7.2 74-79 Harjadi. Analisis Karakteristik

6

Click here to load reader

description

literatur

Transcript of 7.2 74-79 Harjadi. Analisis Karakteristik

Page 1: 7.2 74-79 Harjadi. Analisis Karakteristik

Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.2 (2007) p: 74-79

ANALISIS KARAKTERISTIK KONDISI FISIK LAHAN DAS DENGAN PJ DAN SIG DI DAS BENAIN-NOELMINA, NTT

Oleh :

Beny Harjadi, Dodi Prakosa, Agus Wuryanta *

*Berturut-turut adalah Peneliti Madya bidang Pedologi dan PJ, Peneliti Muda bidang Silvikultur dan Calon Peneliti bidang PJ dan SIG, di BPK Solo

Abstrak

Kebutuhan data terkini, akurasi tinggi, pada areal yang luas untuk memantau perubahan

satu kesatuan pengelolaan DAS. Data yang diperoleh dari teknologi PJ yang telah di cek di lapangan digunakan sebagai masukan (input) bagi Sistem Informasi Geografis (SIG). Kondisi biofisik setiap DAS (Daerah Aliran Sungai) memiliki karakter yang berbeda yang mencerminkan tingkat kepekaan dan potensi suatu DAS. Pengumpulan data fisik dengan mencatat beberapa faktor yang dominan pada suatu wilayah akan mencerminkan karakteristik suatu DAS. Dengan berdasar permasalahan diatas maka dalam penelitian ini akan dilakukan analisis karakteristik kondisi fisik lahan DAS dengan penginderaan jauh (PJ) dan sistim informasi geografi (SIG) di DAS Benain-Noelmina, NTT (Nusa Tenggara Timur). Topografi di DAS Benain-Noelmina sebagian besar bergelombang (34,3%) sudah mencukupi untuk terjadi erosi berat berupa longsor (Landslide). Begitu juga walaupun sebagian besar kelas kemiringan lereng datar (<8%) namun hal ini pun sudah mencukupi erosi besar-besaran yang menyebabkan lahan menjadi kritis pada suatu DAS.

KATA KUNCI : PJ dan SIG,, Karakter fisk, Topografi, Lereng, Benain-Noelmina

Abstract

The requirement for the latest data, the high accuracy, to the area that is wide to monitor the change in one unity of the watershed management. the Data that is received from remote sensing (RS) technology that has in the cheque in the field is used as input for the Geographical Information System (GIS). The condition for biophysics of each watershed (the River Basin) have the different character that reflects the level of the sensitivity and the potential some watershed. the physical data Collection by recording several factors that are dominant to a territory will reflect the characteristics some watershed. By having a basis the problem above then in this research will be carried out by the analysis of the physical condition for the watershed land of the characteristics with remote sensing (RS) and the Geographical Information System (GIS) of Benain-Noelmina watershed, East Nusa Tenggara (NTT). The topography in the watershed of Benain-Noelmina most rolling plan (34.3%) have sufficed to the difficult erosion happen take the form of the landslide. Even so although most slope classes of the flat slope (<8%) but this has then fulfilled the large-scale erosion that causes the land to become critical in a watershed.

KEY WORDS : RS and GIS, Physical condition, Topography, Slope, Benain-Noelmina PENDAHULUAN

Kondisi biofisik setiap DAS (Daerah Aliran Sungai) memiliki karakter yang berbeda yang mencerminkan tingkat kepekaan dan potensi suatu DAS. Pengumpulan data fisik dengan mencatat beberapa faktor yang dominan pada suatu wilayah akan mencerminkan karakteristik suatu DAS. Beberapa sifat fisik yang dapat dianalisis dengan penginderaan jauh antara lain penutupan lahan, kemiringan lereng dan arah lereng serta analisis lebih lanjut untuk erosi dan kelas kemampuan penggunaan lahan.

Kerusakan sumberdaya alam hutan (SDH) yang terjadi saat ini telah menyebabkan terganggunya keseimbangan lingkungan hidup daerah aliran sungai (DAS) seperti tercermin pada sering terjadinya erosi, banjir, kekeringan, pendangkalan sungai dan waduk serta saluran irigasi (Asdak, 1995). Tekanan yang besar terhadap sumber daya alam oleh aktivitas manusia, salah satunya dapat ditunjukkan adanya perubahan penutupan lahan dan erosi yang begitu cepat. Pengelolaan DAS dengan permasalahan yang komplek, diperlukan

Page 2: 7.2 74-79 Harjadi. Analisis Karakteristik

Harjadi. Analisis Karakteristik 75 penanganan secara holistik, integral dan koordinatif.

Kebutuhan data terkini, akurasi tinggi, pada areal yang luas untuk memantau perubahan satu kesatuan pengelolaan DAS. Data yang diperoleh dari teknologi PJ yang telah di cek di lapangan digunakan sebagai masukan (input) bagi Sistem Informasi Geografis (SIG) untuk selanjutnya diproses dan dianalisa sehingga diperoleh peta ketinggian tempat, peta topografi dan peta kemiringan lereng.. Bantuan PJ dan SIG sangat diperlukan untuk membantu keterbatasan dana, waktu dan tenaga kerja namun diperoleh akurasi tinggi secara mudah, cepat dan murah setiap waktu (Molenaar, 1991)..

Bertitik tolak dari permasalahan diatas maka dalam penelitian ini akan dilakukan analisis karakteristik kondisi fisik lahan DAS dengan penginderaan jauh (PJ) dan sistim informasi geografi (SIG) di DAS Benain-Noelmina, NTT (Nusa Tenggara Timur). BAHAN DAN METODE Bahan yang digunakan untuk kegiatan kajian ini adalah :

1. Peta – peta dasar, antara lain : • Peta RBI skala 1 : 250.000 dan Peta

Landsystem • Peta situasi dan administrasi dan Peta

Penggunaan Lahan 2. Citra satelit digital perekaman terbaru 3. Alat tulis seperti pensil, balpoint dan alat

tulis untuk penafsiran citra yaitu OHP fine full color, selotip dan plastik astralon.

4. Kertas plotter, kertas printer dan tinta warna (cartridge) untuk warna hitam, kuning, magenta dan cyan.

Sedangkan peralatan yang diperlukan antara lain:

1. Peralatan untuk interpretasi citra satelit secara visual (Loop)

2. Peralatan survei lapangan (Kompas, Abney level, dan GPS)

3. Peralatan untuk pengolahan data digital dan SIG, antara lain • Perangkat keras (hard ware) berupa

komputer • Perangkat lunak (soft ware) untuk

analisis citra yaitu ErdasImagine versi 8.7 dan PC Arc/Info versi 3.4D plus dan ArcView 3.3 untuk analisa SIG. Untuk tabulasi diperlukan Exel, microsoft word dan DBASE IIIPlus.

Tahapan kegiatan kajian sebagai berikut : 1) Pengumpulan data baik berupa peta

(digita,l manual) maupun citra digital.

2) Pemrosesan citra, seperti koreksi geometri dan penajaman citra (Aronoff, 1989).

3) Klasifikasi awal citra digital baik secara digital dengan metode tidak berbantuan (unsupervised classification method), (Poveda, 2004).

4) Penentuan lokasi sampel pada citra/peta hasil klasifikasi.

5) Data hasil kegiatan lapangan dan didukung oleh analisis spektral pada citra digunakan untuk melakukan klasifikasi ulang (reklasifikasi) dengan metode klasifikasi berbantuan (supervised classification method), (Uboldi, 1997).

6) Digitasi peta penutupan lahan dari peta RBI skala 1:250.000

DESKRIPSI LOKASI

Lokasi penelitian berlangsung di wilayah zona ekologi yang memiliki kepadatan penduduk rendah dan curah hujan juga rendah yaitu di DAS Benain-Noelmina. Secara geografis terletak pada koordinat latitude dan longitude dari kanan atas 9o 14’ 16.9” S dan 125o 05’ 37.13” E sampai kiri bawah 10o 18’ 37.7” S dan 123o 46’ 06.44” E. DAS Benain yang terletak di kabupaten Belu, TTS (Timur Tengah Selatan/SoE) dan TTU (Timur Tengah Utara) memiliki luas 344887,5 ha, sedangkan DAS Noelmina yang terletak di kabupaten TTS dan Kupang memiliki luas 213357,9 ha. Sehingga total luas DAS Benain Noelmina yang menjadi wilayah BPDAS Kupang adalah seluas 558245,4 ha. Curah hujan rata-rata tahunan 1780 mm/th dan hari hujan rata-rata 110 hari/tahun. Perbandingan bulan basah dan bulan kering sebesar 0.5, sehingga menurut Schimdt dan Ferguson termasuk kelas iklim C. Meliputi 3 kabupaten Kupang (Amarasi, Kupang Timur, Fatuleu, Takari, Amfoang Selatan), TTS (Mollo Utara, Fatumnasi, Mollo Selatan, Polen, Kota SoE, Amanuban Barat, Batu Putih, Amanuban Selatan, Kuan Fatu, Amanuban Tengah, Amanuban Timur, Kie, Amanatun Selatan, Boking, Amanatun Utara), TTU (Miomafo Barat, Noemuti, Insana), dan Belu (Malaka Barat, Rinhat, Malaka Tengah). Secara garis besar penutupan lahan di DAS Benain-Noelmina berupa hutan alam dengan tanaman cemara, ampupu, gliricidae, akasia, dengan sebagian besar semak belukar untuk daerah yang diterlantarkan. Beberapa daerah juga merupakan tanaman tegalan dan sawah irigasi dan tadah hujan. Bentuk lahan dari pegunungan pada ketinggian 1600 m, perbukitan, alluvial-colluvial sampai pada daerah dataran pada ketinggian 75 m. Beberapa titik

Page 3: 7.2 74-79 Harjadi. Analisis Karakteristik

76 Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.2 (2007) penting pertemuan jalan pada perempatan atau pertigaan, dan pertemuan antara jalan dan sungai diatas jembatan ditetapkan titik-titik koordinat sebagai kunci lapangan, pada saat analisis citra satelit dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN Secara umum kondisi DAS Benain

Noelmina seluas 560.035,6 ha, sebagian besar bergelombang (34,5) dan Alluvial-Colluvial (32,0), dan sedikit sekali pegunungan (lihat Tabel 1).

Tabel 1. Kondisi Topografi di DAS Benain Noelmina, NTT TOPOGRAFI PIXEL LUAS (HA) % A Dataran Rendah 460899 41480,91 7,4 B Berombak 1219581 109762,3 19,6 C Bergelombang 2148417 193357,5 34,5 D Alluvial-Colluvial 1993608 179424,7 32,0 E Bukit Anakan 304884 27439,56 4,9 F Perbukitan 90189 8117,01 1,4 G Pegunungan 5040 453,6 0,1

Sumber : Hasil Analisis Citra Landsat dan STRM Kondisi topografi seperti diatas

bepeluang terjadinya erosi, tetapi hal tersebut tergantung dari tingkat curah hujan dan tingkat intensitas pemanfaatan lahan yang dipengaruhi tingkat kepadatan penduduk. Di NTT (Nusa Tenggara Timur) dengan agroecozone yang mewakili daerah dengan kepadatan penduduk jarang dan curah hujan yang rendah, maka intensitas pemanfaatan lahan rendah begitu juga dengan intensitas hujan juga rendah. Sehingga erosi yang terjadi yang ada di DAS Benain Noelmina diharapkan relatif rendah.

Walaupun sebagian besar topografi bergelombang (34,5%) dan Alluvial-Colluvial (32%), namun keadaan ini bisa mengakibatkan kepekaan tanah terhadap erosi sangat tinggi. Dimana faktor kepekaan tanah terhadap erosi antara lain : tekstur kasar, struktur lepas, bahan organik rendah dan permeabilitas rendah sebagai penyebab terjadi erosi yang serius. Hal tersebut juga ditunjang dari jenis tanah Entisols yang memiliki solum yang dangkal, yaitu dengan erosi yang ringan saja sudah menjadi suatu masalah yang sangat serius.

Gambar 1.Peta DEM Titik Ketinggian DAS Benain Noelmina

Peta DEM (Digital Elevation Model)

yang menunjukkan tingkat elevasi atau ketinggian tempat dari muka laut yaitu dari 4 m dekat outlet sampai 1633 m pada puncak bukit (

1633.0

1307.2

981.4

655.6

329.8

4.0

Ketinggian

PETA DEM BENAIN

N

Skala 1 : 1.000.000

NK NS

BS

BBBU

581929 737749

581929 737749

8984097

8868597

8984097

8868597

Page 4: 7.2 74-79 Harjadi. Analisis Karakteristik

Harjadi. Analisis Karakteristik 77

Gambar 1). Peta DEM DAS Benain Noelmina terdiri dari 5 Sub DAS yaitu NK (Noelmina Kupang), NS (Noemina TTS), BS (Benain TTS), BU (Benain TTU), dan BB (Benain Belu).

Luas masing-masing Sub DAS yaitu NK (Noelmina Kupang) 78434,46 ha (14,3%), NS (Noemina TTS) 130504,2 ha (23,8%) , BS (Benain TTS) 115557,4 ha (21,1%), BU (Benain

TTU) 135088,4 ha (24,6%), dan BB (Benain Belu) 88563,33 ha (16,2%). Kondisi DAS Benain dan DAS Noelmina dari distribusi letak ketinggian relatif sama, namun dari keadaan di lapangan DAS Noelmina relatif lebih kritis karena selain kering juga solum tanah yang sebagian besar dangkal, dan kondisi lahan banyak yang berkelerengan miring sampai curam.

193357,5

453,60

50000

100000

150000

200000

250000

Dataran

Ren

dah

Beromba

k

Bergelo

mbang

Alluvia

l-Coll

uvial

Bukit A

naka

n

Perbuk

itan

Pegun

unga

n

Luas

(ha)

Gambar 2. Sebaran Kondisi Topografi di DAS Benain Noelmina, NTT

Grafik diatas menunjukkan bahwa

sebagian besar topografi yang ada di DAS Benain Noelmina berombak, bergelombang dan Alluvial-colluvial (Gambar 2). Selanjutnya diikuti daerah dataran, berbukit anakan dan perbukitan yang merupakan penyumbang erosi permukaan, erosi jurang dan erosi tepi jalan atau erosi perkampungan. Pegunungan yang kebanyakan didominasi batuan marmer dijadikan bahan tambang galian B unggulan di NTT (Nusa Tenggara Timur). Jika tidak ditambang maka sebagian besar pegunungan di NTT (Nusa Tenggara Timur) merupakan hutan rimba atau primer yang sulit dijangkau karena letaknya sangat terjal dan tinggi yaitu lebih dari 1600 m dpl (dari permukaan laut).

Daerah terluas pada topografi bergelombang (193.357,5 ha) dan tersempit pada topografi pegunungan (453,6 ha).

Keadaan tersebut sesuai dengan kondisi penutupan lahan yang sebagian besar savana dan tanah dalam keadaan terbuka. Sehingga daerah yang sedikit topografi perbukitan dan pegunungan tidak menjamin bahwa di wilayah tersebut tidak begitu kritis, karena kekritisan lahan lebih ditentukan oleh kondisi masing-maisng satuan lahan yang memiliki kesamaan lereng dan pengelolaan lahannya.

Kondisi topografi yang bergelombang dan ditunjang dengan lahan yang didominasi kemiringan lereng yang datar (62,9%) memberikan peluang yang sedikit untuk terjadinya erosi besar-besaran (

Tabel 2). Sumbangan erosi kebanyakan pada lahan dengan kelas lereng antara 8 – 15 % yaitu 24,1 % bagian wilayah di DAS Benain Noelmina.

Tabel 2. Penyebaran Kelas Lereng di DAS Benain Noelmina

LERENG DESKRIPSI PIXEL LUAS (HA) % A < 8 % Datar 3896812 350713,08 62,9 B 8 – 15 % Miring 1489362 134042,58 24,1 C 15 – 25 % Sangat Miring 615945 55435,05 9,9 D 25 – 45 % Curam 173272 15594,48 2,8 E > 45 % Sangat Curam 15017 1351,53 0,2

Page 5: 7.2 74-79 Harjadi. Analisis Karakteristik

78 Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 7 No.2 (2007)

581929 737749

581929 737749

8984097

8868597

8984097

8868597

PETA KELAS LERENG DAS BENAIN

N

Skala 1 :

A Datar (< 8 %)B Miring (8-15 %)C Sangat Miring (15-25 %)D Curam (25-45 %)E Sangat Curam (> 45 %)

Sumber : Hasil Analisis citra SRTM (Shuttle Radar Topographic Mission) Kelas kemiringan lereng berdasarkan

pedoman RLPS (Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial) dibagi menjadi 5 kelas dari datar (< 8%) sampai sangat curam (> 45 %). Kemiringan lereng yang sebagian datar ditunjang dengan tingkat curah hujan yang rendah dan penduduk yang rendah maka erosi yang akan terjadi sangat kecil. Tetapi jika memperhatikan kondisi penutupan lahan yang sebagian besar savana dan tanah terbuka maka ada peluang terjadinya erosi besar-besaran, terutama pada tanah yang mengandung tekstur liat tinggi yaitu pada tanah Alfisols dan Vertisols.

Walaupun sebagian besar kemiringan lereng datar (62,9%), tetapi tidak menjamin

bahwa wilayah tersebut terbebas dari lahan kritis, karena tanah yang peka terhadap erosi dengan kemiringan yang sedikit saja sudah mencukupi terjadinya perpindahan partikel tanah dari atas ke bawah, yang merupakan proses erosi permukaan yang berlangsung secar intensif. Begitu juga dengan masalah erosi pada lahan dengan kemiringan sangat curam walaupun hanya sebagian kecil luas wilayah (0,2%), namun erosi yang sedikit saja sudah merupakan masalah yang serius dan berdampak pada daerah dibawahnya terjadi erosi longsor dan juga sedimen.

Gambar 3. Peta Kelas Lereng DAS Benain Noelmina

Pada Gambar 3 peta kelas kemiringan lereng di DAS Benain-Noelmina mayoritas nampak warna merah yang didominasi lahan dengan kemiringan kurang dari 8%. Hanya sedikit sekali atau hampir tidak ada lahan sangat curam dengan kemiringan lebih dari 45% yang ditunjukkan warna biru muda pada daerah pegunungan.

Kelas lereng sangat miring sebagian besar pada daerah hulu sangat berpotensi terjadinya erosi sebagai sumbangan sedimentasi di daerah bawah. Kelas lereng curam (25-45%) sebagian besar di daerah hulu juga berpotensi terhadap erosi permukaan dan longsor. Kondisi iklim yang relatif kering sepanjang tahun, dan hanya mengalami hujan kurang dari 6 bulan dengan intensitas hujan harian kurang dari 100

mm/hari menjebabakan lahan sangat rawan terhadap erosi longsor jika hujan turun dengan intensitas yang lebih tinggi.

Grafik Gambar 4 penyebaran kelas kemiringan lereng di DAS Benain-Noelmina berurutan dari yang terluas pada daerah datar (350.713 ha), dan semakin curam atau kemiringan lereng sangat curam >45% paling sedikit (1.352 ha). Sehingga dari faktor biofisik lahan, maka DAS Benain-Noelmina tidak berpotensi terjadinya erosi, karena sebagian besar lahan datar.

Faktor lahan yang berpengaruh terhadap erosi tidak hanya lereng, tetapi juga arah lereng (aspect) karena hal tersebut terhadap tingkat kesuburan tanaman. Lahan yang menghadap ke arah matahari pagi hari (timur) dan saat musim

Page 6: 7.2 74-79 Harjadi. Analisis Karakteristik

Harjadi. Analisis Karakteristik 79 penghujan (arah selatan) maka tanaman relatif baik pertumbuhannya.

1352

350713

0

50000

100000

150000

200000

250000

300000

350000

400000

A B C D EKelas Lereng

Luas

(ha)

Gambar 4. Penyebaran Kelas Kemiringan Lereng di DAS Benain Noelmina Figure 4. Distribution of Slope Classes in the Benain-Noelmina Watershed KESIMPULAN DAN SARAN

Penginderaan jauh dapat digunakan untuk analisis perhitungan beberapa sifat fisik antara lain arah lereng dan kemiringan lereng dari peta SRTM (Shuttle Radar Topography Mission) atau dari interpolasi kontur menjadi peta DEM (Digital Elevation Model). Dengan data DEM juga dapat dianalisis topografi di suatu DAS dan kelas kemiringan lereng masing-masing satuan lahan.

Topografi di DAS Benain-Noelmina sebagian besar bergelombang (34,3%) sudah mencukupi untuk terjadi erosi berat berupa longsor (Landslide). Begitu juga walaupun sebagian besar kelas kemiringan lereng datar (<8%) namun hal ini pun sudah mencukupi erosi besar-besaran yang menyebabkan lahan kritis pada suatu DAS.

Karakteristik kondisi fisik suatu lahan DAS didominasi oleh faktor topografi di suatu wilayah dan kelas kemiringan lereng. Dimana DAS yang didominasi kemiringan lereng yang curam dan topografi perbukitan atau pegunungan maka akan berpotensi terhadap kekritisan suatu DAS. Parameter tersebut dari kemiringan lereng, topografi dan ketinggian tempat suatu wilayah dapat dihitung atau dianalisis dengan penginderaan jauh. Disarankan selain faktor dominan tingkat kekritisan suatu DAS yang mencerminkan suatu

DAS, perlu juga dipertimbangkan faktor-faktor fisik lainnya, antara lain : jenis tanah, jenis tanaman dan kondisi iklim serta pola aliran drainase. DAFTAR PUSTAKA Aronoff S.,1989. Geographical Information

System. A Management Perspective. WDL Publication, Ottawa Canada.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Molenaar, M., 1991. Status dan Problems of Geographical Information Systems. The Necessity of a Geoinformation Theory. Journal of Photogrammetry dan Remote Sensing, 46.pp 85 – 103.

Poveda, G dan S. F. Luis. 2004. Annual dan Interannual (ENSO) Variability of Spatial Scaling Properties of a Vegetation Index (NDVI) in Amazonia. Journal of Remote Sensing of Environment 93 (2004) 391 – 401.

Uboldi J.A. dan E. Chuvieco, 1997. Using Remote Sensing dan GIS to Asses Curent Land Management in the Valley of Colorado River, Argentina, ITC Journal 1997:2

ф