84057056-Ikterus-Neonatorum

39
IKTERUS NEONATORUM Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala BLU / RSU Dr Zainoel Abidin Banda Aceh

Transcript of 84057056-Ikterus-Neonatorum

Page 1: 84057056-Ikterus-Neonatorum

IKTERUS NEONATORUM

Bagian/ SMF Ilmu Penyakit Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala BLU /

RSU Dr Zainoel Abidin

Banda Aceh

Page 2: 84057056-Ikterus-Neonatorum

PENDAHULUAN

Angka kejadian Ikterus pada bayi sangat bervariasi di RSCM persentase

ikterus neonatorum pada bayi cukup bulan sebesar 32,1% dan pada bayi kurang

bulan sebesar 42,9%, sedangkan di Amerika Serikat sekitar 60% bayi menderita

ikterus baru lahir menderita ikterus, lebih dari 50%. Bayi-bayi yang mengalami

ikterus itu mencapai kadar bilirubin yang melebihi 10 mg.

Ikterus terjadi apabila terdapat bililirubin dalam darah. Pada sebagian

besar neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama dalam

kehidupannya. Dikemukakan bahwa kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi

cukup bulan dan pada bayi 80% bayi kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19 %

menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian lagi bersifat patologik yang dapat

menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian. Karena setiap

bayi dengan ikterus harus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau

bila kadar bilirubuin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.

Proses hemolisis darah, infeksi berat ikterus yang berlangsung lebih dari 1

mg/dl juga merupakan keadaan kemungkinan adanya ikterus patologi. Dalam

keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat

buruk ikterus dapat dihindarkan.

Ikterus yang ditemukan pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala

fisiologis (terdapat pada 25-50% nonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada

neonates kurang bulan) atau dapat merupakan hal yang patologis misalnya pada

inkompatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis, galaktosemia, penyumbatan saluran

empadu dan sebagainya.1

2

Page 3: 84057056-Ikterus-Neonatorum

BAB II

IKTERUS NEONATORUM

2.1 Definisi

Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat

penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari

5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari

hepar, sistem biliary, atau sistem hematologi. Ikterus dapat terjadi baik karena

peningkatan bilirubin indirek (unconjugated) dan direk (conjugated).1

Ikterus pada neonatus dapat bersifat fisiologis dan patologis. Ikterus

fisiologis adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang tidak

mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang membahayakan

atau mempunyai potensi menjadi kernicterus dan tidak menyebabkan suatu

morbiditas pada bayi. Ikterus patologis ialah ikterus yang mempunyai dasar

patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang disebut

hiperbilirubinemia.2

Ikterus Fisiologis

Dalam keadaan normal, kadar bilirubin indirek dalam serum tali pusat

adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang dari 5

mg/dl/24 jam; dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya

mencapai puncaknya antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya

menurun sampai kadarnya lebih rendah dari 2 mg/dl antara lain ke 5-7 kehidupan.

Ikterus akibat perubahan ini dinamakan ikterus “fisiologis” dan diduga sebagai

akibat hancurnya sel darah merah janin yang disertai pembatasan sementara pada

konjugasi dan ekskresi bilirubin oleh hati.

Diantara bayi-bayi prematur, kenaikan bilirubin serum cenderung sama

atau sedikit lebih lambat daripada pada bayi aterm, tetapi berlangsung lebih lama,

pada umumnya mengakibatkan kadar yang lebih tinggi, puncaknya dicapai antara

hari ke 4-7, pola yang akan diperlihatkan bergantung pada waktu yang diperlukan

oleh bayi preterm mencapai pematangan mekanisme metabolisme ekskresi

3

Page 4: 84057056-Ikterus-Neonatorum

bilirubin. Kadar puncak sebesar 8-12 mg/dl tidak dicapai sebelum hari ke 5-7 dan

kadang-kadang ikterus ditemukan setelah hari ke-10.

Diagnosis ikterus fisiologik pada bayi aterm atau preterm, dapat

ditegakkan dengan menyingkirkan penyebab ikterus berdasarkan anamnesis dan

penemuan klinik dan laboratorium. Pada umumnya untuk menentukan penyebab

ikterus jika:

1. Ikterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.

2. Bilirubin serum meningkat dengan kecepatan lebih besar dari 5 mg/dl/24 jam.

3. Kadar bilirubin serum lebih besar dari 12 mg/dl pada bayi aterm dan lebih

besar dari 14 mg/dl pada bayi preterm.

4. Ikterus persisten sampai melewati minggu pertama kehidupan, atau

5. Bilirubin direk lebih besar dari 1 mg/dl.

Ikterus Patologis

Ikterus patologis mungkin merupakan petunjuk penting untuk diagnosis

awal dari banyak penyakit neonatus. Ikterus patologis dalam 36 jam pertama

kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena klirens

bilirubin yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas 10

mg/dl pada umur ini. Jadi, ikterus neonatorum dini biasanya disebabkan oleh

penyakit hemolitik.

Ada beberapa keadaan ikterus yang cenderung menjadi patologik:

1. Ikterus klinis terjadi pada 24 jam pertama kehidupan

2. Peningkatan kadar bilirubin serum sebanyak 5mg/dL atau lebih setiap 24 jam

3. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatabilitas darah, defisiensi

G6PD, atau sepsis)

4. Ikterus yang disertai oleh:

o Berat lahir <2000 gram

o Masa gestasi 36 minggu

o Asfiksia, hipoksia, sindrom gawat napas pada neonates (SGNN)

o Infeksi

o Trauma lahir pada kepala

4

Page 5: 84057056-Ikterus-Neonatorum

o Hipoglikemia, hiperkarbia

o Hiperosmolaritas darah

5. Ikterus klinis yang menetap setelah bayi berusia >8 hari (pada NCB) atau >14

hari (pada NKB).3

Kernicterus

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus, yaitu suatu kerusakan otak

akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus striatum,

talamus, nukleus subtalamus hipokampus, nukleus merah dan nukleus di dasar

ventrikel IV. Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat berupa mata berputar,

letargi, kejang, tak mau menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher

kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi spasme otot, opistotonus,

kejang, atetosis yang disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian pada

nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi mental.

