Perkembangan Teori-teori Politik

26
Makalah “Perkembangan Teori-teori Politik” Tugas Kuliah Teori-teori Politik Dosen Pengampu: Nasiwan, M.si. Oleh: M. Fatkhul Damanhury 09401241012 Muh. Aji Wicaksono 09401241019 Angga Cipta 09401241032 Vinni Sofyaningsih 09401241037 Anindyawan M.S 09401241045 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2011

description

Makalah Perkembangan Teori-teori Politik ini merupakan tugas Mata Kuliah Teori-teori Politik di Jurusan PKnH, FIS, UNY.

Transcript of Perkembangan Teori-teori Politik

Page 1: Perkembangan Teori-teori Politik

Makalah

“Perkembangan Teori-teori Politik”

Tugas Kuliah

Teori-teori Politik

Dosen Pengampu: Nasiwan, M.si.

Oleh:

M. Fatkhul Damanhury 09401241012

Muh. Aji Wicaksono 09401241019

Angga Cipta 09401241032

Vinni Sofyaningsih 09401241037

Anindyawan M.S 09401241045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

JURUSAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

2011

Page 2: Perkembangan Teori-teori Politik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang

Pengkajian mengenai perkembangan teori-teori politik pelu perhatian dengan

seksama melalui kajian pustaka. Dimana kajian pustaka ini bisa bersumber dari buku-

buku, jurnal, penelitian dan lain sebagainya.

Berbicara mengenai perkembangan teori politik di dunia ini agaknya dapat

terbagikan kedalam tiga periodesasi. Pertama: Zaman Klasik, dimana pergumulan

terhadap kajian politik pada saat itu didominasi oleh para filsuf Athena yang lebih

menekankan kepada yang ethis, sebut saja Socrates, Plato dan Aristoteles. Yang masing-

masing terdapat perbedaan dari tiap pemikirannya.

Kedua, Abad Pertengahan, di abad pertengahan muncul tiga pemikir besar dari

Eropa yang hidup ketika ada dominasi gereja yang diperankan oleh Gereja Roma. Ketiga

pemikir itu adalah Santo Agustinas dengan karyanya De Civitate Dei (Kota Tuhan),

Santo Thomas Aquinas dengan karyanya “Summa Theologia.”, dan Matin Luther yang

hidup dimasa pemberontakan terhadap Gereja Roma.

Ketiga, Zaman Modern atau Kontemporer, kemunculan perkembangan politik di

era modern diwali dengan munculnya pendekatan post-behavioralisme sebagai kritik

terhadap pendekatan klasik maupun behavioralisme. Post behavioralisme (seperti yang

diungkapkan oleh David Eastion) membawa gagasan baru bahwa dalam pergumulan ilmu

politik tidak hanya perkutat di perpustakaan dengan menihilkan fakta-fakta empiris-

aktual. Penelitian ilmu politik harus memberi sumbahsih trhadap masyarakat yang saat itu

carut-marut oleh adanya manuver-manuver yang mengakibatkan peperangan (contoh:

perang Amerika dengan Vietnam). Gagasan-gagasan Easton ini ada dalam pandangannya

mengenai “Tujuh karakter Post-behavioralisme”. Disamping itu muncul para penggiat,

ilmuwan, teoritikus diabad ini yang bersumbahsih pada perkembangan teori politik

sampai sekarang.

Page 3: Perkembangan Teori-teori Politik

B. Rumusan Masalah

Dari latarbelakang di atas dapat dirumuskan kedalam tiga rumusan masalah:

1. Bagaimana sumbangsih perkembangan teori politik di zaman klasik?

2. Bagaimana pemikiran-pemikiran tentang teori politik di zaman pertengahan?

3. Bagaimana perkembangan teori politik modern?

Page 4: Perkembangan Teori-teori Politik

BAB II

PEMBAHASAN

A. Politik Zaman Klasik

1. Teori Politik Socrates

a. Kepribadian politik Socrates sebagai seorang teoritikus politik yang berupaya jujur,

adil dan rasional dalam hidup kemasyarakatan dan mengembangkan teori politik yang

radikal. Namun keinginan dan kecenderungan politik Socrates sebagai teoritikus

politik membawa kematian melalui hukuman mati oleh Mahkamah Rakyat (MR).

b. Metode Socrates yang berbentuk Maieutik dan mengembangkan metode induksi dan

definisi.

3. Pada sisi lain Socrates memaparkan etika yang berintikan budi yakni orang tahu

tentang kehidupan dan pengetahuan yang luas. Dan pada akhirnya akan

menumbuhkan rasa rasionalisme sebagai wujud teori politik Socrates.

2. Teori Politik Plato

a. Filsafat politik yang diuraikan oleh Plato sebagai cerminan teori politik. Dalam

teoriini yakni filsafat politik tentang keberadaan manusia di dunia terdiri dari tiga

bagian:

1. Pikiran atau akal

2. Semangat/keberanian

3. Nafsu/keinginan berkuasa.

b. Idealisme Plato yang secara operasional meliputi:

1. Pengertian budi yang akan menentukan tujuan dan nilai dari pada penghidupan

etik.

2. Pengertian matematik.

3. Etika hidup manusia yaitu hidup senang dan bahagia dan bersifat intelektual

dan rasional.

4. Teori tentang negara ideal.

5. Teori tentang asal mula negara, tujuan negara, fungsi negara dan bentuk negara.

6. Penggolongan dari kelas dalam negara.

7. Teori tentang keadilan dalam negara.

8. eori kekuasaan Plato.

Page 5: Perkembangan Teori-teori Politik

3. Teori Politik Aristoteles

a. Teori politik yang bernuansa filsafat politik meliputi:

• Filsafat teoritis

• Filsafat praktek

• Filsafat produktif

b. Teori negara yang dinyatakan sebagai bentuk persekutuan hidup yang akrab di

antara warga negara untuk menciptakan persatuan yang kukuh. Untuk itu perlu

dibentuk negara kota (Polis).

c. Asal mula negara. Negara dibentuk berawal dari persekutuan desa dan lama

kelamaan membentuk polis atau negara kota.

d. Tujuan negara harus disesuaikan dengan keinginan warga negara merupakan

kebaikan yang tertinggi.

e. Bentuk pemerintahan negara menurut Aristoteles diklasifikasi atas:

- 3 bentuk pemerintah yang baik

- 3 bentuk pemerintah yang buruk.

f. Aristoteles berpendapat sumbu kekuasaan dalam negara yaitu hukum.Oleh itu para

penguasa harus memiliki pengetahuan dan kebajikan yang sempurna. Sedangkan

warga negara adalah manusia yang masih mampu berperan.

g. Revolusi dapat dilihat dari faktor-faktor penyebab dan cara mencegahnya.

B. Teori Politik Zaman Pertengahan

1. Santo Agustinus (13 Nopember 354 M – 28 Agustus 430 M)

Agustinus menulis magnum opus-nya De Civitate Dei (Kota Tuhan).Ia

membagi negara ke dalam dua substansi: Sekuler dan Surgawi. Negara sekuler

(diaboli) adalah negara yang jauh dari penyelenggaraan hukum-hukum Tuhan,

sementara negara surgawi sebaliknya.Negara Surgawi (disebut pula negara Allah)

ditandai oleh penjunjungan tinggi atas kejujuran, keadilan, keluhuran budi, serta

keindahan.Negara sekuler ditandai oleh kebohongan, pengumbaran hawa nafsu,

ketidakadilan, penghianatan, kebobrokan moral, dan kemaksiatan.Konsepsi negara

surgawi dan diaboli dianalogikan Agustinus seperti kisah Kain dan Habel.Perilaku

Kain yang negatif mencerminkan pengumbaran hawa nafsu, sementara perilaku

Habel mencerminkan ketaatan pada Tuhan.

