79849000-Fagositosis
description
Transcript of 79849000-Fagositosis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Pengertian
Fagositosis merupakan mekanisme tubuh untuk melawan agen asing yang
masuk dalam tubuh (Suyudi dan Hutabarat, 1993) dan merupakan bagian dari respon
imun nonspesifik serta memainkan peran pada pertemuan pertama inang dengan
benda-benda asing. Pada proses ini terjadi penelanan partikel-partikel oleh
sekelompok sel khusus yang dinamakan sebagai sel-sel fagositik (Bellanti, 1993).
Selain itu dikenal pula istilah pinositosis, yaitu proses memakan zat-zat non
partikel, misalnya tetes cairan. Proses fagositosis maupun pinositosis mulai dari
terbentuknya suatu kantong pada membran sel, dan diikuti dengan pengambilan
partikel atau terisi oleh cairan. Kantong ini kemudian melipat ke dalam dan
membentuk vakuola yang berisi partikel atau cairan yang akan dicerna lebih lanjut
(Anonymous, 1997). Gambar 1 memperlihatkan proses fagositosis dan pinositosis.
Baik fagositosis maupun pinositosis, merupakan suatu proses endositosis.
Gambar 1. Proses fagositosis dan pinositosis (Anonymous, 1997).
1
Mikroorganisme yang mudah mengalami fagositosis dan mati, pada umumnya
merupakan parasit yang tidak berhasil menyebabkan sakit pada inangnya. Sebaliknya,
banyak bakteri yang berhasil mengatasi aktivitas fagositosis ini (Todar, 1997a).
Untuk lebih memahami tentang bagaimana bakteri dapat menghindar dari
fagositosis atau selamat dari proses fagositosis, maka dalam makalah ini akan dibahas
mengenai tahap-tahap fagositosis dan berbagai cara bakteri dalam mengatasi atau
menghindari aktivitas fagositosis.
1.2 Sel-sel Fagositik
Pada manusia, fagositosis dilakukan terutama oleh fagosit mononuklear,
neutrofil dan dalam jumlah yang kecil oleh eosinofil. Fagosit mononuklear dihasilkan
oleh sel induk (stem cell) di dalam sumsum tulang, kemudian mengalami proliferasi
dan dilepaskan dalam darah sesudah satu periode melalui fase monoblast – fase
promonosit – fase monosit (Bellanti, 1993 ; Todar, 1997a). Jumlah monosit yang
mencapai 3 – 7% dari seluruh leukosit dalam sirkulasi (Todar, 1997a), dapat bertahan
selama 1 – 3 hari sebelum masuk dalam jaringan dan menjadi makrofag yang dapat
hidup beberapa bulan dan dapat bergerak bebas atau juga tidak bergerak seperti sel
Kupffer dalam hati dan sel Langerhans dalam kulit (Suyudi dan Hutabarat, 1993).
Makrofag sangat dikhususkan untuk melaksanakan fungsi penelanan dan
penghancuran semua benda-benda berupa partikel dengan proses endositosis. Sel-sel
ini membersihkan dan menghancurkan bakteri-bakteri tertentu, sel-sel yang rusak atau
tidak berguna, sel-sel tumor, benda-benda koloid dan molekul-molekul besar. Proses
fagositosis kadang-kadang dipermudah oleh adanya antibodi dan komplemen sebagai
opsonin (Bellanti, 1993).
2
Leukosit Neutrofil atau Polimorfonuklear (PMN) dalam keadaan normal
berjumlah 60 – 70% dari jumlah seluruh leukosit di dalam darah perifer orang dewasa
(Bellanti, 1993). Todar (1997) menyatakan bahwa sel yang memiliki masa hidup yang
pendek ini meliputi 30 – 70% dari leukosit dalam sirkulasi. Sel ini berasal dari stem
cell, kemudian mengalami satu seri pembelahan dan pendewasaan melalui fase
myeloblast – promyelosit – metamyelosit – sel matang – PMN dewasa. Sesudah
periode yang pendek di dalam sirkulasi (12 jam), kemudian masuk ke jaringan dan
bertahan selama beberapa hari. Secara normal sel-sel ini tidak pernah kembali dari
jaringan ke dalam darah. Beberapa sel dalam kelompok vaskuler tidak mengalir
secara bebas, karena sebagian dari sel-sel ini terasing untuk sementara dalam
pembuluh-pembuluh darah kecil atau menempel pada dinding pembuluh darah besar
(Bellanti, 1993).
Granula sitoplasma neutrofil dibentuk dari badan Golgi yang mengandung
protein, disebut lisozom dan mengandung berbagai zat bakterisidal dan enzim-enzim
digesti yang dapat menghancurkan bakteri setelah penelanan. Neutrofil juga
mengandung glikogen sebagai sumber energi metabolik dalam kondisi anaerobik
(Todar, 1997a).
