisme kerja

Droperidol mengantagonisir aktivasi reseptor dopamin. Sebagai contoh, di sistem saraf

pusat, nukleus kaudatus dan zona pemicu kemoreseptor medular terpengaruh droperidol.

Droperidol juga mengganggu transmisi yang dimediasi oleh serotonin, norepinefrin, dan GABA.

Kerja sentral ini menyebabkan adanya sifat penenang dan antiemetik dari droperidol. Kerja

perifer antara lain adalah blokade α-adrenergik.3

Farmakokinetik

Absorpsi

Droperidol merupakan premedikasi yang biasa diberikan secara intravena,

walaupunterkadang diberikan secara intramuskular sebagai bagian regimen.3

Distribusi

Droperidol memiliki fase distribusi yang cepat (t1/2 = 10 menit), tapi efek sedatif ditunda

oleh berat molekul yang relatif tinggi dan ikatan yang ekstensif dengan protein, yang

menghambat penetrasi sawar darah-otak. Perpanjangan durasi kerja (3-24 jam) dapat dijelaskan

oleh adanya ikatan reseptor yang kuat.3

Biotransformasi

Droperidol secara ekstensif dimetabolisir di hati.3

Ekskresi

Produk akhir biotransformasi terutama diekskresikan dalam urin.3

Page 13: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

13

Efek pada sistem organ

Kardiovaskular

Efek penyekatan α-adrenergik ringan droperidol mengurangi tekanan darah arteri melalui

vasodilatasi perifer. Pasien hipovolemik dapat mengalami penurunan tekanan darah yang

berlebihan. Selain itu mempunyai efek antiaritmik. Dalam faktanya, droperidol telah

dihubungkan dengan perpanjangan interval QT dan torsades de pointes. Sebelum pemberian

droperidol, suatu elektrokardiogram 12-ujung harus direkam. Jika QT terukur lebih dari 440 ms

untuk pria atau lebih dari 450 ms untuk wanita, droperidol tidak seharusnya diberikan. Jika

interval QT normal dan droperidol diberikan, elektrokardiogram harus dimonitor selama 2-3

jam.Pasien dengan feokromositoma tidak boleh menerima droperidol karena dapat menginduksi

pelepasan katekolamin dari medula adrenal, yang berujung pada hipertensi berat.3

Sistem pernapasan

Droperidol, diberikan secara tunggal dan dalam dosis biasa, tidak secara signifikan

menurunkan pernapasan dan menstimulir dorongan ventilasi hipoksik.3

Otak

Droperidol mengurangi aliran darah otak dan tekanan intrakranial melalui induksi

vasokonstriksi serebral. Namuntidak mengurangi konsumsi oksigen otak – tidak seperti barbiturat,

benzodiazepin, dan etomidate. EEG tidak berubah nyata. Droperidol adalah antiemetik yang

poten, namunwaktu bangun yang lambat membatasi penggunaan intraoperatifnya dalam dosis

rendah (0.05 mg/kg, hingga maksimum 2.5 mg).Droperidol harus dihindari pada pasien dengan

penyakit parkinson, restless leg syndrome, atau mungkin pasien apapun dengan kelainan gerakan

neurologis.3

Droperidol kurang disukai sebagai premedikasi, walaupun pasien tampak tenang dan

tersedasi seringkali masih cemas dan takut. Penambahan opioid mengurangi insidensi disforia.

Droperidol merupakan obat penenang, dan tidak menghasilkan analgesia, amnesia, atau

ketidaksadaran pada dosis biasa. Kombinasi fentanil dan droperidol (Innovar) menghasilkan

suatu keadaan yang dicirikan oleh analgesia, imobilitas, dan amnesia yang beragam (secara klasik

disebut sebagai neuroleptanalgesia). Penambahan NO atau agen hipnotik mengarahkan pada

Page 14: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

14

ketidaksadaran dan anestesia umum (neuroleptanalgesia) yang serupa dengan keadaan disosiatif

yang disebabkan ketamin.3

Interaksi obat

Secara teoretis, droperidol dapat mengantagonisir kerja α-adrenergik klonidin dan

mempresipitasi rebound hypertension.Droperidol mengurangi efek kardiovaskular ketamin.3

