8. Hasil Pengamatan dan Pembahasan-Enzim.docx
Transcript of 8. Hasil Pengamatan dan Pembahasan-Enzim.docx
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Enzim adalah satu atau beberapa gugus polipeptida (protein) yang
berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis
bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Enzim bekerja dengan cara menempel pada
permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat
proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan
yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar
enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja
pada satu macam senyawa atau reaksi kimia (deMan, 1997).
Enzim meskipun hanya merupakan komponen tambahan (minor) dalam
bahan makanan, namun memegang peranan utama dan bermacam-macam dalam
makanan. Enzim yang terdapat secara alami dalam makanan dapat mengubah
susunan makanan tersebut. Enzim adalah protein yang mempunyai sifat katalitik,
yang menyebabkan enzim berguna dalam telaah analitik. Enzim lengkap disebut
holoenzim; bagian protein, apoenzim; dan bagian nonprotein, kofaktor. Senyawa
yang diubah dalam reaksi yang dikatalisis enzim disebut substrat (deMan, 1997).
Bahan dan produk pangan dapat mengalami perubahan warna menjadi
kecoklatan pada saat diolah atau selama penyimpanan. Pembentukan warna coklat
tersebut dapat dipicu oleh aktivitas enzim atau reaksi kimia. Pencoklatan
enzimatis merupakan suatu masalah dan tahapan penyiapan sayuran yang akan
diolah lebih lanjut yang telah dipotong atau dikupas dan dibiarkan lama akan
nampak pencoklatan pada jaringannya (Tranggono, 1990).
Gejala ini ditimbulkan oleh polimer coklat kehitaman yang terbentuk
sebagai reaksi antara senyawa polifenol dengan oksigen dan pertolongan enzim
polifenol oksidase. Pencoklatan enzimatis dihindari karena dapat menyebabkan
warna dan cita rasa menjadi menyimpang dan salah satu alasannya untuk
dihindari agar konsumen tetap menyukai produk yang dibuat (Tranggono, 1990).
Paparan diatas menunjukan pencegahan pencoklatan enzimatis mutlak
harus dilakukan. Pencegahan enzimatis dapat dilakukan dengan berbagai cara
diantaranya blansing, sulfitasi, pengasaman, deaerasi, dan pengemasan vakum.
Pencegahan pencoklatan enzimatis karena logam dapat dilakukan dengan
menggunakan alat pengolahan dari bahan stainless steel. Kontaminan logam dapat
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
dicegah dengan penambahan senyawa-senyawa yang bereaksi membentuk garam
dengan logam (Tranggono, 1990).
Praktikum pengujian aktivitas enzim dalam beberapa sayuran dan buah-
buahan dilakukan uji peroksidase, uji katalase, perlakuan terhadap jaringan bahan,
dan pengaruh perlakuan terhadap pencoklatan enzimatis. Sampel yang digunakan
pada praktikum ini adalah wortel, apel, nanas, buncis dan kentang.
4.1 Uji Peroksidase
Enzim peroksidase merupakan salah satu enzim tahan panas (heat
resistance) yang dapat mempengaruhi keadaan bahan pangan sehingga
menimbulkan perubahan yang tidak dikehendaki selama penyimpanan. Pada
praktikum kali ini akan diamati pengaruh pemblansingan terhadap kerja enzim
peroksidase (Tranggono, 1990).
Enzim peroksidase adalah salah satu enzim yang termasuk kedalam jenis
enzim fenol oksidase yang akan berpengaruh pada pencoklatan sayur atau buah.
Adanya enzim ini dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan pada buah
dan sayur. Cara yang paling tepat dan sederhana untuk menonaktifkan enzim ini
adalah dengan memblansing sayuran dan buah-buahan tersebut. Penggunaan
panas pada suhu tinggi dan waktu yang memadai akan menghambat fenolase dan
enzim lain yang ada dalam bahan pangan (Tranggono, 1990).