2.2 Metabolisme bilirubin

Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada

neonatus, perlu diketahui tentang metabolisme bilirubin pada janin dan neonatus.

Perbedaan utama metabolisme adalah bahwa pada janin melalui plasenta dalam

bentuk bilirubin indirek.

Metabolisme bilirubin mempunyai tingkatan sebagai berikut :

1. Produksi

Sebagian besar bilirubin terbentuk sebagai akibat degradasi hemoglobin

pada sistem retikuloendotelial (RES). Tingkat penghancuran hemoglobin ini pada

neonatus lebih tinggi dari pada bayi yang lebih tua. Satu gram hemoglobin dapat

menghasilkan 35 mg bilirubin indirek. Bilirubin indirek yaitu bilirubin yang

bereaksi tidak langsung dengan zat warna diazo (reaksi hymans van den bergh),

yang bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak.1,2

2. Transportasi

5

Page 6: 84057056-Ikterus-Neonatorum

Bilirubin indirek kemudian diikat oleh albumin sel parenkim hepar

mempunyai cara yang selektif dan efektif mengambil bilirubin dari plasma.

Bilirubin ditransfer melalui membran sel ke dalam hepatosit sedangkan albumin

tidak. Didalam sel bilirubin akan terikat terutama pada ligandin , glutation S-

transferase B) dan sebagian kecil pada(protein glutation S-transferase lain dan

protein Z. Proses ini merupakan proses dua arah, tergantung dari konsentrasi dan

afinitas albumin dalam plasma dan ligandin dalam hepatosit. Sebagian besar

bilirubin yang masuk hepatosit di konjugasi dan di ekskresi ke dalam empedu.

Dengan adanya sitosol hepar, ligadin mengikat bilirubin sedangkan albumin tidak

Pemberian fenobarbital mempertinggi konsentrasi ligadin dan memberi tempat

pengikatan yang lebih banyak untuk bilirubin.

3. Konjugasi

Dalam sel hepar bilirubin kemudian dikonjugasi menjadi bilirubin

diglukosonide. Walaupun ada sebagian kecil dalam bentuk monoglukoronide.

Glukoronil transferase merubah bentuk monoglukoronide menjadi diglukoronide.

Pertama-tama yaitu uridin di fosfat glukoronide transferase (UDPG : T) yang

mengkatalisasi pembentukan bilirubin monoglukoronide.

Sintesis dan ekskresi diglokoronode terjadi di membran kanilikulus.

Isomer bilirubin yang dapat membentuk ikatan hidrogen seperti bilirubin natural

IX dapat diekskresikan langsung kedalam empedu tanpa konjugasi. Misalnya

isomer yang terjadi sesudah terapi sinar (isomer foto).

4. Ekskresi

Sesudah konjugasi bilirubin ini menjadi bilirubin direk yang larut dalam

air dan di ekskresi dengan cepat ke sistem empedu kemudian ke usus. Dalam usus

bilirubin direk ini tidak diabsorpsi; sebagian kecil bilirubin direk dihidrolisis

menjadi bilirubin indirek dan direabsorpsi. Siklus ini disebut siklus enterohepatis.

Pada neonatus karena aktivitas enzim B glukoronidase yang meningkat, bilirubin

direk banyak yang tidak dirubah menjadi urobilin. Jumlah bilirubin yang

6

Page 7: 84057056-Ikterus-Neonatorum

terhidrolisa menjadi bilirubin indirek meningkat dan tereabsorpsi sehingga siklus

enterohepatis pun meningkat.

5. Metabolisme bilirubin pada janin dan neonates

Pada likuor amnion yang normal dapat ditemukan bilirubin pada

kehamilan 12 minggu, kemudian menghilang pada kehamilan 36-37 minggu. Pada

inkompatibilitas darah Rh, kadar bilirubin dalam cairan amnion dapat dipakai

untuk menduga beratnya hemolisis. Peningkatan bilirubin amnion juga terdapat

pada obstruksi usus fetus. Bagaimana bilirubin sampai ke likuor amnion belum

diketahui dengan jelas, tetapi kemungkinan besar melalui mukosa saluran nafas

dan saluran cerna. Produksi bilirubin pada fetus dan neonatus diduga sama

besarnya tetapi kesanggupan hepar mengambil bilirubin dari sirkulasi sangat

terbatas. Demikian pula kesanggupannya untuk mengkonjugasi. Dengan demikian

hampir semua bilirubin pada janin dalam bentuk bilirubin indirek dan mudah

melalui plasenta ke sirkulasi ibu dan diekskresi oleh hepar ibunya. Dalam keadaan

fisiologis tanpa gejala pada hampir semua neonatus dapat terjadi akumulasi

bilirubin indirek sampai 2 mg%. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan

fetus mengolah bilirubin berlanjut pada masa neonatus. Pada masa janin hal ini

diselesaikan oleh hepar ibunya, tetapi pada masa neonatus hal ini berakibat

penumpukan bilirubin dan disertai gejala ikterus. Pada bayi baru lahir karena

fungsi hepar belum matang atau bila terdapat gangguan dalam fungsi hepar akibat

hipoksia, asidosis atau bila terdapat kekurangan enzim glukoronil transferase atau

kekurangan glukosa, kadar bilirubin indirek dalam darah dapat meninggi.