Barbiturat

Mekanisme aksi

Barbiturat dapat menurunkan reticular activating system – polysinaptik kompleks neuron

dan pusat pengaturan – terdapat di batang otak yang mengontrol beberapa fungsi vital, termasuk

kesadaran. Pada dosis klinik, barbiturat lebih mempengaruhi fungsi sinapsis saraf daripada axon

dengan menekan transmisi ekstitatory neurotransmiter (acetylcholine) dan meningkatkan

transmisi inhibitor neurotransmiters (γ-aminobutyric acid [GABA]). Pada presinaps dipengaruhi

oleh mekanisme spesifik sedangkan postsinaps bersifat stereoselektif.3

Farmakokinetik

Absorpsi

Pada anestesiologi klinik, barbiturat sering digunakan untuk induksi anestesia umum pada

dewasa dan anak-anak melalui jalur intravena. Sedangkan thiopental atau methohexital melalui

rectal pada induksi anak dan pentobarbital atau secobarbital melalui otot pada premedikasi.3

Distribusi

Durasi aksi obat-obatan yang larut dalam lemak dipengaruhi oleh redistribusi, bukan

karena metabolisme dan eliminasi. Meskipun thiopental berikatan sangat kuat dengan protein

(80%), tetapi sangat larut lemak dan merupakan fraksi tidak terionisasi (60%) sehingga dapat di

upatake oleh otak dalam waktu 30 detik. Jika terjadi shock hypovolemic atau serum albumin

rendah (penyakit hati) atau fraksi yang tidak terionisasi meningkat (asidosis) maka dosis yang

tinggi harus diberikan agar uptake pada otak dan jantung tercapai. Untuk mencapai 10 %

Page 15: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

15

kensentrasi minimal pada proses redistribusi subsekuen pada daerah perifer – kelompok otot –

dan otak dibutuhkan waktu 20-30 menit. Dosis induksi thiopental bergantung pada usia dan berat

badan. Dosis induksi yang rendah pada pasien tua menghasilkan level konsentrasi plasma yang

tinggi karena proses redistribusi yang lambat, tetapi memiliki waktu paruh beberapa menit dan

eliminasi thiopental 3 hingga 12 jam. Pemberian barbiturate yang berulang dapat menyebabkan

akumulasi pada daerah perifer sehingga redistribusi tidak dapat terjadi dan durasi aksi menjadi

lebih bergantung pada eliminasi.3

Biotransformasi

Barbiturat mengalami biotransformasi pada hepar menjadi metabolit yag larut dalam air.

Meskipun redistribusi memegang peranan penting dalam kesadaran pasien dari dosis tunggal

barbiturat yang larut lemak, proses penyembuhan fungsi psikomotor lebih cepat pada penggunaan

methohexital karena proses metabolism yang meningkat.3

Ekskresi

Ikatan protein yang kuat menurunkan filtrasi glomerular barbiturate, sedangkan kelarutan

dalam lipid meningkatkan reabsorpsi renal tubular. Kecuali pada ikatan protein yang lemah dan

zat yang sedikit larut dalam lemak seperti phenobarbital, ekskresi renal terbatas pada kelarutan

air dan hasil dari metabolit hepar. Methohexital diekskresikan lewat feces.3

Efek pada sistem organ

Kardiovaskular

Dosis induksi barbiturate yang diberikan secara intravena dapat menurunkan tekanan

darah (vasodilatasi perifer) dan takikardi (efek vagolitik sentral).4

Sistem Pernapasan

Barbiturat menekan pusat pernafasan sehingga menyebabkan hiperkapnia dan hipoksia.

Sedasi menggunakan barbiturat menyebabkan obstruksi saluran pernafasan, apnue sewaktu

induksi. Sewaktu mulai sadar, volume tidal dan kecepatan pernafasan menurun. Barbiturat tidak

Page 16: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

16

menekan refleks pernafasan secara lengkap, dan bronkospasme pada pasien asma atau

laringospasme pada pasien dengan anestesi ringan.3

Otak

Barbiturat menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah otak, turunnya aliran darah ke

otak dan tekanan intrakranial. Penurunan tekanan intrakranial dapat melebihi penurunan tekanan

darah sehingga tubuh mengkompensasi dengan peningkatan cerebral perfusion pressure (cpp).

