6. Laporan Kelompok 8

259
FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS BAB I FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS 1.1 Dasar Teori 1.1.1 Definisi Fluida Fluida adalah zat yang terdefomasi secara terus- menerus (continue) akibat terkena tegangan geser (shear stress). Hal ini menunjukkan terdapat tegangan geser ketika fluida mengalir. τ=μ dv dx Dimana: τ = Tegangan geser fluida (N/m 2 ) μ = Viskositas fluida (kg/ms) dv dx = Gradien kecepatan (m/s) 1.1.2 Macam-macam Fluida A. Berdasarkan laju deformasi dan tegangan geser: 1. Newtonian Fluid Fluida newtonian adalah fluida yang tegangan geser dan regangan gesernya linier. Hal ini berarti bahwa fluida newtonian memiliki viskositas dinamis yang tidakakan berubah karena pengaruh gaya-gaya yang bekerja padanya. Viskositas fluida newtonian hanya bergantung pada temperatur dan tekanan. LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 1

Transcript of 6. Laporan Kelompok 8

Page 1: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

BAB IFLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

1.1 Dasar Teori

1.1.1 Definisi Fluida

Fluida adalah zat yang terdefomasi secara terus-menerus (continue) akibat

terkena tegangan geser (shear stress). Hal ini menunjukkan terdapat tegangan geser

ketika fluida mengalir.

τ=μ dvdx

Dimana:

τ = Tegangan geser fluida (N/m2)

μ = Viskositas fluida (kg/ms)

dvdx = Gradien kecepatan (m/s)

1.1.2 Macam-macam Fluida

A. Berdasarkan laju deformasi dan tegangan geser:

1. Newtonian Fluid

Fluida newtonian adalah fluida yang tegangan geser dan regangan

gesernya linier. Hal ini berarti bahwa fluida newtonian memiliki viskositas

dinamis yang tidakakan berubah karena pengaruh gaya-gaya yang bekerja

padanya. Viskositas fluida newtonian hanya bergantung pada temperatur dan

tekanan.

Gambar 1.1 Variasi linier dari tegangan geser terhadap laju regangan geser fluidaSumber: Mekanika Fluida, Bruce R. Munson Hal :20

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 1

Page 2: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 2

Page 3: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2. Non-Newtonian Fluid

Fluida non-newtonian adalah fluida yang tegangan gesernya tidak

berhubungan secara linier terhadap laju regangan geser. Fluida jenis ini memiliki

viskositas dinamis yang dapat berubah-ubah ketika terdapat gaya yang bekerja

pada fluida tersebut dan waktu. Contoh fluida non-newtonian adalah plastik, oli,

getah karet.

Gambar 1.2 Variasi linier dari tegangan geser terhadap laju regangan geser beberapa fluida termasuk fluida non-Newtonian

Sumber: Mekanika Fluida, Bruce R. Munson Hal :20

B. Berdasarkan mampu mampat:

1. Compressible Fluid

Compressible fluid ialah fluida yang memiliki massa jenis yang berubah

pada setiap alirannya. Dengan kata lain, massa jenis fluida ini tidak sama pada

setiap titik yang dialirinya. Hal ini disebabkan volume fluida ini yang berubah-

ubah, dapat membesar atau mengecil pada setiap penampang yang dialirinya.

Compressible fluid memiliki bilangan Mach lebih besar dari 0,3. Bilangan Mach

yaitu perbandingan Antara kecepatan fluida per kecepatan suara. Seperti pada

persamaan dibawah ini.

Ma=Va

>0.3

Dimana:

V = Kecepatan fluida (m/s2)

A = Kecepatan suara (m/s2)

Ma = Bilangan mach

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 3

Page 4: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2. Incompressible Fluid

Incompressible fluid ialah fluida yang memiliki volume dan massa jenis

tetap pada setiap alirannya. Dengan kata lain massa jenis fluida ini sama pada

setiap titikyang dialirinya. Incompressible fluid memiliki bilangan mach lebih

kecil dari 0,3.

Ma=Va

<0.3

Pembagian kecepatan berdasarkan bilangan mach :

• Subsonik (Mach < 1,0)

• Sonik (Mach = 1.0)

• Transonik ( 0,8< Mach < 1.3)

• Supersonik (Mach > 1.0)

• Hypersonik (Mach > 5.0)

C. Berdasarkan sifat alirannya:

1. Fluida dengan Aliran Laminer

Fluida dengan aliran laminer adalah fluida yang alirannya memiliki

lintasan lapisan batas yang panjang, sehingga seperti berapis-lapis. Aliran ini

mempunyai bilangan Re kurang dari 2300.

Gambar 1.3 Aliran laminarSumber: Anonymous 1, 2015

2. Fluida dengan Aliran Turbulen

Fluida dengan aliran turbulen adalah fluida yang alirannya mengalami

pergolakan (berputar-putar) dan mempunyai bilangan Re lebih dari 4000. Ciri-ciri

aliran ini tidak memiliki keteraturan dalam lintasa fluida, kecepatan fluida tinggi.

Gambar 1.4 Aliran turbulenSumber: Anonymous 2, 2015

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 4

Page 5: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

3. Aliran Transisi

Fluida dengan aliran transisi adalah fluida yang alirannya merupakan

aliran peralihan dari aliran laminar ke aliran turbulen. Aliran ini memiliki

bilangan Re Antara 2300-4000.

Gambar 1.5 Aliran transisiSumber: Anonymous 3, 2015

Menurut hasil percobaan oleh Reynold, apabila bilangan Reynold kurang

daripada 2300, aliran biasanya merupakan aliran laminer. Apabila bilangan

Reynold lebih besar dari pada 4000, aliran biasanya adalah turbulen. Sedang

antara 2300 dan 4000 aliran dapat laminer ke turbulen tergantung pada faktor-

faktor lain yang mempengaruhi.

D. Berdasarkan bentuk aliran

1. Fluida Statis

Fluida statis adalah fluida yang berada dalam fase tidak bergerak (diam)

atau fluida dalam keadaan bergerak tetapi tidak terdapat perubahan kecepatan.

Fluida statis diasumsikan tidak memiliki gaya geser.

2. Fluida Dinamis

Fluida dinamis adalah fluida yang mengalir dengan kecepatan yang tidak

seragam. Biasanya fluida ini mengalir dari luas penampang tertentu ke luas

penampang yang berbeda.

1.1.3 Hukum Bernoulli

Hukum ini diterapkan pada zat cair yang mengalir dengan kecepatan berbeda

dalam suatu pipa. Prinsip Bernoulli adalah sebuah istilah di dalam mekanika fluida yang

menyatakan bahwa pada suatu aliran fluida, peningkatan pada kecepatan fluida akan

menimbulkan penurunan tekanan pada aliran tersebut. Prinsip ini sebenarnya

merupakan penyederhanaan dari Persamaan Bernoulli yang menyatakan bahwa jumlah

energi pada suatu titik di dalam suatu aliran tertutup sama besarnya dengan jumlah

energi di titik lain pada jalur aliran yang sama. Syarat hukum Bernoulli adalah:

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 5

Page 6: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

1. Steady state

2. Densitasnya relatif konstan

3. Gesekan diabaikan

4. Diacu pada titik yang terletak di 1 streamline

Secara umum terdapat dua bentuk persamaan Bernoulli, yang pertama berlaku

untuk aliran tak termampatkan (incompressible flow) dan yang lain untuk fluida

termampatkan (compressible flow).

a) Aliran tak termampatkan

Aliran tak termampatkan adalah aliran fluida yang dicirikan dengan tidak

berubahnya besaran kerapatan massa (densitas) dari fluida di sepanjang aliran

tersebut. Contohnya: air, minyak, emulsi, dll.

Asal mula Bernoulli:

v2

P1 P2v1

h2

h1

Gambar 1.6 Prinsip BernoulliSumber: Anonymous 4, 2015

Besarnya tekanan akibat gerakan fluida dapat dihitung dengan menggunakan

konsep kekelan energi atau prinsip usaha-energi.

Energi Potensial+Energi Kinetik+Energi tekanan=Konstan

mgh+12

m v2+PV =Konstanh+ v2

2 g+ P

ρg=Konstanh+ v2

2g+ P

γ=Konstan

Dimana:

v = Kecepatan fluida (m/s)

V = Volume fluida (m3)

g = Percepatan gravitasi bumi (m/s2)

h = Ketinggian relative terhadap suatu referensi (m)

P = Tekanan fluida (Pa)

ρ = Massa jenis fluida (kg/m3)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 6

Page 7: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

γ = Berat jenis fluida (N/m3)

b) Aliran Termampatkan

Aliran termampatkan adalah aliran fluida yang dicirikan dengan berubahnya

besaran kerapatan masa (densitas) dari fluida di sepanjang aliran tersebut. Contohnya

udara, gas alam, dll.

c) Aplikasi Hukum Bernoulli

Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menemukan aplikasi hukum

Bernoulli yang sudah banyak diterapkan pada sarana dan prasarana yang menunjang

kehidupan manusia masa kini. Berikut ini beberapa contoh aplikasi hukum Bernoulli

tersebut:

1. Hukum Bernoulli digunakan untuk menentukan gaya angkat pada sayap dan

badan pesawat terbang sehingga diperoleh ukuran presisi yang sesuai.

2. Hukum Bernoulli digunakan untuk mesin karburator yang berfungsi untuk

mengalirkan bahan bakar dan mencampurnya dengan aliran udara yang masuk.

Salah satu pemakaian karburator adalah dalam kendaraan bermotor, seperti

mobil.

3. Hukum Bernoulli berlaku pada aliran air melalui pipa dari tangki penampung

menujubak-bak penampung. Biasanya digunakan di rumah-rumah pemukiman.

4. Hukum Bernoulli juga digunakan pada mesin yang mempercepat laju kapal

layar.

1.1.4 Bilangan Reynold

Bilangan Reynold adalah rasio antara gaya inersia dan gaya viskos yang

mengkuantifikasikan hubungan kedua gaya tersebut dengan suatu kondisi aliran

tertentu. Bilangan Reynold digunakan untuk membedakan aliran apakah turbulen atau

laminer, terdapat suatu angka tidak bersatuan yang disebut Angka Reynold (Reynold

Number). Angka ini dihitung dengan persamaan sebagai berikut :

ℜ=V Lv

=Gaya InersiaGaya Viskos

Dimana :

Re = Angka Reynold (tanpa satuan)

V = Kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 7

Page 8: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

L = Panjang aliran dlam pipa (ft atau m)

v= Viskositas kinematis, v=μ/ ρ (ft2/s atau m2/s)

1.1.5 Head

Head adalah energi per satuan berat, yang disediakan untuk mengalirkan

sejumlah zat cair untuk dikonversikan menjadi bentuk lain. Head mempunyai satuan

meter (m).Menurut Bernoulli ada 3 macam head fluida yaitu :

1. Head Tekanan

Head tekanan adalah perbedaan head tekanan yang bekerja pada permukaan

zat cair pada sisi tekan dengan head tekanan yang bekerja pada permukaan zat cair

pada sisi isap.

Pγ=Pd

γ−Ps

γ

Dimana:

Pγ = Headtekanan(m)

Pdγ = Head tekanan pada permukaan zat cair pada sisi tekan(m)

Psγ = Head tekanan pada permukaan zat cair pada sisi isap(m)

2. Head kinetik

Head kinetik adalah head yang diperlukan untuk menggerakkan suatu zat dari

keadaan diam sampai tempat dan kecepatan tertentu.

hk=V d2

2 g−V s2

2g

Dimana:

hk = Head kecepatan atau head kinetik (m)

V d2

2g= Kecepatan zat cair pada saluran tekan (m)

V s2

2 g = Kecepatan zat cair pada saluran isap (m)

3. Head potensial

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 8

Page 9: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Didasarkan pada ketinggian fluida di atas bidang banding (datum plane). Jadi

suatu kolom air setinggi Z mengandung sejumlah energi yang disebabkan oleh

posisinya atau disebut fluida mempunyai head sebesar Z kolom air.

Z = Zd – Zs

Dimana:

Z= Head statis total atau head potensial (m)

Zd = Head statis pada sisi tekan (m)

Zs = Head statis pada sisi isap (m)

1.1.6 Losses

Kerugian energi atau istilah umumnya dalam mekanika fluida kerugian head

(headlosses) tergantung pada :

1. Bentuk, ukuran dan kekasaran saluran.

2. Kecepatan fluida.

3. Kekentalan.

Losses umumnya digolongkan sebagai berikut:

a) Minor Losses

Minor losses disebabkan oleh alat-alat pelengkap lokal atau yang diberi

istilah tahanan hidrolis seperti misalnya, perubahan bentuk saluran atau perubahan

ukurannya. Contoh dari beberapa alat-alat pelengkap-lokal adalah sebagai berikut:

Gambar 1.7 Minor losses (a) gate, (b) orifice, (c) elbow dan (d) valveSumber: Anonymous 5, 2015

h=k v2

2 g

Dimana:

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 9

Page 10: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

h = Kerugian aliran akibat valve, elbow, orifice, dan perubahan penampang (m)

k = Koefisien hambatan valve, elbow, orifice, dan perubahan penampang

v = Kecepatan aliran (m/s)

g = Gravitasi (m/s2)

b) Major Losses

Major losses adalah suatu kerugian yang dialami oleh aliran fluida dalam

pipa yang disebabkan oleh koefisien gesekan pipa yang besarnya tergantung

kekasaran pipa,diameter pipa dan bilangan Reynold. Koefisien gesek dipengaruhi

juga oleh kecepatan,karena distribusi kecepatan pada aliran laminar dan aliran

turbulen berbeda. Secara matematik dapat ditunjukkan sebagai berikut:

h f=f . LD

. v2

2g

Dimana:

hf = Major losses (m)

f = Koefisien gesekan

L = Panjang pipa (m)

D = Diameter pipa (m)

V = Kecepatan aliran (m/s)

g = Gravitasi (m/s2)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 10

Page 11: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 1.8 Moody DiagramSumber: Anonymous 6, 2015

Untuk mendapatkan harga f dapat digunakan grafik Moody (Moody Diagram).

Misalnya akan mencari koefisien gesekan dari suatu pipa, harga bilangan Reynold dapat

dicari terlebih dahulu dengan menggunakan:

ℜ=VLv

Dimana:

Re = Angka Reynold

V = Kecepatan rata-rata (ft/s atau m/s)

L = Panjang aliran dalam pipa (ft atau m)

V = Viskositas kinematis, tersedia dalam tabel sifat-sifat cairan (ft2/s atau m2/s)

Kemudian angka kekasaran (ε) dibagi dengan diameter pipa didapat suatu harga

ε/d. Dari bilangan Reynold ditarik garis keatas sampai pada garis ε/d. Kemudian ditarik

ke kiri sejajar garis bilangan Reynold, maka akan didapat harga f.

1.1.7 Viskositas

Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida yang menyatakan besar kecilnya

gesekan di dalam fluida. Makin besar viskositas suatu fluida, maka makin sulit suatu

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 11

Page 12: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

fluida mengalir dan makin sulit suatu benda bergerak di dalam fluida tersebut.

Viskositas zat cair dapat ditentukan secara kuantitatif dengan besaran yang disebut

koefisien viskositas. Satuan SI untuk koefisien viskositas adalah Ns/m2 atau pascal

sekon (Pa.s). Alat yang digunakanuntuk mengukur viskositas yaitu viskometer. Rumus

viskositas adalah sebagai berikut :

τ=μ uZo

Dimana :

τ= Tegangan geser (N/m)

μ= Viskositas dinamik (Ns.m-2)

uZo = Perubahan sudut atau kecepatan sudut dari garis (m/s)

v=μρ

Dimana :

v = Viskositas kinematik (m2/s)

μ= Viskositas dinamik (Ns.m-2 atau kg m/s)

ρ= Densitas atau massa jenis (kg/m)

Macam-macam viskositas

1. Viskositas dinamik, yaitu rasio antara shear, stress, dan shear rate. Viskositas

dinamik disebut juga koefisien viskositas.

Gambar 1.9 Viskositas DinamikSumber: Frank M White Mekanika Fluida, (1991 : 310)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 12

Page 13: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2. Viskositas kinematik, yaitu viskositas dinamik dibagi dengan densitasnya. Viskositas

ini dinyatakan dalam satuan stoke (St) pada cgs dan m²/s pada SI.

Gambar 1.10 Viskositas kinematikSumber: Frank M White Mekanika Fluida, (1991 : 310)

Viskositas suatu bahan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a) Suhu

Viskositas berbanding terbalik dengan suhu. Jika suhu naik maka viskositas

akan turun, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini disebabkan karena adanya gerakan

partikel-partikel cairan yang semakin cepat apabila suhu ditingkatkan dan menurun

kekentalannya.

Tabel 1.1 Kerapatan dan kekentalan udara pada 1 atm

Sumber: Frank M White, Mekanika Fluida, (1991 : 313)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 13

Page 14: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Tabel 1.2 Kerapatan dan kekentalan air pada 1 atm

Sumber: Frank M White, Mekanika Fluida, (1991 : 312)

b) Konsentrasi larutan

Viskositas berbanding lurus dengan konsentrasi larutan. Suatu larutan dengan

konsentrasi tinggi akan memiliki viskositas yang tinggi pula, karena konsentrasi

larutan menyatakan banyaknya partikel zat yang terlarut tiap satuan volume.

Semakin banyak partikel yang terlarut, gesekan antar partikel semakin tinggi dan

viskositasnya semakin tinggi pula.

c) Tekanan

Viskositas berbanding lurus dengan tekanan, karena semakin besar

tekanannya,cairan akan semakin sulit mengalir akibat dari beban yang dikenakannya.

1.1.8 Macam-macam Katup

Katup adalah sebuah alat untuk mengatur aliran suatu fluida dengan

menutup,membuka atau menghambat sebagian dari jalannya aliran. Beberapa macam

katup yang sering digunakan, yaitu

a) Gate Valve

Bentuk penyekat adalah piringan, atau sering disebut wedge, yang digerakkan

ke atas bawah untuk membuka dan menutup. Biasanya digunakan untuk posisi buka

atau tutup sempurna dan tidak disarankan untuk posisi sebagian terbuka.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 14

Page 15: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 1.11 Gate ValveSumber : Anonymous 7, 2015

b) Globe Valve

Digunakan untuk mengatur banyaknya aliran fluida.

Gambar 1.12 Globe ValveSumber : Anonymous 8, 2015

c) Butterfly Valve

Bentuk penyekatnya adalah piringan yang mempunyai sumbu putar di

tengahnya.Menurut desainnya, dapat dibagi menjadi concentric dan eccentric.

Eccentrik memlikidesain yang lebih sulit tetapi memiliki fungsi yang lebih baik dari

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 15

Page 16: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

concentric. Bentuknyayang sederhana membuat lebih ringan dibandingkan valve

lainnya.

Gambar 1.13 Butterfly ValveSumber : Anonymous 9, 2015

d) Ball Valve

Bentuk penyekatnya berbentuk bola yang mempunyai lubang menerobos

ditengahnya.

Gambar 1.14 Ball ValveSumber : Anonymous 10, 2015

e) Plug Valve

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 16

Page 17: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Seperti ball valve, tetapi bagian dalamnya bukan berbentuk bola, melainkan

silinder. Karena tidak ada ruangan kosong di dalam badan valve, maka cocok untuk

fluida yang berat atau mengandung unsur padat seperti lumpur.

Gambar 1.15 Plug ValveSumber : Anonymous 11, 2015

1.1.9 Jenis-jenis Flowmeter

Flowmeter merupakan alat yang digunakan untuk mengukur debit fluida. Ada 4

jenis flowmeter yaitu :

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 17

Page 18: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

a) Rotameter

Alat ini digunakan untuk mengukur tingkat aliran fluida dalam tabung

tertutup. Tersusun dari tabung dengan pelampung di dalamnya yang kemudian

didorong oleh aliran lalu ditarik ke bawah oleh gravitasi.

Gambar 1.16 RotameterSumber : R.K. Rajput, A Textbook Of Fluid Mechanics, 2008:308

b) Venturi

Alat ini digunakan untuk mengetahui beda tekanan.Efek venturi terjadi ketika

fluida tersebut bergerak melalui pipa yang menyempit.

Gambar 1.17 VenturiSumber : Anonymous 12 ,2015

c) Nozzle

Alat ini digunakan untuk mengetahui laju aliran, kecepatan suatu fluida.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 18

Page 19: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 1.18 NozzleSumber : Faith A. Morrison, An Introduction of Fluid Mechanics, 2012:14

d) Orifice

Alat ini digunakan untuk mengukur besar arus aliran. Terdapat 3 jenis orifice,

yaitu :

1. Concentric Orifice

Digunakan untuk semua jenis fluida yang tidak mengandung partikel

padat.

Gambar 1.19 Concentric OrificeSumber : Anonymous 13 , 2015

2. Eccentric Orifice

Digunakan untuk fluida yang mengandung partikel padat

Gambar 1.20 Eccentric OrificeSumber : Anonymous 14, 2015

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 19

Page 20: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

3. Segmental Orifice

Digunakan untuk fluida khusus.

Gambar 1.21 Segmental OrificeSumber : Anonymous 15, 2015

1.2 Tujuan Pengujian

1. Mengetahui pengaruh faktor gesekan aliran dalam berbagai bagian pipa pada

bilangan reynold tertentu.

2. Mengetahui pengaruh koefisien head dalam belokan 900, reducer used pipe, sudden

enlargement & contraction pipe, glove valve, gate valve, cock pada bilangan reynold

tertentu.

3. Mengetahui koefisien aliran untuk orifice, nozzle dan pipa venturi.

1.3 Spesifikasi Alat

Gambar 1.22 Fluid Circuit Friction ApparatusSumber :Laboratorium Fenomena Dasar Mesin

Model : FLEA-2000AL

Pompa air

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 20

Page 21: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Laju aliran x head : 73 liter/menit x 15 m

Motor penggerak

Daya : 0,75 kW

Tangki penyimpanan air

Kapasitas : 50 – 100 liter

Pengaturan kerugian gesek

Jaringan pipa, nominal (in) : ½ B, ¾ B, 1 B, 1 ¼ B

Perubahan penampang : Pembesaran dan pengecilan langsung,

pembesaran dan pengecilan secara berangsur-

angsur.