Sel fagositik ketiga adalah eosinofil, meliputi sekitar 1 – 3 % dari leukosit
yang ada dalam sirkulasi darah dan dapat dibedakan dari leukosit lainnya oleh adanya
granula-granula sitoplasmik yang besar yang tercat merah dengan eosin. Sel-sel ini
mempunyai banyak persamaan dengan neutrofil dan menunjukkan morfogenesis yang
sama. Namun demikian, berbeda dengan neutrofil, eosinofil menjadi masak dalam
sumsum tulang dalam waktu 3 – 6 hari sebelum lepas ke sirkulasi. Di dalam sirkulasi,
3
sel ini mempunyai half life sekitar 30 menit dan dalam jaringan sekitar 12 hari
(Bellanti, 1993).
Eosinofil tidak seefisien neutrofil dalam fagositosis, tetapi memiliki lisosom
dan mengadakan letupan pernafasan bila terangsang dengan tepat. Eosinofil secara
unik cocok untuk menyerang dan menghancurkan larva cacing dengan
menghancurkan kutikula. Eosinofil juga mampu menetralkan faktor radang yang
dilepaskan oleh sel mast dan basofil dan karena itu mengatur perbarahan yang
disebabkan oleh sel-sel ini (Tizard, 1982).
4
BAB II
TAHAP – TAHAP FAGOSITOSIS
Todar (1997a) mengemukakan, bahwa proses fagositosis terjadi dalam
beberapa tahap, yaitu :
1. Adanya interaksi sel fagosit dengan agen infeksi
2. Perlekatan sel fagosit
3. Ingesti atau proses penelanan dan pembentukan fagosom
4. Fusi antara fagosom dengan lisosom membentuk fago-lisosom.
5. Proses pembunuhan intraseluler
6. Proses digesti intraseluler dan ekskresi
Gambar 2. Tahap-tahap fagositosis oleh makrofag (Todar, 1997a).
5
2.1 Interaksi antara Sel Fagosit dengan Agen Asing
Sel-sel fagosit baik monosit maupun neutrofil mencapai tempat infeksi atau
agen asing melalui dua cara, yaitu :
1. Proses diapedesis, yaitu terjadinya migrasi sel dari dinding pembuluh
darah ke tempat infeksi (Perlingeiro dan Queiroz, 1994), diperantarai oleh
mediator ( kinin, histamin, prostaglandin dan sebagainya) (Todar, 1997a).
2. Kemotaksis, yaitu gerakan amoeboid dari sel fagosit ke tempat infeksi
karena adanya rangsangan kimia (chemoatractant) (Perlingeiro dan
Queiroz, 1994 ; Todar, 1997a). Beberapa faktor kemotaksis baik pada
neutrofil maupun pada monosit telah dapat diidentifikasi, diantaranya
termasuk produk-produk dari bakteri, debris sel dan jaringan serta
komponen eksudat peradangan (Todar, 1997a), serta komplemen dari seri
limfosit Bellanti, 1993).
Sejumlah zat-zat yang bersifat kemotaksis terhadap eosinofil,
diantaranya adalah komplek antigen-antibodi, produk-produk seri limfosit
seperti limfokin, eosinophilic chemotactic factor of anaphilaxis (ECF-A)
yang dilepaskan dari sel mast jaringan dan basofil perifer (Bellanti, 1993).
2.2 Perlekatan pada Sel Fagosit
Fagositosis dimulai dengan adanya perlekatan partikel pada permukaan
membran plasma dari sel-sel fagosit. Tahap ini biasanya melibatkan reseptor pada
membran plasma sel fagosit. Lebih dari 40 tipe reseptor spesifik telah diidentifikasi
dari sel-sel fagosit dan beberapa diantaranya terlibat dalam proses fagositosis. Tabel 1
menunjukkan beberapa tipe reseptor dalam proses fagositosis.
6
Tabel 1 : Beberapa tipe reseptor dalam proses fagositosis (Todar, 1997a).
Receptor Binds Present on FunctionFc receptor I Monomers of IgG Monocytes,
macrophagesADCC; phagocytosis
Fc receptor II Aggregates of IgG Monocytes,macrophages,neutrophils
Clearance of immune complexes 2 ;phagocytosis 1
Fc receptor II Aggregates of IgG Macrophages not monosit,neutrophils
Clearance of immune complexes 2 ;Phagocytosis 1
Mannose receptor
Oligosaccharides terminating inMannose, fucose orN-acetylglucosamine
Macrophages Phagocytosis 1
Complement Receptor 3
C3b, fibrinogen Monocytes,macrophages,neutrophils
Adhesion ;phagocytosis 1
FibronectinReceptor
Fibronectin oligomers
Monocytes,macrophages
Adhesion ;phagocytosis
f-Met-Leu-Phereceptor
fMLP Monocytes,neutrophils
Chemotaxis, secretion 3
C5a receptor C5a Monocytes,neutrophils
Chemotaxis, secretion 3
Keterangan :1. Fagositosis diawali dengan proses opsonisasi pada permukaan parasit2. Pembentukan komplek IgG-antigen terlarut3. Sekresi metabolik dalam lisozom.