(cpp merupakan tekanan artery cerebral dikurangi tekanan vena cerebral atau tekanan

intracranial). Penurunan tekanan darah ini tidak terlalu berbahaya karena di iringi dengan

penurunan konsumsi oksigen (50% dari normal). Efek barbiturat ini dapat melindungi otak dari

episode fokal iskemia seperti cerebral embolism tetapi mungkin tidak pada global iskemia seperti

cardiac arrest.3

Ginjal

Barbiturat menurunkan aliran darah ginjal dan rata-rata filtrasi glomerulus sehingga tekanan

darah menurun.4

Hepar

Barbiturat menyebabkan aliran darah hepar menurun.4

Imunologi

Anafilaksis dan reaksi anafilaksis jarang terjadi. Gugus sulfur pada thiobarbiturat

menyebabkan pelepasan histamine mast cell pada percobaan. Sedangkan oxybarbiturates tidak.

Karena itu, beberapa ahli anestesi lebih memilih methohexital daripada thiopental atau thiamylal

pada pasien penderita asma dan alergi atopik.3

Interaksi obat

Media kontras, sulfonamide dan obat lainnya yang berikatan dengan protein yang sama

seperti thiopental akan meningkatkan jumlah obat bebas yang tersedia dan menghasilkan efek

yang kuat pada organ.3

Page 17: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

17

Ketamin

Mekanisme kerja

Ketamin menghambat refleks polisinaptik pada korda spinalis dan menginhibisi efek

neurotransmiter eksitatorik pada area-area tertentu otak. Ketamin secara fungsional mendisosiasi

daerah talamus (yang mengarahkan impuls sensorik dari RAS ke korteks serebri) dari korteks

limbik (yang terlibat dengan kesadaran sensasi).4 Walaupun sebagian neuron otak dihambat,

neuron lain dieksitasi secara tonik. Secara klinis, keadaan anestesia disosiatif ini menyebabkan

pasien tampak sadar (seperti pembukaan mata, gerakan menelan, kontraktur otot) namun tidak

mampu memproses atau merespon terhadap input sensorik. Ketamin telah didemonstrasikan

sebagai antagonis reseptor N-metil-D-aspartat (suatu subtipe reseptor glutamat). Eksistensi

reseptor ketamin spesifik dan interaksi dengan reseptor opioid telah dipostulasikan.3

Farmakokinetik

Absorpsi

Ketamin diberikan secara intravena atau intramuskular. Kadar puncak plasma biasa

dicapai dalam 10-15 menit setelah injeksi intramuskular.3

Distribusi

Ketamin lebih larut dalam lemak dan kurang terikat protein dibanding thiopental, ia

mengalami ionisasi yang sama pada pH fisiologis. Karakteristik ini, bersama dengan peningkatan

aluran darah serebral dan curah jantung terinduksi-ketamin, berujung pada ambilan otak yang

cepat dan redistribusi yang mengikutinya (waktu paruh distribusi adalah 10-15 menit).3

Biotransformasi

Produk akhir biotransformasi diekskresikan oleh ginjal.3

Efek pada sistem organ

Kardiovaskular

Sangat berkebalikan dengan agen anestetik lain, ketamin meningkatkan tekanan darah

arteri, denyut jantung, dan curah jantung. Efek-efek kardiovaskular tidak langsung ini disebabkan

Page 18: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

18

oleh stimulasi sentral sistem saraf simpatik dan inhibisi pengambilan kembali norepinefrin.

Karena itu, ketamin harus dihindari pada pasien dengan penyakit arteri koroner, hipertensi tidak

terkontrol, gagal jantung kongestif, dan aneurisma arteri. Pada sisi lain, efek stimulatorik tidak

langsung ketamin sering menguntungkan bagi pasien dengan shok hipovolemik akut.3

Respiratorik

Pada dosis normal pengaruh ketamin terhadap ventilasi adalah minimal.4 Pemberian bolus

intravena cepat atau persiapan dengan opioid terkadang berujung pada apneu. Ketamin

merupakan bronkodilator poten, yang membuatnya menjadi agen induksi yang baik bagi pasien

asma. Walaupun refleks jalan napas atas sebagian besar tetap utuh, pasien yang mengalami

peningkatan risiko untuk terjadinya pneumonia aspirasi harus diintubasi. Peningkatan salivasi

yang terkait dengan ketamin dapat dikurangi oleh premedikasi dengan agen antikolinergik.3

Otak

Ketamin meningkatkan konsumsi oksigen otak, aliran darah otak, dan tekanan

intrakranial.3,4

Efek-efek ini menyingkirkan penggunaannya pada pasien dengan lesi intrakranial

yang menyita ruang. Dari agen-agen non volatil, ketamin mungkin merupakan pilihan obat yang

menghasilkan “complete anesthetic”(analgesia, amnesia dan hilang kesadaran).3

Interaksi obat

Agen-agen penyekat neuromuskular nondepolarisasi dipotensiasi oleh ketamin.

