Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

27
Abdurrohman 240210130008 IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Praktikum ini membahas tentang pengolahan pangan dengan cara fermentasi. Fermentasi telah lama digunakan dan merupakan salah satu cara pemrosesan dan bentuk pengawetan makanan tertua (Achi, 2005). Fermentasi merupakan cara untuk memproduksi berbagai produk yang menggunakan biakan mikroba melalui aktivitas metabolisme baik secara aerob maupun anaerob. Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba pada substrat organik yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan akibat pemecahan kandungan bahan pangan tersebut (Marliyati, 1992) sehingga memungkinkan makanan lebih bergizi, lebih mudah dicerna, lebih aman, dapat memberikan rasa yang lebih baik (Rahayu dan Sudarmadji, 1989; Widowati dan Misgiyarta, 2003; Parveen dan Hafiz, 2003) dan memberikan tekstur tertentu pada produk pangan (Widowati dan Misgiyarta, 2003; Parveen dan Hafiz, 2003). Fermentasi juga merupakan suatu cara yang efektif dengan biaya rendah untuk mengawetkan, menjaga kualitas, dan keamanan makanan (Parveen dan Hafiz, 2003). Hasil-hasil fermentasi tergantung pada jenis bahan pangan (substrat), jenis mikroba dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba.

description

haspeng sanlim

Transcript of Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Page 1: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Abdurrohman

240210130008

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Praktikum ini membahas tentang pengolahan pangan dengan cara

fermentasi. Fermentasi telah lama digunakan dan merupakan salah satu cara

pemrosesan dan bentuk pengawetan makanan tertua (Achi, 2005). Fermentasi

merupakan cara untuk memproduksi berbagai produk yang menggunakan biakan

mikroba melalui aktivitas metabolisme baik secara aerob maupun anaerob.

Fermentasi dapat terjadi karena adanya aktivitas mikroba pada substrat organik

yang sesuai. Terjadinya fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan

pangan akibat pemecahan kandungan bahan pangan tersebut (Marliyati, 1992)

sehingga memungkinkan makanan lebih bergizi, lebih mudah dicerna, lebih aman,

dapat memberikan rasa yang lebih baik (Rahayu dan Sudarmadji, 1989; Widowati

dan Misgiyarta, 2003; Parveen dan Hafiz, 2003) dan memberikan tekstur tertentu

pada produk pangan (Widowati dan Misgiyarta, 2003; Parveen dan Hafiz, 2003).

Fermentasi juga merupakan suatu cara yang efektif dengan biaya rendah

untuk mengawetkan, menjaga kualitas, dan keamanan makanan (Parveen dan

Hafiz, 2003). Hasil-hasil fermentasi tergantung pada jenis bahan pangan

(substrat), jenis mikroba dan kondisi lingkungan yang mempengaruhi

pertumbuhan dan metabolisme mikroba.

Proses fermentasi adalah proses yang memanfaatkan jasa mikroorganisme,

maka pengendalian proses fermentasi pada dasarnya adalah pengendalian

pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme tersebut. Faktor utama yang

mengandalikan pertumbuhan mikroorganisme pada bahan pangan adalah :

Ketersediaan sumber-sumber karbon dan nitrogen yang akan

digunakan oleh mikroorganisme tersebut untuk tumbuh dan

berkembangbiak.

Ketersediaan zat gizi khusus tertentu yang merupakan persyaratan

karakteristik bagi mikroorganisme tertentu untuk tumbuh dengan baik.

Nilai pH produk pangan.

Suhu inkubasi.

Kadar air.

Ada/tidaknya kompetisi dengan mikroorganisme lainnya.

Page 2: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Abdurrohman

240210130008

Proses fermentasi dalam pengolahan pangan adalah proses pengolahan

pangan dengan menggunakan aktivitas mikroorganisme secara terkontrol untuk

meningkatkan keawetan pangan dengan dioproduksinya asam dan/atau alkohol,

untuk menghasilkan produk dengan karakteristik flavor dan aroma yang khas,

atau untuk menghasilkan pangan dengan mutu dan nilai yang lebih baik. Contoh-

contoh produk pangan fermentasi ini bermacam-macam, mulai dari produk

tradisional (misalnya tempe, tauco, dan tape) sampai produk yang modern

(misalnya salami dan yoghurt).

Salah satu metode pengawetan bahan pangan adalah dengan cara fermentasi.

Pengawetan pangan dengan fermentasi dapat mengendalikan pertumbuhan

mikroorganisme pembusuk dan menumbuhkan mikroorganisme yang berguna

secara selektif. Berdasarkan sumber mikroorganisme yang digunakan, fermentasi

pangan dibedakan atas.

