88436189 Fraktur Kompresi Tulang Belakang
-
Upload
nuneng-rinensa -
Category
Documents
-
view
224 -
download
0
Transcript of 88436189 Fraktur Kompresi Tulang Belakang
-
7/22/2019 88436189 Fraktur Kompresi Tulang Belakang
1/6
Pengertian
Fraktur Kompresi
Fraktur kompresi terdiri dari kata fraktur dan kompresi. Fraktur artinya keadaan
patah atau diskontinuitas dari jaringan tulang, sedangkan kompresi artinya tekanan
atau tindihan, jadi fraktur kompresi adalah diskontinuitas dari jaringan tulang akibat
dari suatu tekanan atau tindihan yang melebihi kemampuan dari tulang tersebut
(Ahmad Ramali, 1987) Fraktur kompresi adalah suatu keretakan pada tulang yang
disebabkan oleh tekanan, tindakan menekan yang terjadi bersamaan. Fraktur
kompresi pada vertebral umumnya terjadi akibat osteoporosis. Fraktur kompresi
vertebra adalah suatu fraktur yang merobohkan ruas tulang belakang akibat tekanan
dari tulang, mendorong ke arah robohan ruas-ruas tulang belakang yang kebanyakan
seperti sebuah spons/bunga karang yang roboh di bawah tekanan tangan seseorang.
Biasanya terjadi tanpa rasa sakit dan menyebabkan seseorang menjadi lebih pendek.
Fraktur kompresi vertebra sering dihubungkan dengan osteoporosis.
Etiologi
Penyebab cedera medula spinalis dibedakan menjadi dua yaitu akibat trauma dan
non trauma. Delapan puluh persen cedera medula spinalis disebabkan oleh trauma
(contoh : jatuh, kecelakaan lalu lintas, tekanan yang terlalu berat pada punggung)
dan sisanya merupakan akibat dari patologi atraumatis seperti carcinoma, mielitis,
iskemia, dan multipel sklerosis (Garrison, 1995).
Patofisiologi
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung dan tidak
langsung. Fraktur pada tulang belakang yang menyebabkan instabilitas pada tulangbelakang adalah penyebab cedera pada medula spinalis secara tidak langsung.
Apabila trauma terjadi dibawah segmen cervical dan medula spinalis tersebut
mengalami kerusakan sehingga akan berakibat terganggunya distribusi persarafan
pada otot-otot yang dsarafi dengan manifestasi kelumpuhan otot-otot intercostal,
kelumpuhan pada otot-otot abdomen dan otot-otot pada kedua anggota gerak bawah
serta paralisis sfingter pada uretra dan rektum. Distribusi persarafan yang terganggu
-
7/22/2019 88436189 Fraktur Kompresi Tulang Belakang
2/6
mengakibatkan terjadinya gangguan sensoris pada regio yang disarafi oleh segmen
yang cedera tersebut.
Klasifikasi derajat kerusakan medulla spinalis :