Kerja enzim peroksidase dalam sayuran dan buah berguna untuk
pendeteksian keefektifan pemutihan, sedangkan enzim tersebut dapat juga
merusak sayuran sehingga mengakibatkan bau dan rasa yang menyimpang. Selain
itu juga berguna dalam penentuan glukosa dalam suatu bahan pangan yang
dikombinasikan dengan glukosa peroksidase. Kerja enzim peroksidase dalam
buah yaitu mengakibatkan terjadinya pencoklatan (deMan, 1997).
Sampel diiris kecil-kecil, dibungkus alufo, kemudian diblansing kukus
selama 1, 3 dan 5 menit serta kontrol untuk setiap macam bahan yang dikerjakan.
Selanjutnya ditambah aquades dan dihaluskan dengan mortar. Sampel tersebut
kemudian diambil filtratnya sebanyak 5 ml dan dimasukan ke tabung reaksi.
Sampel yang telah ada didalam tabung reaksi ditambahkan larutan gualikol 1 %
dan 1 ml larutan H2O 30% dan dikocok. . Larutan gualikol adalah senyawa fenol
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
yang menjadi penyebab terjadinya proses pencoklatan pada sampel. Jenis reaksi
yang dikatalisasi oleh peroksidase melibatkan hidrogen sebagai peroksida sebagai
penerima, dan senyawa AH2 sebagai donor atom hidrogen (Tranggono, 1990).
H2O2 + AH2 peroksidase2H2O + A
Berikut hasil pengamatan uji peroksidase dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Tes PeroksidaseKukus,
t (menit)Wortel Apel Nanas Buncis Kentang
0Coklat +++
+Coklat ++
++Coklat +++
+Coklat +++
+Coklat ++
++
1 Coklat +++Coklat ++
+Coklat +++ Coklat +++
Coklat +++
3 Coklat ++ Coklat ++ Coklat ++ Coklat ++ Coklat ++5 Coklat + Coklat + Coklat + Coklat + Coklat +
(Sumber : Data Pengamatan TIP A2, 2014)
Peroksidase mempunyai peranan penting dalam perkembangan jaringan
tumbuhan, diantaranya sebagai biogenensisi etilena, pengatur kematangan,
penguraian klorofil, dan oksidasi asam indol3- asetat. Fungsi penambahan H2O2
adalah untuk memperbanyak bahan yang akan direaksikan oleh enzim
peroksidase. Hal ini disebabkan karena hidrogen peroksida ini yang nantinya akan
bereaksi dengan gualikol yang akan dikatalis oleh enzim peroksidase dalam bahan
yang mengakibatkan perubahan warna sampel menjadi coklat sebagai dampak
dari reduksi hidroperoksida menjadi air, terlihat dalam reaksi sebagai berikut:
OH
H2O2 + OCH3 H2O + Berwarna merah kecoklatan
Hasil pengamatan tabel diatas menunjukan pada sampel wortel,, apel ,
nanas, buncis dan kentang menunjukan reaksi yang positif pada perlakuan
blansing 0 menit, 1 menit, 3 menit dan 5 menit. Warna yang ditimbulkan setelah
perlakuan (kukus) pada menit pertama masih menunjukan bahwa aktivitas enzim
peroksidase pada sampel wortel, apel, nanas, buncis dan kentang masih tinggi,
sedangkan pada perlakuan blansing 3 menit dan 5 menit pada sampel wortel, apel,
nanas, buncis dan kentang menunjukan bahwa semakin lama diblansing aktivitas
enzim peroksidase semakin tidak bekerja, sehingga warna coklat yang ditimbukan
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
semakin berkurang dibandingkan dengan perlakuan pada menit ke 0 dan pada
menit pertama.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa lama pemanasan
sangat menentukan efektivitas inaktivasi suatu enzim. Ketika enzim tersebut
sudah tidak bekerja lagi ditunjukan dengan ciri apabila timbul warna merah
kecoklatan berarti masih ada peroksidase dan apabila tidak ada maka enzim
tersebut sudah tidak aktif. Hal ini dapat terjadi karena pemanasan yang diberikan
dapat mengurangi efektivitas enzim peroksidase hingga rusak akibat pemanasan
tersebut. Kemungkinan lainnya adalah bahan yang tidak bereaksi tidak
mempunyai enzim peroksidase karena tidak mengalami metabolisme eikosanoid
dan penggunaan panas pada suhu tinggi akan menghambat fenolase dan enzim
lain yang terdapat dalam bahan pangan. (Tranggono dan Sutardi, 1989).