4.1 Fermentasi Spontan

Menurut Hammes (2003) fermentasi spontan merupakan fermentasi yang

mengandalkan mikrobia secara alami tanpa adanya suatu interfensi ataupun

inokulasi starter. Menurut Buckenhuskess (1993) di dalam suatu fermentasi

penggunaan bakteriasam laktat akan membentuk flavor dan karakteristik produk

dari hasil degradasi protein, lemak, dan karbohidrat selama proses fermentasi.

Pengolahan pangan dengan cara fermentasi sponta yang dilakukan pada

praktikum ini adalah melakukan pembuatan cabe asin, saueurkraut, dan sawi asin.

Bahan-bahan yang digunakan adalah cabe merah, kubis, dan sawi asin.

1. Pembuatan Cabe Asin

Cabe asin ini diolah dengan menggunakan garam sebagai zat pengawetnya.

Tujuan pengolahan ini adalah mengawetkan cabe, meningkatkan rasa cabe itu

sendiri, dan memperpanjang daya tahan simpan cabe tersebut.

Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan cabe asin ini adalah cabe

disortasi. Sortasi dilakukan untuk membuang benda asing /kotoran dan bagian

cabe yang rusak. Cabe yang digunakan dan diolah adalah cabe segar yang sehat

dengan tingkat kemerahan yang merata dan tidak cacat. Kemudian ditimbang

Page 3: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Abdurrohman

240210130008

untuk mengetahui beratnya agar dapat dihitung rendemennya. Cabe yang telah

disortasi, dicuci dengan air bersih agar terbebas dari segala kotoran dan

menghilangkan sisa-sisa pestisida yang masih melekat/menempel pada cabe

kemudian tiriskan. Setelah itu di blanshing selama 3 menit. Tujuan dari

pemanasan yaitu untuk mengurangi jumlah mikroba pada cabe dan sekaligus

menonaktifkan enzim penyebab perubahan warna. Selain itu, pemanasan dapat

meningkatkan kerja capsaisin pada cabe, sehingga rasa lebih pedas.

Kemudian cabe tersebut direndam dalam jar dengan 1 liter air matang, 50

gram garam, dan 50 ml cuka. Bahan pengawet ini ditambahkan dengan tujuan

menghambat kerusakan oleh mikroorganisme (bakteri, khamir, dan kapang)

sehingga proses pembusukan atau pengasaman atau penguraian dapat dicegah.

Bahan pengawet berfungsi menekan pertumbuhan mikroorganisme yang

merugikan, menghindarkan oksidasi makanan sekaligus menjaga nutrisi makanan

(Suprapti, 2000). Penambahan garam berfungsi untuk menambah cita rasa. Selain

itu, Dwiyono (2008) menambahkan bahwa garam juga berfungsi untuk

mempertinggi aroma dan kerenyahan cabe asin tersebut.

Kemudian plastik yang berisi larutan yang sama dimasukan ke dalam jar

tersebut (tindih plastik) dengan tujuan agar cabe terendam secara sempurna dalam

larutan. Padatan (cabe asin) dalam jar diusahakan terendam dalam larutan untuk

menghindari terjadinya perubahan warna atau kerusakan lainnya.

Lalu jar ditutup dan cabe difermentasi selama 3 hari. Pada proses ini kontak

udara sebisa mungkin dikurangi dengan cara menutup jar perendam dengan rapat

dan air larutan perendaman dibiarkan penuh sehingga tidak ada ruang udara

tersisa. Dengan demikian, kondisi fermentasi dapat bersifat anerobik. Dengan cara

ini, secara alami akan menyebabkan pertumbuhan bakteri-bakteri asam laktat

secara bergiliran sesuai dengan nilai pH. Pada kondisi tersebut (relatif anaerobik)

akan terbentuk asam laktat sekitar 1%. Berikut merupakan hasil pengamatan

pembuatan cabe asin yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 4: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Abdurrohman

240210130008

Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Cabe AsinProduk/kel Pengamatan

Cabe Asin/4A dan 9A

Berat Awal (gram) 400Berat Akhir (gram) 360

Warna Merah menuju orangeTekstur Lunak ++

Keasaman Asam +++Citarasa Asin sedikit asamAroma Khas cabai asam

Kekilapan Kilap ++ (menurun)(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Berdasarkan hasil pengamatan, warna cabe sebelum fermentasi adalah

merah mengkilap dan setelah fermentasi menjadi merah orange. Hal ini tidak

sesuai dengan literatur karena biasanya pada cabe yang diberikan perlakuan

blanshing seharusnya dapat memperbaiki/mempertahankan warnanya yang merah

mengkilap namun hal ini tidak keran disebabkan oleh waktu blanshing yang

terlalu lam serta air yang digunakan tidak murni air yang pada biasanya atau air

yang digunakan adalah air sisa blanshing dari bahan pangan lainnya yang dapat

mempengaruhi sifat warna merah dari cabe tersebut. Aroma cabe sebelum

difermentasi adalah aroma khas cabe pedas dan setelah fermentasi menjadi aroma

cabe asin karena adanya penambahan garam sehingga menyebabkan timbulnya

citarasa asin dan aroma cabe asin. Tekstur cabe sebelum fermentasi keras dan

setelah fermentasi menjadi lunak karena diberi perlakuan blanshing yang dapat

menyebabkan pelunakan jaringan akibat pemanasan. Rendemen cabe asin yang

dilakukan pada praktikum ini adalah 90%.

