76932907-TITRASI-PERMANGANOMETRI
-
Upload
dini-farhatunnabilah -
Category
Documents
-
view
128 -
download
7
description
Transcript of 76932907-TITRASI-PERMANGANOMETRI
TITRASI PERMANGANOMETRI
Permanganometri adalah penetapan kadar zat berdasarkan hasil
oksidasi dengan KMnO4. Metode permanganometri didasarkan pada reaksi
oksidasi ion permanganat. Oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana
asam, netral dan alkalis.
MnO4- + 8H+ + 5e → Mn 2+ + 4H2O
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indicator, jadi titrasi
permanganometri ini tidak memerlukan indikator, dan umumnya titrasi
dilakukan dalam suasana asam karena karena akan lebih mudah mengamati
titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang lebih mudah
dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya hidrasin, sulfit,
sulfida, sulfida dan tiosulfat .
Reaksi dalam suasana netral yaitu
MnO4 + 4H+ + 3e → MnO4 +2H2O
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan
Reaksi dalam suasana alkalis :
MnO4- + 3e → MnO4
2-
MnO42- + 2H2 O + 2e → MnO2 + 4OH-
MnO4- + 2H2 O + 3e → MnO2 +4OH-
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam
larutan netral. Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang dibuat
dengan melarutkan jumah-jumlah yang ditimbang dari zat padatnya yang
sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air, lebih lazim adalah untuk
memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat sampai mendidih dan
mendiamkannya diatas penangas uap selama satu/dua jam lalu menyaring
larutan itu dalam suatu penyaring yang tak mereduksi seperti wol kaca yang
telah dimurnikan atau melalui krus saring dari kaca maser.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan
pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi.
Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi permanganat berjalan
lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan dalam
penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur
pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksida Mn(II) menjadi MnO2 sesuai
dengan persamaan
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi
cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2 .
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan
larutan permanganat. Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi larutan
permanganate. Jejak-jejak dari MnO2 yang semula ada dalam permanganat.
Atau terbentuk akibat reaksi antara permanganat dengan jejak-jejak dari
agen-agen produksi didalam air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan ini
biasanya berupa larutan kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan
substansi yang dapat direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau gelas
yang disinter untuk menghilangkan MnO2. Larutan tersebut kemudian
distandarisasi dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan
konsentrasinya tidak akan banyak berubah selama beberapa bulan.
Penentuan besi dalam biji-biji besi adalah salah satu aplikasi terpenting
dalam titrasi-titrasi permanganat. Asam terbaik untuk melarutkan biji besi
adalah asam klorida dan timah (II) klorida sering ditambahkan untuk
membantu proses kelarutan.
Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus di reduksi
menjadi besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor jones atau
dengan timah (II) klorida. Reduktor jones lebih disarankan jika asam yang
tersedia adalah sulfat mengingat tidak ada ion klorida yang masuk .
Jika larutannya mengandung asam klorida seperti yang sering terjadi reduksi
dengan timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida ditambahkan
kedalam larutan panas dari sampelnya dan perkembangan reduksi diikuti
dengan memperhatikan hilangnya warna kuning dari ion besi.
Standarisasi Larutan KmnO4
Larutan KMnO4 dapat distandarisasi dengan larutan standar denhgan
larutan standar H2C2O4 atau Na2C2O4 dengan mereaksikan 10 mL H2C2O4
0,05M dengan 0 mL larutan H2SO4 1M ke dalam erlenmeyer. Selanjutnya
dipanaskan dengan kompor listrik dalam ruang asam hingga suhu 700C
warna dari H2SO4dan H2C2O4 mula-mula tidak berwarna kemudian dititrasi
dengan KMnO4 tetes demi tetes. Pemanasan dilakukan karena reaksi dengan
permanganatt lambat pada suhu kamar. Oleh karena itu dipanaskan hingga
suhu 700C. Setelah itu suhu dipertinggi rekasi memulai lambat tetapi
kecepatan meningkat setelah Mn2+ terbentuk. Mn2+ bertindak sebagai katalis
dihasilkan oleh reaksinya sendiri. Setelah dilakukan pemanasan larutan
tersebut dititrasi dengan KMnO4 hingga diperoleh warna merah muda
permanen. Setelah itu menghitung jumlah KMnO4 yang digunakan dan
mengulangi percobaan 2x. Dan pada percobaan I diperoleh volume sebesar
10 mL dan berwarna coklat kemerahan. Disini bisa timbul warna coklat
kemerahan karena sebelum dititasi dengan KMnO4 larutan H2C2O4 + H2SO4
harus didinginkan setelah dipanaskan.Berbeda dengan percobaan I,
percobaan II diperoleh volume sebesar 8,3mL dan warna yang ditimbulkan
adalah merah muda yang konstan (karena sudah didiamkan terlebih dahulu).
Larutan standarisasiyang digunakan asam oksalat CH2C2O4 0,05M yang oleh
KMnO4 akan dioksidasi menjadi CO2 menurut reaksi sebagai berikut:
2MnO4-(aq) + 6H+(aq)+5H2C2O4(aq) 2Mn2+(aq)+8H2O(l)+10CO2(g)
Dalam percobaan ini, sebagai pengasam digunakan larutan H2SO4
encer dan bukan larutan yang lain, misalnya HCl encer yang tidak boleh
digunakan sebab fdapat dioksisdasi oleh KmnO4 menjadi Cl2 sebagai berikut:
MnO4-(aq) + 16H+(aq)+10Cl-(aq) Mn2+(aq) + 5Cl2(g) + H2O(l)
Dalam titasi permanganometri, tidak dibutuhkan indikator karena
perubahan warna dari tidak berwarna menjadi merah muda menunjukan titik
akhir suatu titrasi warna yang diperoleh pun harus sudah dalam keadaan
tetap, artinya saat melakukan pengadukan, warna merah muda yang muncul
tidak hilang, hal ini menunjukan titik kestabilan. Dalam hal ini terjadi reaksi
oksidasi dan reduksi:
Oksidasi : H2C2O4 CO2 + 2H+ +2e-
Reduksi : MnO4- + 8 H+ Mn2+ + 4 H2O
Dan dalam percobaan standarisasi larutan KMnO4 diperoleh molaritasnya
sebesar 0,021M.
D. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TITRASI PERMANGANOMETRI
A. KELEBIHAN TITRASI PERMANGANOMETRI
Titrasi permanganometri ini lebih mudah digunakan dan efektif, karena reaksi
ini tidak memerlukan indicator, hal ini dikarenakan larutan KMnO4 sudah
berfungsi sebagai indicator, yaitu ion MnO4- berwarna ungu, setelah
diredukdsi menjadi ion Mn-tidak berwarna, dan disebut juga sebagai
autoindikator.
B. KEKURANGAN TITRASI PERMANGANOMETRI
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain
terletak pada: Larutan pentiter KMnO4¬ pada buret Apabila percobaan
dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena
sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan
diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan
berwarna merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan
seperti H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang
telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan
reaksi antara MnO4- dengan Mn2+. MnO4
- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 + 4H+
Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan
oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2 ↔ H2O2 + 2CO2↑
H2O2 ↔ H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan
untuk titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi
permanganometri yang dilaksanakan.
E. MANFAAT TITRASI PERMANGANOMETRI
Untuk mengetahui kadar dari zat-zat yang bilangan oksidasinya masih
dapat dioksidasi. Dalam bidang industri, metode ini dapat dimanfaatkan
dalam pengolahan air, dimana secara permanganometri dapat diketahui
kadar suatu zat sesuai dengan sifat oksidasi reduksi yang dimilikinya,
sehingga dapat dipisahkan apabila tidak diperlukan atau berbahaya.
A. KESIMPULAN
1. Titrasi permanganometri merupakan titasi yang menggunkan KMnO4
sebagai titan.
2. Titrasi permanganometri harus dilakukan dalam lingkungan asam
sehingga terjadi rekasi sebahgai berikut:
MnO4-(aq) + 6H+(aq)+5H2C2O4(aq) 2Mn2+(aq)+8H2O(l)+10CO2(g)
3. Standarisasi larutan KMnO4 : larutan KMnO4 distandarisasi dengan
larutan H2C2O4, larutan H2C2O4 dioksidasi oleh KMnO4 menjadi CO2 menurut
reaksi:
2MnO4-(aq) + 6H+(aq)+5H2C2O4(aq) 2Mn2+(aq)+8H2O(l)+10CO2(g)
4. Diperoleh molaritas KMnO4 adalah 0,021M
5. Pada titrasi permanganometri tidak diperlukan indikator karena
perubahan warna KMnO4 telah menandakan titik akhir.
6. Titik akhir titrasi permanganometri ditandai dengan perubahan warna
yaitu pada percobaan 1 dan 2 dari tidak berwarna menjadi merah muda.
Sedangkan pada percobaan ke 3 dari kuning pucat menjadi orange pekat.
B. SARAN
Dalam hal ini penulis berharap, apabila melakukan percobaan
mengenai titrasi permanganometri ini harus lebih teliti dan hati-hati. Selain
itu harus teliti dalam melihat dan mengukur volume KMnO4 yang digunakan
pada buret dan selalu menjaga suhu larutan konstan pada saat melakukan
standarisasi.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permanganometri merupakan metode titrasi menggunakan kalium
permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagi titran. Titrasi ini
didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks.
Analisa permanganometri ini merupakan salah satu dari banyak metode
analisis kuantitatif lainnya, sehingga penggunaan analisa ini cukup erat
hubungannya dengan disiplin ilmu keteknikkimiaan.
Percobaan ini merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip umum mengenai
permenganometri yang didapat dikuliah, sehingga praktek yang sebenarnya
sangat membantu pemahaman mahasiswa.
Metode permanganometri didasarkan pada reaksi oksidasi ion permanganat.
Oksidasi ini dapat berlangsung dalam suasana asam, netral dan alkalis.
MnO4- + 8H+ + 5e → Mn 2+ + 4H2O
Kalium permanganat dapat bertindak sebagai indikator, dan umumnya
titrasi dilakukan dalam suasan asam karena karena akan lebih mudah
mengamati titik akhir titrasinya. Namun ada beberapa senyawa yang
lebih mudah dioksidasi dalam suasana netral atau alkalis contohnya
hidrasin, sulfit, sulfida, sulfida dan tiosulfat .
Reaksi dalam suasana netral yaitu
MnO4 + 4H+ + 3e → MnO4 +2H2O
Kenaikan konsentrasi ion hidrogen akan menggeser reaksi kekanan
Reaksi dalam suasana alkalis :
MnO4- + 3e → MnO42-
MnO42- + 2H2 O + 2e → MnO2 + 4OH-
MnO4- + 2H2 O + 3e → MnO2 +4OH-
Reaksi ini lambat dalam larutan asam, tetapi sangat cepat dalam
larutan netral. Karena alasan ini larutan kalium permanganat jarang
dibuat dengan melarutkan jumah-jumlah yang ditimbang dari zat
padatnya yang sangat dimurnikan misalnya proanalisis dalam air, lebih
lazim adalah untuk memanaskan suatu larutan yang baru saja dibuat
sampai mendidih dan mendiamkannya diatas penangas uap selama
satu /dua jam lalu menyaring larutan itu dalam suatu penyaring yang
tak mereduksi seperti wol kaca yang telah dimurnikan atau melalui
krus saring dari kaca maser.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi
berdasarkan pereaksi ini, namun beberapa pereaksi membutuhkan
pemanasan atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat
reaksi. Kalau bukan karena fakta bahwa banyak reaksi permanganat
berjalan lambat, akan lebih banyak kesulitan lagi yang akan ditemukan
dalam penggunaan reagen ini sebagai contoh, permanganat adalah
agen unsur pengoksida, yang cukup kuat untuk mengoksida Mn(II)
menjadi MnO2 sesuai dengan persamaan
3Mn2+ + 2MnO4- + 2H2O → 5MnO2 + 4H+
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari
titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah
MnO2 .
Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam pembuatan
larutan permanganat. Mangan dioksidasi mengkatalisis dekomposisi
larutan permanganate. Jejak-jejak dari MNO2 yang semula ada dalam
permanganat. Atau terbentuk akibat reaksi antara permanganat
dengan jejak-jejak dari agen-agen produksi didalam air, mengarah
pada dekomposisi. Tindakan ini biasanya berupa larutan kristal-
kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan substansi yang dapat
direduksi dan penyaringan melalui asbestos atau gelas yang disinter
untuk menghilangkan MNO2. Larutan tersebut kemudian distandarisasi
dan jika disimpan dalam gelap dan tidak diasamkan konsentrasinya
tidak akan banyak berubah selama beberapa bulan.
Penentuan besi dalam biji-biji besi adalah salah satu aplikasi terpenting
dalam titrasi-titrasi permanganat. Asam terbaik untuk melarutkan biji
besi adalah asam klorida dan timah (II) klorida sering ditambahkan
untuk membantu proses kelarutan.
Sebelum dititrasi dengan permanganat setiap besi (III) harus di reduksi
menjadi besi (II). Reduksi ini dapat dilakukan dengan reduktor jones
atau dengan timah (II) klorida. Reduktor jones lebih disarankan jika
asam yang tersedia adalah sulfat mengingat tidak ada ion klorida yang
masuk .
Jika larutannya mengandung asam klorida seperti yang sering terjadi
reduksi dengan timah (II) klorida akan lebih memudahkan. Klorida
ditambahkan kedalam larutan panas dari sampelnya dan
perkembangan reduksi diikuti dengan memperhatikan hilangnya warna
kuning dari ion besi.
URAIAN BAHAN
1.KMnO4 ( FI III ,330 )
Nama resmi = KALII PERMANGANAS
Nama lain = Kalium permanganate
RM = KMnO4
BM = 158,03
Pemerian = Hablur mengkilap, ungu tua /hampir hitam, tidak berbau,
rasa manis /sepat.
Kelarutan = Larut dalam 16 bagian air, mudah larut dalam air
mendidih .
Kegunaan = Sebagai sampel
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
2. Aquadest ( FI III,96 )
Nama resmi = AQUADESTILLATA
Nama lain = Air suling
RM = H2O
BM = 18,02
Pemerian = Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau.
Kelarutan = Larut dalam etanol dan gliserol
Kegunaan = Sebagai pelarut
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
3. Asam oksalat (FI III,651)
Nama lain = Asam oksalat
RM = (CO2H)2.2H2O
Pemerian = Hablur ,tidak berwarna .
Kelarutan = Larut dalam air dan etanol
Kegunaan = Sebagai zat tambahan
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat
5. Asam sulfat (FI III,58)
Nama resmi = ACIDUM SULFURICUM
Nama lain = Asam sulfat
RM = H2 SO4
BM = 98,07
Pemerian = Cairan kental, seperti minyak, korosif tidak berwarna, jika
ditambahkan kedalam air menimbulkan panas.
Kegunaan = Sebagai larutan titer.
Penyimpanan = Dalam wadah tertutup rapat.
1.2. Tujuan Percobaan
a. Mengetahui Normalitas suatu zat dengan cara permanganometri.
b. Mengetahui proses pembuatan larutan baku primer oxalat,
c. Menetahui pengenceran larutan baku sekunder (KMnO4)
d. Mencari normalitas KMnO4 yang sebenarnya
e. Mengetahui perhitungan konsentrasi suatu sampel.
f. Menentukan Nitrit
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip praktikum ini yaitu berdasarkan titrasi redoks (reduksi-oksidasi), yaitu
titrasi yang didasari oleh reaksi oksidasi dan reduksi.
TINJAUAN PUSTAKA
Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi
oleh kalium permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi
oksidasi dan reduksi yang terjadi antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu.
Titrasi dengan KMnO4 sudah dikenal lebih dari seratus tahun. Kebanyakan
titrasi dilakukan dengan cara langsung atas alat yang dapat dioksidasi seperti
Fe+, asam atau garam oksalat yang dapat larut dan sebagainya. Beberapa
ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan
permanganometri seperti: (1) ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang
dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci,
dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk asam oksalat secara
kuantitatif. Asam oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat
dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan. (2) ion-ion Ba dan Pb
dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci, dan
dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih.
Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat
ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak
pada: Larutan pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan dilakukan
dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan
terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh
pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna
merah rosa. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti
H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang
telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan
reaksi antara MnO4- dengan Mn2+¬. MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔ 5MnO2 +
4H+ Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4
Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan
oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air.
H2C2O4 + O2 ↔ H2O2 + 2CO2↑
H2O2 ↔ H2O + O2↑
Hal ini dapat menyebabkan pengurangan jumlah KMnO4 yang diperlukan
untuk titrasi yang pada akhirnya akan timbul kesalahan titrasi
permanganometri yang dilaksanakan.
2.1. Pengertian Oksidasi-Reduksi
Bilangan oksidasi (atau tingkat oksidasi) ialah berapa electron
(muatan) dianggap ada/dipunyai oleh atom tersebut, seakan-akan dalam
ikatan kimia, electron sepenuhnya pindah dari atom satu ke atom yang lain,
tetapi sedemikian rupa, sehingga molekul secara keseluruhan tak
bermuatan. Valensi dan bilangan oksidasi (BO) merupakan pengertian tidak
sama. Valensi dalam perkembangan histories Ilmu Kimia diartikan sebagai
“daya ikat” atau berapa banyak atom H diikat oleh satu atom unsure yang
bersangkutan (atau, sebagai ganti atom H, berapa atom univalent lain atau
2x jumlah atom O).
Maka valensi dalam arti sempitnya itu merupakan bilangan bulat dan
harus positif dan punya akar dalam kenyataan, walaupun tidak
mencerminkan teori. Valensi penting dalam pengertian rumus bagun.
Sebaliknya bilangan oksidasi dapat positif maupun negative; umumnya
nilainya sama dengan nilai valensi tetapi ada kalanya berbeda, malahan tidak
selalu bulat, dapat juga pecahan. Perbedaan ini terjadi karena BO merupakan
hasil perhitungan dan sebenarnya tidak punya dasar riil. Perbedaan nilai ini
dengan valensi terjadi antara lain kalau dalam molekul terdapat ikatan
antara atom-atom unsure sejenis (misalnya dalam ikatan organik). BO sangat
membantu untuk mengerti reksi oksidasi-reduksi (redoks) dan perhitungan
yang bersangkutan dengan redoks, misalnya dalam penentuan koefesien
reaksi.
Oksidasi ialah reksi yang menaikkan BO suatu unsure dalam zat yang
mengalami oksidasi, dapat juga dilihat sebagai kenaikan muatan positif
(penurunan muatan negatif) dan umumnya juga kenaikan valensi. Sebaliknya
ialah reduksi, yaitu reaksi yang menurunkan BO atau muatan positif
(menaikkan muatan negatif) dan umumnya menurunkan valensi unsure
dalam zat yang direduksi . Jadi sekalipun kita mereduksi atau mengoksidasi
suatu persenyawaan, sebenarnya yang dioksidasi atau reduksi itu ialah
unsure tertentu yang terdapat di dalam pesenyawaan tersebut. Miasalnya:
MnO2 + 4 HCl MnCl2 + Cl2 + 2 H2O
Dalam reaksi ini, MnO2 ialah oksidator dan HCl, sedang HCL mereduksi atau
dioksidasi oleh MnO2. Tetapi, seperti disebut di atas, yang dioksidasi ataupun
direduksi ialah suatu unsure dalam persenyawaan-persenyawaan yang
bersangkutan. Dalam hal ini, yang dioksidasi ialah unsure Cl karena tampak
berubah (naik muatan positifnya) dari Cl di dalam HCl, menjadi Cl dalam
molekul Cl2. Yang diredusi ialah unsure Mn karena berubah (turun) BO-nya
dari +4 dalam MnO2 menjadi +2 dalam MnCl2.
2.2. Kemungkinan Terjadinya Suatu Reaksi Redoks
Bila zat A direkasikan dengan zat B, bagaimana diketahui apakah akan
terjadi reaksi redoks atau bukan redoks? Untuk menjawab pertanjaan ini
harus diperhatiakan:
1. tingkat oksidasi/valensi unsure-unsur dalam A maupun B, apakah ada
yang dapat naik dan ada yang turun BO-nya.
2. bila ada, apakah A oksidator cukup kuat dan B reduktor cukup kuat,
ataupun sebaliknya;
3. hal-hal lain.
A harus berisi unsure yang dapat dioksidasi dan B berisi unsure yang
dapat direduksi atau sebaliknya. Misalnya reaksi antara asam nitrat dan
ferrioksida
HNO3 + Fe2O3 ?
Bukan reaksi redoks karena H,N, dan Fe sudah mempunyai BO tertinggi
sehingga kedua zat tidak dapat dioksidasi, hanya dapat direduksi (untuk
reaksi redoks, satu harus dapat dioksidasi dan satu harus dapat direduksi).
Juga reaksi antara asam nintrat dan kalium hidroksida
HNO3 + KOH
Tidak mungkin redoks.
Lain halnya dengan reaksi :
FeSO4 + I2 ?
Yang mungkin berlangsung sebagai reaksi redoks, karena Fe (+2) dapat naik
BO menjadi Fe (+3), dan di pihak lain I (0) masih dapat turun menjadi I (-1).
Maka mungkin terjadi reaksi redoks dengan FeSO4 sebagai reduktor dan I2
sebagai oksidator.
Contoh lain yang mungki menghasilkan reaksi redoks ialah :
MNO2 + NaBr + H2SO4 ?
Karena Mn (+4) dapat menjadi (+2); Br (-1) dapat menjadi (0) atau lebih.
2.3. Kurva Titrasi Redoks
Bahwa pada setiap titrasi selalu terbentuk kesetimbangan antara
titrant yang sudah ditambahkan dan titrat. Ini merupakan dasar utama
perhitungan titik-titik kurva titrant. Dalam hal ini, ordinat ialah potensial
larutan, sebab inilah yang mencirikan keadaan larutan pada setiap saat
titrant dan berubah bersama dengan penambahan titrant.
Dalam membentuk kurva titrasi dengan titrasi redoks, biasanya diplot
grafik E sel (terdapat SCE) dengan volume dari titrant. Seperti diketahui
sebagaian besar indicator redoks redoks memang sensitive tetapi indicator
ini sendiri merupakan oksidator atau reduktor, sehingga perubahan potensial
sistem indicator juga perlu dipertimbangkan selama titrasi. Oleh karena itu
pada titrasi potensiometri, dimana E sel (dibandingkan terhadap elektroda
pembanding) dibaca selama titrasi, titik ekivalen ditentukan dari kurva
titrasinya. Perubahan potensial akibat penambahan Nernst asalkan potensial
elektroda standar diketahui. Misalnya pada suatu jenis kurva titrasi dengan
mempertimbangkan potensial reduktor oksidasi pada titik kesetimbangan
(Eeg). Persamaan Nernst menyatakan:
E = E - log
Untuk reaksi:
Fe + Ce = Fe + Ce
Pada kesetimbangan potensial elektroda untuk dua setengah reaksi
adalah sama.Ece = EFe = Esistem. Ini adalh potensialnya dari sistem. Untuk
indicator redoks berlaku pula: Ece = EFe = Esistem.
2.4. Jenis-jenis Titrasi Oksidasi-Reduksi
Titrasi redoks dapat dibedakan menjadi beberapa cara berdasar
pemakaiannya:
1. Na2S2O3 sebagai titrant; dikenal sebagai yodometri tak langsung
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam
metode ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2 inilah
dititrasi dengan Na2S2O3:
OKsanalat + I Red analat I2 (…1)
2 S2O3 + I2 S4O6 + 2 I (…2)
Daya reduksi ion yodida cukup besar dan titrasi ini banyak diterapkan. Reaksi
S2O3 dengan I2 berlangsung baik dari segi kesempurnaannya, berdasarkan
potensial redoks masing-masing:
S4O6 + 2 e 2 S2O3 E = 0,08 volt (…3)
I2 + 2 e 2 I E = 0,536 volt (…4)
Selain itu, reaksi berjalan cepat dan bersifat unik karena oksidator lain tidak
mengubah S2O3 menjadi S4O6 melainkan menjadi SO3 seluruhmya atau
sebagaian menjadi SO4 .
Titrasi dapat dilakukan tanpa indicator dari luar karena warna I2 yang dititrasi
itu akan lenyap bila titik akhir tercapai; warna itu mula-mula coklat agak tua,
menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning-muda, dan seterusnya, samapai
akhirnya lenyap. Bila diamati dengan cermat perubahan warna tersebut,
maka titik akhir dapat ditentukan dengn cukup jelas. Konsentrasi 5 x 10
M yod masih tepat dapat dilihat dengan mata dan memungkinkan
penghentian titrasi dengan kelebihan hanya senilai 1 tetes yod 0,05 M.
Namun lebih amudah dan lebioh tegas bila ditambahakan amilum kedalam
larutan sebagai indicator. Amilum dengan I2 membentuk suatu kompleks
berwarna biru tua yang masih sangat jelas sekalipun I2 sedikit sekali. Pada
titik akhir, yod yang terikat itu pun hilang bereaksi dengan titrant sehingga
warna biru lenyap mendadak dan perubahan warnanya tampak sangat jelas.
Penambahan amilum ini harus menunggu sampai mendekati titik akhir titrasi
(bila yod sudah tinggal sedikit yang tanpa dari warnanya yang kuning-muda).
Maksudnya ialah agar amilum tidak membungkus yod dan menyebabkan
sukar lepas kembali. Hal ini akan berakibat warna biru sulit sekali lenyap
sehingga titik akhir tidak kelihatan tajam lagi. Bila yod masih banyak sekali
bahkan dapat menguraikan amilum dan hasil penguraian ini mengganggu
perubahan warna pada titik akhir.
a. Larutan Na2S2O3
Larutan ini biasanya dibuat dari garam, Na2S2O3. 5 H2O. Karena BE =
BM-nya (248,17) maka dari segi ketelitian penimbangan, hal ini
menguntungkan. Larutan ini perlu distandardisasi. Kestabilan larutan mudah
dipengaruhi oleh Ph rendah, sinar matahari, dan terutama adanya bakteri
yang memanfaatkan S. Pada PH rendah (<5)>
S2O3 + H HSO3 + S
Tetapi karena reaksi ini berjalan lambat, kesalahan tidak perlu
dikuartirkan walaupun larutan yang dititrasi cukup asam asal titrasi dilakukan
dengan penambahan titrant yang tidak terlalu cepat. Bakteri dapat
menyebabkan perubahan S2O3 menjadi SO3 , SO4 dan S . S ini tanpa
sebagian endapan koloida yang membuat larutan menjadi keruh; ini pertanda
larutan harus diganti. Untuk mencegah aktivitas bakteri, pada pembuatan
larutan hendaknya dipakai air yang sudah dididihkan; selain itu dapat
ditambahakan pengawet seperti misalnya klorofom, natrium benzoate, atau
HgI2.
Kestabilan larutan Na2S2O3= dalam penyimpangan ternyata paling
baik bila mempunyai pH antara 9 dan 10, mungkin karena aktivitas bakteri
yang minimal. Untuk kebutuhan biasa, pH 7 sudah sangat memadai. Walupun
demikian, larutan Na2S2O3 harus sering distandardisasi ulang.
b. Sumber kesalahan Titrasi
● Kesalahan Oksigen: Oksigen di udara dapat menyebabkan hasil titrasi
terlalu tinggi karena dapat mengoksidasi ion yodida menjadi I2 juga
sebagai berikut :
O2 + 4 + 4 H 2 I2 + 2 H2O
● Pada Ph tinggi muncul bahan lain, yaitu bereaksinya I2 yang berbentuk
dengan air (hidrodisa) dan hasil reaksinya lanjut:
I2 + H2O HOI + I + H (a)
4 HOI + S2O3 + H2O 2 SO4 + 4 I + 6 H (b)
● Di atas sudah disebutkan bahaya kesalahan karena pemberian amilum
terlalu awal.
● Banyak reaksi analat dengan KI yang berjalan agak lambat. Karena itu
sering kali harus ditunggu sebelum titrasi; sebaliknya menunggu terlalu
lama tidak baik karena kemungkinan yod menguap.
C. Berat ekivalen
Dalam titrasi ini, BE suatu zat dihitung dari banyaknya zat mol) yang
menghasilkan atau membutuhkan satu mol atom yod (bukan ion
yodida).
BE =
c. Bahan Baku Primer
● I2 murni atau dimurnikan dengan jalan disublimasikan. BE cukup tinggi
(126,9). Yod mudah menguap, maka bahan ini harus ditimbang dalam
botol tertutup
● KIO3 kemurnianya baik, tetapi Be agak terlalu rendah (35,67)
● K2 Cr2O7 juga mudah sekali diperoleh dalam keadaan murni, tetapi juga
agak rendah BE-nya (49,03). Reaksinya dengan KI harus ditunggu
beberapa lama senelumnya dititrasi.
2. I2 sebagai titrant; dikenal sebagai titrasi yodometri langsung dan
kadang-kadang dinamakan yodimetri
Dalam metode ini, analat dioksidasi oleh I2 sehingga I2 tereduksi menjadi
ion yodida:
Ared + I2 Aoks + I , Yod meruapakan oksidator yang tidak terlalu kuat ,
sehingga hanya zat-zat yang merupakan dari tak berwarna menjadi
warna biru.
a. Larutan Baku Yod
Yod (I2) sebagai zat padat sukatr larut dalam air , yaitu hanya sekitar
0,0013 mol per liter pada 25 C, tetapi sangat mudah larut dalam larutan
KI karena membentuk ion I3 sebagai berikut:
I2 + I I3 (ion triyodida)
Maka larutan dibuat dengan KI sebagai pelarut. Larutan yod ini tidak
stabil, sehingga standardisasi perlu dilakukan berulang kali.
b. Kesempurnaan Reaksi
Sebagai oksidator lemah, yod tidak dapat bereaksi terlalu sempurna.
Karena itu sering dibuat kondisi yang menggeser kesetimbangan kea rah
hasil reaksi antara lain dengan mengatur Ph atau menambahkan bahan
pengkomleksan seperti yang dilakukan pada titrasi Fe dengan
pemberian EDTA atau P2O7.
3. Suatu oksidator kuat sebagai titrant. Diantaranya yang paling sering
dipakai ialah:
a. KMnO4
b. K2Cr2O7
c. Ce (IV)
4. Suatu reduktor kuat sebagai titrant
Larutan bahan pereduksi sering penggunaanya karena sangat mudah
teroksidasi oleh udara. Akibatnya, kadang-kadang titrasi harus dilakukan
dalam atmosfer insert, misalnya dengan mengalirkan N2 atau CO2 ke
dalam atau ke atas titrat. Juga penyimpangan larutan memerlukan
lingkaran inert. Cara lain ialah menambahkan pereduksi berlebih, lalu
menitrasikannya kembali dengan oksidator untuk menentukan
kelebihannya; oksidator yang dipakai dapat misalnya kalium bikhromat
baku. Disamping itu dilakuakan titrasi blangko atas pereduksi tersebut
untuk menentukan konsentrasinya yang tepat.
a. Pereduksi-pereduksi kuat yang dapat dipakai sebagai titrant antara lain
ialah titrant (III) dan khrom (II) yang cepet sekali bereaksi dengan
udara sehingga harus digunakan dengan gas inert N2 atau CO2.
b. Natrium tiosulfat sebagai titrant untuk yodometri tak langsung sudah
dibicarakan.
c. Larutan Fe dengan mudah dapat dibuat dari garam Mohr, Fe(NH4)2
(SO4)2.6 H2O atau garam Oesper, FeC2H4 (NH4)2.4 H2O (ferro
etilendiammonium sulfat). Dalam larutan netral, Fe (II) cepat
teroksidasi oleh udara, tetapi hal itu dapat dicegah bila larutan diasami
dan larutan paling stabil dibuat dengan H2SO4 sekitar 0,5 M. Larutan
demikian perlu distandarisasi setiap kali hendak dipakai.
2.6. Penentuan Titik Akhir pada Titrasi Redoks
Biasanya dua jenis indicator digunakan untuk menentukan titik akhir.
Indikator tersebut adalah indicator eksternal maupun indicator internal.
Biasanya indicator eksternal digunakan dalam uji bercak.Contohnya :
K3Fe(CN)6 untuk Fe. UO2(NO3)2 untuk Zn. Indikator eksternal dapat digantikan
oleh indicator redoks internal. Indikator terdiri dari jenis ini harus
menghasilkan perubahan potensial oksidasi di sekitar titik ekivalen reaksi
redoks. Yang terbaik adalah indicator 1.10-fenantrolin, indicator ini
mempunyai potensi oksidasi pada harga antara potensial larutan yang titrasi
dan penitrannya sehingga memberikan titik akhir yang jelas.
(fen)3Fe + e (fen)3 Fe E = 1,06 V – 1,11 V
Biru Merah
Garam kompleks yang diperoleh dari pencampuran secara ekivalen
1.10-fenantrolin dan FeSO4 membentuk kompleks khelat yang disebut
“ferroin”. Pertukaran electron berlangsung melalui cincin aromatic. Kompleks
Fe dengan 5-nitro-1, 10-fenantrolin dan 5-metil-1-10-fenantrolin masing-
masing dikenal sebagai nitroferrolin (E = 1,25 V) dan metal-ferroin (E =
1,02 V). Kompleks Fe dengan 4-7 dimetil fenantrolin mempunyai harga E
= 0,921 V dalam 0,5 M H2SO4. Turunan-turunan lain yang sering digunakan
adalah 5,6-dimetil; 3,5,7 trimetil; 3,4,6,7-tetrametil; 5 fenil; 5-khloroferroin.
Kemudian indicator trimetil metana; turunan ini digunakan dalam suasan
larutan alkalis dan netral. Misalnya saja eroglaucine A (0,98 V), erigren B
(0,99 v), eriogren semuanya berubah warnanya dari kuning ke jingga pada
peristiwa oksidasi. Pada keadaan tersebut titrasi kembali tidak mungkin
dilakukan karena perubahan warnanya tidak reversible. Difenil amin dalam
H2SO4 juga merupakan indicator yang sering digunakan.
2.7.Pemakaian Iodium Sebagai Regen Redoks
Karena harga E iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem
iodium dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. Jika E tidak
tergantung pada pH (pH <>
I2 + 2 e 2 I , E = 0,535 V
I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodide secara relative merupakan
reduktor lemah. Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan
triodida [KI3]. Oleh karena itu
I2 + 2 e 2 I , E = 6,21 adalah reaksi pada permulaan reaksi. Iodium
dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus
disimpan dalam tempat yang dingin dan gelap. Dapat distandarisasi adalah
As2O3. Berkurangnya iodium akibat penguapan dan oksidasi udara
menyebabkan banyak kesalahan analisis. Cara lain standarisasi dengan
Na2S2O3. 5H2O. Larutan thiosulfat distandarisasi lebih dahulu terhadap K2CrO7.
Reaksinya :
Cr2O7 + 14 H + 6 I 3 I2 + 2Cr + 7H2O
Biasanya indicator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada
konsentrasi < style="position: relative; top: 2pt;"> M dapat dengan mudah
ditelan oleh amilum.
Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks
iodium-amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam air sehingga biasanya
ditambahkan pada titik akhir reaksi. Dengan formamida penyerangan kanji
oleh mikroorganisma paling sedikit. Kita akan membahas beberapa pilihan
reaksi iodometrik.
a. reaksi iodium-tiosulfat : Jika larutan iodium di dalam KI pada suasana
netral maupun asam dititrasi maka : I3 + 2S2O3 3 I + 2S4O6
sealam reaksi zat antara S2O3 I yang tidak berwarna adalah terbentuk
sebagai
S2O3 + I3 S2O3 I + 2 I warna yang terus menjadi
2S2O3 I + I S4O6 + I3 warna indicator muncul kembali pada
S2O3 I + S2O3 S4O6 + I Reaksi berlangsung baik dibawah pH =
5,0, sedangkan pada larutan alkali, larutan asam hpoiodus (HOI)
terbentuk.
b. Reaksi dengan tembaga : Kelebihan KI bereaksi dengan CU (II) untuk
membentuk CuI dan melepaskan sejumlah ekivalen I2.
2Cu + 4 I 2CuI + I2 ; 2Cu + 3 I 2CuI + I3 Iodida berperan
sebagai reduktor. Reaksi dengan Cu
Cu + e Cu E = 0,15 V; I2 + 2 e = 21 E =0,54 V dan Cu +
I + e CuI E = 0,86 V Hasil yang terbaik diperoleh dalam 4% KI.
pH optimum adalah 4,0.Cu (II) pada medium alkali akan lebih sulit
dioksidasi. Na2S2O3 di tambahkan secara perlahan-lahan karena iodium
yang teradsorbsi dilepaskan sedikit demi sedikit. Adanya ion klorida
dapat mengganggu karena iodide tidak dapat mereduksi Cu (II) secara
kuantitatif.
c. Oksigen terlarut : Dengan menggunakan metode Winkler, oksigen
terlarut (DO) dapat ditentukan. Dasarnya adalah reaksi antara O2 dan
Mn (II) hidroksida yang tersuspensi pada media alkali. Pada
penambahan asam Mn (OH)2 berubah menjadi Mn-iodida.
d. Air dengan metode Kerl Fischer : Ini meliputi titrasi sampel dalam
methanol. Titik akhir titrasi sesuai dengan munculnya kelebihan I2,
yang dapat dideteksi secara manual maupun dengan cara-cara
elektrokimia. Reaksi adalah :
C5H5N.I2 + C5H5N.SO2 + C5H5N + H2O 2C5H5N H I + C5H5N. SO2
(Piridin N – asam sulfonat)
C5H5N.SO3 + CH3OH C5H5NO. SO2OCH3 (Piridium metal sulfat)
C5H5N.SO3 + H2O C5H5NHO. SO2OH (Piridium hydrogen sulfat)
Reaksi totalnya :
I2 + SO2 + H2O + CH3OH + 3 pyH I 2 pyH I + pyHOSO2OCH3
Metode ini sangat untuk menentukan kelembapan dan kandungan H2O
dari beberapa materi. Metode dua reagen lebih baik bila sampel dan
piridin methanol serta SO2 dititrasi dengan iodium dalam metanol.
2.8. Beberapa Sistem Redoks
a. Ce (IV) sulfat adalah oksidator yang sangat baik dengan indicator o-
fenantrolin. Pada reaksi Ce Ce + e electron orbital 4f-lah yang
dibebaskan. Laju reaksi dipengaruhi oleh pelarut dan pembentukan
kompleks. Ce (IV) selama reaksi dalam medium H2SO4, HNO3 dan HCLO4
berada dalam bentuk kompeks. Potensial formal pasangan Ce (IV)-Ce (III)
adalah 1,70 V dalam HCIO4; 1,60 V dalam HNO3 dan 1,42 V dalam larutan
H2SO4.
b. Kalium permanganate : adalah oksidator kuat. Tidak memerlukan
indicator. Kelemahanya adalah dalam medium HCI CI dapat teroksidasi.
Demikian juga kelarutannya, mempunyai kestabilan yang terbatas. Biasanya
digunakan pada medium asam 0,1N; MnO4 + 8 H + 5 e 4 H2O E =
1,51 V. Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperature
ruang.
c. Kalium dikromat : reaksi ini berproses seperti
Cr2O7 + 14 H + 6 e Cr + 7 H2O E = 1,33 V Zat ini mempunyai
keterbatasan dibandingkan KMnO4 atau Ce (IV), yaitu kekuatan oksidasinya
lebih lemah dan reaksinya lambat. K2Cr2O4 bersifat stabil dan inert terhadap
HCI. Mudah diperoleh dalam kemurniaan tinggi dan merupakan standar
primer. Biasanya indicator yang digunakan adalah asam difenilamin-sulfonat.
Terutama digunakan untuk analisis besi (III) menurut reaksi :
6 Fe + Cr2O7 + 14 H 6 Fe + 2 Cr + 7 H2O
d. Kalium bromate : ini adalah oksidator kuat. Reaksinya: BrO + 6 H Br
+ 3H2O E = 1,44 V. BrO3 adalah standar primer dan sifatnya stabil.
Methyl orange atau red digunakan sebagai indicator tetapi tidak sebaik
nafthaflavon,quinoline yellow. Kalium Bromat banyak digunakan dalam kimia
organic, missal titrasi dengan oksin. Sebagian besar titrasi meliputi titrasi
kembali dengan asam arsenic.
e. Kalium iodat : banyak dipakai dalam kimia analitik IO3 + 5 I + 6 H 3
I2 + 3 H2O dan reaksi dalam titrasi Adrew’s: IO3 + Cl + 6 H +4 e ICI +
3 H2O E = 1,20 V. titrasi Andrew dilakukan pada suasana asam HCI 6 M
dalam CCI4. Titik akhir ditetapkan pada saat earna unggu menghilang . Untuk
mendapatkan warna titik akhir yang tepat perlu dilakukan pengocokan.
4.2. Pembahasan
Pereaksi kalium permanganat ukan pereaksi aku primer. Sangat
sukar untuk mendapatkan perekasi ini dalam keadaan murni, bebas
dari mangan dioksida. Kalium permanganat merupakan zat
pengoksid kuat yang berlainan menurut pH medium, kalium
permanganat merupakan zat padat coklat tua yang menghasilkan
larutan ungu bila dilarutkan dalam air, yang merupakan ciri khas
untuk ion permanganat.
Timbulnya mangan dioksida ini justru akan mempercepat reduksi
pemanganat. Demikian juga adanya ion mangan (II) dalam larutan
akan mempercepat reduksi permanganat menjadi mangan oksida.
Reaksi tersebut berlangsung sangat cepat dalam suasana netral.
Oleh karena itu larutan kalium permanganat harus dibakukan dahulu
dengan menggunakan asam oksalat (H2C2O4) dan H2SO4.
Pembakuan larutan KMnO4 ini dapat dilakukan dengan titrasi
permanganometri secara langsung, biasanya dilakukan pada analit
yang dapat langsung dioksida.
Kalium permanganat merupakan zat pengoksidasi yang sangat kuat.
Pereaksi ini dapat dipakai tanpa penambahan indikator, karena
mampu bertindak sebagai indikator. Oleh karena itu pada larutan ini
tidak ditambahkan indikator apapun dan langsung dititrasi dengan
larutan KMnO4.
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain
terletak pada: Larutan pentiter KMnO4 pada buret Apabila percobaan
dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang
terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir
titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang
seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa. Penambahan
KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4 Pemberian
KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah
ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan
reaksi antara MnO4- dengan Mn2+¬. MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O ↔
5MnO2 + 4H+ Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan
seperti H2C2O4 Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan
H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin
akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang
kemudian terurai menjadi air.
Raeksi antara permanganat dengan asam oksalat berjalan agak
lambat pada suhu kamar. Tetapi kecepatan meningkat setelah ion
mangan (II) terbentuk mangan (II) bertindak sebagai suatu katalis
dan reaksinya diberi istilah otokatalitik karena katalis menghasilkan
reaksinya sendiri. Kalium permanganat merupakan pengoksidasi
yang kuat sehingga dapat memakainya tanpa penambahan indikator.
Hal ini dikarenakan kalium permanganat dapat ertindak sebagai
indikator atau autoindikator. Diperoleh volume yang menggunakan
KMnO4 sebesar 1 mL, dengan perubahan larutan menjadi warna ros.
Reaksi yang terjadi adalah :
2MnO4- + 5H2C2O4 + 6H+ à 2Mn2 +10 CO2 + 8 H2O
Berdasarkan reaksi diatas diperoleh sesuai dengan konsep awal
bahwa normalitas KMnO4 yang digunakan adalah 0,03 N maka untuk
dihasilkan perhitungan sebagai berikut :
V1 . N1 = V2 . N2
N asam oksalat . Vasam Oksalat = N KMnO4 . V KMnO4
N1 = N2 . V2
V1
= 0,03 . 5,7 mL
25 mL
= 0,171
25
= 0,00684 N
= 6,84 X 10-3
Jadi N asam oksalat adalah 6,84 X 10-3 N
Permanganat akan memberikan warna merah ros yang jelas pada
volume larutan biasa dipergunakan dalam larutan yang biasa
dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini dipergunakan untuk
mengidikasi kelebihan reagen tersebut. Permanganat berekasi
secara cepat dengan banyak agen pereduksi, namun beberapa
substansi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah
katalis untuk mempercepat reaksi.
Tabel Hasil Titrasi Asam Oksalat dengan H2SO4 oleh KMnO4
Percobaan Titik Ekivalen
(mL)
1 5,7 mL
2 5,7 mL
Rata-rata TE 5,7 mL
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari
titrasi cukup untuk mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah
MnO2. Bagaimanapun juga, mengingat reaksinya berjalan lambat,
MnO2 tidak diendapkan secara normal pada titik akhir titras-titrasi
permanganat. Tindakan pencegahan khusus harus dilakukan dalam
pembuatan larutan permanganat. Jejak-jejak dari MnO2 yang semula
ada dalam permanganat, atau terbentuk akiat dari reaksi antara
permanganat dengan jejak-jejak dari agen-agen pereduksi didalam
air, mengarah pada dekomposisi. Tindakan-tindakan ini biasanya
berupa larutan kristal-kristalnya, pemanasan untuk menghancurkan
substansi-substansi yang dapat direduksi.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan percobaan maka praktikan dapat menarik beberap
kesimpulan yang penting, yaitu :
a. Permanganometri adalah metode titrasi menggunakan larutan
KMnO4 sebagai titran
b. Larutan KMnO4 dibakukan dengan H2C2O4. 2H2O dan diperoleh
konsentrasi KMnO4 standarisasi sebesar 0,03 N. Konsentrasi H2C2O4.
2H2O adalah 6,84 X 10-3 N
c. Reaksi titrasi kalium permanganat tidak memerlukan indikator
d. Titrasi ini berjalan agak lambat pada temperatur ruangan
e. Dilakukan pemanasan untuk mempercepat titrasi
REAKSI REDUKSI - OKSIDASI
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara
luas oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam
kondisi oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak
reaksi redoks. Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk
dipergunakan dalam analisi titrimetrik dan penerapan-penerapannya cukup
banyak.
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat
yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan
mengoksidasi iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang
terbentuk akan ditentukn dengan menggunakan larutan baku tiosulfat .
Oksidator + KI → I2 + 2e
I2 + Na2 S2O3 → NaI + Na2S4O6
Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara
langsung digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan
menggunakan larutan iodin atau dengan penambahan larutan baku
berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi kembali dengan larutan tiosulfat.
Reduktor + I2 → 2I-
Na2S2 O3 + I2 → NaI +Na2S4 O6
Untuk senyawa yang mempunyai potensial reduksi yang rendah dapat
direksikan secara sempurna dalam suasana asam. Adapun indikator yang
digunakan dalam metode ini adalah indikator kanji.
Sedangkan bromometri merupakan metode oksidasi reduksi dengan dasar
reaksi aksidasi dari ion bromat .
BrO3- + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O
Adanya kelebihan KBrO3 dalam larutan akan menyebabkan ion bromida
bereaksi dengan ion bromat
BrO3 + Br- + H+ → Br2 +H2O
Bromine yang dibebaskan akan merubah warna larutan menjadi kuning pucat
(warna merah ), jika reaksi antara zat dan bromine dalam lingkungan asam
berjalan cepat maka titrasi dapat secara langsung dilakukan. Namun bila
lambat maka dapat dilakukan titrasi tidak langsung yaitu larutan bromine
ditambah berlebih dan kelebihan bromine ditentukan secar iodometri. Bromin
dapat diperoleh dari penambahan asam kedalam larutan yang mengandung
kalium bromat dan kalium bromide.
Substansi-substansi penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi
untuk dititrasi langsung dengan iodin adalah tiosulfat, arseni dan entimon,
sulfida dan ferosianida. Kekuatan reduksi yang dimiliki oleh dari beberapa
substansi ini adalah tergantung dari pada konsentrasi ion hydrogen, dan
reaksi dengan iodin baru dapat dianalisis secara kuantitatif hanya bila kita
melakukan penyesuaian ph yang sulit.
Dalam menggunakan metode iodometrik kita menggunakan indikator kanji
dimana warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodin
dapat bertindak sebagai indikator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan
warna ungu atau violet yang intens untuk zat-zat pelarut seperti karbon tetra
korida dan kloroform. Namun demikan larutan dari kanji lebih umum
dipergunakan, karena warna biru gelap dari kompleks iodin–kanji bertindak
sebagai suatu tes yang amat sensitiv untuk iodin.
Dalam beberapa proses tak langsung banyak agen pengoksid yang kuat
dapat dianalisis dengan menambahkan kalium iodida berlebih dan mentitrasi
iodin yang dibebaskan. Karena banyak agen pengoksid yang membutuhkan
larutan asam untuk bereaksi dengan iodin, Natrium tiosulfat biasanya
digunakan sebagai titrannya. Titrasi dengan arsenik membutuhakn larutan
yang sedikit alkalin.
Dalam larutan yang sedikit alkalin atau netral, oksidasi menjadi sulfat tidak
muncul terutama jika iodin dipergunakan sebagai titran. Banyak agen
pengoksid kuat, seperti garam permanganat, garam dikromat yang
mengoksid tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif.
Pada penentuan iodometrik ada banyak aplikasi proses iodometrik seperti
tembaga banyak digunakan baik untuk biji maupun paduannya metode ini
memberikan hasil yang lebih sempurna dan cepat daripada penentuan
elektrolit tembaga.
Pada metode bromometri, kalium bromat merupakan agen pengoksid yang
kuat dengan potensial standar dari reaksinya
BrO3 + 6H+ + 6e → Br- + 3H2O
Adalah +1,44 V. Reagen dapat digunakan dalam dua cara yaitu sebagai
sebuah oksdasi langsung untuk agen-agen pereduksi tertentu dan untuk
membangkitkan sejumlah bromin yang kuantitasnya diketahui.
Sejumlah agen pereduksi pada titrasi langsung metode bromometri sepertyi
arsenik, besi (II) dan sulfida serta disulfida organik tertentu dapat dititrasi
secara langsung dengan sebuah larutan kalium bromat .
Kehadiran bromin terkadang cocok untuk menentukan titik akhir titrasi,
beberapa indikator organik yang bereaksi dengan bromin untuk memberikan
perubahan warna. Perubahan warna ini biasanya tidak reversibel dan kita
harus hati-hati agar kita mendapatkan hasil yang lebih baik .
Reaksi brominasi senyawa-senyawa organik larutan standar seperti kalium
bromat dapat dipergunakan untuk menghasilkan sejumlah bromin dengan
kuantitas yang diketahui. Bromin tersebut kemudian dapat digunakan untuk
membrominasi secara kuantitatif berbagai senyawa organik. Bromide
berlebih hadir dalam kasus-kasus semacam ini, sehingga jumlah bromin yang
dihasilkan dapat dihitung dari jumlah KBrO3 yang diambil. Biasanya bromin
yang dihasilkan apabila terdapat kelebihan pada kuantitas yang dibutuhkan
untuk membrominasi senyawa organik tersebut untuk membantu memaksa
reaksi ini agar selesai sepenuhnya.
Reaksi bromin dengan senyawa organiknya dapat berupa subtitusi atau bisa
juga reaksi adisi.
Dalam menganalisa suatu senyawa dalam hal ini adalah obat dapat
digunakan analisis secara kuantitatif (penetapan banyak suatu zat tertentu
yang ada dalam sampel) dan analisis secara kualitatif (identifikasi zat-zat
dalam suatu sampel). Intinya tujuan analisis secara kualitatif adalah
memisahkan serta mengidentifikasi sejumlah unsur (Day & Underwood,
1981).
ANALISA PERMANGANOMETRI
Permanganometri adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam
reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah
menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan
untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sample.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat.
Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator
kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara
luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes
permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada
volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan
kelebihan pereaksi.
Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan natrium
oksalat atau sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer. Reaksi yang
terjadi pada proses pembakuan kalium permanganat menggunakan natrium
oksalat adalah:
5C2O4- + 2MnO4- + 16H+ → 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan
kelebihan permanganat.
Penetapan kadar zat dalam praktek ini berdasarkan reaksi redoks dengan
KMnO4 atau dengan cara permanganometri. Hal ini dilakukan untuk
menentukan kadar reduktor dalam suasana asam dengan penambahan asam
sulfat encer, karena asam sulfat tidak bereaksi terhadap permanganat dalam
larutan encer.Pembakuan KMnO4 dibuat dengan melarutkan KMnO4 dalam
sejumlah air, dan mendidihkannya selama beberapa jam dan kemudian
endapan MnO2 disaring. Endapan tersebut dibakukan dengan menggunakan
zat baku utama, yaitu natrium oksalat. Larutan KMnO4 yang diperoleh
dibakukan dengan cara mentitrasinya dengan natrium oksalat yang dibuat
dengan pengenceran kristalnya pada suasana asam. Pada pembakuan
larutan KMnO4 0,1 N, natrium oksalat dilarutkan kemudian ditambahkan
dengan asam sulfat pekat, kemudian dititrasi dengan KMnO4 sampai larutan
berwarna merah jambu pucat. Setelah didapat volume titrasi, maka dapat
dicari normalitas KMnO4.
Pada permanganometri, titran yang digunakan adalah kalium permanganat.
Kalium permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator
kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara
luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih.. Setetes
permanganat memberikan suatu warna merah muda yang jelas kepada
volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan
kelebihan pereaksi (Day, 1980).
Kalium permangatat sukar diperoleh secara sempurna murni dan bebas sama
sekali dari mangan oksida. Lagipula, air suling yang biasa mungkin
mengandung zat-zat pereduksi yang akan bereaksi dengan kalium
permanganat dengan membentuk mangan dioksida serta bukanlah suatu
larutan standar primer (Basset, 1994).
Kalium permangatat merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat
asam lemah, netral atau basa lemah. Dalam larutan yang bersifat basa kuat,
ion permanganat dapat tereduksi menjadi ion manganat yang berwarna hijau
(Rivai, 1995).
Titrasi harus dilakukan dalam larutan yang bersifat asam kuat karena reaksi
tersebut tidak terjadi bolak balik, sedangakan potensial elektroda sangat
tergantung pada pH (Rivai, 1995).
Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan natrium
oksalat atau sebagai arsen (III) oksida standar-standar primer (Basset, 1994).