Page 6: Perkembangan Teori-teori Politik

2. Santo Thomas Aquinas (1225-1274 M).

Magnum opus Aquinas adalah “Summa Theologia.” Berbeda dengan

Agustinus, Aquinas menyatakan bahwa negara adalah sama sekali sekuler. Negara

adalah alamiah sebab tumbuh dari kebutuhan-kebutuhan manusia yang hidup di

dunia.Namun, kekuasaan untuk menjalankan negara itulah justru yang berasal dari

Hukum Tuhan (Divine Law).Sebab itu, kekuasaan harus diperguakan sebaik-baiknya

dengan memperhatikan hukum Tuhan.

Penguasa harus ditaati selama ia mengusahakan terselanggaranya keptingan

umum. Jika penguasa mulai melenceng, rakyat berhat untuk mengkritik bahkan

menggulingkannya.Namun, Aquinas menyarakankan “Jangan melawan penguasa

yang tiran, kecuali sungguh-sungguh ada seseorang yang mampu menjamin stabilitas

setelah si penguasa tiran tersebut digulingkan.”

3. Martin Luther (1484-1546 M)

Tahun 1517 memberontak terhadap kekuasaan gereja Roma. Sebab-sebab

pemberontakannya adalah mulai korupnya kekuasaan Bapa-Bapa gereja, isalnya

mengkomersilkan surat pengampunan dosa (surat Indulgencia). Luther juga meulai

prithatin akan gejala takhayulisme dan mitologisasi patung-patung orang-orang suci

gereja. Keprihatinan lain Luther adalah anggapan suci yang berlebihan atas para

pemuka agama, sebab sesungguhnya mereka pun manusia biasa.

Sebab itu, berbeda dengan pemikiran Katolik pertengahan, Luther

menyarakan pemisahan kekuasaan gereja (agama) dengan kekuasaan negara

(sekuler).Luther menuntut Paus agar mengakui kekuasaan para raja dengan tidak

mengintervensi penyelenggaraan kekuasaan dengan dalih-dalih penafsiran kitab

suci.Akhirnya, gereja harus ditempatkan di bawah pengawasan negara.Penyembahan

Tuhan lalu dijadikan penghayatan oleh subyek bukan terlembaga seperti gereja

Katolik.

Secara umum, pemikiran Agustinus, Aquinas, dan Luther berada dalam konsep

umum teokrasi (pemerintahan berdasarkan prinsip-prinsip ketuhanan). Secara sederhana,

dapat dirangkum ke dalam bagan berikut :

Sarana Tujuan

Yang Negara ← Masyarakat

Page 7: Perkembangan Teori-teori Politik

Mengatur Manusia (akal) Baik Sebagai

Kota Tuhan

(wahyu)

(2) (1)

↓ ↑

Yang Diatur Kepatuhan

Pada Hukum

Positif

→ Kejayaan

(Grace)

(3) (4)

C. Teori Politik Modern

Berbagai literatur dari para akademisi yang berkecimpung dalam kajian teori

politik telah memaparkan mengenai pekembangan teori politik modern yang kebanyakan

teori politik ini berkembang dari pergerakkan intelektual dan politik di Amerika.

Perkembangan teori politik modern diwali dari abad ke-19. Perkembangan dalam terori

politik mengalami kemajuan pada kuartal abad ke-19, yakni para pemikir politik berhasil

melengkapinya dalam perspektif normatif, sedangkan pendekatan sebelumnya hanya

sebatas pada kerangka kelembagaan yang bersifat legal. Dengan pendekatan yang

normatif ini para pemikir politik mulai membahas kelebihan dan kekurangan,

keuntungan dan kerugian dari berbagai kelembagaan politik, dengan memperbandingkan

antara sistem pemerintahan presidensiil dengan parlementer, sistem pemilihan distrik

dengan sistem pemilihan proporsional, negara kesatuan dengan negara federal. Pada

akhirnya para pemikir teori politik ini mulai menarik kesimpulan mana yang baik, tanpa

mengindahkan dimana lembaga-lembaga itu berada suatu negara.1

Perkembangan ini masih dipengaruhi oleh aliran ilmu hukum yang bersifat

historis. Sebagai gambaran suatu aliran ilmu hukum yang bersifat historis, didirikan oleh

Eichorn dan Sovigni, memberikan pengaruh yang mendalam tehadap penelitian-

penelitian ilmu politik. Para sarjana telah membuat beberapa penelitian yang gemilang

tentang sejarah dari konstitusi, hukum konstitusional, lembaga-lembaga yang bersifat

khusus, juga tentang sejarah parlemen serta raja di Inggris, Konggres dan Presiden di 1Nasiwan. 2009. Teori-teori Politik. Yogyakarta: UNY Press. Hal. 3

Page 8: Perkembangan Teori-teori Politik

merika Serikat, srta perkembangan berbagai macam organisasi, baik yang bersifat

nasional maupun bersifat internasional. Beberapa diantaranya memang merupakan

sejarah yang gemilang, tetapi hampir tidak dapat dilukiskan sebagai ilmu politik dalam

pengertian yang ada pada masa itu.2

Di awal abad ke-19 ini bermunculan karya-karya ahli politik yang kemudian

bersumbangsih pada perkembangan teori politik, khususnya modern. Diawali dari Civil

Liberty and Self Government karya Francis Lieber seorang Profesor Sejarah dan Ekonomi

Politik di South Carollina College yang kemudian pindah ke Columbia College pada

tahun 1857, sebagai profesor Sejarah dan Ilmu Politik disana.3 Didalam karyanya ini

Lieber dianggap telah menggunakan perspektif filsafat hukum Jerman dalm meneliti

lembaga-lembaga politik Anglo American. Suatu usaha yang paralel juga dilakukan di

Universitas John Hopskins, didirikan tahun 1976 oleh Herbert Baxter Adams, dalam

bentuk suatu program latihan penelitian lanjutan dibidang sejarah dan ilmu politik. Pada

tahun 1877, Adams mendirikan “the John Historial and Political Sciense Association”

dan kemudian pada tahun 1883 ia mendirikan The John Hopskins Studies in Historical

and Political Science.

Pada abad akhir ke-19 pemikiran politik mengalami perkembangan yang sangat

penting dengan diterbitkannya buku American Commonwealth, ditulis oleh James Bryce,

terbit pada 1888. Dalam konteks ini adalah lahirnya kesadaran bahwa untuk

mengembangkan pemikiran politik yang ideal haruslah berbeda dengan ilmu sejarah yang

hanya berkutat pada perpustakaan. Pemikiran dan analisa ilmu politik haruslah berangkat

dari lapangan, dalam hal ini Bryce menyatakan bahwa untuk melukiskan lembaga-

lembaga serta rakyat Amerika sebgaimana adanya untuk menghindari godaan-godaan

yang bersifat deduktif, serta semata-mata untuk menyajikan fakta-fakta dari suatu kasus,

maka yang dibutuhkan fakta, hanya fakta.4

1. Pendekatan Perilaku

Pendekatan perilaku timbul dan mulai berkembang di Amerika pada tahun 1950-an

seusai perang dunia II. Adapun sebab sebab kemunculannya adalah sebagai

berikut.Pertama sifat dekriptif dari ilmu politik dianggap tidak memuaskan, karena tidak 2Varma, SP. 2001. Teori Politik Modern. Hal. 4 3Lihat. Ibid 4Nasiwan. 2009. Teori-teori Politik. Yogyakarta. UNY Press. Hal. 3-4

Page 9: Perkembangan Teori-teori Politik

realistis dan sangat sangat berbeda dengan kenyataan.Kedua ada kekawatiran bahwa jika

ilmu politik tidak maju dengan pesat ia kan ketinggalan dengan ilmu sosial lainnya.