Umumnya bakteri asam laktat yang berperan dalam fermentasi cabe asin

adalah Leuconostoc mesenteroides, Streptococcus faecalis, Pedicoccus cerevisiae,

Lactobacillus brevis, dan Lactobacillus plantarum. Bakteri asam laktat tersebut

bersifat halotoleran atau tahan kadar garam tinggi. Bakteri asam laktat akan

memfermentasi gula-gula sederhanayang terdapat dalam jaringan sayuran menjadi

asam terutama asam laktat(Jay, 1978). Garam akan menarik keluar air dalam

jaringan cabe. Gula-gula akan keluar bercampur dengan cairan digunakan sebagai

makanan bagi bakteri asam laktat. Pertumbuhan bakteri asam laktat selama

fermentasi akan mengakibatkan beberapa perubahan pada produk, yaitu

membatasi pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan, menghambat

Page 5: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Abdurrohman

240210130008

pembusukan, dan memproduksi berbagai cita rasa yang khas akibat akumulasi

asam organik, sehingga diperoleh hasil akhir berupa produk yang berbeda dari

bahan asalnya (Frezier dan Westhoff, 1978). Mutu hasil fermentasi sayuran

bergantung pada jenis sayuran, mikroba yang bekerja, konsentrasi garam, suhu

dan waktu fermentasi, komposisi substrat, pH, dan jumlah oksigen (Pederson,

1971, Winarno et al., 1980).

2. Pembuatan Saueurkraut

Saueurkraut adalah sayuran yang diperam dalam larutan garam. Saueurkraut

sebagian besar dibuat dari kubis. Produk lain sejenis saueurkraut adalah pikel,

yaitu produk yang dihasilkan dari pemeraman irisan kubis, juga dalam larutan

garam.

Pembuatan saueurkraut memanfaatkan proses fermentasi asam laktat.

Tujuan utama pembuatan saueurkraut adalah untuk mencegah pembusukan,

sehingga bahan makanan akan tahan lebih lama, dan akan menghasilkan citarasa

yang lebih disukai. Faktor yang mengontrol berhasil tidaknya proses pembuatan

saueurkraut adalah kadar garam dan suhu larutan garam. Kadar larutan garam

yang paling umum dipakai dalam pemeraman saueurkraut adalah 5-8%.

Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan saueurkraut adalah kubis

disortasi. Kubis yang akan disaueurkraut sebaiknya memiliki bentuk teratur,

tekstur keras, dan memiliki sifat pikling yang baik. Kubis yang akan disaueurkraut

umumnya dipanen pada saat belum terlalu matang karena kubis yang telah matang

warna dan bentuknya mudah berubah, serta terlalu lunak untuk sebagian besar

penggunaan komersial. Sayuran ini disaueurkraut dalam keadaan diiris-iris tidak

dalam keadaan utuh.

Lalu ditimbang sebanyak 150 gram untuk mengetahui berat awal bahan

sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut. Kemudian dicuci hingga bersih

dengan air bersih agar terbebas dari segala kotoran yang masih melekat pada

kubis. Setelah itu, kubis ditambahkan garam 5,25 gram dan aduk rata. Kemudian

diamkan selama 3 sampai 5 menit dan isi kedalam jar. Disimpan selama 3 jam

diruang gelap yang nantinya akan terjadi proses fermentasi.

Page 6: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Abdurrohman

240210130008

Pada proses pembuatan saueurkraut, terjadi fermentasi asam laktat yakni

proses pengubahan gula (glukosa) yang terkandung dalam sayur menjadi asam

laktat. Proses ini dibantu oleh bakteri asam laktat seperti Lactobacillus sp,

Leuconostocsp, Streptococcus sp, dan Pediococcus sp. Proses fermentasi asam

laktat terjadi pada kondisi anaerob.  Kondisi ini dapat dicapai dengan menutup

wadah yang digunakan untuk proses fermentasi. Ketika kadar oksigen menurun

dan habis, maka bakteri akan mulai melakukan proses fermentasi.

Proses fermentasi saueurkraut dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya

adalah:

Konsentrasi garam

Garam merupakan komponen penting dalam proses fermentasi

pembuatan saueurkraut. Garam berfungsi untuk mengeluarkan substrat

tertentu. Menurut Jacob (1951) garam dapat menarik air keluar dari buah-

buahan yang mengandung padatan terlarut seperti protein, karbohidrat,

mineral, dan vitamin yang penting bagi bakteri asam laktat. Garam juga

membantu mengontrol mikroflora selama fermentasi yang dapat bersaing

dengan mikroba yang diinginkan, terutama bakteri proteolitik, bakteri aerob,

dan bakteri pembentuk spora (Frazier danWesthoff, 1978). Garam bersama

asam yang dihasilkan akan menghambat pertumbuhan mikroba yang tidak

diinginkan. Pada tahap ini bakteri asam laktat yang sesungguhnya mulai

berperan dalam proses fermentasi dan akan  mencapai puncak pertumbuhan

pada hari pertama fermentasi.