Peralatan pipa : Katup pintu air (gerbang), katup bola dan kran.

Belokan : 90o – radius kecil dengan penghubung ulir

(sekrup) dan radius besar yang disambung

dengan las.

Peralatan

Flow meter : Orifice meter, nozzle, venturimeter, rotameter

Manometer pipa U (air raksa) : 550 (air raksa tidak disuplai

Manometer pipa U terbalik (air) : 550 mm

Penunjuk tekanan : 32 point

Kebutuhan Pendukung

1. Listrik 3 fase 220 / 380 V, 50 / 60 Hz

2. Suplai air dingin pada tekanan utama ( mains ) dan kering

Dimensi dan Berat

Panjang : 3200 mm

Lebar : 700 mm

Tinggi : 1700 mm

Volume : 8 m3

Berat : 800 kg

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 21

Page 22: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Water pipe line detail

Gambar 1.23 Water Pipe Line DetailSumber : : Modul Laboratorium Fenomena Dasar Mesin 2015

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 22

Page 23: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Panel and Pressure Lead Tubes Connection Detail

Gambar 1.24 Panel and Pressure Lead Tubes Connection DetailSumber : Modul Laboratorium Fenomena Dasar Mesin 2015

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 23

Page 24: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Kinematic Viscosity of Water

Gambar 1.25 Kinematic Viscosity of WaterSumber : Modul Laboratorium Fenomena Dasar Mesin 2015

1.4 Cara Pengambilan Data

1.4.1 Eksperimen Untuk Mengukur Kerugian Gesek Pada Pipa

Persiapan

1. Tutup semua katup ventilasi udara, katup pressure tapping selection dan katup

pembuangan (kontrol aliran).

2. Buka semua katup pengatur aliran, katup bola, katup gerbang (gate valve), drank

ram (cock) agar air dapat mengalir.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 24

Page 25: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

3. Tekan switch motor penggerak pada posisi ON agar pompa dapat bekerja

mensirkulasi air.

4. Buka katup ventilasi udara (katup VA-1 dan VA-2) untuk mengeluarkan udara

dari jaringan pipa.

Pengukuran

1. Putar katup kontrol aliran (VF-1) untuk mengubah debit aliran yang diinginkan,

debit aliran dapat dilihat pada rotameter.

2. Buka katup water inverse U-TUBE manometer (L dan R).

3. Buka katup ventilasi manometer air.

4. Buka katup pada pressure tapping selection untuk mengetahui perbedaan tekanan

antara dua titik (hanya dua katup yang terbuka); apabila ingin mengetahui

perbedaan tekanan dititik yang lain, tutup katup dan buka pada katup yang

diinginkan dan seterusnya.

5. Amati perbedaan tekanan yang terjadi pada manometer air.

6. Akhir dari pengujian, tutup semua katup dan matikan power switch (OFF).

1.4.2 Eksperimen Untuk Mengukur Kerugian Head Pada Peralatan Pipa

Persiapan

1. Tutup semua katup ventilasi udara, katup pressure tapping selection dan katup

pembuangan (kontrol aliran).

2. Buka semua katup pengatur aliran, katup bola, katup gerbang (gate valve), drank

ram (cock) agar air dapat mengalir.

3. Tekan switch motor penggerak pada posisi ON agar pompa dapat bekerja

mensirkulasi air.

4. Buka katup ventilasi udara (katup VA-1 dan VA-2) untuk mengeluarkan udara

dari jaringan pipa.

Pengukuran

1. Putar katup kontrol aliran (VF-1) untuk mengubah debit aliran yang diinginkan,

debit aliran dapat dilihat pada rotameter.

2. Buka katup (gate valve, globe valve, dan cock) dalam keadaan bukaan penuh

3. Buka katup water inverse U-TUBE manometer (L dan R).

4. Buka katup ventilasi manometer air.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 25

Page 26: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

5. Buka katup pada pressure tapping selection untuk mengetahui perbedaan tekanan

antara dua titik (hanya dua katup yang terbuka); apabila ingin mengetahui

perbedaan tekanan dititik yang lain, tutup katup dan buka pada katup yang

diinginkan dan seterusnya.

6. Amati perbedaan tekanan yang terjadi pada manometer air.

7. Akhir dari pengujian, tutup semua katup dan matikan power switch (OFF).

1.4.3 Eksperimen Untuk Pengukuran dengan Orifice, Nozzle, dan Tabung Venturi

Persiapan

1. Tutup semua katup ventilasi udara, katup pressure tapping selection dan katup

pembuangan (kontrol aliran).

2. Buka semua katup pengatur aliran, katup bola, katup gerbang (gate valve), drank

ram (cock) agar air dapat mengalir.

3. Tekan switch motor penggerak pada posisi ON agar pompa dapat bekerja

mensirkulasi air.

4. Buka katup ventilasi udara (katup VA-1 dan VA-2) untuk mengeluarkan udara

dari jaringan pipa.

Pengukuran

1. Putar katup kontrol aliran (VF-1) untuk mengubah debit aliran yang diinginkan,

debit aliran dapat dilihat pada rotameter.

2. Buka katup water inverse U-TUBE manometer (L dan R).

3. Buka katup ventilasi manometer air.

4. Buka katup pada pressure tapping selection untuk mengetahui perbedaan tekanan

antara dua titik (hanya dua katup yang terbuka); apabila ingin mengetahui

perbedaan tekanan dititik yang lain, tutup katup dan buka pada katup yang

diinginkan dan seterusnya.

5. Amati perbedaan tekanan yang terjadi pada manometer air.

6. Akhir dari pengujian, tutup semua katup dan matikan power switch (OFF).

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 26

Page 27: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

1.5 Hasil Pengujian

1.5.1 Data Hasil Pengujian

Tabel 1.3 Data Hasil Pengujian Pada Katup 25 – 26

No Qkatup 25-26

H Kanan H Kiri ∆H1 0.6 174 308 1342 0.8 154 371 217

3 1 121 455 334

4 1.2 76 554 478

5 1.4 292 240 707.2

6 1.6 299 234 884

7 1.8 312 226 1169.68 2 315 218 1319.29 2.2 322 210 1523.2Ʃ 12.6 2065 2816 10213.6

Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin FT UB

Tabel 1.4 Data Hasil Pengujian Pada Katup 11 – 12

No Qkatup 11-12 (cock)

H Kanan H Kiri ∆H1 0.6 251 248 32 0.8 304 296 83 1 347 336 11

4 1.2 396 380 16

5 1.4 439 422 176 1.6 475 542 237 1.8 509 476 338 2 542 504 389 2.2 562 517 45Ʃ 12.6 3825 3721 156

Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin FT UB

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 27

Page 28: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Tabel 1.5 Data Hasil Pengujian Pada Katup 15 – 16

No Qkatup 15-16 venturi

H Kanan H Kiri ∆H1 0.6 335 219 116

2 0.8 430 186 244

3 1 534 155 379

4 1.2 245 288 584.8

5 1.4 235 296 829.6

6 1.6 225 316 1237.67 1.8 216 317 1373.68 2 205 326 1645.69 2.2 192 341 2026.4Ʃ 12.6 2617 2444 8436.6

Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin FT UB

1.5.2 Contoh Perhitungan

1. Mengukur Kerugian Gesek Pada Pipa

a. Laju aliran perdetik – Q1 ( m3/detik )

Q1=Q

3,6x 10−3

Q1=0,63,6

x 10−3

Q1 = 0,0001667 m3/ detik

Dengan Q didapat dari Rotameter

b. Kecepatan air dalam pipa – V ( m/s )

V=Q1/ π

4d2

V=0,0001667 /3,144

0,01612

V =0 .819081922 m/s

Dengan d adalah diameter dalam pipa, yaitu : d 1/2 B = 0,0161

c. Faktor gesekan untuk air dalam pipa –λ

λ=2 g . h .dV 2. l

λ=2.9,8.0,0134 .0,0161(0 .819081922)2 .2

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 28

Page 29: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

λ=¿0.0031513893

Dengan h adalah tekanan diferensial yaitu h ½ , h ¾ , h1, h1 ¼ (mH2O), dan L

adalah panjang pipa = 2m

d. Bilangan Reynold untuk aliran air dalam pipa

ℜd=d . Vμ

ℜd=0,0161.0 .8190819220,00884.10−4

ℜd=¿ 14917.6685

Dimana v adalah viskositas kinematik air pada temperatur 25 0C (m2/s)

μ25=0,00884. 10− 4

2. Mengukur Kerugian Head Pada Peralatan Pipa

a. Laju aliran perdetik – Q1 ( m3/detik )

Q1=Q

3,6x 10−3

Q1=0,63,6

x 10−3

Q1 = 0,0001667 m3/ detik

Dengan Q didapat dari Rotameter

b. Kecepatan air dalam pipa – V ( m/s )

V=Q1/ π

4d2

V=0,0001667 /3,144

0,03572

V = 0.150979 m/s

Dengan d adalah diameter dalam pipa, yaitu : d 1 ¼ B = 0,0357

c. Koefisien kerugian head pada Cock valve

k11−12=h11−12

(V )2/2 g

k11−12=0,03

(0.1665876 )2/2.9,8

K 11−12=¿ 0.645545936

d. Bilangan Reynold untuk aliran air dalam pipa

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 29

Page 30: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

ℜd=d .Vμ

ℜd=0,0357. 0.1666209130,00884.10−4

ℜd=¿ 6728.921487

Dimana v adalah viskositas kinematik air pada temperatur 25 0C (m2/s)

3. Mengukur Koefisien Aliran Pada Venturi

a. Laju aliran perdetik – Q1 ( m3/detik )

Q1=Q

3,6x 10−3

Q1=0,63,6

x 10−3

Q1 = 0,0001667 m3/ detik

Dengan Q didapat dari Rotameter

b. Kecepatan air dalam pipa – V ( m/s )

V=Q1/ π

4d2

V=0,0001667 /3,144

0,03572

V = 0.1665876 m/s

Dengan Q didapat dari Rotameter

c. Laju aliran teoritis pada venturi – Qv ( m3/detik )

Qv=π4

dv2√2.g . hv

Qv=3,144

0,01142 √2.9,8 .37,65

Qv = 0.000159273 m3/detik

Dengan :

dv = diameter Orifice (0,0114m)

g = 9,8 m/s2

hv = 12,55 x h’o

hv = perbedaan tekanan antara tingkat yang atas dan bawah pada Nozzle

(mH2O)

h’v = pembacaan dari perbedaan merkuri kolom pada pipa manometer U air

raksa (mHg)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 30

Page 31: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 31

Page 32: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

d. Koefisien aliran pada Venturi –Cv

Cv=Q1

Qv

Cv= 0,00016670.000159273

Cv = 1.046420126

e. Bilangan Reynold untuk aliran air dalam pipa

ℜd=d (1 1

4 ) .V (1 14 )

μ

ℜd=0,0357.0,16658760,0884. 10−4

ℜd=¿6727.575987

Dimana μ adalah viskositas kinematik air pada temperatur 25 0C (m2/s)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 32

Page 33: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

1.5.3 Grafik dan Pembahasan

1.5.3.1 Grafik Hubungan Faktor Gesekan Terhadap Bilangan Reynold

10000 20000 30000 40000 50000 60000-0.003

0.006

0.015

0.024

0.033

0.042

0.051

0.06

hubungan antara bil.reynold dengan koefisien gesekPolynomial (hubungan antara bil.reynold dengan koefisien gesek)

Bilangan Reynold

Fakt

or G

esek

( λ )

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 33 30

Page 34: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Analisa Grafik :

Pada Grafik dapat dilihat hubungan antara bilangan reynold dengan faktor

gesek. Bilangan Reynold adalah bilangan tak berdimensi yang menentukan jenis aliran

suatu fluida. Bila bilangan reynold menunjukkan angka kurang dari 2300 maka

alirannya laminar, bila menunjukkan angka lebih dari 4000 maka alirannya turbulen dan

apabila diantara 2300 – 4000 maka alirannya transisi

Gambar 1.26 Aliran Laminar, Turbulen, dan transisiSumber : Anonymous 16, 2015

Kerugian gesek adalah kerugian yang terjadi akibat gesekan antara fluida dengan

dinding pipa lurus. Berdasarkan teori yang ada dijelaskan bahwa semakin besar

bilangan reynold maka faktor geseknya semakin rendah. Hal ini ditunjukkan dengan

bilangan reynold yang semakin tinggi maka aliran fluida semakin turbulen. Karena

aliran fluida yang turbulen ini mengakibatkan gaya gesek antara fluida dengan dinding

semakin menurun. Inilah yang sebenarnya penyebab mengapa kerugian geseknya

semakin menurun. Hal ini sesuai dengan grafik dimana diketahui bahwa semakin tinggi

bilangan reynold maka kerugian geseknya cenderung menurun. Bila ditinjau dari rumus

bilangan reynold dengan kerugian gesek.

ℜd=d . Vμ ; λ=

2g . h .dV 2. l

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 34

Page 35: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

1.5.3.2 Grafik Hubungan Koefisien kerugian Head Bilangan Reynold

5000 10000 15000 20000 25000 300000

1

2

3

4

5

6

7

Gate Valve (Katup 7-8)

Polynomial (Gate Valve (Katup 7-8))

Glove Valve (Katup 9-10)

Polynomial (Glove Valve (Katup 9-10))

Cock Valve (Katup 11-12)

Polynomial (Cock Valve (Katup 11-12))

Bilangan Reynold

Koefi

sien

Keru

gian

Head

(ζ)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 35 32

Page 36: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Analisa Grafik

Pada Grafik menjelaskan bahwa sumbu X menunjukkan bilangan reynold dan

sumbu Y menunjukkan koefisien kerugian head. Dimana koefisien kerugian head

adalah nilai kerugian energi pada fluida yang disebabkan oleh valve. Dari grafik

diketahui bahwa semakin besar bilangan reynold maka koefisien head cenderung

menurun.

k11−12=h11−12

(V )2/2 gℜd=d . V

μ ;

Berdasarkan rumus diatas diketahui bahwa semakin besar kecepatan aliran fluida

maka bilangan reynold yang didapat juga akan semakin besar dan menyebabkan

koefisien kerugian geseknya semakin menurun.

Secara teoritis semakin tinggi bilangan reynold maka koefisien kerugian

headnya semakin rendah. Namun terjadi penyimpangan pada data yang didapat. Pada

grafik penyimpangan terjadi karena perubahan kecepatan dengan tekanan differential

yang tidak sebanding, hal tersebut berpengaruh pada delta H sehingga koefisien head

naik.

Urutan kerugian head dari yang paling tinggi ke rendah secara teoritis adalah

glove, cock, dan gate. Karena glove valve memungkinkan terjadinya aliran balik.

Namun terjadi penyimpangan pada grafik. Hal ini kemungkinan terjadi karena adanya

vortex. hal ini dikarenakan. pada gate valve terjadi vorteks. Vorteks adalah gerakan

cairan yang berputar cepat mengitari pusatnya. Ketika bilangan reynold lebih dari 4000

maka akan turbulen dan aliran membentuk putaran. Ketika melewati gate valve

dikarenakan luas penampang yang berbeda yaitu bertambah besar mengakibatkan

kecepatan semakin cepat. Adanya vorteks ini tidak diharapkan karena semakin cepat

aliran fluida dipusaran tersebut maka tekanan semakin kecil. Karenanya fluida akan

menguap sehingga terjadinya kerugian.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 36

Page 37: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 1.27 Penampang pada cock ValveSumber : Anonymous 16,2015

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 37

Page 38: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

1.5.3.3 Grafik Hubungan Koefisien Aliran terhadap Bilangan Reynold

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 38 34

Koefisien Aliran

Page 39: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Analisa Grafik

Grafik diatas menjelaskan disumbu X merupakan bilangan reynold dan disumbu

Y merupakan koefisien aliran. Koefisien aliran adalah perbandingan antara laju aliran

(Q1) dengan laju aliran teoritis (Qn). Berdasarkan teori, semakin besar kecepatan alir

maka bilangan reynold juga akan besar menjadikan koefisien aliran semakin kecil.

Ketika debit fluida ditambah maka kecepatan aliran pada fluida meningkat pada pipa

sehingga koefisien aliran semakin menurun. Pada grafik terlihat bahwa semakin besar

bilangan reynold semakin menurun koefisien aliran. Hal ini sesuai dengan teori.

ℜd=d . Vμ ; Cv = Q1/ Qv

dimana :

Q1 = Q/3,6 x 10-3

Qv = π/4 dv2√2. g . hv

Semakin besar Q1 maka kecepatan alir semakin besar, sehingga bilangan

reynold semakin besar. Dengan mengingkatnya Q1 maka koefisien aliran juga

meningkat. Koefisien aliran juga dipengaruhi oleh laju aliran pada flow meter, laju

aliran pada flow meter menunjukan losses yang terjadi pada flowmeter. Semakin kecil

losses yang terjadi pada flow meter maka koefisien pada aliran semakin tinggi, begitu

juga sebaliknya

Secara teoritis urutan koefisien aliran dari yang paling tinggi ke rendah koefisien

aliran pada pengujian venturi, pengujian nozzle, dan yang terakhir orifice. Pada grafik

tidak terjadi penyimpangan karena kecenderungan grafik sesuai dengan dasar teori.

Karena pada venturi alirannya lebih granular yang disebabkan oleh bentuk venturi yang

dari diameter besar – kecil- besar. Namun orifice mempunyai perubahan luas

penampang sehingga pada aliran terjadi aliran balik. Dan nozzle berada di antara orifice

dan venturi ,dimana memiliki aliran yang transisi Karena memiliki struktur flow meter

dari luas penampang yang besar lalu menyempit

1.5.4 Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Apabila pada suatu aliran terdapat kerugian gesek yang tinggi, maka kecepatan

alirannya semakin kecil. Diketahui bahwa kecepatan aliran berbanding lurus

dengan bilangan Reynold, sehingga bilangan Reynold berbanding terbalik dengan

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 39

Page 40: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

kerugian gesek. Semakin besar bilangan Reynold alirannya semakin turbulen,

karena pada aliran turbulen fluida yang mengalir tidak teratur sehingga fluida

yang bergesekan dengan dinding sedikit.

2. Kerugian head adalah kerugian energi pada suatu aliran fluida. Hal ini disebabkan

karena adanya vorteks pada cock valve yang menyebabkan luas penampang pada

bagian yang diukur manometer menjadi semakin kecil diameternya karena

terdapat vorteks. Kerugian head pada fluida disebabkan oleh kerugian head

kecapatan fluida yang disebabkan oleh bidang kontak antara fluida dan vorteks.

3. Koefisien aliran venturi dilihat dari jumlah aliran sebelum masuk venturi

dibanding jumlah aliran keluar pada venturi. Pada saat bilangan Reynold rendah,

aliran pada pipa cenderung laminar, tetapi apabila bilangan Reynold semakin

tinggi, aliran pada pipa akan semakin turbulen. Saat aliran tersebut turbulen maka

terdapat rongga-rongga udara sehingga tidak terisi penuh dengan aliran, maka

jumlah aliran pada aliran tubulen lebih kecil dibandingkan dengan aliran laminar.

Sehingga Semakin besar bilangan reynold, maka kecepatan aliran fluida

meningkat maka Q1 meningkat dan semakin meningkat Q1 maka Koefisien aliran

fluida juga meningkat. Sehingga nilai koefisien aliran cenderung konstan, ini

disebabkan karena koefisien aliran itu merupakan perbandingan antara laju

aliran(Q1) dan laju aliran teoritis(Q0) yang hasil perbandingannya cenderung

konstan.

Saran

1. Laboraturium sebaiknya memberikan kesempatan kepada praktikan untuk

mengetahui alat-alat lain diluar bab yang diajarkan. Karena pada Laboraturium

Fenomena Dasar Mesin terdapat banyak alat-alat yang belum diketahui praktikan.

2. Laboratorium sebaiknya memperbaiki atau memperbarui alat-alat yang sudah

mulai rusak atau sudah mulai kurang baik kinerjanya.

3. Praktikum sebaiknya lebih diawasi oleh asisten agar praktikan tidak melakukan

kesalahan terutama saat melakukan pengukuran.

4. Laboraturium sebaiknya memiliki website yang diperbarui setiap hari mengenai

informasi-informasi laboraturium agar dapat diakses oleh praktikan dengan lebih

cepat dan lebih efisien.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 40

Page 41: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

BAB IIWATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH

2.1 Dasar Teori

2.1.1 Mekanisme Perpindahan Panas

Energi panas dapat ditransfer dari satu sistem ke sistem yang lain, sebagai hasil

dari perbedaan temperatur. Sedangkan analisis termodinamika hanya mengangkat hasil

dari perpindahan panas sebagai sistem yang mengalami proses dari satu keadaan

setimbang yang lain. Jadi ilmu yang berhubungan dengan penentuan tingkat

perpindahan energi adalah perindahan panas. Adapun transfer energi panas selalu terjadi

dari medium suhu yang lebih tinggi ke suhu yang lebih rendah, dan perpindahan panas

berhenti ketika dua medium mencapai suhu yang sama.

Proses perpindahan panas dapat berpindah dengan tiga cara, yaitu kondusi,

konveksi dan radiasi. Semua cara dari perpindahan panas memerlukan adanya

perbedaan suhu, dan semua cara berasal dari medium suhu yang lebih tinggi ke suhu

yang lebih rendah. Di bawah ini kita memberikan gambaran singkat dari setiap cara.

2.1.2 Konduksi

Konduksi adalah perpindahan energi dari partikel yang lebih energik dari suatu

zat dengan yang kurang energik yang berdekatan sebagai akibat dari interaksi antara

partikel. Konduksi dapat terjadi pada zat padat, cair dan gas. Pada gas dan cair,

konduksi ini disebabkan oleh tabrakan dan pembauran dari gerakan molekul selama

gerakan acak mereka. Pada benda padat, gerakan ini disebabkan akibat kombinasi

getaran dari molekul di dalam kisi dan berpindahnya energi yang disebabkan oleh

elektron bebas. Laju konduksi panas melalui media tergantung pada geometri dari

medium, ketebalan, dan bahan dari medium, serta beda suhu di medium terdebut.

