7.Laporan Praktikum Btm II Formalin

36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi semua orang. Pangan sangat penting untuk kehidupan manusia. Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan pangan pun semakin meningkat. Untuk itu maka manusia mengembangkan teknologi pangan untuk meningkatkan produksi pangan agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang semakin meningkat. Salah satu bentuk pengolahan pangan adalah dengan menambahan BTM atau Bahan Tambahan Makanan ke dalam produk pangan. Ada beberapa jenis BTM yaitu pewarna, pemanis, pengawet, penguat rasa, dan lainnya. Sekarang ini pemberian BTM khususnya pengawet ke dalam produk pangan pada industri pangan baik skala rumah tangga maupun perusahaan tidak dapat dihindari. Penggunaan BTM pengawet ini bertujuan untuk meningkatkan daya simpan suatu produk pangan sehingga produk pangan tersebut tidak mudah rusak. Tujuan dari pengggunaan BTM ini sebenarnya sangat berguna bagi manusia, namun tidak semua produsen pangan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam penggunaan BTM yang benar. Beberapa produsen menambahkan pengawet ke dalam produk pangannya dengan jumlah yang melebihi batas maksimum 1

Transcript of 7.Laporan Praktikum Btm II Formalin

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi semua orang. Pangan

sangat penting untuk kehidupan manusia. Dengan bertambahnya jumlah

penduduk maka kebutuhan akan pangan pun semakin meningkat. Untuk itu

maka manusia mengembangkan teknologi pangan untuk meningkatkan

produksi pangan agar dapat mencukupi kebutuhan pangan yang semakin

meningkat.

Salah satu bentuk pengolahan pangan adalah dengan menambahan

BTM atau Bahan Tambahan Makanan ke dalam produk pangan. Ada

beberapa jenis BTM yaitu pewarna, pemanis, pengawet, penguat rasa, dan

lainnya. Sekarang ini pemberian BTM khususnya pengawet ke dalam produk

pangan pada industri pangan baik skala rumah tangga maupun perusahaan

tidak dapat dihindari. Penggunaan BTM pengawet ini bertujuan untuk

meningkatkan daya simpan suatu produk pangan sehingga produk pangan

tersebut tidak mudah rusak. Tujuan dari pengggunaan BTM ini sebenarnya

sangat berguna bagi manusia, namun tidak semua produsen pangan mengikuti

ketentuan yang berlaku dalam penggunaan BTM yang benar. Beberapa

produsen menambahkan pengawet ke dalam produk pangannya dengan

jumlah yang melebihi batas maksimum yang telah diatur dalam Peraturan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722 tahun 1988 tentang Bahan

Tambahan Makanan. Selain itu ada banyak produsen yang hanya memikirkan

keuntungan sehingga tidak ragu menggunakan BTM pengawet yang dilarang

penggunaannya karena berbahaya bagi kesehatan.

Banyaknya produk pangan yang menggunakan pengawet berbahaya

yang beredar di masyarakat tentu saja memerlukan perhatian khusus.

Masyarakat diharuskan untuk lebih berhati-hati dalam memilih makanan yang

akan dikonsumsi agar tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung

pengawet berbahaya. Contoh makanan yang sering ditambahkan BTM

1

pengawet berbahaya oleh produsen yang tidak bertanggung jawab adalah mie

yang berformalin, bakso yang mengandung boraks, dan sebagainya.

Makanan berbahaya ini berdampak negatif bagi kesehatan anak-anak

dan juga orang dewasa. Karena itu upaya identifikasi dan pengujian terhadap

produk pangan perlu dilakukan untuk menjamin keamanan dari makanan

tersebut. Upaya identifikasi dan pengujian tersebut diharapkan dapat

bermanfaat bagi masyarakat untuk bisa menentukan pilihan pada makanan

yang sehat serta dapat juga digunakan pemerintah sebagai monitoring

terhadap keamanan produk pangan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat kandungan formalin pada pentol di SD Hidayatul

Ummah?

2. Apakah terdapat kandungan formalin pada ikan asin di pasar Karang

Menjangan?

3. Apakah terdapat kandungan formalin pada tahu goreng di terminal

Joyoboyo?

1.3 Tujuan

1. Tujuan umum

Mengidentifikasi kandungan zat pengawet berupa formalin yang terdapat

dalam makanan pentol di SD Hidayatul Ummah, ikan asin di pasar Karang

Menjangan, dan tahu goreng di terminal Joyoboyo.

