6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

39
TUGAS MAKALAH BIOKIMIA HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN KECAP MANIS DENGAN FERMENTASI DAN TANPA FERMENTASI Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biokimia Disusun oleh : Rombel 1 Noviyanti Rahayu 6411414008 JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

Transcript of 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

Page 1: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

TUGAS MAKALAH BIOKIMIA

HUBUNGAN KANDUNGAN PROTEIN KECAP MANIS DENGAN

FERMENTASI DAN TANPA FERMENTASI

Disusun Dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Biokimia

Disusun oleh :

Rombel 1

Noviyanti Rahayu 6411414008

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015

Page 2: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah “Hubungan

Kandungan Protein Kecap Manis dengan Fermentasi dan Tanpa

Fermentasi” ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah

biokimia.

Karena keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman

penulis, maka makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk kritik

dan saran yang membangun dari semua pihak kami harapkan.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi

para pembaca.

Semarang, April 2015

Penulis

1

Page 3: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................... 1

DAFTAR ISI................................................................................ 2

BAB I. PENDAHULUAN............................................................. 3

1.1Latar Belakang...................................................................... 3

1.2Rumusan Masalah................................................................ 4

1.3Tujuan................................................................................... 4

BAB II. PEMBAHASAN.............................................................. 3

2.1 Karbohidrat .......................................................................... 5

2.1.1 Metabolisme Karbohidrat............................................. 6

2.1.2 Fungsi Karbohidrat....................................................... 16

2.2 Laktosa................................................................................. 17

2.3 Metabolisme Laktosa............................................................ 17

2.3.1 Enzim Laktase............................................................. 19

2.4 Intoleransi Laktosa……………………………………………… 21

2.4.1 Epidemiologi………………………………………………. 22

2.4.2 Patofisiologi……………………………………………….. 22

2.5 Hubungan Intoleransi Laktosa dengan Alergi protein susu sapi 23

BAB III. PENUTUP

3.1 KESIMPULAN...................................................................... 26

3.2 SARAN................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA................................................................... 27

2

Page 4: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Metabolisme merupakan kegiatan terpenting dalam tubuh,

Metabolisme terjadi pada saat menit pertama makanan masuk ke

perut dan pencernaan dimulai. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas

dan kelenjar tiroid membantu dalam pemecahan makanan yang

dicerna menjadi zat lebih sederhana. Zat-zat sederhana diserap oleh

sel-sel tubuh dan membantu dalam pelepasan energi dan

melaksanakan proses lain dalam tubuh, seperti penyembuhan luka,

pengaturan suhu tubuh, pembentukan sel-sel baru, membuang racun

dari tubuh, dan sebagainya.

Kelainan metabolisme seringkali disebabkan oleh kelainan

genetik yang mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan

untuk merangsang suatu proses metabolisme. Karbohidrat adalah

gula. Beberapa gula sederhana, dan lainnya lebih kompleks. Sukrose

(gula meja) dibuat dari dua gula yang lebih sederhana yaitu glukosa

dan fruktosa. Laktose (gula susu) terbuat dari glukosa dan galaktose.

Baik sucrose maupun laktose harus dipecahkan ke dalam gula

pembentuknya dengan enzim sebelum badan bias menyerap dan

memakai mereka. Karbohidrat pada roti, pasta, padi, dan makanan

lain yang berisi karbohidrat adalah rangkaian panjang molekul gula

sederhana. Molekul ini yang lebih panjang juga harus dibongkar oleh

tubuh. Jika enzim yang diperlukan untuk mengolah gula tertentu

hilang, gula bisa menumpuk di badan, menyebabkan masalah.

Susu merupakan sumber nutrisi yang penting untuk pertumbuhan

bayi mammalia, termasuk manusia, yang mengandung karbohidrat,

protein, lemak, mineral dan vitamin. Laktosa yang merupakan satu-

satunya karbohidrat dalam susu mammalia, adalah disakarida yang

terdiri dari gabungan 2 monosakrida yaitu glukosa dan galaktosa

(Heyman, 2006).

3

Page 5: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

Laktosa yang terdapat pada susu, perlu dihidrolisa menjadi

glukosa dan galaktosa terlebih dahulu supaya bisa diserap oleh

dinding usus dan memasuki peredaran darah (Ingram et al. 2009).

Untuk proses hidrolisa tersebut diperlukan ensim laktase, yang

terdapat pada brush border mukosa usus halus. Adanya defisiensi

ensim tersebut akan menyebabkan kondisi yang disebut intoleransi

laktosa (Sinuhaji, 2006).

1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa yang dimaksud karbohidrat?

2. Apa yang dimaksud laktosa?

3. Bagaimana mekanisme metabolisme laktosa?

4. Apa yang dimaksud Intoleransi Laktosa?

5. Bagaimana hubungan Intoleransi Laktosa dengan alergi protein

susu sapi?

1.3 TUJUAN

1. Mengetahui apa yang dimaksud karbohidrat

2. Mengetahui apa yang dimaksud laktosa

3. Mengetahui mekanisme metabolisme laktosa

4. Mengetahui apa yang dimaksud Intoleransi Laktosa

5. Mengetahui hubungan Intoleransi Lakstosa dengan alergi

protein susu sapi

4

Page 6: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Protein

Istilah protein diperkenalkan pada tahun 1830-an oleh pakar kimia

Belanda bernama Mulder, yang merupakan salah satu dari orang-orang

pertama yang mempelajari kimia dalam protein secara sistematik. Ia

secara tepat menyimpulkan peranan inti dari protein dalam sistem hidup

dengan menurunkan nama dari bahasa Yunani proteios, yang berarti

“bertingkat pertama”. Protein merupakan makromolekul yang menyusun

lebih dari separuh bagian dari sel. Protein menentukan ukuran dan

struktur sel, komponen utama dari sistem komunikasi antar sel serta

sebagai katalis berbagai reaksi biokimia di dalam sel. Karena itulah

sebagian besar aktivitas penelitian biokimia tertuju pada protein

khususnya hormon, antibodi dan enzim.

Semua jenis protein terdiri dari rangkaian dan kombinasi dari 20 asam

amino. Setiap jenis protein mempunyai jumlah dan urutan asam amino

yang khas. Di dalam sel, protein terdapat baik pada membrane plasma

maupun membran internal yang menyusun organel sel seperti

mitokondria, retikulum endoplasma, nukleus dan badan golgi dengan

fungsi yang berbeda-beda tergantung pada tempatnya. Protein-protein

yang terlibat dalam reaksi biokimia sebagian besar berupa enzim

banyak terdapat di dalam sitoplasma dan sebagian terdapat pada

kompartemen dari organel sel. Protein merupakan kelompok

biomakromolekul yang sangat heterogen. Ketika berada di luar makhluk

hidup atau sel, protein sangat tidak stabil.

Keistimewaan lain dari protein ini adalah strukturnya yangmengandung N (15,30-18%), C (52,40%), H (6,90-7,30%), O (21-23,50%), S (0,8-2%), disamping C, H, O (seperti juga karbohidrat danlemak), dan S kadang-kadang P, Fe dan Cu (sebagai senyawakompleks dengan protein). Dengan demikian maka salah satu caraterpenting yang cukup spesifik untuk menentukan jumlah proteinsecara kuantitatif adalah dengan penentuan kandungan N yang adadalam bahan makanan atau bahan lain (Sudarmaji, S, dkk. 1989.

5

Page 7: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty: Yogyakarta).

2.1.1 Metabolisme karbohidrat

Semua jenis karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida,

proses penyerapan ini terjadi di usus halus. Glukosa dan galaktosa

memasuki aliran darah dengan jalan transfer aktif, sedangkan

fruktosa dengan jalan difusi. Para ahli sepakat bahwa karbohidrat

hanya dapat diserap dalam bentuk disakarida. Hal ini dibuktikan

dengan dijumpainya maltosa, sukrosa dan laktosa dalam urine

apabila mengkonsumsi gula dalam jumlah banyak. Akhimya berbagai

jenis karbohidrat diubah menjadi glukosa sebelum diikut sertakan

dalam proses metabolisme. Proses metabolisme karbohidrat yaitu

sebagai berikut:

I. Glikolisis

Glikolisis adalah rangkaian reaksi kimia penguraian glukosa

(yang memiliki 6 atom C) menjadi asam piruvat (senyawa yang

memiliki 3 atom C), NADH, dan ATP. NADH (Nikotinamida

Adenina Dinukleotida Hidrogen) adalah koenzim yang mengikat

elektron (H), sehingga disebut sumber elektron berenergi tinggi.

ATP (adenosin trifosfat) merupakan senyawa berenergi tinggi.

Setiap pelepasan gugus fosfatnya menghasilkan energi. Pada

proses glikolisis, setiap 1 molekul glukosa diubah menjadi 2

molekul asam piruvat, 2 NADH, dan 2 ATP (Rochimah, 2009).

Glikolisis memiliki sifat-sifat, antara lain: glikolisis dapat

berlangsung secara aerob maupun anaerob, glikolisis melibatkan

enzim ATP dan ADP, serta peranan ATP dan ADP pada glikolisis

adalah memindahkan (mentransfer) fosfat dari molekul yang satu

ke molekul yang lain. Pada sel eukariotik, glikolisis terjadi di

sitoplasma (sitosol). Glikolisis terjadi melalui 10 tahapan yang

terdiri dari 5 tahapan penggunaan energi dan 5 tahapan pelepasan

energi. Berikut ini reaksi glikolisis secara lengkap: Dari skema

tahapan glikolisis menunjukkan bahwa energi yang dibutuhkan

pada tahap penggunaan energi adalah 2 ATP. Sementara itu,

6

Page 8: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

energy yang dihasilkan pada tahap pelepasan energi adalah 4 ATP

dan 2 NADH. Dengan demikian, selisih energi atau hasil akhir

glikolisis adalah 2 ATP + 2 NADH (Rochimah, 2009).

Proses pembentukan ATP inilah yang disebut fosforilasi. Pada

tahapan glikolisis tersebut, enzim mentransfer gugus fosfat dari

substrat (molekul organic dalam glikolisis) ke ADP sehingga

prosesnya disebut fosforilasi tingkat substrat (Rochimah, 2009).

Gambar reaksi glikolisis

7

Page 9: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

8

Page 10: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

II. Dekarboksilasi oksidatif

Tahapan dekarboksilasi oksidatif, yaitu tahapan pembentukan

CO2 melalui reaksi oksidasi reduksi (redoks) dengan O2 sebagai

penerima elektronnya. Dekarboksilasi oksidatif ini terjadi di dalam

mitokondria sebelum masuk ke tahapan siklus Krebs. Oleh karena

itu, tahapan ini disebut sebagai tahapan sambungan (junction)

antara glikolisis dengan siklus Krebs. Pada tahapan ini, asam

piruvat (3 atom C) hasil glikolisis dari sitosol diubah menjadi asetil

koenzim A (2 atom C) di dalam mitokondria. Pada tahap 1, molekul

piruvat (3 atom C) melepaskan elektron (oksidasi) membentuk

CO2 (piruvat dipecah menjadi CO2 dan molekul berkarbon 2).

Pada tahap 2, NAD+ direduksi (menerima elektron) menjadi NADH

+ H+. Pada tahap 3, molekul berkarbon 2 dioksidasi dan mengikat

Ko-A (koenzim A) sehingga terbentuk asetil Ko-A. Hasil akhir

tahapan ini adalah asetil koenzim A, CO2, dan 2NADH (Rochimah,

2009). Berikut gambar di bawah ini reaksi dekarboksilasi oksidatif

dan reaksinya.

9

Page 11: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

III. Siklus Krebs

Siklus Krebs terjadi di matriks mitokondria dan disebut juga

siklus asam trikarboksilat. Hal ini disebabkan siklus Krebs tersebut

menghasilkan senyawa yang mempunyai gugus karboksil, seperti

asam sitrat dan asam isositrat. Asetil koenzim A hasi dekarboksilasi

oksidatif memasuki matriks mitokondria untuk bergabung dengan

asam oksaloasetat dalam siklus Krebs, membentuk asam sitrat.

Demikian seterusnya, asam sitrat membentuk bermacam-macam

zat dan akhirnya membentuk asam oksaloasetat lagi (Rochimah,

2009).

Berikut ini tahapan-tahapan dari 1 kali siklus Krebs:

1. Asetil Ko-A (2 atom C) menambahkan atom C pada oksaloasetat

(4 atom C) sehingga dihasilkan asam sitrat (6 atom C).

2. Sitrat menjadi isositrat (6 atom C) dengan melepas H2O dan

menerima H2O kembali.

3. Isositrat melepaskan CO2 sehingga terbentuk - ketoglutarat (5

atom C).

10

Page 12: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

4. ketoglutarat melepaskan CO2. NAD+ sebagai akseptor atau

penerima elektron) untuk membentuk NADH dan menghasilkan

suksinil Ko-A (4 atom C).

5. Terjadi fosforilasi tingkat substrat pada pembentukan GTP

(guanosin trifosfat) dan terbentuk suksinat (4 atom C).

6. Pembentukan fumarat (4 atom C) melalui pelepasan FADH2.

7. Fumarat terhidrolisis (mengikat 1 molekul H2O) sehingga

membentuk malat (4 atom C).

8. Pembentukan oksaloasetat (4 atom C) melalui pelepasan NADH.

satu siklus Krebs tersebut hanya untuk satu molekul piruvat saja.

Sementara itu, hasil glikolisis menghasilkan 2 molekul piruvat (untuk 1

molekul glukosa). Oleh karena itu, hasil akhir total dari siklus Krebs

tersebut adalah 2 kalinya. Dengan demikian, diperoleh hasil sebanyak 6

NADH, 2FADH2 dan 2ATP (ingat: jumlah ini untuk katabolisme setiap 1

molekul glukosa).

IV. Transfer electron

Sebelum masuk rantai tanspor elektron yang berada dalam

mitokondria, 8 pasang atom H yang dibebaskan selama

berlangsungnya siklus Krebs akan ditangkap oleh NAD dan FAD

menjadi NADH dan FADH. Pada saat masuk ke rantai transpor

elektron, molekul tersebut mengalami rangkaian reaksi oksidasi-

reduksi (Redoks) yang terjadi secara berantai dengan melibatkan

beberapa zat perantara untuk menghasilkan ATP dan H2O.

Beberapa zat perantara dalam reaksi redoks, antara lain

flavoprotein, koenzim A dan Q serta sitokrom yaitu sitokrom a, a3,

b, c, dan c1. Semua zat perantara itu berfungsi sebagai pembawa

hidrogen/pembawa elektron (electron carriers) untuk 1 molekul

NADH2 yang masuk ke rantai transpor elektron dapat dihasilkan 3

11

Page 13: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

molekul ATP sedangkan dari 1 molekul FADH2 dapat dihasilkan 2

molekul ATP (Kistinnah, 2009).

Molekul pertama yang menerima elektron berupa . avoprotein,

dinamakan avin mononukleotida (FMN). Selanjutnya, elektron

dipindahkan berturut-turut melewati molekul protein besi-sulfur (Fe-

S), ubiquinon (Q atau CoQ), dan sitokrom (Cyst). Elektron

melewati sitokrom b, Fe-S, sitokrom c1, sitokrom c, sitokrom a,

sitokrom a3, dan oksigen sebagai penerima elektron terakhir.

Akhirnya terbentuklah molekul H2O (air). Pada sistem transportasi

elektron, NADH dan FADH2 masingmasing menghasilkan rata-rata

3 ATP dan 2 ATP. Sebanyak 2 NADH hasil glikolisis dan 2 NADH

hasil dekarboksilasi oksidatif masing-masing menghasilkan 6 ATP.

Sementara itu, 6 NADH dan 2 FADH2 hasil siklus Krebs masing-

masing menghasilkan 18 ATP dan 4 ATP. Jadi, sistem transportasi

elektron menghasilkan 34 ATP (Rochimah, 2009).

Setiap molekul glukosa akan menghasilkan 36 ATP dalam

respirasi. Hasil ini berbeda dengan respirasi pada organism

prokariotik. Telah diketahui bahwa oksidasi NADH atau NADPH2

dan FADH2 terjadi dalam membrane mitokondria, namun ada

NADH yang dibentuk di sitoplasma (dalam proses glikolisis). Pada

organism eukariotik, untuk memasukkan setiap 1 NADH dari

12

Page 14: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

sitoplasma ke dalam mitokondria diperlukan 1 ATP. Dengan

demikian, 2 NADH dari glikolisis menghasilkan hasil bersih 4 ATP

setelah dikurangi 2 ATP. Sementara itu, pada organisme

prokariotik, karena tidak memiliki sistem membran dalam maka

tidak diperlukan ATP lagi untuk memasukkan NADH ke dalam

mitokondria sehingga 2 NADH menghasilkan 6 ATP. Akibatnya

total hasil bersih ATP yang dihasilkan respirasi aerob pada

organisme prokariotik, yaitu 38 ATP (Sembiring, 2009).

V. Glikogenesis

Kelebihan glukosa dalam tubuh akan disimpan dalam hati dan

otot (glikogen) ini disebut glikogenesis. Glukosa yang berlebih ini

akan mengalami

fosforilasi menjadi

glukosa-6-phospat. Di

otot reakssi ini dikatalis

oleh enzim heksokinase

sedangkan di hati

dikatalis oleh

glukokinase. Glukosa-6-

phospat diubah menjadi

glukosa-1-phospat

dengan katalis

fosfoglukomutase

13

Page 15: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

menjadi glukosa-1,6-biphospat. Selanjutnya glukosa-1-phospat

bereaksi ddengan uridin triphospat (UTP) untuk membentuk uridin

biphospat glukosa (UDPGlc) dengan katalis UDPGlc

pirofosforilase.

Atom C1 pada glukosa yang diaktifkan oleh UDPGlc

membentuk ikantan glikosidik dengan atom C4 pada residu

glukosa terminal glikogen, sehingga membebaskan UDP. Reaksi

ini dikatalis oleh enzim glikogen sintase. Molekul glikogen yang

sudah ada sebelumnya harus ada untuk memulai reaksi ini.

Glikogen primer selanjutnya dapat terbentuk pada primer protein

yang dikenal sebagai glokogenin. Setelah rantai glikogen primer

diperpanjang dengan penambahan glukosa tersebut hingga

mencapai minimal 11 residu glukosa, maka enzim pembentuk

cabang memindahkan bagian dari rantai 1 ke 4 (panjang minimal

6 residu glukosa0 pada rantai yang berdekatan untuk

membentuk rangkaian 1 ke 6 sehingga membuat titik cabang pad

molekul tersebut. Cabang-cabang ini akan tumbuh dengan

penambahan cabang selanjutnya. Setelah jumlah residu terminal

yang non reduktif bertambaah, jumlah total tapak reaktif dalam

molekul akan meningkat sehinggaa akan mempercepat

glikogenesis maupun glikogenolisis (Mulasari dan Tri, 2013).

VI. Glikogenolisis

Proses perubahan glikogen menjadi glukosa. atau kebalikan dari

glikogenesis.

14

Page 16: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

VII. Glikoneogenesis

Proses pembentukan glukosa dari senyawa prekursor

karbohidrat pada jaringan hewan (hati), tumbuhan (biji) dan

mikroorganisme Pada hewan prekursor penting dalam

glukoneogenesis :piruvat, gliserol dan asam Amino Reaksi

glukoneogenesis berlangsung di semua organisme dengan pola

yang sama, perbedaan terjadi pada beberapa senyawa metabolit

dan sistem pengaturannya. Perbedaan utama glikolisis dan

glukoneogenesis:

Glikolisis : glukosa menjadi piruvat

Glukoneogenesis : piruvat menjadi glukosa

Pengaturan glikolisis dan glukoneogenesis adalah secara

berlawanan. Asetil KoA akan menghambat secara allosterik

pembentukan piruvat menjadi asetil Ko A, tetapi meningkatkan

piruvat menjadi oksaloasetat.

Kelebihan glukosa pada organisme akan diubah menjadi

glikogen (pada hewan), amilum, sukrosa dan polisakarida yang lain

(pada tumbuhan) Glukosa akan diubah menjadi glukosa nukleotida

yakni glukosa-UDP (uridin difosfat) yang dikatalisis oleh glikogen

sintetase untuk pembentukan ikatan a1 menjadi 4, untuk

15

Page 17: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

pembentukan ikatan 1 menjadi 6 oleh glikosil (1 menjadi 6)

transferase atau amilo (1 menjadi 4) menjadi (1 menjadi 6)

transglikosilase Glukosa-UDP juga merupakan substrat bagi

sintesis sukrosa sedangkan glukosa-ADP merupakan substrat bagi

sintesis amilum (Najmiatul, 2011).

2.1.2 Fungsi karbohidrat

Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan

karakteristik bahan makanan, seperti rasa, warna dan tekstur

(Hutagalung, 2004).

Fungsi karbohidrat di dalam tubuh adalah:

1. Fungsi utamanya sebagai sumber enersi (1 gram karbohidrat

menghasilkan 4 kalori) bagi kebutuhan sel-sel jaringan tubuh.

Sebagian dari karbohidrat diubah langsung menjadi enersi

untuk aktifitas tubuh, clan sebagian lagi disimpan dalam bentuk

glikogen di hati dan di otot. Ada beberapa jaringan tubuh seperti

sistem syaraf dan eritrosit, hanya dapat menggunakan enersi

yang berasal dari karbohidrat saja.

2. Melindungi protein agar tidak dibakar sebagai penghasil enersi.

Kebutuhan tubuh akan enersi merupakan prioritas pertama; bila

karbohidrat yang di konsumsi tidak mencukupi untuk kebutuhan

enersi tubuh dan jika tidak cukup terdapat lemak di dalam

makanan atau cadangan lemak yang disimpan di dalam tubuh,

maka protein akan menggantikan fungsi karbohidrat sebagai

penghasil enersi. Dengan demikian protein akan meninggalkan

fungsi utamanya sebagai zat pembangun. Apabila keadaan ini

berlangsung terus menerus, maka keadaan kekurangan enersi

dan protein (KEP) tidak dapat dihindari lagi.

3. Membantu metabolisme lemak dan protein dengan demikian

dapat mencegah terjadinya ketosis dan pemecahan protein

yang berlebihan.

4. Di dalam hepar berfungsi untuk detoksifikasi zat-zat toksik

tertentu.

16

Page 18: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

5. Beberapa jenis karbohidrat mempunyai fungsi khusus di dalam

tubuh. Laktosa rnisalnya berfungsi membantu penyerapan

kalsium. Ribosa merupakan merupakan komponen yang

penting dalam asam nukleat.

6. Selain itu beberapa golongan karbohidrat yang tidak dapat

dicerna, mengandung serat (dietary fiber) berguna untuk

pencernaan, memperlancar defekasi.

2.2 LAKTOSA

Laktosa, β galacotse 1,4 glukosa merupakan komposisi gula pada

susu mammalia yang unik. Laktosa merupakan disakarida yang terdiri

dari glukosa dan galaktosa (Solomons, 2002). Laktosa merupakan

sumber energi yang memasok hampir setengah dari keseluruhan kalori

yag terdapat pada susu (35-45%). Selain itu, laktosa juga diperlukan

untuk absorbsi kalsium. Hasil hidrolisa laktosa yang berupa galaktosa,

adalah senyawa yang penting untuk pembentukan sebrosida.

Serebrosida ini penting untuk perkembangan fan fungsi otak. Galaktosa

juga dapat dibentuk oleh tubuh dari glukosa di hati. Karena itu

keberadaan laktosa sebagai karbohidrat utama yang terdapat di susu

mammalia, termasuk ASI, merupakan hal yang unik dan penting

(Sinuhaji, 2006).

Laktosa hanya dibuat di sel-sel kelenjar mamma pada masa

menyusui melalui reaksi antara glukosa dan galaktosa uridin difosfat

dengan bantuan lactose synthetase. Kadar laktosa dalam susu sangat

bervariasi antara satu mammalia dengan yang lain. ASI mengandung

7% laktosa, sedangkan susu sapi hanya mengandung 4% (Sinuhaji,

2006).

2.3 METABOLISME LAKTOSA

Karbohidrat yang dimakan diserap dalam bentuk monosakarida

(glukosa, galaktosa, dan fruktosa). Karena itu laktosa harus dihidrolisa

menjadi glukosa dan galaktosa terlebih dahulu agar proses absorbsi

17

Page 19: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

dapat berlangsung. Hidrolisa ini dilakukan oleh laktase (β-galactosidase),

suatu enzim yang terdapat pada brush border mukosa usus halus

(Mattews, 2005).

Laktosa dalam bentuk bebas dan tidak terikat dengan molekul

lainnya hanya dapat ditemukan pada susu. Laktosa disintetase dengan

menggunakan UDP-galaktose dan glukosa sebagai substrat. Sintetase

laktose terdiri dari 2 subunit: galactosyltransferase dan α-lactalbumin. α-

lactalbumin merupakan subunit yang meyebabkan galactosyltransferase

mengubah galaktosa menjadi glukosa. Subunit katalitik meningkat

selama kehamilan, dimana kadar α- lactalbumin dipengaruhi oleh

hormon dan meningkat hanya pada akhir kehamilan ketika kadar

prolaktin meningkat (Campbell et al. 2005).

18

Page 20: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

2.3.1 Enzim Laktase

Laktase merupakan ensim yang penting untuk hidrolisa laktosa yang

terdapat pada susu. Pada brush border vili usus halus terdapat enzim

lain seperti sukrase, maltase, dan glukoamilase. Laktase ditemukan

pada bagian luar brush border dan di antara semua disakaridase,

laktase yang paling sedikit. Pada kerusakan mukosa karena

gastroenteritis, akan aktivitas ensim laktase akan terganggu (Sinuhaji,

2006).

Laktase dapat menghidrolisa berbagai macam substrat. Ensim

laktase termasuk dalam kelas ensim β-galactosidase sehingga memiliki

aktivitas glukosidase dan glikosilceramidase. Laktase memiliki 2 sisi

yang aktif, satu untuk memecah laktosa dan yang lainnya untuk hidrolasi

pholorizin dan glicolipid. Sejumlah aksi dari sisi phlorizin berguna untuk

manusia dan dapat menjelaskan mengapa masih terdapat aktivitas

ensim laktase setelah proses penyapihan (Campbell et al. 2005).

Gambar 1. Laktase terletak pada brush border vili usus halus

19

Page 21: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

Gambar 2. Laktosa yang merupakan disakarida terdiri dari gugus

galaktose dan glukosa akan dihidrolisa dengan bantuan ensim laktase

menghasilkan monosakarida yaitu galaktosa dan glukosa.

Gen pengkode laktase terletak pada kromosom 2 (Enattah et al.

2002). Ekspresinya terutama pada enterosit usus halus mammalia dan

sangat sedikit pada kolon selama perkembangan janin. Manusia terlahir

dengan ekspresi laktase yang tinggi. Pada sebagian besar populasi di

dunia, transkiripsi laktase di down regulasi setelah penyapihan, yang

menyebabkan menghilangnya ekspresi laktase pada usus halus, dimana

hilangnya ekspresi laktase inilah yang menyebabkan suatu kondisi yang

disebut intoleransi laktosa (Sinuhaji, 2006).

Pada janin manusia, aktivitas laktase sudah nampak pada usia

kehamilan 3 bulan dan aktifitasnya akan menngkat pada minggu ke 35-

38 hingga 70% dari bayi lahir aterm. Karena itu, defisiensi laktase primer

yang dijumpai pada bayi prematur dihubungkan dengan perkembangan

usus immatur (developmental lactase deficiency). Defisiensi laktase

kongenital pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang jarang

dijumpai dan merupakan penyakit yang diturunkan secara autosomal

resesif (Sinuhaji, 2006).

Aktivitas laktase akan mengalami penurunan secara nyata pada

usia 2-5 tahun (late onset lactase deficiency) walau laktosa terus

diberikan. Ini menandakan bahwa laktase bukan merupakan ensim

adaptif. Pada beberapa ras, terutama orang kulit putih di Eropa Utara,

20

Page 22: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

beberapa suku nomaden di Afrika, aktivitas laktase pada manusia

dewasa tetap tinggi (persistence of lactase activity) (Sinuhaji, 2006).

2.4 Intoleransi Laktosa

Intoleransi laktosa merupakan sindroma klinis yang ditandai oleh

satu atau lebih manifestasi klinis seperti sakit perut, diare, mual,

kembung, produksi gas di usus meningkat setelah konsumsi laktosa atau

makanan yang mengandung laktosa. Jumlah laktosa yang menyebabkan

gejala bervariasi dari individu ke individu, tergantung pada jumlah

laktosa yang dikonsumsi, derajat defisiensi laktosa, dan bentuk makanan

yang dikonsumsi (Heyman, 2006).

Mekanisme Intoleransi Laktosa:

• Enzim laktase berkurang/tidak ada

• Laktosa tidak dapat dipecah menjadi glukosa dan galaktosa

• Laktosa sifat osmotik menarik air ke dalam usus kecil sakit perut,

mulas, kejang perut, keluar gas, dan diare

• Laktosa tidak diserap

Menarik air kolon Gas (H2, CO2,CH4)

Fermentasi Asam lemak rantai

pendek

Asam Laktat

Mulas, Kejang perut,Diare

Beberapa terminologi yang berkaitan dengan intoleransi laktosa

antara lain:

- Malabsorbsi laktosa

Permasalahan fisiologis yang bermanifestasi sebagai intoleransi

laktosa dan disebabkan karena ketidakseimbangan antara jumlah

laktosa yang yang dikonsumsi dengan kapasitas laktase untuk

menghidrolisa disakarida (Heyman, 2006).

- Defisiensi laktase primer

21

Page 23: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

Tidak adanya laktase baik secara relatif maupun absolut yang

terjadi pada anak-anak pada usia yang bervariasi pada kelompok ras

tertentu dan merupakan penyebab tersering malabsorbsi laktosa dan

intoleransi laktosa. Defisiensi laktase primer juga sering disebut

hipolaktasia tipe dewasa, laktase nonpersisten, atau defisiensi laktase

herediter (Heyman, 2006).

- Defisiensi laktase sekunder

Defisiensi laktase yang diakibatkan oleh injuri usus kecil, seperti

pada gastroenteritis akut, diare persisten, kemoterapi kanker, atau

penyebab lain injuri pada mukosa usus halus, dan dapat terjadi pada

usia berapapun, namun lebih sering terjadi pada bayi (Heyman, 2006).

- Defisiensi laktase kongenital

Merupakan kelainan yang sangat jarang yang disebabkan karena

mutasi pada gen LCT. Gen LCT ini yang memberikan instruksi untuk

pembuatan ensim laktase (Madry, 2010).

2.4.1 Epidemiologi

Secara global, diperkirakan 65-75% penduduk dunia sebenarnya

mengalami defisiensi laktase primer dan sangat sering terjadi pada

orang Asia, Amerika Selatan, dan Afrika (Swallow 2003).

2.4.2 Patofisiologi

Apabila terjadi defisiensi laktase baik primer maupun sekunder,

laktosa tidak bisa dipecah menjadi bentuk yang bisa diserap, sehingga

laktosa akan menumpuk. Laktosa merupakan sumber energi yang baik

untuk mikroorganisme di kolon, dimana laktosa akan difermentasi oleh

mikroorganisme tersebut dan menghasilkan asam laktat, gas methan

(CH4) dan hidrogen (H2). Gas yang diproduksi tersebut memberikan

perasaan tidak nyaman dan distensi usus dan flatulensia. Asam laktat

yang diproduksi oleh mikroorganisme tersebut aktif secara osmotik dan

menarik air ke lumen usus, demikian juga laktosa yang tidak tercerna

juga menarik air sehingga menyebabkan diare. Bila cukup berat,

produksi gas dan adanya diare tadi akan menghambat penyerapan

nutrisi lainnya seperti protein dan lemak (Sinuhaji, 2006).

22

Page 24: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

2.5 Hubungan Intoleransi Laktosa dengan Alergi Protein Susu Sapi

Susu dan produk susu lainnya terkandung komponen gula atau

karbohidrat yang dikenal dengan laktosa atau gula susu. Tubuh dalam

keadaan normal dapat memecah laktosa menjadi gula sederhana

dengan bantuan enzim laktase. Mamalia ada yang tidak mampu

memproduksi laktase sejak masa penyapihan.

Laktase pada manusia terus diproduksi sepanjang hidupnya karena

tanpa laktase yang cukup, manusia tidak dapat mencerna laktosa

sehingga akan mengalami gangguan pencernaan seperti sakit perut dan

diare yang dikenal sebagai intoleransi laktosa atau defisiensi laktase.

Setiap orang pernah mengkonsumsi susu atau produk susu. Sejak masa

bayi hingga dewasa dan usia lanjut, orang terbiasa mengkonsumsi susu

atau produk susu. Saat usia bayi sampai balita adalah saat memerlukan

susu karena susu mengandung gizi yang dibutuhkan oleh tubuh.

Pemberian susu formula pada bayi hanya dilakukan bila susu formula

memang benar-benar dibutuhkan untuk mengatasi keadaan dimana bayi

tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena berbagai sebab dan

pertimbangan. Pemberian susu formula yang berbahan dasar susu sapi

kerap menimbulkan masalah alergi (makanan). Manifestasi klinis alergi

susu sapi bervariasi, dari yang ringan hingga yang berat. Prinsip

penatalaksanaan alergi makanan menganjurkan tindakan yang paling

penting adalah melakukan eliminasi terhadap bahan yang bersifat

alergenik (Munasir 2002).

Sekalipun seringkali memiliki gejala yang mirip atau bahkan terlihat

sama, namun alergi susu sapi berbeda dengan intoleransi laktosa (yang

dikenal juga dengan intoleransi susu). Orang dengan kondisi intoleransi

laktosa tidak bisa mencerna gula kompleks, yaitu laktosa, yang

terkandung dalam susu dan produk olahan susu lainnya. Kurangnya

enzim laktase dalam usus menyebabkan orang-orang ini tidak bisa

mencerna laktosa menjadi bentuk yang lebih sederhana, yaitu galaktosa

dan glukosa. Jadi penyebab terjadinya intoleransi laktosa adalah

23

Page 25: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

gangguan pada sistem penyerapan, sedangkan pada alergi susu sapi

disebabkan oleh reaksi alergi terhadap protein susu sapi yang dipicu

oleh sistem imun.

Susu sapi mengandung lebih dari 20 komponen protein yang dapat

menyebabkan reaksi alergi (Gjesing et al. 1986, Cavagni et al. 1994,

Docena et al. 1996). Fraksi protein susu sapi terdiri dari casein dan

whey. Casein difraksi menjadi α-, β-, dan κ-casein. Whey protein terdiri

dari α-lactalbumin (α-1a), β-lactoglobulin (β-Ig), albumin BSA dan

immunoglobulin (Ig).

Hasil penelitian menemukan bahwa β-Ig merupakan penyebab

utama alergi dalam susu sapi (Goldman et al. 1963, Proses mekanisme

pertahanan tubuh, berupa mekanisme imunologik dan non imunologik,

berperan untuk mencegah masuknya antigen asing ke dalam tubuh.

Antigen asing yang masuk dapat berupa bakteri, virus, parasit, atau

protein makanan (Sampson 2002). Mekanisme non imunologik yaitu

tubuh melakukan pertahanan dengan cara memecah antigen dengan

bantuan asam lambung dan enzim, sedangkan pencegahan penetrasi

antigen dilakukan oleh aktivitas peristaltik usus pada lapisan mukosa

usus. Mekanisme imunologik berlangsung dengan cara pencegahan

penetrasi antigen yang masuk ke dalam lumen usus oleh IgA dan

eliminasi antigen yang lolos ke dalam tubuh melalui saluran

gastrointestinal oleh IgA, IgG dan sistem retikulo endothelial (Munasir

2003). Mekanisme pertahanan saluran pencernaan bayi belum

sempurna. Faktor-faktor yang menghambat masuknya protein susu sapi

melalui lapisan epitel usus belum cukup, sehingga akan banyak bahan

alergenik yang menembusnya. Protein yang bersifat alergenik ini

kemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi, dan selanjutnya sistem imun

akan mengenalinya sebagai benda asing dan menyerangnya, sehingga

terjadilah gejala alergi (Sears 1999).

Docena et al. 1996, Bernard et al. 1998, Busse et al. 2002, Cocco et

al. 2003). Beberapa protein whey dapat mengalami denaturasi dengan

pemanasan yang ekstensif, namun tidak cukup dengan pasteurisasi

24

Page 26: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

rutin. Bahkan pasteurisasi rutin ini dapat meningkatkan alergenitas

beberapa jenis protein seperti beta-lakto globulin. Jumlah komponen

antigenik protein susu sapi juga akan meningkat pada proses

pencernaan. Proses hidrolisis peptik yaitu setiap fraksi protein dipecah

paling sedikit menjadi 8 peptida baru, sehingga akan didapatkan lebih

dari 100 antigen baru yang potensial sebagai alergen, walaupun lebih

rendah dari protein aslinya (Savilahti dan Kuitunen 1992).

Kasus alergi susu sapi, tubuh bereaksi membuat zat inti yang

dinamakan immunoglobulin. Jadi, ketika anak mengkonsumsi susu sapi,

tubuhnya akan membentuk antibodi, semakin lama ia mengkonsumsi,

semakin bertambah tinggi antibodinya. Ketika sudah melewati ambang

batas antibodi, maka munculah alergi. Kejadian alergi paling sering

dialami balita terutama anak-anak di bawah usia satu tahun. Pada

dewasa juga ada ditemui namun sangat jarang karena alergi susu sapi

biasanya akan hilang sendiri seiring bertambahnya usia. Anak-anak

yang menderita alergi susu sapi umumnya akan diberikan susu

pengganti dimana protein dari susu sapi tersebut sudah dihidrolisis

(protein susu sapi tersebut sudah dipecah menjadi partikel-partikel kecil

atau partial hydrolize). Susunya dikenal dengan istilah susu yang

hypollergenic. Bila pemberian susu yang sudah dihidrolisa ini tetap

memicu alergi anak, alternatifnya adalah susu extensive hydrolyzed

(susu dimana proteinnya dipecah lagi menjadi partikel yang lebih kecil

lagi). Jika masih alergi, mau tak mau anak harus mengkonsumsi susu

asam amino (protein dibuat menjadi bagian yang paling kecil yang

disebut asam amino) yang harganya relatif mahal. Biasanya setelah

anak diberi konsumsi susu amino lama-lama dia bisa tahan terhadap

susu sapi dan bias mengkonsumsinya. Langkah terakhir mengetahui

lebih pasti apakah anak memang betul-betul alergi susu sapi dapat

dilakukan tes alergi.

25

Page 27: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Intoleransi laktosa merupakan gejala-gejala sakit perut, mulas,

kejang perut, pengeluaran gas, dan mencret. keadaan ini dapat

menyebabkan orang menjadi enggan minum susu. Hal ini disebabkan

karena laktosa karena beberapa hal menjadi tidak dapat dipecah oleh

getah pencernaan, maka laktosa yang mempunyai sifat osmotik tinggi

ini dapat menarik air dari cairan ke dalam saluran pencernaan

usus kecil. Intoleransi laktosa ini biasa diderita okleh bayi dan lansia.

Untuk mencegah kekurangan zat gizi yang terdapat pada susu, maka

penderita intoleransi laktosa dapat mengonsumsi makanan pengganti

yang memiliki zat gizi sama atau hampir sama dengan susu. Makanan

tersebut antara lain: susu kedelai, yogurt, daging, ikan laut, telur, dan

sayuran hijau.

Kasus alergi susu sapi, tubuh bereaksi membuat zat inti yang

dinamakan immunoglobulin. Jadi, ketika anak mengkonsumsi susu sapi,

tubuhnya akan membentuk antibodi, semakin lama ia mengkonsumsi,

semakin bertambah tinggi antibodinya. Ketika sudah melewati ambang

batas antibodi, maka munculah alergi. Kejadian alergi paling sering

dialami balita terutama anak-anak di bawah usia satu tahun. Pada

dewasa juga ada ditemui namun sangat jarang karena alergi susu sapi

biasanya akan hilang sendiri seiring bertambahnya usia.

3.2 Saran

Sebagai upaya penanganan Intoleransi Laktosa dan alergi pada

protein susu maka hal yang perlu dilakukan adalah konsumsi susu

rendah laktosa pada bayi yang memiliki intoleransi lakstosa permanen.

Serta membiasakan untuk minum susu dari kecil hingga dewasa (kondisi

normal)

26

Page 28: 6411414008_Noviyanti Rahayu.docx

DAFTAR PUSTAKA

B. Marks,PhD,Dawn,.dkk. 2000 .Biokimia Kedokteran Dasar. Jakarta:

EGC

Dr.Arisman,MB,M.Kes.2009.Keracunan Makanan: Buku Ajar Ilmu

Gizi.Jakarta: EGC

Dr.Dadan Rosana,M.Si. 2006. Biofisika . Jakarta:EGC

James,Joyce.2008.Prinsip-Prinsip Sains untuk

Keperawatan.Jakarta: Erlangga

H.Rahmat Rukmana.2001.Yoghurt dan Karamel Susu.Yogyakarta:

Kanisius

Balai Pengujian Mutu Produk Peternakan.2011. Intoleransi Laktosa dan

Alergi Protein Susu Sapi.Buletin 1(4):1-19

Sumarjiana, I Ketut Laba.2011,Lactose Intolerance.Widyatech jurnal

Sains dan Teknologi 10(3):1-13

Tehuteru,Edi Setiawan.1991.Malabsorpsi Laktosa Pada Anak. Jurnal

Kedokteran Trisakti 18(3):139-144

27