Kerja enzim peroksidase dalam sayuran berguna untuk pendeteksian
kefektifan pemutihan, sedangkan enzim tersebut dapat juga merusak sayuran
sehingga mengakibatkan bau rasa yang menyimpang. Selain itu juga berguna
dalam penentuan glukosa dalam suatu bahan pangan yang dikombinasikan dengan
glukosa peroksidase. Kerja enzim peroksidase dalam buah yaitu mengakibatkan
terjadinya pencoklatan. (deMan, 1997).
Berdasarkan hasil praktikum diperoleh bahwa warna coklat sampai coklat
kemerahan menunjukkan keberadaan enzim peroksidase. Kecepatan reaksi enzim
akan meningkat hingga tercapainya suatu suhu tertentu, di atas suhu tersebut
kecepatan reaksi akan segera turun. Faktor lainnya adalah sampel yang juga
dihancurkan menjadi bagian-bagian kecil pada treatment percobaan telah
berdampak pada perubahan bahan menjadi coklat karena struktur penyusun bahan
atau jaringan bahan juga mengalami kerusakan akibat treatment tersebut
(teroksidasi), seperti menurut Winarno (1982), senyawa-senyawa fenolik yang
struktur kuinolnya berubah menjadi bentuk kuinon yang dipengaruhi oleh enzim
fenolase yang berdampak pada perubahan warna bahan menjadi coklat akibat
pemotongan bahan. Tranggono dan Sutardi (1989) juga menambahkan bahwa
buah atau sayuran akan menjadi coklat apabila kontak kembali dengan udara,
yang berarti akan menambah jumlah oksigen yang sebenarnya secara alami sudah
ada dalam jaringan tanaman.
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
4.2 Uji Katalase
Enzim katalase adalah enzim oxidoreductase yang dapat mengkatalisis
reaksi oksidasi/reduksi dari suatu bahan. Oksidase berfungsi mengkatalisis reaksi
substrat dengan molekul oksigen. Enzim katalase mengkatalisis pengubahan 2
molekul hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen melalui molekul sebagai
berikut :
H2O2 k⃗atalase 2 H2O + O2 (deMan, 1997).
Enzim katalase pada tumbuhan memiliki fungsi menghilangkan H2O2
berlebih yang dihasilkan pada metabolisme oksidatif. Selain itu, katalase juga
dapat menggunakan H2O2 dalam oksidasi fenol, alkohol, dan donor hidrogen
lainnya. Proses pemanasan dengan cara blansing dilakukan untuk menghambat
aktivitas enzim katalase tersebut (deMan, 1997).
Pengujian katalase juga dilakukan penambahan peroksidase untuk
mengetahui perubahan yang dilakukan oleh enzim katalase. Enzim katalase lebih
sensitif terhadap panas dibandingkan dengan peroksidase, karena pada suhu 35 °C
saja katalase telah kehilangan kestabilannya (deMan, 1997).
Enzim katalase hanya dapat berfungsi di antara suhu 37-40oC. Suhu terlalu
rendah (< 10°C) , maka enzim ini akan berhenti bekerja, tetapi tidak mengalami
kerusakan dan akan bekerja kembali jika suhu telah normal. Suhu terlalu tinggi
(>40°C), enzim ini akan mengalami denaturasi sehingga tidak dapat dipakai
kembali. pH optimum untuk enzim ini adalah pH netral (6,5 - 7,5), sedangkan
pada lingkungan yang ber-pH asam atau basa, enzim ini akan mengalami
denaturasi. Reaksi pemecahan hidrogen peroksida oleh enzim katalase tidak dapat
berlangsung di lingkungan asam maupun basa. (Winarno, 1995)
Mengetahui adanya enzim katalase pada berbagai sampel yang ditambah
peroksida, maka akan terlihat gelembung-gelembung gas. Dikarenakan pada saat
sampel ditambah peroksida, peroksida akan terurai menjadi H2O dan O2.