Bilirubin indirek yang terikat pada albumin sangat tergantung pada kadar albumin

dalam serum. Pada bayi kurang bulan biasanya kadar albuminnya rendah sehingga

dapat dimengerti bila kadar bilirubin indek yang bebas itu dapat meningkat dan

sangat berbahaya karena bilirubin indirek yang bebas inilah yang dapat melekat

pada sel otak. Inilah yang menjadi dasar pencegahan ‘kernicterus’ dengan

pemberian albumin atau plasma. Bila kadar bilirubin indirek mencapai 20 mg%

pada umumnya kapasitas maksimal pengikatan bilirubin oleh neonatus yang

mempunyai kadar albumin normal telah tercapai.

7

Page 8: 84057056-Ikterus-Neonatorum

2.3 Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum

dapat dibagi :

1. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada

hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh, AB0, golongan darah

lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

2. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi hepar,

akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukoronil

transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu defisiensi protein.

Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam “uptake” bilirubin ke sel

hepar.

3. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar.

Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,

sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya

bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.

4. Gangguan dalam ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.

Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi

dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Ikterus yang berhubungan dengan pemberian air susu ibu.

Diperkirakan 1 dari setiap 200 bayi aterm, yang menyusu, memperlihatkan

peningkatan bilirubin tak terkonjugasi yang cukup berarti antara hari ke 4-7

8

Page 9: 84057056-Ikterus-Neonatorum

kehidupan, mencapai konsentrasi maksimal sebesar 10-27 mg/dl, selama minggu

ke 3. Jika mereka terus disusui, hiperbilirubinemia secara berangsur-angsur akan

menurun dan kemudian akan menetap selama 3-10 minggu dengan kadar yang

lebih rendah. Jika mereka dihentikan menyusu, kadar bilirubin serum akan

menurun dengan cepat, biasanya kadar normal dicapai dalam beberapa hari.

Penghentian menyusu selama 2-4 hari, bilirubin serum akan menurun dengan

cepat, setelah itu mereka dapat menyusu kembali, tanpa disertai timbulnya

kembali hiperbilirubinemia dengan kadar tinggi, seperti sebelumnya. Bayi ini

tidak memperlihatkan tanda kesakitan lain dan kernikterus tidak pernah

dilaporkan. Susu yang berasal dari beberapa ibu mengandung 5 -diol dan asam

lemak rantai panjang,, 2-pregnan-3 tak-teresterifikasi, yang secara

kompetitif menghambat aktivitas konjugasi glukoronil transferase, pada kira-kira

70% bayi yang disusuinya. Pada ibu lainnya, susu yang mereka hasilkan

mengandung lipase yang mungkin bertanggung jawab atas terjadinya ikterus.

Sindroma ini harus dibedakan dari hubungan yang sering diakui, tetapi kurang

didokumentasikan, antara hiperbilirubinemia tak-terkonjugasi, yang diperberat

yang terdapat dalam minggu pertama kehidupan dan menyusu pada ibu.

2.4. Patofisiologi

Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan.

Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban

bilirubin pada sel hepar yang terlalu berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila

terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia, memendeknya umur

eritrosit janin/bayi, meningkatnya bilirubin dari sumber lain, atau terdapatnya

peningkatan sirkulasi enterohepatik.

Gangguan ambilan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan

kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y berkurang atau

pada keadaan proten Y dan protein Z terikat oleh anion lain, misalnya pada bayi

dengan asidosis atau dengan anoksia/hipoksia. Keadaan lain yang memperlihatkan

peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar

(defisiensi enzim glukoranil transferase) atau bayi yang menderita gangguan

9

Page 10: 84057056-Ikterus-Neonatorum

ekskresi, misalnya penderita hepatitis neonatal atau sumbatan saluran empedu

intra/ekstra hepatik.

Pada derajat tertentu, bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak

jaringan tubuh. Toksisitas ini terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang

bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini

memungkinkan terjadinya efek patologik pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat

menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak ini disebut

kernikterus atau ensefalopati biliaris. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan

pada susunan saraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin

indirek lebih dari 20 mg/dl. Mudah tidaknya bilirubin melalui sawar darah otak

ternyata tidak hanya tergantung dari tingginya kadar bilirubin tetapi tergantung

pula pada keadaan neonatus sendiri. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar

daerah otak apabila pada bayi terdapat keadaan imaturitas, berat lahir rendah,

hipoksia, hiperkarbia, hipoglikemia, dan kelainan susunan saraf pusat yang terjadi

karena trauma atau infeksi.

2.5 Manifestasi Klinis

Pengamatan ikterus paling baik dilakukan dengan cahaya sinar matahari.

Bayi baru lahir (BBL) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6

mg/dl atau 100 mikro mol/L (1 mg mg/dl = 17,1 mikro mol/L). salah satu cara

pemeriksaan derajat kuning pada BBL secara klinis, sederhana dan mudah adalah

dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk

ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,

dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.

Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan

tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya.

10

Page 11: 84057056-Ikterus-Neonatorum

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa.

Disamping itu dapat pula disertai dengan gejala-gejala:

1. Dehidrasi

- Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)

2. Pucat

- Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan

darah ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah

ekstravaskular.

3. Trauma lahir

- Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.

