83510629 Autisme Pada Anak

17
GANGGUAN AUTISME PADA ANAK I. PENDAHULUAN Anak yang terlahir dengan profil ideal, dan dapat tumbuh berkembang dengan sempurna adalah harapan dari setiap orangtua, sehingga mereka memiliki kebanggaan serta tuntutan yang sesuai dengan harapannya di masa depan. Namun pada kenyataan hidup, adakalanya harapan-harapan itu tidak terwujud. Dan setiap orang akan memiliki sikap yang dapat mereka tampilkan bila menyadari sesuatu yang tidak diharapkan terjadi pada diri mereka. Sehingga berbagai sikap dapat terjadi pada setiap orang tua yang menyadari bahwa anak tercintanya menyandang “Autisme” . Banyak cara penerimaan yang ditunjukkan. Dalam keadaan ini biasanya yang dikehendaki adalah anak akan dapat tumbuh dan kembali normal sama seperti anak lainnya. Semakin besar penolakan pada kondisi yang ada, semakin lama proses ini dapat diatasi oleh orang tua. Bagaimanapun juga peran orang tua sangatlah penting bagi anak-anak dengan gangguan autisme. Dalam waktu terakhir ini kasus penderita autisme tampaknya semakin meningkat pesat. Autisme tampak menjadi seperti epidemik ke berbagai belahan dunia. Dilaporkan terdapat kenaikan angka kejadian penderita Autisme yang cukup tajam di beberapa Negara. Keadaan tersebut diatas cukup mencemaskan mengingat sampai saat ini penyebab Autisme adalah multifaktorial, dan sampai saat ini penyebab autis masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia. Sesuai Deklarasi Salamanca 1994 bdan UU Sistem Pendidikan Nasional, anak berkelainan khusus harus mendapatkan pendidikan setara dengan anak-anak lainnya. 1

Transcript of 83510629 Autisme Pada Anak

GANGGUAN AUTISME PADA ANAK

I. PENDAHULUAN

Anak yang terlahir dengan profil ideal, dan dapat tumbuh berkembang dengan

sempurna adalah harapan dari setiap orangtua, sehingga mereka memiliki kebanggaan serta

tuntutan yang sesuai dengan harapannya di masa depan. Namun pada kenyataan hidup,

adakalanya harapan-harapan itu tidak terwujud. Dan setiap orang akan memiliki sikap yang

dapat mereka tampilkan bila menyadari sesuatu yang tidak diharapkan terjadi pada diri

mereka. Sehingga berbagai sikap dapat terjadi pada setiap orang tua yang menyadari bahwa

anak tercintanya menyandang “Autisme” . Banyak cara penerimaan yang ditunjukkan.

Dalam keadaan ini biasanya yang dikehendaki adalah anak akan dapat tumbuh dan kembali

normal sama seperti anak lainnya. Semakin besar penolakan pada kondisi yang ada,

semakin lama proses ini dapat diatasi oleh orang tua. Bagaimanapun juga peran orang tua

sangatlah penting bagi anak-anak dengan gangguan autisme.

Dalam waktu terakhir ini kasus penderita autisme tampaknya semakin meningkat

pesat. Autisme tampak menjadi seperti epidemik ke berbagai belahan dunia. Dilaporkan

terdapat kenaikan angka kejadian penderita Autisme yang cukup tajam di beberapa Negara.

Keadaan tersebut diatas cukup mencemaskan mengingat sampai saat ini penyebab Autisme

adalah multifaktorial, dan sampai saat ini penyebab autis masih misterius dan menjadi

bahan perdebatan diantara para ahli dan dokter di dunia.

Sesuai Deklarasi Salamanca 1994 bdan UU Sistem Pendidikan Nasional, anak

berkelainan khusus harus mendapatkan pendidikan setara dengan anak-anak lainnya.

1

I.A. DEFINISI

Istilah Autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan “Isme” yang

berarti suatu aliran. Jadi Autisme dapat diartikan sebagai suatu paham yang tertarik hanya

pada dunianya sendiri.

Autisme adalah penyakit neuropsikiatrik atau gangguan perkembangan yang

kompleks yang ditandai oleh gangguan interaksi sosial, komunikasi, dan aktivitas imajinasi

serta disertai dengan keterbatasan tingkah laku atau pengulangan tingkah laku dan

perhatian.

Kelainan perkembangan yang berhubungan dengan autisme ini akan muncul dalam

waktu tiga tahun pertama kehidupan anak dan akan menetap pada masa dewasa. Bahkan

pada autistic infantile gejalanya sudah ada sejak lahir.

Autisme secara tipikal ditandai sebagai bagian dari kelompok gangguan yang terdiri

dari Sindrom Asperger (AS) dan gangguan menetap atau Pervasive Developmental

Disorders (PDD) lainnya. AS dibedakan dari gangguan autistik oleh keterlambatan yang

bermakna secara klinik dalam perkembangan bahasa (1 kata pada umur 2 tahun), selain

gejala-gejala kegagalan interaksi sosial dan tingkah laku atau perhatian maupun aktifitas

yang terbatas dan berulang yang menandai “autism-spectrum disorders (ASDs)”, artinya

jenis gejala yang tampak serta berat-ringannya bisa sangat bervariasi. Tidak ada anak yang

mempunyai diagnosis yang sama menunjukkan pola dan variasi perilaku yang sama persis.

PDD digunakan untuk mengkategorikan anak-anak yang kriterianya kurang sesuai untuk

autisme tetapi mereka sangat mendekati diagnosis autisme dengan 2-3 gejala autisme.

Autisme infantile (autisme pada masa anak-anak) adalah PDD yang awitannya muncul

sebelum umur 30-36 bulan dan kegagalan pada interaksi sosial dan komunikasi

berhubungan dengan pola tingkah laku yang terbatas, berulang (repetisi) dan stereotipi.

I.B. Epidemiologi dan Statistik

Jumlah anak yang terkena autisme makin betambah. Di Canada dan Jepang

pertambahan ini mencapai 40% sejak tahun 1980. Di California pada tahun 2002

disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya.

Badan Pusat Statistik mencatat, saat ini 1,5 juta anak di Indonesia yang mengalami

autis. Namun, karena terbatasnya sarana pendidikan luar biasa, baru sekitar 50.000 anak

yang mengenyam pendidikan.

Diperkirakan 75-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental, sedangkan

20% dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk bidang-bidang tertentu.

Estimasi prevalensi (peluang terjadinya) autisme antara 4-5 pasien/10.000 individu.

Berdasarkan penelitian akhir-akhir ini diperkirakan prevalensi meningkat menjadi 10-

12/10.000 individu. Di AS tahun 1980-an, dari hanya 4-5 anak yang autis per 10.000

kelahiran naik menjadi 15-20 per 10.000 kelahiran pda tahun 1990-an. Pada tahun 2000-an,

sudah mencapai 60 per 10.000 kelahiran. Dari prevalensi ini sudah sangat diketahui bahwa

jumlah penderita laki-laki 4x lebih banyak dibanding perempuan. Atau 80%nya adalah

laki-laki. Belum ada data prevalensi autisme di Indonesia. Namun, mengingat pola hidup

kurang sehat di Negara maju pun sudah merambah masyarakat kota-kota besar si

Indonesia, fenomenanya diyakini mirip AS.

II. ETIOLOGI

1. Faktor Genetika

Beberapa teori terakhir mengatakan bahwa factor genetika memegang peranan

penting pada terjadinya autistik. Lebih kurang 20% dari kasus-kasus autisme disebabkan

oleh faktor genetik. Penyakit genetik yang paling sering dihubungkan dengan autisme

adalah tuberous sclerosis (17-58%) dan sindrom fragile X (20-34%). Bayi kembar satu

telur akan mengalami gangguan autistik yang mirip dengan saudara kembarnya. Juga

ditemukan beberapa anak dalam satu keluarga atau dalam satu keluarga besarnya

mengalami gangguan yang sama.

• Aberasi Kromosom

Kelainan kromosom seperti delesi, translokasi, fragile site pada autosom dan

kromosom seks sering berkaitan dengan autisme infantile. Hampir semua penelitian

menemukan frekuensi kelainan kromosam pada autisme antara 5-12%. Yang paling sering

adalah kelainan struktur kromosom 15 (15q11-q13).

Gillberg melaporkan enam penderita autisme dengan inverse duplikasi pada

kromosom 15 dan empat kasus tersebut kelainannya berasal dari ibunya. Bentuk kelainan

kromosam autosom lainnya yang dilaporkan pada penderita autistic adalah fragile 16q23

3

(rapuh lengan panjang kromosom 16) dan kelainan struktur kromosom 17p11.

Dan akhir-akhir ini dilaporkan juga bahwa Sindrom Turner, wanita yang hanya

memunyai 1 kromosom X menunjukkan gejala-gejala autisme. Diantara penderita sindrom

Turner yang membawa pewarisan kromosom X dari ibu (maternal) ternyata mempunyai

resiko yang lebih tinggi untuk menderita autisme disbanding mereka yang mewarisi

kromosom X dari bapak (paternal). Tampaknya krpmosom X berperanan dalam

perkembangan otak dan kecerdasan.

• Kelainan Genetik Biokimiawi

Beberapa peneliti berpendapat bahwa pada keluarga dengan anak yang autistik ada

ketidak-seimbangan neurotransmitter yang mengganggu pertumbuhan otak bayi pada

masa-masa awal kehamilan. Bahan-bahan kimiawi monoamine, 5HT (5

hdroxytryptamine/serotonine) dan cathecolamine (adrenalin atau epinephrine,

dopamine, dan noradrenaline) telah banyak diteliti secara luas pada autisme karena

keterlibatannya dalam menimbulkan gangguan tingkah laku dan efek dari dari antagonis

dopamine yang mengurangi gejala-gejala atau tingkah laku pada autisme.

• Kelainan Gen Tunggal

Patofisiologi penyakit akhir-akhir ini telah dibuktikan berbasis perubahan struktur

asam nukleat (mutasi) yang diwariskan maupun akibat tekanan lingkungan seperti infeksi

virus.

2. Komplikasi Obstetrik

Virus seperti Rubella, toxo, herpes, jamur, nutrisi yang buruk, perdarahan,

keracunan makanan, dsb pada kehamilan dapat menghambat pertumbuhan sel otak yang

dpat menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu terutama fungsi

pemahaman, komunikasi dan interaksi.

3. Gangguan Pencernaan

Akhir-akhir ini dari penelitian terungkap juga hubungan antara gangguan

pencernaan dan gejala autistik. Ternyata lebih dari 60% penyandang autistik ini

mempunyai sistem pencernaan yang kurang sempurna. Makanan tersebut berupa susu sapi

(casein) dan tepung terigu (gluten) yang tidak tercerna dengan sempurna. Protein dari

kedua makanan ini tidak semua berubah menjadi asam amino yang seharusnya dibuang

lewat urine.

3. Vaksinasi

Perdebatan yang terjadi akhir-akhir ini berkisar pada kemungkinan penyebab

autisme yang disebabkan oleh vaksinasi anak, terutama vaksinasi MMR ( Measles, Mumps,

Rubella).

Juga Thimerosal yang digunakan sebagai pengawet vaksin diduga dapat

menyebabkan autisme. Yakni bahan yang digunakan pada vaksin untuk mencegah

perkembangbiakan jamur atau bakteri selama proses manufacturing (pembuatan,

pengemasan, pengiriman, penyimpanan, penggunaan). Terutama pada vaksin multidosis

yang telah dibuka. Dan sampai sekarang Thimerosal masih dianggap paling efektif

membunuh virus, jamur atau bakteri pada vaksin.

Pernah dilaporkan kasus meningoensefalitis pada minggu ke3-4 setelah imunisasi

di Inggris dan beberapa tempat lainnya. Reaksi klinis yang pernah dilaporkan meliputi

kekakuan leher, iritabilitas hebat, kejang, gangguan kesadaran, serangan ketakutan yang

tidak beralasan dan tidak dapat dijelaskan, deficit motorik/sensorik, gangguan penglihatan,

defisit visual atau bicara yang serupa dengan gejala pada autisme.

Namun teori ini telah dibantah oleh berbagai pihak. Dan telah disimpulkan bahwa

imunisasi MMR tidak mengakibatkan Autisme, bila anak sehat dan tidak berbakat autisme.

Tetapi teori, penelitian atau pendapat beberapa kasus yang mendukung keterkaitan autisme

dengan imnisasi, tidak boleh diabaikan begitu saja. Walaupun adanya beberapa bukti yang

menyingkirkan pendapat adanya hubungan autisme dengan MMR, tetapi diduga imunisasi

dapat memicu memperberat timbulnya gangguan perilaku pada anak yang sudah

mempunyai bakat autisme secara genetik sejak lahir. Sangatlah bijaksana untuk lebih

waspada bila anak sudah mulai tampak ditemukan penyimpangan perkembangan atau

perilaku sejak dini, memang sebaiknya untuk mendapatkan imunisasi MMR harus

berkonsultasi dahulu dengan dokter anak. Bila anak sudah dicurigai ditemukan bakat

kelainan Autisme sejak dini atau beresiko untuk menjadi autisme, mungkin bisa saja

menunda dahulu imunisasi MMR sebelum dipastikan diagnosis Autisme dapat

disingkirkan. Meskipun sebenarnya pemicu atau faktor yang memperberat Autisme bukan

hanya imunisasi. Kekhawatiran terhadap imunisasi tanpa didasari pemahaman yang baik

dan pemikiran yang jernih akan menimbulkan permasalahan kesehatan yang baru pada

anak. Dengan menghindari imunisasi maka akan timbul permasalahan baru yang lebih

5

berbahaya dan dapat mengancam jiwa terutama bila anak terkena infeksi yang dapat

dicegah dengan imunisasi..

WHO (World Health Organisation), pada bulan Januari 2001 menyatakan

mendukung sepenuhnya penggunaan imunisasi MMR dengan didasarkan kajian tentang

keamanan dan efikasinya. Untuk Thimerosal sendiri, WHO masih mengakui sebagai zat

yang aman.

III. TEORI PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI AUTISME

Stabilitas intelegensia dan emosional seseorang tergantung pada motif-motif

internal seperti halnya informasi dari luar otak dan tubuhnya. Orang-orang yang autistik

mempunyai kecerdasan otak yang menampilkan dunia mereka dan yang mengatur

kesehatan jasmani mereka, tetapi mereka mempunyai permasalahan berat dengan

kepedulian, mempelajari dan meneliti tindakan, mereka juga megalami kesulitan dengan

berbagai permasalahan internal, serta regulasi diri. Keterbatasan yang paling sering terlihat

adalah persepsi dan responsivitas terhadap apa yang sedang terjadi di dalam diri orang lain-

bagaimana perasaan mereka, apa yang sedang mereka sadari dan apa yang ingin mereka

lakukan. Untuk memahami gambaran psikologis yang khas tersebut diperlukan pemahaman

mengenai teori bagaimana otak mampu memetakan tubuh dan perilaku orang lain.

Anatomi Otak

Penelitian post mortem menunjukkan adanya abnormalitas di daerah-daerah yang

berbeda pada otak anak-anak dan orang dewasa penyandang autisme yang bebeda-beda

pula. Pada beberapa bagian dijumpai adanya abnormalitas, biasanya di lobus frontalis

( yang bertanggung jawab untuk pengaturan dan kontrol), atau di system limbic

( bertanggung jawab untuk regulasi dan emosional), atau di batang otak dan ventrikel ke-IV

(bertanggung jawab untuk koordinasi gerak). Pada penelitian ini tidak dijumpai

abnormalitas tunggal, serta masih belum dapat dipastikan abnormalitas mana yang khusus

untuk autisme.

Kimia Otak

Kimia otak yang paling jelas dijumpai abnormal kadarnya pada anak autisme

adalah Serotonin – hydroxytryptamine (5-HT), yaitu sebagai neurotransmitter yang

bekerja sebagai penghantar sinyal di sel-sel syaraf. Anak-anak penyandang utisme dijumpai

30% dan 50% mempunyai kadar serotonin tinggi dalam darah.

Hubungan Antara Kelainan Otak dan Gejala Klinis

Gangguan pada srebelum atau otak kecil dapat menyebabkan reaksi atensi yang

lebih lambat, kesulitan dalam pemrosesan persepsi atau membedakan target,

overselektivitas dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan. Derajat orientasi yang lambat

terhadap stimulus visual berhubungan dengan kelainan serebelum, bukan dengan kelainan

frontal. Kerusakan pada jaras serebelum-talamus-frontal menyebabkan kesulitan dalam hal

belajar suatu prosedur.

Pada anak normal, serebelum atau otak kecil mengalami aktivasi selama anak

melakukan eksekusi motorik, belajar sensori-motor, atensi, working memmory, dan bahasa.

Gangguan berat pada serebelum akan menyebabkan gangguan pada fungsi-fungsi tersebut.

III. A. Teori-Teori Patofisiologi Autisme

• Teori Ketidak seimbangan Neurotransmiter

Bahan-bahan kimiawi monoamine, 5HT (5 hdroxytryptamine/serotonine) dan

cathecolamine (adrenalin atau epinephrine, dopamine, dan noradrenaline) telah banyak diteliti

secara luas pada autisme karena keterlibatannya dalam menimbulkan gangguan tingkah laku dan

efek dari dari antagonis dopamine yang mengurangi gejala-gejala atau tingkah laku pada autisme.

Norephineprine (NE) dan Epinephrine terlibat dalam mengatur perhatian dan stimulasi,

gangguan pada transpor neurotransmiter ini juga dikaitkan dengan autisme. Bahan-bahan ini

berfungsi untuk system sensoris, belajar, ingatan, nafsu makan, tidur dan fungsi motorik. Sehingga

adanya ketidak seimbangan neurotansmiter tersebut dapat mengakibatkan gangguan-gangguan

fungsinya.

Dan beberapa penelitian telah mendeteksi kenaikan 5HT didalam darah pada pasien-pasien

autistik, selain itu juga adanya peninggian serotonin platelet dalam darah dan urin. Maka

pemberian inhibitor serotonin memperbaiki gejala-gejala autisme.

Wanita hamil dalam keadaan normal mempunyai kadar Dopamine dan Serotonine serum

maternal meninggi dan diekspresikan pada jonjot plasenta. Neurotransmitter ini berfungsi pada

regulasi pertumbuhan dan kehidupan sel saraf /otak bayi. Aktivitas enzim Dopamine Beta

Hydroxylase (DBH) serum menurun pada hampir semua ibu yang mempunyai 2 anak laki-laki

autistik (multipleks). Penurunan ini berhubungan dengan alel spesifik DBH yang disebut DBH-

7

(ada tanda minus). Karena DBH berfungsi untuk mengkonversi Dopamine ke Norepinephrine,

maka Dopamine dalam sirkulasi akan meninggi pada ibu yang mempunyai alel DBH- homozigot.

Kenaikan Dopamine level bersama-sama dengan kenaikan normal Dopamine dan 5HT selama

kehamilan akan mengganggu sistem penghantar sel-sel saraf sehingga menyebabkan gangguan

pertumbuhan awal bayi dan diduga dapat menyebabkan autisme/PDD.