Jika konsentrasi garam yang digunakan untuk proses fermentasi

terlalu rendah, maka yang terjadi selanjutnya adalah proses pelunakan

jaringan sayur-sayuran akibat aktivitas enzim pektinolitik. Enzim ini

berfungsi untuk mendegradasi molekul pektin yang banyak ditemukan

pada sel tanaman. Sebaliknya apabila jumlah garam yang terlalu banyak

justru akan menunda fermentasi alamiah, menyebabkan warna menjadi

gelap, dan memungkinkan pula pertumbuhan khamir (Buckle,1987).

Konsentrasi garam yang digunakan untuk pembuatan saueurkraut adalah 5-

8%. Konsentrasi garam sebesar itu sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri

asam laktat.

Page 7: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Abdurrohman

240210130008

Temperatur Pemrosesan

Temperatur untuk membuat saueurkraut yang paling optimum adalah

pada temperatur 21,0-26,70C. Umumnya diperlukan suhu 3000C untuk

pertumbuhan mikroorganisme. T > 3000C,  aktivitas mikroorganisme

terhambat, sedangkan  T < 3000C,   pertumbuhan mikroorganisme menjadi

lambat sehingga produksi asam lambat  hingga dapat terjadi pembusukan.

pH larutan

Pada proses fermentasi pembuatan saueurkraut, pH yang digunakan

adalah sekitar 3,6-3,8. Bakteri asam laktat heterofermentatif dapat tumbuh

pada pH 3,2. Bakteri heterofermentatif tumbuh pada pH di atas 4,0. Bakteri

heterofermentatif yang sering tumbuh saat proses pembuatan saueurkraut

adalah Lactobacillius brevis sedangkan bakteri homofermentatif yang hidup

adalah Lactobacillus plantarum.

Pada awal proses fermentasinya, bakteri yang tumbuh pertama adalah

Leuconostoc mesenteroides dan akan menghambat pertumbuhan bakteri awal

lainnya. Produksi asam dan karbondioksida meningkat sehingga menurunkan pH

dan tercipta kondisi yang anaerobik. Fermentasi dilanjutkan oleh jenis-jenis

bakteri yang lebih tahan terhadap pH rendah, yaitu Lactobacilus brevis,

Pediococcus cereviceae, dan Lactobacillus plantarum.Lactobacillus plantarum

merupakan bakteri yang paling tahan terhadap asam dan pH rendah sehingga

merupakan mikroba akhir yang dapat tumbuh. Bakteri ini juga penghasil asam

laktat terbanyak. Lama proses fermentasi berkisar antara 1 hari (fermentasi

sehari), beberapa hari (fermentasi pendek), sampai beberapa bulan (fermentasi

panjang) (Pratama,2008). Berikut merupakan hasil pengamatan pembuatan

saueurkraut yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 8: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Abdurrohman

240210130008

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pembuatan Sauerkraut

Produk/Kel

Pengamatan

Berat Awal (gr)

Berat Akhir (gr)

Warna Tekstur KeasamanCitaRasa

Aroma

Sauerkraut/8A

150 160Putih

kekuningan +

Lunak ++

Asam kolAsin kol+++

Asam khas kubis

Sauerkraut/3A

150 120 Hijau terang Lunak Asam ++

Rasa kubis dan

sedikit asam

Khas kubis +

+

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Tekstur saueurkraut berdasarkan hasil pengamatan menjadi berkurang

kelunakannya disebabkan pada saat proses blanshing tidak tepat. Karena

pelunakan tekstur ini disebabkan oleh perubahan kimia biasa sebagai akibat

proses pengolahan maupun aktivitas enzim pektinolitik atau enzim selulolitik

yang dihasilkan olek mikroorganisme. Bakteri yang berperan dalam kerusakan ini

antara lain Bacillus subtilis, Bacillus polymixa, Achromobacter,

Erwinia,Enterobacter, Achromonas, dan Eschericia. Selain bakteri, kapang dan

khamir juga berperan dalam terjadinya kerusakan ini. Kapang yang terlibat adalah

Penicillium chrysogenum, sedangkan khamir yang terlibat adalah Saccharomyces

oleaginosus (Vaughn, 1985).

