7 Made Ulandari

download 7 Made Ulandari

of 7

Transcript of 7 Made Ulandari

  • Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 55-61 Artikel VII

    55

    FAKTOR RESIKO KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA POTUGU KECAMATAN MOMUNU KABUPATEN BUOL

    1)Made Ulandari

    1)Bagian Epidemiologi FKM Unismuh Palu

    ABSTRAK

    Latar Belakang : Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), merupakan salah satu penyebab kesakitan utama pada anak balita di negara berkembang maupun Negara maju. Penyakit ISPA selalu menempati urutan pertama kasus penyakit yang terbanyak yang sering terjadi di setiap Negara. Tujuan penelitian : Untuk mengetahui faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol. Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode Analitik dengan pendekatan Case Control. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak balita yang di diagnosa dokter menderita penyakit ISPA sebanyak 27 orang. Sampel : Dalam penelitian ini terdiri dari sampel kasus yaitu semua anak balita yang menderita penyakit ISPA di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol dan sampel control yaitu anak balita yang tidak menderita penyakit ISPA di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol. Analisis data yang digunakan adalah analisis Univariat dan Bivariat. Hasil Penelitian : Penelitian ini menunjukan bahwa biomassa merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita dengan nilai OR = 2,969 dan kebiasaan merokok merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita dengan nilai OR = 2,286. Saran : Kepada Instansi Kesehatan Khususnya yang ada di Desa Potugu hendaknya menghubungi pihak Puskesmas untuk mengadakan penyuluhan tentang bahaya bahan bakar biomassa dan kebiasaan merokok terhadap suatu penyakit Khususnya Penyakit ISPA.

    Kata Kunci : Biomassa, Kebiasaan merokok dalam rumah dan Kejadian ISPA. Daftar Pustaka : 31 (2007-2014)

    PENDAHULUAN

    Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dapat menyerang semua umur, baik orang dewasa, remaja dan anak balita. Namun yang paling rentan terserang ISPA adalah anak balita dan bayi. ISPA pun tidak mengenal tempat baik di Negara maju ataupun Negara yang kurang berkembang. Oleh karena itu penderita ISPA di dunia sangat tinggi. Pada konferensi internasional salah satu contohnya Negara Canberra, Australia yang merupakan Negara yang maju sampai sekarang tetap ada, buktinya 4 juta balita meninggal dunia tiap tahun

    akibat ISPA dan biasanya dipicu oleh virus (Neslon, 2008). Worlth Health Oganization (WHO) memperkirakan bahwa insiden (ISPA) di Negara berkembang dengan angka kematian balita diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15% - 20% pertahun (Supartini, 2008). Di Indonesia, (ISPA) selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan anak balita. Selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia

  • Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 55-61 Artikel VII

    56

    dengan persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Iswarini, 2008). Dirjen pemberantasan penyakit menular dan penyehatan lingkungan (P2MPL) memperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir tahun 2000 sebanyak lima kasus di antara 1.000 bayi/balita. Berarti akibat pneumonia sebanyak 150.000 bayi/balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban perbulan atau 416 kasus sehari atau 17 anak perjam atau seorang bayi/balita tiap lima menit. Sedangkan berdasarkan Program Pembangunan Nasional (Propenas) bidang kesehatan, menambah angka kematian 5 per 1000 pada 2000 akan diturunkan menjadi 3/1000 pada akhir 2005 (Sukar, 2008). ISPA adalah proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Gejala yang timbul biasanya berupa batuk pilek, yang kemudian diikuti dengan napas cepat dan napas sesak. Pada tingkat yang lebih berat terjadi kesukaran bernapas, tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun dan meninggal bila tidak segera diobati. Usia balita adalah kelompok yang paling rentan dengan infeksi saluran pernapasan. Kenyataan bahwa angka morbiditas dan mortalitas akibat ISPA, masih tinggi pada balita di Negara berkembang (Shann, 2008). Kasus ISPA di wilayah kerja Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah dari sepuluh penyakit terbesar di Sulteng, penyakit ISPA selalu menduduki peringkat teratas setiap tahunnya dan berdasarkan data yang diperoleh yaitu pada tahun 2010 jumlah penderita ISPA untuk pneumonia sebanyak 29.257 anak. Dari data Dinkes Kota Palu jumlah penderita ISPA pada tahun 2011 dari bulan Januari sampai Desember