• Teori Gangguan Pencernaan ( Inflamantory Bowel Disease) dan Imunisasi

Telah diketahui bahwa penyandang Autistik mempunyai sistem pencernaan yang kurang

sempurna. Makanan tersebut berupa susu sapi (casein) dan tepung terigu (gluten) yang tidak

tercerna dengan sempurna. Protein dari kedua makanan ini tidak semua berubah menjadi asam

amino yang seharusnya dibuang lewat urine. Ternyata pada penyandang autistik, peptide ini

diserap kembali oleh tubuh, masuk kedalam aliran darah, masuk ke otak dan dirubah oleh reseptor

opioid menjadi morphin yaitu casomorphin dan gliadorphin, yang mempunyai efek merusak sel-

sel otak dan membuat fungsi otak terganggu. Fungsi otak yang terkena biasanya adalah fungsi

kognitif, reseptif, atensi dan perilaku.

Vaksin MMR yang diduga memicu reaksi autoimunitas tubuh terhadap myelin basic

protein (MBP) atau protein myelin (lemak pelindung) pada otak yang terdapat pada grup anak-

anak rentan. Reaksi tersebut dapat menyebabkan kerusakan dari sel-sel saraf otak. Selain itu juga

dikatakan bahwa vaksin MMR juga dapat memicu peradangan dari intestinal, yang menyebabkan

toksin beredar dalam sirkulasi darah. Dan toksin tersebut diduga masuk kedalam jaringan otak

yang menyebabkan kerusakan dan dimanifestasikan sebagai gejala klinis dari autisme. Teori

didapat berdasarkan data patologi usus halus yang berhubungan dengan jenis virus dari vaksin

campak, dan temuan genome virus yang berasal dari vaksin dalam jaringan usus halus dan sel-sel

mononuklear di bagian tepi darah satu subkelompok anak-anak autis.

Dan Vaksin yang mengandung Thimerosal, atau dikenal pula Sodium 2-etilmerkuri

Thiosalisilat atau Sodium-2etilmerkuriotihiobenzoate, suatu senyawa merkuri organik yang

bersifat neurotoksik jika tidak dapat dimeaboloime tubuh dan telah lama digunakan sebagai

pengawet dan penstabil dalam vaksin. Normalnya kandungan merkuri dalm thiomerosal adalah

gugus etilmerkuri dari senyawa organik yang akan dimetabolisme bila masuk kedalam tubuh

hingga kemudian diekskresi melalui saluran cerna, tapi jika melebihi ambang batas yang tidak

dapat ditoleransi oleh anak, dan masuk ke peredaran darah sehingga mencapai otak maka dapat

meningkatkan jumlah kematian saraf atau sel-sel otak yang dapat menyebakan autisme. Menurut

WHO kadar Thimerosal dalam vaksin yang diperbolehkan adalah 0,005%-0,02%.

IV. KLASIFIKASI, KARAKTERISTIK, DAN TANDA-TANDA AWAL

AUTISME

Diagnostic and Statistical Manual IV atau DSM-IV merupakan suatu system

diagnosis yang dibuat oleh perhimpunan psikiater Amerika, sedangkan International

Classification of Diseases-10 atau ICD-10 merupakan suatu sistem diagnosis yang dibuat

oleh WHO. Kedua system ini menyebutkan tentang Pervasive Developmental Disorder.

Seorang anak dapat disebut mengalami Gangguan Autistik harus memenuhi kriteria

dibawah ini :

IV. A. Klasifikasi Autisme

DSM IV : Kriteria Diagnosis Untuk Gangguan Autistik :

A. Enam atau Lebih Gejala dari (1),(2),dan (3) dengan paling sedikit 2 dari (1) dan 1

dari masing-masing (2) dan (3)

1. Gangguan kualitatif interaksi sosial, yang terlihat sebagai paling sedikit 2 dari gejala

berikut :

1.1. Gangguan yang jelas dalam perilaku non-verbal (perilaku yang dilakukan tanpa

bicara) misalnya kontak mata, ekspresi wajah, posisi tubuh, dan mimic untuk

mengatur interaksi social

1.2. Tidak bermain dengan teman seumurnya, dengan cara yang sesuai

1.3. Tidak berbagi kesenangan, minat, atau kemampuan mencapai sesuatu hal dengan

orang lain, misalnya tidak memperlihatkan mainan pada orang tua, tidak menunjuk

ke suatu benda yang menarik, tidak berbagi kesenangan dengan orang tua.