4. Pletorik (penumpukan darah)

- Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali

pusat, bayi KMK

5. Letargik dan gejala sepsis lainnya

6. Petekiae (bintik merah di kulit)

- Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis

7. Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)

- Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit

hati

8. Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)

9. Omfalitis (peradangan umbilikus)

10. Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)

11. Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)

12. Feses dempul disertai urin warna coklat

- Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian

hepatologi.3

11

Page 12: 84057056-Ikterus-Neonatorum

2.6. Diagnosis

Anamnesis ikterus pada riwayat obstetri sebelumnya sangat membantu

dalam menegakkan diagnosis hiperbilirubinemia pada bayi. Termasuk dalam hal

ini anamnesis mengenai riwayat inkompatabilitas darah, riwayat transfusi tukar

atau terapi sinar pada bayi sebelumnya. Disamping itu faktor risiko kehamilan dan

persalinan juga berperan dalam diagnosis dini ikterus/hiperbilirubinemia pada

bayi. Faktor risiko tersebut antara lain adalah kehamilan dengan komplikasi,

persalinan dengan tindakan/komplikasi, obat yang diberikan pada ibu selama

hamil/persalinan, kehamilan dengan diabetes melitus, gawat janin, malnutrisi

intrauterin, infeksi intranatal, dan lain-lain.

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau

beberapa hari kemudian. Ikterus yang tampak pun sangat tergantung kepada

penyebab ikterus itu sendiri. Pada bayi dengan peninggian bilirubin indirek, kulit

tampak berwarna kuning terang sampai jingga, sedangkan pada penderita dengan

gangguan obstruksi empedu warna kuning kulit terlihat agak kehijauan. Perbedaan

ini dapat terlihat pada penderita ikterus berat, tetapi hal ini kadang-kadang sulit

dipastikan secara klinis karena sangat dipengaruhi warna kulit. Penilaian akan

lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar. Selain kuning,

penderita sering hanya memperlihatkan gejala minimal misalnya tampak lemah

dan nafsu minum berkurang. Keadaan lain yang mungkin menyertai ikterus

adalah anemia, petekie, pembesaran lien dan hepar, perdarahan tertutup, gangguan

nafas, gangguan sirkulasi, atau gangguan syaraf. Keadaan tadi biasanya

ditemukan pada ikterus berat atau hiperbilirubinemia berat.

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti yang penting pula dalam

diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus

mempunyai kaitan yang erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.

Ikterus yang timbul hari pertama sesudah lahir, kemungkinan besar disebabkan

oleh inkompatibilitas golongan darah (ABO, Rh atau golongan darah lain). Infeksi

intra uterin seperti rubela, penyakit sitomegali, toksoplasmosis, atau sepsis

bakterial dapat pula memperlihatkan ikterus pada hari pertama. Pada hari kedua

dan ketiga ikterus yang terjadi biasanya merupakan ikterus fisiologik, tetapi harus

12

Page 13: 84057056-Ikterus-Neonatorum

pula dipikirkan penyebab lain seperti inkompatibilitas golongan darah, infeksi

kuman, polisitemia, hemolisis karena perdarahan tertutup, kelainan morfologi

eritrosit (misalnya sferositosis), sindrom gawat nafas, toksositosis obat, defisiensi

G-6-PD, dan lain-lain. Ikterus yang timbul pada hari ke 4 dan ke 5 mungkin

merupakan kuning karena ASI atau terjadi pada bayi yang menderita Gilbert, bayi

dari ibu penderita diabetes melitus, dan lain-lain. Selanjutnya ikterus setelah

minggu pertama biasanya terjadi pada atresia duktus koledokus, hepatitis

neonatal, stenosis pilorus, hipotiroidisme, galaktosemia, infeksi post natal, dan

lain-lain.

2.7. Diagnosis Banding

Ikterus yang terjadi pada saat lahir atau dalam waktu 24 jam pertama

kehidupan mungkin sebagai akibat eritroblastosis foetalis, sepsis, penyakit inklusi

sitomegalik, rubela atau toksoplasmosis kongenital. Ikterus pada bayi yang

mendapatkan tranfusi selama dalam uterus, mungkin ditandai oleh proporsi

bilirubin bereaksi-langsung yang luar biasa tingginya. Ikterus yang baru timbul

pada hari ke 2 atau hari ke 3, biasanya bersifat “fisiologik”, tetapi dapat pula

merupakan manifestasi ikterus yang lebih parah yang dinamakan

hiperbilirubinemia neonatus. Ikterus nonhemolitik familial (sindroma Criggler-

Najjar) pada permulaannya juga terlihat pada hari ke-2 atau hari ke-3. Ikterus

yang timbul setelah hari ke 3, dan dalam minggu pertama, harus dipikirkan

kemungkinan septikemia sebagai penyebabnya; keadaan ini dapat disebabkan oleh

infeksi-infeksi lain terutama sifilis, toksoplasmosis dan penyakit inklusi

sitomegalik. Ikterus yang timbul sekunder akibat ekimosis atau hematoma

ekstensif dapat terjadi selama hari pertama kelahiran atau sesudahnya, terutama

pada bayi prematur. Polisitemia dapat menimbulkan ikterus dini.

Ikterus yang permulaannya ditemukan setelah minggu pertama kehidupan,

memberi petunjuk adanya, septikemia, atresia kongenital saluran empedu,

hepatitis serum homolog, rubela, hepatitis herpetika, pelebaran idiopatik duktus

koledoskus, galaktosemia, anemia hemolitik kongenital (sferositosis) atau

mungkin krisis anemia hemolitik lain, seperti defisiensi enzim piruvat kinase dan

13

Page 14: 84057056-Ikterus-Neonatorum

enzim glikolitik lain, talasemia, penyakit sel sabit, anemia non-sperosit herediter),

atau anemia hemolitik yang disebabkan oleh obat-obatan (seperti pada defisiensi

kongenital enzim-enzim glukosa-6-fosfat dehidrogenase, glutation sintetase,

glutation reduktase atau glutation peroksidase) atau akibat terpapar oleh bahan-

bahan lain.