Kombinasi teofilin dan ketamin merupakan predisposisi terjadinya seizure. Diazepam

mengurangi efek kardiostimulatorik ketamin dan memperpanjang waktu paruh eliminasinya.

Propranolol, phenoxybenzamine, dan antagonis simpatik lain mempunyai efek depresan

miokardium langsung dari ketamin. Ketamin menghasilkan depresi miokardium ketika diberikan

pada pasien yang dianestesi dengan halotan atauanestetik volatil lain. Litium dapat

memperpanjang durasi kerja ketamin.3

Page 19: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

19

Propofol

Mekanisme kerja

Mekanisme propofol menginduksi keadaan anestesia umum mungkin melibatkan fasilitasi

inhibisi neurotransmisi yang dimediasi oleh GABA.3,4

Farmakokinetik

Absorpsi

Propofol hanya diberikan secara intravena untuk induksi anestesia umum dan untuk sedasi

moderat hingga dalam.3

Distribusi

Kelarutan propofol yang tinggi dalam lemak menghasilkan onset kerja yang nyaris

secepat thiopental. Bangun/sadar dari dosis bolus tunggal juga cepat karena waktu paruh

distribusi awal yang sangat singkat (2-8 menit). Pemulihan dari propofol lebih cepat dan

hangover yang kurang dibanding pemulihan dari agen induksi lain4. Sehingga propofol

merupakan agen yang baik untuk anestesia pasien yang tidak dirawat inap. Dosis induksi yang

lebih rendah juga direkomendasikan pada pasien tua. Wanita mungkin memerlukan dosis

propofol yang lebih tinggi dibanding pria dan tampaknya bangun lebih cepat.3

Biotransformasi

Klirens propofol melebihi aliran darah hepatik, yang mengimplikasikan adanya

metabolisme ekstrahepatik. Laju klirens yang sangat tinggi (10 kali thiopental) mungkin ikut

menyebabkan kecepatan pemulihan yang relatif tinggi setelah pemberian infus kontinu.

Konjugasi dalam hati menghasilkan metabolit inaktif yang dieliminasi oleh klirens ginjal.

Farmakokinetik propofol tidak tampak terpengaruh oleh sirosis moderat.3

Ekskresi

Walaupun metabolit propofol terutama diekskresikan dalam urin, gagal ginjal kronis tidak

mempengaruhi klirens obat asli.3

Page 20: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

20

Efek pada sistem organ

Kardiovaskular

Efek kardiovaskular utama propofol adalah penurunan tekanan darah arteri karena

penurunan resistensi vaskular sistemik (inhibisi aktivitas vasokonstriktor simpatis), kontraktilitas

jantung, dan preload.3,4

Hipotensi lebih sering terjadi dibanding dengan thiopental,3,4

namun

biasanya dapat dilawan dengan stimulasi yang menyertai laringoskopi dan intubasi. Faktor-faktor

yang membangkitkan hipotensi antara lain adalah dosis yang besar, injeksi cepat, dan usia tua.

Propofol secara nyata mengganggu respon barorefleks arteri normal terhadap hipotensi, terutama

dalam kondisi-kondisi normokarbia atau hipokarbia. Jarang terjadi, suatu penurunan preload yang

nyata dapat berujung pada refleks bradikardia termediasi vagus. Perubahan kecepatan denyut

jantung dan curah jantung biasa bersifat transien dan tidak signifikan pada pasien sehat namun

dapat cukup berat hingga berujung pada asistole, terutama pada pasien dengan usia ekstrim, yang

menjalani pengobatan kronotropik negatif, atau mejalani prosedur bedah yang berkaitan dengan

refleks okulokardiak. Pasien dengan gangguan fungsi ventrikular dapat mengalami penurunan

curah jantung yang signifikan karena penurunan pengisian ventrikular dan kontraktilitas.