Proses perlekatan bakteri atau virus pada reseptor sel fagositik dapat
dipermudah dan ditingkatkan dengan adanya opsonisasi oleh antibodi maupun
komplemen sebagaimana terlihat pada gambar 3 dan 4 (Todar, 1997a).
2.3 Ingesti atau Proses Penelanan dan Pembentukan Fagosom
Setelah terjadi perlekatan partikel pada permukaan sel fagosit, terjadilah
proses penelanan yang diawali dengan pelipatan dan invaginasi membran sel yang
mengurung partikel dan akhirnya membawanya masuk ke bagian sitoplasma
7
(Anonymous 1994 ; Todar, 1997a). Pada saat ini juga terjadi perubahan badan Golgi
Perry dan Mishra, 1998).
Kadang-kadang suatu letupan respirasi (respiratory burst) menyertai proses
penelanan ini dan dikenal sebagai proses ingesti menggunakan ATP. Hasil akhir dari
proses ingesti ini adalah terkurungnya partikel pada suatu vakuola yang terbentuk dari
membran plasma sel. Struktur ini dinamakan fagosom.
Gambar 3. Opsonisasi bakteri oleh antibodi dan komplemen (Todar, 1997)
Gambar 4. Pemusnahan bakteri mengalami opsonisasi dan tanpa opsonisasi dalam sirkulasi. Bakteri yang mengalami opsonisasi lebih cepat hilang dari sirkulasi dibandingkan dengan bakteri tanpa opsonisasi.
8
2.4 Pembentukan Fago-lisosom
Migrasi fagosom ke dalam sitoplasma kemudian diikuti dengan fusi lisozom
yang membebaskan komponen-komponennya ke dalam fagosom. Fusi ini
berlangsung melalui bagian membran yang terbuka dan membentuk suatu vakuola
digesti yang disebut fago-lisosom.
Di dalam fago-lisosom inilah terjadi penghancuran dan digesti partikel yang
ditelan pada proses sebelumnya (Todar, 1997a).
2.5 Proses Pembunuhan Intraseluler
Beberapa menit setelah proses penelanan dan terbentuknya fagolisosom,
bakteri akan mengalami kehilangan kemampuan untuk reproduksi. Mekanisme yang
pasti dari proses ini belum diketahui.
Sekitar 10 sampai 30 menit setaelah ingesti, beberapa bekteri patogen dan non
patogen dibunuh secara lisis dan melalui proses digesti oleh enzim-enzim lisosom.
Aktivitas mikrobisidal dari sel fagosit sangat komplek dan bervariasi antara neutrofil,
monosit dan makrofag.
Beberapa enzim yang dihasilkan oleh sel fagosit dan memainkan peran
penting dalam pembunuhan dan digesti sel-sel bakteri, diantaranya : asam hydrolase,
protease netral, peroksidase, myeloperoksidase, cationic protein, lisozim dan
laktoferin yang dihasilkan oleh neutrofil. Sedangkan enzim-enzim yang dihasilkan
oleh makrofag, yaitu : asam hidrolase, protease netral, peroksidase,
myeloperoksidase dan lisozim (Todar, 1997a).
9
2.6 Proses Digesti Intraseluler
Mikroorganisme yang mati, secara cepat didegradasi di dalam fagolisosom
menjadi komponen-komponen yang lebih kecil. Proses ini melibatkan berbagai enzim
hidrolitik, seperti lisozim, protease, lipase, nuklease dan glikosilase. Neutrofil akan
mati dan lisis setelah proses fagositosis dan digesti sel bakteri berlangsung. Hal ini
akan nampak sebagai karakteristik terbentuknya pus (nanah) pada jaringan.
Fagositosis oleh makrofag akan diakhiri dengan pengeluaran komponen
partikel atau bakteri yang telah didegradasi dari fagolisosom keluar dari membran
plasma (Todar, 1997a).
Dari tahap-tahap fagositosis yang sudah dibahas, jelaslah bahwa hasil
fagositosis ditentukan oleh seperangkat faktor yang rumit, termasuk sifat khusus
mikroorganisme, susunan genetik dan fungsional sel-sel fagosit dan pra-kondisi sel
fagosit. Beberapa bakteri patogen yang berhasil menyebabkan penyakit pada
inangnya, memberikan gambaran bahwa bakteri dapat terhindar dari semua tahap
fagositosis tersebut dan bahkan dapat hidup dan berkembang dalam sel-sel fagosit.
10
BAB III
MEKANISME PATOGENISITAS BAKTERI :
MENGHINDARI PERTAHANAN FAGOSITAS INANG
Beberapa bakteri patogen dapat tahan terhadap komponen bakterisidal dari
jaringan inang, biasanya sebagai fungsi dari beberapa struktur yang dimilikinya.
Sebagai contoh, kapsul poli-D-glutamat dari bakteri Bacillus anthracis melindunginya
dari kerja cationic protein dalam sera atau dalam fagositosis. Outer membran dari
bakteri Gram-negatif adalah suatu barier permeabel yang tidak mudah dimasuki oleh
komponen hidrofobik, seperti garam-garam empedu dalam saluran pencernaan yang
sangat berbahaya bagi bakteri. Mikrobakteria patogen mempunyai dinding sel seperti
lilin sehingga dapat bertahan terhadap serangan atau dicerna oleh sebagian besar
bakterisida jaringan. Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri Gram-negatif patogen
mungkin dapat melindungi sel dari complement-mediated lysis atau kerja dari lisozim
(Todar, 1997 b)
Pada sebagian besar patogen yang berhasil, keadaan struktur atau biokimianya
membuat mereka tahan terhadap pertahanan seluler inang, yaitu fagositosis dan
respon kekebalan.
3.1 Kemampuan Patogen Untuk Menghindar atau Mengatasi Fagosit .
Mikroorganisme yang masuk kedalam jaringan adalah yang pertama dan yang
paling sering terkena fagosit. Bakteri yang terserang fagosit akan dengan mudah
dicerna dan dibunuh, umumya disebut parasit yang gagal. Sebaliknya, sebagian besar
bakteri yang disebut parasit yang berhasil adalah yang terlibat dalam aktivitas fagosit
atau menghindar dari perhatiannya.
11
Bakteri patogen mempunyai sejumlah dan beragam strategi untuk menghindari
penelanan fagosit dan pembunuhan. Sebagian besar adalah memblok satu atau
beberapa tahap dari fagositosis, sampai pada menghentikan proses.
3.1.1. Menghindari Kontak dengan Fagosit
Bakteri dapat menghindar dari perhatian fagosit dengan beberapa cara :
1. Patogen masuk atau tinggal di tempat yang tidak ada fagosit. Jaringan internal
tertentu (seperti lumen dari glandula, bagian dari traktus urinaria) dan permukaan
jaringan (kulit) merupakan jaringan dimana tidak terdapat fagosit.
2. Beberapa patogen mampu menghindar dari provokasi respon radang yang
melimpah. Tanpa radang inang tidak dapat menfokuskan pertahanan fagositas.
3. Beberapa bakteria atau produknya menghambat proses kemotaktis fagosit.
Sebagai contoh, streptolisin streptokokal (yang juga membunuh fagosit) menekan
kemotaktik neutrofil, bahkan dalam konsentrasi yang rendah. Fraksi dari
Mycobacterium tuberculosis telah diketahui dapat menghambat migrasi leukosit.
Toksin Clostridium juga dapat menghambat kemotaksis neutrofil.
4. Beberapa patogen dapat melapisi permukaan sel bakterial dengan komponen yang
terlihat sebagai dirinya sendiri oleh fagosit inang dan sistem kekebalan.
Merupakan suatu strategi menyembunyikan permukaan antigenik dari sel bakteri.
Fagosit tidak mengenali bakteri pada kontak dan kemungkinan opsonisasi oleh
antibodi yang meningkatkan fagositosis menjadi minimal. Sebagi contoh patogen
Staphylococcus aureus menghasilkan koagulasi cell-bound dengan klot fibrin pad
permukaan bakterial. Trepanema pallidum, agen penyakit syphilis, mengikat
fibronektin pada permukaannya. Streptococci Grup A dapat mensintesa komposisi
12
kapsul dari asam hialuronat. Asam hialuronat adalah perekat jaringan dalam
jaringan ikat tubuh inang.
3.1.2 Menghambat Penelanan oleh Fagosit
Beberapa bakteri mempunyai strategi untuk menghindari penelanan apabila
fagosit melakukan kontak dengan bakteri. Banyak bakteri patogen bertahan di
substansi permukaan yang kemudian menghambat adsorpsi atau penelanan oleh
fagosit. Jelas disini adalah hal yang menyangkut unsur-unsur yang ada pada
permukaan bakteri. Resistensi terhadap penelanan fagositas biasanya dikarenakan
komponen dari permukaan sel bakteri (dinding sel, atau fimbriae, atau kapsul).
Contoh klasik adalah substansi antifagositas pada permukaan bakteri seperti :
1. Kapsul polisakarida dari S. pneumoniae, Haemophilus influenzae, Treponema
pallidum dan Klebsiella pneumoniae
2. Protein M dan fimbriae dari streptococci Grup A
3. Lendir permukaan (polisakarida) yang dihasilkan oleh Pseudomonas aeruginosa
4. Antigen O yang berkaitan dengan LPS dari E. coli
5. Antigen K (acidic polysaccharides) E. coli atau analog dengan antigen Vi
Salmonella typhi
6. Batas sel atau protein A yang larut yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus.
Protein A melekat pada daerah Fc pada IgG dan memblok sitofilik (lapisan sel)
pada daerah Ab. Jadi kemampuan IgG untuk menyerang sebagai faktor opsonin
dihambat, dan opsonin-mediated ingestion dari bakteri diblok.
Beberapa bakteri bertahan didalam sel fagositik, baik dalam neutrofil atau
makrofag. Bakteri dapat tahan terhadap daya bunuh inang dan bertahan atau
13
memperbanyak diri di dalam fagosit yang berlaku seperti parasit intraseluler. Dalam
hal ini, lingkungan dalam fagosit malah melindungi bakteri selama tahap awal infeksi
atau sampai bakteri berkembang penuh sebagai faktor virulen. Lingkungan
intraseluler melindungi bakteri dari aktivitas bakterisida ekstraseluler, antibodi, obat-
obatan dan lain-lain.
Menurut Frehel dkk.(1997), lingkungan fagosomal dapat melindungi virulensi
Mycobacterium avium terhadap daya mematikan dan perusakan oleh clarithromycin.
Beberapa bakteri sebagai parasit intraseluler dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 . BAKTERI PATOGEN INTRASELULER
ORGANISME PENYAKIT
Mycobacterium tuberculosis Tuberculosis
Mycobacterium leprae Leprosy
Listeria monocytogenes Listeriosis
Salmonella typhi Typhoid fever
Shigella dysentriae Bacillary dysentery
Yersinia pestis Plague
Brucella species Brucellosis
Legionella pneumophilia Penumonia
Rickettsiae Thyphus fever; Rocky Mountain spotted
fever
Chlamydia Conjunctivitis; lymphogranuloma venereum
Sebagian besar parasit intraseluler mempunyai mekanisme khusus
(genetically-encoded) untuk masuk kedalam sel inang, sebaik mekanisme khusus
untuk mempertahankan diri begitu bakteri berada di dalamnya. Patogen intraseluler
seperti Yersinia, Listeria, Salmonella, Shigella dan Legionella mempunyai
14
mekanisme yang kompleks untuk invasi seluler dan pertahanan intraseluler.
Sistemnya menyangkut berbagai macam faktor-faktor virulen non-toksin. Kadang-
kadang faktor-faktor ini bersifat sebagai invasin bakteri (Todar, 1997).
Legionella pneumophilia masuk kedalam sel fagosit mononuklear dengan
mendepositkan komplemen C3b pada permukaannya dan menggunakan protein inang
untuk bertahan sebagai ligand kemudian mengikatkan diri pada permukaan sel
makrofag. Setelah ditelan, mereka tinggal dalam vakuola dan tidak berfusi dengan
lisosom karena pengaruh dari substansi larut yang dihasilkan oleh bakteri.
Salmonella mempunyai suatu operon invasin (inv A-H) yang mengkode
faktor-faktor untuk mengatur masuknya mereka kedalam sel inang. Mutasi daerah
operon organisme menyebabkan patogen dapat melekatkan diri pada sel target tanpa
diganggu dari dalam. Hal ini menunjukkan bahwa satu atau lebih protein invasin
menstimulasi sinyal transduksi dalam sel inang yang menghasilkan penelanan
Salmonellae. Gen invasin yang serupa pada Yersinia diketahui mengkode suatu
protein yang berperan dalam perlekatan maupun aktivitas proses cytochalasin-
dependent engulfment. Invasin ini dapat memberikan kapasitas invasif pada E. coli
non-invasiv dan bahkan partikel latex.
Parasit intraseluler bertahan dengan mekanisme yang baik yang terlibat
dengan aktivitas bekterisida dari sel inang. Beberapa mekanisme bakteri ini
termasuk :
1. Menghambat fusi lisosom fagositik (granul) dengan fagosom.
Bakteri bertahan di dalam fagosom dengan cara mencegah keluarnya kandungan
lisosomal ke dalam lingkungan fagosom, yaitu terhambatnya pembentukan
fagolisosom dalam fagosit. Strategi ini dimiliki oleh Salmonella, M. tuberculosis,
15
Legionella dan Chlamudiae. Dengan adanya M. tuberculosis, komponen dinding
sel fagosit (sulfatida) diperkirakan dikeluarkan dari fagosom dan memodifikasi
membran lisosomal untuk menghambat fusi.
Pada Chlamydia, beberapa elemen dalam dinding bakteri (elemen tubuh)
muncul untuk memodifikasi kandungan membran fagosom. L. pneumophilia,
seperti pada Chlamydia, mempunyai beberapa struktur permukaan sel bakteri
yang telah ada pada saat penelanan, muncul untuk memodifikasi membran
fagosom, sehingga dapat mencegah bergabung dengan granul lisosomal.
Gen tunggal Legionella diketahui bertanggung jawab pada penghambatan fusi
fagosomal. Dan pada Salmonella typhimurium, perubahan pH dalam fagosom
setelah penelanan menyebabkan produk gen bakteri sebagai hal yang penting
dalam mempertahankan diri dalam makrofag.
2. Bertahan di dalam fagolisosom.
Pada beberapa parasit intraseluler, fusi fagosom-lisosom terjadi, tetapi bakteri
resisten terhadap penghambatan dan pembunuhan oleh konstitusi lisosomal.
Beberapa patogen ekstraseluler juga dapat tahan terhadap kematian dalam fagosit
dengan menggunakan mekanisme pertahanan yang serupa. Hanya sedikit yang
diketahui mengenai bagaimana bakteri dapat bertahan dari pembunuhan fagositik
dalam vakuola fagositik, tetapi hal ini mungkin disebabkan oleh komponen
permukaan bakteri atau disebabkan oleh substansi ekstraseluler yang mereka
hasilkan untuk mempertahankan diri dari mekanisme pembunuhan fagositik.
Beberapa contoh bagaimana bakteri tertentu (baik patogen intraseluler dan
ekstraseluler) tahan terhadap pembunuhan fagosit seperti : Mycobacterium leprae
16
tumbuh didalam vakuola fagosit bahkan setelah fusi secara ekstensif dengan
lisosom. Mycobacteria (termasuk M. tuberculosis) mempunyai diding sel
hidrofobik seperti lilin dan komponen kapsul (asam miokolit), yang tidak mudah
diserang oleh enzim lisosomal.
Komponen dinding sel (LPS?) Brucella abortus mungkin mempengaruhi
mekanisme bakterisida intraseluler dari fagosit. B. abortus dan Staphylococcus
aureus menghasilkan katalase yang kuat dan penghasil superoksida dismutase
(SOD), yang mungkin menetralisir oksigen radikal yang toksis yang dihasilkan
oleh NADPH oksidase dan sistem MPO dalam fagosit. S. aureus juga
menghasilakn pigmen permukaan sel (carotenoid) yang memadamkan produksi
oksigen singlet dalam vakuola fagositik.
Menurut Beaman (1984), bahwa ada hubungan antara faktor virulensi dan
sintesa SOD, semakin tinggi virulensinya maka semakin banyak sintesa SOD-nya.
Komponen outer membran dan kapsular dari bakteri Gram negatif (seperti
Salmonella, Yersinia, Brucella, E. coli) dapat melindungi lapisan peptidoglikan
dari aktivitas lisis lisosom. Beberapa patogen (seperti Salmonella, E. coli)
diketahui menghasilkan komponen ekstraseluler pengikat besi (siderophores) yang
dapat mengekstrak Fe+++ dari laktoferin (atau transferin) yang memberikan zat besi
kepada sel untuk pertumbuhan. Bacillus anthracis tahan terhadap pembunuhan
dan pencernaan karena kapsulnya yang dibuat dari poli D-glutamat.
Konfigurasi yang tidak alamiah dari polipeptida menyebabkan bakteri tahan
terhadap serangan atau proses pencernaan oleh cationic protein atau oleh protease
konvensional.
17
3. Keluar dari fagosom.
Keluar lebih awal dari vakuola fagosom adalah hal yang penting untuk
pertumbuhan dan virulensi dari beberapa patogen intraseluler. Ini adalah strategi
yang pandai yang dimiliki oleh Ricketsiae. Ricketsia masuk kedalam sel inang
dalam vakuola permukaan membran (fagosom) tetapi kemudian bebas dalam
sitoplasma dalam waktu yang singkat, mungkin sedikitnya dalam 30 detik. Enzim
bakterial fosfolipase A, mungkin bertanggung jawab dalam pemecahan membran
fagosom.
Listeria monocytogenes berada pada beberapa molekul pada lisis awal
fagosom untuk memastikan mereka dapat keluar ke dalam sitoplasma. Hal ini
termasuk hemolisis pembentuk pori (listeriolisin O) dan dua bentuk fosfolipase C.
Menurut Conte et al (1996), L. monocytogenes menghasilkan eksotoksin
listeriolisin O, suatu protein 58-kDa yang dikodekan oleh gen hly. Eksotoksin ini
berpartisipasi dalam melisis membran fagolisosomal dalam rangka invasi bakteri
untuk mendapatkan kesempatan masuk ke dalam sitoplasma inang. Ketika berada
dalam sitoplasma, Listeria mengadakan pergerakan melalui suatu proses yang luar
biasa dari polimerisasi aktin dan pembentukan mikrofilamen sel inang diantara
suatu ekor mirip comet. Shigella juga melisis vakuola fagosomal dan
menyebabkan polimerisasi aktin sitoskeletal untuk tujuan pergerakan intraseluler
dan penyebaran sel-sel.
3.2 Produk Bakteri yang Mematikan atau Merusak Fagosit
Satu strategi yang jelas dalam mempertahankan diri terhadap fagositosis
adalah serangan langsung oleh bakteria kepada fagosit profesional. Substansi
18
manapun yang dihasilkan oleh patogen yang menyebabkan kerusakan fagosit disebut
agresin. Sebagian besar adalah enzim ekstraseluler atau toksin yang mematikan
fagosit. Fagosit mungkin mati oleh patogen sebelum atau sesudah penelanan.
3.2.1 Mematikan Fagosit sebelum penelanan.
Banyak patogen Gram positif, khususnya cocci pyogenes, mengsekresikan
enzim ekstraseluler yang mematikan fagosit. Enzim ini disebut hemolisin karena
aktivitasnya dalam sel darah merah menghasilkan lisis. Streptococci patogen
menghasilkan streptolisin. Streptolisin O mengikat kholesterol dalam membran. Pada
neutrofil menyebabkan granul lisosom pecah, sehingga isinya keluar kedalam
sitoplasma.
Staphylococci patogen menghasilkan leukocidin, yang juga bekerja pada
membran neutrofil dan menyebabkan pecahnya granul lisosomal. Contoh lain adalah
protein ekstraseluler bakterial yang menghambat fagositosis termasuk exotoxin A dari
Pseudomonas aeruginosa yang mematikan makrofag dan eksotoksin bakterial yang
merupakan adenylate cyclases (seperti toksin anthrax EF dan toksin pertussis) yang
menurunkan aktivitas fagositas.
3.2.2 Mematikan Fagosit Setelah Penelanan.
Beberapa bakteria menggunakan kerja toksisnya pada fagosit setelah proses
penelanan. Mereka mungkin tumbuh dalam fagosom dan melepaskan substansi yang
dapat menembus membran fagosom dan menyebabkan pecahnya granul lisosomal,
atau mereka mungkin tumbuh dalam fagolisosom dan mengeluarkan substansi toksis
yang dapat menembus membran fagolisosom menuju tempat targetnya dalam sel.
19
Tabel 3 . INTERFERENSI BAKTERIAL DENGAN FAGOSITBAKTERIUM TIPE INTERFERENSI MEKANISME
Streptococcus pyogenes
Mematikan fagosit Streptolisisn menyebabkan pecahnya lisosomal kedalam sitoplasma
Menghambat kemotaksis netrofil Streptolisisn membasmi kemotaktik
Tahan penelanan (kecuali ada Ab) Protein M pada fimbriae
Menghindari deteksi oleh fagosit Kapsul asam hialuronat
Staphylococcus aureus
Mematikan fagosit Leukosidin menyebabkan pecahnya lisosomal kedalam sitoplasma
Menghambat fagositosis opsonisasi Protein A memblok Fc dari Ab; kapsul polisakarida pada beberapa strain
Tahan mati Karotenoid, katalase, superoksida dis- mutase mematikan racum oksigen radikal
Menghambat penelanan Koagulase permukaan sel menyembunyi- kan ligand untuk kontak pagositas
Bacillus anthracis Mematikan fagosit Toksin anthrax EFTahan mati Poliglutamat kapsular
Streptococcus pneumoniae
Tahan penelanan (kecuali ada Ab) Polisakarida kapsular
Klebsiella pneumoniae
Tahan penelanan Kapsul polisakarida
Haemophilus influenza
Tahan penelanan Kapsul polisakarida
Pseudomonas aeruginosa
Mematikan fagosit Eksotoksin A mematikan makrofag; leukosidin permukaan sel
Tahan penelanan Lendir alginat dan polimer biofilm
Salmonella typi Tahan penelanan dan kematian Antigen Vi (K) (mikrokapsul)Salmonella typhimurium
Tahan didalam fagosit Bakteria berkembang tahan terhadap pH rendah, bentuk reaktif dari oksigen dan defensin inang (cationic protein)
Listeria monocytogenes
Lepas dari fagosom Listeriolysis, fosfolipase C lyse membran pagosom
Clostridium perfringens
Menghambat kemotaksis fagosit toksin
Menghambat penelanan kapsul
Yersinia pestis Tahan penelanan dan atau kematian Kapsul protein pada permukaan selYersinia enterocolitica
Mematikan fagosit Protein Yop diinjeksi langsung kedalam netrofil
Mycobacteria Tahan mati dan penelanan Komponen dinding sel mematikan racun oksigen radikal; mencegah asidifikasi dari pagolisosom
Mycobacterium tuberculosis
Menghambat fusi lisosomal Sulfatida mycobacterial memodifikasi lisosom
Legionella pneumophilia
Menghambat fusi fagosom-lisosomal
Tidak diketahui
Neisseria gonorrhoeae
Menghambat formasi fagolisosom; mungkin menurunkan letupan pernapasan
Berkaitan dentan protein outer membran (porin) P.I
Rickettsia Keluar dari fagosom Fosfolipase Achlamydia Menghambat fusi lisosomal Substansi bakterial memodifikasi pagosomBrucella abortus Tahan mati Substansi dinding sel (LPS?)Treponema pallidum
Tahan penelanan Material kapsul polisakarida
Escherichia coli Tahan penelanan Antigen O (strain halus); antigen k (asam
20
polisakarida)Tahan penelanan dan mati Antigen K
Banyak bakteri merupakan parasit intraseluler makrofag (seperti
Mycobacterium, Brucella, Listeria) biasanya menghancurkan makrofag pada
akhirnya, tetapi mekanismenya belum dimengerti. Pierce dkk (1996) menyatakan
bahwa keluarnya Listeria monocytogenes dari fagosom menuju sitoplasma terjadi
pada awal 10 menit proses infeksi. Multiplikasi intraseluler bakteri berlanjut selama 8
jam setelah inokulasi pada saat makrofag kehilangan daya lekat dikarenakan lisis sel
telah terjadi. Rata-rata waktu untuk tumbuh dari organisme ini adalah 58 menit.
3.3 Strategi Lain Antifagositas yang Digunakan oleh Bakteria
Walaupun hanya ada sedikit contoh yang jelas, mungkin terdapat beberapa strategi
atau mekanisme antifagositas yang lain. Sebagai contoh adalah suatu patogen
mungkin mempunyai mekanisme menghambat produksi fagosit atau pelepasannya
dari sumsum tulang. Ringkasan mekanisme bakteri dalam menginterferensi fagosit
dapat dilihat dalam tabel 3.
21
BAB IV
PENUTUP
Fagositosis merupakan mekanisme pertahanan tubuh inang yang bersifat non
spesifik yang terutama dilakukan oleh sel Polimorfonuklear (PMN) dan monosit atau
makrofag serta sebagian kecil oleh sel eosinofil. Proses fagositosis dimaksudkan
untuk menghancurkan atau membunuh partikel atau mikroorganisme yeng
menginfeksi inang.
Beberapa tahap fagositosis meliputi : 1). Interaksi sel fagosit dengan induk
semang ; 2). Perlekatan sel fagosit ; 3). Ingesti dan pembentukan fagosom ; 4).
Pembentukan fagolisosom ; 5). Proses pembunuhan intraseluler dan 6). Proses digesti
intraseluler. Dilihat dari tahap-tahap fagositosis ini, jelaslah bahwa hasil fagositosis
ditentukan oleh seperangkat faktor yang rumit, termasuk sifat khusus
mikroorganisme, susunan genetik dan fungsional sel-sel fagosit dan pra-kondisi sel
fagosit. Beberapa bakteri patogen yang berhasil menyebabkan penyakit pada inangnya
memberikan gambaran bahwa bakteri dapat terhindar dari semua tahap fagositosis.
Telah diketahui berbagai mekanisme pertahanan bakteri terhadap fagositosis
inang, diantaranya adalah : 1). Kemampuan patogen untuk menghindar atau
mengatasi fagosit ; 2). Menghasilkan produk bakteri yang mematikan dan merusak
fagosit ; serta 3). Strategi lain antifagositosis yang digunakan oleh bakteri, seperti
hambatan produksi sel-sel fagosit atau pelepasannya dari sumsum tulang dan lain-
lain.
22
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1997. Cell Membrane, Pinocytosis, and Phagocytosis. http://www.ri.net/schools/Narragansett/NHS/PerEwebpage/cell_mem1.html.
Beaman L. dan Beaman B.L., 1984. The Role Of Oxygen and Its Derivatives in Microbial Pathogenesis and Host Defense. Ann. Rev. Microbiol. 38:27-48.
Bellanti, J. 1993. Immunology III. Indonesian Edition : Imunologi III. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia.
Conte M.P., G. Petrone, C. Longhi, P. Valenti, R. Morelli, F. Superti dan L. Seganti. 1996. The Effects of Inhibitor of Vacuolar Acidification on the Release of Listeria monocytogenes from Phagosomes of Caco-2 Cells. J.Med Microbiol. 44:418-424.
Czuprynski C.J. 1988. Bacterial Evasion of Cellular Defense Mechanism: an Overview. Virulence Mechanisms of Bacterial Pathogens. 141-160.
Frehel C., C. Offredo, dan C. de Chastellier. 1997. The Phagosomal Environment Protect Virulent Mycobacterium avium from Killing and Destruction by Clarithromycin. Infection and Immunity, 2792-2802.
Perlingeiro RC dan Queiroz ML. 1994. Polymorphonuclear Phagocytosis and Killing in Worker Exposed to Inorganic Mercury. Int. J. Immunopharmacol 16(12): 1011-1017. http://vest.gu.se/-bosse/yrPER94a.hatml.
Perry, D.G. dan J. Mishra. 1998. Changes in Golgi Morphology During Phagocytosis.http://www.medlib.iupui.edu/faculty/scs/p74.html.
Sujudi dan T. Hutabarat. 1994. Proses Kekebalan dalam Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Penerbit Bina Rupa Aksara. Jakarta.
Tizard, I. R. 1981. An Introduction to Veterinary Immunology. Alih Bahasa : Masduki Partodiredjo. Penerbit Universitas Airlangga. Surabaya.
Todar, K. 1997a. Inflammation.Bacteriology 330 Lecture Topics : Constitutive Defenses Part 2. http://www.bact.wisc.edu/bact330/lecturecd2.
Todar, K. 1997b. Mechanisms of Bacterial Pathogenecity : Evasion of Host Pathogenecytic Defenses. Bacteriology 330 Lecture Topics : Antiphagocytic Defense. http://www.bact.wisc.edu/bact330/lecturecd2
23
24