61863804-teori-CSR.docx
-
Upload
imam-taufik-bur -
Category
Documents
-
view
28 -
download
3
Transcript of 61863804-teori-CSR.docx
BAB II
KERANGKA TEORITIS
A. Tinjauan Teoritis
1 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility)
Pengertian Corporate Sosial Responsibility (CSR)
Apa arti Corporate Social Responsbility (CSR)? Banyak definisi yang menjelaskan
makna CSR. Diantaranya definisi dari World Business Council for Sustainable Development
(WBCSD) dalam Wibisono (2007) yaitu:
“komitment berkelanjutan dari bisnis untuk berperilaku etis dan berkontribusi bagi pembangunan ekonomi, sekaligus meningkatkan kualitas hidup karyawannya baserta keluarganya, serta masyarakat lokal ataupun masyarakat luas “.
Versi lain mengenai definisi CSR dilontarkan oleh World Bank dalam Wibisono (2007)
yaitu :
“the commitment of business to contribute to sustainable economic development working with employees and their representatives the local community and he society at large to improve quality of life, in ways that are both good for business and good for development.”
Pengertian CSR menurut Tanaya (2004) dalam Nurmansyah (2006) adalah:
“kumpulan kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan stakeholders, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, perhargaan masyarakat, dan lingkungan, serta komitmen perusahaan untuk berkontribusi dalam pembangunan berkelanjutan.”
Dari banyak pendapat yang telah dikemukakan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
Corporate Social Responsibility merupakan bentuk perhatian kalangan pebisnis (perusahaan)
yang seharusnya dilakukan untuk menjamin agar praktik usahanya memenuhi kriteria tanggung
jawab pada semua stakeholders untuk menciptakan kesejahteraan stakeholders tersebut yang
pada akhirnya akan memberikan manfaat kepada perusahaan itu sendiri berupa pencapaian
tujuan perusahaan tersebut. Jadi perusahaan tidak lagi dihadapkan pada tanggung jawab yang
berpijak pada single bottom line yaitu fokus pada kondisi financial saja tetapi pada triple bottom
line (profit, people, planet).
Komponen Corporate Sosial Responsibility (CSR)
CSR merupakan kumpulan praktek dan kebijakan yang berhubungan erat dengan proteksi
lingkungan, jaminan kerja, hak asasi manusia, dll. Menurut The World Bank Institute dalam
Nurmansyah (2006) komponen CSR terdiri dari:
1. Proteksi Lingkungan. Fokusnya terletak pada menemukan solusi penggunaan sumber daya
alam yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak perusahaan terhadap lingkungan.
Tanggung jawab lingkungan perusahaan meliputi suatu pendekatan menyeluruh atas
operasional, produk dan fasilitas perusahaan dalam menilai produk, proses, dan jasa bisnis;
menghapuskan limbah dan emisi; memaksimalkan efisiensi dan produktivitas dari semua
asset dan sumber daya; dan memperkecil praktek yang mungkin mempengaruhi kemampuan
generasi masa depan dalam memanfaatkan sumber daya alam.
2. Jaminan Kerja. Meliputi kebebasan berserikat dan pengenalan yang efektif akan hak untuk
berunding secara kolektif; penghapusan semua bentuk kerja wajib maupun kerja paksa;
penghapusan buruh anak-anak; dan penghapusan diskriminasi menyangkut pekerjaan dan
kedudukan.
3. Hak Asasi Manusia (HAM). Fokus utama terletak dalam mengembangkan tempat kerja yang
bebas dari diskriminasi dimana kreativitas dan pembelajaran dapat mewarnai etika
professional, dan keseimbangan antara pekerjaan dan aspek lain kehidupan. Negara-negara
diharapkan dapat mendukung dan menghormati perlindungan HAM internasional dan
memastikan bahwa perusahaan mereka tidak terlibat dalam pelanggaran HAM. Membayar
upah yang layak dan melindungi pekerja dari pelecehan mungkin akan mengakibatkan biaya
lebih dalam jangka pendek, tetapi jika hal tersebut meningkatkan semangat pekerja dan
mengurangi employee turnover maka akan menghasilkan keuntungan dalam jangka panjang.
Oleh karenanya praktek manajemen yang bertanggung jawab dapat berkontribusi secara
langsung terhadapat perolehan laba.
4. Keterlibatan dalam Komunitas. Keterlibatan perusahaan dalam masyarakat mengacu pada
suatu cakupan luas tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk memaksimalkan dampak
dari donasi uang, waktu, produk, jasa, pengaruh, pengetahuan manajemen dan sumber daya
lainnya pada masyarakat dimana mereka beroperasi. Meliputi kerjasama masyarakat, karitas
(bakti sosial), sumbangan produk dan jasa, kerja sosial, dan lain-lain. Bila dirancang dan
dilaksanakan dengan baik dan strategis, prakarsa ini tidak hanya memberi nilai ke penerima,
tetapi juga meningkatkan reputasi, merek, nilai, dan produk perusahaan dalam masyarakat
lokal dan global dimana mereka mempunyai kepentingan komersial yang signifikan.
5. Standar Bisnis. Standar bisnis mencakup suatu area luas dari aktivitas perusahaan seperti
etika, imbalan keuangan, perlindungan lingkungan, standar kerja, dan HAM. Standar tersebut
umumnya diterima pada tingkat perusahaan, asosiasi bisnis, industri atau nasional.
Peningkatan perdagangan internasional, globalisasi, dan komunikasi telah mendorong
meningkatnya tekanan dari berbagai kelompok untuk membentuk standar perlakuan bisnis
global.
6. Pasar. Mencakup antara lain distribusi, etika pemasaran, penetapan harga, penagihan,
pengenalan produk, kualitas dan keamanan produk. Dalam kaitan CSR, isu pasar meluas
pada suatu cakupan luas aktivitas bisnis yang menggambarkan hubungan antara perusahaan
dengan pelanggannya.
7. Pengembangan Ekonomi dan Badan Usaha. Meliputi antara lain daya saing,
pengembangan Usaha Kecil Menengah (UKM) lokal, kewiraswastaan, pemberdayaan
ekonomi masyarakat, dan keuangan mikro. Kewiraswastaan dalam negara dapat menjadi
katalisator bagi suatu lingkaran pertumbuhan ekonomi. Seruan kepada perusahaan
multinational (MNCs) dengan keunggulan keuangan, manajerial dan teknis untuk
mendukung usaha lokal semakin meningkat. Pada waktu yang sama, MNCs dapat membantu
pemerintah untuk memahami tata cara yang memungkinkan usaha lokal berkembang.
8. Proteksi Kesehatan. Tempat kerja kini dikenali sebagai tempat penting untuk melakukan
promosi kesehatan di dalam negara-negara industri, dan perusahaan dapat berperan sebagai
mitra dalam pengembangan kesehatan. Adalah penting bahwa kebijakan dan program
disesuaikan dengan kenyataan baru ini dan bahwa masyarakat bisnis, sebisa mungkin
dilibatkan sebagai mitra dalam promosi kesehatan.
9. Pengembangan Kepemimpinan dan Pendidikan. Karena pendidikan adalah salah satu unsur
kunci dari pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan yang berpihak pada kelompok
miskin, bisnis berkerjasama dengan masyarakat sipil dan badan publik dapat memberikan
kontribusi penting yaitu menyediakan akses pendidikan berkualitas bagi masyarakat. Lebih
lanjut, perusahaan dapat memberikan dampak yang lebih kritis pada proses pemberdayaan
melalui peningkatan standar pengembangan kepemimpinan dan pendidikan dalam
perusahaan, dan menularkan praktek-praktek terbaik kepada mitra mereka yang berada dalam
perekonomian berkembang maupun tradisional.
10. Bantuan Bencana Kemanusiaan. Perusahaan bekerjasama dengan badan publik, masyarakat
sipil, dam organisasi internasional, memainkan peranan penting dalam mendukung operasi
bantuan bencana kemanusiaan. Oleh karena meningkatnya biaya, ancaman dan kompleksitas
konsekuensi dari bencana alam besar terhadap masyarakat, maka tantangan utamanya adalah
untuk melampaui konsep “respons proaktif” dan memusatkan pada pencegahan dimana
kerangka CSR dapat membantu pemain kunci untuk lebih menggunakan pendekatan
pemberdayaan.
Sedangkan jika menurut Harahap (2007: 363-365), komponen CSR adalah sebagai
berikut:
1. Lingkungan Hidup :
a. Pengawasan terhadap efek polusi,b. Perbaikan pengrusakan alam, konservasi alam,c. Keindahan lingkungan,d. Pengurangan suara bising,e. Penggunaan tanah,f. Pengelolaan sampah dan air limbah,g. Riset dan pengembangan lingkungan,h. Kerjasana dengan pemerintah dan universitas,i. Pembangunan lokasi rekreasi,j. dan lain-lain.
2. Energi :
a. Konservasi energi yang dilakukan perusahaan,b. Penghematan energi dalam proses produksi,c. dan lain-lain.
3. Sumber Daya Manusia dan Pendidikan :
a. Keamanan dan kesehatan karyawan,b. Pendidikan karyawan,c. Kebutuhan keluarga dan rekreasi karyawan,
d. Menambah dam memperluas hak-hak karyawan, e. Usaha untuk mendorong partisipasi,f. Perbaikan pensiun,g. Beasiswa,h. Bantuan pada sekolah,i. Pendirian sekolah,j. Membantu pendidikan tinggi,k. Riset dan pengembangan,l. Pengangkatan pegawai dari kelompok miskin, minoritas,m. Peningkatan karir karyawan,n. dan lain-lain.
4. Praktek Bisnis yang Jujur :
a. Memperhatikan hak-hak karyawan,b. Wanita,c. Jujur dalam iklan,d. Kredit,e. Service,f. Produk,g. Jaminan,h. Selalu mengontrol kualitas produk,i. dan lain-lain.
5. Membantu Masyarakat Lingkungan :
a. Memanfaatkan tenaga ahli perusahaan dalam mengatasi masalah sosial di lingkungannya,b. Tidak campur tangan dalam struktur masyarakat,c. Membangun klinik kesehatan,d. Sekolah,e. Rumah ibadah,f. Perbaikan desa/kota,g. Sumbangan untuk kegiatan sosial masyarakat,h. Perbaikan perumahan desa,i. Bantuan dana,j. Perbaikan sarana pengangkutan,k. Pasar,l. dan lain-lain.
6. Kegiatan Seni dan Kebudayaan :
a. Membantu lembaga seni dan budaya,b. Sponsor kegiatan seni dan budaya,c. Penggunaan seni dan budaya dalam iklan,d. Merekrut tenaga yang berbakat seni olahraga,e. dan lain-lain.
7. Hubungan dengan Pemegang Saham :
a. Sifat keterbukaan direksi pada sebuah persero,b. Peningkatan pengungkapan informasi dalam laporan keuangan,c. Pengungkapan keterlibatan perusahaan dalam kegiatan sosial,d. dan lain-lain.
8. Hubungan dengan Pemerintah :
a. Mentaati peraturan pemerintah,b. Membatasi kegiatan lobbying,c. Mengontrol kegiatan politik perusahaan,d. Membantu lembaga pemerintah sesuai dengan kemampuan perusahaan, membantu secara
umum usaha peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat,e. Membantu proyek dan kebijaksanaan pemerintah,f. Meningkatkan produktifitas sektor informal,g. Pengembangan dan inovasi manajemen,h. dan lain-lain.
Manfaat Corporate Sosial Responsibility (CSR)
Program CSR dalam jangka pendek tidak memberikan keuntungan sehingga banyak
perusahaan yang enggan untuk melaksanakan program CSR. Namun dalam jangka panjang
program CSR memberikan keuntungan, oleh karena itu program CSR sebaiknya dimasukkan
dalam pos investasi atau pusat investasi (tidak dimasukkan dalam pos biaya). Menurut Tanaya
(2004) dalam Nurmansyah (2006) terdapat sedikitnya tujuh manfaat CSR bagi perusahaan yaitu :
1. Daya Saing Berkelanjutan (Sustainable Competitiveness).
Pengaruh CSR terhadap daya saing perusahaan dapat dilihat pada lima elemen :
a. Memperkuat reputasi perusahaan di depan stakeholders dan kesetiaan konsumen terhadap
merek.
b. Operasional yang lebih efisien melalui penggunaan energi dan sumber daya alam,
mengurangi limbah dan menjual material daur ulang. Manfaat lainnya adalah rendahnya
ketidakhadiran dan meningkatkan kesetiaan karyawan sehingga mengurangi biaya-biaya
perekrutan dan pelatihan.
c. Meningkatkan kinerja keuangan.
d. Meningkatkan penjualan dan kesetiaan konsumen.
e. Meningkatkan kemampuan untuk menarik dan mempertahankan pekerja berkualitas.
2. Menciptakan peluang bisnis baru.
Kerjasama yang erat dengan stakeholders kunci menimbulkan peluang untuk inovasi,
kreatifitas, hubungan yang lebih baik, dan membuka produk atau pasar baru. Komunikasi
yang produktif dengan stakeholders akan memudahkan pengembangan lebih lanjut dari
kekuatan inovatif dan kreatif.
3. Menarik dan mempertahankan investor dan mitra bisnis yang berkualitas.
Melakukan bisnis dengan rekan yang tidak bertanggung jawab sosial maupun lingkungan
dapat menimbulkan risiko bagi reputasi perusahaan. Maka, perusahaan kelas dunia telah
memulai membantu pemasok mereka untuk mengadaptasi praktek CSR dan oleh kerenanya
mengurangi risiko terhadap perusahaan.
4. Kerjasama dengan komunitas lokal
Kerjasama dengan komunitas lokal akan membantu perusahaan dalam menyesuaikan produk
dan jasa dengan pasar lokal serta mempermudah penggunaan tenaga ahli setempat, jalur
distribusi dan fasilitas produksi. Hal tersebut akan mengurangi biaya investasi baru dan
meningkatkan kesetiaan pekerja.
5. Menghindari krisis akibat malpraktek CSR
Mengacuhkan CSR dapat berakibat pada produk perusahaan itu sendiri maupun seluruh
industri yang bersangkutan. Selain itu dapat menimbulkan konsekuensi yang besar berupa
kehilangan pangsa pasar atau kapitalisasi pasar.
6. Dukungan Pemerintah
Banyak pemerintah yang menyediakan insentif keuangan terhadap inisiatif-inisiatif CSR
yang baik, termasuk didalamnya adalah inovasi yang ramah lingkungan. Selain itu
perusahaan tersebut akan mengalami inspeksi yang lebih sedikit dan pengawasan yang lebih
bebas baik oleh pemerintah nasional maupun lokal.
7. Membangun Modal Politik
Hubungan baik dengan pemerintah dan tokoh politik, mempengaruhi peraturan, menata ulang
institusi publik dimana perusahaan bergantung, dan meningkatkan citra publik perusahaan.
Manfaat CSR menurut Nugroho (2007) dalam www.audentis.wordpress.com juga
berdambak secara positif terhadap masyarakat, lingkungan, dan negara.
1. Bagi Masyarakat
Praktik CSR yang baik akan meningkatkan nilai tambah adanya perusahaan di suatu
daerah karena akan menyerap tenaga kerja, meningkatkan kualitas sosial di daerah tersebut.
Pekerja lokal yang diserap akan mendapatkan perlindungan akan hak-haknya sebagai pekerja.
Jika ada masyarakat adat atau masyarakat lokal, praktek CSR akan menghargai keberadaan
tradisi dan budaya lokal tersebut.
2. Bagi Lingkungan
Praktik CSR akan mencegah eksploitasi berlebihan atas sumber daya alam, menjaga
kualitas lingkungan dengan menekan tingkat polusi dan justru perusahaan terlibat
memperbaharui lingkungannya.
3. Bagi Negara
Praktik CSR yang baik akan mencegah apa yang disebut dengan “corporate misconduct”
atau malpraktik bisnis yang banyak terjadi seperti penyuapan pada aparat negara atau aparat
hukum yang memicu tingginya korupsi (ingat: korupsi itu bukan satu arah. “It takes two to
tango”, korupsi itu terjadi baik karena sifat korup aparat maupun karena watak penyuap
pengusaha). Selain itu, jelas negara akan menikmati pendapatan dari pajak yang wajar (yang
tidak digelapkan atau dikemplang) perusahaan.
Implementasi Corporate Sosial Responsibility (CSR)
Implementasi CSR merupakan tahap dimana perusahaan menjalankan setiap perencanaan
sosial untuk mencapai tujuan dan dapat merasakan manfaat secara optimal. Untuk
mengimplementasikan program CSR, menurut Wibisono (2007,139-140) ada dua alternatif
pengelolaan yaitu:
1. Self Managing, artinya perusahaan melaksanakan sendiri kegiatan-kegiatan CSR-nya dengan
menugaskan beberapa karyawannya untuk menangani program CSR. Ada dua pola yaitu
membentuk yayasan atau organisasi sosial perusahaan dan melakukan sendiri
kedermawanannya secara langsung.
2. Outsourcing, dimana perusahaan dapat meminta bantuan kepada pihak ketiga yang
mempunyai kemampuan untuk melakukan kegiatan yang diorderkan oleh perusahaan. Ada
dua pola yang bisa dilakukan, yang pertama yaitu bermitra dengan pihak lain misalnya
lembaga profesional, LSM, instansi pemerintah, universitas, dan media massa dan yang
kedua adalah bergabung atau mendukung kegiatan bersama misalnya dengan kepanitiaan dan
konsorsium.
Isu CSR mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satu pendorongnya adalah
perubahan paradigma dunia untuk bersikap etis dan berperan dalam penciptaan investasi sosial.
Selain itu menurut Tanaya (2004) dalam Nurmansyah (2006), implementasi CSR di perusahaan
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Kepastian Hukum.
Kepastian hukum meliputi semua undang-undang, institusi pengadilan dan melampaui “teori
hukum dalam buku”, serta lebih memusatkan pada aplikasi hukum. Reliabilitas institusi
hukum berpengaruh pada keyakinan dan kesiapan para pelaku bisnis untuk memenuhi
tanggung jawab sosialnya.
2. Regulasi, Kompetisi dan Standard.
Ketiga hal ini bekerja bersama dalam sebuah sistem dan saling melengkapi dalam
membentuk perilaku perusahaan dan strategi perusahaan dan strategi CSR. Umumnya
regulasi tidak hanya mempengaruhi perilaku perusahaan di negara mereka sendiri, melainkan
juga pada operasional perusahaan di negara lain.
3. Institusi Komplementer
Terdiri dari asosiasi bisnis, organisasi multilateral, media, konsultan, institusi pendidikan,
LSM, mediator, pasar buruh, parlemen, partai politik, dan lain-lain.
4. Struktur dan Kebijakan Perusahaan
Tiga elemen penting yang berpengaruh terhadap struktur dan kebijakan adalah struktur
kepemilikan, efisiensi sistem tata bisnis (Corporate Governance) internal, dan strategi
perusahaan dan sistem manajemen internal.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi CSR ini juga dijelaskan
dalam Wibisono (2007:71), yaitu:
1. Komitmen Pimpinan
Pelaksanaan CSR sangat tergantung pada komitmen pimpinannya. Jika pimpinan memiliki
kesadaran moral bisnis berwajah manusiawi, besar kemungkinan perusahaan tersebut
menerapkan kebijakan CSR yang layak. Sebaliknya, jika orientasi pimpinan hanya pada
kepentingan dan kepuasan pemegang saham serta mengejar prestasi pribadi, kebijakan CSR
hanyalah sekedar kosmetik.
2. Ukuran dan Kematangan Perusahaan
Perusahaan besar dan mapan lebih mempunyai potensi memberi kontribusi dibandingkan
perusahaan kecil dan belum mapan.
3. Regulasi dan Sistem Perpajakan
Semakin berantakan regulasi dan penataan akan semakin kecil ketertarikan perusahaan untuk
memberikan donasi dan sumbangan sosial kepada masyarakat. Sebaliknya, semakin kondusif
regulasi atau semakin insentif pajak yang diberikan, akan lebih berpotensi memberi semangat
kepada perusahaan untuk berkontribusi kepada masyarakat.
Bentuk Corporate Sosial Responsibility (CSR)
Bradsaw mengemukakan ada tiga bentuk tanggung jawab sosial perusahaan (Harahap,
2007:400-401) :
1. Corporate Philanthropy
Tanggung jawab perusahaan itu berada sebatas kedermawanan atau voluntir belum sampai
pada tanggung jawabnya.
2. Corporate Resposibility
Kegiatan pertanggungjawaban itu sudah merupakan bagian dari tanggung jawab perusahaan
bisa karena ketentuan UU atau bagian dari kemauan dan kesediaan perusahaan.
3. Corporate Policy
Tanggung jawab sosial perusahaan itu sudah merupakan bagian dari kebijakannya.
Pro Kontra Corporate Sosial Responsibility (CSR)
Alasan para pendukung agar perusahaan memiliki etika dan tanggung jawab sosial
(Harahap 2007:401-402) :
1. Keterlibatan sosial merupakan respon terhadap keinginan dan harapan masyarakat terhadap
peranan perusahaan. Dalam jangka panjang, hal ini sangat menguntungkan perusahaan.
2. Keterlibatan sosial mungkin akan mempengaruhi perbaikan lingkungan masyarakat, yang
mungkin akan menurunkan biaya produksi.
3. Meningkatkan nama baik perusahaan, akan menimbulkan simpati langganan, simpati
karyawan, investor dan lain-lain.
4. Menghindari campur tangan pemerintah dalam melindungi masyarakat. Campur tangan
pemerintah cenderung membatasi peran perusahaan. Sehingga perusahaan memiliki
tanggung jawab sosial mungkin dapat menghindari pembatasan kegiatan perusahaan.
5. Dapat menunjukkan respon positif perusahaan terhadap norma dan nilai yang berlaku dalam
masyarakat, sehingga mendapat simpati masyarakat.
6. Sesuai dengan harapan pemegang saham, dalam hal ini publik.
7. Mengurangi tensi kebencian masyarakat kepada perusahaan yang kadang-kadang suatu
kegiatan yang dibenci masyarakat yang tidak mungkin dihindari.
8. Membantu kepentingan nasional, seperti konversi alam, pemeliharaan barang seni budaya,
peningkatan pendidikan rakyat, lapangan kerja dan lain-lain
Alasan para penentang yang tidak menyetujui konsep tanggung jawab sosial perusahaan
ini adalah sebagai berikut :
1. Mengalihkan perhatian perusahaan dari tujuan utamanya dalam mencari laba, ini akan
menimbulkan pemborosan.
2. Memungkinkan keterlibatan perusahaan permainan kekuasaaan atau politik secara berlebihan
yang sebenarnya bukan lapangannya.
3. Dapat menimbulkan lingkungan bisnis yang monolitik bukan yang bersifat pluralistik.
4. Keterlibatan sosial memerlukan dana dan tenaga yang cukup besar dan tidak dapat dipenuhi
oleh dana perusahaan yang terbatas, yang dapat menimbulkan kebangkrutan atau
menurunkan tingkat pertumbuhan perusahaan.
5. Keterlibatan pada kegiatan sosial yang demikian kompleks memerlukan tenaga dan para ahli
yang belum tentu dimiliki oleh perusahaan (Belkaoui, SEA 1984).
Pengungkapan (Disclosure)
Pengertian Pengungkapan (Disclosure)
Pengungkapan (disclosure) didefinisikan menurut Hendriksen (2000:428):
“disclosure in financial reporting is the presentation of information necessary for the optimum of efficient capital markets”
(Pengungkapan dalam pelaporan keuangan merupakan penyampaian informasi yang diperlukan
untuk berlangsungnya pasar modal yang efisien secara optimum).
Pengungkapan (disclosure) dalam laporan keuangan, mempunyai tujuan positif yakni
memberikan informasi yang relevan kepada para pemakai laporan keuangan (pihak-pihak yang
berkepentingan) agar dapat membantu mereka dalam membuat keputusan dengan cara yang
terbaik.
Jenis-jenis Pengungkapan (Disclosure)
Menurut peraturan BAPEPAM sehubungan dengan luasnya pengungkapan, maka
BAPEPAM mengatur bentuk dan isi laporan keuangan tahunan yang menyatakan :
a. Laporan keuangan perusahaan wajib memuat ikhtisar data keuangan yang penting, analisis
dan pembahasan umum oleh manajemen, laporan keuangan yang telah diaudit dan laporan
menejeman.
b. Perusahaan harus menyajikan informasi keuangan perbandingan selama 5 tahun buku atau
sejak memulai usahanya, antara lain : penjualan, laba kotor, laba usaha, laba bersih, jumlah
saham, performa penjualan, performa laba bersih, modal kerja bersih, jumlah aktiva, jumlah
investasi, jumlah kewajiban, jumlah ekuitas, rasio laba terhadap jumlah aktiva, rasio laba
terhadap ekuitas, rasio lancar, rasio kewajiban terhadap ekuitas, rasio kewajiban terhadap
jumlah aktiva, rasio kecukupan modal, dan informasi keuangan perbandingan lainya yang
relevan dengan perusahaan.
c. Bagian laporan keuangan wajib memuat laporan keuangan yang disusun sesuai dengan SAK
yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan peraturan BAPEPAM di bidang
akuntansi serta harus diaudit oleh akuntan yang terdaftar.
Ada dua jenis pengungkapan menurut Darrough (1993) dalam Simanjuntak dan Lusy
(2004), dalam hubungannya dengan persyaratan yang ditetapkan standar, yaitu:
a. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure)
Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh standar
akuntansi yang berlaku. Jika perusahaan tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi
secara sukarela, pengungkapan wajib akan memaksa perusahaan untuk mengungkapkannya.
b. Pengungkapan Sukarela (Voluntary Disclosure)
Merupakan pengungkapan butir-butir yang dilakukan sukarela oleh perusahaan tanpa
diharuskan oleh peraturan yang berlaku. Healy dan Pelepu (1993) mengungkapkan meskipun
semua perusahaan publik diwajibkan untuk memenuhi pengungkapan minimum, mereka
berbeda secara substansial dalam hal jumlah tambahan informasi yang mereka ungkap ke
pasar modal. Salah satu cara meningkatkan kredibilitas perusahaan adalah pengungkapan
sukarela secara lebih luas. Menurut Lang dan Lundholm (1996) perusahaan dapat menarik
perhatian, lebih analis, meningkatkan akurasi ekspektasi pasar, menurunkan ketidaksimetrian
informasi pasar dengan mengungkapkan lebih luas. Studi-studi yang pernah dilakukan
menyatakan bahwa pengungkapan sukarela akan lebih banyak dilakukan jika kualitas
informasi yang dimiliki oleh manejer relatif tinggi.
Tujuan Pengungkapan (Disclosure)
Menurut Belkaoui (2000:219), terdapat enam tujuan pengungkapan laporan sebagai
berikut:
1. Untuk menjelaskan item-item yang diakui dan untuk menyediakan aturan yang relevan bagi
item-item tersebut, selain ukuran dalam pelaporan keuangan.
2. Untuk menjelaskan item-item yang belum diakui dan untuk menyediakan ukuran yang
bermanfaat bagi item-item tersebut.
3. Untuk menyediakan informasi bagi investor dan kreditor dalam menentukan risiko dan item-
item potensial untuk diakui dan yang belum diakui.
4. Untuk menyediakan informasi penting yang dapat digunakan oleh pengguna laporan
keuangan untuk membandingkan antar perusahaan atau antar periode.
5. Untuk menyediakan informasi mengenai aliran kas masuk dan keluar di masa mendatang.
6. Untuk membantu investor dalam menetapkan return dari investasinya.
Salah satu tujuan yang ingin dicapai dari pengungkapan adalah penyajian informasi yang
cukup sehingga perbandingan dari hasil yang diharapkan akan dapat dilakukan. Kemungkinan
membandingkan dapat dicapai dengan dua cara adalah sebagai berikut:
a. Dengan penyajian pengungkapan yang cukup mengenai bagaimana angka-angka akuntansi
diukur dan dihitung, sehingga para investor dapat mengkonversikan angka-angka dari
berbagai perusahaan ke dalam ukuran-ukuran yang secara langsung dapat dibandingkan.
b. Dengan memberikan kemungkinan kepada investor untuk melakukan rangking dari berbagai
masukan ke dalam model-model pengambilan keputusannya.
Tujuan pengungkapan menurut Securities Exchange Comission (SEC) diklasifikasikan menjadi
dua:
1. Protrective disclosure, yang merupakan upaya perlindungan terhadap investor.
2. Informative disclosure, yang bertujuan memberikan informasi yang layak kepada pengguna
laporan (Wolk, Francis, dan Tearney, 2000).
Pengungkapan Program Corporate Social Responsibility (CSR)
Setelah melakukan implementasi CSR, idealnya perusahaan juga melakukan
pengungkapan (report). Dalam hal ini perusahaan bebas dalam menentukan bentuk atau format
pengungkapan. Karena memang belum ada standar baku yang diberlakukan. Bentuk laporan
dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau gabungan antara keduanya.
Menurut Wibisono (2007; 149) format report mengandung unsur-unsur antara lain:
1. CEO statement2. Profil perusahaan3. Ruang lingkup4. Dampak5. Tata kelola6. Kebijakan-kebijakan7. Sistem manajemen dan prosedur8. Hubungan dengan stakeholder9. Kinerja dan pemenuhan standar10. Pengahargaan-penghargaan / eksternal assurance
Di Indonesia, pengungkapan sosial secara implisit telah diakomodasi dalam PSAK No. 1
paragraf 9 yang menyatakan bahwa :
“perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peranan penting dan bagi industri yang menganggap karyawan sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.”
Sejumlah institusi telah berinisiatif menciptakan sistem pelaporan atau guidelines yang
bisa berlaku universal untuk semua perusahaan. Guideline yang paling banyak digunakan dalam
CSR repoting adalah Global Reporting Initiative (GRI) yang dipublikasikan sejak tahun 2000.
GRI membuat sustainability reporting guideline yang memberi petunjuk pembuatan laporan
dengan memperhatikan aspek ekonomi-sosial-lingkungan.
B. Penelitian Sebelumnya
Pada akhir tahun 1970-an, Trotman (Henderson dan Peirson, 1998: 895-896) dalam
Henny dan Murtanto (2001) melakukan survey terhadap pengungkapan sosial pada laporan
tahunan periode 1967-1977 dari 100 perusahaan terbesar yang terdaftar di Sydney Stock
Exchange hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah perusahaan yang
mengungkapkan informasi sosial dimana pada tahun 1967 hanya 26 perusahaan, tahun 1972
terdapat 48 perusahaan, dan tahun 1977 terdapat 69 perusahaan yang melakukan pengungkapan
sosial pada laporan tahunan. Sebagian besar pengungkapan tersebut berhubungan dengan sumber
daya manusia dan lingkungan dan dinyatakan secara kualitatif. Pada penelitian selanjutnya yang
dilakukan oleh Guthier dan Parker (1990) dalam Astuti dan Hasnawati (2001) meneliti praktek
pengungkapan sosial pada perusahaan-perusahaan terkemuka di AS, Inggris, dan Australia
menemukan bahwa presentasi pengungkapan yang dilakukan di Inggris 98%, di AS 85%, dan di
Australia 56%.
Utomo (2000) yang meneliti praktek pengungkapan sosial pada laporan tahunan 1998
oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, menemukan bahwa pengungkapan sosial telah
dilakukan terutama oleh perusahaan-perusahaan besar, dimana tema ketenagakerjaan mendapat
porsi perhatian yang lebih besar dibandingkan tema-tema sosial lainnya. Sedangkan, Henny dan
Murtanto (2001), terdapat praktek pengungkapan sosial pada laporan tahunan 1999 oleh
perusahaan-perusahaan di Indonesia, menemukan bahwa tema ketenagakerjaan dan tema
lingkungan dan tingkat pengungkapan sosial di Indonesia masih relatif rendah yaitu 43,32%.
Kholis dan Azhar (2003) melakukan penelitian dengan memilih perusahaan yang berada di kota
Medan sebagai subyek penelitian, menemukan bahwa Regulasi Pemerintah (Government
Regulation), Tekanan Masyarakat (Community Pressure), Tekanan Organisasi Lingkungan
(Environmental Organization Pressure), dan Tekanan Media Massa (Massmedia Pressure)
berpengaruh baik secara individual maupun secara simultan secara signifikan terhadap
pentingnya tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian yang dilakukan Astuti dan Hasnawati
(2003) yang meneliti tingkat pengungkapan pada industri customer goods yang terdaftar di BEJ,
menemukan bahwa rata-rata perusahaan industri customer goods hanya mengungkapkan 37%
tema pengungkapan sosial. Sedangkan penilitian yang dilakukan Rizal (2004) yang menguji
pengaruh karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan sosial perusahaan go publik di
Indonesia menghasilkan bahwa dari 242 perusahaan yang diteliti hanya 117 perusahaan (48,4%)
yang telah melakukan pengungkapan sosial.
C. Kerangka Pemikiran
Semakin meningkatnya tren implementasi CSR pada perusahaan-perusahaan di dunia,
mengakibatkan banyak perusahaan-perusahaan yang menyatakan bahwa CSR-nya telah
diimplementasikan dengan baik. Tingginya implementasi CSR yang dilakukan oleh perusahaan
mau tidak mau mendorong perusahaan untuk melakukan pengungkapan. Tujuan dilakukannya
pengungkapan (disclosure) adalah sebagai penyedia informasi yang memadai yang akan
digunakan oleh pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan ekonomis.
Pelaporan kinerja sosial sebagai wujud pertanggungjawaban sosial perusahaan kepada
masyarakat dapat dilakukan melalui pengungkapan sosial dengan memanfaatkan laporan tahunan
sebagai media penyampaian informasi. Informasi tersebut dapat mempengaruhi pembuatan
keputusan ekonomi dengan memperhatikan kesejahteraan sosial masyarakat walaupun dalam
praktek ada kecenderungan hanya fokus pada informasi yang bersifat positif. Meskipun sifat
pelaporan ini masih bersifat sukarela namun diharapkan dapat dapat meningkatkan kredibilitas
manajemen, pemahaman para analisis terhadap perusahaan, kesabaran dan keyakinan investor
serta meningkatkan nilai saham secara potensial.
Untuk menunjang pelaksanaan penelitian, penulis telah menyusun suatu daftar
pengungkapan sosial yang memuat 78 item pengungkapan yang terbagi dalam 6 tema yaitu:
lingkungan, energi, tenaga kerja, produk, kemasyarakatan, dan umum. Daftar ini merupakan
kompilasi dari berbagai sumber seperti Simposium Nasional Akuntansi (2007) dalam penelitian
yang dilakukan oleh Sayekti dan Ludovicus serta Global Reporting Initiative (2007). Selain itu
penulis telah menyusun daftar pertanyaan yang terdiri dari 20 item untuk mendukung
pelaksanaan penelitian.