Walaupun konsumsi oksigen miokardium dan aliran darah koroner berkurang dalam derajat yang

setara, produksi laktat sinus koroner meningkat pada sebagian pasien. Ini mengindikasikan

ketidaksesuaian antara permintaan dan penawaran oksigen regional.3

Sistem pernapasan

Propofol adalah penekan respirasi yang jelas yang biasanya menyebabkan apneu setelah

dosis induksi. Bahkan ketika digunakan untuk sedasi sadar dalam dosis subanestetik, infus

propofol menghambat dorongan ventilasi hipoksik dan menekan respon normal terhadap

hiperkarbia. Depresi refleks jalan napas atas terinduksi-propofol melebihi depresi yang

disebabkan thiopental dan dapat terbukti bermanfaat selama intubasi atau penempatan makser

laringeal tanpa adanya paralisis. Walaupun propofol dapat menyebabkan pelepasan histamin,

induksi dengan propofol disertai oleh insidensi mengi yang lebih rendah pada pasien asma dan

non asma dibanding dengan barbiturat atau etomidate dan tidak dikontraindikasikan pada pasien

asma.3

Page 21: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

21

Otak

Propofol mengurangi aliran darah otak dan tekanan intrakranial.3,4

Pada pasien dengan

peningkatan tekanan intrakranial, propofol dapat menyebabkan reduksi CPP yang kritis (<500

mm Hg). Propofol dan thiopental mungkin menghasilkan derajat proteksi serebral yang setara

selama iskemia fokal.3 Propofol mempunyai sifat antipruritus, antiemetik, dan antikonvulsan.

4

Efek anti emetiknya (dengan konsentrasi propofol dalam darah sebesar 200 ng/mL) membuatnya

disukai untuk anestesia pasien yang tidak dirawat inap. Induksi terkadang disertai oleh fenomena

eksitatorik seperti kedutan, gerakan spontan, oposthotonus, atau cegukan yang mungkin

dikarenakan antagonisme glisin subkortikal. Propofol tampak memiliki sifat antikonvulsan yang

nyata (seperti supresi bangkitan),dan dapat diberikan secara aman terhadap pasien epileptik.

Propofol mengurangi tekanan intraokuler. Toleransi tidak timbul setelah infus propofol jangka

panjang.3

Interaksi obat

Konsentrasi fentanil dan alfentanil dapat meningkat karena pemberian propofol konkomitan.

Beberapa klinisi memberikan sejumlah kecil midazolam (seperti 30 µg/kg) sebelum induksi

dengan propofol, kombinasi ini menghasilkan efek sinergistik (seperti onset yang lebih cepat dan

dosis total yang lebih rendah).3

2. Gas-Gas Anestesi Inhalasi

Gas inhalasi adalah arus utama anestesi dan digunakan terutama untuk pemeliharaan

anestesi setelah memasukkan agen intravena. Anestesi inhalasi mempunyai manfaat yang

yang tidak didapatkan pada anestesi intravena, karena kedalaman anestesi dapat diubah

dengan cepat dengan mengubah konsentrasi gas anestesi. Anestesi inhalasi juga reversible,

karena hampir semuanya dengan cepat dieliminasi dari badan dengan ekshalasi.5

Gambaran utama anestesi inhalasi.

Anestesi inhalasi agen menurunkan resistansi serebrovaskuler, hasilnya dapat

meningkatkan perfusi di otak. Agen ini juga menyebabkan bronkodilatasi dan menurunkan menit

ventilasi (volume udara per unit waktu yang masuk atau keluar dari paru) dan vasokonstriksi

Page 22: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

22

hipoksia pulmoner. Pergerakan agen ini dari paru ke bagian badan yang berbeda bergantung

pada daya larut dalam darah ,jaringan dan aliran darah. Faktor ini sangat berperan penting bukan

hanya pada induksi tapi juga pada penyembuhan.5

Potensi

Potensi anestesi inhalasai didefinisikan secara kuantitatif sebagai median alveolar

concentration(MAC). MAC adalah median dosis efektif pada anestesi. MAC biasanya di

ekspresikan sebagai presentase gas dalam campuran untuk mencapai efeknya. Sesuai nomor,

nilai MAC rendah pada anestesi yang poten, seperti halothane, dan tinggi pada agen yang kurang

poten, seperti N2O. Semakin larut lemak suatu agen anestesi, semakin rendah konsentrasi agen

anestesi yang diperlukan untuk menghasilkan anestesi, dan semakin tinggi potensi anestesi agen

tersebut.5

Uptake dan distribusi anestesi inhalasi

Tekanan parsial gas anestesi pada aliran respirasi adalah daya penggerak yang

menggerakkan agen anestesi ke ruang alveolar, seterusnya ke dalam darah, yang menghantar

agen ke otak dan berbagai bagian tubuh. Karena gas anestesi bergerak dari satu bagian ke bagian

lain didalam tubuh mengikut dari gradient tekanan parsial, suatu keadaan yang tetap tercapai

apabila tekanan parsial pada setiap bagian sama dengan campuran yang diisap. Waktu untuk

mencapai keadaan tetap ini ditentukan dengan berbagai faktor seperti:5

1. Pembersihan Alveolar

Istilah ini merujuk kepada penggantian gas normal dengan campuran anestesi yang diisap.