Pada penjelasan berikut, dapat dilihat proses perpindahan panas melalui dinding

yang tebalnya Δx=L dan luasnya A, seperti pada gambar berikut :

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 41

Page 42: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 2.1 Perpindahan Panas Konduksi Melalui DindingSumber: Cengel. (2003:21)

Perbedaan temperatur pada dinding adalah ΔT= T2-T1. Percobaan dapat

menghasilkan laju dari perpindahan panas Q melalui dinding dua kali lipat ketika

perbedaan suhu di seluruh dinding atau area A normal terhadap arah perpindahan panas

dua kali lipat, tapi dibelah duaketika ketebalan dinding L dua kali lipat. Dengan

demikian kita menyimpulkan bahwa lajukonduksi panas melalui lapisan dinding

sebanding dengan perbedaan suhu di seluruh lapisandan area perpindahan panas, namun

berbanding terbalik dengan ketebalan lapisan, sehingga dapat dirumuskan dengan:

Laju Konduksi=( Luas )(gradient temperatur)

Ketebalan

Atau,

Qkonduksi=kA T 2−T 1 x

=−kA T x

Dimana konstanta k adalah konduktivitas termal material, yang merupakan

ukuran kemampuan suatu material untuk menghantarkan panas. Jika Δx = 0, persamaan

di atas tereduksi menjadi bentuk diferensial

Qkonduksi=−kA dTdx

Tanda negatif di dalam rumus memastikan bahwa perpindahan panas dalam arah

x positif adalah jumlah yang positif.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 42

Page 43: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2.1.3 Konveksi

Konveksi adalah proses transport energi dengan kerja gabungan dari konduksi

panas, penyimpanan dan gerakan mencampur. Konveksi sangat penting sebagai

mekanisme perpindahan energi antara permukaan benda padat dan cairan atau gas.

Perpindahan energi dengan cara konveksi dari suatu permukaan yang suhunya di

atas suhu fluida sekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap. Pertama, panas akan

mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel-partikel fluida yang

berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan menaikkan suhu dan

energi dalam partikel-partikel fluida ini. Kemudian partikel-partikel fluida tersebut akan

bergerak ke daerah yang bersuhurendah didalam fluida di mana mereka akan bercampur

dengan, dan memindahkan sebagian energinya kepada, partikel-partikel fluida lainnya.

Dalam hal ini alirannya adalah aliran fluida maupun energi. Energi sebenarnya

disimpan di dalam partikel-partikel fluida dan diangkut sebagai akibat gerakan massa

partikel-partikel tersebut. Mekanisme ini untuk operasinya tidak tergantung hanya pada

beda suhu dan oleh karena itu tidak secara tepat memenuhi definisi perpindahan panas.

Tetapi hasil bersihnya adalah angkutan energi, dankarena terjadinya dalam arah gradien

suhu, maka juga digolongkan dalam suatu cara perpindahan panas dan ditunjuk dengan

sebutan aliran panas dengan cara konveksi.

Laju perpindahan panas dengan cara konveksi antara suatu permukaan dan suatu

fluida dapat dihitung dengan hubungan

Di mana :

q = laju perpindahan panas dengan cara konveksi, (Watt)

As = luas perpindahan panas, (m²)

Ts = Temperarur permukaan benda padat, (ºK)

T∞ = Temperatur fluida mengalir, (ºK)

h = koefisien perpindahan panas konveksi, (W/m²ºK)

Perpindahan panas konveksi diklasifikasikan dalam konveksi bebas (free

convection) dan konveksi paksa (forced convection) menurut cara menggerakkan

alirannya. Konveksi M alami adalah perpindahan panas yang disebabkan oleh beda

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 43

Page 44: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

suhu dan beda rapat saja dan tidak ada tenaga dari luar yang mendorongnya. Konveksi

alamiah dapat terjadi karena ada arus yang mengalir akibat gaya apung, sedangkan gaya

apung terjadi karena ada perbedaan densitas fluida tanpa dipengaruhi gaya dari luar

sistem. Perbedaan densitas fluida terjadi karena adanya gradien suhu pada fluida.

Konveksi paksa adalah perpindahan panas aliran gas atau cairan yang

disebabkan adanya tenaga dari luar. Konveksi paksa dapat pula terjadi karena arus

fluida yang terjadi digerakkan oleh suatu peralatan mekanik (contoh : pompa dan

pengaduk), jadi arus fluida tidak hanya tergantung pada perbedaan densitas. Contoh

perpindahan panas secara konveksi paksa adalah pelat panas dihembus udara dengan

kipas/blower.

Secara umum aliran fluida dapat diklasifikasikan sebagai aliran eksternal dan

aliran internal.Aliran eksternal terjadi saat fluida mengenai suatu permukaan benda.

Contohnya adalah aliran fluida melintasi plat atau melintang pipa. Aliran internal adalah

aliran fluida yang dibatasi oleh permukaan zat padat, misalnya aliran dalam

pipa/saluran. Perbedaan antara aliran eksternal dan aliran internal pada suatu

pipa/saluran ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Secara umum aliran fluida dapat diklasifikasikan sebagai aliran eksternal dan

aliran internal. Aliran eksternal terjadi saat fluida mengenai suatu permukaan benda.

Contohnya adalah aliran fluida melintasi plat atau melintang pipa. Aliran internal adalah

aliran fluida yang dibatasi oleh permukaan zat padat, misalnya aliran dalam

pipa/saluran. Perbedaan antara aliran eksternal dan aliran internal pada suatu

pipa/saluran ditunjukkan pada Gambar 3.2.

Gambar 2.2 Aliran eksternal udara dan aliran internal air pada suatu pipa/saluranSumber: Cengel. (2003:21)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 44

Page 45: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2.1.4 Radiasi

Radiasi adalah energi yang dipancarkan oleh materi dalam bentuk gelombang

elektromagnetik sebagai akibat dari perubahan konfigurasi elektronik dari atom atau

molekul. Tingkat maksimum radiasi yang dapat dipancarkan permukaan pada suhu Ts

mutlak diberikan oleh hukum Stefann-Boltzmann yaitu

Qradiasi max=σ A s T s4

Dimana σ = 5,67 x 10−8W/m2 K4 merupakan konstanta Stefann-Boltzmann. Permukaan

ideal yang memancarkan radiasi pada tingkat maksimum ini disebut benda hitam, dan

radiasi yang dipancarkan oleh benda hitam disebut Radiasi benda hitam. Radiasi yang

dipancarkan oleh semua permukaan nyata lebih kecil dari radiasi yang dipancarkan oleh

benda hitam pada suhu yang sama, dan dinyatakan sebagai

Qradiasi=εσ A s T s4

Dimana ε adalah emisivitas permukaan yang besarnya adalah diantara 0 ≤ ε ≤ 1.As

adalah luas permukaan dan Ts adalah temperatur absolut.

2.1.5 Konduktivitas termal

Konduktivitas termal adalah kemampuan suatu material untuk menghantarkan

panas. Persamaan untuk laju perpindahan panas konduksi dalam kondisi stabil juga

dapat dilihat sebagai persamaan penentu bagi konduktivitas termal. Sehingga

konduktivitas termal dari material dapat didefinisikan sebagai laju perpindahan panas

melalui ketebalan unit bahan per satuan luas per perbedaan suhu. Konduktivitas termal

material adalah ukuran kemampuan bahan untuk menghantarkan panas. Harga tertinggi

untuk konduktivitas termal menunjukkan bahwa material adalah konduktor panas yang

baik, dan harga terendah untuk konduktivitas termal menunjukan bahwa material adalah

bukan pengahantar panas yang baik atau disebut isolator.Konduktivitas termal beberapa

bahan umum pada suhu kamar diberikan dalam table di bawah ini.

Suhu adalah ukuran energi kinetik dari partikel seperti molekul atau atom dari

suatu zat.Pada cairan dan gas, energi kinetik dari partikel terjadi karena gerak translasi

acak mereka serta gerakan getaran dan rotasi mereka. Ketika dua molekul yang

memiliki energi kinetic yang berbeda berbenturan, bagian dari energi kinetik dari

molekul lebih bertenaga ditransfer ke molekul kurang bertenaga, sama seperti ketika

dua bola elastis dari massa yang sama dengan kecepatan yang berbeda berbenturan,

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 45

Page 46: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

bagian dari energi kinetik dengan bola kecepatan tinggi ditransfer ke bola yang

kecepatanya lebih lambat. Makin tinggi suhu, semakin cepat molekul bergerak, semakin

tinggi jumlah molekul tabrakan, dan semakin baik perpindahan panasnya.

2.1.6 Difusivitas Termal

Cp sering dijumpai dalam analisis perpindahan panas, disebut kapasitas panas

material. Baik dari Cp panas spesifik dan kapasitas panas ρCp mewakili kemampuan

penyimpanan panas dari suatu material. Tapi Cp mengungkapkan itu per satuan massa

sedangkan ρCp mengungkapkan itu per satuan volume, dapat melihat dari satuan

mereka masing-masing. Sifat bahan lain yang muncul dalam analisis konduksi panas

transien adalah difusivitas termal, yang mewakili bagaimana cepat panas berdifusi

melalui materi dan dirumuskan dengan

α= Panas yang diberikanpanas yang disimpan

= kp C p

(m ² /s)

Harap diingat bahwa Konduktivitas termal k merupakan seberapa baik suatu

bahan menghantarkan panas, dan kapasitas panas ρCp mewakili berapa banyak

menyimpan sebuah energi bahan per satuan volume. Oleh karena itu, difusivitas termal

dari material dapat dipandang sebagai rasio panas yang dilakukan melalui bentuk

material panas yang tersimpan per satuan volume. Bahan yang memiliki konduktivitas

panas yang tinggi atau kapasitas panas yang rendah jelas akan memiliki difusivitas

termal besar. Semakin besar difusivitas termal, semakin cepat penyebaran panas ke

medium. Nilai diffusivitas termal yang kecil berarti panas yang sebagian besar diserap

oleh material..

2.1.7 Heat Exchanger

Heat exchanger adalah perangkat yang memfasilitasi pertukaran panas antara

dua cairan pada temperatur yang berbeda, sekaligus menjaga mereka dari pencampuran

satu sama lain. Dalam radiator mobil, misalnya , panas dipindahkan dari air panas yang

mengalir melalui tabung radiator ke udara mengalir melalui pelat tipis berjarak dekat

dinding luar yang melekat pada tabung . Perpindahan panas pada Heat exchanger

biasanya melibatkan konveksi di setiap cairan dan konduksi melalui dinding yang

memisahkan dua cairan . Dalam analisis penukar panas , akan lebih mudah untuk

bekerja dengan koefisien perpindahan panas keseluruhan U yang menyumbang

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 46

Page 47: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

kontribusi dari semua efek transfer panas ini . Laju perpindahan panas antara dua cairan

pada lokasi di penukar panas tergantung pada besarnya perbedaan suhu dibahwa lokasi ,

yang bervariasi sepanjang penukar panas . Jenis paling sederhana dari penukarpanas

terdiri dari dua pipa konsentris yang berbeda diameter , seperti yang ditunjukkan pada

Gambar 3.3 , yang disebut double pipa panas exchanger.

Gambar 2.3 Aliran sistem heat exchanger pipa gandaSumber: Cengel. (2003:21)

Salah satu cairan dalam penukar panas double- pipa mengalir melalui pipa yang

lebih kecil, sementara cairan lainnya mengalir melalui ruang annular antara dua pipa .

Dua jenis pengaturan aliran yang mungkin dalam double- pipa penukar panas yaitu

dalam aliran parallel, baik cairan panas dan dingin memasuki panas penukar pada akhir

yang sama dan bergerak ke arah yang sama. Dalam aliran counter, di sisi lain , cairan

panas dan dingin memasuki penukar panas di seberang berakhir dan aliran dalam arah

yang berlawanan . Tipe lain dari penukar panas , yang dirancang khusus untuk

mewujudkan besar luas permukaan perpindahan panas per satuan volume , adalah

penukar panas kompak. Panas Compact exchanger memungkinkan kita untuk mencapai

kecepatan transfer panas tinggi antara dua cairan dalam volume kecil , dan mereka

biasanya digunakan dalam aplikasi dengan keterbatasan yang ketat pada berat dan

volume penukar panas.

Sebuah penukar panas biasanya melibatkan dua cairan mengalir dipisahkan oleh

dinding yang padat.Panas pertama ditransfer dari fluida panas ke dinding oleh konveksi,

melalui dinding dengan konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi dengan

konveksi. Jaringan tahan panas yang terkait dengan proses perpindahan panas ini

melibatkan dua konveksi dan konduksi satu resistensi.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 47

Page 48: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 2.4 Perpindahan panas pada pipa gandaSumber: Cengel. (2003:21)

Variabel i dan o mewakili permukaan dalam dan luar dari tabung bagian dalam.

Untuk heat exchanger double pipa kita memiliki Ai = πDiL dan A0 = πD0L dan

tahanan panas tabung dalam situasi ini adalah

Dimana k adalah konduktivitas termal dari material dinding dan L adalah

panjang tabung. Kemudian tahan panas keseluruhan menjadi

R=R tot+Rwall+R0=1

h i A i+

¿( D0l Di)2 ΠkL

+ 1h0 A0

Ai adalah luas permukaan dalam dari dinding yang memisahkan dua cairan, dan

Ao adalah luas permukaan luar dinding. Dengan kata lain, Ai dan A0 adalah luas

permukaan dinding yang memisahkan dan dibasahi oleh cairan dalam dan cairan luar,

masing-masing.

2.1.8 Counter-flow Heat Exchanger

Variasi suhu cairan panas dan dingin dalam heat exchanger counter-flow

diberikan pada Gambar 3.5. Perhatikan bahwa cairan panas dan dingin masukkan pada

ujung-ujung pipa, dan suhu keluar dingin cairan pada keadaan ini dapat melebihi suhu

keluar panas cairan.dalam kasus ini , cairan dingin akan dipanaskan sampai suhu inlet

dari fluida panas . Namun, suhu outlet fluida dingin tidak pernah bisa melebihi inlet

suhu dari fluida panas karena ini akan menjadi pelanggaran hukum kedua dari

termodinamika . Tetapi kita dapat menunjukkan dengan mengulangi analisis atas yang

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 48

Page 49: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

juga berlaku untuk penukar counter-flow panas. Untuk inlet dan outlet suhu yang

ditentukan, log rata-rata suhu perbedaan bagi penukar panas counter-flow selalu lebih

besar dari itu untuk paralel -flow. Artinya, ΔT counter-flow lebih besar dari pada ΔT

paralel –flow dan dengan demikian untuk mencapai laju perpindahan panas tertentu

dalam counter-flow dibutuhkan luas penampang yang kecil .

Gambar 2.5 aliran (a) counter flow, (b) parallel flow, dan grafik temperatur in, out.Sumber: Cengel. (2003:21)

2.1.9 Metode ε – NTU

Untuk mendefinisikan effectivenes alat penukar panas, pertama kita harus

Menentukan kemungkinan laju perpindahan panas maksimum (maximum possible heat

transfer rate), qmax pada alat penukar panas. Laju perpindahan panas ini secara prinsip

dapat dicapai pada alat penukar panas counterflow, gambar 2.1, dengan panjang tak

terhingga.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 49

Page 50: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 2.6 Distribusi Temperatur pada Counter Flow Heat ExchangerSumber : Dasar teori Lab. FDM

Alat penukar panas pada kondisi ini, kemungkinan perbedaan temperatur

maksimum pada fluida adalah Th,i – Tc,i. Untuk menggambarkan hal ini, perhatikan

kondisi dimana Cc < Cn dari persamaan 2.1 dan 2.2, maka [dTc] > [dTh].𝑑𝑞 = − 𝑚 ℎ 𝐶𝑝 ℎ 𝑑𝑇ℎ = − 𝐶ℎ 𝑑𝑇ℎ (2.1)𝑑𝑞 = 𝑐 𝐶𝑝 𝑐 𝑑𝑇𝑐 = 𝐶𝑐 𝑑𝑇𝑐 (2.2)

Kemudian fluida dingin akan mengalami perubahan temperatur yang besar dan

jika L→ ∞, maka fluida dingin tersebut akan dipanaskan mencapai panas (Tc,o = Th,i).

Berdasarkan persamaan maka akan didapat persamaan 2.3:

Cc < Ch : qmax = Cc (Th,i-Tc,i) (2.3)

Demikian pula jika Ch < Cc fluida panas akan mengalami perubahan temperatur

terbesar dan akan menjadi dingin pada temperature masukan dari fluida yang dingin

( Th,o = Tc,i). Kemudian dari persamaan 2.4 maka didapatkan persamaan 2.5. [2]

q = ṁh Cp h (Th i – Th o) (2.4)

Ch < Cc : qmax = Ch (Th,I – Tc,i) (2.5)

Dari hasil tersebut kita dapatkan kondisi umum :

qmax = Cmin (Th i – Tc i) (2.6)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 50

Page 51: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Dimana Cmin sama dengan Cc atau Ch,mana yang lebih kecil. Untuk temperatur

masuk fluida panas dan dingin yang telah diketahui, dari persamaan 2.6 diatas dapat

digunakan untuk menghitung kemungkinan besarnya laju perpindahan panas maksimum

yang dialami oleh alat penukar panas.

Sekarang sangat logis untuk mendefinisikan effectivenes (ε) sebagai

perbandingan antara laju perpindahan panas aktual untuk sebuah alat penukar panas

pada kemungkinan laju perpindahan panas maksimum, dan dinyatakan sebagai, [2]

ε= qqmaks

(2.7)

Dari persamaan 2.3, 2.5 dan 2.7 di atas didapat bahwa :

(2.8)

Dari definisi effectiveness, yang tidak berdimensi harus pada range 0 ≤ ε ≤ 1.

Jika ε , 𝑇ℎ,𝑖 dan 𝑇𝑐,𝑖 diketahui, laju perpindahan panas aktual untuk alat penukar panas

dapat ditentukan dengan persamaan :𝑞 = 𝜀 𝐶𝑚𝑖𝑛 (𝑇ℎ, − 𝑇𝑐,𝑖 ) (2.9)

Untuk setiap alat penukar panas itu dapat ditunjukkan bahwa :

ε=f (NTU ,Cmin

Cmaks) (2.10)

dimana Cmin/Cmax adalah sama dengan Cc/Ch atau Ch/Cc, tergantung pada besaran relatif

antara laju kapasitas fluida panas dan dingin. Satuan jumlah perpindahan NTU (Number

of Thermal Unit) adalah parameter yang tidak berdimensi yang kegunaannya sangat luas

pada analisis alat penukar pans dan didefinisikan sebagai,

NTU= UACmin

Kemudian itu menyatakan laju perpindahan panas per derajat perbedaan

temperatur rata-rata antara fluida, persamaan q = U . ΔT terhadap laju perpindahan

panas per derajat perubahan temperatur untuk fluida yang mempunyai laju kapasitas

panas minimum.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 51

Page 52: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 52

Page 53: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2.2 Tujuan Pengujian

Menghitung Formulasi dasar dari heat exchanger sederhana

Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger

Pengukuran koefisien perpindahan panas berdasarkan kuantita aliran fluida

Mengetahui efesiensi heat exchanger

2.3 Spesifikasi Alat

Hot water source

Head tank with square weir

Flow rate meter (rotameter) : 200 liter/jam

Termometer pada inlet & outlet : 0 – 100˚C

Electrically immersion heater : 5 kW & 3 kW

Cold water source

Head tank with square weir

Flow rate meter (rotameter) : 500 liter/jam

Termometer pada inlet & outlet : 0 – 100˚C

Heat exchanger

Double tubes water to water heat exchanger : Diameter 1’x Panjang 1000 mm

Katup pengatur aliran : katup 3 arah

Controller unit

Hot water temperature control unit

2.4 Cara Pengambilan Data

1) Set Temperatur

Atur temperatur air panas pada head tank dengan TEMP.SET pada control unit.

Tunggu hingga pembacaan termometer air panas mencapai stabil.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 53

Page 54: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Tabel 2.1 Kombinasi eksperimen

Hot Water

Cold Water

Hot Water

Cold Water

PARALLEL FLOW

A Laminer Laminer

COUNTER FLOW

E Laminer Laminer

B Turbulent Laminer F Turbulent LaminerC Laminer Turbulent G Laminer TurbulentD Turbulent Turbulent H Turbulent Turbulent

Sumber : Modul Praktikum Laboraturium Fenomena Dasar Mesin

2) Set Aliran Laminer dan Turbulen

Dengan mengatur katup no (3) dan (19) atur debit air panas dan air dingn sesuai

dengan tabel berikut :

Tabel 2.2 Turbulen dan laminer

Sumber: Modul Praktikum Laboraturium Fenomena Dasar Mesin

3) Pengukuran

Ukurlah nilai T 1 , T 2 , t 1 , t 2 W dan w dan tulis data dalam lembar pengambilan

data yang telah disediakan.