Sampel yang telah diberi perlakuan blansing ditambah aquades dan
dihaluskan oleh mortar. Sampel tersebut kemudian diambil filtratnya sebanyak 5
ml dan dimasukan ke tabung reaksi. Sampel yang telah ada didalam tabung reaksi
ditambahkan 1 ml larutan H2O 3% dan dikocok. Pengocokan bermanfaat untuk
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
menghomogenkan sampel dengan penguji. Tabung reaksi yang berisi sampel
tersebut ditutup dengan aluminium foil dan dikocok dengan kuat. Apabila
menghasilkan gelembung oksigen maka sampel tersebut positif mengandung
enzim katalase. Berikut hasil pengamatan uji katalase dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Hasil Pengamatan Uji KatalaseKukus,
t (menit)Wortel Apel Nanas Buncis Kentang
0 +++ ++++ +++ ++++ +++++1 + +++ ++ +++ ++3 - ++ + ++ +++5 - + - + +
(Sumber : Data Pengamatan TIP A2, 2014)
Hasil pengamatan diatas menunjukan semua sampel apel, buncis dan
kentang menunjukan reaksi yang positif pada semua perlakuan blansing. Hal
tersebut menunjukan bahwa pada sampel tersebut terdapat kandungan enzim
katalase, sedangkan pada sampel wortel dan nanas pada perlakuan menit ke 3 dan
menit ke 5 tidak ada gelembung yang muncul hal tersebut menunjukkan pada
perlakuan pada menit tersebut tidak terdapat enzim katalase.
Gelembung O2 yang timbul pada percobaan diatas merupakan indikator
adanya enzim katalase. Gelembung ini dihasilkan dari reaksi enzim katalase
dengan hidrogen peroksidase. Enzim katalase ini berperan dalam kerusakan
oksidatif dalam penyimpanan sayuran (Tranggono, 1990).
Penentuan efektivitas inaktifasi enzim dipengaruhi oleh lama pemanasan
pada perlakuan blansing. Apabila blansing tidak cukup atau belum sempurna
maka katalase akan aktif kembali. Menurut hasil pengamatan, katalase pada
sebagian besar sampel sudah inaktif pada lama blansing selama 5 menit. Hal ini
dapat dilihat ketika pada sampel dengan perlakuan blansing 5 menit terbentuk
gelembung O2 sangat sedikit dan ada juga yang tidak terbentuk gelembung setelah
walaupun sudah dikocok kuat.
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
4.3 Perlakuan Terhadap Jaringan Bahan
4.3.1 Kontak dengan LogamReaksi pencoklatan sering terjadi pada bahan pangan dikenal dua jenis,
yaitu pencoklatan enzimatis dan nonenzimatis. Proses pencoklatan sering terjadi
pada buah-buahan dan bahan pangan yang mengandung substrat senyawa fenolik.
Selain itu juga dapat terjadi pada buah-buahan yang dimemarkan. Enzim yang
berperan dalam reaksi pencoklatan adalah polifenol oksidase atau fenolase. Hal
ini terjadi perubahan kuinol menjadi kuinon (Winarno, 1997).
Sayur-sayuran dan buah-buahan dapat dibagi menjadi sistem jaringan kulit
atau selubung pelindung luar, sistem dasar atau fundamental, dan sistem
pembuluh. Sistem jaringan kulit meliputi sel-sel epidermal, membran kutikula,
mulut kulit (stomata) dan lentisel. Sistem jaringan dasar meliputi parenkim,
kolenkim dan sklerenkim. Sistem berkas pembuluh meliputi xilem dan floem.
Pemotongan pada sayuran dan buah-buahan dapat mempercepat reaksi
pencoklatan enzimatis ini karena oksigen semakin mudah berhubungan dengan
bahan. Berlangsungnya reaksi pencoklatan yang dikatalis oleh enzim maka harus
tersedia gugus prostetik Cu2+ dan oksigen.
Pemotongan dengan jenis pisau yang berbeda bertujuan untuk mengetahui
pengaruh dari bahan pisau apabila dilakukan pada saat pemotongan bahan seperti
buah dan sayuran. Pisau yang digunakan adalah pisau stainless steel dan pisau
biasa. Pisau stainless steel terdiri atas campuran besi, karbon, dan logam lain
seperti mangan, silikon, atau nikel.