2. Tujuan khusus

a. Mempraktekkan prosedur pengujian BTM pengawet dalam produk

pangan.

b. Mengidentifikasi kandungan zat pengawet yang terdapat dalam produk

pangan di SD Hidayatul Ummah, pasar Karang Menjangan, dan

terminal Joyoboyo.

c. Mengidentifikasi organoleptik produk pangan di sekolah, pasar, dan

terminal.

2

1.4 Manfaat

1. Bagi mahasiswa

a. Mengetahui prosedur pengujian bahan pengawet berbahaya dalam

produk pangan.

b. Mendapatkan pengetahuan mengenai Bahan Tambahan Makanan

buatan serta dampaknya bagi kesehatan.

2. Bagi masyarakat

a. Mendapakan informasi mengenai bahan pengawet pada makanan dan

dampaknya bagi kesehatan.

b. Meningkatkan kewaspadaan masyarakat dalam memilih makanan yang

sehat dan tidak mengandung pengawet berbahaya.

3. Bagi produsen pangan

a. Mendapatkan informasi mengenai batas jenis Bahan Tambahan

Makanan pengawet yang diperbolehkan.

b. Meningkatkan kualitas produk pangan yang dihasilkan dengan

mengikuti aturan tentang Bahan Tambahan Makanan sehingga tidak

berbahaya bagi kesehatan.

4. Bagi pemerintah

a. Sebagai bahan monitoring dan evaluasi terhadap keamanan pangan di

Indonesia.

b. Sebagai referensi untuk membuat intervensi yang tepat untuk

mengatasi permasalahan keamanan pangan di Indonesia.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Jenis Bahan Pengawet

Bahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah

atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain

terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bahan tambahan

pangan ini biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau

makanan yang disukai oleh bakteri atau jamur sebagai media pertumbuhan,

misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain bahan

pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan

atau menghentikan, dan memberikan perlindungan bahan makanan dari

proses pembusukan.

Sebenarnya pengawet makanan sudah mulai digunakan manusia

berabad lamanya. Garam, gula, atau asam/cuka yang mula-mula digunakan.

Tetapi dengan semakin meningkatnya teknologi, proses pengawetan makanan

sudah tidak alamiah seperti dulu. Zat-zat yang ditambahkan pada makanan

semakin sedikit yang bersifat alamiah, malah yang bersifat artificial (zat

kimia) semakin banyak.

Penggunaan bahan kimia sebagai bahan tambahan pada makanan saat

ini sering ditemui pada makanan dan minuman. Pengawet bahan kimia

berfungsi untuk memperlambat kerusakan makanan baik baik yang

disebabkan mikroba pembusuk, bakteri, ragi atau jamur dengan cara

menghambat, mencegah dan menghentikan proses pembusukan dan

fermentasi dari bahan makanan. (Winarno dan Jeni, 1983)

2.1.1 Macam Zat Pengawet

Bahan pengawet terbagi ke dalam dua jenis, yaitu zat pengawet anorganik

dan zat pengawet organik.

1. Zat pengawet anorganik

Zat pengawet anorganik yang masih sering dipakai adalah sulfit,

hidrogen peroksida, nitrat, dan nitrit. Sulfit digunakan dalam bentuk gas

4

SO2, garam Na atau K sulfit, bisulfit, dan metabisulfit. Molekul sulfit

lebih mudah menembus dinding sel mikroba bereaksi dengan

asetildehid membentuk senyawa yang tidak dapat difermentasi oleh

enzim mikroba, mereduksi ikatan disulfida enzim, dan bereaksi dengan

keton membentuk hidroksisulfonat yang dapat menghambat mekanisme

pernapasan.

Garam nitrat dan nitrit umumnya digunakan pada proses

pencucian daging untuk memperoleh warna yang baik dan mencegah

pertumbuhan mikroba seperti Clostridium botulinum. Penggunaan

bahan ini semakin luas karena manfaatnya sebagai pembentuk warna,

bahan pengawet antimikroba, serta pemberi aroma dan cita rasa.

2. Zat pengawet organik

Zat pengawet organik lebih banyak digunakan daripada zat

pengawet anorganik karena bahan ini lebih mudah dibuat. Bahan

organik digunakan baik dalam bentuk asam maupun dalam bentuk

garamnya. Zat kimia yang sering dipakai sebagai bahan pengawet ialah

asam sorbat, asam propionat, asam benzoat, asam asetat, dan epoksida.

2.1.2 Macam pengawetan

Secara garis besar pengawetan dapat dibagi dalam 3 golongan yaitu :

a. Pengawetan secara alami

Proses pengawetan secara alami meliputi pemanasan dan pendinginan.

b. Pengawetan secara biologis

Proses pengawetan secara biologis misalnya dengan peragian

(fermentasi).

1. Peragian (Fermentasi)

Merupakan proses perubahan karbohidrat menjadi alkohol.

Zat yang bekerja pada proses ini ialah enzim yang dibuat oleh sel

ragi. Lamanya proses peragian tergantung dari bahan yang akan

diragikan.

a. Enzim

5

Enzim adalah suatu katalisator biologis yang dihasilkan

oleh sel-sel hidup dan dapat membantu mempercepat

bermacam-macam reaksi biokimia. Enzim yang terdapat dalam

makanan dapat berasal dari bahan mentahnya atau

mikroorganisme yang terdapat pada makanan tersebut. Bahan

makanan seperti daging, ikan susu, buah-buahan dan biji-bijian

mengandung enzim tertentu yang secara normal ikut aktif

bekerja di dalam bahan tersebut.

Enzim dapat menyebabkan perubahan dalam bahan

pangan. Perubahan itu dapat menguntungkan ini dapat

dikembangkan semaksimal mungkin, tetapi yang merugikan

harus dicegah. Perubahan yang terjadi dapat berupa rasa,

warna, bentuk, kalori, dan sifat-sifat lainnya. Beberapa enzim

yang penting dalam pengolahan daging adalah bromelin dari

nenas dan papain dari getah buah atau daun pepaya.

1. Enzim Bromalin

Didapat dari buah nenas, digunakan untuk

mengempukkan daging. Aktifitasnya dipengaruhi oleh

kematangan buah, konsentrasi pemakaian, dan waktu

penggunaan. Untuk memperoleh hasil yang maksimum

sebaiknya digunakan buah yang muda. Semakin banyak

nenas yang digunakan, semakin cepat proses bekerjanya.

2. Enzim Papain

Berupa getah pepaya, disadap dari buahnya yang

berumur 2,5~3 bulan. Dapat digunakan untuk mengepukan

daging, bahan penjernih pada industri minuman bir,

industri tekstil, industri penyamakan kulit, industri

pharmasi dan alat-alat kecantikan (kosmetik) dan lain-lain.

Enzim papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk

putih kekuningan, halus, dan kadar airnya 8%. Enzim ini

harus disimpan dibawah suhu 60o C. Pada 1 (satu) buah

pepaya dapat dilakukan 5 kali sadapan. Tiap sadapan

6

menghasilkan + 20 gram getah. Getah dapat diambil setiap

4 hari dengan jalan menggoreskan buah tersebut dengan

pisau.

c. Pengawetan Secara Kimia

Menggunakan bahan kimia, seperti gula pasir, garam dapur,

nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam sitrat, garam sulfat,

dan lainnya. Proses pengasapan juga termasuk cara kimia sebab bahan

kimia dalam asap dimasukkan ke dalam makanan yang diawetkan.

Apabila jumlah pemakainannya tepat, pengawetan dengan bahan-bahan

kimia dalam makanan sangat praktis karena dapat menghambat

berkembangbiaknya mikroorganisme seperti jamur atau kapang,

bakteri, dan ragi. Berikut adalah beberapa contoh bahan pengawet

kimia:

a. Asam propionat (natrium propionat atau kalsium propionat)

Sering digunakan untuk mencegah tumbuhnya jamur atau

kapang. Untuk bahan tepung terigu, dosis maksimum yang

digunakan adalah 0,32 % atau 3,2 gram/kg bahan; sedangkan untuk

bahan dari keju, dosis maksimum sebesar 0,3 % atau 3 gram/kg

bahan.

b. Asam sitrat (citric acid)

Merupakan senyawa intermedier dari asam organik yang

berbentuk Kristal atau serbuk putih. Asam sitrat ini maudah larut

dalam air, spriritus, dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam,

serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang

selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat juga

terdapat dalam sari buah-buahan seperti nenas, jeruk, lemon,

markisa. Asam ini dipakai untuk meningkatkan rasa asam

(mengatur tingkat keasaman) pada berbagai pengolahan minum,

produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain. Asam sitrat berfungsi

sebagai pengawet pada keju dan sirup, digunakan untuk mencegah

proses kristalisasi dalam madu, gula-gula (termasuk fondant), dan

juga untuk mencegah pemucatan berbagai makanan, misalnya

7

buah-buahan kaleng dan ikan. Larutan asam sitrat yang encer dapat

digunakan untuk mencegah pembentukan bintik-bintik hitam pada

udang. Penggunaan maksimum dalam minuman adalah sebesar 3

gram/liter sari buah.

c. Benzoat (acidum benzoicum atau flores benzoes atau benzoic acid)

Benzoat biasa diperdagangkan adalah garam natrium benzoat,

dengan ciri-ciri berbentuk serbuk atau kristal putih, halus, sedikit

berbau, berasa payau, dan pada pemanasan yang tinggi akan

meleleh lalu terbakar.

d. Bleng

Merupakan larutan garam fosfat, berbentuk kristal, dan

berwarna kekuningkuningan. Bleng banyak mengandung unsur

boron dan beberapa mineral lainnya. Penambahan bleng selain

sebagai pengawet pada pengolahan bahan pangan terutama

kerupuk, juga untuk mengembangkan dan mengenyalkan bahan,

serta memberi aroma dan rasa yang khas. Penggunaannya sebagai

pengawet maksimal sebanyak 20 gram per 25 kg bahan. Bleng

dapat dicampur langsung dalam adonan setelah dilarutkan dalam

air atau diendapkan terlebih dahulu kemudian cairannya

dicampurkan dalam adonan.

e. Garam dapur (natrium klorida)

Garam dapur dalam keadaan murni tidak berwarna, tetapi

kadang-kadang berwarna kuning kecoklatan yang berasal dari

kotoran-kotoran yang ada didalamnya. Air laut mengandung + 3 %

garam dapur. Garam dapur sebagai penghambat pertumbuhan

mikroba, sering digunakan untuk mengawetkan ikan dan juga

bahan-bahan lain. Pengunaannya sebagai pengawet minimal

sebanyak 20 % atau 2 ons/kg bahan.

f. Garam sulfat

Digunakan dalam makanan untuk mencegah timbulnya ragi,

bakteri dan warna kecoklatan pada waktu pemasakan.

g. Gula pasir

8

Digunakan sebagai pengawet dan lebih efektif bila dipakai

dengan tujuan menghambat pertumbuhan bakteri. Sebagai bahan

pengawet, pengunaan gula pasir minimal 3% atau 30 gram/kg

bahan.

h. Kaporit (Calsium hypochlorit atau hypochloris calsiucus atau chlor

kalk atau kapur klor)

Merupakan campuran dari calsium hypochlorit, -chlorida da -

oksida, berupa serbuk putih yang sering menggumpal hingga

membentuk butiran. Biasanya mengandung 25~70 % chlor aktif

dan baunya sangat khas. Kaporit yang mengandung klor ini

digunakan untuk mensterilkan air minumdan kolam renang, serta

mencuci ikan.

i. Natrium Metabisulfit

Natrium metabisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal.

Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk

mencegah proses pencoklatan pada buah sebelum diolah,

menghilangkan bau dan rasa getir terutama pada ubi kayu serta

untuk mempertahankan warna agar tetap menarik. Natrium

metabisulfit dapat dilarutkan bersama-sama bahan atau diasapkan.

Prinsip pengasapan tersebut adalah mengalirkan gas SO2 ke

dalam bahan sebelum pengeringan. Pengasapan dilakukan selama +

15 menit. Maksimum penggunaannya sebanyak 2 gram/kg bahan.

Natrium metabisulfit yang berlebihan akan hilang sewaktu

pengeringan.

j. Nitrit dan Nitrat

Terdapat dalam bentuk garam kalium dan natrium nitrit.

Natrium nitrit berbentuk butiran berwarna putih, sedangkan kalium

nitrit berwarna putih atau kuning dan kelarutannya tinggi dalam air.

Nitrit dan nitrat dapat menghambat pertumbuhan bakteri pada

daging danikan dalam waktu yang singkat. Sering digunakan pada

daging yang telah dilayukan untuk mempertahankan warna merah

daging. Jumlah nitrit yang ditambahkan biasanya 0,1 % atau 1

9

gram/kg bahan yang diawetkan. Untuk nitrat 0,2 % atau 2 gram/kg

bahan. Apabila lebih dari jumlah tersebut akan menyebabkan

keracunan, oleh sebab itu pemakaian nitrit dan nitrat diatur dalam

undang-undang. Untuk mengatasi keracunan tersebut maka

pemakaian nitrit biasanya dicampur dengan nitrat dalam jumlah

yang sama. Nitrat tersebut akan diubah menjadi nitrit sedikit demi

sedikit sehingga jumlah nitrit di dalam daging tidak berlebihan.

k. Sendawa

Merupakan senyawa organik yang berbentuk kristal putih

atau tak berwarna, rasanya asin dan sejuk. Sendawa mudah larut

dalamair dan meleleh pada suhu 377oC. Ada tiga bentuk sendawa,

yaitu kalium nitrat, kalsium nitrat dan natrium nitrat. Sendawa

dapat dibuat dengan mereaksikan kalium khlorida dengan asam

nitrat atau natrium nitrat. Dalamindustri biasa digunakan untuk

membuat korek api, bahan peledak, pupuk, dan juga untuk

pengawet abahn pangan. Penggunaannya maksimum sebanyak 0,1

% atau 1 gram/kg bahan.

l. Zat Pewarna

Zat pewarna ditambahkan ke dalam bahan makanan seperti

daging, sayuran, buah-buahan dan lain-lainnya untuk menarik

selera dankeinginan konsumen. Bahan pewarna alam yang sering

digunakan adalah kunyit, karamel dan pandan. Dibandingkan

dengan pewarna alami, maka bahan pewarna sintetis mempunyai

banyak kelebihan dalam hal keanekaragaman warnanya, baik

keseragaman maupun kestabilan, serta penyimpanannya lebih

mudah dan tahan lama. Misalnya carbon black yang sering

digunakan untuk memberikan warna hitam, titanium oksida untuk

memutihkan, dan lainlain. Bahan pewarna alami warnanya jarang

yang sesuai dengan yangdinginkan.

10

2.2. Mekanisme Kerja Bahan Pengawet

Dalam mempengaruhi aktivitas mikroba, bahan pengawet memiliki

faktor diantaranya jenis bahan kimia dan konsentrasi, banyaknya

mikroorganisme, komposisi bahan pangan, keasaman bahan pangan, dan suhu

penyimpanan. Sebagai antimikroba, bahan pengawet mempunyai mekanisme

kerja untuk menghambat pertumbuhan bahkan mematikan mikroba,

diantaranya sebagai berikut.

1. Gangguan sistem genetik

Penggunaan bahan pengawet pada makanan akan menyebabkan

bahan kimia masuk ke dalam sel mikroba yang terdapat dalam makanan.

Beberapa bahan kimia dapat berkombinasi atau menyerang ribosoma dan

menghambat sintesa protein. Jika gen-gen mikroba telah dipengaruhi

bahan kimia tersebut maka sintesa enzim yang mengontrol gen pada

mikroba akan dihambat sehingga pertumbuhan mikroba juga akan

terhambat.

2. Menghambat sintesa dinding sel atau membran

Dalam mekanisme ini, bahan kimia tidak perlu masuk ke dalam sel

mikroba untuk menghambat pertumbuhannya. Reaksi yang terjadi pada

dinding sel atau membran dapat mengubah permeabilitas sel. Hal ini

dapat mengganggu atau menghalangi jalannya nutrien masuk ke dalam

sel, dan mengganggu keluarnya zat-zat penyusun sel dan metabolit dari

dalam sel. Kerusakan membran sel dapat terjadi karena reaksi antara

bahan pengawet dengan sisi aktif atau larutnya senyawa lipid. Hal ini

akan menyebabkan kebutuhan sel tidak terpenuhi dengan baik.

3. Penghambat enzim

Mekanisme penghambatan perkembangan mikroba salah satunya

dengan menghambat kerja enzim pada mikroba. Penghambatan enzim

dapat terjadi melalui perubahan pH yang drastis dan naik turunnya pH

akibat reaksi bahan kimia dalam sel mikroba.

4. Peningkatan nutrien esensial

Mikroorganisme mempunyai kebutuhan nutrien yang berbeda,

sehingga pengikatan nutrien tertentu pada suatu organisme akan

11

memberikan pengaruh yang berbeda jika nutrien tersebut terikat dengan

organisme lain. Dan jika suatu nutrien terikat pada organisme yang hanya

membutuhkan sedikit nutrien maka nutrien tersebut hanya akan memberi

lebih sedikit pengaruh dibandingkan pengikatan nutrien tersebut dengan

organisme lain yang membutuhkan lebih banyak nutrien tersebut.

2.3. Tujuan Penggunaan Bahan Pengawet

Bahan pengawet merupakan bahan tambahan pangan yang sudah

cukup lama digunakan. Secara umum penambahan bahan pengawet pada

pangan bertujuan sebagai berikut.

1. Menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk pada pangan baik yang

bersifat patogen maupun yang tidak bersifat patogen.

2. Memperpanjang daya simpan pangan.

3. Tidak menurunkan kualitas gizi, warna, cita rasa, dan bau bahan pangan

yang diawetkan.

4. Tidak untuk menyembunyikan keadaan pangan yang berkualitas rendah.

5. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang tidak

memenuhi persyaratan.

6. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

Penambahan pengawet dalam pangan diperbolehkan. Akan tetapi,

terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penambahan bahan

tambahan pangan. Berikut ini beberapa persyaratan suatu bahan untuk

ditambahkan dalam pangan, antara lain.

1. Memberi arti ekonomis dari pengawetan atau terdapat keuntungan dari

penggunaan pengawet dalam pangan.

2. Hanya digunakan jika cara-cara pengawetan yang lain tidak tersedia atau

tidak mencukupi.

3. Memperpanjang daya simpan pangan.

4. Tidak menurunkan kualitas (warna, cita rasa, dan bau) bahan pangan yang

diawetkan.

5. Mudah dilarutkan.

12

6. Menunjukkan sifat antimikroba pada kadar pH bahan pangan yang

diawetkan.

7. Aman dalam jumlah yang diperlukan.

8. Mudah ditentukan dengan analisis kimia.

9. Tidak menghambat enzim pencernaan.

10. Tidak mengalami dekomposisi atau tidak bereaksi untuk membentuk

suatu senyawa kompleks yang bersifat lebih toksis bagi tubuh.

11. Mudah dikontrol dan tercampur secara merata dalam bahan pangan.

12. Mempunyai spektra antimikroba yang luas, meliputi macam-macam

pembusukan oleh mikroba yang berbuhungan dengan bahan pangan yang

diawetkan.

2.4 Efek Terhadap Kesehatan

Pemakaian bahan tambahan pada makanan harus dilengkapi dengan

pengujian toksisitas guna mengetahui kerugian yang dapat ditimbulkan

terhadap kesehatan. Adapun jumlah bahan pengawet yang diizinkan untuk

digunakan mengawetkan bahan pangan dengan kandungan mikroorganisme

yang normal untuk jangka waktu tertentu, tetapi kurang efektif jika

dicampurkan ke dalam bahan pangan yang telah membusuk atau

terkontaminasi. Penggunaan bahan pengawet yang berlebihan dalam makanan

dapat memberikan efek buruk bagi kesehatan. Berikut beberapa efek

pengawet pangan terhadap kesehatan, antara lain.

1. Bahan pengawet organik

a. Pada penderita asma dan orang yang menderita urticaria sangat

sensitif terhadap asam benzoat, dan jika dikonsumsi dalam jumlah

besar akan mengiritasi lambung.

b. Asam sorbat dapat memberikan efek iritasi pada kulit apabila

digunakan langsung pada kulit.

c. Pemakaian natrium dan kalium propionat dilaporkan memiliki

hubungan dengan terjadinya migrain.

13

d. Pemakaian asam benzoat dan garam natriumnya dapat memberikan

efek terhadap kesehatan dengan timbulnya reaksi alergi pada mulut

dan kulit.

e. Penggunaan nisin sebagai pengawet makanan dicurigai memberikan

efek neprotoksis.

2. Bahan pengawet anorganik

Penetapan batas aman terhadap pemakaian bahan tambahan pangan

dilakukan melalui uji toksisitas. Hal ini didasarkan pada konsep ADI

(Acceptable Daily Intake) yang menyatakan bahwa semua bahan kimia

yang digunakan sebagai bahan pengawet adalah racun, tetapi toksisitasnya

sangat ditentukan oleh jumlah pemakaian. Adapun beberapa efek

pemakaian pengawet terhadap kesehatan sebagai berikut.

a. Pemakaian belerang dioksida yang berlebihan dapat mengakibatkan

keracunan yang dapat menyebabkan luka usus. Selain itu, bagi

pengidap asma ternyata memiliki hipersensitivitas terhadap bahan

pengawet yang dapat menyebabkan kekambuhan.

b. Sebuah studi mengemukakan bahwa pemakaian nitrit dengan dosis

tinggi dapat menyebabkan kanker. Hal ini terjadi akibat adanya reaksi

antara nitrat dan beberapa amin yang akhirnya membentuk senyawa

nitrosamin yang merupakan senyawa karsinogenik.

2.5. Peraturan tentang Bahan Pengawet Makanan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor1168/MENKES/PER/X/1999, bahan pengawet makanan yang dilarang

untuk digunakan antara lain:

1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya

2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)

3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)

4. Dulsin (Dulcin)

5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate)

6. Kloramfenikol (Chloramphenicol)

7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)

14

8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)

9. Formalin (Formaldehyde)

10. Kalium Bromat (Potassium Bromate)

15

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum pemeriksaan kandungan formalin pada beberapa sampel

makanan dilakukan pada hari Rabu, 11 April 2012 pukul 11.00 WIB.

Praktikum dilaksanakan di laboratorium kimia Jurusan Kesehatan

Lingkungan Poltekkes Surabaya.

Adapun sampel makanan yang diperiksa kandungan BTM pengawet

adalah pentol yang dijual di SD Hidayatul Ummah, ikan asin yang dijual di

pasar Karang Menjangan, dan tahu goreng yang dijual terminal Joyoboyo.

3.2 Alat dan Bahan

Alat :

1. Timbangan analitik

2. Mortal

3. Blender

4. Pipetting ball

5. Gelas ukur

6. Pipet

7. Tabung reaksi

8. Rak tabung reaksi

Bahan :

1. Sampel

a. Ikan asin dari pasar Karang Menjangan

b. Pentol di depan SD Hidayatul Ummah

c. Tahu goreng dari terminal Joyoboyo

2. Formaldehid kit

3. RAS (Rose Amine Sulfit)

4. Reagen Fuchsin

5. Aquadest

16

3.3 Langkah Kerja

a. Tahap persiapan sampel

1. Timbang masing-masing 50 gram sampel.

2. Hancurkan dengan pipetting ball atau jika sulit gunakan blender dan

ulangi untuk setiap sampel.

3. Tambahkan masing-masing sampel dengan 150 ml aquadest (jika

terlalu pekat bisa ditambahkan aquadest hingga perbandingan sampel

dan aquadest 1:5 atau 1:7) kemudian aduk.

4. Diamkan selama 30 menit agar terbentuk supranata. Pemisahan bisa

dilakukan dengan penyaringan atau sentrifuge.

b. Tahap Pengujian

1). Pengujian dengan Stick test

1. Masukkan 5 ml hasil penyaringan ke dalam tabung reaksi.

2. Tambahkan 10 tetes pereaksi dari formaldehid kit kemudian

kocok dengan hati-hati.

3. Celupkan stick paper kedalam larutan lalu diamkan stick selama 1

menit agar kering.

4. Cocokkan dengan warna yang ada di tabel.

2). Pengujian dengan Schift test (sebagai confirmed test hasil stick test

agar mendapat hasil yang valid)

1. Masukkan 5 ml hasil penyaringan ke dalam tabung reaksi.

2. Tambahkan 1 ml pereaksi fuchsin.

3. Tambahkan 1 ml RAS.

4. Diamkan beberapa saat.

5. Jika warna larutan berubah menjadi violet maka terdapat

formaldehyde, jika tidak ada akan berwarna merah mawar.

17

Gambar tahap persiapan sampel

Gambar 3.1 Menimbang sampel Gambar 3.2 Sampel dihaluskan

Gambar 3.3 Tambahkan 150 ml

aquadest, diamkan selama 30 menit

Gambar tahap pengujian stick test

Gambar 3.4 Masukkan 5 ml larutan Gambar 3.5 Tambahkan 10 tetes

ke dalam tabung reaksi pereaksi dari formaldehide kit

18

Gambar 3.6 Kocok larutan Gambar 3.7 Diamkan stick paper

agar kering setelah dicelupkan

ke dalam tabung reaksi

Gambar 3.8 Cocokkan stick paper

dengan indikator standar

Gambar tahap pengujian schift test

Gambar 3.9 Masukkan 5 ml larutan Gambar 3.10 Tambahkan 1 ml

ke dalam tabung reaksi reagen fuchsin dan 1 ml RAS

19

Gambar 3.11 Bandingkan dengan

standar larutan yang mengandung

formalin (larutan yang mengandung

formalin akan berwarna violet)

3.4 Rincian Dana

Tabel 3.1 Rincian dana

No. Rincian Biaya

1. Biaya laboratorium untuk 3 sampel @ Rp 30.000 Rp 90.000

2. Sampel pentol Rp 2.000

3. Sampel ikan asin Rp 3.000

4. Sampel tahu goreng Rp 2.000

Jumlah Rp 97.000

20

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Praktikum

Tabel 4.1. Hasil Uji Kualitatif Kandungan Formalin melalui Stick Test

No Kode sampelWarna Stick Paper

Setelah PengujianKeterangan

1. A Putih Kandungan formalin negatif

2. B Putih Kandungan formalin negatif

3. C Putih Kandungan formalin negatif

Tabel 4.2. Hasil Uji Kualitatif Kandungan Formalin melalui Schift Test

No.Kode

Sampel

Perubahan WarnaKeterangan

Sebelum Sesudah

1. A Putih Merah rose Kandungan formalin negatif

2. B Coklat muda Merah rose Kandungan formalin negatif

3. C Putih Merah rose Kandungan formalin negatif

Tabel 4.3. Hasil Uji Organoleptik pada Sampel Makanan

No. Sampel A Sampel B Sampel C

1. Kenyal oleh tepung

kanji

Dikerubungi lalat Mudah dibelah

2. Tidak terlalu padat

atau keras

Bentuk tidak utuh atau

mudah hancur

Bagian dalam mudah

hancur

Keterangan :

Sampel A : sampel pentol dari SD Hidayatul Ummah

Sampel B : sampel ikan asin dari pasar Karang Menjangan

Sampel C : sampel tahu goreng dari terminal Joyoboyo

21

4.2. Pembahasan

a. Uji zat pengawet formalin dilakukan melalui uji kualitatif saja karena

menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Peraturan Menteri

Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan

Makanan, formalin merupakan bahan yang dilarang untuk ditambahkan

dalam makanan. Jadi berapapun jumlahnya yang ada dalam makanan

tetap tidak diperkenankan.

b. Dalam uji kualitatif kandungan formalin dalam sampel mengunakan dua

kali uji yaitu Stick Test dan Schift Test. Schift Test digunakan sebagai

confirmed test hasil stick test agar hasilnya lebih valid.

c. Hasil pada uji kualitatif menggunakan stick test didapatkan hasil bahwa

ketiga sampel makanan yang diuji tidak mengandung formalin. Hal ini

terlihat dari perubahan warna pada stick paper setelah dicelupkan dalam

larutan sampel tidak menunjukkan warna sesuai indikator adanya

formalin (pada tabel indikator warna formaldehid kit).

d. Untuk hasil yag lebih valid, pengujian dilanjutkan dengan schift test

dimana sebelumnya dibuat dahulu larutan standar dari pencampuran

larutan formalin, pereaksi fuchsin, dan RAS. Campuran ini digunakan

sebagai indikator warna violet yang positif mengandung formalin (agar

tidak terjadi bias warna).

e. Pada perlakuan schift test ketiga sampel yang diuji tidak menunjukkan

warna violet tetapi berubah menjadi warna merah rose. Hal ini

menunjukkan bahwa kandungan formalin dalam ketiga sampel yang

diambil dari SD Hidayatul Ummah, Pasar Karang Menjangan dan

Terminal Joyoboyo adalah negatif.

22

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Berdasarkan pemeriksaan mengunakan stick test ternyata pada stick paper

ketiga sampel menunjukkan warna putih yang berarti bahwa tidak terdapat

formalin pada ketiga sampel yang diuji.

2. Berdasarkan pemeriksaan dengan Schift test sebagai confirmed test

menunjukkan warna merah Rose pada ketiga sampel yang menunjukkan

bahwa tidak terdapat kandungan formalin pada ketiga sampel yang diuji.

3. Berdasarkan dua metode pengujian formalin secara kualitatif dapat

disimpulkan bahwa ketiga sampel makanan yang diambil dari SD

Hidayatul Ummah, Pasar Karang Menjangan, dan Terminal Joyoboyo

tidak mengandung bahan pengawet berbahaya formalin.

4. Organoleptik pada ketiga sampel makanan yang tidak mengandung

formalin menunjukkan bahwa sampel pentol di SD Hidayatul Ummah

kenyal oleh tepung kanji dan tidak terlalu padat atau keras, sampel ikan

asin di pasar Karang Menjangan dikerubungi lalat dan bentuknya tidak

utuh atau mudah hancur, serta sampel tahu goreng di terminal Joyoboyo

mudah dibelah dan bagian dalamnya mudah hancur.

5.2. Saran

1. Masyarakat sebaiknya lebih berhati-hati dalam membeli makanan yang

dijual di tempat-tempat umum agar tidak mengkonsumsi makanan yang

mengandung formalin ataupun bahan berbahaya lainnya.

2. Para orangtua sebaiknya menyiapkan bekal makanan bagi anak mereka

agar tidak jajan sembarangan di sekolah.

3. Masyarakat lebih waspada saat berbelanja di pasar dalam memilih bahan

makanan yang akan dibeli.

4. Masyarakat bisa melakukan uji formalin sederhana saat membeli

makanan misalnya dengan cara :

23

a. Memberikan makanan pada kucing, apabila mengandung formalin

biasanya kucing tidak akan mau memakannya.

b. Melihat ada tidaknya lalat disekitar makanan. Bila makanan

mengandung formalin maka tidak akan ada lalat di sekitar makanan

tersebut.

24

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. http://yoza-fitriadi.blogspot.com/2011/01/laporan-penelitian-praktikum-

kimia.html

Cahyadi, Wisnu. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan.

Jakarta: Bumi Aksara

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1168/MENKES/PER/X/1999 tentang Perubahan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 722/MENKES/PER/IX/1988 tentang

Bahan Tambahan Makanan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia

Siaka, I M. Analisa Kandungan Natrium Benzoat pada Saos Tomat yang Beredar

di Kota Denpasar. Denpasar: Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana

Winarno F.G. dan B.S.L. Jeni. 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara

Pencegahannya. Bogor: Galia Indonesia.

25