4) Perhitungan

a) Hitung nilai ∆tmdengan persamaan (4) dan (5)

b) Hitung nilai (T 1 + T 2)/2 kemudian tentukan nilai viskositas kinematik V h pada

tabel properti air.

c) Hitung nilai qw dan Qw dengan persamaan (1)

d) Hitung nilai (t 1 + t 2)/2 kemudian tentukan nilai viskositas kinematic V 1 pada tabel

properti air.

e) Hitung nilai Reⱳ dengan persamaan (8) dan Reⱳ dengan persamaan (9)

f) Hitung nilai efesiensi dengan persamaan (7)

g) Hitung nilai U dengan persamaan (6)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 54

TURBULEN LAMINER

Flow Rate Meter

(Hot Water)

≤ 30 I / h ≥ 100 I / h

Flow Rate Meter

(Cold Water)

≥ 150 I / h ≤500 I / h

Page 55: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 55

Page 56: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2.5 Hasil Pengujian

2.5.1 Data Hasil Pengujian

Tabel 2.3 Data Hasil Pengujian

Instru. (Equation)

Measurements Table

High Temp. Fluid (Hot Water)

Low Temp. Fluid (Cold Water)

High Temp. Fluid (Hot Water)

Low Temp. Fluid(Cold Water)

Thermometer Flow R. Meter

Thermometer Flow R. Meter Kinematic Viscosity of Water

Inlet Outlet Inlet Outlet

Symbol (unit) T1 (ᵒC)

T2 (ᵒC) W (kg/h) t1

(ᵒC) t2 (ᵒC) w (kg/h) (T1+T2)/2 (ᵒC) Vh (t1+t2)/2

(ᵒC) vl

Para

llel A 60 49 20 29 30 100 54,5 0,516 x 10-6 29,5 0,807 x 10-6

B 68 62 150 30 39 100 65 0,446 x 10-6 34,5 0,732 x 10-6

C 68 46 20 30 32 500 57 0,496 x 10-6 31 0,79 x 10-6

D 70 58 150 30 34 500 64 0,445 x 10-6 32 0,768 x 10-6

Cou

nter E 68 47 20 29 36 100 57,5 0,497 x 10-6 32,5 0,77 x 10-6

F 72 65 150 30 41 100 68,5 0,43 x 10-6 35,5 0,73 x 10-6

G 68 41 20 30 32 500 54,5 0,516 x 10-6 31 0,79 x 10-6

H 75 64 150 31 35 500 69,5 0,41 x 10-6 33 0,76 x 10-6

Tabel 2.4 Data Hasil Pengujian

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 56 50

Page 57: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Instru. (Equation

)

Calculation ( Cp, cp ≈ 1 Kcal/Kg deg )Logaritmic Mean Temp. Difference

High Temp. Fluid (Hot Water)

Low Temp. Fluid (Cold Water)

Efficiency Of Heat Exchanger Coefficient Of Overall Heat Transver

T1-t1 T2-t2

41 8 1 9 7 6 9Parallel

FlowT1-t2

T2-t1 Qw

(Kcal/h)

Reyn's NO. qw

(Kcal/h)

Reyn's NO.

Parallel Flow

Counter Flow q

(Kcal/h)

Parallel Flow

Counter Flow

Symbols (Unit)

Counter Flow ∆tm

(ᵒC)∆t1 (ᵒC)

∆t2 (ᵒC) REW Rew ƞh (%) U (Kcal / m².h.deg)

Para

llel

A 31 19 24.5124 220 932.7354 100 939.777 35,5 160 20721.61

B 38 23 29.87501 900 6046.512 900 1036.066 15,8 900 95636.55

C 38 14 24.03536 440 934.8315 1000 4800 57,89 720 95097.98

D 40 24 31.32184 1800 6290.323 2000 4937.5 30 1900 192573.2

Cou

nter

E 32 18 24.33242 420 837.0221 700 984.9351 53,84 560 73062.1

F 31 35 32.95956 1050 7255.814 1100 1038.904 16,67 1075 103542

G 36 11 21.08595 540 806.2016 1000 4800 71,05 770 115927.6

H 40 33 36.38785 1650 7609.756 2000 4989.474 25 1825 159219.4

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 57

Page 58: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2.5.2 Contoh Perhitungan

Dalam contoh perhitungan kali ini, contoh data yang diambil adalah dari Instru.

Equation A, yang di ambil dari hasil perhitungan, yaitu:

A. Untuk menghitung Qw dan qw

Qw = qw

W . Cp . (T1 – T2) = w . cp . (t2 – t1)

Dimana : Qw = Kalor yang dilepas ( kcal / jam)

qw = Kalor yang diterima (kcal / jam)

T1,T2= Temperatur fluida yang bertemperatur tinggi (oC)

t1,t2 = Temperatur fluida yang bertemperatur rendah (oC)

W = Laju aliran fluida bertemperatur tinggi (kg/jam)

w = Laju aliran fluida bertemperatur rendah (kg/jam)

Cp = Panas spesifik (kcal/ kgoC)

Dengan perhitungan Instru. Equation A

Qw = W . Cp . (T1 - T2)

= 20 kg/jam . 1 kcal/kgoC . (60 oC – 49 oC)

= 220 kcal/jam

qw = w . Cp . (t2 - t1)

= 100 kg/jam . 1 kcal/kgoC . (30 oC – 29 oC)

= 100 kcal/jam

Jika ditentukan rata – rata perbedaan temperatur antara kedua fluida sebagai

∆Tm, maka jumlah panas (q) :

q = A . U . ∆Tm

q = (Qw + qw) / 2

Dimana : q = Jumlah panas yang ditukar (kcal/jam)

A = Area permukaan perpindahan panas (m2) dalam kasus

A = ΠdL

u = Koefisien transmisi kalor (kcal/m2jamoC)

∆Tm = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)

Dengan perhitungan

q = (Qw + qw) / 2

q = (220 + 100) / 2

q =160

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 52

Page 59: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Dengan perhitungan q

U = q / (A∆Tm)

= 160 / (3,15 x 10-4 . 24,5124)

= 20721,61 kcal/m2jamoC

Dimana :

A = 3,14/4 (2,76 x 10-2)² - (1,9 x 10-2)²

= 3,15 x 10-4 m²

B. Untuk menghitung Parallel Flow

∆Tm = [(T1 – t1) – (T2-t2)] / [ln ((T1-t1) / (T2-t2))]

Dimana :

∆Tm = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)

T = Temperatur fluida bertemperatur tinggi (oC)

t = Temperatur fluida bertemperatur rendah (oC)

Dengan perhitungan ∆Tm untuk Parallel Flow

∆Tm = [(31) – (19)]/ [ln (31 / 19)]

= 24,5124 ᵒC

C. Untuk menghitung ∆Tm Counter Flow

∆Tm = [(T1 – t2) – (T2-t1)] / [ln ((T1-t2) / (T2-t1))]

Dimana :

∆Tm = Rata – rata perbedaan temperatur (oC)

T = Temperatur fluida bertemperatur tinggi (oC)

t = Temperatur fluida bertemperatur rendah (oC)

Dengan perhitungan

∆Tm = [(32) – (18)] / [ln (32/18)]

= 24,33242 ᵒC1

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 53

Page 60: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

D. Mencari nilai efisiensi heat exchanger (𝜂h) 𝜂h = [(W . Cp . (T1 – T2)) / (W . Cp . (T1 – t1))]

Dimana :𝜂h = Nilai efisiensi heat exchanger

W = Laju alir fluida betemperatur tinggi (kg/jam)

Cp = Panas Spesifik (kcal/kgoC)

Dengan perhitungan efisiensi heat exchanger𝜂h = [(W . Cp . (T1 – T2)) / (W . Cp . (T1 – t1))]

= [(20 x 1 x 11) / (20 x 1 x 31) x 100% = 35,5 %

E. Mencari Bilangan Reynold

Untuk air panas

REw = 2,080 x 10-5 . (W / Vh)

Dimana :

REw = Bilangan Reynold

W = Laju alir fluida bertemperatur tinggi (kg/jam)

Vh = Viskositas kinematik (m2/s) pada temperatur rata – rata air

Panas

Dengan perhitungan bilangan Reynold (Rew)

REw = 2,080 x 10-5 . (20 / 0,516 x 10-6)

= 932,7354

Untuk air dingin :

Re w = 7,584 x 10-6 . ( W/Vi)

Dimana :

Vi = Viskositas kinematik (m2/s) pada temperatur rata – rata air dingin di dalam

tabung

Dengan perhitungan bilangan Reynold (Rew)

Rew = 7,584 x 10-6 (100 / 0,807 x 10-6) = 939,777

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 54

Page 61: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2.5.3 Grafik dan Pembahasan

2.5.3.1 Hubungan Koefisien Perpindahan Panas Terhadap Regime Aliran Pada Variasi Arah Aliran

0

50000

100000

150000

200000

250000

20721.61

95636.5595097.98

192573.2

73062.1

103542115927.6

159219.4Parallel Flow AParallel Flow BParallel Flow CParallel Flow DCounter Flow ECounter Flow FCounter Flow GCounter Flow H

Regime Aliran

Koe

fisie

n Pe

rpin

daha

n Pa

nas

A B C D E F G H

Keteran-gan

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 55 55

Page 62: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Analisa Grafik :

Diagram diatas menunjukan hubungan antara koefisiensi heat exchanger

terhadap regime aliran pada variasi arah aliran. Dari diagram di atas dapat kita lihat

bahwa semakin tinggi jumlah panas yang ditukar (q) dan luas permukaan (A) serta nilai

rata rata (logaritmik) perbedaan temperatur (Δtm) nya maka semakin tinggi nilai

efisiensinya. Hal ini berdasarkan rumusan pada dasar teori yang mengatakan bahwa :

U= qA Δ tm

Dimana :

A = Penampang air dingin ( 3,15 x 10-4 m²)

Diagram di atas merupakan diagram hubungan koefisien perpindahan

panas terhadap regime aliran pada variasi arah aliran. Masing – masing warna

diagram tersebut menggambarkan tipe – tipe aliran dan variasinya. Pada bahasan

yang pertama ini, secara teoritis didapatkan data sebagai berikut :

Grafik koefisien A Dengan Arah aliran Pararel dan Regime Aliran Hot Water

Laminer serta Cold Water Laminer : dari grafik ini dapat kita lihat bahwa efisiensi

yang terjadi sebesar 20721,61

Grafik koefisien E Dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot Water

Laminer serta Cold Water Laminer : Dari grafik ini dapat kita lihat bahwa efisiensi

yang terjadi sebesar 73062,1

Grafik koefisien B Dengan Arah aliran Pararel dan Regime Aliran Hot Water

Turbulent serta Cold Water Laminer : Dari Grafik ini dapat kita lihat bahwa efisiensi

yang terjadi sebesar 95636,55

Grafik koefisien F Dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot Water

Turbulent serta Cold Water Laminer : Dari Grafik ini dapat kita lihat bahwa efisiensi

yang terjadi sebesar 103542

Grafik koefisien C Dengan Arah aliran Pararel dan Regime Aliran Hot Water

Laminer serta Cold Water Turbulent : Dari grafik ini dapat kita lihat bahwa efisiensi

yang terjadi sebesar 95097,98

Grafik koefisien G Dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot Water

Laminer serta Cold Water Turbulent : Dari Grafik ini dapat kita lihat bahwa efisiensi

yang terjadi sebesar 115927,6

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 56

Page 63: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Grafik koefisien D Dengan Arah aliran Pararel dan Regime Aliran Hot Water

Turbulent serta Cold Water Turbulent : Dari Grafik ini dapat kita lihat bahwa

efisiensi yang terjadi sebesar 192573,2

Grafik koefisien H Dengan Arah aliran Pararel dan Regime Aliran Hot Water

Turbulent serta Cold Water Turbulent : Dari grafik ini dapat kita lihat bahwa

efisiensi yang terjadi sebesar 159219,4

Nilai koefisien tersebut dipengaruhi oleh arah aliran dan Regime aliran

dari Hot Water serta Cold Water , dari data dan grafik yang diambil dapat

disimpulkan bahwa pada Jenis Parallel Flow D memiliki efisiensi yang lebih

besar saat aliran Hot Water bersifat Turbulent dan Cold Water bersifat Turbulent

(didapatkan hasil 192573,2). Jika dibandingkan dengan Counter Flow H saat

aliran Hot Water bersifat Turbulent dengan Cold Water Aliran tubulent

(159219,4).

Hal ini diakibatkan karena pada kondisi D didapatkan nilai Qw dan qw

yang besar yang nantinya mempengaruhi perhitungan nilai q. Semakin tinggi

nilai kalor (q) maka semakin tinggi nilai keofisiennya, koefisien juga dapat

menjadi tinggi jika luas penampang (A) dan Δtm nya semakin kecil. Seperti

yang ditunjukan pada diagram turbulen- turbulen yang memiliki nilai paling

tinggi, pada aliran tersebut memiliki nilai kalor (q) yang paling besar. Hal

tersebut juga dipengaruhi karena aliran turbulen memiliki massa alir yang tinggi

(W) dimana semakin tinggi massa alir maka akan semakin tinggi pula nilai Q

nya yang membuat nilai koefisien (U) menjadi tinggi.

Kondisi D nilai Qw dan qw besar diakibatkan oleh adanya variasi jenis

aliran pada kondisi D yaitu Hot Water Turbulent dan Cold Water Turbulent,

dimana karena jenis aliran ini akan didapatkan perpindahan kalor yang besar

nilainya.

Pada grafik Counter Flow nilai koefisien perpindahan panas yang

dihasilkan paling tinggi nilainya adalah pada saat kondisi H, dimana pada

kondisi tersebut kondisi alirannya adalah Hot Water Turbulent dan Cold Water

Turbulent, sama seperti pada kondisi D dimana pada saat kedua jenis aliran air

ini berbeda suhu ini sama – sama memiliki kondisi turbulent maka perpindahan

panas yang terjadi juga semakin besar nilainya, yang nantinya akan

mempengaruhi nilai q.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 57

Page 64: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Yang membedakan Counter Flow dan Parallel Flow dalam

mempengaruhi koefisien panas ini adalah pada perbedaan suhu yang terjadi,

karena pada Counter Flow dan Parallel Flow perbedaan suhu yang terjadi

cenderung berbeda.

Selain itu, koefisien perpindahan panas juga dipengaruhi oleh arah aliran,

dimana arah aliran turbulen ( baik Hot Water maupun Cold Water) akan

menghasilkan nilai Qw dan qw yang tinggi yang nantinya akan membuat nilai q

juga semakin meningkat, dan membuat nilai koefisien perpindahan panas juga

meningkat.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 58

Page 65: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2.5.3.2 Hubungan Efisiensi Perpindahan Panas Terhadap Regime Aliran Pada Variasi Arah Aliran

0

10

20

30

40

50

60

70

80

35.5

15.8

57.89

30

53.84

16.67

71.05

25

Parallel Flow AParallel Flow BParallel Flow CParallel Flow DCounter Flow ECounter Flow FCounter Flow GCounter Flow H

Regime Aliran

Efisi

ensi

Hea

t Exc

hang

er [

%]

A B C D E F G H

Keteran-gan

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 59 59

Page 66: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Analisa Grafik :

Diagram diatas menunjukan hubungan antara efisiensi heat exchanger terhadap

regime aliran pada variasi arah aliran. Dari diagram dapat kita lihat bahwa semakin

kecil nilai kuantitas ideal panas yang ditukar dan semakin tinggi nilai kuantitas aktual

panas yang ditukar maka semakin tinggi nilai efisiensinya. Hal ini berdasarkan rumusan

dasar teori yang mengatakan bahwa

η= kuantitasaktual panas yang ditukarkuantitasideal panas yangditukar

atau

η=W C p(T 1−T2)W Cp(T 1−t 1)

Semakin tinggi suhu (T 1−T 2 ) maka semakin tinggi nilai kuantitas aktual panas yang

ditukar dan semakin kecil suhu (T 1−t 1) dan semakin kecil nilai kuantitas ideal panas

yang ditukar akan membuat efisiensinya semakin tinggi. Selain itu tedapat juga faktor

kalor alir, pada aliran air panas laminer-air dingin turbulen maka akan membuat kalor

alirnya semakin tinggi, dimana semakin tinggi kalor yang diserap oleh air dingin maka

semakin tinggi pula efisiensinya.

Pada diagram ini terdapat beberapa warna diagram yang menggambarkan tipe –

tipe aliran dan variasinya. Pada bahasan yang pertama ini, berdasarkan hasil praktikum

didapatkan data sebagai berikut :

Grafik Efisiensi A Dengan Arah aliran Pararel dan Regime Aliran Hot Water

Laminer serta Cold Water Laminer: dari grafik ini dapat kita lihat bahwa efisiensi

yang terjadi sebesar 35,5 persen

Grafik Efisiensi E Dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot Water

Laminer serta Cold Water Laminer : Dari grafik ini dapat kita lihat bahwa efisiensi

yang terjadi sebesar 53,84 persen

Grafik Efisiensi B Dengan Arah aliran Pararel dan Regime Aliran Hot Water

Turbulen serta Cold Water Laminer : dari Grafik ini dapat kita lihat bahwa efisiensi

yang terjadi sebesar 15,8 persen

Grafik Efisiensi F Dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot Water

Turbulen serta Cold Water Laminer : dari Grafik ini dapat kita lihat bahwa efisiensi

yang terjadi sebesar 16,67 persen

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 60

Page 67: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Grafik Efisiensi C Dengan Arah aliran Pararel dan Regime Aliran Hot Water

Laminer serta Cold Water Turbulent : dari Grafik ini dapat kita lihat bahwa efisiensi

yang terjadi sebesar 57,89 persen

Grafik Efisiensi G Dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot Water

Laminer serta Cold Water Turbulent : dari Grafik ini dapat kita lihat bahwa efisiensi

yang terjadi sebesar 71,05 persen

Grafik Efisiensi D Dengan Arah aliran Pararel dan Regime Aliran Hot Water

Turbulent serta Cold Water Turbulent : dari Grafik ini dapat kita lihat bahwa

efisiensi yang terjadi sebesar 30 persen

Grafik Efisiensi H Dengan Arah aliran Counter dan Regime Aliran Hot Water

Turbulent serta Cold Water Turbulent : dari Grafik ini dapat kita lihat bahwa

efisiensi yang terjadi sebesar 25 persen

Pada dasar teori yang memiliki efisiensi paling tinggi adalah panas laminar dan

dingin turbulent aliran counter. Hal ini dikarenakan pada aliran counter akan terjadi

pertukaran panas di setiap titik pertemuan aliran sehingga perpindahan panas bisa lebih

cepat.

Dengan aliran dingin turbulent dan panas laminar, perpindahan panas juga lebih

cepat. Karena aliran air dingin turbulent yang mempunyai kecepatan tinggi akan terus

menerus bertemu dengan titik-titik air panas laminar. Dengan kecepatan yang tinggi

perpindahan panas yang terjadi akan jauh lebih cepat.

Pada diagram diagram di atas data Counter Flow G (71,05 %) memiliki nilai

efisiensinya yang paling tinggi kemudian diikuti dengan Counter Flow C (57,89 %).

Hal ini telah sesuai dengan dasar teori di mana aliran counter panas laminar dan dingin

turbulent akan menghasilkan efisiensi yang paling tinggi. Berdasarkan rumusan, nilai

efisiensi sendiri sebanding dengan perbedaan suhu. Semakin tinggi kenaikkan atau

perbedaan suhu pada fluida, maka efisiensi juga semakin tinggi.

Disisi Lain , Hot Water Turbulent dan Cold Water Turbulent sangat tidak efektif

dalam pertukaran kalor, hal ini diakibatkan karena Cold Water yang memiliki peranan

penting dalam penyerapan kalor tidak dapat menyerap dengan baik ( karena alirannya

Turbulen) diperparah lagi dengan kondisi Hot Water yang turbulent sehingga kalor dari

Hot Water tidak dapat diserap dengan baik oleh Cold Water Turbulent.

Cold Water yang memiliki peran penting dalam perpindahan kalor dan dalam

penyerapan kalor memiliki aliran yang turbulent sehingga kalor dari Hot Water dapat

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 61

Page 68: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

teradsorbsi dengan baik. Tetapi pada data tersebut terjadi penyimpangan dari dasar

teori.

2.5.4 Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Dalam efisiensi heat exchanger, nilai efisiensi semakin besar jika regime aliran

yang digunakan adalah air dingin aliran turbulen dan air panas aliran laminer dan

arah aliran yang digunakan adalah Counter Flow

2. Nilai perpindahan panas akan semkain besar jika kedua jenis regime aliran dari air

panas maupun air dingin adalah turbulen karena hal ini akan mengakibatkan

kenaikan nilai q.

Saran

1. Sebaiknya asisten sering sering stanby di lab., untuk memudahkan janjian

asistensi.

2. Sebaiknya saat praktikum dimulai lebih awal sebelum jam 08.00

3. Sebaiknya lab. dilengkapi alat penunjuk waktu atau jam, jangan hanya diruang

asisten

4. Sebaiknya asisten lebih akrab dengan praktikan dengan tidak membedakan

angkatan

5. Sebaiknya asisten tidak memberi tugas pada praktikan sehingga tidak membebani

praktikan

6. Sebaiknya praktikan lebih tepat waktu saat asistensi

7. Sebaiknya praktikan bisa memanagemen waktu asistensi dengan baik sehingga

tidak akan telat deadline

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 62

Page 69: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

BAB IIIELECTRICAL CIRCUIT APPARATUS

3.1 Dasar Teori

3.1.1 Konsep Logika

3.1.1.1 Konsep Binari

Konsep binari bukanlah sesuatu yang baru. Konsep ini merupakan suatu konsep

sederhana mengenai keberadaan dari dua kondisi yang di definsiakan sebagai contoh,

lampu dapat hidup ( ON ) atau mati ( OFF ) , switch terbuka ( OPEN ) atau tertutup,

motor running atau stopped , yang mana dalam system digital, kedua kondisi di atas

dapat dianggap sebagai suatu sinyal yang ada atau tidak ada , aktif atau non-aktif ,

tinggi atau rendah , dll . kedua kondisi ini merupakan dasar dalam membuat keputusan.

Untuk selanjutnya , “1” menyajikan keberadaan suatu sinyal atau suatu

kejadian , sementara “0” adalah kebalikanya.

3.1.1.2 Fungsi Logika

Pada konsep binary , variable binary dapat dilihat sebagai “1” atau “0” .

kombinasi dua atau lebih variable ini dapat menghasilkan kondisi BENAR atau

SALAH yang juga di sajikan dalam “1” atau “0”, PLC/SR akan membuat keputusan

dari pernyataan ini.

Operasi-operasi yang dilakukan peralatan digital , seperti hanya PLC/SR, adalah

berdasarkan ketiga fungsi dasar operasi dasar logika AND, OR, NOT. Operasi ini

digunakan untuk mengkombinasikan variable binary untuk membentuk suatu

pernyataan . masing-masing fungsi memiliki aturan dalam menghasilkan keluaran (

BENAR atau SALAH ) dan jaga juga symbol yang digunakan.

3.1.1.3 Fungsi AND

Simbol dibawah ini memperlihatkan diagram logika yang disebut AND.