Ketakutan akan ketidakmampuan sarjana ilmu politik untuk menerangkan fenomena

politik.

Ilmu Politikdi Indonesia pada permulaannya sangat dipengaruhi pendekatan

yuridis karena tenaga pengajarnya kebanyakan lulusan universitas dari Belanda. Namun

mulai pada tahun 1960-an, setelah banyak tenaga pangajar PT melaksanakan studi lanjut

ke luar negeri terutama di AS, maka perkembangan ilmu politik mulai dipengaruhi oleh

pendekatan tingkah laku (behaviour appoach).

Kemudian pada tahun 1980-an, ada kecenderungan perkembangan ilmu politik di

Indonesia dipengaruhi oleh pendekatan pasca-perilaku dan juga tampak berkembang

pendekatan “statis” (memusatkan perhatian pada negara), Dan pada era 1990-an sejalan

dengan semakin menguatnya gerakan arus bawah (grass root), tampak mulai berkembang

pengkajian politik yang melihat dari segi demokratisasi atau teori-teori transisi dan

konsolidasi demokrasi.(Cholisin. 2007.Hal.19)

Dalam pendekatan perilaku yang menjadi fokus perhatian adalah perilaku

perorangan, juga kesatuan-kesatuan yang lebih besar seperti organisasi, kelompok elit,

gerakan massal atau suatu masyarakat politik.Salah satu ciri khas pendekatan perilaku

ialah pandangannya tentang masyarakat.Masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem

sosial dan negara sebgai sistem politik yang menjadi subsistem dari sistem sosial.Dalam

suatu sistem, bagian-bagian saling berinteraksi serta saling bergantungan dan semua

bagian bekerjasama untuk menunjang terselenggaranya sistem itu. Keseimbangan yang

demikian diciptakan untuk menunjang sistem itu untuk eksistensi dan survive. Cara

analisis ini sering dinamakan general systems theory, telah dijabarkan secara bervariasi

oleh para sarjana politik.Pendekatan perilaku ini juga memiliki keuntungan yaitu

sumbangannya dalam memajukan Ilmu Perbandingan Politik.

Perbedaan Pendekatan Tradisional dengan Perilaku

Pendekatan Tradisional Pendekatan Perilaku

Page 10: Perkembangan Teori-teori Politik

1. Menekankan norma

2. Menekankan filsafat

3. Mengarah pada ilmu terapan

4. Menekankan analisa historis-

yuridis

5. Menekankan metode kualitatif

1. Menekankan fakta

2. Menekankan empirik

3. Menekankan pada ilmu murni

4. Menekankan analisa sosiologis

antropologis

5. Menekankan metode kualitatif

Salah satu pokok dari pendekatan perilaku adalah bahwa tidak ada gunanya

membahas lembaga-lembaga formal, karena pembahasan seperti itu tidak banyak

member informasi mengenai politik yang sebenarnya. Sebaliknya lebih bermanfaat

untuk mempelajari perilaku (behavior) manusia karena merupakan gejala yang benar-

benar dapat diamaati.Pembahasan bisa saja terbatas pada perseorangan, tetapi dapat juga

mencakup kesatuan yang lebih besar seperti organisasi kemasyarakatan, kelompok elit,

atau masyarakat politik.

Jika pendekatan perilaku mempelajari parlemen maka yang dibahas antara lain

perilaku anggota parlemen seperti voting behavior terhadap rancangan undang-undang

tertentu. Pendekatan ini tidak hanya meneliti perilaku dan kegiatan manusia, melainkan

juga orientasinya terhadap kegiatan tertentu seperti sikap, motivasi, presepsi, evaluasi,

tuntutan, dan harapan.Pendekatan ini cenderung bersifat interdisipliner.Disamping itu

pendekatan perilaku menampilkan suatu cirri khas yang revolusioner yaitu orientasi

mengilmiahkan ilmu politik.

Ilmu politik harus bersifat murni, kajian terapan untuk mencari problem solving

dan menyusun rencana perbaikan harus dihindarkan, akan tetapi ilmu politik harus

terbuka dan terintegrasi dengan ilmu lain.( Meriam Budiaro, Dasar dasar ilmu politik :

hal 75).

Pendekatan perilaku memiliki pandangan bahwa masyrakat dapat dilihat sebagai

suatu kesatuan sistem sosial dan negara sebagai suatu sistem politik yang menjadi sub

ssistem dari sistem sosial. Dimana bagian-bagian sistem saling berinteraksi, dan saling

membutuhkan guna berjalannya sistem secara seimbang.

Dalam psikologi obyektif maka fokusnya harus pada sesuatu yang "dapat diamati"

(observable), yaitu pada "apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan. Dalam hal ini

pandangan Watson berbeda dengan James dan Dewey, karena keduanya percaya bahwa

Page 11: Perkembangan Teori-teori Politik

proses mentaldan juga perilaku yang teramati berperan dalam menyelaskan perilaku

sosial. Rangsangan masuk ke sebuah kotak (box) dan menghasilkan tanggapan.

Mekanisme di dalam kotak hitam tadi terstruktur internal atau proses mental yang

mengolah rangsangan dan tanggapan karena tidak dapat dilihat secara langsung, bukanlah

bidang kajian para behavioris tradisional.

Kemudian, B.F. Skinner membantu mengubah fokus behaviorisme melalui

percobaan yang dinamakan operant behavior dan reinforcement. Yang dimaksud dengan

operant condition adalah setiap perilaku yang beroperasi dalam suatu lingkungan dengan

cara tertentu, lalu memunculkan akibat atau perubahan dalam lingkungan tersebut.

Misalnya, jika kita tersenyum kepada orang lain yang kita hadapi, lalu secara umum,

akan menghasilkan senyuman yang datangnya dari orang lain tersebut. Dalam kasus ini,

tersenyum kepada orang lain tersebut merupakan operant behavior. Yang dimaksud

dengan reinforcement adalah proses di mana akibat atau perubahan yang terjadi dalam

lingkungan memperkuat perilaku tertentu di masa datang . Misalnya, jika kapan saja kita

selalu tersenyum kepada orang asing (yang belum kita kenal sebelumnya), dan mereka

tersenyum kembali kepada kita, maka muncul kemungkinan bahwa jika di kemudian hari

kita bertemu orang asing maka kita akan tersenyum. Perlu diketahui, reinforcement atau

penguat, bisa bersifat positif dan negatif.Contoh di atas merupakan penguat

positif.Contoh penguat negatif, misalnya beberapa kali pada saat kita bertemu dengan

orang asing lalu kita tersenyum dan orang asing tersebut diam saja atau bahkan

menunjukan rasa tidak suka, maka dikemudian hari jika kita bertemu orang asing

kembali, kita cenderung tidak tersenyum (diam saja).

2. Model Pendekatan Perilaku: Teori Sistem Umum

Dalam pendekatan perilaku terdapat model yang mencoba menjelaskan secara

lebih mendalam mengapa fenomena sosial yang diutarakan dalam pendekatan perilaku

bisa terjadi.Namun pada makalah ini lebih menfokuskan pada Teori sistem umum.