Waktu yang diperlukan berbanding lurus dengan fungsi kapasitas residual paru dan

berbanding terbalik dengan kecepatan respirasi, agen ini tidak bergantung pada sifat fisik gas.

Apabila tekanan parsial tercapai dalam paru, penggantian agen anestesi bermula.5

2. Pengambilan agen anestetik

Pengambilan agen anestetik adalah produk daya larut gas dalam darah, cardiac output,

dan gradien agen anestetik dengan gradient tekanan parsial alveolar dan venous.5

Page 23: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

23

a. Daya larut dalam darah

Hal ini ditentukan dengan sifat fisik molekul anestetik yang disebut sebagai koefisien

perbandingan, yaitu rasio dari jumlah gas dalam darah relatif dengan fase keseimbangan gas.

Agen dengan kadar yang rendah dan tinggi daya larut didalam darah berbeda pada kecepatan

induksi anestesi.5

b. Cardiac output

Hal ini jelas mempengaruhi penghantaran agen anestetik ke jaringan. Cardiac output yang

rendah akan menyebabkan penghantaran lambat pada agen anestetik.5

c. Gradien tekanan parsial alveolar dan venous agen anestetik

Hal ini merupakan daya penghantar agen anestetik. Pada semua tujuan praktek, pada

tekanan parsial agen anestetik kapilari akhir paru dipertimbangkan sebagai tekanan parsial

alveolar anestetik jika pasien itu tidak mempunyai penyakit difusi paru yang berat. Sirkulasi

arteri mendistribusi agen anestetik ke berbagai jaringan, dan gradient tekanan membawa gas

anestetik bebas ke jaringan. Apabila sirkulasi vena mengembalikan darah yang kehabisan agen

anestetik ke paru, banyak gas pindah kedalam darah dari paru menurut perbedaan tekanan

parsial. Apabila tekanan parsial pada darah vena menghampiri tekanan parsial inspirasi

campuran, maka tidak lagi ada pengambilan agen anestetik oleh paru.5

3. Efek perbedaan tipe jaringan pada pengambilan agen anestetik

Waktu yang diperlukan oleh suatu jaringan untuk mencapai keadaan tetap dengan tekanan

parsial gas anestetik dalam inspirasi campuran adalah berbanding terbalik dengan aliran darah

ke jaringan tersebut. Ini juga berbanding lurus pada kapasitas agen anestetik yang tersimpan

di jaringan. Kapasitas berbanding lurus dengan volume jaringan dan koefisien daya larut

jaringan molekul anestetik. 4 bagian major jaringan menentukan waktu pengambilan agen

anestetik. 5

a. Otak, jantung, hepar, ginjal dan kelenjar endokrin: organ- organ ini adalah perfusi jaringan

yang cepat mencapai keadaan tetap dengan tekanan parsial agen anestetik di dalam darah.

b. Otot rangka. Organ ini kurang perfusi waktu anestesi dan mempunyai volume yang besar,

mengambil waktu yang lama untuk mencapai keadaan tetap.

Page 24: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

24

c. Lemak. jaringan ini juga kurang perfusi. Walaubagaimanapun, poten anestesi umum sangat

larut dalam lemak. Oleh itu, lemak mempunyai kapasitas yang besar untuk menyimpan

agen anestetik. Kombinasi dari penghantaran yang lama dan kapasitas yang tinggi dalam

bagian tubuh memperpanjang waktu untuk mencapai keadaan anestesi.

d. Tulang, ligament dan kartilago. Ini adalah kurang perfusi dan mempunyai kapasitas yang

rendah untuk menyimpan agen anestetik. Oleh itu jaringan ini hanya mempunyai kesan

yang sedikit pada dwaktu distribusi agen anestetik ke tubuh.

4. Washout

Apabila pemberian anestesi inhalasi dihentikan, tubuh menjadi sumber yang membawa

agen anesthetic ke ruang alveolar. Faktor yang sama mempengaruhi keadaan tetap dengan

inspirasi anestetik menentukan waktu washout agen dalam tubuh. Karena itu N2O lebih cepat

keluar dari Halothane.5

Mekanisme Kerja

Tidak ada reseptor yang spesifik ditemukan sebagai lokus untuk kerja anestesi umum.

