7.Laporan Praktikum Btm II Formalin
-
Upload
khanidya-noor-azziza -
Category
Documents
-
view
305 -
download
12
Transcript of 7.Laporan Praktikum Btm II Formalin
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi semua orang. Pangan
sangat penting untuk kehidupan manusia. Dengan bertambahnya jumlah
penduduk maka kebutuhan akan pangan pun semakin meningkat. Untuk itu
maka manusia mengembangkan teknologi pangan untuk meningkatkan
produksi pangan agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang semakin
meningkat.
Salah satu bentuk pengolahan pangan adalah dengan menambahan
BTM atau Bahan Tambahan Makanan ke dalam produk pangan. Ada
beberapa jenis BTM yaitu pewarna, pemanis, pengawet, penguat rasa, dan
lainnya. Sekarang ini pemberian BTM khususnya pengawet ke dalam produk
pangan pada industri pangan baik skala rumah tangga maupun perusahaan
tidak dapat dihindari. Penggunaan BTM pengawet ini bertujuan untuk
meningkatkan daya simpan suatu produk pangan sehingga produk pangan
tersebut tidak mudah rusak. Tujuan dari pengggunaan BTM ini sebenarnya
sangat berguna bagi manusia, namun tidak semua produsen pangan mengikuti
ketentuan yang berlaku dalam penggunaan BTM yang benar. Beberapa
produsen menambahkan pengawet ke dalam produk pangannya dengan
jumlah yang melebihi batas maksimum yang telah diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722 tahun 1988 tentang Bahan
Tambahan Makanan. Selain itu ada banyak produsen yang hanya memikirkan
keuntungan sehingga tidak ragu menggunakan BTM pengawet yang dilarang
penggunaannya karena berbahaya bagi kesehatan.
Banyaknya produk pangan yang menggunakan pengawet berbahaya
yang beredar di masyarakat tentu saja memerlukan perhatian khusus.
Masyarakat diharuskan untuk lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang
akan dikonsumsi agar tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung
pengawet berbahaya. Contoh makanan yang sering ditambahkan BTM
1
pengawet berbahaya oleh produsen yang tidak bertanggung jawab adalah mie
yang berformalin, bakso yang mengandung boraks, dan sebagainya.
Makanan berbahaya ini berdampak negatif bagi kesehatan anak-anak
dan juga orang dewasa. Karena itu upaya identifikasi dan pengujian terhadap
produk pangan perlu dilakukan untuk menjamin keamanan dari makanan
tersebut. Upaya identifikasi dan pengujian tersebut diharapkan dapat
bermanfaat bagi masyarakat untuk bisa menentukan pilihan pada makanan
yang sehat serta dapat juga digunakan pemerintah sebagai monitoring
terhadap keamanan produk pangan di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah terdapat kandungan formalin pada pentol di SD Hidayatul
Ummah?
2. Apakah terdapat kandungan formalin pada ikan asin di pasar Karang
Menjangan?
3. Apakah terdapat kandungan formalin pada tahu goreng di terminal
Joyoboyo?
1.3 Tujuan
1. Tujuan umum
Mengidentifikasi kandungan zat pengawet berupa formalin yang terdapat
dalam makanan pentol di SD Hidayatul Ummah, ikan asin di pasar Karang
Menjangan, dan tahu goreng di terminal Joyoboyo.
2. Tujuan khusus
a. Mempraktekkan prosedur pengujian BTM pengawet dalam produk
pangan.
b. Mengidentifikasi kandungan zat pengawet yang terdapat dalam produk
pangan di SD Hidayatul Ummah, pasar Karang Menjangan, dan
terminal Joyoboyo.
c. Mengidentifikasi organoleptik produk pangan di sekolah, pasar, dan
terminal.
2
1.4 Manfaat
1. Bagi mahasiswa
a. Mengetahui prosedur pengujian bahan pengawet berbahaya dalam
produk pangan.
b. Mendapatkan pengetahuan mengenai Bahan Tambahan Makanan
buatan serta dampaknya bagi kesehatan.