Output fungsi AND adalah adalah benar (“1”) hanya jika semua input adalah benar

(“1”) . jumlah input dalam diagram logika AND adalah tidak terbatas ,tetapi hanya

memiliki suatu output.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 63

Page 70: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 3.1 Input dan Output Logika Fungsi AND Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Contoh : Sebuah alarm akan berbunyi jika tombol tekan PB1 dan PB2 adalah “1” pada

waktu yang bersamaan.

Gambar 3.2 Logika Fungsi AND Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Tabel 3.1 Tabel Kebenaran Logika Fungsi AND

Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitar Brawijaya

Gambar 3.3 Electronic RepresentationSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 64

Page 71: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 3.4 Electrical Ladder CircuitSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

3.1.1.4 Fungsi OR

Symbol di bawah ini diagram logika OR. Pada fungsi OR, output akan benar

(“1”) apabila salah satu atau lebih input adalah benar (“1”). Sebagaimana fungsi AND,

jumlah input pada OR adalah tidak terbatas dan outputnya hanya satu.

Gambar 3.5 Input dan Output Logika Fungsi OR Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Contoh : Sebuah alarm akan berbunyi apabila salah satu tombol tekan PB1

atau PB2 adalah “1” adalah bernilai “1”(ON).

Gambar 3.6 Logika Fungsi OR Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 65

Page 72: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Tabel 3.2 Tabel Kebenaran Logika Fungsi OR

Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Gambar 3.7 Electrical RepresentationSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Gambar 3.8 Electrical Ladder CircuitSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

3.1.1.5 Fungsi NOT

Symbol di bawah ini menyajikan secara grafis fungsi NOT. Output fungsi

NOT selalu terbalik dengan input oleh sebab itu fungsi NOT sering disebut juga

dengan “INVERTER”.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 66

Page 73: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 1.9 Input dan Output Logika Fungsi NOT Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitar Brawijaya

Tidak seperti halnya fungsi AND dan OR, fungsi NOT hanya memiliki satu

Input dan satu Output, dan juga jarang sekali berdiri sendiri tetapi sering digabungkan

dengan AND dan OR. Contoh : Sebuah alarm akan berbunyi jika tombol tekan PB1

bernilai 1 (ON) dan tombol PB2 bernilai 0.

Gambar 3.10 Logika Fungsi AND Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Tabel 3.3 Tabel Kebenaran Logika Fungsi NOT

PB1 PB2 ALARM HORN

Not-Pushed (0)

Not-Pushed (0)

Pushed (1)

Pushed (1)

Not-Pushed (0)

Pushed (1) Not-

Pushed (0) Pushed

(1)

Silent (0)

Silent (0) Sound (1)

Silent (0)

Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 67

Page 74: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 3.11 Electronic RepresentationSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Gambar 3.12 Electrical Ladder CircuitSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Contoh di atas memperlihatkan fungsi NOT diletakkan pada input. Sedangkan

NOT yang diletakkan pada output akan membalikkan hasil outputnya. Apabila

diletakkan pada output fungsi AND, maka output kombinasi ini akan membalikkan

fungsi AND. Operasi ini merupakan operasi fungsi ANAD (NOT-AND).

Gambar 3.13 Logika Fungsi ANAD Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 68

Page 75: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Tabel 3.4 Tabel Kebenaran Logika Fungsi ANDInput output

A B Y0 0 10 1 11 0 11 1 0

Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Apabila NOT diletakkan pada output OR, maka outpunya merupakan

kebalikan output fungsi OR. Operasi ini adalah operasi fungsi NOR (NOT-OR).

Gambar 3.14 Input dan Output Logika Fungsi NOR Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Tabel 3.5 Tabel Kebenaran Logika Fungsi NORInput output

A B Y0 0 10 1 01 0 01 1 0

Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

3.1.2 Prinsip Dasar Aljabar Boolean dan Logic

Pemahaman teknik mengekspresikan pernyataan logika yang kompleks akan

merupakan suatu alat yang sangat membantu apabila menciptakan program

pengontrolan dari pernyataan Boolean dan Ladder Diagram. Manfaat aljabar ini

adalah untuk membantu dalam pengertian Logic dalam implementasi digital.

Dengan kata lain, aljabar Boolean adalah untuk mempermudah penulisan maupun

pemahaman kombinasi pernyataan logika (BENAR atau SALAH).

Tabel di bawah ini menyimpulkan dasar pengoperasian aljabar Boolean

sehubungan dengan dasar digital fungsi AND, OR dan NOT dimana tanda ( . ) adalah

operasi AND, (+) operasi OR, dan (-) adalah operasi NOT.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 69

Page 76: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Tabel 3.6 Tabel Dasar Pengoperasian Aljabar Boolean

Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Aturan Dasar Aljabar Boolean :

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 70

Page 77: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Urutan pengoperasian pernyataan Boolean adalah sangat penting karena

urutan akan mempengaruhi hasil ekspresi logic. Prioritas pertama urutan operasi dalam

Boolean diberikan pada operasi NOT, kedua AND dan ketiga adalah OR.

3.1.3 Tegangan Listrik

Tegangan listrik (Voltage) adalah perbedaan potensi listrik antara dua titik

dalam rangkaian listrik. Tegangan dinyatakan dalam satuan volt (V). Besaran ini

mengukur energi potensial sebuah medan listrik untuk menyebabkan aliran listrik

dalam sebuah konduktor listrik. Tergantung pada perbedaan potensi listrik satu

tegangan listrik dapat dikatakan sebagai ekstra rendah, rendah, tinggi atau ekstra

tinggi. Tegangan adalah gaya yang mengakibatkan terjadinya arus listrik. Terjadinya

tegangan akibat beda / selisih potensial dan dikatakan ada tegangan ( voltage ).

Sesuai dengan definisi di atas, bahwa tegangan merupakan perbedaan potensial

antara dua titik, yang bisa didefinisikan sebagai jumlah kerja yang diperlukan untuk

memindahkan arus dari satu titik ke titik lainnya, maka rumus dasar tegangan antara 2

titik adalah:

V=I .R

Tenaga (the force) yang mendorong electron agar bisa mengalir dalam sebauh

rangkaian dinamakan tegangan. Tegangan adalah sebenarnya nilai dari potensial energi

antara dua titik. Ketika kita berbicara mengenai jumlah tegangan pada sebuah

rangkaian, maka kita akan ditujukan pada berapa besar energi potensial yang ada untuk

menggerakkan electron pada titik satu dengan titik yang lainnya. Tanpa kedua titik

tersebut istilah dari tegangan tersebut tidak ada artinya.

Elektron bebas cenderung bergerak melewati konduktor dengan beberapa

derajat pergesekan, atau bergerak berlawanan. Gerak berlawanan ini yang biasanya

disebut dengan hambatan. Besarnya arus didalam rangkaian adalah jumlah dari

energi yang ada untuk mendorong electron, dan juga jumlah dari hambatan dalam

sebuah rangkaian untuk menghambat lajunya arus. Sama halnya dengan tegangan

hambatan ada jumlah relative antara dua titik. Dalam hal ini, banyaknya tegangan dan

hambatan sering digunakan untuk menyatakan antara atau melewati titik pada suatu

titik.

3.1.4 Arus Listrik

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 71

Page 78: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Arus listrik merupakan aliran muatan listrik. Aliran ini berupa aliran elektron

atau aliran ion. Aliran ini harus melalui media penghantar listrik yang biasa disebut

sebagai konduktor. Konduktor yang paling banyak digunakan dalam kehidupan sehari-

hari adalah kabel logam.

Ketika dua ujung kabel disambungkan pada sumber tegangan, misalnya baterai,

maka elektron akan mengalir melalui kabel penghantar dari kutub negatif menuju kutub

positif baterai. Aliran elektron inilah yang disebut sebagai aliran listrik.

Arus listrik didefinisikan sebagai jumlah muatan listrik (elektron) yang mengalir

melalui konduktor dalam tiap satuan waktu. Untuk aliran yang kontinu (steady), arus

listrik dirumuskan dalam persamaan berikut:

Keterangan :

I = arus listrik (A)

Q = muatan listrik (Coulomb)

t = waktu (sekon)

3.1.5 Tahanan Listrik/Hambatan Listrik

Hambatan listrik adalah perbandingan antara tegangan listrik dari suatu

komponen elektronik (misalnya resistor) dengan arus listrik yang melewatinya.

Hambatan listrik yang mempunyai satuan Ohm dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan :

R = hambatan listrik (Ohm)

V = tegangan listrik (Volt)

I = arus listrik (Ampere)

3.1.5.1 Jembatan Wheatstone

Jembatan Wheatstone merupakan suatu susunan rangkaian listrik untuk

mengukur suatu tahanan yang tidak diketahui harganya (besarannya). Kegunaan dari

Jembatan Wheatstone adalah untuk mengukur nilai suatu hambatan dengan cara arus

yang mengalir pada galvanometer sama dengan nol (karena potensial ujung-ujungnya

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 72

Page 79: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

sama besar). Sehingga dapat dirumuskan dengan perkalian silang. . Rangkaian ini

dibentuk oleh empat buah tahanan (R) yag merupakan segiempat A-B-C-D dalam hal

mana rangkaian ini dihubungkan dengan sumber tegangan dan sebuah galvanometer nol

(0),dimana tahanan tersebut merupakan tahanan yang diketahui nilainya dengan

teliti dan dapat diatur. Salah satunya adalah dalam percobaan mengukur regangan

pada benda uji berupa beton atau baja. Dalam percobaan kita gunakan strain gauge,

yaitu semacam pita yang terdiri dari rangkaian listrik untuk mengukur dilatasi benda uji

berdasarkan perubahan hambatan penghantar di dalam strain gauge. Strain gauge ini

direkatkan kuat pada benda uji sehingga deformasi pada benda uji akan sama dengan

deformasi pada strain gauge. Seperti kita ketahui, jika suatu material ditarik atau

ditekan, maka terjadi perubahan dimensi dari material tersebut sesuai dengan sifat2

elastisitas benda. Perubahan dimensi pada penghantar akan menyebabkan perubahan

hambatan listrik, R = ρ.L/A. Perubahan hambatan ini sedemikian kecilnya, sehingga

untuk mendapatkan hasil eksaknya harus dimasukkan kedalam rangkaian jembatan

Wheatstone

Gambar 3.15 Gambar Rangkaian Jembatan Wheatstone ASumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 73

Page 80: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 3.16 Gambar Rangkaian Jembatan Wheatstone BSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

3.1.5.2 Galvanometer

Alat ukur listrik yang digunakan untuk mengukur kuat arus dan beda potensial

listrik yang relatif kecil. Galvanometer tidak dapat digunakan untuk mengukur kuat

arus maupun beda potensial listrik yang relatif besar, karena komponen-komponen

internalnya yang tidak mendukung. Galvanometer bisa digunakan untuk mengukur kuat

arus maupun beda potensial listrik yang besar, jika pada galvanometer tersebut

dipasang hambatan eksternal (pada voltmeter disebut hambatan depan, sedangkan pada

ampermeter disebut hambatan shunt). Galvanometer terdiri atas sebuah komponen kecil

berlilitan banyak yang ditempatkan dalam sebuah medan magnet begitu rupa sehingga

garis-garis medan akan menimbulkan kopel pada kumparan apabila melalui kumparan

ini ada arus.

Gambar 3.17 GalvanometerSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

3.1.6 Daya Listrik

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 74

Page 81: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Daya listrik adalah besar energi listrik yang ditransfer oleh suatu rangkaian

listrik tertutup. Daya listrik sebagai bentuk energi listrik yang mampu diubah oleh alat-

alat pengubah energi menjadi berbagai bentuk energi lain, misalnya energi gerak, energi

panas, energi suara, dan energi cahaya. Selain itu, daya listrik ini juga mampu disimpan

dalam bentuk energi kimia. Baik itu dalam bentuk kering (baterai) maupun dalam

bentuk basah (aki). Daya merupakan jumlah energi listrik yang mengalir dalam setiap

satuan waktu (detik). Sehingga formula daya listrik bisa dituliskan sebagai berikut:

3.1.7 Hubungan Tegangan, Arus, Tahanan, dan Daya Listrik

Daya dalam fisika adalah laju energi yang dihantarkan atau kerja yang

dilakukan per satuan waktu. Daya dilambangkan dengan P. Mengikuti definisi ini daya

dapat dirumuskan sebagai:

Dimana :

P = daya (watt)

W = Usaha (Joule)

t = waktu

V = Tegangan/beda potensial (Volt) I = Arus (Ampere)

R = Tahanan/Hambatan/Beban (Ohm)

Tegangan listrik (kadang disebut sebagai Voltase) adalah perbedaan

potensial listrik antara dua titik dalam rangkaian listrik, dan dinyatakan dalam satuan

volt. Besaran ini mengukur energi potensial dari sebuah medan listrik yang

mengakibatkan adanya aliran listrik dalam sebuah konduktor listrik. Tergantung pada

perbedaan potensial listriknya, suatu tegangan listrik dapat dikatakan sebagai ekstra

rendah, rendah, tinggi atau ekstra tinggi.

Arus listrik adalah banyaknya muatan listrik yang mengalir melalui suatu titik

dalam sirkuit listrik tiap satuan waktu. Arus listrik dapat diukur dalam satuan

Coulomb/detik atau Ampere. Contoh arus listrik dalam kehidupan sehari-hari berkisar

dari yang sangat lemah dalam satuan mikro Ampere (μA) seperti di dalam jaringan

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 75

Page 82: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

tubuh hingga arus yang sangat kuat 1-200 kiloAmpere (kA) seperti yang terjadi pada

petir. Dalam kebanyakan sirkuit arus searah dapat diasumsikan resistansi terhadap arus

listrik adalah konstan sehingga besar arus yang mengalir dalam sirkuit bergantung pada

voltase dan resistansi sesuai dengan hukum Ohm.

Tahanan/beban/resistansi adalah komponen elektronik dua saluran yang

didesain untuk menahan arus listrik dengan memproduksi penurunan tegangan diantara

kedua salurannya sesuai dengan arus yang mengalirinya, berdasarkan hukum Ohm:

Arus hanya dapat mengalir jika ada tegangan/beda potensial. Sumber arus

sampai saat ini umumnya berasal dari PLN, sedangkan arus listrik di daerah Jawa

Tengah ini disupply dari pembangkit listrik Karangkates yang ada di daerah Malang.

Untuk bisa mengalirkan arus sampai daerah Jawa Tengah, maka harus diberi tegangan

yang sangat besar (sekitar 500.000 V) melalui sebuah jalur kabel yang dinamakan Sutet

(Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi), walaupun begitu tetap setelah jarak tertentu

saluran sutet ini tegangannya harus dinaikkan kembali melalui sebuah gardu listrik

(menggunakan trafo Step-up) dikarenakan karena pengaruh hambatan, panjang, dan

luas penampang penghantar (kabel) akan mempengaruhi penurunan tegangan. Arus

listrik adalah suatu energi yang ditimbulkan akibat perpindahan elektron dari suatu

unsur.Untuk memudahkan analisa arah arus arus akan mengalir dari kutub positif (+)

menuju ke kutub negatif (-), sedangkan elektron bergerak berbalikan arah dengan arah

arus yang mengalir dari kutub negatif (-) menuju kutub positif (+) .

Gambar 3.18 Arah Arus dan Elektron pada Sumber Tegangan DC

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 76

Page 83: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Sumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Berikut merupakan berbagai jenis tegangan :

1. Tegangan AC (Alternating Current) adalah tegangan yang besarnya selalu berubah-

ubah secara periodik. Tegangan AC dapat dilihat dengan menggunakan CRO

(Cathode Ray Oscilloscope). Contoh : tegangan PLN memiliki besar 220 VAC

dengan periode ayunan 50-60 kali per detik atau biasa dalam bahasa teknik

dituliskan dengan istilah frekuensi = 50-60Hz. Oleh karena itu orang yang kesetrum

tegangan AC rasanya seperti bergetar dan bergoyang inul.

Gambar 3.19 Tegangan AC Ideal/Sempurna Tanpa CacatSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Gambar 3.20 Tegangan AC dilihat dari CROSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

2. Tegangan DC (Direct Current) adalah tegangan yang memiliki besar tetap (tidak

berubah) secara periodik. Contoh tegangan keluaran dari adaptor, tegangan keluaran

dari Power Supply komputer dll. Oleh karena itu orang yang kesetrum tegangan DC

rasanya seperti dicubit tanpa merasakan getaran..

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 77

Page 84: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 3.21 Tegangan DC Ideal/SempurnaSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Gambar 1.22 Tegangan DC dilihat Dari CROSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitar Brawijaya

3.1.8 AVO meter

Avometer berasal dari kata ”AVO” dan ”meter”. ‘A’ artinya ampere, untuk

mengukur arus listrik. ‘V’ artinya voltase, untuk mengukur voltase atau tegangan. ‘O’

artinya ohm, untuk mengukur ohm atau hambatan. Terakhir, yaitu meter atau satuan

dari ukuran. AVO Meter sering disebut dengan Multimeter atau Multitester. Secara

umum, pengertian dari AVO meter adalah suatu alat untuk mengukur arus, tegangan,

baik tegangan bolak-balik (AC) maupun tegangan searah (DC) dan hambatan listrik.

AVO meter sangat penting fungsinya dalam setiap pekerjaan elektronika karena

dapat membantu menyelesaikan pekerjaan dengan mudah dan cepat, Tetapi sebelum

mempergunakannya, para pemakai harus mengenal terlebih dahulu jenis-jenis AVO

meter dan bagaimana cara menggunakannya agar tidak terjadi kesalahan dalam

pemakaiannya dan akan menyebabkan rusaknya AVO meter tersebut.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 78

Page 85: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

AVO meter adalah singkatan dari Ampere Volt Ohm Meter, jadi hanya terdapat

3 komponen yang bisa diukur dengan AVOmeter sedangkan Multimeter , dikatakan

multi sebab memiliki banyak besaran yang bisa di ukur, misalnya Ampere, Volt, Ohm,

Frekuensi, Konektivitas Rangkaian (putus ato tidak), Nilai Kapasitif, dan lain

sebagainya. Terdapat 2 (dua) jenis Multimeter yaitu Analog dan Digital, yang Digital

sangat mudah pembacaannya disebabkan karena Multimeter digital telah menggunakan

angka digital sehingga begitu melakukan pengukuran Listrik,Nilai yang diinginkan

dapat langsung terbaca asalkan sesuai atau Benar cara pemasangan

alat ukurnya.

Gambar 3.23 Bagian-Bagian MultimeterSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Bagian-Bagian Multimeter :

1. Sekrup Pengatur Jarum, Sekrup ini dapat di putar dengan Obeng atau plat kecil,

Sekrup ini berfungsi mengatur Jarum agar kembali atau tepat pada posisi 0 (NOL),

terkadang jarum tidak pada posisi NOL yang dapat membuat kesalahan pada

pengukuran, Posisikan menjadi NOL sebelum digunakan.

2. Tombol Pengatur Nol OHM. Tombol ini hampir sama dengan Sekrup pengatur

jarum, hanya saja bedanya yaitu Tombol ini digunakan untuk membuat jarum

menunjukkan angka NOL pada saat Saklar pemilih di posisikan menunjuk SKALA

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 79

Page 86: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

OHM.

3. Saklar pemilih ,Saklar ini harus di posisikan sesuai dengan apa yang ingin diukur,

misalnya bila ingin mengukur tegangan AC maka saklar diatur/putar hingga

menyentuh skala AC yang pada alat ukur tertulis ACV, begitu pula saat mengukur

tegangan DC, maka saklar diatur hingga menyentuh DCV.

Skala sangat penting dalam pengukuran menggunakan AVOmeter. Skala

tersebut adalah skala yang akan digunakan untuk membaca hasil pengukuran, semua

skala dapat digunakan untuk membaca, hanya saja tidak semua skala dapat

memberikan atau memperlihatkan nilai yang diinginkan, misalnya kita mempunyai

Baterai 9 Volt DC, kemudian saklar pemilih diatur untuk memilih skala tegangan DC

pada posisi 2,5 dan menghubungkan terminal merah dengan positif (+) baterai dan

hitam dengan negatif (-) baterai. Jarum akan bergerak ke ujung kanan dan tidak

menunjukkan angka 9Volt, sebab nilai maksimal yang dapat diukur bila saklar

pemilih diposisikan pada skala 2.5 adalah hanya 2.5 Volt saja, sehingga untuk

mengukur Nilai 9 Volt maka saklar harus di putar menuju Skala yang lebih besar dari

tegangan yang di ukur, jadi Putar pada Posisi 10 dan Alat ukur akan menunjukkan

nilai yang diinginkan.

Berdasarkan prinsip kerjanya, ada dua jenis AVO meter, yaitu AVO meter

analog (menggunakan jarum putar / moving coil) dan AVO meter digital

(menggunakan display digital). Kedua jenis ini tentu saja berbeda satu dengan

lainnya, tetapi ada beberapa kesamaan dalam hal operasionalnya. Misal sumber

tenaga yang dibutuhkan berupa baterai DC dan probe / kabel penyidik warna merah

dan hitam.

3.1.8.1 AVO Meter Analog

AVO Meter analog menggunakan jarum sebagai penunjuk skala. Untuk

memperoleh hasil pengukuran, maka harus dibaca berdasarkan range atau divisi.

Keakuratan hasil pengukuran dari AVO Meter analog ini dibatasi oleh lebar dari skala

pointer, getaran dari pointer, keakuratan pencetakan gandar, kalibrasi nol, jumlah

rentang skala. Dalam pengukuran menggunakan AVO Meter Analog, kesalahan

pengukuran dapat terjadi akibat kesalahan dalam pengamatan (paralax).

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 80

Page 87: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 3.24 Multimeter AnalogSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

3.1.8.2 AVO Meter Digital

Pada AVO meter digital, hasil pengukuran dapat terbaca langsung berupa angka-

angka (digit), sedangkan AVO meter analog tampilannya menggunakan pergerakan

jarum untuk menunjukkan skala. Sehingga untuk memperoleh hasil ukur, harus dibaca

berdasarkan range atau divisi. AVO meter analog lebih umum digunakan karena

harganya lebih murah dari pada jenis AVO meter digital.