Ikterus persisten selama bulan pertama kehidupan, memberi petunjuk

adanya apa yang dinamakan “inspissated bile syndrome” (yang terjadi menyertai

penyakit hemolitik pada bayi neonatus), hepatitis, penyakit inklusi sitomegalik,

sifilis, toksoplasmosis, ikterus nonhemolitik familial, atresia kongenital saluran

empedu, pelebaran idiopatik duktus koledoskus atau galaktosemia. Ikterus ini

dapat dihubungkan dengan nutrisi perenteral total. Kadang-kadang ikterus

fisiologik dapat berlangsung berkepanjangan sampai beberapa minggu, seperti

pada bayi yang menderita penyakit hipotiroidisme atau stenosis pilorus.

Tanpa mempersoalkan usia kehamilan atau saat timbulnya ikterus,

hiperbilirubinemia yang cukup berarti memerlukan penilaian diagnostik yang

lengkap, yang mencakup penentuan fraksi bilirubin langsung (direk) dan tidak

langsung (indirek) hemoglobin, hitung leukosit, golongan darah, tes Coombs dan

pemeriksaan sediaan apus darah tepi. Bilirubinemia indirek, retikulositosis dan

sediaan apus yang memperlihatkan bukti adanya penghancuran eritrosit, memberi

petunjuk adanya hemolisis; bila tidak terdapat ketidakcocokan golongan darah,

maka harus dipertimbangkan kemungkinan adanya hemolisis akibat

nonimunologik. Jika terdapat hiperbilirubinemia direk, adanya hepatitis, kelainan

metabolisme bawaan, fibrosis kistik dan sepsis, harus dipikirkan sebagai suatu

kemungkinan diagnosis. Jika hitung retikulosit, tes Coombs dan bilirubin direk

normal, maka mungkin terdapat hiperbilirubinemia indirek fisiologik atau

patologik.

14

Page 15: 84057056-Ikterus-Neonatorum

2.8. Penatalaksanaan

I. Pendekatan menentukan kemungkinan penyebab

Menetapkan penyebab ikterus tidak selamanya mudah dan membutuhkan

pemeriksaan yang banyak dan mahal, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan

khusus untuk dapat memperkirakan penyebabnya. Pendekatan yang dapat

memenuhi kebutuhan itu yaitu menggunakan saat timbulnya ikterus seperti yang

dikemukakan oleh Harper dan Yoon 1974, yaitu :

A. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama

Penyebab ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya

kemungkinan dapat disusun sebagai berikut :

- Inkompatibilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.

- Infeksi intrauterin (oleh virus, toksoplasma, lues dan kadang-kadang bakteri).

- Kadang-kadang oleh defisiensi G-6-PD.

Pemeriksaan yang perlu diperhatikan yaitu :

Kadar bilirubin serum berkala

Darah tepi lengkap

Golongan darah ibu dan bayi

Uji coombs

Pemeriksaan penyaring defisiensi enzim G-6-PD, biakan darah atau biopsi

hepar bila perlu.

B. Ikterus yang timbul 24- 72 jam sesudah lahir

Biasanya ikterus fisiologis

Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh atau golongan

lain. Hal ini dapat diduga kalau peningkatan kadar bilirubin cepat, misalnya

melebihi 5 mg%/24 jam.

Defisiensi enzim G-6-PD juga mungkin

Polisitemia

Hemolisis perdarahan tertutup (perdarahan subaponeurosis, perdarahan hepar

subkapsuler dan lain-lain).

15

Page 16: 84057056-Ikterus-Neonatorum

Hipoksia.

Sferositosis, eliptositosis dan lain-lain.

Dehidrasi asidosis.

Defisiensi enzim eritrosit lainnya.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah bila keadaan bayi baik dan

peningkatan ikterus tidak cepat, dapat dilakukan pemeriksaan daerah tepi,

pemeriksaan kadar bilirubin berkala, pemeriksaan penyaring enzim G-6-PD dan

pemeriksaan lainnya bila perlu.

C. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama

- Biasanya karena infeksi (sepsis).

- Dehidrasi asidosis.

- Difisiensi enzim G-6-PD.

- Pengaruh obat.

- Sindrom Criggler-Najjar.

- Sindrom Gilbert.

D. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya

- Biasanya karena obstruksi.

- Hipotiroidisme.

- “breast milk jaundice”

- Infeksi.

- Neonatal hepatitis.

- Galaktosemia.

- Lain-lain.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan :

- Pemeriksaan bilirubin (direk dan indirek) berkala.

- Pemeriksaan darah tepi.

- Pemeriksaan penyaring G-6-PD.

16

Page 17: 84057056-Ikterus-Neonatorum

- Biakan darah, biopsi hepar bila ada indikasi.

- Pemeriksaan lainnya yang berkaitan dengan kemungkinan penyebab.

Penyinaran dapat dilakukan dengan:

1. Pertimbangkan terapi sinar pada:

- NCB (neonatus cukup bulan) – SMK (sesuai masa kehamilan) sehat :

kadar bilirubin total > 12 mg/dL

- NKB (neonatus kurang bulan) sehat : kadar bilirubin total > 10 mg/dL

2. Pertimbangkan tranfusi tukar bila kadar bilirubin indirek > 20 mg/dL

3. Terapi sinar intensif

- Terapi sinar intensif dianggap berhasil, bila setelah ujian penyinaran kadar

bilirubin minimal turun 1 mg/dL.2

Dapat diambil kesimpulan bahwa ikterus baru dapat dikatakan fisiologis

sesudah observasi dan pemeriksaan selanjutnya tidak menunjukkan dasar

patologis dan tidak mempunyai potensi berkembang menjadi ‘kernicterus’. Ikterus

yang kemungkinan besar menjadi patologis yaitu :

1. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama.