2. Bagi masyarakat
a. Mendapakan informasi mengenai bahan pengawet pada makanan dan
dampaknya bagi kesehatan.
b. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat dalam memilih makanan yang
sehat dan tidak mengandung pengawet berbahaya.
3. Bagi produsen pangan
a. Mendapatkan informasi mengenai batas jenis Bahan Tambahan
Makanan pengawet yang diperbolehkan.
b. Meningkatkan kualitas produk pangan yang dihasilkan dengan
mengikuti aturan tentang Bahan Tambahan Makanan sehingga tidak
berbahaya bagi kesehatan.
4. Bagi pemerintah
a. Sebagai bahan monitoring dan evaluasi terhadap keamanan pangan di
Indonesia.
b. Sebagai referensi untuk membuat intervensi yang tepat untuk
mengatasi permasalahan keamanan pangan di Indonesia.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jenis Bahan Pengawet
Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah
atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain
terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan
pangan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau
makanan yang disukai oleh bakteri atau jamur sebagai media pertumbuhan,
misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain bahan
pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan
atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari
proses pembusukan.
Sebenarnya pengawet makanan sudah mulai digunakan manusia
berabad lamanya. Garam, gula, atau asam/cuka yang mula-mula digunakan.
Tetapi dengan semakin meningkatnya teknologi, proses pengawetan makanan
sudah tidak alamiah seperti dulu. Zat-zat yang ditambahkan pada makanan
semakin sedikit yang bersifat alamiah, malah yang bersifat artificial (zat
kimia) semakin banyak.
Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan saat
ini sering ditemui pada makanan dan minuman. Pengawet bahan kimia
berfungsi untuk memperlambat kerusakan makanan baik baik yang
disebabkan mikroba pembusuk, bakteri, ragi atau jamur dengan cara
menghambat, mencegah dan menghentikan proses pembusukan dan
fermentasi dari bahan makanan. (Winarno dan Jeni, 1983)
2.1.1 Macam Zat Pengawet
Bahan pengawet terbagi ke dalam dua jenis, yaitu zat pengawet anorganik
dan zat pengawet organik.
1. Zat pengawet anorganik
Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit,
hidrogen peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas
4
SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Molekul sulfit
lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan
asetildehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh
enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan
keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme
pernapasan.
Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses
pencucian daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah
pertumbuhan mikroba seperti Clostridium botulinum. Penggunaan
bahan ini semakin luas karena manfaatnya sebagai pembentuk warna,
bahan pengawet antimikroba, serta pemberi aroma dan cita rasa.
2. Zat pengawet organik
Zat pengawet organik lebih banyak digunakan daripada zat
pengawet anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan
organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk
garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah
asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.
2.1.2 Macam pengawetan
Secara garis besar pengawetan dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu :
a. Pengawetan secara alami
Proses pengawetan secara alami meliputi pemanasan dan pendinginan.
b. Pengawetan secara biologis
Proses pengawetan secara biologis misalnya dengan peragian
(fermentasi).
1. Peragian (Fermentasi)
Merupakan proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol.
Zat yang bekerja pada proses ini ialah enzim yang dibuat oleh sel
ragi. Lamanya proses peragian tergantung dari bahan yang akan
diragikan.
a. Enzim
5
Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan
oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat
bermacam-macam reaksi biokimia. Enzim yang terdapat dalam
makanan dapat berasal dari bahan mentahnya atau
mikroorganisme yang terdapat pada makanan tersebut. Bahan
makanan seperti daging, ikan susu, buah-buahan dan biji-bijian
mengandung enzim tertentu yang secara normal ikut aktif
bekerja di dalam bahan tersebut.
Enzim dapat menyebabkan perubahan dalam bahan
pangan. Perubahan itu dapat menguntungkan ini dapat
dikembangkan semaksimal mungkin, tetapi yang merugikan
harus dicegah. Perubahan yang terjadi dapat berupa rasa,
warna, bentuk, kalori, dan sifat-sifat lainnya. Beberapa enzim
yang penting dalam pengolahan daging adalah bromelin dari
nenas dan papain dari getah buah atau daun pepaya.