Model kegunaan dalam politik terdiri dari suatu hubungan antara, input (dukungan

dan tuntutan), output sebagai kebijakan. Sistem politik merupakan hubungan yang

berkesinambungan antara penguasa dan rakyat menurut kriteria tertentu. Jika

mempertimbangkan informasi sebagai informasi menjadi output keputusan, maka politik

merupakan sebuah sistem umpan balik. Sehingga kita dapat menemukan karakteristik

Page 12: Perkembangan Teori-teori Politik

sistem : a). sistem mempunyai batasan dalam mana terdapat saling hubungan fungsional

yang didasarkan terutama pada beberapa bentuk komunikasi. b). sistem dibagi menjadi

sub-sub sistem. c). sistem mempunyai kemampuan untuk melakukan koding ( mengambil

input berupa informasi, dapat belajar dari input, dan menerjemahkan input menjadi

beberapa macam output.

Input dalam sistem berupa tuntutan kepada pemerintah, dan dukungan yang

berasal dari partai politik, dan warga Negara. Sistem politik sebagai sebuah sub sistem

pemerintah memberikan tanggapan kepada output dengan membuat keputusan dan

mengambil tindakan. Output-output “mengumpan balik” dalam bentuk input, yakni

tuntutan dan dukungan. Seluruh sistem politik dapat diopersionalkan dengan

mempergunakan data pendapatan, pemberian suara, data lain yang dapat diukur.

Nilai, kepentingan, dan pilihan jelas saling bertumpang tindih.Ideologi

merupakan kombinasi atribut atribut ini kadang koheren kadang tidak.Pilihan dapat

diubah menjadi kepentingan dan kepentingan menjadi nilai atau pilihan dapat

titingkatkan kepada status nilai untuk mencapai kepentingan.

Sebagian partai politik mengubah bentuk ideologi menjadi dogma, yang harus

diterima sebagai kewajiban oleh para pengikut dalam kebanyakan hal. Sebagain besar

partai politik amerika mewakili ideologi samar samar dan umum yang tidak menuntut

dukungan tanpa syarat. Namun ada perbedaan diantara mereka, sebagaimana tercermin

dalam pandangan dan kebijaksanaan yang mereka wakili.Partai Demokrat lebih reformis

dan lebih memikirkan kesejahteraan jika dibandingkan dengan Partai Republik.Demikian

juga di Inggris, Partai Konservatif lebih reformis tetapi kurang sosialis jika disbanding

dengan partai Buruh.

Ideologi membantu orang menimbang kejadian kejadian politik.Kejqadian

kejadian itu dapat dipelajari melalui analisa ini, atau dapat dipandang sebagai suatu

bahasa simbolis yang berisi petunjuk bagaimana kita berfikir, dan isyarat terhadap mana

kita memberikan tanggapan.Bahkan bendera, lagu patriot, dan hal sentimental lainya

merupakan tanda ideologi yang dapat ditafsirkan.

Pendekatan perilaku dalam perkembanganya pun tidak luput dari kritikan kritis.

Kritikan dating dari kalangan tradisionalis dan juga di kalangan penganut pendekatan

perilaku sendiri. Dengan asumsi bahwa pendekatan itu terlalu steril karena menolak

Page 13: Perkembangan Teori-teori Politik

masuknya nilai dan norma dalam penelitian politik. Pendekatan perilaku tidak

mempunyai relevansi dengan realitas politik karena tidak penting seperti survey

mengenai perilaku pemilih dan pendapat umum.Pendekatan ini dinilai tidak peduli

terhadap masalah sosial yang berkembang seperti konflik dan pertentangan yang terjadi

di masyarakat. David Easton juga melihat ada kelemahan dalam pendekatan perilaku

sehingga ia menulis pokok-pokonya dalam suatu Credo of Relevance sebagai berikut:

Dalam usaha mengadakan penelitian empiris dan kuantitatif, ilmu politik menjadi

terlalu abstrak dan tidak relevan dengan masalah sosial yang dihadapi.Padahal menangani

masalah sosial lebih penting daripada mengejar kecermatan dalam penelitian.Pendekatan

perilaku secara terselubung bersifat konservatif, sebab terlalu menekankan keseimbangan

dan stabilitas dalam suatu sistem dan kurang memperhatikan gejala perubahan (change)

yang terjadi dalam masyarakat.

Dalam penelitian, nilai-nilai tidak boleh dihilangkan, ilmu tidak boleh bebas nilai dalam

evaluasinya.Karena mengemban tugas menangani masalah sosial dan mempertahankan

nilai kemanusiaan.Sarjana ilmu politik harus mengubah masyarakat menjadi lebih baik

dan berorientasi pada tindakan.

Dari penjelasan diatas maka dapat kami simpulkan tentang Pendekatan Perilaku

adalah sebagai berikut :

a. Pendekatan Perilakui hadir karena kekecewaan terhadap ilmu politik yang sangat

normatif.

b. Pendekatan Perilaku lebih mengedepankan fakta empiris, mempelajari perilaku atau

sifat manusia sebagai zoon politicon. Pendekatan ini menegaskan bahwa aspek

psikologis manusia dan kultur suatu masyarakat akan menentukan bentuk aktivitas

dan wadahnya.

c. Metode yang matematis dimana data diolah dan dikuantifikasi secara matematis.

Dengan cara ini peneliti bisa mengesampingkan kepentingan dan nilai yang mereka

miliki untuk merencanakan, melaksanakan, dan menganalisis penelitian.

d. Pendekatan Perilaku bebas nilai, penelitian ilmu politik harus objektif. Tujuan ilmu

politik bukan untuk wujudkan kehidupan yang lebih baik, tapi hanya menjelaskan,

memahami dan menggambarkan fenomena politik secara realistis. Tidak bicara soal

benar-salah. Ilmu politik dianggap sebagai ilmu murni, bukan terapan.

Page 14: Perkembangan Teori-teori Politik

Setiap pendekatan yang dipakai dalam ilmu politik masing-masing memiliki

kelemahan dan kelebihan.Tidak ada pendekatan yang secara mandiri dapat menjelaskan

fenomena politik. Untuk itu diharapkan pembenahan paragdigma agar tidak saling

bersaing tetapi saling melengkapi satu dengan yang lain agar dapat meningkatkan

pengembangan ilmu politik yang lebih baik dimasa datang.

Pendekatan Post-Behavioural

Istilah Post Behavioural, digunakan untuk membentuk suasana hati serta maksud-

maksud pragmatis dari bencana baru. Dalam kaitan ini para ilmuwan politik yang

tergabung dalam pendekatan ini, memiliki kecenderungan-kecenderungan adanya

tekanan baru pada nilai-nilai dalam masalah keadilan, kebersamaan dan persamaan. Ada

semacam koreksi atas pendefinisian ilmu politik secara sempit dan terlalu diidentikkan

dengan tatanan yang sudah mapan. Seharusnya para ilmuwan politik tidak hanya

memberikan perhatian pada masalah kebijakan umum dan reformasi politik, tetapi juga

benar-benar terlihat dalam isu-isu yang berkaittan dengan rekonstruksi sosial dan politik

secara radikal.5

Kemunculan post-behaviouralisme mengalihkan para behavioralis menjadi post

behavioralis, dan akhirnya mereka menyadari banyak waktu yang terbuang untuk

berbagai penelitian-penelitian yang dangkal dan keseringan tidak relevan. Dialin sisi para

teoritikus politik dan para penggiatnya sibuk dengan pembuatan beberapa paradigma,

kerangka konseptual, model-model, teori-teori, dan meta-teori; dunia telah menghadapai

krisis ekonomi, sosial dan budaya yang kian parah, dan terlihat mereka tidak begitu

menyadari akan hal tersebut. Kecenderungan kajian mereka lebih ke stabilitas, ultra

stabilitas, homeostatis, ekuilibrium, pola-pola pemeliharaan dan lain sebagainya, sedang

masyarakat dalam tataran empiris sedang terjadi carut-marut yang luar biasa. Berbagai

manuver-manuver akan munculnya peperangan seperti terus menghantui setiap hari.

Diawali dengan perang antara Amerika dengan Vietanam yang kemudian mengganggu

moral dunia saat itu. Yang hal ini tidak terprediksi oleh ilmu politik yang bersifat

tradisional atau beavioral.

Pengertian post-beahaviorisme seharusnya tidak terkacaukan dengan

tradisionalisme, meskipun keduanya begitu kritis terhadap behavioralisme. Perbedaan

5Nasiwan. 2009. Teori-teori Politik. Yogyakarta: UNY Press. Hal 11

Page 15: Perkembangan Teori-teori Politik

diantara keduanya terletak pada suatu kenyataan bahwa tradisionalisme menolak validitas

pendekatan yang menekankan pada perilaku dan selalu mengulang kembali keyakinanya

terhadap tradisi klasik ilmu politik, sedangkan post-beavioralisme meneriama pa-apa

yang telah dicapai pada era behavioralisme tetapi lebih mendorong lagi ilmu politik

kearah cakrawala yang lebih baru. Post-beavioralisme seperti yang dikatakan David

Easton, berorientasi kedepan (Future oriented), berusaha mendorong ilmu politik kearah

yang baru dan berusaha melengkapi apa-apa yang telah tercapai dimasa lalu, daripada

menolaknya. Ini benar-benar merupakan ‘sebuah revolusi sejati, bukan sekedar reaksi;

suatu kejadian, bukan pemeliharaan, suatu reformasi bukan kontra reformasi”. Hal

inimerupakan gerakan dan kecenderungan intelektual. Tetapi behavioralisme tidka bisa

diidentifikasikan dengna sesuatu ideologi politik tertentu, karena pendukungnya meliputi

para ilmuwan politik dari berbagai macam warna-baik kaum konservatif maupun ektrim

kiri-berbagai macam metodologi, ilmuwan kolot yang mengabaikan dirinya pada

metodologi klasik dan kelompok-kelompok dari semua generasi. Seluruh perbedaan yang

sifatnya tak mungkin ini-baik yang bersifat politik, metodologi atau generasi-diikat

bersama oleh satu perasaan: ketidak puasan yang mendalam terhadap arah penelitian

politik pada masa itu.6

Ada dua tuntutan utama dari post-behavioralisme: Relevansi dan tindakan. David

Easton yang suatu saat menguraikan satu-persatu 8 karakter utama behavioralisme dan

menamakannya sebagai “batu loncatan intelektual” dari gerakan tersebut, kini muncul

dengan 7 sifat karakter post-behavioralisme dan menggmabrkannya sebagai “The Credo

of Relevance”, atau “suatu penyulingan bayanganmaksimal” (a distillation of maximal

image). Ke tujuh karakter tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebgai berikut7:

(1) Dalam ilmu politik “substansi atau isi pokok harus mendahului tehnik”. Jika

suatu penelitian tidak relevan dan tidak mempunyai arti apa-apa tehadap

permasalahan sosial yang mendesak pada saat ini, maka penelitian itu tidak

berarti a[a-apa.

(2) Ilmu politik masakini seharusnya memberikan penekanan terhadap perubahan

sosial dan bukan kepada pemeliharaannya (sosial preservation), sebagaimana

6Varma, SP. 2001. Teori Politik Modern. Jakarta: Fajar Interpratama offset. Hal 52-53 7Ibid. 53-56

Page 16: Perkembangan Teori-teori Politik

dilakukan oleh kaum beavioralis. Kaum beavioralis hanya membatasi pada

penggambaran fakta—fakta, tanpa memahami fakta-fakta ini kedlamkonteks

soialnya.

(3) Ilmu politik pada masa behavioral secara penuh telah melepaskan dirinya pada

realitas politik yang bersifat masih kasar (brute realities of politics). Padahal

seharusnya ilmuwan politik dalam pengkajian politik harus bermanfaat untuk

masyarakat.

(4) Para kaum behavioralis meskipun tidak semuanya mengingkari suatu sistem

nilai, telah memberikan penekanan yang begitu besar tehadap faham-faham

keilmiahan serta pendekatan bebas nilai, sehingga masalah nilai, untuk tujuan-

tujuan praktis - tak pernah menjadi suatu bahan pertimbanga. Apabila ilmu

pengetahuan digunakan untuk pencapaian tujuan-tujuan yang benar maka

sistem nilai harus dikembalikan pada posisi sentral.

(5) Kaum post-behavioralisme ingin mengingatkan kepada para ilmuwan politik

bahwa mereka mempunyai peranan yang harus dimainkan – tugs penting yang

harus dilaksanakan – dalam masyarakt. Merupakan tanggungjawab mereka

unutk melindungi peradaban nilai-nilai kemanusiaan.

(6) Apabila kaum intelektual memahami masalah-masalah sosial dan merasa

dirinya telibat didalamnya mereka tidka akan pernah menghindarkan diri dari

tindakan-tindakan nyata (action). Ilmu pengetahuan harus ditempatkan unutk

bekerja. Easton mengatakan: “Mengetahui berarti mempunyai tanggungjawab

untuk bertindak, sedangkan bertindak adalah keterkaitan untuk membangun

kembali masyarakat. Ilmu pengetahuan hanya bersifat “merenung” mungkin

bukan masalah di abad ke-19, ketika ada persetujuan moral diantara bangsa-

bangsa dunia, tetapi hal itu tidak relevan dimasa kini, yang terpisah secara

cita-cita dan ideologi. Kaum post-behavioralisme mempunyai gagasan agar

ilmu mempunyai komitmen untuk bertindak (action science), unutk untuk

menggantikan ilmu yang bersifat “kontemplatif”, mereka membela bahwa

komitmen ini harus mewarnai ilmu politik.

(7) Apabila diakui bahwa (a) Kaum intelektual memiliki perasan positif dalam

masyarakat dan (b) peranan in bertujuan untuk menentukan tujuan yang

Page 17: Perkembangan Teori-teori Politik

pantas bagi masyarakat, dan membuat masyarakat bergerak sesuai dengan

tujuan tersebut, bahwa harus ditarik kesimpulna bahwa politisasi profesi – dari

semua asosiasi profesional demikian juga universitas-universitas – tidak hanya

tak dapat dielakkan tapi juga diperlikan.

Gambaran kaum behavioralisme selama ini selalu dihubungkan pada (a) suatu

kecakapan tehnik pada penelitian, untuk mendapatka ilmu pengetahuan yang

dapat dipercaya (reliable), pencaharian suatu landasan pengetian yang harus

tepisah dari hal-hal yang praktis dan (c) tidak diikutkannya pengalman-

pengalaman yang menyangkut nilai, kerena dianggap sebagai sesuatu yang

berada diluar jangkauan kemampuan ilmu pngetahuan. Para kaum post-

behavioralisme tidak sependapat bahwa untuk mencari dasar-dasar

pemahaman atau pengertian serta pengetahuan yang dapat dipercaya

mengharuskan para ilmuwan memutuskan diri dari urusan-urusan praktis yang

terdapat pada masyarakat, mereka (kaum post-behavioralistis) juga tidak

percaya bahwa nilai-nilai bisa dipisahkan dari semua upaya-upaya ilmiah.