Gambar 3.25 Multimeter DigitalSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 81

Page 88: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

3.1.8.3 Cara Membaca AVO Meter

a. Mengukur Tegangan Listrik (Volt / Voltage)

Gambar 3.26 Hasil Pengukuran Tegangan Listrik Menggunakan AVOmeter AnalogSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Untuk mengetahui berapa nilai tegangan yang terukur dapat pula menggunakan

rumus:

b. Mengukur Arus Listrik (Ampere)

Gambar 3.27 Hasil Pengukuran Arus Listrik Menggunakan AVOmeter AnalogSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Mengukur nilai tahanan/resistasi resistor menggunakan AVO meter analog

dapat menggunakan rumus :

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 82

Page 89: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

c. Mengukur Nilai Tahanan / Resistansi Resistor (Ohm)

Gambar 3.28 Hasil Pengukuran Nilai Tahanan Listrik Menggunakan AVOmeter AnalogSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Mengukur nilai tahanan/resistasi resistor menggunakan AVOmeter analog

dapat menggunakan rumus :

Jika dimisalkan ketika mengukur, dihasilkan nilai yang ditunjukkan oleh skala

seperti di atas maka nilai tahanannya adalah :

Nilai yang di tunjuk jarum : 26

Skala pengali : 10 k

Maka nilai resitansinya : 26 x 10 k = 260 kΩ = 260.000 Ohm.

3.2 Tujuan Pengujian

1. Praktikan dapat menggambar suatu rangkaian listrik baik secara seri, paralel maupun

campuran.

2. Praktikan dapat membuat suatu rangkaian listrik baik secara seri, paralel maupun

secara campuran.

3. Praktikan dapat mengukur tegangan dan arus listrik pada rangkaian seri, paralel

maupun campuran.

4. Praktikan dapat menghitung besaran hambatan listrik pada suatu rangkaian listrik

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 83

Page 90: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

baik secara seri, paralel maupun campuran.

5. Praktikan dapat membuat rangkaian 3 fase untuk menggerakan motor listrik.

3.3 Spesifikasi Alat

Gambar 3.29 Rangkaian Electrical Circuit ApparatusSumber : Laboratorium Fenomena Dasar Mesin Universitas Brawijaya

Modul MCB 3 Fase + 1 Fase

Modul MC + Kontak Blok

Modul Termorelay

Modul Timer Analog

Modul Lampu Tanda

Modul Tombol Tekan NO/NC seporos

Kerangka Trainer

Kabel Penghubung

Papan Tulis, Transparan, OHP

Generator

Inventor Speed Driver

Smart Relay

Saklar Pengaman Motor

Saklar Emergency

Magnetik Kontraktor

3.4 Cara Pengambilan Data

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 84

Page 91: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Prosedur Pengambilan data:

1. Siapkan alat dan bahan yang diperlukan.

2. Gambarkanlah terlebih dahulu rangkaian kontrol dari rangkaian yang telah

ditentukan.

3. Laporkan pada asisten terlebih dahulu sebelum merangkai.

4. Hubungkan kabel pada Modul MCB 3 Fase + 1 Fase, Modul Lampu Tanda dan

Modul Tombol Tekan NO/NC seporos ini sesuai dengan rangkaian yang telah anda

gambar.

5. Laporkan kembali pada asisten sebelum menyalakan Modul MCB 3 Fase + 1 Fase.

6. Nyalakan Modul MCB 3 Fase + 1 Fase.

7. Tekan Modul Tombol Tekan NO/NC, Kemudian catat hasilnya pada tabel kebenaran

(Pada Percobaan 1). Ukur tegangan dan arus listrik pada rangkaian menggunakan

AVO meter (Pada Percobaan 2 – 4).

8. Matikan Modul MCB 3 Fase + 1 Fase.

9. Kembalikan Peralatan dan Bahan pada tempat semula.

3.5 Hasil Pengujian

3.5.1 Data Hasil Pengujian

1. Percobaan 1

Tabel 3.7 Data Hasil PengujianRangkaia

nSaklar Nyala

LampuI II III

B , D

0 0 0 0 0 0 0 01 1 0 0 0 0 1 00 0 0 0 1 1 1 00 0 1 1 0 0 1 01 1 1 1 0 0 1 00 0 1 1 1 1 1 11 1 0 0 1 1 1 11 1 1 1 1 1 1 1

Sumber : Dokumentasi Pribadi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 85

Page 92: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2. Percobaan 2

Tabel 3.8 Data Hasil Pengujian

Sumber : Dokumentasi Pribadi

3.5.2 Analisa dan Pembasan

1. Percobaan 1

Percobaan ini dilakukan untuk menguji fungsi and, fungsi or, dan juga

gabungan keduanya. Fungsi and adalah logika yang mempunyai jumlah input tidak

terbatas ,tetapi hanya memiliki suatu output. Semua input pada fungsi and harus

dalam kondisi “1” agar output bisa menyala, jadi kalau ada satu saja input yang tidak

dalam kondisi “1” maka output tidak akan menyala. Ini dikarenakan komponen yang

dalam kondisi “0” membuat arus listrik tidak mengalir ke input komponen lainnya.

Hampir sama seperti fungsi and, fungsi or adalah logika yang mempunyai jumlah

input tidak terbatas tetapi hanya memiliki suatu output, perbedaannya hanya pada

inputnya, pada fungsi or salah satu input saja dalam kondisi “1” outpot akan

menyala.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 86

Page 93: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

a. Percobaan 1 Rangkaian B

Gambar 3.30 Percobaan 1 Rangkaian BSumber : Dokumen Pribadi

Tabel 3.9 Percobaan 1 Rangkaian B

Rangkaian No.

SaklarNyala Lampu

I II III

B

1 Not-Pushed (0)

Not-Pushed (0)

Not-Pushed (0)

Tidak Nyala (0)

2 Pushed (1) Not-Pushed (0)

Not-Pushed (0) Nyala (1)

3 Not-Pushed (0)

Not-Pushed (0) Pushed (1) Nyala (1)

4 Not-Pushed (0) Pushed (1) Not-Pushed

(0) Nyala (1)

5 Pushed (1) Pushed (1) Not-Pushed (0) Nyala (1)

6 Not-Pushed (0) Pushed (1) Pushed (1) Nyala (1)

7 Pushed (1) Not-Pushed (0) Pushed (1) Nyala (1)

8 Pushed (1) Pushed (1) Pushed (1) Nyala (1)Sumber : Dokumen Pribadi

Dari percobaan 1 dengan rangkaian B didapatkan data sebagai berikut:

Pada langkah pertama, ketiga saklar tidak ditekan lampu tidak menyala.

Pada langkah kedua, hanya saklar I ditekan lampu menyala.

Pada langkah ketiga, hanya saklar III ditekan lampu menyala

Pada langkah keempat, hanya saklar II ditekan lampu menyala.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 87

Page 94: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Pada langkah kelima, saklar I dan saklar II ditekan lampu menyala.

Pada langkah keenam, saklar II dan saklar III ditekan lampu menyala.

Pada langkah ketujuh, saklar I dan saklar III ditekan lampu menyala.

Pada langkah kedelapan, semua saklar ditekan lampu menyala.

Percobaan pada rangkaian ini membuktikan bahwa rangkaian ini

menggunakan logika or, ini dibuktikan dengan hanya menggunakan satu input dalam

kondisi “1” lampu pasti menyala.

a. Percobaan 1 Rangkaian D

Gambar 3.31 Percobaan 1 Rangkaian DSumber : Dokume Pribadi

Tabel 3.10 Percobaan 1 Rangkaian D

Rangkaian No.Saklar

Nyala Lampu I II III

D

1 Not-Pushed (0)

Not-Pushed (0)

Not-Pushed (0)

Tidak Nyala (0)

2 Pushed (1) Not-Pushed (0)

Not-Pushed (0)

Tidak Nyala (0)

3 Not-Pushed (0)

Not-Pushed (0) Pushed (1) Tidak Nyala

(0)

4 Not-Pushed (0) Pushed (1) Not-Pushed

(0)Tidak Nyala

(0)

5 Pushed (1) Pushed (1) Not-Pushed (0)

Tidak Nyala (0)

6 Not-Pushed (0) Pushed (1) Pushed (1) Nyala (1)

7 Pushed (1) Not-Pushed (0) Pushed (1) Nyala (1)

8 Pushed (1) Pushed (1) Pushed (1) Nyala (1)Sumber : Dokumen Pribadi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 88

Page 95: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Dari percobaan 1 dengan rangkaian D didapatkan data sebagai berikut:

Pada langkah pertama, ketiga saklar tidak ditekan lampu tidak menyala.

Pada langkah kedua, hanya saklar I ditekan lampu tidak menyala.

Pada langkah ketiga, hanya saklar III ditekan lampu tidak menyala

Pada langkah keempat, hanya saklar II ditekan lampu tidak menyala.

Pada langkah kelima, saklar I dan saklar II ditekan lampu tidak menyala.

Pada langkah keenam, saklar II dan saklar III ditekan lampu menyala.

Pada langkah ketujuh, saklar I dan saklar III ditekan lampu menyala.

Pada langkah kedelapan, semua saklar ditekan lampu menyala.

Percobaan pada rangkaian ini menggunakan logika and maupun logika or, ini

bisa dilihat dari 3 langkah terakhir dimana lampu menyala. Untuk saklar I dan saklar

II berlaku fungsi or dimana salah satu saja dari saklar tersebut ditekan bersamaan

dengan saklar III lampu akan menyala. Untuk saklar III menggunakan logika and

dimana tanpa saklar III lampu tidak akan menyala. Variasi untuk menyalakan

lampunya dengan menekan saklar I atau saklar II ataupun keduanya dengan saklar III

2. Percobaan 2

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui nilai voltase, arus maupun

hambatan yang melintas melalui rankaian yang ada. Sebelum mencari nilai dari

voltase, arus maupun hambatannya, kita harus mengetahui macam – macam

rangkaian dan juga karakteristik dari rangkaian tersebut agar dapat membedakan

hasil aktual dengan teori yang ada.

Rangkaian seri adalah rangkaian listrik dimana input dari suatu komponen

berasal dari output komponen lainnya yang berada sederet dari komponen tersebut.

Rangkaian ini punya kelebihan dimana biaya untuk membuatnya relative murah

dengan sedikit menggunakan kabel penghubung, tetapi memiliki kelemahan yang

cukup fatal jika salah satu komponen rusak maka komponen itu memutus arus yang

mengalir.

Rangkaian paralel merupakan rangkaian listrik yang disusun dengan tidak

sebaris, dimana input untuk setiap komponen semuanya berasal dari sumber yang

sama. Kelebihan rangkaian paralel adalah apabila ada komponen yang rusak

komponen tersebut tidak menggangu komponen yang lainnya sehingga rangkainan

tersebut akan tetap berfungsi sebagaimana mestinya.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 89

Page 96: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Namun harganya yang relatif lebih mahal dibanding rangkaian seri menjadi

kekurangan rangkaian paralel.

a. Percobaan 2 rangkaian A

Gambar 3.31 Percobaan 2 Rangkaian ASumber : Dokumen Pribadi

Tabel 3.11 Percobaan 2 Rangkaian A

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Rangkaian ini menggunakan rangkaian seri dimana didapatkan besar kuat

arus yang sama di setiap lampu dengan tegangan yang berbeda-beda. Ini

dikarenakan arus listrik hanya memiliki satu jalur untuk mengalir. Hal ini berarti

arus listrik yang mengalir pada setiap komponen listrik dalam rangkaian seri ini

memiliki nilai yang sama, ini sesuai dengan teori dimana pada rangkaian seri

Itotal = I1 = I2 = …. = In.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 90

Page 97: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

b. Percobaan 2 rangkaian B

Gambar 3.32 Percobaan 2 rangkaian BSumber : Dokumen Pribadi

Tabel 3.12 Percobaan 2 Rangkaian B

Sumber : Dokumen Pribadi

Rangkaian ini menggunakan rangkaian paralel dimana data yang

didapatkan menunjukan jika voltase di ketiga lampu sama. Ini dikarenakan tiap-

tiap lampu dihubungkan pada dua titik yang sama dalam rangkaian, sehingga

besar voltasenya sama. Data diatas juga sesuai dengan teori dimana pada

rangkaian paralel V1 = V2 = …. = Vn

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 91

Page 98: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

c. Percobaan 2 rangkaian C

Gambar 3.33 Percobaan 2 Rangkaian CSumber : Dokumen Pribadi

Tabel 3.13 Percobaan 2 Rangkaian C

Sumber : Dokumen Pribadi

Rangkaian ini menggunakan rangkaian campuran dimana ada rangkaian

seri dan rangkaian paralelnya. Pada rangkaian ini lampu 1 dan lampu 2 dirangkai

secara paralel sedangkan lampu 3 dirangkai seri terhadap lampu 1 dan lampu 2.

Pada rangkaian ini didapatkan jumlah arus yang mengalir pada lampu 1 dan

lampu 2 sama dengan arus yang melalui lampu 3, itu membuktikan jika kuat

arusnya pada rangkaian ini secara teori maupun aktual sama.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 92

Page 99: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

d. Percobaan 2 rangkaian D

Gambar 3.34 Percobaan 2 rangkaian DSumber : Dokumen Pribadi

Tabel 3.12 percobaan 2 rangkaian D

Sumber : Dokumentasi Pribadi

Rangkaian ini menggunakan rangkaian campuran dimana ada rangkaian

seri dan rangkaian paralelnya. Pada rangkaian ini lampu 1 dan lampu 2 dirangkai

seri sedangkan lampu 3 dirangkai paralel terhadap lampu 1 dan lampu 2. Pada

rangkaian ini didapatkan arus yang mengalir pada lampu 1 dan lampu 2 sama dan

berbeda dangan arus yang melewati lampu 3 itu membuktikan jika kuat arusnya

pada rangkaian ini secara teori maupun aktual sama namun berbeda dengan

voltase yang seharusnya voltase lampu 1 + voltase lampu 2 sama dengan voltase

lampu 3 sama dengan voltase total. Nilai voltase yang berbeda dikarenakan

adanya hambatan dalam pada rangkaian ini.

Hambatan dalam sendiri berarti hambatan yang dimiliki komponen listrik

yang sebenarnya komponen tersebut bukan berfungsi sebagai hambatan. Berbeda

dengan lampu yang memang sejatinya berfungsi sebagai hambatan, terkadang

lampu juga sering disebut sebagai hambatan luar. Jadi hambatan dalam yang

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 93

Page 100: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

dimiliki kabel yang membuat jumlah voltase 1 + 2 tidak sama dengan voltase 3.

3.5.3 Kesimpulan dan Saran

• Kesimpulan

1. Fungsi and adalah logika yang mempunyai jumlah input tidak terbatas, tapi hanya

memiliki satu output. Semua input pada fungsi and harus dalam kondisi “1” agar

output bias menyala. Ini dikarenakan komponen yang dalam kondisi “0” membuat

arus listrik tidak mengalir ke komponen lainnya. Hamper sama seperti fungsi and,

fungsi or, adalah logika yang memppunyai jumlah input yang tidak terbatas tetapi

hanya memiliki satu output, perbedaannya hanya pada inputnya, pada fungsi or

jika salah satu input dalam kondisi “1” output akan menyala.

2. Rangkaian seri adalah rangkaian listrik dimana input dari suatu komponen berasal

dari output komponen lainnya yang berada sederet dari komponen tersebut.

Rangkaian ini punya kelebihan dimana biaya untuk membuatnya relative murah

dengan sedikit menggunakan kabel penghubung, tetapi memiliki kelemahan yang

cukup fatal jika salah satu komponen rusak maka komponen itu memutus arus

yang mengalir.

3. Rangkaian paralel merupakan rangkaian listrik yang disusun dengan tidak sebaris,

dimana input untuk setiap komponen semuanya berasal dari sumber yang sama.

Kelebihan rangkaian paralel adalah apabila ada komponen yang rusak komponen

tersebut tidak menggangu komponen yang lainnya sehingga rangkainan tersebut

akan tetap berfungsi sebagaimana mestinya. Namun harganya yang relatif lebih

mahal dibanding rangkaian seri menjadi kekurangan rangkaian paralel.

4. Pada percobaan 1 rangkaian b lampu akan menyala jika salah satu dari ketiga

saklar ditekan. Ini menandakan kalau rangkaian ini menggunakan logika or. Lalu

pada percobaan 1 rangkaian d saklar I dan II disusun secara parallel sedangkan

saklar III secara seri sehingga rangkaian ini menggunakan logika or dan juga

logika and. Jadi lampu akan menyala jika salah satu dari saklar I atau saklar II

ditekan bersamaan dengan saklar III.

5. Pada percobaan 2 prinsipnya jika rangkaian tersebut adalah rangkaian seri arus

yang mengalir dalam rangkaian tersebut sama sedangkan jika dalan rangkaian

paralel voltase pada masing-masing komponen dalam rangkaian tersebut sama.

Pada percobaan 2 tepatnya rangkaian D kami mendapat kejanggalan data dimana

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 94

Page 101: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

seharusnya voltase lampu 1 + lampu 2 sama dengan lampu 3 tetapi kenyataannya

tidak. Mungkin ini dikarenakan adanya hambatan dalam dari kabel (komponen

selain lampu) yang mempegaruhi nilai voltase pada rangkaian ini sehingga

menyebabkan voltase lampu 1 + voltase lampu 2 tidak sama dengan voltase lampu

3.

• Saran

1. Saran untuk asisten saat membuat janjian asistensi bisa via sms jadi tidak harus

selalu ketemu langsung.

2. Untuk laboratorium sebaiknya alat – alat yang rusak diperbaiki sehingga untuk

praktikum semester depan dapat digunakan dan menambah wawasan praktikan

mengenai macam macam alat fenomena dasar mesin.

3. Untuk laboratorium Fenomena Dasar Mesin yang notabene cukup luas, bisa lebih

memperhatikan kebersihan, kerapian alat-alat dan juga menambah kipas angin

atau setidaknya memperbanyak ventilasi agar didalam lab tidak panas

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 95

Page 102: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

BAB IVSIMPLE VIBRATION APPARATUS

4.1 Dasar Teori

4.1.1 Getaran

Getaran adalah gerakan bolak-balik dari suatu sistem pada posisi

kesetimbangannya dalam suatu interval waktu. Kesetimbangan merupakan keadaan

dimana suatu benda berada pada posisi diam jika tidak ada gaya yang bekerja. Getaran

berhubungan dengan gerak osilasi benda dan gaya yang mempengaruhi gerak tersebut.

Osilasi merupakan variasi periodic terhadap waktu.

Getaran yang terjadi membutuhkan minimal dua elemen pengumpul energi.

Pertama adalah massa yang menyimpan energi kinetik dan yang kedua alat yang

memiliki elastisitas seperti pegas yang menyimpan energi potensial. Oleh karena itu,

semua benda yang mempunyai massa dan elastisitas mampu bergetar.

Macam – Macam getaran terdiri dari :

1. Getaran Bebas

Getaran bebas terjadi jika suatu system mekanis mengalami osilas karena

adanya gaya yang bekerja di dalam sistem itu sendiri (inherent). Sistem yang

bergetar secara bebas akan bergerak pada frekuensi naturalnya. Semua system yang

memiliki massa dan elastisitas dapat mengalami getaran bebas tanpa rangsangan dari

luar. Contoh getaran bebas adalah bandul yang ditarik dari keadaan setimbang lalu

dilepaskan.

2. Getaran Paksa

Getara paksa terjadi jika suatu sistem mekanis mengalami osilasi akibat

adanya gaya rangsangan dari laur sistem yang menyebabkan sistem dipaksa

mengalami getaran sesuai frekuensi rangsangan.

4.1.2 Degree of Freedom

Degree of freedom (derajat kebebasan) adalah derajat independensi yang

diperlukan untuk menyatakan posisi suatu sostem pada setiap saat. Degree of freedom

berfungsi untuk mengetahui perpindahan, rotasi maupun gaya yang bekerja pada sistem

akibat adanya beban yang bekerja. Sistem getaran menurut jumlah derajat kebebasannya

diklasifikasikan sebagai berikut:

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 96

Page 103: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

1. Single degree of freedom system (sistem satu derajat kebebasan)

Sistem satu derajat kebebasan disebabkan oleh gerakan atau simpangan yang

terjadi pada sistem hanya memiliki satu arah saja (contohnya hanya pada arah

horisontal maupun arah vertikal saja) sehingga hanya memiliki satu sistem kordinat

tertentu baik bertanda positif maupun negatif. Pada kondisi tersebut, simpangan suatu

massa pada saat t dapat dinyatakan dalam koordinat tunggal yaitu y(t).

Gambar 4.1 Model Sistem satu derajat kebebasanSumber : Kelly, 1993

2. Double degree of freedom system (system dua derajat kebebasan)

Sistem dua derajat kebebasan memiliki dua kordinat independen yang

bersamaan untuk menentukan konfigurasinya (kedudukan massanya).

Gambar 4.3 Model system dua derajat kebebasanSumber: Kelly, 1993

3. Multi degree of freedom system (sistem derajat kebebasan banyak)

Sistem derajat kebebasan banyak adalah sebuah sistem yang mempunyai

koordinat bebas untuk menetahui keddukan massa lebih dari dua buah. Pada

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 97

Page 104: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

dasarnya, analisa sistem banyak derajat kebebasan adalah sama dengan system satu

atau dua derajat kebebasan. Tetap karena banyaknya langka yang harus dilewati

untuk mencari frekuensi pribadi melalui perhitungan metematis, maka system

digolongan menjadi derajat kebebasan banyak

Gambar 4.5 Model system derajat kebebasan banyakSumber: Kelly, 1993

4.1.3 Sistem Getaran Bebas

Sistem getaran bebas terjadi dalam suatu system karena tidak adanya eksitasi

luar sebagai hasil dari energi kinetik atau energi potensial yang ada pada sistem. Sistem

getaran bebas berawal dari transfer energi kinetik ke potesial secara kontinu, begitu pula

sebaliknya. Sistem getaan bebas dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Sistem getaran bebas tak teredam

Gambar 4.7 Model sistem getaran bebas tak teredam Sumber: Anonymous 19, 2014

Sebuah massa m disangga oleh pegas dengan kekakuan k dengan inersia yang

diabaikan. Massa m lalu ditarik ke atas dari posisi setimbang, kemudian dilepas.