Fokus sekarang adalah interaksi anestesi inhalasi dengan protein yang mengandung ion channels.

Sebagai contoh, anestesi umum meningkatkan sensitivitas reseptor asam gamma aminobutiric

pada neurotransmiter. Ini menyebabkan perpanjangan penghambatan listrik ion klorida setelah

pembebasan GABA. Daya ransang postsinaptik neuronal juga hilang. Reseptor lain juga akan

terkesan dengan volatil anestesi. Sebagai contoh,aktivitas reseptor inhibitori glysin dalam neuron

motorik di spinal meningkat. Sebagai tambahan anestesi memblok listrik eksitatory postsinaptik

pada nikotinik reseptor.5

Gas-gas Anestesi

A. N2O

N20 (gas gelak, laughing gas, nitrous oxide, dinitrogen monoksida) diperoleh

dengan memanaskan ammonium nitrat sampai 240˚C.N20 dalam ruangan berbentuk gas

tak berwarna, bau manis tidak iritasi, tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara.

Pemberian anestesi dengan N20 harus disertai 02, minimal 25%. Gas ini bersifat anestetik

Page 25: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

25

lemah, tetapi analgesinya kuat, sehingga sering digunakan untuk mengurangkan nyeri

menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan se\cara tunggal, tapi

dikombinasikan dengan salah satu cairan anestetik lain seperti halotan dan sebagainya.

Pada akhir anesthesia setelah N20 dihentikan, maka N2O akan cepat keluar mengisi

alveoli, sehingga terjadi pengenceran dan terjadilah hipoksia. Untuk menghindari

terjadinya hipoksia, berikan O2 100% selama 5-10 menit.5

B. Halotan

Baunya yang enak dan tak meransang jalan napas , maka sering digunakan sebagai

induksi anesthesia kombinasi dengan N2O.5

a. Kegunaan Terapeutik

Baunya yang enak dan tak meransang jalan napas , maka sering digunakan sebagai

induksi anesthesia kombinasi dengan N2O. Agen ini dapat menginduksi keadaan anestesi

dan pemulihan dengan cepat. Halotan adalah anestesi yang poten dan kesan analgesic

yang relatif lemah. Oleh itu halotan selalu dikombinasi dengan nitrous oxide, opiod dan

anestesi local.. Halotan merelaksasi otot rangka dan otot uterin dan agen ini boleh

digunakan pada obstetric apabila relaksasi uterin diindikasikan.. Halotan tidak

hepatotoksik pada pasien anak-anak.5

b. Farmakokinetik

Halotan dimetabolisir secara oksidatif dalam tubuh ke tisu hidrokarbon toksik dan

ion bromid. Agen ini bertanggungjawab dalam reaksi toksik pada beberapa pasien

( terutama pada wanita) yang terjadi setelah dianestesi dengan halotan. Reaksi bermula

dengan demam, diikuti dengan anoreksia, nausea dan muntah, dan pasien juga bisa

mengalami gejala hepatitis. Untuk menghindari kondisi ini, anestesi dengan halotan tidak

diulang dengan interval kurang dari dua hingga 3 minggu.5

c. Efek samping

Efek pada jantung

Halotan adalah vagomimetik dan menyebabkan atropine sensitive bradycardia.

Tambahan halotan mempunyai sifat yang tidak diinginkan yaitu aritmia jantung. Halotan

Page 26: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

26

seperti halogen anestesi yang lain, menghasilkan konsentrasi hipotensi dependen.Di

rekomendasikan untuk memakai direct acting vasoconstrictor seperti phenylephrine untuk

mengatasi efek samping dari halotan.5

Hipertermia malignan

Beberpa penelitian menemukan peningkatan yang dramatik dalam konsentrasi ion

kalsium mikoplasma.5

C. Enflurane

Gas ini kurang poten dari halotan, tapi menghasilkan induksi dan penyembuhan

ddengan cepat. Kira-kira 2 persen anestesi di metabolisir ke ion fluorid yang di ekskresi di

ginjal. Oleh itu enflurane kontraindikasi pada pasien dengan gagal ginjal, Anestesi

enflurane menghasilkan efek yang berbeda dengan halotan: aritmia yang kurang, kurang

sensitisasi katekolamin pada jantung dan potensi yang tinggi pada relaksasi otot.