Jenis-jenis logam yang berbeda tersebut mempunyai sifat spesifik untuk
kegunaan-kegunaan tertentu. Susunan dari pisau stainless steel adalah 0,3%
karbon, 18% krom, 8% nikel, dan 73,7% besi (Tull,1987). Beberapa jenis pisau
stainless steel juga dapat berkarat ketika kontak dengan kelembaban, asam, atau
senyawa kimia tertentu. Pisau stainless steel dapat mencegah noda dan
pengkaratan karena mempunyai lapisan pelindung kromium oksida pada
permukaan baja.
Sampel diiris dengan pisau besi dan pisau stainless steel dan diamkan di
udara terbuka. Kemudian amati perubahan yang terjadi dan catat waktu ketika
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
sampel terjadi pencoklatan . Hasil pengamatan kontak dengan logam dapat dilihat
pada tabel 3.
Tabel 3. Hasil Pengamatan Jaringan terhadap Bahan (C1)
Kelompok SampelWaktu (menit)
P. Stainless steel P. Besi6 Apel 8 47 Nanas 34 208 Buncis 20 159 Wortel 53 4010 Kentang 15 13
(Sumber : Data Pengamatan TIP A2, 2014)
Hasil pengamatan diatas menunjukkan semua sampel yang diiris dengan
pisau besi dan stainless steel setelah didiamkan beberapa menit pada udara
terbuka umumnya menghasilkan warna kecoklatan, dalam pengamatan ini dilihat
sampel mana yang mengalami pencoklatan lebih awal dengan menghitung waktu,
dapat kita lihat dari tabel diatas urutan sampel yang paling cepat mengalami
pencoklatan ketika dipotong menggunakan pisau stainless steel dan menggunakan
pisau besi adalah sampel apel, kentang, buncis, nanas, dan wortel. Warna
kecoklatan yang paling cepat terjadi pada sampel yang diiris oleh pisau besi.
Hal ini sesuai dengan teori bahwa Pisau besi terbuat dari besi yang
mengandung senyawa Fe3+ dan Cu2+, sedangkan stainless steel terbuat dari baja.
Fe3+ dan Cu2+ cenderung lebih reaktif apabila bertemu dengan oksigen dan dapat
mempengaruhi senyawa fenolase, hal ini juga dapat dikarenakan karena besi dan
tembaga yang terkandung dalam pisau besi yang mengenai permukaan sampel
akan bereaksi lebih reaktif dengan udara sehingga produk lebih cepat mengalami
pencoklatan enzimatis. (Tranggono, 1990).
Senyawa dopakrom terbentuk lebih cepat pada sampel yang diiris pisau
besi sehingga lebih cepat pula mengalamai polimerisasi yang membentuk melanin
berwarna cokleat. Stainless steel kurang reaktif bereaksi dengan oksigen sehingga
pembentukan senyawa dopakrom menjadi lebih lambat dan lambat pula
mengalami polimerisasi yamg membentuk melanin coklat.
Perbandingan antara warna bahan yang diiris menggunakan pisau stainless
steel dengan pisau besi menunjukkan bahwa dengan pisau stainless steel, kualitas
bahan lebih baik, hal ini disebabkan karena pisau yang terbuat dari stainless steel
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
kurang reaktif bereaksi dengan oksigen sehingga pembentukan senyawa
dopakrom menjadi lebih lambat dan lambat pula mengalami polimerisasi yamg
membentuk melanin coklat.