Pada selang waktu t, massa akan berbeda pada jarak x dari posisi setimbang dan gaya

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 98

Page 105: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

pegas F=-kx yang bekerja pada benda akan cenderung menahannya pada posisi

setimbang.

Persamaan dari gerakan:

−kx=m d2 xd t 2

atau

d2 xd t 2 +ωn

2=0

ωn2= k

m

Gerakannya adalah gerakan harmonis sederhana dan periode T diberikan

dengan persamaan:

T= 2 π

√ km

atau T=2 π √ ∆ sg

Dengan ∆ s = defleksi statis = m gk

Frekuendi f diberikan dengan persamaan:

f = 12 π √ k

m atau f = 1

2 π √ g∆ s

Dimana:

k = Konstanta Pegas (N/m)

x = Jarak pergerakan pegas dari posisi normal (m)

f =¿ Frekuensi (Hz)

ωn = Frekuensi Pribadi (Hz)

T = Periode (s)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 99

Page 106: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2. Sistem getaran bebas teredam

Gambar 4.8 Model sistem getaran bebas teredamSumber: Anonymous 1, 2014

Perhatikan massa benda m disangga oleh pegas dengan kekakuan k, inertia

diabaikan dan dihubungkan dengan sebuah dashpot oli yang mempunyai hambatan

yang dapat dianggap sebanding dengan kecepatan relatif. Massa m ditarik ke atas

dari posisi seimbang, kemudian dilepaskan.

Pada selang waktu t, massa akan berada pada jarak x dari posisi setimbang.

Gaya pegas –kx yang bekerja pada benda akan cenderung menahannya pada keadaan

seimbang dan gaya peredaman yang cenderung untuk melawan gerakan adalah

−c dxdt

Dimana c adalah konstanta peredaman.

Persamaan dari gerakan tesebut adalah

−kx−c dxdt

=m d2 xd t 2

Bentuk standar dari sistem ini adalah

d2 xd t 2 +2ωn ξ dx

dt+ωn

2 x=0

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 100

Page 107: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Maka untuk kasus ini

ωn2 x= k

m dan 2 ωnξ= cm

Dimana:

k = Konstanta Pegas (N/m)

x = Jarak pergerakan pegas dari posisi normal (m)

f =¿ Frekuensi (Hz)

ωn = Frekuensi Pribadi (Hz)

T = Periode (s)

= Damping ratio

Jenis-jenis peredaman pada sistem getaran bebas adalah sebagai berikut:

Underdamped

Sistem yang mengalami underdamped biasanya melakukan beberapa

getaran sebelum berhenti. Sistem masih melakukan beberapa getaran sebelu

berhenti karena redaman yang dialami tidak terlalu besar. Contoh benda yang

digantung dalam unjung pegas.

Critical Damping

Sistem yang mengalami critical damping biasanya langsung berhenti

bergetar (benda langsung kembali ke posisi setimbang). Sistem langsung berhenti

karena redaman yang dialami cukup besar. Contoh bola yang digantung pada

ujung pegas kemudian tercelup ke dalam air.

Over damping

Over damping mirip seperti critical damping. Bedanya pada critical

damping benda tiba lebih cepat di posisi setimbangnya, sedangkan pada over

damping benda lama sekali di posis setimbangnya. Hal ini disebabkan karena

redaman yang dialami oleh sistem sangat besar. Contoh sebuah benda yang

digantungkan pada ujung pegas kemudian bola masuk ke alam wadah yang berisi

minyak kental. Adanya minyak kendtal menyebabkan bola sulit kembali ke posisi

setimbang.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 101

Page 108: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 102

Page 109: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

4.1.4 Hukum Hooke

Hukum hooke adalah hukum atau ketentuan mengenai gaya dalam bidang ilmu

fisika yang terjadi karena sifat elastisitas dari sebuah pir atau pegas besarnya gaya

hooke ini secara proporsional akan berbanding lurus dengan jarak pergerakan pegas dari

posisi normalnya, atau lewat rumus matematis dapat digambarkan sebagai berikut.

F = k . x

Keterangan:

F = Gaya (N)

k = Konstanta pegas (N/m)

x = jarak pergerakan pegas dari posisi normalnya (m)

4.1.5 Frekuensi,Periode,Amplitudo dan Damping Ratio

a) Frekuensi

Frekuensi adalah banyaknya getaran yang terjadi pada suatu sistem pada satu

detik. Frekuensi dalam suat sistem dapat ditentukan dengan cara membandingkan

atara banyaknya getaran yang terjadi dengan waktu getaran yang terjadi (dalam

detik). Satuam untuk frekuensi adalah Hertz (Hz)

Frekuensi pada sistem satu derajat kebebasan tanpa peredaman:

f = 12 π √ k

m

Keterangan:

f = Frekuensi (Hz)

k = Konstanta pegas (N/m)

m = massa (kg).

Frekuensi pada sistem satu derajat kebebasan dengan peredaman:

f =2 π ωn √1−ζ 2

Keterangan:

f = Frekuendi (Hz)

ωn = Frekuensi natural (Hz)

ζ = Damping ratio

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 103

Page 110: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

b) Periode

Periode adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan satu getaran

T=1f

Keterangan

T = Periode (s)

f = Frekuensi (Hz)

c) Amplitudo

Amplitudo merupakan simpangan terjauh jika dihitung dari kedudukan

setimbangnya. Pada grafik osilasi, amplitudo juga merupakan simpangan maksimum

dari suatu gelombang. Osilasi merupakan variasi periodik terhadap waktu yang

didapat dari hasil pengukuran

Y=A sinθ

Y=A sin ωt

dimana 𝜔𝑡=2𝜋𝑓𝑡Y=A sin2 πft

Y=A sin2 π 1T

t

Dari persamaan di atas dapat diketahui hubungan antara frekuensi dengan

panjang gelombang dapat dilihat pada persamaan berikut:

ωt=2πft

v=f . λ

v= λT

Nilai cepat rambat gelombang (v) dan waktu (t) dapat dicari dengan simple

vibration apparatus, sehingga panjang gelombang (λ) dapat diketahui.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 104

Page 111: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

d) Damping Ratio

Damping ratio adalah perbandingan antara peredaman sebenarnya terhadap

jumlah peredaman yang diperlukan untuk mencapai titik redaman kritis.

Keterangan:

ζ = Damping ratio

c = Konstanta peredaman

k = Konstanta pegas

m = massa

Kondisi-Kondisi yang dipengaruhi oleh besarnya Damping ratio pada suatu

sistem adalah sebagai berikut:

1. Under damped

Pada kondisi peredaman under damper, damping ratio yang dimiliki oleh

sistem kurang dari satu (ζ < 1).

2. Critically damped

Pada kondisi peredaman critically damped, damping ratio yang dimiliki

oleh sistem sama dengan satu (ζ = 1).

3. Over damped

Pada kondisi peredaman Over damped, damping ratio yang dimiliki oleh

sistem lebih dari satu (ζ > 1)

Gambar 4.9 Grafik perbandingan respon getaran pada tiap kondisi damping ratioSumber: Anonymous 2, 2009

4.2 Tujuan Pengujian

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 105

Page 112: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

1. Untuk memahami hubungan antara massa benda, kekakuan dari pegas dan periode

atau frekuensi dari osilasi untuk sistem pegas massa sederhana yang mempunyai

satu derajat kebebasan

2. Untuk memahami hubungan antara gaya, viskositas dari oli dan kecepatan untuk

bermacam-macam keadaan dari dashpot yang dapat diatur.

3. Untuk mengamati efek dari bermacam kuantitas peredaman untuk suatu respon dari

orde kedua dari sistem mekanika untuk suatu input langkah

4.3 Spesifkasi Alat

Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah Sanderson simple vibration

apparatus.

Gambar 4.10 Sanderson Simple Vibration ApparatusSumber: Lab. Fenomena Dasar Mesin, 2014

Rangka dapat begerak secara vertical pada roller guides dengan membawa

central stud ke massa yang dapat di pasangkan.

Massa frame adalah 1,7 kg

Massa Tiap piringan 1,0 kg

Tiga buah pegas masing-masing

Pegas No.1 k = 3,30 kN/m

Pegas No.2 k = 1,22 kN/m

Pegas No.3 k = 0,47 kN/m

Sebuah pena terdapat pada vibrating frame dan kertas yang digerakkan motor

sinkron menghasilkan amplitude / time recording (kec.kertas = 0,02 m/s)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 106

Page 113: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

4.4 Cara Pengambilan Data

Step I

1. Aturlah paper strip pada roller sehingga siap digunakan

2. Pasanglah pena pada penjepit pena

3. Pasang pegas sesuai dengan konstanta yang akan dicobakan

4. Tekan pegas sampai pada dasar, sebelum dilepas pastikan motor dalam posisi on

sehingga roller berputar, kemudian lepaskan pegas

5. Catat hasil osilasi sesuai table

6. Tambahkan beban, kemudian ulangi percobaan seperti nomor 4

Step II

1. Pasang peralatan damper

2. Aturlah putaran sesuai dengan bukaan yang dikehendaki

3. Ulangi percobaan seperti nomor 4 Step I

4. Tambahkan beban dan ulangi percobaan

5. Lakukan percobaan denga teliti dan benar

4.5 Hasil Pengujian

4.5.1 Data Hasil Pengujian

Massa Frame : 1.7 kg

Massa Tiap Piringan : 1.0 kg

Berikut hasil osilasi untuk hubungan antara massa dengan frekuensi pada

konstanta pegas (k) = 0.47 kN/m; 1.22 kN/m; 3.30 kN/m dan pada massa (m) = 2.7 kg;

3.7 kg; 4.7 kg:

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 107

Page 114: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Pada saat k = 0.47 kN/m

Gambar 4.11 Pengujian 1Sumber: Data Pribadi

Pada saat k = 1.22 kN/m

Gambar 4.12 Pengujian 2Sumber: Data Pribadi

Pada saat k = 3.30 kN/m

Gambar 4.13 Pengujian 3Sumber: Data Pribadi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 108

Page 115: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Berikut hasil osilasi untuk hubungan putaran katup dengan konstanta peredaman

pada konstanta pegas 0,47 kN/m, putaran katup 5, 10, 15, 20, 25 dan pada massa 1 kg, 2

kg, dan 3 kg dengan variasi oli (peredaman) yaitu SAE 20:

Pada massa 1 kg

Gambar 4.14 Pengujian 4Sumber: Data Pribadi

Pada massa 2 kg

Gambar 4.15 Pengujian 5Sumber: Data Pribadi

Pada massa 3 kg

Gambar 4.16 Pengujian 6Sumber: Data Pribadi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 109

Page 116: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Tabel 4.1. Hubungan antara massa dan frekuensi pada konstanta pegas 0,47 kN/m

No m (kg) λ f (Hz) f' (Hz)1 2,7 0,01 2,0000 2,09982 3,7 0,011 1,8182 1,79383 4,7 0,012 1,6667 1,5915

Sumber: Data Pribadi

Tabel 4.2. Hubungan antara massa dan frekuensi pada konstanta pegas 1,22 kN/m

No m (kg) λ f (Hz) f' (Hz)1 2,7 0,0062 3,2258 3,38312 3,7 0,007 2,8571 2,89003 4,7 0,008 2,5000 2,5642

Sumber: Data Pribadi

Tabel 4.3. Hubungan antara massa dan frekuensi pada konstanta pegas 3,30 kN/m

No m (kg) λ f (Hz) f' (Hz)1 2,7 0,0038 5,2632 5,56412 3,7 0,004 5,0000 4,75313 4,7 0,0048 4,1667 4,2172

Sumber: Data Pribadi

Tabel 4.4.Hubungan putaran katup terhadap konstanta peredaman dengan massa 2,7 kg

pada k = 0,47 kN/m

No n (rev)

Wn(rad/s)

x1

(m)x2

(m) ζ C (kg/s)

under

(m)critical

(m)1 5 13,1937 0,012 0,009 0,045786 3,262073 - -2 10 13,1937 0,001 - 0,5 35,62303 0.03 0.0153 15 13,1937 0,001 - 0,6 42,74763 0.025 0.0154 20 13,1937 0,007 - 0,652174 46,46482 0.023 0.0155 25 13,1937 0 - 1 71,24605 - -

Sumber: Data Pribadi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 110

Page 117: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Tabel 4.5.Hubungan putaran katup terhadap konstanta peredaman dengan massa 3,7 kg

pada k = 0,47 kN/m

No n (rev)

Wn(rad/s)

x1

(m)x2

(m) ζ C (kg/s)

under

(m)critical

(m)1 5 11,2706 0,014 0,005 0,163869 13,66711 - -

2 10 11,2706 0,01350,004

30,182085 15,18638 - -

3 15 11,2706 0,012 0,003 0,220636 18,40159 - -

4 20 11,2706 0,01150,002

50,242879 20,25678 - -

5 25 11,2706 0,0008 0 0,9 75,06237 0.02 0.018Sumber: Data Pribadi

Tabel 4.6.Hubungan putaran katup terhadap konstanta peredaman dengan massa 4,7 kg

pada k = 0,47 kN/m

No

n (rev)

Wn(rad/

s)

x1

(m)x2

(m) ζ C (kg/s)

under

(m)critical

(m)

1 5 10 0,016 0,0047 0,194969 18,32708 - -

2 10 100,015

70,0045 0,198877 18,69447 - -

3 15 100,015

50,0033 0,2462 23,14276 - -

4 20 10 0,011 0,002 0,271319 25,50399 - -

5 25 100,001

3- 0,952381 89,52381 0,021 0,02

Sumber: Data Pribadi

4.5.2 Contoh Perhitungan

a. Tanpa Peredaman

Frekuensi Teoritis

f '= 12 π √ k

m

f '= 1

2 227

√ 0.47 10002.7

f '=2,0998 Hz

Frekuensi Aktual

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 111

Page 118: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

f = vλ

f =0.020.01

f =2 Hz

b. Dengan Peredaman

Frekuensi Natural

Wn=√ km

Wn=√ 0.47 10002.7

Wn=13,1937 rad/s

Damping Ratio

ξ= 12 π

lnX1

X2

ξ= 12(3.14)

ln 1,20,09

ξ=0,41225

Konstanta Peredaman

c=2Wnm ξ

c=2x11.2706 x3.7 x0,41225

c=29,37146kg/s

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 112

Page 119: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 113

Page 120: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

4.5.3 Grafik dan Pembahasan

4.5.3.1 Grafik Hubungan Frekuensi Terhadap Massa dengan Variasi Konstanta Pegas

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 114

Page 121: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Grafik diatas menggambarkan hubungan Massa yang ditunjukkan dengan sumbu

X dengan satuan kg dan frekuensi yang ditunjukkan dengan sumbu Y dengan satuan

Hz. Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin besar massa pada maka

frekuensinya semakin kecil (berbanding terbalik). Hal itu dikarenakan bila massa

semakin besar maka panjang gelombang yang akan dibentuk semakin besar sehingga

frekuensiya semakin turun.

Dari grafik di atas juga dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai konstanta pegas,

maka akan semakin besar juga nilai frekuensinya. Hal ini dikarenakan dengan konstanta

pegas yang semakin besar maka pegas akan semakin kaku. Dengan kekakuan yang

besar ini maka frekuensi yang ditimbulkan akan semakin besar pula yang berarti makin

banyak getaran yang ditimbulkan tiap detiknya. Hal tersebut sesuai dengan persamaan

berikut:

f '= 12π √ k

m

Dimana:

f ’ = frekuensi (Hz)

k = konstanta pegas (kN/m)

m = massa(kg)

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa nilai frekuensi aktual cenderung berada di

bawah frekuensi teoritis. Hal itu bisa dikarenakan nilai konstanta pegas aktualnya lebih

kecil dari nilai konstanta pegas teoritis. Karena pada pengujian ini nilai konstanta pegas

aktual dan konstanta pegas teoritis dianggap sama. Padahal nilai konstanta pegas dari

suatu spring itu bisa mengalami penurunan bila dikenai beban secara terus menerus atau

berulang. Di praktikum ini, spring yang dipakai itu sudah lama sehingga ada

kemungkinan nilai konstanta pegasnya sudah tidak sama atau sudah mengalami

penurunan. Nilai konstanta pegas ini akan mempengaruhi besarnya panjang gelombang

aktual dari sistem getaran tersebut. Rumus untuk menghitung frekuensi aktual adalah

sebagai berikut:

f = vλ

Dimana:

f = frekuensi aktual (Hz)

v = kecepatan kertas (m/s)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 115

Page 122: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

λ = panjang gelombang (m)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 116

Page 123: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

4.5.3.2 Grafik Hubungan Antara Konstanta Peredaman Terhadap Putaran Katup dengan Variasi Massa pada Konstanta Pegas dan

Viskositas Oli yang Sama

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 117

Page 124: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Grafik diatas menggambarkan hubungan putaran katup yang ditunjukkan dengan

sumbu X dan konstanta peredaman yang ditunjukkan dengan sumbu Y dengan satuan

Kg/s dengan nilai konstanta pegas yang sama yaitu 0,47 kN/m dan besar SAE yang

sama yaitu 20.

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin besar putaran katup maka

konstanta peredaman semakin besar. Hal itu dikarenakan bila putaran katup semakin

besar maka akan semakin mendekat kedua lempeng peredaman yang akan membuat

konstanta peredaman semakin besar.

Secara teoritis, semakin besar massa maka konstanta peredaman semakin besar.

Hal itu sesuai dengan rumus berikut:

c=2Wnm ζ

Dimana:

c = konstanta peredaman(kg/s)

m = massa (kg)

k = konstanta peredaman (kN/m)𝜁 = damping ratio

Dari rumus dapat disimpulkan kalau massa berbanding lurus dengan konstanta

peredaman. Sehingga semakin besar massa maka konstanta peredaman semakin besar.

Secara teoritis, urutan percobaan yang menghasilkan nilai konstanta peredaman dari

terbesar ke rendah adalah pengujian dengan massa 4,7; pengujian dengan massa 3,7;

dan pengujian dengan massa 2,7. Namun kecenderungan grafik kami menyimpang dari

teoritisnya. Penyimpangan ini kemungkinan dikarenakan pada percobaan dengan massa

2,7 kg, pada putaran ke 10 – 20, sudah terjadi under damping sehingga nilai konstanta

peredaman semakin tinggi. Sementara pada pengujian dengan massa 3,7 kg dan 4,7 kg,

belum terjadi under damping sehingga konstanta peredamannya kecil.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 118

Page 125: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

4.5.3.3 Grafik Hubungan Antara Konstanta Peredaman Terhadap Putaran Katup dengan Variasi Viskositas Oli pada Massa 3,7 kg dan

Konstanta Pegas yang Sama

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 119

Page 126: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Grafik diatas menggambarkan hubungan putaran katup yang ditunjukkan dengan

sumbu X dan konstanta peredaman yang ditunjukkan dengan sumbu Y dengan satuan

Kg/s dengan besar konstanta pegas yang sama yaitu sebesar 0,47 kN/m.

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin besar putaran katup maka

konstanta peredaman semakin besar. Hal itu dikarenakan bila putaran katup semakin

besar maka akan semakin mendekat kedua lempeng peredaman yang akan membuat

konstanta peredaman semakin besar.

Secara teoritis, semakin besar viskositas fluida peredaman (oli) maka konstanta

peredaman semakin kecil. Karena dengan viskositas yang semakin kecil maka

amplitudo getaran yang dihasilkan semakin kecil sehingga damping ratio dan konstanta

peredaman semakin kecil. Hal itu sesuai dengan rumus berikut:

c=2Wnm ζ

Dimana:

c = konstanta peredaman(kg/s)

m = massa (kg)

k = konstanta peredaman (kN/m)𝜁 = damping ratio

Kecenderungan grafik kami sudah sesuai dengan teoritisnya yakni urutan

pengujian yang menghasilkan konstanta peredaman dari yang terbesar ke rendah yaitu

pengujian dengan SAE 20, SAE 40, SAE 60. Dari grafik kami juga dapat dilihat kalau

pada putaran ke 25, pengujian dengan SAE 40 konstanta peredamannya paling besar.

Hal itu dikarenakan pengujian dengan SAE 40 pada putaran katup 25 sudah mengalami

critical damping sehingga nilai konstanta peredamannya besar.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 120

Page 127: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

4.5.3.4 Grafik Hubungan Antara Konstanta Peredaman Terhadap Putaran Katup dengan Variasi Konstanta Pegas pada Massa 3,7 kg

dan Viskositas Oli yang Sama

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 121

Page 128: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Grafik diatas menggambarkan hubungan putaran katup yang ditunjukkan dengan

sumbu X dan konstanta peredaman yang ditunjukkan dengan sumbu Y dengan satuan

Kg/s dengan besar SAE oli sama yaitu sebesar 20.

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa semakin besar putaran katup maka

konstanta peredaman semakin besar. Hal itu dikarenakan bila putaran katup semakin

besar maka akan semakin mendekat kedua lempeng peredaman yang akan membuat

konstanta peredaman semakin besar.

Secara teoritis, semakin besar konstanta pegas dengan viskositas yang sama, maka

konstanta peredaman semakin besar karena semakin besar, hal itu sesuai dengan rumus

berikut:

c=2Wnm ζ

c=2√k /m mζ

Dimana:

c = konstanta peredaman(kg/s)

m = massa (kg)

k = konstanta peredaman (kN/m)𝜁 = damping ratio

Kecenderungan grafik kami sudah sesuai dengan teoritisnya. Yakni urutan

pengujian yang menghasilakan konstanta peredaman dari yang terbesar ke terkecil yaitu

pengujian dengan konstanta pegas 3,3 kN/m, pengujian dengan konstanta pegas 1,22

kN/m, pengujian dengan konstanta pegas 0,47 kN/m.

4.5.4 Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Dalam pengujian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan, antara lain :

a. Semakin besar massa pada maka frekuensinya semakin kecil (berbanding terbalik).