Kekurangan dari penggunaan enflurane menyebabkan eksitasi MAC dua kali lipat dan

dengan dosis yang rendah jika hiperventilasi mengurangkan tekanan parsial karbon

dioksida. Dengan alas an ini, enflurane tidak digunakan pada pasien dengan penyakit

kejang.5

D. Isoflurane

Anestesi halogen digunakan secara luas di Amerika. Agen ini adalah molekul

yang stabil dan menjalani sedikit metabolisme, oleh itu sedikit florid yang dihasilkan.

Isoflurane tidak toksik pada jaringan, tidak menghasilkan aritmia jantung dan tidak

sensitisasi pada jantung terhadap kerja katekolamin. Tetapi, isoflurane menghasilkan

konsentrasi hipotensi dependen akibat dari vasodilatasi peripheral. Agen ini juga

mendilatasi koronari vascular, meningkatkan aliran darah pada koronari dan konsumsi

oksigen oleh miokardium. Sifat ini bermanfaat pada pasien dengan penyakit jantung

iskemik.5

Page 27: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

27

E. Desflurane

Kecepatan desflurane dalam menyebabkan anestesi menjadikan agen ini terkenal

pada pasien operasi rawat jalan, Tetapi, desflurane mempunyai volatile yang rendah, oleh

itu harus dihantar dengan menggunakan alat penguap yang khusus. Seperti isoflurane,

agen ini menurunkan resistensi vaskuler dan perfusi kesemua jaringan dengan baik.

Karena desflurane ini mengiritasi jalur pernafasan dan menyebabkan spasme laring, batuk

dan sekresi yang berlebihan, agen ini tidak digunakan anestesi lanjutan. Degradasinya

minimal dan toksik pada jaringan jarang sekali terjadi.5

F. Sevoflurane

Sevoflurane mempunyai ketajaman yang rendah, menyebabkan uptake yang cepat

tanpa mengiritasi jalur pernapasan ketika induksi dilakukan, oleh itu sangat sesuai

digunakan untuk menginduksi anak-anak. Agen ini menggantikan halotan dengan tujuan

tersebut. Agen ini mempunyai daya larut dalam darah yang rendah dan daya pengambilan

dan ekskresi yang cepat. Proses penyembuhan lebih cepat dari agen-agen anestesi inhalasi

yang lain. Agen ini dimetabolisir oleh hepar, membebaskan ion florida. Demikian, seperti

enflurane, ini mungkin terbukti sebagai suatu agen yang nefrotoksik.5

Page 28: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

28

BAB III

PENUTUP

Dalam memilih obat-obat anestesi yang akan digunakan, sangat penting memperhatikan

farmakokinetik dan farmakodinamik dari masing-masing obat. Farmakokinetik antara lain terdiri

atas absorbsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi. Sedangkan farmakodinamik antara lain

berupa mekanisme kerja obat, efek samping terhadap organ termasuk juga interaksi obat. Karena

setiap obat memiliki cara kerja dan efek samping yang berbeda untuk mencapai suatu keadaan

anestesi yang ideal, tidak ada satupun obat anestesi yang dapat memberikan efek yang diharapkan

tanpa disertai efek samping jika diberikan secara tunggal. Oleh karena itu perlu diberikan secara

kombinasi. Jenis obat-obat anestesi umum yaitu anestesi intravena ( golongan benzodiazepin,

opioid, droperidol, barbiturat, ketamin , dan propofol) dan anestesi inhalasi (N2O, halotan,

enflurans, isoflurans, desflurans, dan sevoflurans).

Page 29: 90124942-farmakologi-obat-anestesi

29

DAFTAR PUSTAKA

1. Katzung BG. Pendahuluan. Dalam : Farmakologi Dasar dan Klinik alih bahasa, Staf Dosen

Farmakologi FK UNSRI: editor H. Azwar Agoes. Ed 6. Jakarta: EGC.1997

2. Katzung BG. Anestesi Umum. Dalam : Farmakologi Dasar dan Klinik alih bahasa, Staf

Dosen Farmakologi FK UNSRI: editor H. Azwar Agoes. Ed 6. Jakarta: EGC.1997

3. Morgan GE, Mikhail SM, Murray JM. Nonvolatile Anesthetic Agent in: Clinical

Anesthesiology. 4th

ed. New York: McGraw-Hill Company; 2006.

4. Ezekiel MR. Handbook of Anesthesiology. Ed 2004-2005. California: Current Clinical

Strategies Publishing.

5. Lippincott’s Illustrated reviews. Inhalation Anesthetic. 4th

Edition.Wolters Kluwer,2009.