    sebanyak 2.192 anak. Dan secara khusus data tentang kejadian ISPA di Puskesmas Mamboro dari bulan Februari sampai Mei tahun 2012 adalah 694 kasus dengan jumlah rata-rata perbulan 173 orang 25% dari jumlah keseluruhan jumlah pasien ISPA yang tersebar di tiga kelurahan (Wahyu, 2013). Kasus penyakit ISPA Di Dinas Kesehatan Kabupaten Buol pada triwulan pertama sebanyak 7.280 kasus, triwulan ke dua sebanyak 7.593 kasus pada triwulan ketiga sebanyak 6.854 sedangkan pada triwulan ke empat kasus ispa sebanyak 5.046 kasus. Jadi jumlah keseluruhan kasus penyakit ISPA dari triwulan pertama triwulan keempat pada tahun 2013 sebanyak 23.048 kasus (Khya, 2014). Berdasarkan data di Puskesmas Momunu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol tahun 2013 jumlah penderita ISPA pada anak balita tertinggi terjadi di Desa Potugu dengan jumlah kasus sebanyak 25 penderita sedangkan pada tahun 2014 jumlah kasus sebanyak 27 penderita. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol (Andreani, 2014).

    BAHAN DAN METODE

    Penelitian ini menggunakan metode Analitik dengan pendekatan Case Control, yaitu dimana pelaksanaan penelitian antara variabel independent (Biomassa dan kebiasan merokok dalam rumah) dan variabel dependent (Kejadian ISPA pada anak balita) di lakukan secara bersamaan. (Notoatmodjo, 2008). Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol. Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak balita yang pernah menderita ISPA yang ada di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol tahun 2014 sebanyak 27 kasus.

  • Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 55-61 Artikel VII

    57

    Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 27 sebagai sampel kasus dan 27 sebagai sampel kontrol. Jadi jumlah

    sampel secara keseluruhan dalam penelitian ini adalah sebanyak 54 responden.

    HASIL Faktor Resiko Biomassa dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita

    Tabel 1 Faktor Resiko Biomassa Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita di

    Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol

    Biomassa

    Kejadian ISPA Total

    %

    OR

    (C1 95%) Kasus Kontrol f % f %

    Beresiko 19 70,4 12 44,4 31 57,4 2,969 (0,97-9,11)

    Tidak beresiko 8 29,6 15 55,6 23 42,6

    Jumlah 27 100 27 100 54 100

    Sumber : Data Primer 2015

    Tabel 1 menunjukan bahwa anak balita yang beresiko Biomassa menderita ISPA terdiri dari kasus 19 (70,4%) dan kontrol 12 (44,4%), sedangkan anak balita yang tidak beresiko biomassa menderita ISPA terdiri dari kasus (29,6%) dan kontrol 15 (55,6%). Hal ini menunjukan bahwa anak balita yang beresiko biomassa lebih besar terkena ISPA sebanyak 31 (57,4%) dibandingkan dengan anak balita yang tidak beresiko biomassa sebanyak 23

    (42,6%). Hasil analisis Odds Ratio (OR) Interval (C1) 95 % diperoleh nilai OR = 2,969. Maka biomasa merupakan faktor resiko kejadian ISPA Pada anak Balita di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol. Hal ini berarti anak balita yang beresiko biomassa 2,969 kali lebih besar menderita ISPA dibandingkan anak balita yang tidak beresiko biomassa.

  • Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 55-61 Artikel VII

    58

    Faktor Resiko Kebiasaan Merokok Dalam Rumah dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita.

    Tabel 2 Faktor Resiko Kebiasaan Merokok Dalam Rumah dengan Kejadian

    ISPA Pada Anak Balita di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol

    Kebiasaan Merokok Dalam

    Rumah

    Kejadian ISPA Total

    %

    OR

    Kasus Kontrol

    f % f %

    Beresiko 24 88,9 21 77,8 45 83,3 2,286

    Tidak beresiko 3 11,1 6 22,2 9 16,7

    Jumlah 27 100 27 100 54 100

    Sumber : Data Primer 2015

    Tabel 2 menunjukan bahwa anak balita yang beresiko kebiasaan merokok dalam rumah menderita ISPA terdiri dari kasus 24 (88,9%) dan kontrol 21 (77,8%) sedangkan anak balita yang tidak beresiko kebiasaan merokok dalam rumah tidak menderita ISPA terdiri dari kasus 3 (11,1%) dan kontrol 6 (22,2%), hal ini menunjukan anak balita yang beresiko kebiasaan merokok dalam rumah lebih besar terkena ISPA yaitu sebanyak 45 (83,3%) dibandingkan dengan anak balita yang tidak beresiko kebiasaan merokok dalam rumah terkena ISPA yaitu sebanyak 9 (16,7%). Hasil Odds Ratio (OR) dengan Interval (C1) 95 % diperoleh nilai OR = 2,286. Maka Kebiasaan merokok dalam rumah merupakan faktor resiko kejadian ISPA Pada anak balita di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol. Hal ini berarti anak balita yang beresiko kebiasaan merokok dalam rumah 2,286 kali lebih besar untuk menderita ISPA dibandingkan anak balita yang tidak beresiko kebiasaan merokok dalam rumah.

    PEMBAHASAN

    Faktor Resiko Biomassa dengan Kejadian ISPA pada Anak Balita

    Biomassa (asap dapur) merupakan faktor resiko yang dapat menyebabkan ISPA, hal ini dikarenakan biomassa hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Asap pembakaran mengandung berbagai bahan partikel, seperti timbal (Pb), besi (Fe), Mangan (Mn), arsen (Ar), Cadmium (Cd) yang dapat menyebabkan iritasi pada mukosa saluran napas sehingga saluran pernapasan mudah mengalami infeksi (Ribka R, 2012). Partikel partikel tersebut apabila masuk didalam tubuh akan menyebabkan sel epitel dan silianya mudah rusak sehingga, benda asing yang masuk dalam saluran pernapasan tidak dapat dikeluarkan. Dengan demikian, saluran pernapasan akan mengerut yang disebabkan oleh saraf saraf yang terdapat didalam saluran pernapasan terganggu. Respon yang diberikan tubuh bila mengalami keadaan tersebut adalah

  • Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 55-61 Artikel VII

    59

    mengeluarkan sekret atau benda asing secara aktif melalui batuk (Wahyu, 2010). Hasil penelitian di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol menunjukan bahwa anak balita yang terpapar biomassa sebanyak 31 (57,4%) lebih banyak menderita ISPA dibandingkan anak balita sebanyak 23 (42,6) yang tidak terpapar biomassa. Hasil penelitian antara faktor resiko biomassa dengan kejadian ISPA pada anak balita yang dilakukan di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol didapatkan nilai Odss Ratio (OR) dengan Interval (C1) 95% diperoleh nilai OR = 2,969. Maka biomassa merupakan faktor resiko kejadian ISPA Pada anak balita di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol. Hal ini berarti anak balita yang terpapar biomassa 2,969 kali lebih besar menderita ISPA dibandingkan anak balita yang tidak terpapar biomassa.

    Hasil penelitian ini pun sesuai dengan penelitian yang dilakukan Mr. Panley tahun 2005 di RSU Tirtonegoro Klaten. Bahwa nilai Odds Ratio yang didapatkan OR = 4,564. Maka biomassa merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita. Penelitian ini pun sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ivonny Suzi tahun 2003 menemukan bahwa biomassa merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita dengan nilai OR = 3,83. Peneliti berasumsi hal ini dimungkinkan karena anak balita lebih banyak berada di dalam rumah bersama ibunya. Hal ini dapat meningkatkan kemungkinan anak balita untuk terpapar dengan asap kayu bakar dalam dosis yang tinggi disebabkan karena asap hasil pembakaran biomassa untuk memasak dengan kosentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru sehingga akan memudahkan timbulnya penyakit ISPA.

    Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa biomassa merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita. Karena semakin besar anak balita yang beresiko biomassa maka semakin besar pula anak balita untuk menderita ISPA.

    Faktor Resiko Kebiasaan Merokok Dalam Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita

    Keterpaparan asap rokok, khususnya bagi anak anak dapat meningkatkan resiko untuk mengalami ISPA dan gangguan paru paru di masa mendatang. Anak balita dan anggota keluarga dari perokok lebih mudah dan lebih sering menderita gangguan pernapasan dibandingkan anak balita dan anggota keluarga yang bukan perokok (Ribka R, 2012). Terdapat seorang perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar resiko anggota keluarga menderita sakit, seperti gangguan pernapasan, memperburuk asma dan memperberat penyakit pernapasan serta dapat meningkatkan resiko untuk mendapat serangan ISPA khususnya pada anak balita anak anak yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan seperti flu, asma pneumonia dan penyakit saluran pernapasan lainnya. Gas berbahaya dalam asap rokok merangsang pembentukan lendir, debu dan bakteri yang tertumpuk tidak dapat dikeluarkan, menyebabkan bronchitis kronis, lumpuhnya serat alastin di jaringan paru mengakibatkan daya pompa paru berkurang, udara tertahan di paru paru dan mengakibatkan pecahnya kantong udara (Dachroni, 2012). Dampak negatif akibat merokok tidak hanya dirasakan oleh perokok itu sendiri tetapi juga oleh orang lain yang sempat menghirup asap rokok tersebut. Asap rokok yang dihirup oleh orang lain (perokok pasif) dampaknya 2 kali lebih

  • Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 55-61 Artikel VII

    60

    besar daripada yang dihirup perokok aktif. Hasil penelitian di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol menunjukan bahwa anak balita yang ada kebiasaan merokok dalam rumah sebanyak 45 (83,3%) lebih banyak menderita ISPA dibandingkan anak balita yang tidak ada kebiasaan merokok dalam rumah sebanyak 9 (16,7). Hasil penelitian antara faktor resiko kebiasaan merokok dalam rumah dengan kejadian ISPA pada anak balita yang dilakukan di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol didapatkan nilai Odss Ratio (OR) dengan Interval (C1) 95% diperoleh nilai OR = 2,286. Maka kebiasaan merokok dalam rumah merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol. Hal ini berarti anak balita yang ada kebiasaan merokok dalam rumah 2,286 kali lebih besar menderita ISPA dibandingkan anak balita yang tidak ada kebiasaan merokok dalam rumah.

    Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Graham tahun (2004) mengenai faktor resiko kebiasaan merokok dalam rumah dengan kejadian ISPA pada anak balita dengan didapatkan nilai Odds Ratio (OR) dengan Interval (C1 95%) diperoleh nilai OR = 1,33. Hal ini berarti kebiasaan merokok dalam rumah merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita. Dilain pihak penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Imran Lubis di Kelurahan Kabonga Kecil Kecamatan Banawa tahun (2003) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa asap rokok bukan merupakan Faktor resiko kejadian ISPA pada anak Balita. Hal ini juga bertentangan dengan Naomi S, tahun (2007) dimana dalam hasil penelitiannya didapatkan bahwa kebiasaan merokok dalam rumah merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita dengan OR = 3,447.

    Peneliti berasumsi seringnya anak balita mengalami keterpaparan asap rokok mempunyai resiko yang besar dengan terjadinya penyakit ISPA disebabkan karena udara yang terkena polusi dan tercemar oleh asap rokok secara langsung dapat masuk kedalam organ pernapasan dan merusak paru paru anak balita yang masih rentan. Anak balita yang orang tuanya perokok lebih mudah terkena penyakit saluran pernapasan, terdapat perokok atau lebih dalam rumah akan memperbesar resiko balita mengalami gangguan pernapasan. Hal inilah yang paling memperbesar resiko terjadinya penyakit ISPA pada anak balita. Penelitian diatas menunjukan bahwa kebiasaan merokok dalam rumah merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita. Hal ini diakibatkan karena adanya perokok dalam rumah dapat meningkatkan tingginya penderita ISPA pada anak balita.

    KESIMPULAN

    1. Biomassa merupakan faktor resiko kebiasaan merokok dalam rumah dengan nilai OR = 2,969. Hal ini berarti anak balita yang terpapar biomassa 2,969 kali lebih besar untuk menderita ISPA dibandingkan dengan anak balita yang tidak terpapar biomassa.

    2. Kebiasaam merokok dalam rumah merupakan faktor resiko kejadian ISPA pada anak balita dengan nilai OR = 2,286. Hal ini berarti anak balita yang ada kebiasaan merokok dalam rumah 2,286 kali lebih besar untuk menderita ISPA dibandingkan dengan anak balita yang tidak ada kebiasaan merokok dalam rumah.

    SARAN

    1. Bagi Instansi Penelitian ini diharapkan dapat

    digunakan sebagai masukan dan bahan informasi bagi para pengelola

  • Promotif, Vol.5 No.1, Okt 2015 Hal 55-61 Artikel VII

    61

    P2 ISPA dan tenaga kesehatan lainnya dalam perencanaan penanggulangan penyakit ISPA pada anak balita agar faktor resiko kejadian penyakit ISPA dapat teratasi secara menyeluruh di Desa Potugu Kecamatan Momunu Kabupaten Buol.

    2. Bagi Institusi Penelitian ini diharapkan dapat

    dijadikan bahan pustaka bagi mahasiswa Universitas Muhammadiyah Palu khususnya Fakultas Kesehatan Masyarakat yang membutuhkan informasi mengenai penyakit ISPA.

    3. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan bagi peneliti selanjutnya

    dapat melanjutkan dan mengembangkan penelitian dengan jumlah variabel yang berbeda.

    DAFTAR PUSTAKA

    Andreani, 2014. Profil Puskesmas Momunu, Puskesmas Momunu. Momunu Dachroni, 2012. Jangan Biarkan Hidup

    Dikendalikan Rokok. Interaksi Media Promosi Kesehatan Indonesia. Jakarta

    Graham, 2004. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

    Ivonyy, 2003. Biostatistik II Bahan Kuliah, FKM UH, Makasar Iswarini, 2008. Pedoman Tatalaksana

    Pneumonia Pada Anak Balita. Dirjen PP dan PL. Jakarta

    Khya, 2014. Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Buol, Dinkes Buol. Buol

    Lubis. I, 2003. Metode Penelitian Survei SPSS, Renika Cipta. Jakarta

    Notoatmodjo, 2008. Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta : Jakarta

    Neslon, 2008. Ilmu Kesehatan Anak Volume 2. EGC, Jakarta

    Panley, 2005. Metodologi PPenelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta

    Ribka. R, 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita di Lembang Batu Sura. Epidemiologi Universitas Hasanudin. Makasar

    Sukar, 2008. Pengaruh Kualitas Lingkungan Dalam Ruang (Indoor) Terhadapa ISPA Pneumonia, Buletin Penelitian Kesehatan. Bandung

    Shann, 2008. Penanggulangan Penyakit ISPA Pada Anak Balita. Renika Cipta. Jakarta

    Supartini, 2008. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak Balita. EGC, Jakarta