4.3.2 Kondisi Bahan
Kondisi bahan yang diberi perlakuan yang berbeda akan menghasilkan hasil
yang berbeda pula ketika dilakukan uji polifenoloksidase ini. Sampel yang akan
diuji dipotong 3 bagian dan masing-masing bagian mengalami perlakuan yang
berbeda yaitu dipotong, dimemarkan, dan dihaluskan. Sampel tersebut kemudian
diamati warnanya. Berikut hasil pengamatan uji polifenoloksidase dengan
berbagai kondisi bahan dapat dilihat pada tabel 4.Tabel 4. Hasil Pengamatan Jaringan terhadap Bahan (C2)
Kelompok SampelWarna
Dihaluskan Dimemarkan Dipotong6 Apel Coklat ++ Coklat +++ Putih kecoklatan
7 NanasKuning
kecoklatanKuning Kuning cerah
8 Buncis Hijau tua +++ Hijau ++ Hijau +
9 WortelOrange
kecoklatan +++Orange
kecoklatan ++Orange +
10 KentangKuning
kecoklatanKuning + Kuning ++
(Sumber : Data Pengamatan TIP A2, 2014)
Dari hasil pengamatan memperlihatkan bahwa pencoklatan bahan paling
signifikan terjadi pada sampel yang dihaluskan. Pengamatan pencoklatan
terbanyak kedua adalah pada sampel yang dimemarkan dan selanjutnya pada
bahan yang dipotong-potong.
Pada jaringan buah yang terluka, bagian yang terluka tersebut secara cepat
mengalami pencoklatan atau berwarna gelap karena terjadi kontak dengan udara.
Pada sampel dengan perlakuan dihaluskan, sampel tersebut memiliki banyak
jaringan yang rusak karena proses dari penghalusan, sehingga bagian yang kontak
dengan udara pun lebih banyak dan menyebabkan pencoklatan lebih banyak.
Selain itu, pencoklatan ini terjadi karena mekanisme reaksi berjalan lebih cepat
untuk permukaan substrat bahan yang lebih luas. Pada kelompok buah-buahan
proses pencoklatan itu nampaknya tak dikehendaki. Pencoklatan pada sample
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
buah dan sayuran setelah diberi perlakuan, disebabkan oleh pengaruh aktivitas
enzim Polypenol Oxidase (PPO), yang dengan bantuan oksigen akan mengubah
gugus monophenol menjadi O-hidroksi phenol, yang selanjutnya diubah lagi
menjadi O-kuinon. Gugus O-kuinon inilah yang membentuk warna coklat.
4.4 Pengaruh Perlakuan terhadap Pencoklatan Enzimatis
Senyawa polifenol oksidase adalah senyawa utama penyebab pencoklatan
enzimatis. Senyawa ini dapat bereaksi dengan cepat apabila kontak dengan
oksigen. Senyawa ini perlu dinonaktifkan untuk mencegah terjadinya pencoklatan
enzimatis pada berbagai bahan pangan (Winarno, 1992). Pencegahan ini
diantaranya dapat dilakukan dengan direndam larutan asam asetat, larutan asam
askorbat / vitamin C, dan aquades sebagai kontrol kemudian diblansing. Ketiga
larutan tersebut digunakan sebagai senyawa pereduksi. Seperti perlakuan blansing
sebelumnya, tujuan blansing adalah untuk menginaktifasikan enzim terutama
enzim peroksidase dan katalase. Perendaman dalam aquades dimaksudkan untuk
membatasi kontak antara oksigen dengan jaringan dan untuk mengatur aliran
sampel sebelum dilakukan blansing. Perendaman sampel dalam larutan asam
askorbat (Vit C), asam sitrat dan akuades yang disertai dengan pemanasan mampu
mencegah permukaan buah kontak dengan udara sehingga mencegah terjadinya
pencoklatan.
Sampel diiris dengan menggunakan pisau stainless steel. Sampel tersebut
kemudian dilakukan tiga perlakuan yaitu direndam dengan larutan asam sitrat,
larutan vitamin C ,dan direndam di akuades sebagai kontrol. Perlakuan yang
kedua yaitu dipanaskan selama 0, 1, 3, dan 5 menit. kemudian diamati warnanya.