Seringkali dalam pembuatannya, produk saueurkraut mengalami kerusakan

hasil fermentasi. Kerusakan pada fermentasi sayuran umumnya disebabkan

terjadinya fermentasi yang tidak normal. Tingginya suhu dapat menghambat

tumbuhnya Leuconostoc mesenteroides dan menghasilkan cita rasa yang tidak

diharapkan. Sebaliknya jika suhu fermentasi terlalu rendah akan menghambat

aktivitas bakteri asam laktat dan mendorong pertumbuhan bakteri kontaminan

yang berasal dari tanah seperti Enterobacter dan Flavobacterium. Waktu

fermentasi yang berlebih juga dapat mendorong pertumbuhan bakteri pembentuk

gas, yaitu Lactobacillus brevis, yang menghasilkan aroma asam yang tajam

(Frazier dan Westhoff, 1979).

Berdasarkan hasil pengamatan pada Tabel 2, warna saueurkraut sebelum

fermentasi adalah hijau semburat putih dan setelah fermentasi menjadi putih

Page 9: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Abdurrohman

240210130008

kekuningan yang merupakan akibat dari perendaman larutan garam selama

beberapa hari. Tekstur sebelum fermentasi adalah keras dan setelah fermentasi

menjadi lunak yang merupakan akibat dari lamanya waktu perendaman kubis dan

ukuran kubis menjadi mengecil karena kandungan air yang terdapat dalam kubis

tersebut keluar akibat adanya larutan garam. Aroma saueurkraut setelah

fermentasi adalah khas acar kubis yang menunjukan bahwa pembuatan

saueurkraut timun ini berhasil.

3. Pembuatan Sawi Asin

Sawi hijau disortasi dan ditriming untuk mendapatkan sawi yang seragam

dan untuk membuang bagian yang tidak digunakan. Sawi kemudian dicuci untuk

menghilangkan kotoran yang menempel. Sawi tersebut kemudian ditimbang

beratnya untuk menentukan jumlah garam yang dibutuhkan. Penaburan garam

yaitu sebanyak 2% sampai 3% dari berat sawi tersebut. Kemudian dilakukan

penggilasan/ lipat lalu ikat dengan tali rafia agar sawi terkumpul dan terbenam

dalam larutan garam nantinya supaya proses fermentasi spontan dapat terjadi

sempurna dengan dikemas didalam toples. Pembuatan larutan garam yang

terbentuk yaitu karena ditambahkan air tajin dengan tujuan untuk menjadi substrat

sumber karbohidrat bagi mikroorganisme yang nantinya akan merombak senyawa

kandungan gula dalam air tajin yang merupakan sisa air pencucian beras menjadi

beberapa kandungan senyawa asam terutama asam laktat. Simpan toples tersebut

didalam ruangan gelap dan tutup rapat toplesnya agar tidak ada masuk udara.

Berikut merupakan hasil pengamatan pembuatan sawi asin yang dapat dilihat pada

Tabel 3.

Page 10: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Abdurrohman

240210130008

Tabel 3. Hasil Pengamatan Pembuatan Sawi Asin

Produk/Kel

Pengamatan

Berat Awal (gr)

Berat Akhir (gr)

Warna Tekstur KeasamanCitaRasa

Aroma

Sawi Asin/ 2A - -

Hijau sedikit

kecoklatan

Lunak berserat

Sedikit asam

Asin sedikit asam

Bau asam

Sawi Asin/7A

- -Hijau

kecoklatanLunak Asam

Asam dan asin

Bau asam dan

asin(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Berdasarkan tabel hasil pengamatan di atas diketahui bahwa dari segi warna

dari produk sawi asin ini berwarna hijau sedikit kecoklatan bertekstur lunak dan

berasa asam. Rasa asam disebabkan karena adanya proses fermentasi. Aroma

yang dihasilkan dari sayur asin ini berbau asin dan asam juga. Jika dibandingkan,

ciri-ciri sawi asin yang baik adalah mempunyai warna yang kekuningan, rasa

enak, tekstur lunak, dan bau yang sedap yaitu antara asam dan alkohol.

Karakteristik tersebut adalah hasil fermentasi dari bahan bahan yang ditambahkan

pada sawi asin ini.

Bahan dasar yang digunakan pada pembuatan asinan ini menjadi medium

pertumbuhan bagi bakteri asam laktat. Bahan-bahan ini akan melakukan

fermentasi bersama dengan garam yang akan menarik air dan zat gizi dari jaringan

sayuran sebagai pelengkap subsrat untuk petumbuhan bakteri asam laktat yang

terdapat pada permukaan daun-daun sawi. Bakteri asam laktat pada sawi ini akan

memfermentasi gula-gula menjadi asam laktat melalui jalur glikolisis secara

anaerob. Sayuran yang digunakan berfungsi sebagai bahan utama yang digunakan

untuk pembuatan asinan, selain itu sayuran juga mengandung zat-zat gizi untuk

pertumbuhan mikroba dan mengandung bakteri asam laktat secara alami, sehingga

dalam pembuatan asinan tidak di tambahkan inokulum atau ragi.