Teori dan Pendekatan Politik Modern dan Pemikiran para Ilmuwan Politiknya8

1. Teori Elit9

Awal dari kemunculan pemikiran Elite Theory dimulai dari kekurangan yang

terdapat pada pemikiran teori-teori sebelumnya yaitu pemikiran Marxis dan liberal dalam

melihat pola hubungan yang terbentuk di antara negara dengan masyarakat secara

keseluruhan.Kondisi inilah yang dicoba dilihat oleh para pemikir dari aliran ini, seperti

Mosca dan Pareto. Selain itu terdapat ketidakadilan yang tidak dapat terhindarkan antara

elit dan massa dalam pembagian kekuasaan. Namun terdapat perbedaan mendasar dalam

pemikiran Mosca dan Pareto.Mosca menolak superioritas intelektual dan moral karena

dapat dimanipulasi oleh kaum elit, sebaliknya Pareto memandang nilai-nilai yang lebih

personal dan psikologis sebagai nilai tambah kekuatan pemerintahan.Anggapan dasar

yang mulai terbentuknya teori ini adalah anggapan bahwa sebenarnya negara hanya di

jalankan oleh para rakyat-rakyat minoritas yang tidak mempunyai kekuasaan secara 8Kajian dari beberapa poin diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Politik yang diakses tanggal 7 Oktober 2011 9Alma Karimah, dkk. 2011. Sosiologi Politik. Jakarta: Fisipol UI. Hal 3, diakses dari xa.yimg.com/kq/groups/22968201/1390995829/name/KU+1.docxtanggal 7 Oktober 2011.

Page 18: Perkembangan Teori-teori Politik

mutlak.Para pemangku kebijakan hanya membuat sebuah peraturan yang untuk

selanjutnya dijalankan oleh para masyarakat dan dipatuhi oleh masyarakat secara

keseluruhan.

Pada hakekatnya hal ini sepertinya sudah dirasakan oleh sebagian masyarakat

dunia. Karena pada hakekatnya kondisi seperti tersebut tidak mampu untuk di pisahkan

satu sama lainnya. Rakyat minoritas tentunya tidak akan mampu bertindak diluar

peraturan, karena mereka tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk melakukan hal

tersebut. Kondisi seperti inilah yang coba di manfaatkan oleh para kaum elite untuk

menggunakan kekuasaan yang mereka miliki untuk mengatur para masyarakat kelas

minoritas.Akan tetapi apabila dilihat secara keseluruhan teori ini tidak mampu

memberikan sebuah solusi atas permasalahan yang terjadi.Para pemikir seperti Mosca

dan Pareto sepertinya tidak mampu memberikan solusi alternatif dari tanggapan mereka

yang menolak pandangan Marxis yang menitikberatkan pada revolusi kelas.Teori ini

hanya menekankan mengenai hubungan negara dan masyarakat dalam konteks

keterbatasan serta pemanfaatan sumber daya yang dimiliki oleh para aktor-aktor di

dalamnya. Kritik selanjutnya terhadap teori elit adalah teori ini justru memandang

ketidakadilan dalam pembagian kekuasaan antara elit dan massa sebagai bukti dari

kekuatan elit itu sendiri, bukan sebagai kelemahan dari sistem politik, karena ini bukan

bukti dari ketidakadilan kekuasaan, melainkan ketidakadilan dalam struktur seperti kelas,

ras, dan jender yang seringkali menjadi objek dan tereksklusi.

2. Pluralism10

Hal paling mendasar dari teori pluralisme adalah asumsi yang melihat masyarakat

sebagai bagian yang aktif dalam sebuah proses politik. Hal ini Berbeda dengan pendapat

teori elit yang melihat peran elit yang kemudian “mengatur” sebuah proses politik.

Meskipun pluralisme tidak kemudian menentang secara penuh adanya sebuah kelompok

tertentu yang memainkan peran, namun ia melihatnya dalam kacamata dimana elit adalah

entitas yang tidak bersifat “bersatu”, melainkan berisikan dari pertarungan dan kompromi

antar kepentingan kelompok. Asumsi ini berakibat pada sudut pandang para pluralis yang

melihat negara sebagai sebuah entitas yang kompetitif dan penuh konflik, bukan sebuah

entitas yang padu dan integratif.

10Ibid. Hal 3-4.

Page 19: Perkembangan Teori-teori Politik

Pluralis melihat politik sebagai sebuah kondisi kompetitif antara kelompok

kepentingan, dimana slah satunya tidak dapat sepenuhnya mendominasi yang selainnya,

karena adanya perbedaan dalam hal akses terhadap sumberdaya. Hal ini sangat senada

dengan pendangan kaum post-strukturalis yang menolak adanya pemusatan akan

kekuatan politik pada satu entitas yang berkuasa. Namun, kritik paling besar dalam

kerangka berpikir pluralis adalah kenyataan akan ketidak mampuan mereka dalam

menganalisa kekuatan politik yang bersifat asimetris yang kemudaian terjadi pasca

1960an. Dimana kekuatan ini lahir dari sebuah politisasi atas nama kelas, ras, dan gender.

3. Georg Wilhelm Friedrich Hegel

Magnum Opus-nya : “The Phenomenology of Mind.” Menurut Hegel ada satu

kekuatan absolut yang sedang bekerja di dunia ini. Kekuatan tersebut ia sebut Ide Mutlak.

Ide mutlak bergerak dalam sejarah dan bentuk yang paling sempurna adalah

negara.Negara berasal dari gerak dialektis (pertentangan) di tengah

masyarakat.Pertentangan mengalami penyelesaian melalui media terbentuk dan

terselenggaranya negara. Dengan demikian, negara adalah bentuk tertinggi

pengorganisasian manusia dan ia mengatasi kepentingan-kepentingan individu.

Kepentingan negara harus didahulukan ketimbang yang terakhir.

4. Karl Heinrich Marx

Magnum opus-nya Manifesto Komunis (bersama Friedrich Engels). Marx (murid

Hegel) menentang gurunya .Ia menyatakan bahwa negara cuma sekadar alat dari kelas

‘kaya’ ekonomis untuk mengisap kelas ‘miskin’ (proletar). Dengan adanya negara,

penindasan kelas pertama atas yang kedua berlanjut.Penindasan hanya dapat dihentikan

jika negara dihapuskan.Pengahapusan negara melalui revolusi proletariat.

5. John Stuart Mill

Magum opusnya “On Liberty.”Mill amat menjunjung tinggi kehidupan politik

yang negosiatif.Baginya, negara muncul hanya sebagai instrumen untuk menjamin

kebebasan individu. Bagi Mill, hal yang harus diperbuat negara adalah menciptakan

Greatest Happines for Greates Number (kebahagian terbesar untuk jumlah yang terbesar).

Bagi Mill, dengan demikian, prinsip mayoritas harus dijunjung tinggi dalam suatu negara.

Baginya, yang ‘banyak’ harus didahulukan ketimbang yang sedikit.

6. Pendekatan Institusional

Page 20: Perkembangan Teori-teori Politik

Pendekatan filsafat politik menekankan pada ide-ide dasar seputar dari mana

kekuasaan berasal, bagaimana kekuasaan dijalankan, serta untuk apa kekuasaan

diselenggarakan. Pendekatan institusional menekankan pada penciptaan lembaga-

lembaga untukmengaplikasikan ide-ide ke alam kenyataan.

Kekuasaan (asal-usul, pemegang, dan cara penyelenggaraannya) dimuat dalam

konstitusi. Obyek konstitusi adalah menyediakan UUD bagi setiap rezim

pemerintahan.Konstitusi menetapkan kerangka filosofis dan organisasi, membagi

tanggung jawab para penyelenggara negara, bagaimana membuat dan melaksanakan

kebijaksanaan umum.

Dalam konstitusi dikemukakan apakah negara berbentuk federal atau kesatuan,

sistem pemerintahannya berjenis parlementer atau presidensil.Negara federal adalah

negara di mana otoritas dan kekuasaan pemeritah pusat dibagi ke dalam beberapa negara

bagian.Negara kesatuan adalah negara di mana otoritas dan kekuasaan pemerintah pusat

disentralisir.

Badan pembuat UU (legislatif) berfungsi mengawasi penyelenggaraan negara

oleh eksekutif.Anggota badan ini berasal dari anggota partai yang dipilih rakyat lewat

pemilihan umum.Badan eksekutif sistem pemerintahan parlementer dikepalai Perdana

menteri, sementara di sistem presidensil oleh presiden.Para menteri di sistem parlementer

dipilih perdana menteri dari keanggotaan legislatif, sementara di sistem presidensil

dipilih secara prerogatif oleh presiden.Badan Yudikatif melakukan pengawasan atas

kinerja seluruh lembaga negara (legislatif maupun eksekutif).Lembaga ini melakukan

penafsiran atas konstitusi jika terjadi persengketaan antara legislatif versus eksekutif.

Lembaga asal-muasal pemerintahan adalah partai politik.Partai politik

menghubungkan antara kepentingan masyarakat umum dengan pemerintah via pemilihan

umum.Di samping partai, terdapat kelompok kepentingan, yaitu kelompok yang mampu

mempengaruhi keputusan politik tanpa ikut ambil bagian dalam sistem

pemerintahan.Terdapat juga kelompok penekan, yaitu suatu kelompok yang secara

khusus dibentuk untuk mempengaruhi pembuatan kebijaksanaan umum di tingkat

parlemen.Dalam menjalankan fungsinya, eksekutif ditopang oleh (administrasi negara).Ia

terdiri atas birokrasi-birokrasi sipil yang fungsinya elakukan pelayanan publik.

7. Pendekatan Struktural

Page 21: Perkembangan Teori-teori Politik

Penekanan utama pendekatan ini adalah pada anggapan bahwa fungsi-fungsi yang

ada di sebuah negara ditentukan oleh struktur-struktur yang ada di tengah masyarakat,

buka oleh mereka yang duduk di posisi lembaga-lembaga politik.Misalnya, pada zaman

kekuasaan Mataram (Islam), memang jabatan raja dan bawahan dipegang oleh pribumi

(Jawa). Namun, struktur masyarakat saat itu tersusun secara piramidal yaitu Belanda dan

Eropa di posisi tertinggi, kaum asing lain (Cina, Arab, India) di posisi tengah, sementara

bangsa pribumi di posisi bawah. Dengan demikian, meskipun kerajaan secara formal

diduduki pribumi, tetapi kekuasaan dipegang oleh struktur teratas, yaitu Belanda (Eropa).

Contoh lain dari strukturalisme adalah kerajaa Inggris. Dalam analisa Marx,

kekuasaan yang sesungguhnya di Inggris ukan dipegang oleh ratu atau kaum

bangsawasan, melainkan kaum kapitalis yang ‘mendadak’ kaya akibat revolusi

industri.Kelas kapitalis inilah (yang menguasai perekonomian negara) sebagai struktur

masyarakat yang benar-benar menguasai negara.Negara, bagi Marx, hanya alat dari

struktur kelas ini.

8. Pendekatan Developmental

Pendekatan ini mulai populer saat muncul negara-negara baru pasca perang dunia

II.Pendekatan ini menekankan pada aspek pembangunan ekonomi serta politik yang

dilakukan oleh negara-negara baru tersebut.Karya klasik pendekatan ini diwakili oleh

Daniel Lerner melalui kajiannya di sebuah desa di Turki pada tahun 1958. Menurut

Lerner, mobilitas sosial (urbanisasi, literasi, terpaan media, partisipasi politik)

mendorong pada terciptanya demokrasi.

Karya klasik lain ditengarai oleh karya Samuel P. Huntington dalam “Political

Order in Changing Society” pada tahun 1968. Karya ini membantah kesimpulan Daniel

Lerner. Bagi Huntington, mobilitas sosial tidak secara linear menciptakan demokrasi,

tetapi dapat mengarah pada instabilitas politik. Menurut Huntington, jika partisipasi

politik tinggi, sementara kemampuan pelembagaan politik rendah, akan muncul situasi

disorder. Bagi Huntington, hal yang harus segera dilakukan negara baru merdeka adalah

memperkuat otoritas lembaga politik seperti partai politik, parlemen, dan eksekutif.

Kedua peneliti terdahulu berbias ideologi Barat.Dampak dari ketidakmajuan

negara-negara baru tidak mereka sentuh.Misalnya, negara dengan sumberdaya alam

makmur megapa tetap saja miskin. Penelitian jenis baru ini diperkenalkan oleh Andre

Page 22: Perkembangan Teori-teori Politik

Gunder Frank melalui penelitiannya dalam buku “Capitalism and Underdevelopment in

Latin America. Bagi Frank, penyebab terus miskinnya negara-negara ‘dunia ketiga’

adalah akibat : (1) modal asing; (2) perilaku pemerintah lokal yang korup; (3) kaum

borjuis negara satelit yang ‘manja’ pada pemerintahnya. Frank menyarankan agar negara-

negara ‘dunia ketiga’ memutuskan seluruh hubungan dengan negara maju (Barat).

Trias Politica, Masih Relevan?11

Memaknai kelembagaan politik dalam trikotomi eksekutif, legislatif dan yudikatif

mungkin masih menarik bagi para arkeolog.Hari ini hal itu sudah bukan lagi sebuah

fokus kajian mendasar dalam melihat administrasi kelembagaan politik. Trikotomi the

rulling class itu sangat elitis dan akan makin menjerat masyarakat dalam jurang

kenestapaan dan ketakberdayaan ketika berhadapan dengan negara yang begitu

meraksasa.

Hegemoni dan eksploitasi negara terhadap rakyat makin lancar saja dengan

adanya trias-politika sebagai sebuah kebenaran aksiomatik.Sebab politik prosedural12

melalui ketiga lembaga tersebut telah mengaburkan posisi rakyat dalam sebuah kancah

politik domestik.Trias politika sekarang telah mengalami metamorfosa, bukan lagi

Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif, melainkan Negara, Masyarakat, dan Sektor Bisnis.

Trias politika baru ini dikenal pula dengan istilah governance.Konsep governance

adalah keterlibatan aktif 3 sektor yang ada dalam entitas negara. Sektor pertama

(Negara/government/state), berhubungan dengan mekanisme birokratik dan

mengharapkan adanya penyelenggaraan dalam pemenuhan dengan keputusan pemerintah,

yang dibuat oleh penguasa menurut prinsip teknis dan kriteria mengikuti kebijakan

objektif top down.Sektor kedua (pasar/market), menggunakan mekanisme pasar untuk

mempromosikan, sebagaimana investasi peningkatan tenaga kerja dengan menggunakan

harga yang menarik.Keputusan tergantung pada individu masing-masing untuk 11Fadil. Pemikiran Politik Kontemporer. Penulis adalah peneliti senior PLaCID’s (Public Policy Analysis and Community Development Sutdies) Averroes dan ‘nyambi’ sebagai dosen FIA Universitas Brawijaya Malang. 12Istilah politik prosedural adalah untuk membedakan dengan politik subtansial. Di mana politik prosedural berarti bahwa proses pemilu sebagai harga mati atas keterlibatan rakyat dalam politik. Setelah pemilu memilih para elit baik di legislatif, eksekutif maupun yudikatif, rakyat kembali kerumahnya masing-masing dan menjadi penonton televisi yang pendiam.Politk subtansial lebih menempatkan rakyat sebagai aktor dalam day to day politics.lih Fadillah Putra, 2004, Partai Politik dan Kebijakan Publik, Pustaka Pelajar Press, Yogyakarta.

Page 23: Perkembangan Teori-teori Politik

menghitung keuntungan pribadi tanpa harus membandingkan, guna memperluas

kepentingan umum pada sektor yang lebih baik. Sektor ketiga (NGO’s dan GRO’s/civil

institution), kebanyakan tergantung pada kesukarelaan, yang meliputi proses persetujuan,

diskusi, akomodasi dan persuasi. Keputusan diambil dengan perbadingan keduanya, baik

untuk kepentingan kelompok maupun pribadi.13

Tokoh yang disebut-sebut sebagai penggagas pertama dari good governance

adalah Garry Stocker (1998)14 dengan konsepnya “five proposition”, antara lain:

1. pemanfaatan seperangkat institusi dan aktor baik dalam maupun luar

pemerintahan;

2. menyatu padunya kekuatan pemerintah, sektoir swasta dan masyarakat;

3. kesaling tergantungan antara ketiga kekuatan tersebut;

4. terbentuknya jaringan tersendiri antara ketiga kekuatan tersebut;

5. pemerintah cukup sebagai catalalic agent yang memberikan arahan, tidak

perlu menjalankan sendiri.

Dengan demikian Governance lebih mementingkan pada: pertama, tindakan

bersama (collective action), keinginan pemerintah untuk memonopoli proses kebijakan

dan melaksanakan berlakunya kebijakan tersebut akan ditinggalkan dan diarahkan kepada

proses kebijakan yang lebih inklusif, demokratis dan partisipatif. Kedua, masing-masing

aktor akan berinteraksi dan saling memberikan pengaruh (mutually inclusive). Kebijakan

publik yang paling efektif dari sudut pandang teori governance adalah produk sinergi

interaksional dari beragam aktor atau institusi (Rhodes 1996:14, Stoker, 1998:3).Ketiga,

Governance as a socio cybernetic system artinya, dampak hasil kepemerintahan

(kebijakan pemerintah) bukanlah merupakan produk dari apa yang dilakukan (tindakan)

pemerintah pusat, melainkan keseluruhan produk (the total effecs) dari usaha intervensi

dan interaksi dari banyak aktor (Pemerintah, Legislatif, LSM, Swasta, masyarakat dan

sebagainya) dalam menangani masalah-masalah sosial, politik, ekonomi dan sebagainya.

Peran pemerintah cukup sebagai “catalytic agent”, “enabler” dan “comissioner”,

yang memberikan arahan (more steering) dan tidak perlu menjalankannya sendiri (less

13Uphoff, Norman, 1992, Grassroots Organizations and NGO’s in Rural Development, Cornell University Press 14Secara kronlogis perkembangan konsep governance muali awal hingga akhir dapat dilihat dalam Kingsley, Thomas, G., Perspectives on Devolution, Journal of The American Planning Association, Vol. 62, No. 4, Autumn, 1996.

Page 24: Perkembangan Teori-teori Politik

rowing) proses kebijakan tersebut. Bila pola ini dapat dikembangkan dengan memadahi,

maka sesungguhnya day to day politics dapat berjalan dengan cukup harmonik. Dan

ketegangan politik antara negara dengan rakyat, lambat laun akan menemukan derajad

produktifitas yang cukup tinggi.

KESIMPULAN

Dari makalah yang mengkaji mengenai: Perkembangan Teori-teori Politik ini dapat

disimpulkan bahwa selain adanya periodesasi perkembangan teori politik berdasarkan dimensi

temporal yaitu: Zaman Klasik, Pertengahan dan Modern/ Kontemporer, juga ada pembagian

yang cukup jelas antara pendekatan Tradisional, Behavioralisme, dan Post-behavioralisme. Yang

perbedaannya dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tradisional Behavioral Postbehavioral

Mencampuradukkan fakta

dengan nilai; Spekulatif

Memisahkan fakta dengan

nilai

Fakta dan nilai bergantung

pada tindakan serta relevansi

antar keduanya

Preskriptif dan normatif Nonpreskriptif, obyektif, dan

empiris

Bersifat kemanusiaan serta

berorietasi masalah; Normatif

Kualitatif Kuantitatif Kualitatif dan kuantitatif

Memperhatikan keteraturan

atau ketidakteraturan

Memperhatikan keseragaman

dan keteraturan

Memperhatikan keteraturan

atau ketidakteraturan

Etnosentris; Fokus utamanya

pada negara demokrasi Barat

(AS dan Eropa)

Etnosentris; Fokus utama pada

model Anglo Amerika

Fokus pada Dunia Ketiga

Deskriptif, parokial, dan

negara sentris

Abstrak, konservatif secara

ideologis, dan negara-sentris

Teoretis, radikal, dan

berorientasi perubahan

Fokus utama pada struktur

politik yang formal (konstitusi

dan pemerintah)

Fokus utama pada struktur

serta fungsi kelompok-

kelompok formal dan informal

Fokus pada kelompok kelas

dan konflik antarkelompok

Historis atau ahistoris Ahistoris Holistik

Sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Politik

Page 25: Perkembangan Teori-teori Politik

Ketiga pendekatan dalam ilmu politik memang dikategorisasi berdasarkan

periode.Pendekatan tradisional muncul terlebih dahulu (sejak zaman Yunani Kuno) untuk

kemudian secara berturut-turut, disusul dua pendekatan setelahnya.Para pemikir politik

seperti Plato atau para ahli politik seperti Montesquieu, Jean Jacques Rousseau atau John

Stuart Mill mendekati permasalah politik dengan pendekatan tradisional. Pasca Perang Dunia

Kedua, muncul pendekatan Behavioral yang coba memisahkan fakta dengan nilai dalam

menganalisis permasalahan politik. Para teoretisi seperti David Easton, David E. Apter atau

Gabriel A. Almond adalah contohnya.

Saat pendekatan Behavioral dinilai tidak lagi “sensitif” di dalam menganalisa

gejala politik, pada tahun 1960-an muncul pendekatan Postbehavioral. Teoretisi seperti

Andre Gunder Frank, Cardoso, atau di Indonesia Arief Budiman (?) mencoba menganalisis

gejala politik secara lebih komprehensif dengan memperhatikan karakteristik wilayah serta

kepentingan apa yang sesungguhnya melandasi sebuah tindakan politik. Ketiga pendekatan

ilmu politik ini tidak terpisah (terkotakkan) secara “zakelijk” (tepat/pasti) melainkan kadang

tercampur satu sama lain.

Page 26: Perkembangan Teori-teori Politik

DAFTAR PUSTAKA

Alma Karimah, dkk. 2011. Sosiologi Politik. Jakarta: Fisipol Uuniversitas Indonesia,

diakses dari xa.yimg.com/kq/groups/22968201/1390995829/name/KU+1.docxtanggal 7

Oktober 2011.

Budiarjo,Miriam.1986.Dasar-Dasar Ilmu Politik.

Cholisin.2007.Dasar-Dasar Ilmu Poilitik.Yogyakarta : UNY Press.

Fadil. 2011. Pemikiran Politik Kontemporer.Diakses dari

http://fadillahputra.com/pemikiran-politik-kontemporer.html tanggal 7 Oktober 2011.

Nasiwan. 2009. Teori-teori Politik. Yogyakarta: UNY Press

Varma, SP. 2001. Teori Politik Modern. Jakarta: Fajar Interpratama Offset, cetakan ke-6

http://id.wikipedia.org/wiki/Politik yang diakses tanggal 7 Oktober 2011