2. Ikterus dengan kadar bilirubin melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup bulan

dan 10 mg% pada neonatus kurang bulan.

3. Ikterus dengan peningkatan bilirubin-lebih dari 5 mg%/hari.

4. Ikterus yang menetap sesudah 2 minggu pertama.

5. Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi atau

keadaan patologis lain yang telah diketahui.

6. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

II. Pencegahan

Ikterus dapat dicegah dan dihentikan peningkatannya dengan :

1. Pengawasan antenatal yang baik.

17

Page 18: 84057056-Ikterus-Neonatorum

2. Menghindari obat yang dapat meningkatkan ikterus pada bayi pada masa

kehamilan dan kelahiran, misalnya sulfafurazole, novobiosin, oksitosin dan

lain-lain.

3. Pencegahan dan mengobati hipoksia pada janin dan neonatus.

4. Penggunaan fenobarbital pada ibu 1-2 hari sebelum partus.

5. Iluminasi yang baik pada bangsal bayi baru lahir.

6. Pemberian makanan yang dini.

7. Pencegahan infeksi.

III. Mengatasi hiperbilirubinemia

Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital.

Obat ini bekerja sebagai ‘enzyme inducer’ sehingga konjugasi dapat dipercepat.

Pengobatan dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam

baru terjadi penurunan bilirubin yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila

diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.

Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi.

Contohnya yaitu pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas.

Albumin dapat diganti dengan plasma dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin

biasanya diberikan sebelum tranfusi tukar dikerjakan oleh karena albumin akan

mempercepat keluarnya bilirubin dari ekstravaskuler ke vaskuler sehingga

bilirubin yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan tranfusi tukar.

Pemberian glukosa perlu untuk konjugasi hepar sebagai sumber energi.

Melakukan dekomposisi bilirubin dengan fototerapi. Walaupun fototerapi

dapat menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara ini tidak dapat

menggantikan tranfusi tukar pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat

digunakan untuk pra dan pasca-tranfusi tukar.

Tranfusi tukar

Pada umumnya tranfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut :

Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek 20 mg%

Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat, yaitu 0,3-1 mg%/jam.

18

Page 19: 84057056-Ikterus-Neonatorum

Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung.

Bayi dengan kadar hemoglobin talipusat < 14 mg% dan uji Coombs direk

positif.

Sesudah tranfusi tukar harus diberi fototerapi. Bila terdapat keadaan

seperti asfiksia perinatal, distres pernafasan, asidosis metabolik, hipotermia, kadar

protein serum kurang atau sama dengan 5 g%, berat badan lahir kurang dari 1.500

gr dan tanda-tanda gangguan susunan saraf pusat, penderita harus diobati seperti

pada kadar bilirubin yang lebih tinggi berikutnya.

IV. Pengobatan umum

Bila mungkin pengobatan terhadap etiologi atau faktor penyebab dan

perawatan yang baik. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu pemberian makanan

yang dini dengan cairan dan kalori cukup dan iluminasi kamar bersalin dan

bangsal bayi yang baik.

V. Tindak lanjut

Bahaya hiperbilirubinemia yaitu ‘kernicterus’. Oleh karena itu terhadap

bayi yang menderita hiperbilirubinemia perlu dilakukan tindak lanjut sebagai

berikut :

1. Penilaian berkala pertumbuhan dan perkembangan

2. Penilaian berkala pendengaran

3. Fisioterapi dan rehabilitasi bila terdapat gejala sisa

2.9. Prognosis

Hiperbilirubinemia baru akan berpengaruh buruk apabila bilirubin indirek

telah melalui sawar darah otak. Pada keadaan ini penderita mungkin menderita

kernikterus atau ensefalopati biliaris. Gejala ensefalopati biliaris ini dapat segera

terlihat pada masa neonatus atau baru tampak setelah beberapa lama kemudian.

Pada masa neonatus gejala mungkin sangat ringan dan hanya memperlihatkan

gangguan minum, latergi dan hipotonia. Selanjutnya bayi mungkin kejang, spastik

dan ditemukan epistotonus. Pada stadium lanjut mungkin didapatkan adanya

19

Page 20: 84057056-Ikterus-Neonatorum

atetosis disertai gangguan pendengaran dan retardasi mental di hari kemudian.

Dengan memperhatikan hal di atas, maka sebaiknya pada semua penderita

hiperbilirubinemia dilakukan pemeriksaan berkala, baik dalam hal pertumbuhan

fisis dan motorik, ataupun perkembangan mental serta ketajaman

pendengarannya.

20

Page 21: 84057056-Ikterus-Neonatorum

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous, Ikterus pada Anak, available at: http://medlinux.blogspot.com/

2007/09/ikterus-pada-anak.html.

2. Buku anak

3. Drakeiron, Info Ikterus  Neonatorum, available at: http://drakeiron.

wordpress.com/2008/12/03/info-ikterus-neonatorum/.

4. Klik Dokter, Ikterus Neonatorum, available at: http://www.klikdokter.com/

illness/detail/212.

5. Glaser, K.L., Jaundice and Hyperbilirubinemia in the Newborn, available at:

http://www.medstudents.com.br/pedia/pedia3.htm l .