Mikroorganime yang berperan dalam pembuatan sawi asin adalah jenis-

jenis bakteri penghasil asam laktat, seperti Lactobacillus cucumeris, Lactobacillus

pentoaceticus dan Leuconostoc mesenteroides.

Page 11: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Aburrohman

240210130008

4.2 Fermentasi Tidak Spontan

Pada fermentasi tidak spontan selalu ditambahkan mikroorganisme sebagai

starter/inokulum/ragi. Contohnya pada pembuatan tape. Jumlah dan aktivitas

starter sangat berpengaruh terhadap proses fermentasi dan produk yang

dihasilkan. Tape dan tempe merupakan salah satu contoh pangan hasil fermentasi

secara tidak spontan.

Pengolahan pangan dengan cara fermentasi sponta yang dilakukan pada

praktikum ini adalah melakukan pembuatan tape ketan. Bahan-bahan yang

digunakan adalah ketan.

1. Pembuatan Tape Ketan

Tape ketan adalah makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari bahan

baku beras ketan yang diolah secara fermentasi. Tape ketan hampir sama dengan

tape singkong, namun ragi yang digunakan berbeda. Raginya terdiri dari bakteri

Saccharomyces cerivisiae. Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera.

Hal pertama yang dilakukan dalam pembuatan tape ketan adalah beras ketan

disortasi. Sortasi dilakukan agar beras ketan yang digunakan bersih dan terbebas

dari kotoran seperti batu-batu kecil. Kemudian ditimbang untuk mengetahui berat

awalnya sebelum diolah lebih lanjut dan agar dapat dihitung rendemennya diakhir

proses pembuatan tape ketan ini. Setelah itu, beras ketan dicuci hingga bersih

dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran maupun sisa-sisa dedak yang

mungkin masih tertinggal. Beras ketan yang dicuci bersih dengan beras ketan

yang dicuci kurang bersih akan menghasilkan kualitas tape yang berbeda. Bakteri

pada ragi tidak akan berkembang pada beras yang kurang bersih sehingga produk

tape akan gagal.

Beras ketan lalu dimasak/pengukusan setengah matang. Kemudian

ditambahkan air mendidih untuk melakukan pengukusan beras ketan setengah

matang menjadi sampai matang. Setelah itu ketan didinginkan agar tidak

menghambat proses penguraian oleh ragi. Penambahan ragi sebanyak 2 gram dan

5 gram dan tidak boleh dilakukan pada saat ketan masih dalam keadaan panas,

karena akan menghambat proses penguraiannya. Proses fermentasi bergantung

dengan cara pencampuran ketan dengan ragi. Apabila pencampuran tidak baik

Page 12: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Aburrohman

240210130008

akan menyebabkan fermentasi kurang sempurna dan menimbulkan kerusakan.

Setelah itu, tape ketan kemudian dikemas didalam jar/toples dan dilakukan

pemeraman selama 3 hari dalam ruangan gelap dan tertutup. Pada saat pemeraman

terjadi proses fermentasi ketan menjadi tape. Fermentasi yang tertutup akan

mencegah terjadinya kontaminasi.

Proses utama pembutan tape ketan yaitu fermentasi dengan menggunakan

ragi tape. Reaksi dalam fermentasi berbeda-beda tergantung pada jenis gula yang

digunakan dan produk yang dihasilkan. Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang

merupakan gula paling sederhana, melalui fermentasi akan menghasilkan etanol

(2C2H5OH). Reaksi fermentasi ini dilakukan oleh ragi, dan digunakan pada

produksi makanan. Berikut ini adalah reaksinya

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2ATP

Berikut merupakan hasil pengamatan pembuatan tape ketan yang dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Pembuatan Tape Ketan

Produk/Kel

Berat Awal (gr)

Berat Akhir (gr)

Warna Tekstur KeasamanCita rasa

Aroma

Tape Ketan (ragi 5 gram)/

6A dan 1A- - Putih

Kenyal, lengket +

+Asam +

Asam manis tape

Asam khas tape

Tape Ketan (ragi 2 gram)/5A dan10A

- -Putih

keabu-abuan

Lembek, berair

Agak asamManis, agak asam

Khas alkohol

(Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2015)

Hasil proses fermentasi sangat menentukan komposisi kimia dari tape ketan.

Jika sudah jadi, tape ketan tersebut dikukus selama 30 menit. Berdasarkan hasil

pengamatan pada diperoleh data bahwa warna tape ketan adalah putih. Aroma

tape ketan menjadi khas tape ketan dan asam. Tekstur pada tape ketan menjadi

lunak, berair, serta lengket. Berairnya tape ketan ini menunjukan bahwa

pembuatan tape pada praktikum ini gagal. Kegagalan ini disebabkan tidak adanya

permeabilitas udara karena jar ditutup sangat rapat. Ketersediaaan oksigen harus

diatur selama proses fermentasi. Hal ini berhubungan dengan sifat

mikroorganisme yang digunakan pada ragi.

Page 13: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Aburrohman

240210130008

Kegagalan fermentasi tape kemungkinan disebabkan oleh higienitas

praktikan saat proses pengolahan. Pembuatan tape ketan harus dilakukan dengan

higienis, karena apabila tercemar oleh mikroba lain atau karena peralatan yang

kotor, ragi tape tidak akan tumbuh dengan baik dan kemungkinan akan

mengalami kegagalan, tidak manis dan tidak empuk. Konsentrasi ragi yang

ditambahkan berdasarkan literatur yaitu pada umumnya adalah 0,1% - 0,5%, pada

konsentrasi tersebut dapat menghasilkan tape dengan citarasa manis, asam, dan

sedikit alkoholik yang disukai. Menurut Steinkraus (1989), faktor yang berperan

pada proses fermentasi adalah konsentrasi dan jenis mikroba pada ragi serta

keseragaman pada tahap pencampuran ragi dengan bahan yang telah dimasak.

Selain konsentrasi ragi dan higiene praktikan, faktor lain yang dapat

menyebabkan kegagalan fermentasi tape ini adalah selama fermentasi, ketan

dimasukkan ke dalam wadah sampai penuh tidak ada rongga udara. Fermentasi

pada tape ketan yaitu anerobik fakultatif yang merupakan proses fermentasi yang

tidak memerlukan O2 dari luar namun lebih menggunakan O2 yang terdapat pada

lingkungan sekitarnya. Ruang udara yang tersisa dalam wadah pembuatan tape

ketan akan mempengaruhi proses fermentasi.

Tape ketan umumnya memiliki tekstur lembut, rasa manis sedikit asam, dan

cita rasa yang khas karena mengandung sedikit alkohol. Komponen utama dalam

ketan sendiri adalah pati, yang dalam keadaan utuh sangat sulit didegradasi

dengan zat kimia maupun enzim. Bahkan, pati yang dipanaskan dengan air tidak

akan mengalami perubahan hingga suhu gelatinasinya tercapai.

Fermentasi tape ketan terjadi dalam kondisi anerobik fakultatif, yaitu dapat

melakukan proses fermentasi dengan atau tidak ada oksigen. Tetapi keberadaan

oksigen dalam jumlah sedikit dapat mempercepat berlangsungnya proses

fermentasi tersebut. Secara rinci perubahan senyawa kimiawi utama yang terjadi

dalam proses fermentasi tape ketan adalah hidrolisis pati menjadi maltosa dan

glukosa, karena bantuan khamir. Proses berikutnya glukosa akan difermentasi

menjadi asam-asam organik dan etanol sehingga menimbulkan rasa dan aroma

yang khas serta beraroma sangat kuat. Fermentasi tape ketan yang menggunakan

ragi termasuk dalam jenis heterofermentasi karena menggunakan dua macam

biakan mikroba yang berbeda.

Page 14: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Aburrohman

240210130008

Selain itu pembuatan tape ketan yang merupakan proses fermentasi tersebut

akan menghasilkan banyak keuntungan yaitu antara lain, meningkatkan citarasa

dari ketan dan menghasilkan aroma yang khas sehingga akan mempengaruhi

kelezatan tape ketan, juga akan meningkatkan kandungan gizi tape ketan tersebut.

Proses fermentasi yang terlalu lama dapat menghasilkan air tape yang cukup

banyak. Hal ini menyebabkan rasa manis pada tape akan berkurang.

Perubahan senyawa kimiawi utama yang terjadi dalam proses fermentasi

tape ketan adalah hidrolisis pati menjadi maltosa dan glukosa karena adanya

bantuan khamir. Proses berikutnya, glukosa difermentasi menjadi asam-asam

organik dan etanol sehingga menimbulkan citarasa dan aroma yang khas.

Fermentasi tape ketan yang menggunakan ragi termasuk dalam jenis

heterofermentasi karena menggunakan dua macam biakan mikroba yang berbeda.

Pembuatan tape ketan yang merupakan proses fermentasi tersebut akan

menghasilkan banyak keuntungan, antara lain meningkatkan citarasa dari ketan

dan menghasilkan aroma yang khas sehingga akan mempengaruhi kelezatan serta

meningkatkan kandungan gizinya.

Page 15: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Aburrohman

240210130008

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum kali ini

diperoleh kesimpulan yaitu sebagai berikut :

1. Faktor yang berpengaruh pada keberhasilan fermentasi dalam

praktikum ini adalah konsentrasi dan jenis inokulum yang digunakan,

suhu dan kelembaban tempat penyimpanan, kondisi sanitasi dan

higiene, dan pengemasan.

2. Cabe asin berwarna merah orange, beraroma cabe asin, bertekstur

lunak, cita rasa asin, dan rendemen yang dihasilkan adalah 90%.