1. Frankel A = Complete, fungsi motoris dan sensoris hilang sama sekali dibawah level lesi.
2. Frankel B = Incomplete, fungsi motoris hilang sama sekali, sensoris masihtersisa di bawah level lesi.
3. Frankel C = Incomplete, fungsi motris dan sensoris masih terpelihara tetapitidak fungsional.
4. Frankel D = Incomplete, fungsi sensorik dan motorik masih terpelihara danfungsional.
5. Frankel E = Normal, fungsi sensoris dan motorisnya normal tanpa deficitneurologisnya.
Tanda dan Gejala
a. Gangguan motorik
Cedera medula spinalis yang baru saja terjadi, bersifat komplit dan terjadi kerusakan
sel-sel saraf pada medula spinalisnya menyebabkan gangguan arcus reflek dan flacid
paralisis dari otot-otot yang disarafi sesuai dengan segmen-segmen medula spinalis
yang cedera. Pada awal kejadian akan mengalami spinal shock yang berlangsung
sesaat setelah kejadian sampai beberapa hari bahkan sampai enam minggu. Spinal
shock ini ditandai dengan hilangnya reflek dan flacid. Apabila lesi terjadi di mid
thorakal maka gangguan refleknya lebih sedikit tetapi apabila terjadi di lumbal
beberapa otot-otot anggota gerak bawah akan mengalami flacid paralisis (Bromley,1991). Masa spinal shock berlangsung beberapa jam bahkan sampai 6 minggu
kemudian akan berangsur angsur pulih dan menjadi spastik. Cedera pada medula
spinalis pada level atas bisa pula flacid karena disertai kerusakan vaskuler yang
dapat menyebabkan matinya selsel saraf
b. Gangguan sensorik
Pada kondisi paraplegi salah satu gangguan sensoris yaitu adanya paraplegic pain
dimana nyeri tersebut merupakan gangguan saraf tepi atau sistem saraf pusat yaitu
-
7/22/2019 88436189 Fraktur Kompresi Tulang Belakang
3/6
sel-sel yang ada di saraf pusat mengalami gangguan.(Crosbie,1993). Selain itu kulit
dibawah level kerusakan akan mengalami anaesthes, karena terputusnya serabut-
serabut saraf sensoris.
c. Gangguan bladder dan bowel
Efek gangguan fungsi bladder tergantung pada level cedera medula spinalis, derajat
kerusakan medula spinalis, dan waktu setelah terjadinya injury. Paralisis bladder
terjadi pada hari-hari pertama setelah injury selama periode spinal shock. Seluruh
reflek bladder dan aktivitas otot-ototnya hilang. Pasien akan mengalami gangguan
retensi diikuti dengan pasif incontinensia. Pada defekasi, kegiatan susunan
parasimpatetik membangkitakan kontraksi otot polos sigmoid dan rectum serta
relaksasii otot spincter internus. Kontraksi otot polos sigmoid dan rectum itu berjalan
secara reflektorik. Impuls afferentnya dicetuskan oleh gangglion yang berada di
dalam dinding sigmoid dan rectum akibat peregangan, karena penuhnya sigmoid dan
rectum dengan tinja. Defekasi adalah kegiatan volunter untuk mengosongkan
sigmoid dan rectum. Mekanisme defekasi dapat dibagi dalam dua tahap. Pada tahap
pertama, tinja didorong kebawah sampai tiba di rectum kesadaran ingin buang air
besar secara volunter, karena penuhnya rectum kesadaran ingin buang air besar
timbul. Pada tahap kedua semua kegiatan berjalan secara volunter. Spincter ani
dilonggarkan dan sekaligus dinding perut dikontraksikan, sehingga tekanan intra
abdominal yang meningkat mempermudah dikeluarkannya tinja. Jika terjadi
inkontinensia maka defekasi tak terkontrol oleh keinginan (Sidharta, 1999).
d. Gangguan fungsi seksual
Gangguan seksual pada pria
Pasien pria dengan lesi tingkat tinggi untuk beberapa jam atau beberapa hari setelah
cidera. Seluruh bagian dari fungsi sexual mengalami gangguan pada fase spinalshock. Kembalinya fungsi sexual tergantung pada level cidera dan komplit/tidaknya
lesi.
Untuk dengan lesi komplet diatas pusat reflex pada conus, otomatisasi ereksi terjadi
akibat respon lokal, tetapi akan terjadi gangguan sensasi selama aktivitas seksual.
Pasien dengan level cidera rendah pusat reflek sakral masih mempunyai reflex ereksi
dan ereksi psychogenic jika jalur simpatis tidak mengalami kerusakan, biasanya
-
7/22/2019 88436189 Fraktur Kompresi Tulang Belakang
4/6
pasien mampu untuk ejakulasi, cairan akan melalui uretra yang kemudian keluarnya
cairan diatur oleh kontraksi dari internal bladder sphincter.
Kemampuan fungsi seksual sangat bervariasi pada pasien dengan lesi tidak komplit,
tergantung seberapa berat kerusakan pada medula spinalisnya. Gangguan sensasi
pada penis sering terjadi dalam hal ini. Masalah yang terjadi berhubungan dengan
locomotor dan aktivitas otot secara volunter.
Dapat dilakukan tes untuk mengetahui potensi sexual dan fertilitas. Selain itu banyak
pasangan yang memerlukan bantuan untuk belajar teknik-teknik keberhasilan untuk
hamil (Hirsch, 1990; Brindley, 1984).