21

Page 22: 84057056-Ikterus-Neonatorum

Bilirubin adalah produk utama dari penguraian sel darah merah yang tua. Bilirubin disaring dari darah oleh hati, dan dikeluarkan pada cairan empedu. Sebagaimana hati menjadi semakin rusak, bilirubin total akan meningkat. Sebagian dari bilirubin total termetabolisme, dan bagian ini disebut sebagai bilirubin langsung. Bila bagian ini meningkat, penyebab biasanya di luar hati. Bila bilirubin langsung adalah rendah sementara bilirubin total tinggi, hal ini menunjukkan kerusakan pada hati atau pada saluran cairan empedu dalam hati.

Bilirubin mengandung bahan pewarna, yang memberi warna pada kotoran. Bila tingkatnya sangat tinggi, kulit dan mata dapat menjadi kuning, yang mengakibatkan gejala ikterus. (Data diambil dari spiritia)

Note: Lihat gambar di bawah. Gambar ini diambil dari hasil Test Lab saya sendiri. Perhatikan tingkat kerusakan fungsi hati saya. Nilai kerusakan dan nilai normal. Kata dokter sih ini lumayan parah. Wak waaaww!

Ternyata, kita tidak boleh menyepelekan fungsi organ tubuh sekecil apa pun di dalam diri kita. Satu saja dari mereka mengalami masalah, efeknya terasa ke seluruh tubuh. Salah satu caranya adalah, mungkin ya dengan menyelerasakan semua anggota tubuh atau organ tubuh dan memberlakukannya dengan adil. Jangan egois. Cuma gara-gara mulut pengen makanan lezat, kita mengabaikan organ tubuh di bagian perut. Hmmm…! Baiklah. Mulai sekarang, perhatikan kepentingan semua organ tubuh supaya tidak ada yang mengalami masalah satu sama lain.

Bagaimana dengan binatang SGPT (Serum Glutamik Piruvik Transaminase) dan SGOT (Serum Glutamik Oksaloasetik Transaminase)?

Ini penjelasan singkatnya.

22

Page 23: 84057056-Ikterus-Neonatorum

SGPT (juga dikenal sebagai ALT) dan SGOT (AST) adalah enzim yang dipakai oleh hati dalam pekerjaannya. Biasanya enzim ini ditahan dalam hati, tetapi bila hati menjadi rusak karena hepatitis, semakin banyak enzim ini dapat masuk ke aliran darah. Tingkat enzim ini dalam darah dapat diukur, dan tingkatnya menunjukkan tingkat kerusakan pada hati.

Biasanya, beratnya kerusakan digambarkan dengan berapa kali di atas normal. Contohnya, bila SGPT Anda 80, berarti SGPT Anda sedikit di atas dau kali (2x) normal. Kalau 120, berarti 3x atas normal. Biasanya, tingkat SGPT/SGOT dianggap masalah bila 3x atau lebih di atas normal, tetapi juga harus dilihat gejala lain. Kalau SGPT agak tinggi (tergantung keadaan; bisa 5x atau lebih), tetapi tidak ada gejala lain, dokter biasa hanya akan memantau lebih berhati-hati.

SGPT dan SGOT Anda hanya sedikit di atas normal, jadi kemungkinan Anda tidak harus khawatir. Tetapi sebaiknya Anda membahas dengan dokter. (Data diambil dari spiritia)

Note: Perhatikan hasil test lab berikut. Ini adalah hasil test lab SGPT dan SGOT saya. Bandingkan nilai kerusakan dan nilai normalnya. Ini sih bukan 5 kali lipat lagi ya. Berlipat-lipat. Wajar saja jika level SGPT dan SGOT mencapai setinggi ini membuat saya berpikir, ”Wah! Saya merasa sudah di ambang kematian nih. Saatnya insaf:d!” Itu saking lemas dan tidak berdayanya. Kalau saja saat itu saya sedang di angkot dan ada komplotan yang ingin merkosa saya, maka mereka dengan leluasa merkosa saya tanpa ada perlawanan sedikit pun. #Eaaaaa!

23

Page 24: 84057056-Ikterus-Neonatorum

Dan kabar buruknya, setelah 10 hari bedrest, hasil lab menunjukkan tingkat SPGT masih 300. Itu artinya masih berlipat-lipat ketidaknormalannya. Dokter bilang,”Wah! Masih tinggi nih. Bilirubinnya masih 1,9 nih.” Waks! Terus berapa lama normalnya, dok? Dengan enteng dia jawab, ya sebulanlah minimal. Dengan catatan nggak ada lembur sampai malem ya. Kalau masih lembur-lembur ya makin lama normalnya. KOWAWAWAWAWAWA!  (.)(.)

2. Perkawinan. Kasus ini bisa terjadi misalnya seorang perempuan Rh-

(genotip rr) menikah dengan laki-laki Rh+ (bergenotip homozigotik RR) dan

perempuan tersebut hamil. Janin dari pasangan ini tentunya akan bergolongan

darah Rh+ (genotip Rr) yang diwarisi dari ayahnya. Sebagian kecil darah janin

yang mengandung antigen-Rh tersebut akan menembus plasenta dan masuk

kedalam tubuh ibunya. Serum dan plasma darah ibu distimulir untuk

membentuk anti-Rh sehingga darah ibu yang mengalir kembali ke janin

mengandung anti-Rh. Anti- Rh ini akan merusak sel darah merah janin yang

mengandung antigen- Rh sehingga janin akan mengalami hemolisis eritrosit.

Hemolisis eritrosit akan menghasilkan bilirubin indirek yang bersifat tidak larut

air tetapi larut lemak dan tentunya akan meningkatkan kadar bilirubin darah

janin. Peningkatan ini dapat menyebabkan ikterus patologis yaitu suatu

keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang

mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus bila tidak segera ditangani.

Kern ikterus merupakan suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin

indirek pada otak terutama pada korpus striatum, talamus, nukleus sub

talamus, hipokampus, nukleus merah dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.

Bayi yang mengalami kern ikterus biasanya mengalami kuning disekujur

tubuhnya.

RHESUS NEGATIF

Quote:

Rhesus negatif bukanlah suatu kelainan, melainkan suatu kondisi dimana sel darah merahnya tidak mengandung antigen rhesus atau tidak terdapat faktor Rh pada permukaan sel darah merahnya. Pemeriksaan rhesus tidak kalah pentingnya dengan pemeriksaan golongan darah. Hal ini berkaitan dengan proses transfusi darah. Jika suatu hari orang tersebut kekurangan darah maka harus diketahui dengan jelas golongan darah dan rhesusnya.

Quote:

Orang-orang dengan rhesus negatif sangat jarang ditemui di negara-negara Asia. Tetapi pada orang-orang di negara Eropa dan Amerika, rhesus negatif banyak ditemui. Meski demikian, tidak 100% orang Asia memiliki rhesus darah positif, pada beberapa orang ditemui memiliki rhesus negatif.

24

Page 25: 84057056-Ikterus-Neonatorum

Rhesus negatif ini terjadi karena faktor yang diturunkan oleh orang tuanya, baik ayah maupun ibu. Terlebih lagi jika kedua orang tuanya memiliki rhesus negatif. Jika kedua orang tuanya memiliki rhesus yang berbeda maka si anak akan mengikuti rhesus yang dominan. Jadi rhesus pada bayi dibawa dari separuh sifat ayah dan ibunya. Perbedaan rhesus antara ayah dan ibu dapat menyebabkan bayi menderita penyakit Rh atau hemolitik.

Quote:

Rhesus negatif dapat ditemui tidak hanya pada golongan darah tertentu saja, melainkan dapat ditemukan pada semua golongan darah. Selain itu, rhesus negatif juga ditemui tidak pada jenis kelamin tertentu. Bisa pada anak laki-laki maupun perempuan.

Quote:

Sebenarnya tidak perlu khawatir jika memilki bayi dengan rhesus negatif, karena daya tahan tubuh dan kemungkinan penyakit yang diderita sama dengan bayi normal. Rhesus negatif akan menjadi masalah ketika orang tersebut memerlukan donor darah. Karena seperti yang telah disebutkan sebelumnya, mayoritas penduduk Asia memiliki rhesus positif. Jika seseorang menerima donor darah dengan rhesus yang berbeda maka akan terjadi reaksi antigen dan antibodi di dalam tubuhnya sehingga menyebabkan panas, menggigil, tubuh biru-biru karena darah di dalam tubuhnya pecah. Kondisi ini semakin lama akan semakin memburuk dan memerlukan lebih banyak darah.

Sistem penggolongan darah manusia telah cukup banyak ditemukan sampai saat ini, seperti sistem golongan darah ABO, Sistem MNSs, Faktor Rh, dan sebagainya. Golongan darah seseorang ditentukan oleh jenis antigen yang terdapat dalam permukaan sel-sel darah merah (eritrosit) yang dimilikinya. Antigen ini akan bereaksi dengan antibodi atau aglutinin yang sesuai. Yang

berada di plasma darahnya . Landsteiner mengamati antigen /aglutinogen A,B dan AB di sel erytrocyt serta aglutinin / zat anti a,b dan ab di plasma darahnya

sehingga menciptakan golongan darah ABO , slanjutnya ia melanjutkan risetnya untuk melakukan pengamatan golongan darah sistem Rhesus yang memperhatikan faktor Rhesus berupa ada dan tidaknya antigen-Rh dalam

eritrositnya.

Sstem rhesus ini ditemukan melalui penyuntikan sel-sel darah merah kera Macacca rhesus kepada marmot (guinea-pig) untuk mendapatkan anti serum.

Anti serum yang didapat ternyata bereaksi dengan sel-sel darah merah. , antigen-Rh yang ditemukan dalam darah kera Macaca rhesus oleh Landsteiner

dan Wiener pada tahun 1940 itu juga ditemukan dalam darah manusia. Berdasarkan ada tidaknya antigen-Rh, maka golongan darah manusia

dibedakan atas dua kelompok, yaitu :

Quote:

1. Orang Rh-positif (Rh+), berarti darahnya memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi positif atau terjadi penggumpalan eritrosit pada

25

Page 26: 84057056-Ikterus-Neonatorum

waktu dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh).

2. Orang Rh-negatif (Rh-), berarti darahnya tidak memiliki antigen-Rh yang ditunjukkan dengan reaksi negatif atau tidak terjadi penggumpalan saat dilakukan tes dengan anti-Rh (antibodi Rh).

Menurut Landsteiner golongan darah Rh ini termasuk keturunan

(herediter) yang diatur oleh satu gen yang terdiri dari 2 alel, yaitu Rh dan rh.

Rh dominan terhadap rh sehingga terbentuknya antigen-Rh ditentukan oleh

gen dominan Rh. Orang bergolongan darah Rh+ jika mempunyai genotip

RhRh atau Rhrh, sedangkan orang Rh- mempunyai genotip rhrh..

Faktor Rh dalam darah seseorang mempunyai arti penting dalam klinik. Orang

yang serum dan plasma darahnya tidak mempunyai anti-Rh dapat distimulir

(dipacu) untuk membentuk anti-Rh. Pembentukan anti-Rh ini dapat melalui

jalan :

26