3. Saueurkraut berwarna hijau sampai berubah putih kekuningan,

bertekstur lunak, beraroma asam khas kubis, ukurannya menjadi

mengecil dan mengerut, dan citarasanya menjadi khas kubis asam

asin, rendemen yang dihasilkan 93,3%.

4. Sawi asin warna sebelum fermentasi adalah hijau, putih dan setelah

fermentasi menjadi hijau kecoklatan, tekstur sebelum fermentasi keras

dan setelah fermentasi menjadi lunak ada yang berserat, aroma sawi

asin setelah fermentasi adalah khas sawi dan sedikit beraroma asam.

5. Tape ketan yang dibuat saat praktikum mengalami kegagalan karena

tekstur menjadi lunak berair. Warna tape ketan tetap putih, beraroma

khas tape ketan asam.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan pada praktikum kali ini,

adapun saran yang dapat disampaikan yaitu sebagai berikut :

1. Sebelum melakukan praktikum, praktikan harus sudah memahami

mengenai praktikum yang akan dilakukan.

2. Melakukan penimbangan dan perhitungan dengan teliti.

Page 16: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Aburrohman

240210130008

DAFTAR PUSTAKA

Buckle KA, Edwars RA, Fleet HA, Wootton M. 1985. Ilmu Pangan.Purnomo H, Adion. penerjemah. UI Press. Jakarta.

Gustina, Rista. 2012. Available at: http://ristagustina.wordpress.com/2012/05/23/ mengapa-daunpisang-lebih-baik-digunakan-sebagai-pembungkus-makana-dari-pada-plastik/. (Diakses pada tanggal 31 Oktober 2015).

Jacobs MB. 1951. The Chemical Analysis of Foods and Food Products, 2nd ed. D. Van Nostrand Company, Inc., New York.

Margono Tri, Dkk. 1993. Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI. Development Cooperation. Swiss.

Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muhyi, Chalimah.2013. Available at: http://www.geschool.net/chaalimp/blog /post/laporan-fermentasi-pada-tape-ketan (Diakses pada tanggal 31 Oktober 2015).

Restika, Hessty. 2013. available at: http://hettymediapembelajaran.wordpress. com/2013/05/03/latar-belakang-pembahasan-pikle-dan-sauerkraut-_/ (Diakses pada tanggal 30 Oktober 2015).

Rika. 2012. Available at: http://rikavert.blogspot.com/2012/12/peran-jamur-rhizopus-oligosporus-dalam_8728.html (Diakses pada tanggal 31 Oktober 2015).

Saragih, Y. P. Pembuatan anggur pisang klutuk. Buletin Pusbangtepa, 4 (14),   Mei 1982: 29 – 36. 

Siti Sofiah dan Subardjo. 1984. Pembuatan anggur buah pala. Bogor: Balai Besar Litbang Industri Pertanian. Badan Litbang Industri. Departemen Perindustrian, 5 hal. Bogor.

Winarno, F. G. dan Mardjuki. 1979. Paket industri anggur pisang klutuk. Pusbangtepa. Bogor.

Page 17: Hasil Pengamatan Dan Pembahasan Fermentasi

Aburrohman

240210130008

LAMPIRAN

JAWABAN PERTANYAAN

1. Pada pembuatan sayur asin tidak pernah ditambahkan inokulum/ragi.

Menurut anda apa alasannya?

Jawab : Sayuran sudah mengandung mikroorganisme yang dibutuhkan

untuk proses fermentasi.

2. Apa fungsi larutan garam pada fermentasi spontan?

Jawab : Garam berfungsi untuk mengeluarkan beberapa substrat tertentu,

terutama gula yang diperlukan untuk pertumbuhan bakteri asam laktat

(Pederson, 1971).Garam juga membantu mengontrol mikroflora selama

fermentasi yang dapat bersaing dengan mikroba yang diinginkan, terutama

bakteri proteolitik, bakteri aerob, dan bakteri pembentuk spora. Garam

bersama asam yang dihasilkan akan menghambat pertumbuhan mikroba

yang tidak diinginkan.

3. Mengapa bahan yang mengandung pati tinggi harus dimasak/dimatangkan

terlebih dahulu sebelum diberi ragi?

Jawab : Pemasakan bertujuan untuk memecah karbohidrat yang kompleks

sehingga mudah diurai oleh mikroorganisme.

4. Mengapa sayuran harus terendam semua dalam larutan garam?

Jawab : Sayuran harus terendam garam agar mikroorganisme pembusuk

dalam sayuran dapat mati akibat adanya garam.Garamjugaberfungsi untuk

mengeluarkan beberapa substrat tertentu, terutama gula yang diperlukan

untuk pertumbuhan bakteri asam laktat.

5. Mengapa ragi ditaburkan setelah dingin?

Jawab : Ragi ditaburkan setelah dingin agar mikroorganisme dalam ragi

tidak mati dan kehilangan aktivitasnya akibat panas.