Berikut ini adalah tabel hasil pengamatan pengaruh perlakuan terhadap
pencoklatan:
Tabel 5. Hasil Pengamatan Pengaruh Perlakuan terhadap Pencoklatan EnzimatisSampel t (menit) Akuades Vitamin C Asam SitratApel(6)
013
5
PutihPutihPutih kecoklatan +Putih kecoklatan ++
PutihPutihPutih
Putih
PutihPutihPutih kecoklatanPutih kecoklatan +
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
Nanas(7)
0
1
3
5
Putih kekuningan +++Putih kekuningan +++Putih kekuningan +
Putih kekuningan
Putih kekuningan +
Putih kekuningan +
Putih kekuningan ++Putih kekuningan +++
Putih kekuningan +++Putih kekuningan +++Putih kekuningan ++Putih kekuningan +
Buncis(8)
01
3
5
Hijau mudaHijau muda ++
Hijau muda +++
Hijau muda +++
Hijau mudaHijau muda
Hijau kekuningan +
Hijau kekuningan ++
Hijau mudaHijau kekuningan ++Hijau kekuningan +++Hijau kekuningan ++++
Wortel(9)
013
5
OrangeOrangeOrange pucat +Orange pucat ++
OrangeOrangeOrange pucat +Orange pucat ++
OrangeOrangeOrange pucat +Orange pucat ++
Kentang(10)
013
5
KuningKuningPutih kekuninganPutih kekuningan +
KuningKuningKuning +
Kuning ++
KuningKuningPutih kekuningan +Putih kekuningan ++
(Sumber : Data Pengamatan TIP A2, 2014)
Proses pencoklatan atau browning dapat kita temukan pada suatu bahan
pangan, baik yang disengaja dengan maksud mempercantik tampilan atau
menambah flavor, maupun yang tidak disengaja atau tidak diinginkan. Umumnya
proses pencoklatan dapat di bagi menjadi dua jenis, proses pencoklatan yang
enzimatik (dipengaruhi oleh substrat, enzim, suhu, waktu) dan nonenzimatik yang
terbagi menjadi 3 macam reaksi yakni karamelisasi, reaksi Maillard dan
pencoklatan akibat vitamin C.
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
Dalam ilmu pangan, gejala itu dinamai reaksi enzimatis atau browning atau
pencoklatan yaitu, terbentuknya warna coklat pada bahan pangan secara alami
atau karena proses tertentu, yang pasti bukan akibat zat warna.
Selama proses pengeringan dapat terjadi reaksi pencoklatan baik secara enzimatis
maupun non enzimatis. Perubahan zat-zat warna antara lain karena perubahan
senyawa klorofil dan karoten.
Asam sitrat adalah asam trikarboksilat yang tiap molekulnya mengandung tiga
gugus karboksilat. Selain itu ada satu gugus hidroksil yang terikat pada atom
karbon di tengah. Asam sitrat termasuk asidulan, yaitu senyawa kimia yang
bersifat asam dan ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai
tujuan. Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau
menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat senyawa ini dapat mencegah
pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai pengawet. Asam sitrat (yang banyak
terdapat dalam lemon) sangat mudah teroksidasi dan dapat digunakan sebagai
pengikat oksigen untuk mencegah buah berubah menjadi berwarna coklat. Ini
sebabnya mengapa bila potongan apel direndam sebentar dalam jus lemon, warna
putih khas apel akan lebih tahan lama. Asam ini ditambahkan pada manisan buah
dengan tujuan menuru nkan pH manisan yang cenderung sedang sampai di bawah
4,5 dengan turunnya pH maka kemungkinan mikroba berbahaya yang tumbuh
semakin kecil.
Perendaman dalam akuades bertujuan untuk membatasi kontak antara
oksigen dengan jaringan dan untuk mengatur aliran sampel sebelum dilakukan
blansing. Pemakaian asam sitrat bertujuan untuk mengendalikan pencokelatan
enzimatis. Asam sitrat tersebut berperan dalam penurunan pH jaringan. pH
optimum fenolase berada antara 6-7 dan di bawah pH 3 tidak ada aktivitas enzim.
Sehingga penambahan asam sitrat akan menurunkan kecepatan pencokelatan
enzimatis. Vitamin C juga digunakan sebagai senyawa pereduksi enzim fenolase.
Berdasarkan hasil pengamatan sampel yang ditambahkan akuades, sampel
tetap mengalami pencoklatan, hal ini menunjukan bahwa walaupun sudah
direndam tapi oksigen masih bisa berinteraksi dengan bahan.