Gangguan seksual pada wanita
Gangguan siklus menstruasi banyak terjadi pada wanita dengan lesi komplit atau
tidak komplit. Gangguan ini dapat terjadi untuk beberapa bulan atau lebih dari
setahun. Terkadang siklus menstruasinya akan kembali normal.
Pada pasien wanita dengan lesi yang komplit akan mengalami gangguan sensasi
pada organ genitalnya dan gangguan untuk fungsi seksualnya.
Pada paraplegi dan tetraplegi, wanita dapat hamil dan mempunyai anak yang normal
dengan lahir normal atau dengan caesar (SC) jika memang indikasi. Kontraksi uterus
akan terjadi secara normal untuk cidera diatas level Th6, kontraksi uterus yang
terjadi karena reflek otonom. Pasien dengan lesi complet pada Th6 dan dibawahnya.
Akan mengalami nyeri uterus untuk pasien dengan lesi komplet Th6, Th7, Th8 perlu
mendapatkan pengawasan khusus biasanya oleh rumah sakit sampai proses
kehamilan.
e. Autonomic desrefleksia
Autonomic desrefleksia adalah reflek vaskuler yang terjadi akibat respon stimulus
dari bladder, bowel atau organ dalam lain dibawah level cedera yang tinggi,fisioterapi harus tanggap terhadap tanda-tanda terjadinya autonomic desrefleksia
antara lain 1) keluar banyak keringat pada kepala, leher, dan bahu, 2) naiknya
tekanan darah, 3) HR rendah, 4) pusing atau sakit kepala. Overdistension akibat
terhambatnya kateter dapat meningkatkan aktifitas dari reflek ini jika tidak cepat
ditanggulangi dapat menyebabkan pendarahan pada otak, bahkan kematian. Dapat
juga disebabkan oleh spasme yang kuat dan akibat perubahan pasisi yang tiba-tiba,
seperti saat tilting
-
7/22/2019 88436189 Fraktur Kompresi Tulang Belakang
5/6
Prognosis
Prognosis pada kasus paraplegi ini tergantung pada level cedera dan klasifikasi
spinal cord injuri dan prognosis ini dilihat dari segi quo ad vitam (mengenai hidup
metinya penderita), segi quo ad sanam (mengenai penyembuhan), segi quo ad
cosmetican (ditinjau dari kosmetik) dan segi quo ad fungsionam (ditinjau dari segi
aktifitas fungsional). Sehingga prognosis yang terjadi kemungkinan baik, dubia
(ragu-ragu) dan jelek. Dubia dibagi menjadi 2 yaitu ragu-ragu kearah baik (dubia ad
bonam) dan dubia kearah jelek (dubia ad malam). Secara garis besar prognosis dari
paraplegi akibat cedera medula spinalis adalah jelek karena medula spinalis
merupakan salah satu susunan saraf pusat dan bila mengalami kerusakan akan terjadi
kecacatan yang permanen.(Garrison,1995)
dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual.
Ekstremitas dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, biadi dan
alat lain dipasang oleh dokter. Alat immobilisasi akan menjaga reduksi dan
menstabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-x harus dilakukan untuk
mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam kesejajaran yang benar.
PENATALAKSANAAN
Traksi.
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imoblisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Sinar-x digunakan untuk
memantau reduksi fraktur dan aproksimasi fragmen tulang. Ketika tulang sembuh,
akan terlihat pembentukan kalus pada sinar-x. Ketika kalus telah kuat dapat dipasanggips atau bidai untuk melanjutkan imobilisasi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka. Dengan
pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat paku, atau batangan logam digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisnya sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat
ini dapat diletakkan di sisi tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat
tersebut menjaga aproksimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
-
7/22/2019 88436189 Fraktur Kompresi Tulang Belakang
6/6
1) Retensi/Immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimun.
Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi,
atau dipertahankan dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. -
Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau
fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
2) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada
penyembuhan tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus
dipertahankan sesuai kebutuhan. Status neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran
darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi diberitahu segera
bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan ketidaknyamanan
dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi
peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan
untuk meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan peredaran darah. Partisipasi
dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi
dan harga-diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan sesuai
batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal.
Ahli bedah yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya
gerakan dan stres pada ekstrermitas yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat
aktivitas dan beban berat badan.