1.4. Kurangnya interaksi social timbale balik, misalnya tidak berpartisipasi aktif dalam

bermain, lebih senang bermain sendiri

2. Gangguan kualitatif komunikasi yang terlihat sebagai paling tidak satu dari gejala

berikut :

2.1. Keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-kata berbicara, tanpa disertai

usaha kompensasi dengan cara lain, misalnya mimic dan bahasa tubuh

9

2.2. Bila dapat berbicara, terlihat gangguan kesanggupan memulai atau

mempertahankan komunikasi dengan orang lain

2.3. Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang, atau bahasa yang tidak dapat

dimengerti

2.4. Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan spontan, atau bermain meniru

secara sosial yang sesuai dengan umur perkembangannya

3. Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang, dan tidak berubah

(stereotipik), yang ditunjukkan dengan adanya 2 dari gejala berikut :

3.1. Minat yang terbatas, stereotipik dan menetap dan abnormal dalam intensitas dan

fokus

3.2. Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak fungsional secara kaku dan tidak

fleksibel

3.3. Gerakan motorik yang stereotipik dan berulang, misalnya flapping tangan dan jari,

gerakan tubuh yang kompleks

3.4. Preokupasi terhadap bagian dari benda

B. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada keterampilan berikut, yang muncul

sebelum umur 3 tahun

1. Interaksi social

2. Bahasayang digunakan sebagai komunikasi social

3. bermain simbolik atau imajinatif

C. Bukan lebih merupakan gejala sindrom Rett atau Childhood Disintegrative

Disorder

IV. B Karakteristik Autisme

Anak autistik mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang :

1. Komunikasi

- Perkembangan bahasa lambat atau sama sekli tidak ada

- Anak tampak seperti tuli, sulit bicara, atau pernah berbicara tapi kamudien sirna

- Kadang kata-kata yang digunakan tidak sesuai artinya

- Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain

- Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi

- Senang meniru atau membeo (echolalia)

- Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanian tersebut tanpa mengerti artinya

- Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai

usia dewasa

- Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila

ingin meminta sesuatu

2. Interaksi Sosial

- Pada masa bayi, kadang anak autisme tidak mau digendong atau terbaring berjam-jam tanpa

menangis atau membutuhkan orang tua

- Penyandang autistic lebih suka menyendiri

- Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk bertatapan

- Tidak tertarik untuk bermain bersama teman atau sulit untuk berteman, dan kadang cara

bertemannya “aneh”

- Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh

3. Gangguan Sensoris

- Sangat sensitive terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk

- Bila mendengar suara keras langsung menutuo telinga

- Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda

- Tidak sensitive terhadap rasa sakit dan rasa takut

4. Pola Bermain

- Tidak bermain seperti pada anak-anak pada umumnya

- Tidak suka bermain pada anak sebayanya

- Tidak kreatif dan tidak imajinatif

- Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar

- Senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angina, roda sepeda

- Dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana

5. Perilaku

- Dapat berperilaku berlebihan (hiperaktif) atau kekurangan (hipoaktif)

- Memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-goyang, mengepakkan tangan seperti

burung, berputar-putar, mendekatkan mata ke pesawat televise, lari, berjalan bolak-balik,

melakukan gerakan yang diulang-ulang

11

- Tidak suka pada perubahan

- Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong

6. Emosi

- Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alas an

- Temper tantrum (mengamuk tanpa kendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya

- Kadang suka menyerang dan merusak

- Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri

- Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain

Namun harus diperhatikan bahwa gejala dari Gangguan Autistik sangat bervariasi dari

anak ke anak. Tidak semua anak menunjukkan gejala yang sama jenisnya, dan tidak semua anak

menunjukkan gejala sama berat.

IV.C. Tanda-Tanda Awal Autisme Anak Usia 0-5 Tahun

• Bayi Lahir- Usia 6 Bulan

- Anak terlalu tenang/baik

- Mudah terangsang (irritable)

- Banyak menangis terutama malam, susah ditenangkan

- Jarang menyodorkan kedua lengan untuk minta diangkat

- Jarang mengoceh

- Jarang menunjukkan senyuman social

- Jarang menunjukkan kontak mata

- Perkembangan gerakan kasar tampak normal

• Usia 6 Bulan-2 Tahun

- Tidak mau dipeluk, atau menjadi tegang bila diangkat

- Cuek menghadapi kedua orang tuanya

- Tidak mau mengikuti permainan sederhana seperti “ciluk ba, bye-bye”

- Tidak berupaya menggunakan kata-kata

- Seperti tidak tertarik pada boneka atau binatang mainan untuk bayi

- Bisa sangat tertarik pada kedua tangnnya sendiri

- Mungkin menolak makanan keras atau tidak mengunyah

• Usia2-3 Tahun

- Tidak tertarik (terbatas) atau menunjukkan perhatian khusus

- Meganggap orang lain sebagai alat atau benda

- Menunjukkan kontak mata yang terbatas

- Mungkin mencium atau menjilati benda-benda

- Menolak untuk dipeluk dan menjadi tegang atau sebaliknya (tubuh menjadi lemas)

- Relatif cuek menghadapi kedua orang tuanya

• Usia 4-5 Tahun

- Bila anak akhirnya berbicara, tidak jarang echolalic

- Menunjukkan nada suara yang aneh (biasanya bernada tinggi dan monoton)

- Merasa sangat terganggu bila terjadiperubahan rutin pad kegiatan sehari-hari

- Kontak mata masih sangat terbatas, walaupun bisa terjadi perbaikan

- Tantrum dan agresi berkelanjutan tetapi bisa juga berangsur-angsur berkurang

- Melukai diri sendiri

- Merangsang diri sendiri

V. DIAGNOSIS BANDING

1. Asperger Disorder

Ditandai dengan gangguan sosial. Anak-anak dengan kelainan ini mungkin mempunyai perhatian

atau minat yang terbatas dan sering terlihat canggung. Pada umumnya mempunyai IQ yang lebih

dari 70 tanpa disertai keterlambatan perkembangan bahasa.

2. Disintegrative Disorder

Anak dengan disintegrative Disorder dapat berkembang normal di semua bidang sampai mereka

berumur 2-10 tahun. Pada saat itu, mereka mengalami kemunduran komunikasi verbal, sosial dan

kemampuan kognitif yang berat dan biasanya meninggalkan kelainan yang menetap.

3. Rett Syndrom

Berhentinya perkembangan psikomotor pada umur 7-18 bulan dan diikuti kemunduran fungsi

mental, merupakan kelainan neurology yang sebagian besar ditemukan pada anak perempuan.

4. Pervasive Developmental Disorder not Otherwise Spesified (PDD-NOS)

Istilah ini digunakan untuk pasien yang tidak dapat dimasukan kedalam kategori yang telah disebut

sebelumnya.

13

VI. TERAPI PADA AUTISME

Manajemen pada Autistic Spectrum Disorder harus dilakukan secara komprehensif dan

terpadu, meliputi semua disiplin ilmu yang terkait meliputi tenaga medis yaitu psikiatri, dokter

anak, neurologi, dokter rehabilitasi medik dan non-medis yaitu antara lain tenaga pendidik,

psikolog, ahli terapi wicara/okupasi/fisik, dan pekerja sosial.

Tujuan terapi pada ASD adalah untuk:

- mengurangi masalah perilaku

- meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa

Manajemen disiplin ilmu dapat dibagi 2:

1. Non Medikamentosa

2. Medikamentosa

VI. A. Non Medikamentosa

• Terapi Edukasi

Hambatan pada individu dengan ASD terutama pada interaksi sosialnya. Hal ini akan

berlanjut bila tidak segera ditangani pada usia sekolah, anak akan mengalami kesulitan dalam

berkomunikasi, bersosialisasi dengan lingkungan barunya (teman,guru). Oleh karena itu sebaiknya

anak sesegera mungkin dikenalkan dengan lingkungannya.

Metode pengajaran : TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related

Communication Handicappes Children). Merupakan suatu program yang sangat terstruktur yang

mengintegrasikan metode klasikal yang individual, metode pengajaran yang sistematik, terjadwal,

dan dalam ruang kelas yang ditata khusus.

• Terapi Perilaku

Gangguan perilaku pada individu dengan ASD biasaya meripakan satu gejala yang

membuat orang tua menyadari bahwa anaknya berbeda perkembangaanya dengan anak lain

seusianya. Selain hiperaktivitas, impulsivitas, gerakan stereotipik, cara bermain yang tidak sama

dengan anak lain, juga adanya agresivitas dan perilaku yang cenderung melukai diri sendiri.

Kondisi inin sangat menguras tenaga, fisik/psikis orang-orang disekitarnya.

Metode yang banyak dipakai:

- ABA (Applied Behavioral Annalysis)

- Son Rise/Option Methode

Keberhasilan terapi ini sangat tergantung pada usia saat terapi itu dilakukan, kecerdasan

anak, dan intensitas dari terapi. Menurut Lovaas, usia yang terbaik adalah sekitar2-5 tahun dan

intensitas terapi sekitar 40 jam per minggu.

• Terapi Wicara

Terapi wicara yang diberikan pada individu dengan ASD berbeda dengan gangguan lain,

sehingga diperlukan pengetahuan yang baik mengenai ciri-ciri bicara dan berbahasa anak autistik.

Terpi ini harus diberikan sejak dini dan intensif, bersama dengan terapi-terapi yang lain.

• Terapi Okupasi/Fisik

Diperlukan intervensi terapi olupasi/fisik agar individu dengan ASD dapat melakukan

gerakan, memegang, menggunting, menulis, melompat dengan terkontrol dan teratur sesuai

kebutuhan saat itu.

• Sensori Integrasi

Sensori intergrasi adalah pengorganisasian informasi melalui semua sensori yang ada

(gerakan, sentuhan, penciuman, penglihatan, pendengaran, body awareness dan gravitasinya)

untuk menghasilkan respon yang bermakna. Melalui semua indera yang ada,otak menerima aliran

informasi tentang kondisi fisik dan lingkungan sekitarnya. Pad ASDterjadi disorganisasi pada

fungsi sarafnya, sehingga terjadi gangguan dalam aliran informasi ke otak. Hal ini yang sering

menimbulkan pelbagai macam gangguan sensorik pada individu dengan ASD, seperti koordinasi

motorik yang buruk, aktivitas yang tidak terkontrol, hipo/hipersensitif, perilaku melukai diri

sendiri.

Dengan pendekatan sensori integrasi yang bertujuan mengintegrasikan sensorik yang ada,

diharapkan semua gangguan akan dapat diatasi.

• AIT (Auditory Integration Training)

Pada intervensi AIT pada awlnya ditentukan suara yang mengganggu pendengaran dengan

perangkat audiometer. Lalu diikuti dengan seri terapi yang memperdengarkan suara-suara yang

direkam, tapi tidak disertai dengan suara yang menyakitkan. Selanjutnya dilakukan desensitisasi

terhadap suara-suara yang menyakitkan tersebut.

• Intevensi Keluarga

Pada dasarnya anak hidup dalam keluarga, perlu bantuan keluarga baik perrlindungan,

pengasuhan, pendidikan, maupun dorangan untuk dapat tercapainya perkembangan yang optimal

dari seorang anak, mandiri dan dapat bersosialisasi dengan lingkungannya.

VI. B. Medikamentosa

15

• Perilaku Disruptive

Neuroleptik

1) Neuroleptik Tipikal potensi rendah : Thioridazine (Melleril)

- Dapat menurunkan agresivitas dan agitasi

- Dosis : 0,5-3mg/kgBB?hari dibagi dalam 2-3x/hari

2) Neuroleptik Tipikal potensi tinggi haloperidol (Haldol, Serenace), Pimozide (Orap)

- Dapat menurunkan agresivitas, hiperakrivitas, iritabilitas, dan stereotipik

- Dalam dosis kecil : 0,25-3 mg/hari

3) Neuroleptik Atipikal : Risperidone (Risperdal, Noprenia), Clozapine (Clozaril),

Olanzapine (Zyprexa)

- Risperidone bila dipakai dalam dosis yang direkomendasikan:

0,5-3mg/hari dibagi dalam 2-3x/hari, yang dapat dinaikkan 0,25mg setiap 3-5 hari sampai

dosis inisial tercapai 1-2mg/hari dalam 4-6 minggu, akan tampak perbaikan pada hubungan

sosial, atensi, dan gejala obsesif.

• Perilaku Repetitif

Perilaku stereotipik seperti perilaku yang melukai diri sendiri, resisten terhadap perubahan

hal-hal rutin, ritual obsesif dengan anxietas yang tinggi dapat diatasi dengan Neuroleptik seperti

Risperidone ataupun Selective Serotonine Reuptake Inhibitors (SSRI). Kedua jenis medikamentosa

ini dapat dipakai secara efektif dalam bentuk kombinasi, masing-masing dalam dosis rendah. SSRI

yang banyak dipakai adalah Fluoxetine (Prozac), Fluvoxamine (Luvox) dalam dosis kecil.

Fluoxetine mulai dengan dosis 5-10mg pagi hari dan secara bertahap dinaikkan dosisnya sampai

mencapai dosis terapeutik.

Naltrexone (Potent Long-Acting Opioid Antagonist) mempunyai potensi untuk mengatasi

perilaku melukai diri sendiri dan ritual pada anak dengan ASD dengan dosis 0,5-2mg/kg/hari.

• Inatensi

Stimulan : Methylphenidat (Ritalin, Concerta) dapat meningkatkan atensi dan mengurangi

distraktibilitas. Dosis rendah 0,3mg/kgBB/hari.

• Insomnia

Intervensi farmakoterapi dapat diberikan untuk waktu yang tidak terlalu lama, sekitar 4-6

minggu dengan Diphenhydramine (Benadryl) dosis12,5-50mg setengah jam sebelum tidur.

Juga diberikan Neuroleptik yaitu Thioridazine 10-25mg menjelang waktu tidur

• Gangguan Metabolisme

Pada anak dengan ASD banyak ditemukan adanya gangguan metabolisme, seperti

gangguan pencernaan, alergi makanan, ganguan kekebalan tubuhm ketidakmapuan anak-anak ini

untuk membuang racun dari tubuhnya sehingga banyak dari mereka yang keracunan legam berat.

Semua ganguan ini saling berkaitan dan akhirnya mengganggu fungsi otak.

Intervensi biomedis dapat dilakukan setelah hasil tes laboratorium diperoleh.. semua

gangguan metabolisme yang ada diperbaiki dengan obat-obatan maupun pengaturan diet antara

lain diet bebas gleten dan casein.

VI. PROGNOSIS

Prognosis umunya ditentukan beratnya gejala, tingginya intelegensi dan umur saat

didiagnosa. Makin berat gejala, prognosis makin buruk. Makin muda diagnosis ditegakkan , makin

baik karena intervensi dapat segera dilakukan. Otak masih dapat dirangsang untuk membentuk

myelin, yaitu bagian putih dari otak sampai 5 tahun.

Selain itu juga tergantung dari kecerdasan. Makin cerdas anak tersebut, makin baik

prognosisnya, karena ia akan bisa menagkap pelajaran lebih cepat.

17