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
Dan hasil pengamatan diatas juga dapat dilihat bahwa sampel pada
penggunaan asam yang dapat paling baik menghambat pencoklatan pada sampel
adalah pengunaan vitamin C 5% dibandingkan dengan asam sitrat. Asam sitrat
mempunyai efek ganda terhadap pencegahan fenolase, yaitu tidak hanya
menurunkan pH, tetapi juga efek chelating unsur Cu dalam enzim. Namun
demikian asam sitrat kurang efektif bila dibandingkan asam askorbat. Asam ini
tidak mengubah citarasa dan merupakan vitamin yang dibutuhan oleh manusia.
Percobaan ini membuktikan bahwa asam dapat digunakan untuk menghambat
pencoklatan enzimatis. Hal ini terjadi karena enzim fenolase bekerja optimum
pada keadaan yang sedikit asam. Sehingga dengan penambahan vitamin C dan
asam sitrat bersifat dapat menurunkan pH sehingga pencoklatan enzimatis dapat
dihambat. Konsentrasi asam yang ditambahkan dapat mempengaruhi hasil
pencoklatan pada bahan.
Prinsipnya pencegahan pencoklatan enzimatis didasarkan pada usaha
inaktivasi enzim polifenol-oksidase dan usaha untuk mencegah atau mengurangi
kontak dengan oksigen atau udara dan logam serta tembaga. Jaringan tanaman
utuh terdapat polifenol oksidase dan substrat fenoliknya dipisahkan oleh struktur
sel sehingga pencoklatan tidak terjadi. Pemotongan, penyikatan, dan perlakuan
lain yang dapat mengakibatkan kerusakan integritas jaringan tanaman seringkali
mengakibatkan enzim dapat kontak dengan substrat. Substrat untuk polifenol
oksidase dalam tanaman biasanya asam amino tirosin dan komponen polifenolik
seperti katekin, asam kafeat, dan asam klorogenat (Tranggono, 1990).
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
V. KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum pengujian aktivitas
enzim dalam beberapa sayuran dan buah-buahan adalah:
1. Pencegahan pencoklatan enzimatis dapat dilakukan dengan cara mengurangi
kontak dengan peralatan pengolahan besi, mengurangi kontak dengan
oksigen, dan dengan menonaktifkan enzim polifenol oksidase dengan cara
direndam pada larutan asam sitrat dan asam askorbat.
2. Pisau stainless steel lebih baik dalam pencegahan pencoklatan enzimatis
karena kurang reaktif dengan oksigen dibandingkan pisau besi yang mudah
teroksidasi oleh oksigen.
3. Uji peroksidase adalah uji untuk mengetahui aktivitas enzim dalam sayuran
atau buah-buahan sesaat setelah diblansing.
4. Semakin warnanya coklat maka semakin banyak pula enzim peroksidase
yang masih terkandung didalam sampel tersebut.
5. Perlakuan pemanasan pendahuluan atau blansing dapat bermanfaat untuk
mencegah kerusakan bahan pangan dan pencoklatan dengan menginaktivasi
enzim terutama peroksidase dan katalase.
6. Gelembung-gelembung udara yang terjadi menunjukkan reaksi positif
terhadap enzim katalase.
7. Pencoklatan pada bahan pangan disebabkan karena adanya kandungan
senyawa substrat fenolik atau bahan pangan yang terluka karena dipotong
atau dimemarkan.
8. Bahan pangan yang dihaluskan berwarna paling coklat dikarenakan
kandungan enzim dan substrat yang sama serta bahan yang dihaluskan luas
permukaannya lebih besar sehingga oksigen lebih banyak kontak dengan
permukaan sampel.
9. Vitamin c paling efektif mencegah pencoklatan dibanding asam sitrat dan
aquades.
Dheya Desita240210130053Kelompok 9A
DAFTAR PUSTAKA
deMan, John M. 1997. Kimia Makanan. Penerbit ITB: Bandung
Tjahjadi, Carmencita, dkk. 2011. Pengantar Teknologi Pangan. Volume: 2. FTIPUnpad: Jatinangor
Tranggono dan Sutardi. 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM: Yogyakarta
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta