79798364-1a-Fever-Module.pdf
-
Upload
nuzhah-al-idrus -
Category
Documents
-
view
213 -
download
0
Transcript of 79798364-1a-Fever-Module.pdf
MODUL DEMAM
SKENARIO
Seorang lakilaki berumur 22 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan
demam selama seminggu, selera makan kurang dan disertai sakit kepala. Sepuluh
hari yang lalu penderita baru datang dari Papua.
Kata Kunci
Lakilaki, 22 tahun
Demam seminggu
Selera makan kurang
Sakit kepala
Datang dari Papua
Kata Sulit
Demam; peningkatan temperatur tubuh di atas normal (98,60 F atau 370C)
Selera makan turun (anorexia); tidak adanya/ hilangnya rasa ingin makan.
Sakit kepala (cephalgia); rasa nyeri pada daerah atas kepala memanjang dari
orbita sampai ke daerah belakang kepala (di atas garis orbitameatal).
PERTANYAAN
1. Jelaksan patomekanisme demam, selera makan turun dan sakit kepala!
2. Bagaimana cara mengidentifikasi penyakit dari pendekatan gejala demam?
3. Penyakit apa yang dapat menyebabkan gejala di skenario?
4. Bagaimana penanganan pasien di skenario?
JAWABAN
Sebelum membahas mekanisme demam, ada baiknya kita mengetaui klasifikasi
demam;
Febris intermittent : > 38 oC dan fluktuasi lebih 1 oC dan suhu < 38 oC
Febris remitten : > 38 oC dan fluktuasi lebih 1 oC
Febris continue : > 38 oC dan fluktuasi kurang 1 oC
Febris siklik : kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti oleh
periode bebas demam kemudian diikuti kenaikan suhu seperti semula.
PATOMEKANISME DEMAM
ANAMNESIS DEMAM
• Sejak kapan?
• Berapa lama?
• Sifat demam?
• Gejala lain yang menyertai?
• Riwayat daerah endemis?
• Keadaan Lingkungan dan Tempat tinggal?
• Riwayat Penyakit Sebelumnya?
PEMERIKSAAN FISIS
Inspeksi :
• Mata; Pucat, kemerahan
• Kulit; Bintik kemerahan, Keringat
• Ekspresi; Malaise, Tampak gelisah
•
Palpasi :
• Suhu
• Nadi
• Nyeri tekan
Perkusi :
• Pembesaran organ
• Auskultasi
• Pernapasan
• Gerakan Peristaltik
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. DARAH / HEMATOLOGI
Darah Rutin
* Morfologi
* Jumlah
Apusan Darah
2. MIKROBIOLOGI
3. PARASITOLOGI
4. SEROLOGI
5. RADIOLOGI
MEKANISME NAFSU MAKAN TURUN
MEKANISME SAKIT KEPALA
DIAGNOSA SEMENTARA
• DEMAM TIFOID
• DEMAM BERDARAH
• MALARIA
ANAMNESIS DEMAM
THYPOID
FEVER
DHF MALARIA
DURATION > 7 days 27 days variatif
SIFAT Remitten/
continue
Siklik Intermitten
SYMPTOMS
Cephalgia :
Anorexia :
ADD.
SYMPTOMS:
+
+
Typhoid
tounge,vomiting,
nausea,diarrhea,
abdominal pain
+
+
Epistaksis,
petechi,
melena,
hematemesis
+
+
Anemia, athralgia,
diarrhea,
diaphoresis,
splenomegali
EPIDEMIOLOGY Merata Merata Papua, Mamuju
RECCURENCY + +
PEMERIKSAAN FISIS
PEMFIS THYPOID
FEVER
DHF MALARIA
INSPEKSI
Pucat
Keringat
Malaise
+
+
+
+
+
+
+
+
PALPASI
Suhu :
Nadi :
Nyeri Tekan :
39o 41o
?
+
38o 40o
Tidak teraba
+
36,5 o 41o
takikardi
PERKUSI
Pembesaran Organ : Hepar, Lien Hepar Lien
AUSKULTASI
Pernapasan :
Gerakan Peristaltik :
sesak
+
?
takipneu
PEMERIKSAAN PENUNJANG
PEM.PENUNJANG THYPOID
FEVER
DHF MALARIA
HEMATOLOGY
LAB.
Anemia,
Leukopenia,
Trombositopenia
Leukopenia,
Trombositopenia,
Hematocrit
Anemia, Leukopenia,
Trombositopenia
MICROBIOLOGY /
PARASITOLOGY
LAB.
Salmonella
(M)
Plasmodium
(P)
SEROLOGY AST/ ALT
LED
AST/ALT
WIDAL
Immunochromatography
RADIOLOGY Ulcus Intestinal
(ABDOMEN
FOTO)
Efusi Pleura
(CXR)
Hepato/Splenomegaly
(USG)
D EMAM TIFOID
Definisi
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman gram
negatif Salmonella typhi. Selama terjadi infeksi, kuman tersebut bermultiplikasi
dalam sel fagositik mononuklear dan secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.
(Darmowandowo, 2006).
Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh jenis salmonella tertentu yaitu Salmonella
typhi, Salmonella paratyphi A, dan S. Paratyphi B dan kadang-kadang jenis
salmonella yang lain. Demam yang disebabkan oleh Salmonella typhi cendrung untuk
menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi salmonella yang lain. (Ashkenazi et al,
2002)
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak
membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa,
manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan
laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh
secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun
dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C (130º F) selama 1 jam atau 60 º C
(140 º F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu
yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-
minggu dalam sampah, bahan makannan kering. (Ashkenazi et al, 2002)
Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O
adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan
antigen H adalah protein labil panas. (Ashkenazi et al, 2002)
Patogenesis
3/4/2008 16
DEMAM TIFOIDSalmonella typhi
Usus halus
Plaque peyeri ileum terminalisPerdarahan Perforasi
Lamina propria
Kel. Limfe mesenterial
Ductus thoracicus
Aliran darah LimpaHati
endotoksin
inflamasi
endotoksin
inflamasi
Pirogen
demam
Pirogen
demam
16
Lambung (dimusnahkan sebagian)
Salmonella typhi masuk ke tubuh manusia melalui makanan dan air yang
tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk
ke usus halus. (mansjoer, 2000) Setelah mencapai usus, Salmonella typhosa
menembus ileum ditangkap oleh sel mononuklear, disusul bakteriemi I. Setelah
berkembang biak di RES, terjadilah bakteriemi II (Darmowandowo, 2006).
Interaksi Salmonella dengan makrofag memunculkan mediator-mediator lokal
(patch of payer) terjadi hiperplasia, nekrosis dan ulkus. Sistemik timbul gejala panas,
instabilitas vaskuler, inisiasi sistem beku darah, depresi sumsum tulang dan lain
sebagainya. (Darmowandowo, 2006)
Imunulogi Humoral lokal, di usus diproduksi IgA sekretorik yang berfungsi
mencegah melekatnya salmonella pada mukosa usus. Humoral sistemik, diproduksi
IgM dan IgG untuk memudahkan fagositosis Salmonella oleh makrofag. Seluler
berfungsi untuk membunuh Salmonalla intraseluler (Darmowandowo, 2006)
Gejala Klinis
Keluhan dan gejala Demam Tifoid tidak khas, dan bervariasi dari gejala seperti
flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem organ.
Secara klinis gambaran penyakit Demam Tifoid berupa demam berkepanjangan,
gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat.
1. Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin
meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama
pada malam hari.
2. Gejala gstrointestinal dapat berupa obstipasi, diare, mual, muntah, dan
kembung, hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.
3. Gejalah saraf sentral berupa delirium, apatis, somnolen, sopor, bahkan sampai
koma.
(Darmowandowo, 2006)
Diagnosa
1. Amanesis
2. Tanda klinik
3. Laboratorik
1. Leukopenia, anesonofilia
2. Kultur empedu (+) : darah pada minggu I ( pada minggu II mungkin
sudah negatif); tinja minggu II, air kemih minggu III
3. Reaksi widal (+) : titer > 1/200. Biasanya baru positif pada minggu II,
pada stadium rekonvalescen titer makin meninggi
4. Identifikasi antigen : Elisa, PCR. IgM S typphi dengan Tubex TF
cukup akurat dengan
5. Identifikasi antibodi : Elisa, typhi dot dan typhi dot M
(Darmowandowo, 2006)
Diagnosa Banding
1. Influenza 6. Malaria
2. Bronchitis 7. Sepsis
3. Broncho Pneumonia 8. I.S.K
4. Gastroenteritis 9. Keganasan : - Leukemia
5. Tuberculosa - Lymphoma
(Darmowandowo, 2006)
Penatalaksanaan
Pengobatan penderita Demam Tifoid di Rumah Sakit terdiri dari pengobatan
suportif meliputi istirahat dan diet, medikamentosa, terapi penyulit (tergantung
penyulit yang terjadi). Istirahat bertujuan untuk mencegah komplikasi dan
mempercepat penyembuhan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari
bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap, sesuai
dengan pulihnya kekuatan pasien. (Mansjoer, 2001)
Diet dan terapi penunjuang dilakukan dengan pertama, pasien diberikan bubur
saring, kemudian bubur kasar dan akhirnya nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan
pasien. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan tingkat
dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat
kasar) dapat diberikan dengan aman. Juga perlu diberikan vitamin dan mineral untuk
mendukung keadaan umum pasien. (Mansjoer, 2001)
Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan
intensif dengan nutrisi parenteral total. Spektrum antibiotik maupun kombinasi
beberapa obat yang bekerja secara sinergis dapat dipertimbangkan. Kortikosteroid
perlu diberikan pada renjatan septik. Kortikosteroid khusus untuk penderita yang
sangat toksik (panas tinggi tidak turun-turun, kesadaran menurun dan gelisah/sepsis):
• Hari ke 1: Kortison 3 X 100 mg im atau Prednison 3 X 10 mg oral
• Hari ke 2: Kortison 2 X 100 mg im atau Prednison 2 X 10 mg oral
• Hari ke 3: Kortison 3 X 50 mg im atau Prednison 3 X 5 mg oral
• Hari ke 4: Kortison 2 X 50 mg im atau Prednison 2 X 5 mg oral
• Hari ke 5: Kortison 1 X 50 mg im atau Prednison 1 X 5 mg oral
(Mansjoer, 2001)
Medikamentosa
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan
kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan
ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
• Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4
kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari. Bilamana terdapat indikasi
kontra pemberian kloramfenikol , diberi
• ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau
• amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.
Pemberian, oral/intravena selama 21 hari
• kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama 5-
7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika
adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. (Darmowandowo, 2006)
Pada Anak :
• Klorampenikol : 50-100 mg/kg BB/dibagi dalam 4 dosis sampai 3 hari bebas
panas / minimal 14 hari. Pada bayi < 2 minggu : 25 mg/kg BB/hari dalam 4
dosis. Bila dalam 4 hari panas tidak turun obat dapat diganti dengan
antibiotika lain (lihat di bawah)
• Kotrimoksasol : 8-20 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis sampai 5 hari bebas
panas / minimal 10 hari
• Bila terjadi ikterus dan hepatomegali : selain Kloramfenikol diterapi dengan
Ampisilin 100 mg/ kg BB/hari selama 14 hari dibagi dalam 4 dosis
• Bila dengan upaya-upaya tersebut panas tidak turun juga, rujuk ke RSUD.
Perhatian :
• Jangan mudah memberi golongan quinolon, bila dengan obat lain masih bisa
diatasi.
• Jangan mudah memberi Kloramfenikol bagi kasus demam yang belum pasti
demam tifoid, mengingat komplikasi Agranulositotis.
• Tidak semua demam dengan leukopeni adalah Demam Tifoid
• Demam < 7 hari tanpa leukositosis pada umumnya adalah infeksi virus,
jangan beri kloramfenikol.
•
Komplikasi
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :
1. Komplikasi intestinal
1. Perdarahan usus
2. Perforasi usus
3. Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintetstinal
1. Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer
(renjatan/sepsis), miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.
2. Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau
koagulasi intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.
3. Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.
4. Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
5. Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
6. Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
7. Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis,
polineuritis perifer, sindrom Guillain-Barre, psikosis dan sindrom
katatonia.
Pada anak-anak dengan demam paratifoid, komplikasi lebih jarang terjadi.
Komplikasi lebih sering terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan umum,
bila perawatan pasien kurang sempurna. (Mansjoer, 2001)
Penatalaksanaan Penyulit
Pengobatan penyulit tergantung macamnya. Untuk kasus berat dan dengan
manifestasi nerologik menonjol, diberi Deksametason dosis tinggi dengan dosis awal
3 mg/kg BB, intravena perlahan (selama 30 menit). Kemudian disusul pemberian
dengan dosis 1 mg/kg BB dengan tenggang waktu 6 jam sampai 7 kali pemberian.
Tatalaksana bedah dilakukan pada kasus-kasus dengan penyulit perforasi usus.
(Darmowandowo, 2006)
Pencegahan
Pencegahan demam tifoid diupayakan melalui berbagai cara: umum dan
khusus/imunisasi. Termasuk cara umum antara lain adalah peningkatan higiene dan
sanitasi karena perbaikan higiene dan sanitasi saja dapat menurunkan insidensi
demam tifoid. (Penyediaan air bersih, pembuangan dan pengelolaan sampah).
Menjaga kebersihan pribadi dan menjaga apa yang masuk mulut (diminum atau
dimakan) tidak tercemar Salmonella typhi. Pemutusan rantai transmisi juga penting
yaitu pengawasan terhadap penjual (keliling) minuman dan makanan.
(Darmowandowo, 2006)
Ada dua vaksin untuk mencegah demam tifoid. Yang pertama adalah vaksin
yang diinaktivasi (kuman yang mati) yang diberikan secara injeksi. Yang kedua
adalah vaksin yang dilemahkan (attenuated) yang diberikan secara oral. Pemberian
vaksin tifoid secara rutin tidak direkomendasikan, vaksin tifoid hanta
direkomendasikan untuk pelancong yang berkunjung ke tempat-tempat yang demam
tifoid sering terjadi, orang yang kontak dengan penderita karier tifoid dan pekerja
laboratorium. (Department of Health and human service, 2004)
Vaksin tifoid yang diinaktivasi (per injeksi) tidak boleh diberikan kepada
anak-anak kurang dari dua tahun. Satu dosis sudah menyediakan proteksi, oleh
karena itu haruslah diberikan sekurang-kurangnya 2 minggu sebelum bepergian
supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja. Dosis ulangan diperlukan
setiap dua tahun untuk orang-orang yang memiliki resiko terjangkit. (Department of
Health and human service, 2004)
Vaksin tifoid yang dilemahkan (per-oral) tidak boleh diberikan kepada anak-
anak kurang dari 6 tahun. Empat dosis yang diberikan dua hari secara terpisah
diperlukan untuk proteksi. Dosis terakhir harus diberikan sekurang-kurangnya satu
minggu sebelum bepergian supaya memberikan waktu kepada vaksin untuk bekerja.
Dosis ulangan diperlukan setiap 5 tahun untuk orang-orang yang masih memiliki
resiko terjangkit. (Department of Health and human service, 2004)
Ada beberapa orang yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid atau harus
menunggu. Yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid diinaktivasi (per injeksi)
adalah orang yang memiliki reaksi yang berbahaya saat diberi dosis vaksin
sebelumnya, maka ia tidak boleh mendapatkan vaksin dengan dosis lainnya. Orang
yang tidak boleh mendapatkan vaksin tifoid yang dilemahkan (per-oral) adalah :
orang yang mengalami reaksi berbahaya saat diberi vaksin sebelumnya maka tidak
boleh mendapatkan dosis lainnya, orang yang memiliki sistem imunitas yang lemah
maka tidak boleh mendapatkan vaksin ini, mereka hanya boleh mendapatkan vaksin
tifoid yang diinaktifasi, diantara mereka adalah penderita HIV/AIDS atau penyakit
lain yang menyerang sistem imunitas, orang yang sedang mengalami pengobatan
dengan obat-obatan yang mempengaruhi sistem imunitas tubuh semisal steroid
selama 2 minggu atau lebih, penderita kanker dan orang yang mendapatkan
perawatan kanker dengan sinar X atau obat-obatan. Vaksin tifoid oral tidak boleh
diberikan dalam waktu 24 jam bersamaan dengan pemberian antibiotik. (Department
of Health and human service, 2004)
Suatu vaksin, sebagaimana obat-obatan lainnya, bisa menyebabkan problem
serius seperti reaksi alergi yang parah. Resiko suatu vaksin yang menyebabkan
bahaya serius atau kematian sangatlah jarang terjadi. Problem serius dari kedua jenis
vaksin tifoid sangatlah jarang. Pada vaksin tifoid yang diinaktivasi, reaksi ringan
yang dapat terjadi adalah : demam (sekitar 1 orang per 100), sakit kepada (sekitar 3
orang per 100) kemerahan atau pembengkakan pada lokasi injeksi (sekitar 7 orang
per 100). Pada vaksin tifoid yang dilemahkan, reaksi ringan yang dapat terjadi adalah
demam atau sakit kepada (5 orang per 100), perut tidak enak, mual, muntah-muntah
atau ruam-ruam (jarang terjadi). (Department of Health and human service, 2004)
***
DEMAM BERDARAH
DEFINISI
Demam Dengue adalah Demam virus akut yang disertai sakit kepala,
nyeri otot, sendi, dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan ruam-
ruam. Demam berdarah dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)
adalah Demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi
perdarahan.
Demam berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Haemorrhagic Fever (DHF)
adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus Dengue Family
Flaviviridae, dengan genusnya adalah Flavivirus. Virus mempunyai empat
serotipe yang dikenal dengan DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Selama
ini secara klinik mempunyai tingkatan manifestasi yang berbeda tergantung
dari serotipe virus dengue. Morbiditas penyakit DBD menyebar di negara-
negara tropis dan sub tropis. Disetiap negara penyakit DBD mempunyai
manifestasi klinik yang berbeda
PATOFISIOLOGI
DHF
3/4/2008 17
Kompleks Ab-virus
Faktor trombosit III
Aktivasimakrofag
AktivasiC3 & C5
C3a & C5a
PermeabilitasVaskuler↑
Kebocoranplasma
Replikasi virusdi makrofag
AktivasiTh & Ts
ProduksiIFN-γ
Aktivasimonosit
sekresi mediatorradang
Disfungsisel endotel
Fx agregasi ↓
Metamorfosis
Dihancurkanoleh RES
Trombositopeni
Aktivasi Sist.koagulasi
DIC
Patogenesis dan Patofisiologi, Patogenesis DBD tidak sepenuhnya
dipahami namun terdapat 2 perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu
meningkatnya permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma,
hipovolemia dan terjadinya syok. Pada DBD terdapat kejadian unik yaitu
terjadinya kebocoran plasma kedalam rongga pleura dan rongga peritoneal.
Kebocoran plasma terjadi singkat (24-28 jam).
Hemostatis abnormal yang disebabkan oleh vaskulopati, trombositopeni
dan koagulopati, mendahului terjadinya manifestasi perdarahan. Aktivasi
sistem komplemen selalu dijumpai pada pasien DBD kadar C3 dan C5 rendah,
sedangkan C3a dan C5a meningkat. Mekanisme aktivasi komplemen tersebut
belum diketahui. Adanya kompleks imun telah dilaporkan pada DBD. Namun
demikian peran kompleks antigen-antibodi sebagai penyebab aktivasi
komplemen pada DBD belum terbukti.
Selama ini diduga bahwa derajat keparahan penyakit DBD
dibandingkan dengan DD dijelaskan adanya pemacuan dari multiplikasi virus
di dalam makrofag oleh antibodi heterotipik sebagai akibat infesi dengue
sebelumnya. Namun demikian terdapat bukti bahwa faktor virus serta
responsimun cell-mediated terlibat juga dalam Patogenesis DBD.
Virus Dengue
Termasuk famili Flaviviridae, yang berukuran kecil sekali yaitu 35-45 nm.
Virus ini dapat tetap hidup (survive) dialam ini melalui dua mekanisme.
Mekanisme pertama, tranmisi vertikal dalam tubuh nyamuk. Dimana virus dapat
ditularkan oleh nyamuk betina pada telurnya, yang nantinya akan menjadi nyamuk.
Virus juga dapat ditularkan dari nyamuk jantan pada nyamuk betina melalui kontak
seksual.
Mekanisme kedua, tranmisi virus dari nyamuk ke dalam tubuh makhluk ~Vertebrata~
dan sebaliknya. Yang dimaksud dengan makhluk vertebrata disini adalah manusia
dan kelompok kera tertentu.
Virus dengue dalam tubuh nyamuk
Nyamuk mendapatkan virus ini pada saat melakukan gigitan pada manusia (makhluk
vertebrata) yang pada saat itu sedang mengandung virus dengue didalam darahnya
(viraemia). Virus yang sampai kedalam lambung nyamuk akan mengalami replikasi
(memecah diri/kembang biak), kemudian akan migrasi yang akhirnya akan sampai di
kelenjar ludah. Virus yang berada di lokasi ini setiap saat siap untuk dimasukkan ke
dalam kulit tubuh manusia melalui gigitan nyamuk.
Virus dengue dalam tubuh manusia
Virus memasuki tubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang menembus kulit.
Setelah itu disusul oleh periode tenang selama kurang lebih 4 hari, dimana virus
melakukan replikasi secara cepat dalam tubuh manusia. Apabila jumlah virus sudah
cukup maka virus akan memasuki sirkulasi darah (viraemia), dan pada saat ini
manusia yang terinfeksi akan mengalami gejala panas. Dengan adanya virus dengue
dalam tubuh manusia, maka tubuh akan memberi reaksi. Bentuk reaksi tubuh
terhadap virus ini antara manusia yang satu dengan manusia yang lain dapat berbeda,
dimana perbedaan reaksi ini akan memanifestasikan perbedaan penampilan gejala
klinis dan perjalanan penyakit. Pada prinsipnya, bentuk reaksi tubuh manusia
terhadap keberadaan virus dengue adalah sebagai berikut :
Bentuk reaksi pertama
Terjadi netralisasi virus, dan disusul dengan mengendapkan bentuk netralisasi virus
pada pembuluh darah kecil di kulit berupa gejala ruam (rash).
Bentuk reaksi kedua
Terjadi gangguan fungsi pembekuan darah sebagai akibat dari penurunan jumlah dan
kualitas komponen-komponen beku darah yang menimbulkan manifestasi
perdarahan.
Bentuk reaksi ketiga
Terjadi kebocoran pada pembuluh darah yang mengakibatkan keluarnya komponen
plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah menuju ke rongga perut berupa
gejala ascites dan rongga selaput paru berupa gejala efusi pleura. Apabila tubuh
manusia hanya memberi reaksi bentuk 1 dan 2 saja maka orang tersebut akan
menderita demam dengue, sedangkan apabila ketiga bentuk reaksi terjadi maka orang
tersebut akan mengalami demam berdarah dengue.
GEJALA dan TANDA-TANDANYA
Infeksi oleh virus dengue menimbulkan variasi gejala mulai sindroma
virus nonspesifik sampai perdarahan yang fatal. Gejala demam dengue
tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak kecil biasanya
berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular. Pada anak-anak yang
lebih besar dan dewasa, bisa dimulai dengan demam ringan, atau demam
tinggi ( > 39 derajat C ) yang tiba-tiba dan berlangsung 2-7 hari, disertai sakit
kepala hebat, nyeri di belakang mata, nyeri sendi dan otot, mual-muntah, dan
ruam-ruam.
Bintik-bintik pendarahan di kulit sering terjadi, kadang-kadang disertai
bintik-bintik pendarahan dipharynx dan konjungtiva. Penderita juga sering
mengeluh nyeri menelan, tidak enak di ulu hati, nyeri di tulang rusuk kanan
( costae dexter ), dan nyeri seluruh perut. Kadang-kadang demam mencapai
40-41 derajat C, dan terjadi kejang demam pada balita.
DHF adalah komplikasi serius dengue yang dapat mengancam jiwa
penderitanya, oleh :
1. demam tinggi yang terjadi tiba-tiba
2. Manifestasi pendarahan
3. Nepatomegali atau pembesaran hati
4. Kadang-kadang terjadi shock manifestasi pendarahan pada DHF, dimulai dari
test torniquet positif dan bintik-bintik pendarahan di kulit ( ptechiae ).
Ptechiae ini bisa terjadi di seluruh anggota gerak, ketiak, wajah dan gusi, juga
bisa terjadi pendarahan hidung, gusi, dan pendarahan dari saluran cerna, dan
pendarahan dalam urine.
Berdasarkan gejalanya DHF dikelompokan menjadi 4 tingkat :
1. Derajat I : demam diikuti gejala spesifik, satu-satunya manifestasi
pendarahan adalah test Terniquet yang positif atau mudah memar.
2. Derajat II : Gejala yang ada pada tingkat 1 ditambah dengan pendarahan
spontan, pendarahan bisa terjadi di kulit atau di tempat lain.
3. Derajat III : Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut nadi yang cepat dan
lemah, hipotensi, suhu tubuh rendah, kulit lembab, dan penderita gelisah.
4. Derajat IV : Shock berat dengan nadi yang tidak teraba, dan tekanan darah
tidak dapat di periksa, fase kritis pada penyakit ini terjadi pada akhir masa
demam.
Setelah demam 2-7 hari, penurunan suhu biasanya disertai dengan tanda-tanda
gangguan sirkulasi darah, penderita berkeringat, gelisah, tangan dan kakinya
dingin dan mengalami perubahan tekanan darah dan denyut nadi. Pada kasus
yang tidak terlalu berat gejala-gejala ini hampir tidak terlihat, menandakan
kebocoran plasma yang ringan.
Gejala Awal
Gejala klinis demam berdarah dengue pada saat awal penyakit (hari demam 1-3)
dapat menyerupai penyakit lain seperti radang tenggorokan, campak, dan tifus. Gejala
yang membedakan satu dengan yang lain yaitu gejala yang menyertai gejala demam
berdarah
a. Demam
Demam pada penyakit demam berdarah ini secara mendadak dan berkisar antara
38,50C-40C, Pada anak-anak terjadi peningkatan suhu yang mendadak. Pagi hari
anak masih dapat sekolah dan bermain, mendadak sore harinya mengeluh demam
sangat tinggi. Demam akan terus menerus baik pada pagi maupun malam hari dan
hanya menurun sebentar setelah diberikan obat penurun panas. Pada anak yang lebih
besar atau pada orang dewasa pada saat gejala awal seringkali tidak begitu dihiraukan
oleh karena demam datang dengan tiba-tiba. Mereka tetap melakukan kegiatan seperti
biasanya dan baru merasakan sakit bila timbul gejala berikutnya yaitu lesu, tidak enak
makan dan lain sebagainya.
b. Lesu
Disamping demam tinggi dan mendadak penderita demam berdarah dengue akan
mengeluh atau terlihat lesu dan lemah. Seluruh badan lemah seolah tidak ada
kekuatan, pada anak yang masih kecil tidak dapat mengeluh tetapi anak yang
biasanya aktif kali ini tidak mau bermain lagi dan lebih senang diam duduk atau
tiduran. Badan akan makin bertambah lemah oleh karena nafsu makan menghilang
sama sekali baik minum maupun makan, rasa mual dan rasa tidak enak di perut dan
didaerah ulu hati menyebabkan semua makanan dan minuman yang dimakan keluar
lagi. Rasa mual, muntah dan nyeri pada ulu hati akan makin bertambah bila penderita
minum obat penurun panas yang dapat merangsang lambung (lihat Bagian 3
mengenai Pengobatan). Pada anak kecil dapat disertai mencret 3-5 kali sehari, cair,
tanpa lendir. Jadi, bila seorang anak menderita mencret disertai demam tinggi kita
harus waspada demam berdarah apalagi terjadi pada bayi atau anak kecil di bawah
umur 2 tahun. Demam berdarah dengue sebagai penyakit virus sering menyebabkan
muka dan badan anak kemerahan seperti “udang rebus” (flushing) dan bila dipegang
badan sangat panas.
c. Nyeri Perut
Nyeri perut merupakan gejala yang penting pada demam berdarah dengue. Gejala ini
tampak jelas pada anak besar atau dewasa oleh karena mereka telah dapat merasakan.
Nyeri perut dapat dirasakan di daerah ulu hati dan daerah di bawah lengkung iga
sebelah kanan. Nyeri perut di bawah lengkung iga sebelah kanan lebih mengarah
pada penyakit demam berdarah dengue dibandingkan nyeri perut pada ulu hati.
Penyebab dari nyeri perut di bawah lengkung iga sebelah kanan ini adalah
pembesaran hati (liver) sehingga terjadi peregangan selaput yang membungkus hati.
Pada gejala selanjutnya dapat diikuti dengan perdarahan pembuluh darah kecil pada
selaput tersebut. Sedangkan nyeri perut di daerah ulu hati yang menyerupai gejala
sakit lambung (sakit maag) dapat juga disebabkan oleh rangsangan obat penurun
panas khususnya obat golongan aspirin atau asetosal. Untuk memastikan adanya
nyeri perut ini dapat dilakukan penekanan (perabaan disertai penekanan) pada daerah
ulu hati dan di bawah lengkung iga sebelah kanan, terutama pada anak yang belum
dapat mengeluh. Perlu diperhatikan bahwa nyeri perut dapat menyerupai gejala
radang usus buntu. Letak usus buntu pada daerah perut sebelah kanan bawah dekat
pangkal paha kanan. Jadi bila terdapat peradangan usus buntu akan terasa sakit bila
ditekan di daerah perut sebelah kanan bawah, tetapi pada anak-anak perasaan nyeri
perut dapat menjalar dan dirasakan pada daerah pusar sehingga kadangkala sulit
dibedakan dengan nyeri perut pada demam berdarah dengue. Apalagi gejala radang
usus buntu juga disertai dengan demam, muntah, dan nyeri perut. Pada pengalaman
kami sekitar 2/3 penderita demam berdarah dengue pada anak besar dan dewasa
mengeluh nyeri perut, oleh karena itu bila terdapat nyeri perut disertai demam tinggi
harus waspada.
d. Tanda Perdarahan
Pada awal penyakit demam berdarah dengue, tanda perdarahan yang terjadi adalah
perdarahan yang tergolong ringan. Perdarahan kulit merupakan perdarahan yang
terbanyak ditemukan. Bintik kemerahan sebesar ujung jarum pentul menyerupai
bintik gigitan nyamuk. Maka, untuk membedakan bintik merah yang disebabkan oleh
karena perdarahan pada demam berdarah dengan bintik karena gigitan nyamuk,
carilah juga di daerah yang terlindung pakaian (misalnya dada dan punggung)
sehingga hampir dapat dipastikan terlindung dari gigitan nyamuk. Kemudian coba
tekan bintik merah tersebut: bila menghilang itu berarti gigitan nyamuk dan
sebaliknya bila menetap itu adalah perdarahan kulit, juga pada perabaan pada gigitan
nyamuk akan teraba menonjol sedangkan pada demam berdarah bintik tersebut rata
dengan permukaan kulit. Hal ini karena pada gigitan nyamuk bintik merah
disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah sebagai akibat dari reaksi terhadap
“racun” yang terdapat di dalam kelenjar liur nyamuk dan bukan karena perdarahan
kulit. Bintik merah pada demam berdarah tidak bergerombol seperti halnya bintik
merah pada campak, tetapi terpisah satu-satu.
Perdarahan lain yang sering ditemukan adalah mimisan. Terutama pada anak perlu
diperhatikan apakah anak sering menderita mimisan sebelumnya. Mimisan, terbanyak
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah di daerah selaput lendir hidung yang
disebabkan oleh rangsangan baik dari dalam ataupun dari luar tubuh seperti demam
tinggi, udara yang terlampau dingin, udara yang terlampau panas, terlampau letih
sehingga kurang istirahat atau makan kurang teratur, dan sebagainya. Bila anak
pernah menderita mimisan sebelumnya, maka mimisan mungkin tidak berbahaya;
tetapi pada seorang anak yang belum pernah mimisan kemudian demam tinggi dan
mimisan maka perlu diwaspadai. Gejala perdarahan lain yang dapat dijumpai adalah
haid yang berlebihan pada anak perempuan atau lebam pada kulit bekas pengambilan
darah, dan perdarahan gusi.
e. Gejala Lain
Seorang anak yang mempunyai riwayat kejang bila demam, pada saat demam tinggi
dapat terjadi kejang. Walaupun harus difikirkan juga adanya penyakit infeksi lain
seperti radang otak atau selaput otak, terutama bila anak setelah kejang tidak sadar
kembali. Gejala lain yang sering dikeluhkan oleh anak besar atau orang dewasa
menyertai penyakit demam berdarah dengue adalah nyeri kepala, nyeri di belakang
mata, rasa pegal-pegal pada otot dan sendi. Keluhan-keluhan ini pada orang dewasa
sangat mengganggu sehingga cepat mencari pengobatan, sedangkan anak-anak
biasanya belum mengeluh atau keluhan tersebut tidak dirasakan mengganggu.
GEJALA LANJUTAN
Gejala selanjutnya terjadi pada hari sakit ke3-5, merupakan saat-saat yang berbahaya
pada penyakit demam berdarah dengue. Suhu badan akan turun, jadi seolah-olah anak
sembuh oleh karena tidak demam lagi. Yang perlu diperhatikan saat ini, adalah
tingkah laku si anak. Apabila demam menghilang, anak tampak segar dan mau
bermain serta mau makan/ minum biasanya termasuk demam dengue ringan; tetapi
apabila demam menghilang tetapi anak bertambah lemah, ingin tidur, dan tidak mau
makan/ minum apapun apalagi disertai nyeri perut, ini merupakan tanda awal
terjadinya syok. Keadaan syok merupakan keadaan yang sangat berbahaya oleh
karena semua organ tubuh akan kekurangan oksigen dan hal ini dapat menyebabkan
kematian dalam waktu singkat.
Tanda-tanda syok harus dikenali dengan baik bila kita merawat anak yang
dicurigai menderita demam berdarah, atau anak yang telah demam tinggi selama 3
hari atau lebih. Anak tampak gelisah atau bila syok berat anak menjadi tidak sadarkan
diri, nafas cepat seolah-olah sesak nafas. Seluruh badan teraba dingin dan lembab,
perasaan dingin yang paling mudah dikenal bila kita meraba kaki dan tangan
penderita. Bibir dan kuku tampak kebiruan menggambarkan pembuluh darah di
bagian ujung mengkerut sebagai kompensasi untuk memompa darah yang lebih
banyak ke jantung. Anak akan merasa haus, serta kencing berkurang atau tidak ada
kencing sama sekali. Syok akan mudah terjadi bila anak sebelum terjadi syok, kurang
atau tidak mau minum.
Apabila syok yang telah diterangkan sebelumnya tidak diobati dengan baik maka
akan menyusul gejala berikutnya yaitu perdarahan dari saluran cerna. Perdarahan
saluran cerna ini dapat ringan atau berat tergantung dari berapa lama syok terjadi
sampai diobati dengan tepat. Penurunan kadar oksigen di dalam darah akan memicu
terjadinya perdarahan, makin lama syok terjadi makin rendah kadar oksigen di dalam
darah maka makin hebat perdarahan yang terjadi. Pada awalnya perdarahan saluran
cerna tidak terlihat dari luar, oleh karena terjadi di dalam perut. Yang akan tampak
hanya perut yang semakin lama semakin membuncit dan nyeri bila diraba.
Selanjutnya akan terjadi muntah darah dan berak darah/ berak hitam. Pada saat terjadi
perdarahan hebat penderita akan sangat kesakitan, tetapi bila syok sudah lama terjadi
penderita pada umumnya sudah tidak sadar lagi. Perdarahan lain yang dapat terjadi
adalah perdarahan di dalam paru. Anak akan lebih sesak lagi, maikn gelisah, dan
sangat pucat. Kematian makin dipercepat dengan adanya perdarahan di dalam otak.
Pada hari sakit keenam dan seterusnya, merupakan saat penyembuhan. Saat ini
demam telah menghilang dan suhu menjadi normal kembali, tidak dijumpai lagi
perdarahan baru, dan nafsu makan timbul kembali. Pada umumnya, setelah seseorang
sembuh dari sakitnya anak masih tampak lemah, muka agak sembab disertai perut
agak tegang tetapi beberapa hari kemudian kondisi badan anak akan pulih kembali
normal tanpa gejala sisa. Sebagai tanda penyembuhan kadangkala timbul bercak-
bercak merah menyeluruh di kedua kaki dan tangan dengan bercak putih diantaranya,
pada anak besar mengeluh gatal pada bercak tersebut. Jadi, bila telah timbul bercak
merah yang sangat luas di kaki dan tangan anak itu pertanda anak telah sembuh dan
tidak perlu dirawat lagi.
Pertolongan Pertama pada Penderita Demam Berdarah Dengue
Seorang yang menderita penyakit demam berdarah pada awalnya akan menderita
demam tinggi. Dalam keadaan demam ini tubuh banyak kekurangan cairan oleh
karena terjadi penguapan yang lebih banyak daripada biasa. Cairan tubuh makin
berkurang bila anak terus menerus muntah atau tidak mau minum. Maka pertolongan
pertama yang terpenting adalah memberikan minum sebanyak-banyaknya.
Berikanlah minum kirakira 2 liter (8 gelas) dalam satu hari atau 3 sendok makan
setiap 15 menit. Minuman yang diberikan sesuai selera anak misalnya air putih, air
teh manis, sirup, sari buah, susu, oralit, softdrink, dapat juga diberikan nutricious diet
yang banyak beredar saat ini. Dengan memberikan minum banyak diharapkan cairan
dalam tubuh tetap stabil. Untuk memantau bahwa cairan tidak kurang, perhatikan
jumlah kencing anak. Apabila anak banyak buang air kecil, minimal 6 kali dalam satu
hari berarti jumlah cairan yang diminum anak mencukupi.
Demam yang tinggi demikian juga akan mengurangi cairan tubuh dan dapat
menyebabkan kejang pada anak yang mempunyai riwayat kejang bila demam tinggi,
oleh karena itu harus segera diberikan obat penurun panas. Untuk menurunkan
demam, berilah obat penurun panas. Untuk jenis obat penurun panas ini harus dipilih
obat yang berasal dari golongan parasetamol atau asetaminophen, jangan diberikan
jenis asetosal atau aspirin oleh karena dapat merangsang lambung sehingga akan
memperberat bila terdapat perdarahan lambung. Kompres dapat membantu bila anak
menderita demam terlalu tinggi sebaiknya diberikan kompres hangat dan bukan
kompres dingin, oleh karena kompres dingin dapat menyebabkan anak menggigil.
Sebagai tambahan untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam disamping
obat penurun panas dapat diberikan obat anti kejang.
Pada awal sakit yaitu demam 1-3 hari, seringkali gejala menyerupai penyakit lain
seperti radang tenggorokan, campak, atau demam tifoid (tifus), oleh sebab itu,
diperlukan kontrol ulang ke dokter apabila demam tetap tinggi 3 hari terus menerus
apalagi anak bertambah lemah dan lesu. Untuk membedakan dengan penyakit lain
seperti tersebut di atas, pada saat ini diperlukan pemeriksaan darah dapat dilakukan.
Pemeriksaan darah diperlukan untuk mengetahui apakah darah cenderung menjadi
kental atau lebih. Bila keadaan anak masih baik, artinya tidak ada tanda kegawatan
dan hasil laboratorium darah masih normal, maka anak dapat berobat jalan.
Kegawatan masih dapat terjadi selama anak masih demam, sehingga pemeriksaan
darah seringkali perlu diulang kembali.
EPIDEMIOLOGI
1. Penyebab
Penyakit DBD disebabkan oleh Virus Dengue dengan tipe DEN 1, DEN 2, DEN 3
dan DEN 4. Virus tersebut termasuk dalam group B Arthropod borne viruses
(arboviruses). Keempat type virus tersebut telah ditemukan di berbagai daerah di
Indonesia antara lain Jakarta dan Yogyakarta. Virus yang banyak berkembang di
masyarakat adalah virus dengue dengan tipe satu dan tiga. 3
2. Gejala
Gejala pada penyakit demam berdarah diawali dengan :
a. Demam tinggi yang mendadak 2-7 hari (38 ?C- 40 ?C)
b. Manifestasi pendarahan, dengan bentuk : uji tourniquet positif puspura pendarahan,
konjungtiva, epitaksis, melena, dsb.
c. Hepatomegali (pembesaran hati).
d. Syok, tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang, tekanan sistolik
sampai 80 mmHg atau lebih rendah.
e. Trombositopeni, pada hari ke 3 - 7 ditemukan penurunan trombosit sampai 100.000
/mm?.
f. Hemokonsentrasi, meningkatnya nilai Hematokrit.
g. Gejala-gejala klinik lainnya yang dapat menyertai: anoreksia, lemah, mual,
muntah, sakit perut, diare kejang dan sakit kepala.
h. Pendarahan pada hidung dan gusi.
i. Rasa sakit pada otot dan persendian, timbul bintik-bintik merah pada kulit akibat
pecahnya pembuluh darah.
3. Masa Inkubasi
Masa inkubasi terjadi selama 4-6 hari.
4. Penularan
Penularan DBD terjadi melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus
betina yang sebelumnya telah membawa virus dalam tubuhnya dari penderita demam
berdarah lain. Nyamuk Aedes aegypti berasal dari Brazil dan Ethiopia dan sering
menggigit manusia pada waktu pagi dan siang.
Orang yang beresiko terkena demam berdarah adalah anak-anak yang berusia di
bawah 15 tahun, dan sebagian besar tinggal di lingkungan lembab, serta daerah
pinggiran kumuh. Penyakit DBD sering terjadi di daerah tropis, dan muncul pada
musim penghujan. Virus ini kemungkinan muncul akibat pengaruh musim/alam serta
perilaku manusia.
5. Penyebaran
Kasus penyakit ini pertama kali ditemukan di Manila, Filipina pada tahun 1953.
Kasus di Indonesia pertama kali dilaporkan terjadi di Surabaya dan Jakarta dengan
jumlah kematian sebanyak 24 orang. Beberapa tahun kemudian penyakit ini
menyebar ke beberapa propinsi di Indonesia, dengan jumlah kasus sebagai berikut :
- Tahun 1996 : jumlah kasus 45.548 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 1.234 orang.
- Tahun 1998 : jumlah kasus 72.133 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 1.414 orang (terjadi ledakan)
- Tahun 1999 : jumlah kasus 21.134 orang.
- Tahun 2000 : jumlah kasus 33.443 orang.
- Tahun 2001 : jumlah kasus 45.904 orang
- Tahun 2002 : jumlah kasus 40.377 orang.
- Tahun 2003 : jumlah kasus 50.131 orang.
- Tahun 2004 : sampai tanggal 5 Maret 2004 jumlah kasus sudah
mencapai 26.015 orang, dengan jumlah kematian
sebanyak 389 orang.
DIAGNOSA
Pada awal mulainya demam, dhf sulit dibedakan dari infeksi lain yang disebabkan
oleh berbagai jenis virus, bakteri dan parasit.
Setelah hari ketiga atau keempat baru pemeriksaan darah dapat membantu diagnosa.
Diagnosa ditegakkan dari gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah :
• Trombositopeni, jumlah trombosit kurang dari 100.000 sel/mm3
• Hemokonsentrasi, jumlah hematokrit meningkat paling sedikit 20% di atas
rata-rata.
Hasil laboratorium seperti ini biasanya ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-7.
Kadang-kadang dari x-ray dada ditemukan efusi pleura atau hipoalbuminemia yang
menunjukkan adanya kebocoran plasma.
Kalau penderita jatuh dalam keadaan syok, maka kasusnya disebut sebagai Dengue
Shock Syndrome (DSS).
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terdiri dari :
a. Pencegahan
Tidak ada vaksin yang tersedia secara komersial untuk flavivirus demam
berdarah. Pencegahan utama demam berdarah terletak pada menghapuskan
atau mengurangi vektor nyamuk demam berdarah.
Cara pencegahan DBD :
1. Bersihakan tempat penyimpanan air ( bak mandi, WC ).
2. Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air.
3. Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas (kaleng
bekas, botol bekas ).
4. Tutuplah lubang-lubang, pagar pada pagar bambu dengan tanah.
5. Lipatlah pakaian atau kain yang bergantungan dalam kamar agar
nyamuk tidak hinggap di situ.
6. Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin untuk membunuh jintik-
jintik nyamuk ( ulangi hal ini setiap 2 sampai 3 bulan sekali.
b. Pengobatan
Pengobatan penderita demam berdarah adalah dengan cara :
1. Pengantian cairan tubuh
2. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter sampai 2 liter dalam 24 jam.
3. Gastroenteritis oral solution atau kristal diare yaitu garam elektrolid
( oralit kalau perlu 1 sendok makan setiap 3 sampai 5 menit )
4. Penderita sebaiknya dirawat di rumah sakit diperlukan untuk
mencegah terjadinya syok yang dapat terjadi secara tepat.
5. Pemasangan infus NaCl atau Ringer melihat keperluanya dapat
ditambahkan, Plasma atau Plasma expander atau preparat hemasel.
6. Antibiotik diberikan bila ada dugaan infeksi sekunder.
PROGNOSIS
Infeksi dengue pada umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan
DHF tidak ada yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan
yang berat, shock yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan
kejang. Kematian dapat juga disebabkan oleh sepsis karena tindakan dan
lingkungan bangsal rumah sakit yang kurang bersih. Kematian terjadi pada
kasus berat yaitu pada waktu muncul komplikasi pada sistem syaraf,
kardiovaskuler, pernapasan, darah, dan organ lain.
Kematian disebabkan oleh banyak faktor, antara lain :
1. Keterlambatan diagnosis
2. Keterlambatan diagnosis shock
3. Keterlambatan penanganan shock
4. Shock yang tidak teratasi
5. Kelebihan cairan
6. Kebocoran yang hebat
7. Pendarahan masif
8. Kegagalan banyak organ
9. Ensefalopati
10. Sepsis
11. Kegawatan karena tindakan
KESIMPULAN
o Demam berdarah adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala,
nyeri otot, sendi, dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan
ruam-ruam.
o Patofisiology demam berdah adalah patogenesis dan Patofisiologi,
patogenesis DBD tidak sepenuhnya dipahami namun terdapat 2
perubahan patofisiologi yang menyolok, yaitu meningkatnya
permeabilitas kapiler yang mengakibatkan bocornya plasma,
hipovolemia dan terjadinya syok.
o Gejala dan tandanya demam berdarah dengue adalah . Gejala demam
dengue tergantung pada umur penderita, pada balita dan anak-anak
kecil biasanya berupa demam, disertai ruam-ruam makulopapular.
o Diagnosa demam berdarah dengue adalah Diagnosa ditegakkan dari
gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah :
1. Trombositopeni, jumlah trombosit kurang dari 100.000 sel/
mm3
2. Hemokonsentrasi, jumlah hematokrit meningkat paling sedikit
20% diatas rata-rata.
o Penatalaksanaan demam berdarah adalah Diagnosa ditegakkan dari
gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah :
1. Trombositopeni, jumlah trombosit kurang dari 100.000 sel/
mm3
2. Hemokonsentrasi, jumlah hematokrit meningkat paling sedikit 20% diatas
rata-rata Pengobatan penderita demam berdarah adalah dengan cara :
a. Pengantian cairan tubuh
b. Penderita diberi minum sebanyak 1,5 liter sampai 2
liter dalam 24 jam.
c. Gastroenteritis oral solution atau kristal diare yaitu
garam elektrolid ( oralit kalau perlu 1 sendok makan
setiap 3 sampai 5 menit )
o Prognosis demam berdarah dengue adalah Infeksi dengue pada
umumnya mempunyai prognosis yang baik, DF dan DHF tidak ada
yang mati. Kematian dijumpai pada waktu ada pendarahan yang berat,
shock yang tidak teratasi, efusi pleura dan asites yang berat dan kejang
MALARIA
Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung, kera dan primata lainnya,
hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh infeksi protozoa dari genus
Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang (panas dingin menggigil) serta
demam berkepanjangan. Malaria adalah penyakit yang menyerang manusia, burung,
kera dan primata lainnya, hewan melata dan hewan pengerat, yang disebabkan oleh
infeksi protozoa dari genus Plasmodium dan mudah dikenali dari gejala meriang
(panas dingin menggigil) serta demam berkepanjangan.
Dengan munculnya program pengendalian yang didasarkan pada penggunaan residu
insektisida, penyebaran penyakit malaria telah dapat diatasi dengan cepat. Sejak
tahun 1950, malaria telah berhasil dibasmi di hampir seluruh Benua Eropa dan di
daerah seperti Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Namun penyakit ini masih
menjadi masalah besar di beberapa bagian Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sekitar
100 juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya dan sekitar 1 persen
diantaranya fatal. Seperti kebanyakan penyakit tropis lainnya, malaria merupakan
penyebab utama kematian di negara berkembang.
Pertumbuhan penduduk yang cepat, migrasi, sanitasi yang buruk, serta daerah yang
terlalu padat, membantu memudahkan penyebaran penyakit tersebut. Pembukaan
lahan-lahan baru serta perpindahan penduduk dari desa ke kota (urbanisasi) telah
memungkinkan kontak antara nyamuk dengan manusia yang bermukim didaerah
tersebut.
PATOGENESIS
MALARIA
3/4/2008 18
Penyakit Malaria yang terjadi pada manusia
Penyakit malaria memiliki 4 jenis, dan masing-masing disebabkan oleh spesies
parasit yang berbeda. Gejala tiap-tiap jenis biasanya berupa meriang, panas dingin
menggigil dan keringat dingin. Dalam beberapa kasus yang tidak disertai pengobatan,
gejala-gejala ini muncul kembali secara periodik. Jenis malaria paling ringan adalah
malaria tertiana yang disebabkan oleh Plasmodium vivax, dengan gejala demam
dapat terjadi setiap dua hari sekali setelah gejala pertama terjadi (dapat terjadi selama
2 minggu setelah infeksi).
Demam rimba (jungle fever ), malaria aestivo-autumnal atau disebut juga malaria
tropika, disebabkan oleh Plasmodium falciparum merupakan penyebab sebagian
besar kematian akibat malaria. Organisme bentuk ini sering menghalangi jalan darah
ke otak, menyebabkan koma, mengigau, serta kematian. Malaria kuartana yang
disebabkan oleh Plasmodium malariae, memiliki masa inkubasi lebih lama daripada
penyakit malaria tertiana atau tropika; gejala pertama biasanya tidak terjadi antara 18
sampai 40 hari setelah infeksi terjadi. Gejala tersebut kemudian akan terulang
kembali setiap 3 hari. Jenis ke empat dan merupakan jenis malaria yang paling jarang
ditemukan, disebabkan oleh Plasmodium ovale yang mirip dengan malaria tertiana.
Pada masa inkubasi malaria, protozoa tumbuh didalam sel hati; beberapa hari
sebelum gejala pertama terjadi, organisme tersebut menyerang dan menghancurkan
sel darah merah sejalan dengan perkembangan mereka, sehingga menyebabkan
demam.
PENANGANAN
Sejak tahun 1638 malaria telah diatasi dengan getah dari batang pohon cinchona,
yang lebih dikenal dengan nama kina, yang sebenarnya beracun dan menekan
pertumbuhan protozoa dalam jaringan darah. Pada tahun 1930, ahli obat-obatan
Jerman berhasil menemukan Atabrine ( quinacrine hydrocloride ) yang pada saat itu
lebih efektif daripada quinine dan kadar racunnya lebih rendah. Sejak akhir perang
dunia kedua, klorokuin dianggap lebih mampu menangkal dan menyembuhkan
demam rimba secara total, juga lebih efektif dalam menekan jenis-jenis malaria
dibandingkan dengan Atabrine atau quinine. Obat tersebut juga mengandung kadar
racun paling rendah daripada obat-obatan lain yang terdahulu dan terbukti efektif
tanpa perlu digunakan secara terus menerus.
Namun baru-baru ini strain Plasmodium falciparum, organisme yang menyebabkan
malaria tropika memperlihatkan adanya daya tahan terhadap klorokuin serta obat anti
malaria sintetik lain. Strain jenis ini ditemukan terutama di Vietnam, dan juga di
semenanjung Malaysia, Afrika dan Amerika Selatan. Kina juga semakin kurang
efektif terhadap strain plasmodium falciparum. Seiring dengan munculnya strain
parasit yang kebal terhadap obat-obatan tersebut, fakta bahwa beberapa jenis nyamuk
pembawa (anopheles) telah memiliki daya tahan terhadap insektisida seperti DDT
telah mengakibatkan peningkatan jumlah kasus penyakit malaria di beberapa negara
tropis. Sebagai akibatnya, kasus penyakit malaria juga mengalami peningkatan pada
para turis dari Amerika dan Eropa Barat yang datang ke Asia dan Amerika Tengah
dan juga diantara pengungsi-pengungsi dari daerah tersebut. Para turis yang datang ke
tempat yang dijangkiti oleh penyakit malaria yang tengah menyebar, dapat diberikan
obat anti malaria seperti profilaksis (obat pencegah).
Obat-obat pencegah malaria seringkali tetap digunakan hingga beberapa minggu
setelah kembali dari bepergian. Mefloquine telah dibuktikan efektif terhadap strain
malaria yang kebal terhadap klorokuin, baik sebagai pengobatan ataupun sebagai
pencegahan. Namun obat tersebut saat ini tengah diselidiki apakah dapat
menimbulkan efek samping yang merugikan. Suatu kombinasi dari sulfadoxine dan
pyrimethamine digunakan untuk pencegahan di daerah-daerah yang terjangkit malaria
yang telah kebal terhadap klorokuin. Sementara Proguanil digunakan hanya sebagai
pencegahan.
Saat ini para ahli masih tengah berusaha untuk menemukan vaksin untuk malaria.
Beberapa vaksin yang dinilai memenuhi syarat kini tengah diuji coba klinis guna
keamanan dan keefektifan dengan menggunakan sukarelawan, sementara ahli lainnya
tengah berupaya untuk menemukan vaksin untuk penggunaan umum. Penyelidikan
tengah dilakukan untuk menemukan sejumlah obat dengan bahan dasar artemisin,
yang digunakan oleh ahli obat-obatan Cina untuk menyembuhkan demam. Bahan
tersebut terbukti efektif terhadap Plasmodium falciparum namun masih sangat sulit
untuk diperbanyak jumlahnya.
Malaria adalah penyakit yang dapat bersifat cepat maupun lama prosesnya,
malaria disebabkan oleh parasit malaria / Protozoa genus Plasmodium bentuk
aseksual yang masuk kedalam tubuh manusia ditularkan oleh nyamuk malaria
( anopeles ) betina ( WHO 1981 ) ditandai dengan deman, muka nampak pucat dan
pembesaran organ tubuh manusia. Parasit malaria pada manusia yang menyebabkan
Malaria adalah Plasmodium falciparum, plasmodium vivax, plasmodium ovale dan
plasmodium malariae.Parasit malaria yang terbanyak di Indonesia adalah
Plasmodium falciparum dan plasmodium vivax atau campuran keduanya, sedangkan
palsmodium ovale dan malariae pernah ditemukan di Sulawesi, Irian Jaya dan negara
Timor Leste. Proses penyebarannya adalah dimulai nyamuk malaria yang
mengandung parasit malaria, menggigit manusia sampai pecahnya sizon darah atau
timbulnya gejala demam. Proses penyebaran ini akan berbeda dari setiap jenis parasit
malaria yaitu antara 9 ? 40 hari ( WHO 1997 )
Siklus parasit malaria adalah setelah nyamuk Anopheles yang mengandung parasit
malaria menggigit manusia, maka keluar sporozoit dari kelenjar ludah nyamuk masuk
kedalam darah dan jaringan hati. Parasit malaria pada siklus hidupnya, membentuk
stadium sizon jaringan dalam sel hati ( ekso-eritrositer ). Setelah sel hati pecah akan
keluar merozoit / kriptozoit yang masuk ke eritrosit membentuk stadium sizon dalam
eritrosit ( stadium eritrositer ), mulai bentuk tropozoit muda sampai sison tua /
matang sehingga eritrosit pecah dan keluar merosoit. Merosoit sebagian besar masuk
kembali ke eritrosit dan sebagian kecil membentuk gametosit jantan dan betina yang
siap untuk diisap oleh nyamuk malaria betina dan melanjutkan siklus hidup di tubuh
nyamuk (stadium sporogoni). Pada lambung nyamuk terjadi perkawinan antara sel
gamet jantan (mikro gamet) dan sel gamet betina (makro gamet) yang disebut zigot.
Zigot akan berubah menjadi ookinet, kemudian masuk ke dinding lambung nyamuk
berubah menjadi ookista. Setelah ookista matang kemudian pecah, maka keluar
sporozoit dan masuk ke kelenjar liur nyamuk yang siap untuk ditularkan ke dalam
tubuh manusia. Khusus P. Vivax dan P. Ovale pada siklus parasitnya di jaringan hati
(sizon jaringan), sebagian parasit yang berada dalam sel hati tidak melanjutkan
siklusnya ke sel eritrosit tetapi tertanam di jaringan hati disebut Hipnosoit (lihat
bagan siklus), bentuk hipnosoit inilah yang menyebabkan malaria relapse. Pada
penderita yang mengandung hipnosoit, apabila suatu saat dalam keadaan daya tahan
tubuh menurun misalnya akibat terlalu lelah/sibuk/stres atau perobahan iklim (musim
hujan), maka hipnosoit akan terangsang untuk melanjutkan siklus parasit dari dalam
sel hati ke eritrosit. Setelah eritrosit yang berparasit pecah akan timbul gejala
penyakitnya kembali. Misalnya 1 ? 2 tahun yang sebelumnya pernah menderita P.
Vivax/Ovale dan sembuh setelah diobati, suatu saat dia pindah ke daerah bebas
malaria dan tidak ada nyamuk malaria, dia mengalami kelelahan/stres, maka gejala
malaria muncul kembali dan bila diperiksa SD-nya akan positif P. Vivax/Ovale.
Pada P. Falciparum dapat menyerang ke organ tubuh dan menimbulkan kerusakan
seperti pada otak, ginjal, paru, hati dan jantung, yang mengakibatkan terjadinya
malaria berat/komplikasi, sedangkan P. Vivax, P. Ovale dan P. Malariae tidak
merusak organ tersebut. P. falciparum dalam jaringan yang mengandung parasit tua
di dalam otak, peristiwa ini yang disebut sekuestrasi. Pada penderita malaria berat,
sering tidak ditemukan plasmodium dalam darah tepi karena telah mengalami
sekuestrasi. Meskipun angka kematian malaria serebral mencapai 20 ? 50 %, hampir
semua penderita yang tertolong tidak menunjukkan gejala sisa neurologis (sekuele)
pada orang dewasa. Malaria pada anak sebagian kecil dapat terjadi sekuele. Pada
daerah hiperendemis atau immunitas tinggi apabila dilakukan pemeriksaan SD sering
dijumpai SD positif tanpa gejala klinis pada lebih dari 60 % jumlah penduduk.
PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT
Selalu lakukan pemeriksaan secara legaartis, yang tdd :
Anamnesis secara lengkap (allo dan/ auto anamnesis bila memungkinkan)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium : parasitologi, darah tepi lengkap, uji fungsi hati, uji fungsi
ginjal dan lain-lain untuk mendukung/menyingkirkan diagnosis/komplikasi lain,
misal :: punksi lumbal, foto thoraks, dan lain-lain.
Penatalaksanaan malaria berat secara garis besar mempunyai 3 komponen penting
yaitu :
Terapi spesifik dengan kemoterapi anti malaria.
Terapi supportif (termasuk perawatan umum dan pengobatan simptomatik)
Pengobatan terhadap komplikasi
Pada setiap penderita malaria berat, maka tindakan yang dilakukan di puskesmas
sebelum dirujuk adalah :
A. Tindakan umum
B. Pengobatan simptomatik
C. Pemberian anti malaria pra rujukan : dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB IM
(dosis tunggal)
A. Tindakan umum ( di tingkat Puskesmas ) :
Persiapkan penderita malaria berat untuk dirujuk ke rumah sakit/fasilitas
pelayanan yang lebih tinggi, dengan cara :
Jaga jalan nafas dan mulut untuk menghindari terjadinya asfiksia, bila
diperlukan beri oksigen (O2)
Perbaiki keadaan umum penderita (beri cairan dan perawatan umum)
Monitoring tanda-tanda vital antara lain : keadaan umum, kesadaran,
pernafasan, tekanan darah, suhu, dan nadi setiap 30 menit (selalu dicatat untuk
mengetahui perkembangannya)
Untuk konfirmasi diagnosis, lakukan pemeriksaan SD tebal. Penilaian sesuai
kriteria diagnostik mikroskopik.
Bila hipotensi, tidurkan dalam posisi Trendenlenburg dan diawasi terus tensi,
warna kulit dan suhu, laporkan ke dokter segera.
B. Kasus dirujuk ke rumah sakit bila kondisi memburuk
Buat / isi status penderita yang berisi catatan mengenai : identitas penderita,
riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit dahulu, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan laboratorium (bila tersedia), diagnosis kerja, diagnosis banding,
tindakan & pengobatan yang telah diberikan, rencana tindakan/pengobatan,
dan lain-lain yang dianggap perlu (misal : bila keluarga penderita menolak
untuk dirujuk maka harus menandatangani surat pernyataan yang disediakan
untuk itu). Catatan vital sign disatukan kedalam status penderita.
Pengobatan simptomatik :
Pemberian antipiretik untuk mencegah hipertermia : parasetamol 15
mg/KgBB/x, beri setiap 4 jam dan lakukan juga kompres hangat.
Bila kejang, beri antikonvulsan : Dewasa : Diazepam 5-10 mg IV (secara
perlahan jangan lebih dari 5 mg/menit) ulang 15 menit kemudian bila masih
kejang. Jangan diberikan lebih dari 100 mg/24 jam.
Bila tidak tersedia Diazepam, sebagai alternatif dapat dipakai Phenobarbital
100 mg IM/x
(dewasa) diberikan 2 x sehari.
Pemberian obat anti malaria spesifik :
Kina intra vena (injeksi) masih merupakan obat pilihan (drug of choice) untuk
malaria berat. Kemasan garam Kina HCL 25 % injeksi, 1 ampul berisi 500 mg / 2
ml.
Pemberian anti malaria pra rujukan (di puskesmas) : apabila tidak memungkinkan
pemberian kina perdrip maka dapat diberikan dosis I Kinin antipirin 10 mg/KgBB
IM (dosis tunggal).
Cara pemberian :
Kina HCL 25 % (perdrip), dosis 10mg/Kg BB atau 1 ampul (isi 2 ml = 500 mg)
dilarutkan dalam 500 ml dextrose 5 % atau dextrose in saline diberikan selama 8
jam dengan kecepatan konstan 2 ml/menit, diulang dengan cairan yang sama
setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.
Bila penderita sudah dapat minum, Kina IV diganti dengan Kina tablet / per oral
dengan dosis 10 mg/Kg BB/ x dosis, pemberian 3 x sehari (dengan total dosis 7
hari dihitung sejak pemberian infus perdrip yang pertama).
Catatan :
Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena, karena dapat menyebabkan
kadar dalam plasma sangat tinggi dengan akibat toksisitas pada jantung dan
kematian.
Bila karena berbagai alasan Kina tidak dapat diberikan melalui infus, maka dapat
diberikan IM dengan dosis yang sama pada paha bagian depan masing-masing 1/2
dosis pada setiap paha (jangan diberikan pada bokong). Bila memungkinkan
untuk pemakaian IM, kina diencerkan dengan normal saline untuk mendapatkan
konsentrasi 60-100 mg/ml
Apabila tidak ada perbaikan klinis setelah pemberian 48 jam kina parenteral,
maka dosis maintenans kina diturunkan 1/3 - 1/2 nya dan lakukan pemeriksaan
parasitologi serta evaluasi klinik harus dilakukan.
Total dosis kina yang diperlukan :
Hari 0 : 30 mg/Kg BB
Hari I : 30 mg/Kg BB
Hari II dan berikutnya : 15-20 mg/Kg BB.
Dosis maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.
Hindari sikap badan tegak pada pasien akut selama terapi kina untuk menghindari
hipotensi postural berat.
Bila tidak memungkinkan dirujuk, maka penanganannya : lanjutkan
penatalaksanaan sesuai protap umum Rumah Sakit (seperti telah diuraikan diatas),
yaitu :
Pengobatan spesifik dengan obat anti malaria.
Pengobatan supportif/penunjang (termasuk perawatan umum dan pengobatan
simptomatik)
Ditambah pengobatan terhadap komplikasi.
PENATALAKSANAAN KOMPLIKASI
1. Malaria cerebral
Didefinisikan sebagai unrousable coma pada malaria falsiparum, suatu perubahan
sensorium yaitu manifestasi abnormal behaviour/kelakuan abnormal pada seorang
penderita dari mulai yang paling ringan sampai koma yang dalam. Terbanyak
bentuk yang berat.
Diantaranya berbagai tingkatan penurunan kesadaran berupa delirium,
mengantuk, stupor, dan ketidak sadaran dengan respon motorik terhadap rangsang
sakit yang dapat diobservasi/dinilai. Onset koma dapat bertahap setelah stadium
inisial konfusi atau mendadak setelah serangan pertama. Tetapi ketidak sadaran
post iktal jarang menetap setelah lebih dari 30-60 menit. Bila penyebab
ketidaksadaran masih ragu-ragu, maka penyebab ensefalopahty lain yang lazim
ditempat itu, seperti meningoensefalitis viral atau bakterial harus disingkirkan.
Manifestasi neurologis ( 1 atau beberapa manifestasi ) berikut ini bisa ada :
Ensefalopathy difus simetris.
Kejang umum atau fokal.
Tonus otot dapat meningkat atau turun.
Refleks tendon bervariasi.
Terdapat plantar fleksi atau plantar ekstensi.
Rahang mengatup rapat dan gigi kretekan (seperti mengasah).
Mulut mencebil (pouting) atau timbul refleks mencebil bila sisi mulut dipukul.
Motorik abnormal seperti deserebrasi rigidity dan dekortikasi rigidity.
Tanda-tanda neurologis fokal kadang-kadang ada.
Manifestasi okular : pandangan divergen (dysconjugate gaze) dan konvergensi
spasme sering terjadi. Perdarahan sub konjunctive dan retina serta papil udem
kadang terlihat.
Kekakuan leher ringan kadang ada. Tetapi tanda Frank (Frank sign) meningitis,
Kernigs (+) dan photofobia jarang ada. Untuk itu adanya meningitis harus
disingkirkan dengan pemeriksaan punksi lumbal (LP).
Cairan serebrospinal (LCS) jernih, dengan < 10 lekosit/ml, protein sering naik
ringan.
Di derah endemik malaria, semua kasus demam dengan perubahan sensorium
harus diobati sebagai serebral malaria, sementara menyingkirkan
meningoensefalitis yang biasa terjadi di tempat itu.
Prinsip penatalaksanaan :
Penatalaksanaan malaria serebral pada umumnya sama seperti pada malaria berat.
Disamping pemberian obat anti malaria spesifik, beberapa hal penting perlu
diperhatikan :
Perawatan pasien tidak sadar.
Pengobatan simptomatik : pengobatan hiperpireksia dan pengobatan yang cepat
bila ada kejang. Cara pemberian anti piretik dan antikonvulsan seperti sudah
dijelaskan diatas.
Deteksi dini & pengobatan komplikasi berat lainnya.
Hati-hati terhadap terjadinya infeksi bakteri terutama pada pasien-pasien dengan
pemasangan IV-line, intubasi endotracheal atau kateter saluran kemih. Hati-hati
terhadap kemungkinan terjadinya aspirasi pneumonia.
Perawatan pasien tidak sadar meliputi :
Buat grafik suhu, nadi dan pernafasan secara akurat.
Pasang IVFD. Untuk mencegah terjadinya trombophlebitis dan infeksi yang
sering terjadi melalui IV-line maka IV-line sebaiknya diganti setiap 2-3 hari.
Pasang kateter urethra dengan drainase/ kantong tertutup. Pemasangan kateter
dengan memperhatikan kaidah a/antisepsis.
Pasang nasogastric tube (maag slang) dan sedot isi lambung untuk mencegah
aspirasi pneumonia.
Mata dilindungi dengan pelindung mata untuk menghindari ulkus kornea yang
dapat terjadi karena tidak adanya refleks mengedip pada pasien tidak sadar.
Menjaga kebersihan mulut untuk mencegah infeksi kelenjar parotis karena
kebersihan rongga mulut yang rendah pada pasien tidak sadar.
Ubah/balik posisi lateral secara teratur untuk mencegah luka dekubitus dan
hypostatic pneumonia.
Hal-hal yang perlu dimonitor :
Tensi, nadi, suhu dan pernafasan setiap 30 menit.
Pemeriksaan derajat kesadaran dengan modifikasi Glasgow coma scale (GCS)
setiap 6 jam.
Hitung parasit setiap 12-24 jam.
Hb & Ht setiap hari.
Gula darah setiap 4 jam.
Parameter lain sesuai indikasi ( misal : ureum, creatinin & kalium darah pada
komplikasi gagal ginjal ).
Pemeriksaan derajat kesadaran (modifikasi Glasgow coma score)
Obat-obat berikut dahulu pernah dipakai untuk pengobatan malaria serebral tetapi
menurut WHO sekarang tidak boleh dipakai karena berbahaya, yaitu :
? Dexamethason dan Kotikosteroid lainnya
? Obat anti inflamasi yang lain
? Anti udem serebral (urea, manitol)
? Dextran berat molekul rendah
? Epinephrine (adrenalin)
? Heparin.
Penatalaksanaan pasien koma
Selalu memakai prinsip ABC ( A=Airway, B=Breathing, C=Circulation) +
D=Drug [defibrilasi].
Airway ( jalan nafas ) :
Jaga jalan nafas agar selalu bersih/tanpa hambatan, dengan cara :
Bersihkan jalan nafas dari saliva, muntahan, dll
Pasien posisi lateral
Tempat tidur datar/tanpa bantal.
Mencegah aspirasi cairan lambung masuk ke saluran pernafasan, dengan jalan :
posisi lateral dan pemasangan NGT untuk menyedot isi lambung.
Breathing (pernafasan) :
Bila takipnoe, pernafasan asidosis : berikan penunjang ventilasi , misal : O2, dan
rujuk ke ICU.
Circulation (kardiovaskular) :
Periksa dan catat : Nadi, tensi, JVP, CVP (bila memungkinkan), turgor kulit, dll.
Jaga keseimbangan cairan : lakukan monitoring balans cairan dengan mencatat
intake dan output cairan secara akurat.
Pemasangan kateter urethra dengan drainage/bag tertutup untuk mengukur
volume urin. Bila fungsi ginjal baik, adanya dehidrasi atau overhidrasi dapat juga
diketahui dari volume urin.
Normal volume urin :
1 ml/menit [1 ml/kg BB/jam]. Bila volume urin < 30 ml/jam, mungkin terjadi
dehidrasi (periksa juga tanda-tanda lain dehirasi), maka tambahkan intake cairan
melalui IV-line. Bila volume urin > 90 ml/jam, kurangi intake cairan untuk
mencegah overload yang mengakibatkan udem paru.
2. Anemia berat ( Hb < 5 gr % )
Bila Ht < 15 % atau Hb < 5 g %, tindakan :
Berikan transfusi darah 10 ? 20 ml/kgBB [rumus: tiap 4 ml/kg BB darah akan
menaikkan Hb 1 g%] paling baik darah segar atau PRC, dengan memonitor
kemungkinan terjadinya overload karena pemberian transfusi darah dapat
memperberat kerja jantung. Untuk mencegah overload, dapat diberikan
furosemide 20 mg IV. Pasien dengan gagal ginjal hanya diberikan PRC. Volume
transfusi dimasukkan sebagai input dalam catatan balans cairan.
3. Hypoglikemia (Gula darah < 40 mg %)
Sering terjadi pada penderita malaria berat terutama anak usia < 3 tahun, ibu
hamil sebelum atau sesudah pemberian terapi kina (kina menyebabkan
hiperinsulinemia), maupun penderita malaria berat lain dengan terapi kina.
Penyebab lain diduga karena terjadi peningkatan uptake glukosa oleh parasit
malaria.
Tindakan :
a. Berikan 10 ? 100 ml Glukosa 40 % IV secara injeksi bolus (anak-anak : 1
ml/Kg BB)
b. Infus glukosa 5 % atau 10 % perlahan-lahan untuk mencegah hipoglikemia
berulang.
c. Monitoring teratur kadar gula darah setiap 4-6 jam.
Bila sarana pemeriksaan gula darah tidak tersedia, pengobatan sebaiknya
diberikan berdasarkan kecurigaan klinis adanya hipoglikemia.
4. Kolaps sirkulasi, syok hipovolume, hipotensi, ?Algid malaria? dan septikaemia
Sering terlihat pada pasien-pasien dengan :
Dehidrasi dengan hipovolemia (akibat muntah-muntah dan intake cairan kurang)
Pasien dengan diare dan peripheral circulatory failure (algid malaria)
Perdarahan masif GI tract
Mengikuti ruptur limpa
Dengan komplikasi septikaemia gram negative
Kolaps sirkulasi lebih lanjut berakibat komplikasi asidosis metabolik, respiratory
distress dan gangguan fungsi / kerusakan jaringan.
Gejala : hipotensi dengan tekanan sistolik < 70 mm Hg pada orang dewasa dan <
50 mm Hg pada anak-anak, konstriksi vena perifer.
Gejala khas : kulit dingin, suhu 38-40 oC, mata cekung, cianosis pada bibir dan
kuku, nafas cepat, nadi cepat dan dangkal, nyeri ulu hati, dapat disertai
mual/muntah, diare berat.
Tindakan :
Koreksi hipovolemia dengan pemberian cairan yang tepat (NaCL 0,9 %, ringer
laktat, dextrose 5 % in saline), plasma expander (darah segar, plasma, haemacell
atau bila tidak tersedia dengan dextran 70) dalam waktu 1/2 - 1 jam pertama 500
ml, bila tidak ada perbaikan tensi dan tidak ada overhidrasi, beri 1000 ml, tetes
diperlambat dan diulang bila dianggap perlu.
Bila memungkinkan, monitor dengan CVP ( tekanan dipelihara antara 0 s/d +5
cm)
Bila terjadi hipovolemia menetap, diberikan Dopamin dengan dosis inisial 2
ug/Kg/menit yang dilarutkan dalam dextrose 5 %. [pada hipovolemia kontra
indikasi untuk pemberian inotropik karena tidak akan menaikkan TD malah
menimbulkan takikardi yang justru akan merugikan. Bila hipovolemia sudah
teratasi tapi TD belum naik, kemungkinan kontraktilitas miokard yang jelek ?
diperbaiki dengan pemberian Dobutamin, bukan Dopamin, dengan dosis sampai
20 µg/kg BB/m] dosis dinaikkan secara hati-hati sampai tekanan sistolik
mencapai 80-90 mm Hg.
Periksa kadar gula darah untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglokemia.
Buat kultur darah dan resistensi test. Mulai segera pemberian antibiotik broad
spektrum, misal : generasi ketiga sefalosporin bila tersedia, yang dapat
dikombinasi dengan aminoglikosida bila fungsi renal sudah dipastikan baik
(periksa juga ureum & kreatinin darah)
Apabila CVP tidak mungkin dilakukan, monitoring dan pencatatan balas cairan
secara akurat sangat membantu agar tidak terjadi overhidrasi.
Pada Anak-anak :
Lakukan Rehidrasi (Pemberian cairan infus), larutan dektrosa 5 % atau 10 % atau
NaCL 0,9 %, Dosis 1 jam pertama, 30 ml/kgBB atau 10 x kgBB per tetes/menit.
Misalnya : anak dengan BB 10 kg = 10 x 10 tetes/menit, dilanjutkan 20 ml/kgBB
(23Jam sisa), atau 7 tetes x kgBB/menit, dilanjutkan pemberian maintenace 10
ml/kgBB/hari atau 3 tetes/kgBB/menit
Awasi nadi, tensi dan pernafasan setiap 30 menit.
5. Gagal ginjal akut (acute renal failure / ARF )
Terjadi sebagai akibat hipovolemia atau ischemik sehingga terjadi gangguan
mikrosirkulasi ginjal yang menurunkan filtrasi glomerulus. Paling sering terjadi
gagal ginjal pre-renal akibat dehidrasi diatas (>50 %), sedangkan gagal ginjal
renal akibat tubuler nekrosis akut hanya terjadi pada 5-10 % penderita. Namun
ARF sering terdeteksi terlambat setelah pasien sudah mengalami overload
(dekompensasi kordis) akibat rehidrasi yang berlebihan (overhidrasi) pada
penderita dengan oliguria/anuria, dan karena tidak tercatatnya balans cairan
secara akurat.
Pada pasien severe falciparum malaria, bila memungkinkan sebaiknya kadar
serum kreatinin diperiksa 2-3 x/minggu.
Bila terjadi oliguria (volume urin < 400 ml/24 jam atau < 20 ml/jam pada dewasa
atau < 0,5 ml/Kg BB/jam pada anak-anak setelah diobservasi/diukur selama 4-6
jam) disertai tanda klinik dehidrasi maka berikan cairan untuk rehidrasi dengan
terus berhati-hati/ mengawasi apakah ada tanda-tanda overload.
Untuk itu awasi semua tanda-tanda vital, monitoring balans cairan, pemeriksaan
auskultasi paru, jugular venous pressure (JVP) dan central venous pressure (CVP)
bila tersedia dan observasi volume urin.
Bila terjadi anuria. Berikan diuretik : Furosemid inisial 40 mg IV, observasi urin
output. Bila tidak ada respon, dosis furosemid ditingkatkan progresif sampai
maksimum 200 mg [dosis furosemid: 10-30 mg/jam] dengan interval 30 menit.
Bila masih tidak respon (urin output ( - ) atau < 120 ml/2jam) periksa kadar
ureum & kreatinin serum karena mungkin telah terjadi ARF.
Persiapkan penderita untuk dialisis atau rujuk ke RS dengan fasilitas dialisis bila
terjadi ARF. ARF biasanya reversibel apabila ditanggulangi secara cepat dan
tepat.
ARF yang disertai tanda-tanda overload (dekompensasi jantung) sangat
berbahaya bila tidak ditanggulangi secara cepat.
Tanda-tanda overload dari ringan sampai berat berupa : batuk-batuk, tensi
meningkat/sedikit meningkat, nadi cepat, auskultasi paru ada ronki basah di basal
bilateral paru, auskultasi jantung mungkin terdengar bunyi jantung tambahan
(bunyi ke 3) dan JVP meningkat, serta pasien terlihat agak sesak sampai sesak
nafas berat.
Bila ada tanda-tanda overload, segera hentikan pemberian cairan.
Rencanakan dialisis dengan ultrafiltrasi atau peritoneal dialisis, atau rujuk ke RS
dengan fasilitas dialisis.
Periksa juga kadar elektrolit darah dan EKG bila tersedia untuk mencari
terjadinya hiperkalemia, asidosis metabolik serta gangguan keseimbangan asam-
basa.
Catatan :
Normal kadar ureum darah : 20 - 40 mg/dl, kreatinin N : 0,8 ? 1,1 mg/dl.
Indikasi dialisis :
Klinik :
Tanda-tanda uremik
Tanda-tanda volume overload
Pericardial friction rub
Pernafasan asidosis setelah rehidrasi
Indikasi laboratorium :
Hiperkalemia (K > 6,5 mEq/L, hiperkalemia dapat juga didiagnosis melalui EKG)
Peningkatan ureum dengan uremic syndrome.
6. Perdarahan & gangguan pembekuan darah (coagulopathy)
Perdarahan dan koagulopathi jarang ditemukan di daerah endemis pada negara-
negara tropis. Sering terjadi pada penderita yang non-imun terhadap malaria.
Biasanya terjadi akibat trombositopenia berat ditandai manifestasi perdarahan
pada kulit berupa petekie, purpura, hematom atau perdarahan pada hidung, gusi
dan saluran pencernaan.
Gangguan koagulasi intra vaskuler jarang terjadi.
Tindakan :
Beri vitamin K injeksi dengan dosis 10 mg intravena bila protrombin time atau
partial tromboplastin time memanjang.
Periksa Hb : bila < 5 gr% direncanakan transfusi darah, 10 ? 20 ml /kgBB
Hindarkan pemberian korttikosteroid untuk trombositopenia.
Perbaiki keadaan gizi penderita.
7. Edema paru
Edem paru sering timbul belakangan dibanding komplikasi akut lainnya.
Edema paru terjadi akibat :
ARDS (Adult respiratory distress syndrome) [tanda-tanda ARDS: timbul akut,
ada gambaran bercak putih pada foto toraks di kedua paru, rasio PaO2:FiO2 <
200, tidak ada gejala gagal jantung kiri]
Over hidrasi akibat pemberian cairan.
ARDS terjadi secara tidak langsung karena peningkatan permeabilitas kapiler di
paru.
ARDS dan overload cairan, keduanya dapat terjadi sendiri-sendiri atau
bersamaan.
Bentuk klinik ARDS : - Takipnoe (nafas cepat) pada fase awal
- Pernafasan dalam
- Sputum : ada darah dan berbusa.
- X-ray : ada bayangan pada kedua sisi paru dan hipoksaemia.
Perbedaan ARDS dengan fluid overload :
ARDS Fluid overload
Balans cairan Normal Input > output
CVP Normal Meninggi
Tekanan A. Pulmonal Normal Meninggi
JVP Normal Meninggi
Tindakan :
Bila ada tanda udema paru akut penderita segera dirujuk, dan sebelumnya
dilakukan tindakan sebagai berikut :
1. Akibat ARDS
a. Pemberian oksigen
b. PEEP (positive end-respiratory pressure) bila tersedia.
2. Akibat over hidrasi :
- Pembatasan pemberian cairan
- Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulang 1 jam kemudian atau dosis
ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum) sambil memonitor urin output dan
tanda-tanda vital.
- Rujuk segera bila overload tidak dapat diatasi.
- Untuk kondisi mendesak (pasien kritis) dimana pernafasan sangat sesak, dan
tidak cukup waktu untuk merujuk pasien, lakukan :
? Posisi pasien ½ duduk.
? Venaseksi, keluarkan darah pasien kedalam kantong transfusi/donor sebanyak
250-500 ml akan sangat membantu mengurangi sesaknya. Apabila kondisi pasien
sudah normal, darah tersebut dapat dikembalikan ketubuh pasien.
8. Jaundice ( bilirubin > 3 mg%)
Manifestasi ikterus pada malaria berat sering dijumpai di Asia dan Indonesia yang
mempunyai prognosis jelek.
Tindakan :
1. Tidak ada terapi khusus untuk jaundice. Bila ditemukan hemolisis berat dan Hb
sangat menurun maka beri transfusi darah.
2. Bila fasilitas tidak memadai penderita sebaiknya segera di rujuk.
9. Asidosis metabolik
Asidosis dalam malaria dihasilkan dari banyak proses yang berbeda, termasuk
diantaranya : obstruksi mikrosirkulasi, disfungsi renal, peningkatan glikolisis,
anemia, hipoksia, dan lain-lain. Oleh karena itu asidosis metabolik sering ditemukan
bersamaan dengan komplikasi lain seperti : anemia berat, ARF, hipovolemia, udem
paru dan hiperparasitemia yang ditandai dengan peningkatan respirasi (cepat dan
dalam), penurunan PH dan bikarbonat darah. Penyebabnya karena hipoksia jaringan
dan glikolisis anaerobik. Diagnosis dan manajemen yang terlambat akan
mengakibatkan kematian.
Tindakan :
a. Lakukan pemeriksaan kadar Hb. Bila penyebabnya karena anemia berat (Hb < 5 g
%), maka beri transfusi darah segar atau PRC.
b. Lakukan pemeriksaan analisa gas darah, bila pH < 7,15 lakukan koreksi dengan
pemberian larutan natrium bikarbonat [hati-hati koreksi dengan bicarbonat dapat
meningkatkan PaCO2] melalui IV-line (walau sebenarnya pemberian natrium
bikarbonat masih kontroversial). Koreksi pH arterial harus dilakukan perlahan 1-2
jam
c. Bila sesak nafas, beri O2.
d. Bila tidak tersedia fasilitas yang memadai sebaiknya penderita segera di rujuk
10. Blackwater fever (malarial haemoglobinuria)
Pasien dengan defisiensi G-6-PD dapat terjadi hemolisis intravascular dan
hemoglobinuria yang dipresipitasi oleh primakuin dan obat-obat oksidan yang
dipakai sebelum terkena malaria. Hemoglobinuria dihasilkan dari masifnya hemolisis.
Tidak berhubungan dengan disfungsi renal secara signifikan. Blackwater biasanya
sementara dan dapat berubah tanpa komplikasi. Namun dapat juga menjadi gagal
ginjal akut dalam kasus-kasus yang berat.
Tindakan :
? Berikan cairan rehidrasi, monitor CVP.
? Bila Ht < 20 %, beri transfusi darah
? Lanjutkan pemberian kemoterapi anti malaria.
? Bila berkembang menjadi ARF, rujuk ke rumah sakit dengan fasilitas hemodialisis.
11. Hiperparasitemia.
Umumnya pada penderita yang non-imun, densitas parasit > 5 % dan adanya
skizontaemia sering berhubungan dengan malaria berat. Tetapi di daerah endemik
tinggi, sebagian anak-anak imun dapat mentoleransi densitas parasit tinggi (20-30 %)
sering tanpa gejala.
Penderita dengan parasitemia tinggi akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi
berat.
Tindakan :
1. Segera berikan kemoterapi anti malaria inisial.
2. Awasi respon pengobatan dengan memeriksa ulang parasitemianya.
3. Indikasi transfusi tukar (Exchange Blood Transfusion/EBT) adalah :
? Parasitemia > 30 % tanpa komplikasi berat
? Parasitemia > 10 % disertai komplikasi berat lainnya seperti : serebral malaria,
ARF, ARDS, jaundice dan anemia berat.
? Parasitemia > 10 % dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam pemberian
kemoterapi anti malaria yang optimal.
? Parasitemia > 10 % disertai prognosis buruk (misal : lanjut usia, adanya late stage
parasites/skizon pada darah perifer)
4. Pastikan darah transfusi bebas infeksi (malaria, HIV, Hepatitis)
PENGOBATAN PENCEGAHAN (KEMOPROFILAKSIS)
Obat yang dipakai untuk tujuan ini pada umumnya bekerja terutama pada tingkat
eritrositer, hanya sedikit yang berefek pada tingkat eksoeritrositer (hati). Obat harus
digunakan terus-menerus mulai minimal 1 ? 2 minggu sebelum berangkat sampai 4 ?
6 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria.
OAM yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia adalah :
Klorokuin : banyak digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan relatif aman
untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis pencegahan obat ini
aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Efek samping : gangguan GI Tract
seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini dapat dikurangi dengan
meminum obat sesudah makan.
Pencegahan pada anak :
OAM yang paling aman untuk anak kecil adalah klorokuin. Dosis : 5
mg/KgBB/minggu. Dalam bentuk sediaan tablet rasanya pahit sehingga sebaiknya
dicampur dengan makanan atau minuman, dapat juga dipilih yang berbentuk
suspensi.
Untuk mencegah gigitan nyamuk sebaiknya memakai kelambu pada waktu tidur.
Obat pengusir nyamuk bentuk repellant yang mengandung DEET sebaiknya tidak
digunakan untuk anak berumur < 2 tahun.
Pencegahan perorangan
Dipakai oleh masing-masing individu yang memerlukan pencegahan terhadap
penyakit malaria. Obat yang dipakai : Klorokuin.
Cara pengobatannya :
- Bagi pendatang sementara :
Klorokuin diminum 1 minggu sebelum tiba di daerah malaria, selama berada di
daerah malaria dan dilanjutkan selama 4 minggu setelah meninggalkan daerah
malaria.
- Bagi penduduk setempat dan pendatang yang akan menetap :
Pemakaian klorokuin seminggu sekali sampai lebih dari 6 tahun dapat dilakukan
tanpa efek samping. Bila transmisi di daerah tersebut hebat sekali atau selama musim
penularan, obat diminum 2 kali seminggu. Penggunaan 2 kali seminggu dianjurkan
hanya untuk 3 ? 6 bulan saja.
Dosis pengobatan pencegahan : Klorokuin 5 mg/KgBB atau 2 tablet untuk dewasa.
Lihat tabel berikut :
Golongan umur (tahun) Jumlah tablet klorokuin (dosis tunggal)
( frekuensi 1 x seminggu )
0 ? 1 ¼
1 ? 4 ½
5 ? 9 1
10 ? 14 1 ½
> 15 2
Pencegahan kelompok
Ditujukan pada sekelompok penduduk, khususnya pendatang non-imun yang sedang
berada di daerah endemis malaria. Pencegahan kelompok memerlukan pengawasan
yang lebih baik. Obat diberikan melalui unit pelayanan kesehatan, pos-pos
pengobatan malaria yang dibentuk sendiri oleh penduduk di wilayah tersebut, atau
melalui pos obat desa (POD) yang di dalmnya menyediakan obat-obatan lain selain
obat anti malaria.
Dosis dan cara pengobatan sama seperti pengobatan pencegahan perorangan.
PROGNOSIS
1. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan diagnosa dan ketepatan & kecepatan
pengobatan.
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang dilaporkan pada
anak-anak 15 %, dewasa 20 %, dan pada kehamilan meningkat sampai 50 %.
3. Prognosis malaria berat dengan kegagalan satu fungsi organ lebih baik daripada
kegagalan 2 fungsi organ
? Mortalitas dengan kegagalan 3 fungsi organ, adalah > 50 %
? Mortalitas dengan kegagalan 4 atau lebih fungsi organ, adalah > 75 %
? Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan klinis malaria berat yaitu:
? Kepadatan parasit < 100.000, maka mortalitas < 1 %
? Kepadatan parasit > 100.000, maka mortalitas > 1 %
? Kepadatan parasit > 500.000, maka mortalitas > 50 %
RUJUKAN PENDERITA
Semua penderita malaria berat dirujuk / ditangani RS Kabupaten.
Apabila penderita tidak bersedia dirujuk dapat dirawat di puskesmas rawat inap
dengan
konsultasi kepada dokter RS Kabupaten.
Bila perlu RS kabupaten dapat pula merujuk kepada RS Propinsi.
Cara merujuk :
1) Setiap merujuk penderita harus disertakan surat rujukan yang berisi tentang
diagnosa, riwayat penyakit, pemeriksaan yang telah dilakukan dan tindakan yang
sudah diberikan.
2) Apabila dibuat preparat SD malaria, harus diikutsertakan.
Kriteria penderita malaria yang dirawat inap :
Bila salah satu atau lebih dari gejala dibawah ini :
1. Malaria dengan komplikasi
2. Malaria congenital pada bayi
3. Hiperparasitemia. (Parasitemia > 5 %
Laporan Problem Based Learning Makassar, 1 Februari 2008
Sistem Infeksi dan Penyakit Tropis
DEMAM
Disusun oleh:
KELOMPOK 1A
AKINA M. TAHIR 110206001MAYA PUSPITA 110206002IBNUL BARAKAH 110206027HIDAYAT ADIPUTRA 110206028LILI GUSLINDA 110106051OVAN WEKAWULADANA 110206053ITA PURWANTI 110206054SUNEETA SRI RAHAYU 110206077ALIFAH 110206078MUZDATUL KHAIRIAH 110206101BUSTAMAN BAKHTIAR 110206104ASNITA 110206127BERRY ERIDA HASBI 110206128
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
Makassar2008