1. Enzim Bromalin
Didapat dari buah nenas, digunakan untuk
mengempukkan daging. Aktifitasnya dipengaruhi oleh
kematangan buah, konsentrasi pemakaian, dan waktu
penggunaan. Untuk memperoleh hasil yang maksimum
sebaiknya digunakan buah yang muda. Semakin banyak
nenas yang digunakan, semakin cepat proses bekerjanya.
2. Enzim Papain
Berupa getah pepaya, disadap dari buahnya yang
berumur 2,5~3 bulan. Dapat digunakan untuk mengepukan
daging, bahan penjernih pada industri minuman bir,
industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri
pharmasi dan alat-alat kecantikan (kosmetik) dan lain-lain.
Enzim papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk
putih kekuningan, halus, dan kadar airnya 8%. Enzim ini
harus disimpan dibawah suhu 60o C. Pada 1 (satu) buah
pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan. Tiap sadapan
6
menghasilkan + 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap
4 hari dengan jalan menggoreskan buah tersebut dengan
pisau.
c. Pengawetan Secara Kimia
Menggunakan bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur,
nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat,
dan lainnya. Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan
kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan.
Apabila jumlah pemakainannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan
kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat
berkembangbiaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang,
bakteri, dan ragi. Berikut adalah beberapa contoh bahan pengawet
kimia:
a. Asam propionat (natrium propionat atau kalsium propionat)
Sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau
kapang. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang
digunakan adalah 0,32 % atau 3,2 gram/kg bahan; sedangkan untuk
bahan dari keju, dosis maksimum sebesar 0,3 % atau 3 gram/kg
bahan.
b. Asam sitrat (citric acid)
Merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang
berbentuk Kristal atau serbuk putih. Asam sitrat ini maudah larut
dalam air, spriritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam,
serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang
selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat juga
terdapat dalam sari buah-buahan seperti nenas, jeruk, lemon,
markisa. Asam ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam
(mengatur tingkat keasaman) pada berbagai pengolahan minum,
produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain. Asam sitrat berfungsi
sebagai pengawet pada keju dan sirup, digunakan untuk mencegah
proses kristalisasi dalam madu, gula-gula (termasuk fondant), dan
juga untuk mencegah pemucatan berbagai makanan, misalnya
7
buah-buahan kaleng dan ikan. Larutan asam sitrat yang encer dapat
digunakan untuk mencegah pembentukan bintik-bintik hitam pada
udang. Penggunaan maksimum dalam minuman adalah sebesar 3
gram/liter sari buah.
c. Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid)
Benzoat biasa diperdagangkan adalah garam natrium benzoat,
dengan ciri-ciri berbentuk serbuk atau kristal putih, halus, sedikit
berbau, berasa payau, dan pada pemanasan yang tinggi akan
meleleh lalu terbakar.
d. Bleng
Merupakan larutan garam fosfat, berbentuk kristal, dan
berwarna kekuningkuningan. Bleng banyak mengandung unsur
boron dan beberapa mineral lainnya. Penambahan bleng selain
sebagai pengawet pada pengolahan bahan pangan terutama
kerupuk, juga untuk mengembangkan dan mengenyalkan bahan,
serta memberi aroma dan rasa yang khas. Penggunaannya sebagai
pengawet maksimal sebanyak 20 gram per 25 kg bahan. Bleng
dapat dicampur langsung dalam adonan setelah dilarutkan dalam
air atau diendapkan terlebih dahulu kemudian cairannya
dicampurkan dalam adonan.
e. Garam dapur (natrium klorida)
Garam dapur dalam keadaan murni tidak berwarna, tetapi
kadang-kadang berwarna kuning kecoklatan yang berasal dari
kotoran-kotoran yang ada didalamnya. Air laut mengandung + 3 %
garam dapur. Garam dapur sebagai penghambat pertumbuhan
mikroba, sering digunakan untuk mengawetkan ikan dan juga
bahan-bahan lain. Pengunaannya sebagai pengawet minimal
sebanyak 20 % atau 2 ons/kg bahan.
f. Garam sulfat
Digunakan dalam makanan untuk mencegah timbulnya ragi,
bakteri dan warna kecoklatan pada waktu pemasakan.
g. Gula pasir
8
Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai
dengan tujuan menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan
pengawet, pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg
bahan.
h. Kaporit (Calsium hypochlorit atau hypochloris calsiucus atau chlor
kalk atau kapur klor)
Merupakan campuran dari calsium hypochlorit, -chlorida da -
oksida, berupa serbuk putih yang sering menggumpal hingga
membentuk butiran. Biasanya mengandung 25~70 % chlor aktif
dan baunya sangat khas. Kaporit yang mengandung klor ini
digunakan untuk mensterilkan air minumdan kolam renang, serta
mencuci ikan.
i. Natrium Metabisulfit
Natrium metabisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal.
Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk
mencegah proses pencoklatan pada buah sebelum diolah,
menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada ubi kayu serta
untuk mempertahankan warna agar tetap menarik. Natrium
metabisulfit dapat dilarutkan bersama-sama bahan atau diasapkan.
Prinsip pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2 ke
dalam bahan sebelum pengeringan. Pengasapan dilakukan selama +
15 menit. Maksimum penggunaannya sebanyak 2 gram/kg bahan.
Natrium metabisulfit yang berlebihan akan hilang sewaktu
pengeringan.
j. Nitrit dan Nitrat
Terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit.
Natrium nitrit berbentuk butiran berwarna putih, sedangkan kalium
nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air.
Nitrit dan nitrat dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada
daging danikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada
daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah
daging. Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1 % atau 1
9
gram/kg bahan yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2 % atau 2 gram/kg
bahan. Apabila lebih dari jumlah tersebut akan menyebabkan
keracunan, oleh sebab itu pemakaian nitrit dan nitrat diatur dalam
undang-undang. Untuk mengatasi keracunan tersebut maka
pemakaian nitrit biasanya dicampur dengan nitrat dalam jumlah
yang sama. Nitrat tersebut akan diubah menjadi nitrit sedikit demi
sedikit sehingga jumlah nitrit di dalam daging tidak berlebihan.
k. Sendawa
Merupakan senyawa organik yang berbentuk kristal putih
atau tak berwarna, rasanya asin dan sejuk. Sendawa mudah larut
dalamair dan meleleh pada suhu 377oC. Ada tiga bentuk sendawa,
yaitu kalium nitrat, kalsium nitrat dan natrium nitrat. Sendawa
dapat dibuat dengan mereaksikan kalium khlorida dengan asam
nitrat atau natrium nitrat. Dalamindustri biasa digunakan untuk
membuat korek api, bahan peledak, pupuk, dan juga untuk
pengawet abahn pangan. Penggunaannya maksimum sebanyak 0,1
% atau 1 gram/kg bahan.
l. Zat Pewarna
Zat pewarna ditambahkan ke dalam bahan makanan seperti
daging, sayuran, buah-buahan dan lain-lainnya untuk menarik
selera dankeinginan konsumen. Bahan pewarna alam yang sering
digunakan adalah kunyit, karamel dan pandan. Dibandingkan
dengan pewarna alami, maka bahan pewarna sintetis mempunyai
banyak kelebihan dalam hal keanekaragaman warnanya, baik
keseragaman maupun kestabilan, serta penyimpanannya lebih
mudah dan tahan lama. Misalnya carbon black yang sering
digunakan untuk memberikan warna hitam, titanium oksida untuk
memutihkan, dan lainlain. Bahan pewarna alami warnanya jarang
yang sesuai dengan yangdinginkan.
10
2.2. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet
Dalam mempengaruhi aktivitas mikroba, bahan pengawet memiliki
faktor diantaranya jenis bahan kimia dan konsentrasi, banyaknya
mikroorganisme, komposisi bahan pangan, keasaman bahan pangan, dan suhu
penyimpanan. Sebagai antimikroba, bahan pengawet mempunyai mekanisme
kerja untuk menghambat pertumbuhan bahkan mematikan mikroba,
diantaranya sebagai berikut.
1. Gangguan sistem genetik
Penggunaan bahan pengawet pada makanan akan menyebabkan
bahan kimia masuk ke dalam sel mikroba yang terdapat dalam makanan.
Beberapa bahan kimia dapat berkombinasi atau menyerang ribosoma dan
menghambat sintesa protein. Jika gen-gen mikroba telah dipengaruhi
bahan kimia tersebut maka sintesa enzim yang mengontrol gen pada
mikroba akan dihambat sehingga pertumbuhan mikroba juga akan
terhambat.
2. Menghambat sintesa dinding sel atau membran
Dalam mekanisme ini, bahan kimia tidak perlu masuk ke dalam sel
mikroba untuk menghambat pertumbuhannya. Reaksi yang terjadi pada
dinding sel atau membran dapat mengubah permeabilitas sel. Hal ini
dapat mengganggu atau menghalangi jalannya nutrien masuk ke dalam
sel, dan mengganggu keluarnya zat-zat penyusun sel dan metabolit dari
dalam sel. Kerusakan membran sel dapat terjadi karena reaksi antara
bahan pengawet dengan sisi aktif atau larutnya senyawa lipid. Hal ini
akan menyebabkan kebutuhan sel tidak terpenuhi dengan baik.
3. Penghambat enzim
Mekanisme penghambatan perkembangan mikroba salah satunya
dengan menghambat kerja enzim pada mikroba. Penghambatan enzim
dapat terjadi melalui perubahan pH yang drastis dan naik turunnya pH
akibat reaksi bahan kimia dalam sel mikroba.
4. Peningkatan nutrien esensial
Mikroorganisme mempunyai kebutuhan nutrien yang berbeda,
sehingga pengikatan nutrien tertentu pada suatu organisme akan
11
memberikan pengaruh yang berbeda jika nutrien tersebut terikat dengan
organisme lain. Dan jika suatu nutrien terikat pada organisme yang hanya
membutuhkan sedikit nutrien maka nutrien tersebut hanya akan memberi
lebih sedikit pengaruh dibandingkan pengikatan nutrien tersebut dengan
organisme lain yang membutuhkan lebih banyak nutrien tersebut.
2.3. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet
Bahan pengawet merupakan bahan tambahan pangan yang sudah
cukup lama digunakan. Secara umum penambahan bahan pengawet pada
pangan bertujuan sebagai berikut.
1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang
bersifat patogen maupun yang tidak bersifat patogen.
2. Memperpanjang daya simpan pangan.
3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan
yang diawetkan.
4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.
5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang tidak
memenuhi persyaratan.
6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.
Penambahan pengawet dalam pangan diperbolehkan. Akan tetapi,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penambahan bahan
tambahan pangan. Berikut ini beberapa persyaratan suatu bahan untuk
ditambahkan dalam pangan, antara lain.
1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan atau terdapat keuntungan dari
penggunaan pengawet dalam pangan.
2. Hanya digunakan jika cara-cara pengawetan yang lain tidak tersedia atau
tidak mencukupi.
3. Memperpanjang daya simpan pangan.
4. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang
diawetkan.
5. Mudah dilarutkan.
12
6. Menunjukkan sifat antimikroba pada kadar pH bahan pangan yang
diawetkan.
7. Aman dalam jumlah yang diperlukan.
8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia.
9. Tidak menghambat enzim pencernaan.
10. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk
suatu senyawa kompleks yang bersifat lebih toksis bagi tubuh.
11. Mudah dikontrol dan tercampur secara merata dalam bahan pangan.
12. Mempunyai spektra antimikroba yang luas, meliputi macam-macam
pembusukan oleh mikroba yang berbuhungan dengan bahan pangan yang
diawetkan.
2.4 Efek Terhadap Kesehatan
Pemakaian bahan tambahan pada makanan harus dilengkapi dengan
pengujian toksisitas guna mengetahui kerugian yang dapat ditimbulkan
terhadap kesehatan. Adapun jumlah bahan pengawet yang diizinkan untuk
digunakan mengawetkan bahan pangan dengan kandungan mikroorganisme
yang normal untuk jangka waktu tertentu, tetapi kurang efektif jika
dicampurkan ke dalam bahan pangan yang telah membusuk atau
terkontaminasi. Penggunaan bahan pengawet yang berlebihan dalam makanan
dapat memberikan efek buruk bagi kesehatan. Berikut beberapa efek
pengawet pangan terhadap kesehatan, antara lain.
1. Bahan pengawet organik
a. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat
sensitif terhadap asam benzoat, dan jika dikonsumsi dalam jumlah
besar akan mengiritasi lambung.
b. Asam sorbat dapat memberikan efek iritasi pada kulit apabila
digunakan langsung pada kulit.
c. Pemakaian natrium dan kalium propionat dilaporkan memiliki
hubungan dengan terjadinya migrain.
13
d. Pemakaian asam benzoat dan garam natriumnya dapat memberikan
efek terhadap kesehatan dengan timbulnya reaksi alergi pada mulut
dan kulit.
e. Penggunaan nisin sebagai pengawet makanan dicurigai memberikan
efek neprotoksis.
2. Bahan pengawet anorganik
Penetapan batas aman terhadap pemakaian bahan tambahan pangan
dilakukan melalui uji toksisitas. Hal ini didasarkan pada konsep ADI
(Acceptable Daily Intake) yang menyatakan bahwa semua bahan kimia
yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya
sangat ditentukan oleh jumlah pemakaian. Adapun beberapa efek
pemakaian pengawet terhadap kesehatan sebagai berikut.
a. Pemakaian belerang dioksida yang berlebihan dapat mengakibatkan
keracunan yang dapat menyebabkan luka usus. Selain itu, bagi
pengidap asma ternyata memiliki hipersensitivitas terhadap bahan
pengawet yang dapat menyebabkan kekambuhan.
b. Sebuah studi mengemukakan bahwa pemakaian nitrit dengan dosis
tinggi dapat menyebabkan kanker. Hal ini terjadi akibat adanya reaksi
antara nitrat dan beberapa amin yang akhirnya membentuk senyawa
nitrosamin yang merupakan senyawa karsinogenik.
2.5. Peraturan tentang Bahan Pengawet Makanan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor1168/MENKES/PER/X/1999, bahan pengawet makanan yang dilarang
untuk digunakan antara lain:
1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya
2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)
3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)
4. Dulsin (Dulcin)
5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate)
6. Kloramfenikol (Chloramphenicol)
7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)
14
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum pemeriksaan kandungan formalin pada beberapa sampel
makanan dilakukan pada hari Rabu, 11 April 2012 pukul 11.00 WIB.
Praktikum dilaksanakan di laboratorium kimia Jurusan Kesehatan
Lingkungan Poltekkes Surabaya.
Adapun sampel makanan yang diperiksa kandungan BTM pengawet
adalah pentol yang dijual di SD Hidayatul Ummah, ikan asin yang dijual di
pasar Karang Menjangan, dan tahu goreng yang dijual terminal Joyoboyo.
3.2 Alat dan Bahan
Alat :
1. Timbangan analitik
2. Mortal
3. Blender
4. Pipetting ball
5. Gelas ukur
6. Pipet
7. Tabung reaksi
8. Rak tabung reaksi
Bahan :
1. Sampel
a. Ikan asin dari pasar Karang Menjangan
b. Pentol di depan SD Hidayatul Ummah
c. Tahu goreng dari terminal Joyoboyo
2. Formaldehid kit
3. RAS (Rose Amine Sulfit)
4. Reagen Fuchsin
5. Aquadest
16
3.3 Langkah Kerja
a. Tahap persiapan sampel
1. Timbang masing-masing 50 gram sampel.
2. Hancurkan dengan pipetting ball atau jika sulit gunakan blender dan
ulangi untuk setiap sampel.
3. Tambahkan masing-masing sampel dengan 150 ml aquadest (jika
terlalu pekat bisa ditambahkan aquadest hingga perbandingan sampel
dan aquadest 1:5 atau 1:7) kemudian aduk.
4. Diamkan selama 30 menit agar terbentuk supranata. Pemisahan bisa
dilakukan dengan penyaringan atau sentrifuge.
b. Tahap Pengujian
1). Pengujian dengan Stick test
1. Masukkan 5 ml hasil penyaringan ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan 10 tetes pereaksi dari formaldehid kit kemudian
kocok dengan hati-hati.
3. Celupkan stick paper kedalam larutan lalu diamkan stick selama 1
menit agar kering.
4. Cocokkan dengan warna yang ada di tabel.
2). Pengujian dengan Schift test (sebagai confirmed test hasil stick test
agar mendapat hasil yang valid)
1. Masukkan 5 ml hasil penyaringan ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan 1 ml pereaksi fuchsin.
3. Tambahkan 1 ml RAS.
4. Diamkan beberapa saat.
5. Jika warna larutan berubah menjadi violet maka terdapat
formaldehyde, jika tidak ada akan berwarna merah mawar.
17
Gambar tahap persiapan sampel
Gambar 3.1 Menimbang sampel Gambar 3.2 Sampel dihaluskan
Gambar 3.3 Tambahkan 150 ml
aquadest, diamkan selama 30 menit
Gambar tahap pengujian stick test
Gambar 3.4 Masukkan 5 ml larutan Gambar 3.5 Tambahkan 10 tetes
ke dalam tabung reaksi pereaksi dari formaldehide kit
18
Gambar 3.6 Kocok larutan Gambar 3.7 Diamkan stick paper
agar kering setelah dicelupkan
ke dalam tabung reaksi
Gambar 3.8 Cocokkan stick paper
dengan indikator standar
Gambar tahap pengujian schift test
Gambar 3.9 Masukkan 5 ml larutan Gambar 3.10 Tambahkan 1 ml
ke dalam tabung reaksi reagen fuchsin dan 1 ml RAS
19
Gambar 3.11 Bandingkan dengan
standar larutan yang mengandung
formalin (larutan yang mengandung
formalin akan berwarna violet)
3.4 Rincian Dana
Tabel 3.1 Rincian dana
No. Rincian Biaya
1. Biaya laboratorium untuk 3 sampel @ Rp 30.000 Rp 90.000
2. Sampel pentol Rp 2.000
3. Sampel ikan asin Rp 3.000
4. Sampel tahu goreng Rp 2.000
Jumlah Rp 97.000
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Praktikum
Tabel 4.1. Hasil Uji Kualitatif Kandungan Formalin melalui Stick Test
No Kode sampelWarna Stick Paper
Setelah PengujianKeterangan
1. A Putih Kandungan formalin negatif
2. B Putih Kandungan formalin negatif
3. C Putih Kandungan formalin negatif
Tabel 4.2. Hasil Uji Kualitatif Kandungan Formalin melalui Schift Test
No.Kode
Sampel
Perubahan WarnaKeterangan
Sebelum Sesudah
1. A Putih Merah rose Kandungan formalin negatif
2. B Coklat muda Merah rose Kandungan formalin negatif
3. C Putih Merah rose Kandungan formalin negatif
Tabel 4.3. Hasil Uji Organoleptik pada Sampel Makanan
No. Sampel A Sampel B Sampel C
1. Kenyal oleh tepung
kanji
Dikerubungi lalat Mudah dibelah
2. Tidak terlalu padat
atau keras
Bentuk tidak utuh atau
mudah hancur
Bagian dalam mudah
hancur
Keterangan :
Sampel A : sampel pentol dari SD Hidayatul Ummah
Sampel B : sampel ikan asin dari pasar Karang Menjangan
Sampel C : sampel tahu goreng dari terminal Joyoboyo
21
4.2. Pembahasan
a. Uji zat pengawet formalin dilakukan melalui uji kualitatif saja karena
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan
Makanan, formalin merupakan bahan yang dilarang untuk ditambahkan
dalam makanan. Jadi berapapun jumlahnya yang ada dalam makanan
tetap tidak diperkenankan.
b. Dalam uji kualitatif kandungan formalin dalam sampel mengunakan dua
kali uji yaitu Stick Test dan Schift Test. Schift Test digunakan sebagai
confirmed test hasil stick test agar hasilnya lebih valid.
c. Hasil pada uji kualitatif menggunakan stick test didapatkan hasil bahwa
ketiga sampel makanan yang diuji tidak mengandung formalin. Hal ini
terlihat dari perubahan warna pada stick paper setelah dicelupkan dalam
larutan sampel tidak menunjukkan warna sesuai indikator adanya
formalin (pada tabel indikator warna formaldehid kit).
d. Untuk hasil yag lebih valid, pengujian dilanjutkan dengan schift test
dimana sebelumnya dibuat dahulu larutan standar dari pencampuran
larutan formalin, pereaksi fuchsin, dan RAS. Campuran ini digunakan
sebagai indikator warna violet yang positif mengandung formalin (agar
tidak terjadi bias warna).
e. Pada perlakuan schift test ketiga sampel yang diuji tidak menunjukkan
warna violet tetapi berubah menjadi warna merah rose. Hal ini
menunjukkan bahwa kandungan formalin dalam ketiga sampel yang
diambil dari SD Hidayatul Ummah, Pasar Karang Menjangan dan
Terminal Joyoboyo adalah negatif.
22
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Berdasarkan pemeriksaan mengunakan stick test ternyata pada stick paper
ketiga sampel menunjukkan warna putih yang berarti bahwa tidak terdapat
formalin pada ketiga sampel yang diuji.
2. Berdasarkan pemeriksaan dengan Schift test sebagai confirmed test
menunjukkan warna merah Rose pada ketiga sampel yang menunjukkan
bahwa tidak terdapat kandungan formalin pada ketiga sampel yang diuji.
3. Berdasarkan dua metode pengujian formalin secara kualitatif dapat
disimpulkan bahwa ketiga sampel makanan yang diambil dari SD
Hidayatul Ummah, Pasar Karang Menjangan, dan Terminal Joyoboyo
tidak mengandung bahan pengawet berbahaya formalin.
4. Organoleptik pada ketiga sampel makanan yang tidak mengandung
formalin menunjukkan bahwa sampel pentol di SD Hidayatul Ummah
kenyal oleh tepung kanji dan tidak terlalu padat atau keras, sampel ikan
asin di pasar Karang Menjangan dikerubungi lalat dan bentuknya tidak
utuh atau mudah hancur, serta sampel tahu goreng di terminal Joyoboyo
mudah dibelah dan bagian dalamnya mudah hancur.
5.2. Saran
1. Masyarakat sebaiknya lebih berhati-hati dalam membeli makanan yang
dijual di tempat-tempat umum agar tidak mengkonsumsi makanan yang
mengandung formalin ataupun bahan berbahaya lainnya.
2. Para orangtua sebaiknya menyiapkan bekal makanan bagi anak mereka
agar tidak jajan sembarangan di sekolah.
3. Masyarakat lebih waspada saat berbelanja di pasar dalam memilih bahan
makanan yang akan dibeli.
4. Masyarakat bisa melakukan uji formalin sederhana saat membeli
makanan misalnya dengan cara :
23
a. Memberikan makanan pada kucing, apabila mengandung formalin
biasanya kucing tidak akan mau memakannya.
b. Melihat ada tidaknya lalat disekitar makanan. Bila makanan
mengandung formalin maka tidak akan ada lalat di sekitar makanan
tersebut.
24
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. http://yoza-fitriadi.blogspot.com/2011/01/laporan-penelitian-praktikum-
kimia.html
Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.
Jakarta: Bumi Aksara
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Perubahan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang
Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia
Siaka, I M. Analisa Kandungan Natrium Benzoat pada Saos Tomat yang Beredar
di Kota Denpasar. Denpasar: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana
Winarno F.G. dan B.S.L. Jeni. 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara
Pencegahannya. Bogor: Galia Indonesia.
25