Hal itu dikarenakan bila massa semakin besar maka panjang gelombang yang akan

dibentuk semakin besar sehingga frekuensiya semakin turun.

b. Semakin tinggi nilai konstanta pegas, maka akan semakin besar juga nilai

frekuensinya. Hal ini dikarenakan dengan konstanta pegas yang semakin besar

maka pegas akan semakin kaku. Dengan kekakuan yang besar ini maka frekuensi

yang ditimbulkan akan semakin besar pula yang berarti makin banyak getaran yang

ditimbulkan tiap detiknya.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 122

Page 129: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

c. Semakin besar massa maka konstanta peredaman semakin besar. Hal itu sesuai

dengan rumus c=2√k m loge

x1

x2

d. Semakin besar viskositas fluida peredaman (oli) maka konstanta peredaman

semakin besar kecil. Karena dengan viskositas yang semakin besar maka amplitudo

getaran yang dihasilkan semakin kecil sehingga konstanta peredamannya juga

semakin kecil.

e. Semakin besar konstanta pegas dengan besar viskositas yang sama, maka konstanta

peredaman semakin besar karena semakin besar nilai konstanta pegas, maka spring

akan semakin kaku sehingga besar amplitudo yang dihasilkan juga semakin besar

dan akhirnya juga akan membuat nilai konstanta peredaman juga besar. Hal itu

sesua dengan rumus di atas.

f. Semakin besar putaran katup maka konstanta peredaman semakin besar. Hal itu

dikarenakan bila putaran katup semakin besar maka akan semakin mendekat kedua

lempeng peredaman yang akan membuat fluida peredaman (oli) untuk melewati

lubang bagian bawah sehingga amplitudo yang dihasilkan akan semakin besar.

Saran

a. Praktikan diharapkan lebih akurat dalam mengukur panjang gelombang. Agar

perhitungan tidak terjadi eror.

b. Asisten seharusnya memberi tahu apabila terjadi penyimpangan pada saat

pengujian dan menjelaskanya.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 123

Page 130: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

BAB VDEFLECTION OF CURVED BARS APPARATUS

5.1 Dasar Teori

5.1.1 Definisi Defleksi

Defleksi adalah perubahan bentuk pada balok atau batang yang ditinjau dari

satu dimensi akibat adanya pembebanan yang diberikan pada balok atau batang,

yang biasanya dialami oleh benda yang mempunyai panjang. Sumbu sebuah batang akan

terdeteksi dari kedudukannya semula bila benda dibawah pengaruh gaya terpakai.

Dengan kata lain suatu batang akan mengalami pembebanan transversal baik itu beban

terpusat maupun terbagi merata akan mengalami defleksi. Defleksi ada 2 yaitu:

1. Defleksi Vertikal (Δy)

Perubahan posisi batang atau balok arah vertikal karena adanya pembebanan

yang diberikan pada batang atau balok.

2. Defleksi Horisontal (Δx)

Perubahan posisi suatu batang atau balok arah horisontal karena adanya

pembebanan yangdiberikan pada batang atau balok.

Gambar 5.1 DefleksiSumber: Sudjito. (2000: 13)

Hal-hal yang mempengaruhi terjadinya defleksi yaitu :

1. Kekakuan batang

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 124

Page 131: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Kekakuan adalah kemampuan suatu benda untuk mempertahankan bentuknya

supaya tidak berdeformasi atau mengalami defleksi saat di beri gaya. Semakin kaku

suatu batang maka lendutan batang yang akan terjadi pada batang akan semakin kecil.

2. Besarnya kecil gaya yang diberikan

Besar-kecilnya gaya yang diberikan pada batang berbanding lurus dengan

besarnya defleksiyang terjadi. Dengan kata lain semakin besar beban yang dialami

batang maka defleksi yang terjadi pun semakin kecil.

3. Jenis tumpuan yang diberikan

Jumlah reaksi dan arah pada tiap jenis tumpuan berbeda-beda. Jika karena itu

besarnya defleksipada penggunaan tumpuan yang berbeda-beda tidaklah sama.

Semakin banyak reaksi dari tumpuan yang melawan gaya dari beban maka defleksi

yang terjadi pada tumpuan rol lebih besar dari tumpuan pin (pasak) dan defleksiyang

terjadi pada tumpuan pin lebih besar dari tumpuan jepit.

4. Jenis beban yang terjadi pada batang

Beban terdistribusi merata dengan beban titik, keduanya memiliki kurva

defleksi yang berbeda-beda. Pada beban terdistribusi merata slope yang terjadi pada

bagian batang yang paling dekat lebih besar dari slope titik. Ini karena sepanjang

batang mengalami beban sedangkan pada beban titik hanya terjadi pada beban titik

tertentu saja.

Macam-macam tumpuan, antara lain :

a. Engsel

Engsel merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya reaksi vertikaldan gaya

reaksi horizontal. Tumpuan yang berpasak ini mampu melawan gayayang bekerja

dalam setiap arah dari bidang.

Gambar 5.2 Tumpuan engselSumber: Beer et. Al. (2012: 566)

b. Rol

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 125

Page 132: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Rol merupakan tumpuan yang hanya dapat menerima gaya reaksi vertikal.

Jenis tumpuan ini mampu melawan gaya-gaya dalam suatu garis aksi yang spesifik.

Gambar 5.3 Tumpuan rolSumber: Beer et. Al. (2012: 566)

c. Jepit

Jepit merupakan tumpuan yang dapat menerima gaya reaksi vertikal, gaya

reaksi horizontaldan momen akibat jepitan dua penampang. Tumpuan jepit ini mampu

melawan gaya dalam setiap arah dan juga mampu melawan suatu kopel atau momen.

Gambar 5.4 Tumpuan jepitSumber: Beer et. Al. (2012: 566)

Jenis-jenis pembebanan, Antara lain :

1. Beban terpusat

Titik kerja pada batang dapat dianggap berupa titik karena luas kontaknya

kecil.

Gambar 5.5 Pembebanan terpusatSumber: Beer et. Al. (2012: 566)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 126

Page 133: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

2. Beban merata

Disebut beban merata karena terdistribusi merata di sepanjang batang dan

dinyatakan dalam qm (kg/m atau kN/m).

Gambar 5.6 Pembebanan terbagi merataSumber: Beer et. Al. (2012: 566)

3. Beban bervariasi uniform

Disebut beban bervariasi uniform karena beban sepanjang batang besarnya

tidak merata.

Gambar 5.7 Pembebanan bervariasi uniformSumber: Beer et. Al. (2012: 566)

5.1.2 Perbedaan Defleksi dan Deformasi

Seperti disebutkan diatas defleksi terjadi karena adanya pembebanan vertikal dan

horizontal pada balok atau batang. Sedangkan deformasi tidak hanya terjadi karena

pembebanan saja, tetapi karena adanya berbagai macam perlakuan yang dialami balok

atau batang. Selain itu defleksi yang terjadi pada balok hanya merubah bentuk (lendutan)

pada balok tersebut, sedangkan deformasi dapat merubah bentuk dan ukuran serta volum

balok tersebut.

Selain itu perbedaan antara defleksi dan deformasi juga dapat dilihat berdasarkan

dimensi dari batang atau balok, jika defleksi maka batangnya hanya memiliki satu

dimensi (p / l ) sedangkan jika deformasi memiliki lebih dari satu dimensi (p, l, t).

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 127

Page 134: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 5.8 Defleksi pada BeamSumber: Anonymous 1, (2010)

Gambar 5.9 Deformasi pada Sebuah BalokSumber: Anonymous 2, (2011)

5.1.3 Macam-macam Deformasi

Deformasi adalah perubahan bentuk atau ukuran objek diterapkan karena adanya

gaya. Gaya ini dapat berasal dari kekuatan tarik, kekuatan tekan, geser dan torsi.

Deformasi dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Deformasi Elastis

Deformasi elastis adalah perubahan yang terjadi bila ada gaya yang bekerja,

serta akan hilang bila beban ditiadakan. Dengan kata lain bila beban ditiadakan, maka

benda akan kembali ke bentuk dan ukuran semula.

2. Deformasi Plastis

Deformasi plastis adalah deformasi yang terjadi akibat adanya

pembebanan yang jika beban tersebut ditiadakan maka ukuran dan bentuk

material tidak dapat kembali ke keadaan semula.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 128

Page 135: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Gambar 5.10 Diagram Uji TarikSumber: Anonymous 3, (2009)

Dari gambar di atas dapat kita lihat batas elastisitas (σE)dinyatakan dengan titik

A. Bila bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan

maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula yaitu regangan “nol” pada titik

O. Batas proporsional (σp) adalah titik sampai dimana penerapan hukum hooke

masih bisa ditolerir. Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek,

biasanya batas proporsional samadengan batas elastis. Deformasi plastis yaitu

perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada gambar yaitu

bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah

landing.Tegangan maksimum (σuy) sebelum bahan memasuki fase daerah landing

peralihan deformasi elastis ke plastis.Tegangan Luluh Bawah (σ ly) adalahtegangan

rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila

hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress) maka yang dimaksud adalah tegangan

ini.Regangan Luluh (εy) adalah regangan permanen saat bahan akan memasuki fase

deformasi plastis.Regangan Elastis (εe) Regangan yang diakibatkan perubahan elastic

bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi

semula.Regangan Plastis (εp)regangan yang diakatkan perubahan plastis. Pada saat

beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai peerubahan permanen

bahan.Regangan Total merupakan gabungan antara regangan plastis dan elastis, εT =

εe+εp. Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B regangan yang ada

adalahregangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan

besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis. Tegangan tarik maksimum

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 129

Page 136: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

pada gambar ditunjukan dengan titik C merupakan besar tegangan maksimum

yang didapatkan dalam uji tarik. Kekuatan Patah pada gambar ditunjukan dengan titik

D, merupakan besar tegangan dimana beban yang diuji putus atau patah.

5.1.4 Teori Castigliano

Metode Castigliano adalah metode untuk menentukan perpindahan dari

sebuahsystem linear-elastis berdasarkan pada turunan parsial dari prinsip persamaan

energi. Konsep dasar teori yaitu bahwa perubahan energi adalah gaya dikalikan

perpindahan yang dihasilkan, sehingga gaya dirumuskan dengan perubahan energi

dibagi dengan perpindahan yang dihasilkan. Ada dua teorema dalam teori Castigliano,

yaitu:

1. Teori Pertama Castigliano

Teori ini digunakan untuk menghitung gaya yang bereaksi dalam struktur

elastis, yang menyatakan:“Jika energi regangan dari suatu struktur elastis dinyatakan

sebagai fungsi persamaan perpindahan qi , maka turunan parsial dari energi regangan

terhadap perpindahan memberikan persamaan gaya Qi.”

Dirumuskan dengan,

Qi= ∂U∂qi

Dimana, U = energi regangan

2. Teori Kedua Castigliano

Teori ini digunakan untuk menghitung perpindahan, yang menyatakan:“Jika

energi regangandari suatu struktur elastis dinyatakan sebagai fungsi persamaan gaya

Qi , maka turunanparsial dari energi regangan terhadap persamaan gaya

memberikan persamaan perpindahan qi , searah Qi”.

Dirumuskan dengan,

qi= ∂U∂ Qi

Sebagai contoh, untuk beam kantilever lurus dan tipis dengan beban P

di ujung, dan perpindahan pada ujungnya dapat ditemukan dengan teori kedua

Castigliano:

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 130

Page 137: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

δ=∂ U∂ P

δ= ∂∂ P∫

0

L ML2

2 EIdL= ∂

∂ P∫0

L PL2

2EIdL

Dimana, E adalah Modulus Young dan I adalah momen inersia penampang dan

M(L) = P×L adalah pernyataan untuk momen pada titik berjarak L dari ujung, maka:

δ=∫0

L PL2

2 EIdL= PL3

3 EI

5.1.5 Momen

Momen adalah kecenderungan sebuah gaya untuk memutar sebuah benda

disekitar sumbu tertentu dari benda tersebut. Bila didefinisikan dari persamaannya

adalah hasil perkalian dari besar gaya (F) dengan jarak tegak lururs (d).

M = F.d

Keterangan:

M = Momen (Nm)

F = Gaya (N)

d = jarak tegak lurus (m)

Arah momen gaya tergantung dari perjanjian, misalnya searah jarum jam

(CW/ClockWise) atau berlawanan arah jarum jam (CCW/Counter ClockWise) begitu

pula dengan perjanjian tanda positif dan negative dari CW dan CCW. Macam-macam

momen:

1. Momen Gaya (Torsi)

Perubahan gaya translasi pada sebuah benda dapat terjadi jika resultan gaya

yang mempengaruhibenda tidak sama dengan nol. Jika resultan gaya adalah nol maka

benda mungkin akan tetap diam atau bergerak lurus beraturan. Untuk mengubah

keceepatan dibutuhkan gaya. Hal ini sesuai dengan Hukum II Newton. Peristiwa yang

sama juga berlaku pada gerak rotasi jika benda tersebut diberi momen gaya.

Dengan adanya momen gaya maka benda akan mengalami perubahan kecepatan

sudut. Momen gaya merupakan besaran vektor dan secara matematis dituliskan:

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 131

Page 138: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

𝜏 = F. r

Keterangan :𝜏 = Momen Gaya (Nm)

F = Gaya (N)

r = jarak tegak lurus (m)

2. Momen Kopel

Momen kopel dinotasikan dg M, satuannya Nm. Kopel adalah pasangan dua

buah gaya yang sama besar berlawanan arah dan sejajar. Besarnya kopel dinyatakan

denganmomen kopel (M). Momen kopel merupakan besaran vektor dengan satuan

Nm. Pengaruh kopel terhadap benda yaitu dapat menyebabkan banda berotasi.

Formula: M = F x d

Keterangan:

M = momen kopel (Nm)

F = gaya (N)

d = jarak antara kedua gaya (m)

Gambar 5.11 Momen KopelSumber: Anonymous 4, (2010)

3. Momen Inersia

Momen inersia merupakan ukuran kelebaman suatu benda untuk berotasi

terhadap porosnya. Besaran ini adalah analog rotasi daripada massa. Momen

inersia berperan dalam rotasi seperti massa dalam dinamika dasar, menentukan

hubungan antara momentum sudut dan kecepatan sudut, sertamomen gaya dan

percepatan sudut.

I = k. m. r2

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 132

Page 139: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Keterangan:

I = Momen Inersia (Kgm2)

k = konstanta inersia

m = massa (kg)

r = jari-jari objek dari pusat massa (m)

Tabel 5.1 Momen Inersia Benda

Sumber : Modul Praktikum Fenomena Dasar Mesin 2014

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 133

Page 140: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 134

Page 141: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

4. Momen Bending

Momen bending adalah jumlah dari semua komponen momen gaya luar yang

bekerja pada segmen yang terisolasi, yaitu beban luar yang bekerja tegak lurus

sepanjang sumbu axis. Sebagai contoh momen bending adalah terjadi pada konstruksi

jembatan.

MI

= σy

Keterangan:

M = Momen Bending (Nm)

I = Momen Inersia (kgm2)

y = jarak dari sumbu netral ke permukaan benda (m)𝜎= tegangan bending (Pa)

5.2 Tujuan Pengujian

1. Untuk mengetahui defleksi vertikal dari bermacam – macam batang lengkung ketika

mendapatkan sebuah pembebanan.

2. Untuk mengetehui defleksi horizontal dari bermacam – macam batang lengkung ketika

mendapatkan sebuah pembebanan.

3. Untuk mengetahui pengaruh penambahan beban terhadap defleksi yang terjadi

5.3 Spesifikasi Alat

Spesimen:

Bahan : Baja 25,4 x 3,2 mm; E = 2 x 107 gr/mm

Gambar 5.12 Spesimen UjiSumber: Modul Praktikum FDM Teknik Mesin FTUB 2015

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 135

Page 142: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Spesimen 1 : a = 75 mm; R = 75mm; b = 75 mm

Spesimen 2 : a = 0 mm; R = 150 mm; b = 0mm

Spesimen 3 : a = 0 mm; R = 75mm; b = 75 mm

Spesimen 4 : a = 150mm; R = 0 mm; b = 150mm

Beban tergantung = 0,16 kg

5.4 Cara Pengambilan Data

Gambar 5.13 Sketsa Curved Bars ApparatusSumber: Modul Praktikum FDM Teknik Mesin FTUB 2015

1. Spesimen (2) dipasang pada klem (1).

2. Blok (3) dikendorkan dan ditempatkan ulang jika perlu untuk menempatkan specimen.

Kunci pada posisi yang tersedia.

3. Beban (4) dipasang pada specimen. Dial indicator (5) dan (6) ditempatkan

berhubungan dengan beban (4)

4. Indikator di set terlebih dahulu sehingga menunjukkan angka nol. Pembebanan

dilakukan dengan memberikan beban pada beban tergantung (4).

5. Kemudian perubahan yang terjadi dicatat. Beban ditambahkan sambil mencatat

perubahan yang terjadi.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 136

Page 143: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

5.5. Hasil Pengujian

5.5.1 Data Hasil Pengujian

Tabel 5.2 Data Hasil Pengujian Defleksi Horizontal Spesimen 2

No PembebananSpesimen : 2X

X’1 2

1 50 0,04 0,02 0,0152 100 0,12 0,10 0,113 150 0,17 0,20 0,1854 200 0,29 0,29 0,295 250 0,35 0,39 0,376 300 0,43 0,46 0,4457 350 0,54 0,54 0,548 400 0,60 0,61 0,6059 450 0,67 0,70 0,68510 500 0,74 0,76 0,75Ʃ

Sumber: Data Pribadi

Tabel 5.3 Data Hasil Pengujian Defleksi Vertikal Spesimen 2

No PembebananSpesimen : 2y

Y’1 2

1 50 0,02 0,1 0,062 100 0,12 0,09 0,1053 150 0,20 0,24 0,224 200 0,33 0,34 0,3355 250 0,44 0,46 0,456 300 0,58 0,56 0,577 350 0,68 0,68 0,688 400 0,80 0,79 0,7959 450 0,90 0,91 0,90510 500 0,99 1,02 1,005Ʃ

Sumber: Data Pribadi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 137

Page 144: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Tabel 5.4 Data Hasil Pengujian Defleksi Horizontal Spesimen 3

No PembebananSpesimen : 3x

X’1 2

1 50 0,04 0,05 0,0452 100 0,06 0,10 0,083 150 0,1 0,12 0,114 200 0,12 0,16 0,145 250 0,18 0.21 0,1956 300 0,23 0,25 0,247 350 0,28 0,29 0,2858 400 0,33 0,31 0,329 450 0,37 0,35 0,3610 500 0,38 0,38 0,38Ʃ

Sumber: Data Pribadi

Tabel 5.5 Data Hasil Pengujian Defleksi Vertikal Spesimen 3

No PembebananSpesimen : 3y

Y’1 2

1 50 0,04 0,04 0,042 100 0,07 0,08 0,0753 150 0,10 0,11 0,1054 200 0,13 0,15 0,145 250 0,17 0,19 0,186 300 0,22 0,23 0,2257 350 0,26 0,26 0,268 400 0,30 0,29 0,2959 450 0,34 0,32 0,3310 500 0,36 0,35 0,355Ʃ

Sumber: Data Pribadi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 138

Page 145: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Tabel 5.6 Data Hasil Pengujian Defleksi Horizontal berbagai Spesimen

No. XY

spesimen 1

spesimen 2

spesimen 3

spesimen 4

1 50 0.600 0.608 0.304 0.6002 100 1.230 1.216 0.608 1.2103 150 1.850 1.824 0.912 1.8204 200 2.470 2.433 1.216 2.4305 250 3.090 3.041 1.520 3.0406 300 3.710 3.649 1.824 3.6407 350 4.330 4.257 2.128 4.2508 400 4.950 4.865 2.432 4.8609 450 5.570 5.474 2.737 5.470

10 500 6.180 6.082 3.041 6.080Sumber: Data Pribadi

Tabel 5.7 Data Hasil Pengujian Defleksi Vertikal berbagai Spesimen

No. XY

spesimen 1

spesimen 2

spesimen 3

spesimen 4

1 50 1.270 0.608 0.304 1.6202 100 2.540 1.216 0.608 3.2403 150 3.810 1.824 0.912 4.8604 200 5.080 2.432 1.216 6.4805 250 6.350 3.041 1.520 8.1106 300 7.620 3.649 1.824 9.7307 350 8.890 4.257 2.128 11.3508 400 10.160 4.865 2.432 12.9709 450 11.440 5.474 2.737 14.590

10 500 12.710 6.082 3.041 16.220Sumber: Data Pribadi

5.5.2 Contoh Perhitungan

A. Spesimen 1

(a = 75 mm, R= 75 mm, b= 75 mm, misal untuk W=50 kg )

Defleksi Horizontal

∆ P=W R2

EI [a( π2−1)+ R

2 ]+ WEI [abR+b R2+

ab2

2+

b2 R2 ]

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 139

Page 146: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

= 50.10 .752

EI [75( 3 , 142

− 1) +752 ] + 50 . 10

(2 .107 ) (69 ,3589 ) [75 . 75. 75 + 75 .752 + 75. 752

2+ 752 . 75

2 ]

=0,600 mm

Defleksi Vertikal

∆ W =W a2

3 EI+

WREI [ πa2

2+

πR2

4+2aR]+ W

EI[a2 b+2ab+b R2 ]

= 50 .10.752

3 EI+ 67500

EI [17662 , 52

2+ 17662 ,52

2+ 56 ,25]

+ 50EI

[5625 + 25+50 , 5625 + 0 , 218 ]

= 1,270 mm

B. Spesimen 2

(a = 0 mm, R= 150 mm, b= 0 mm, misal untuk W=50 kg )

Defleksi Horizontal

∆ P=W R3

2 EI

¿(50.10 )(150)3

2 (2 ×107 )(69.36)

¿0.608 mm

Defleksi Vertikal

∆ W =πW R3

4 EI

¿(3.14 ) (50.10 )(150)3

4 (2× 107 )(69.36)

¿0.608 mm

C. Spesimen 3

(a = 0 mm, R= 75 mm, b= 75 mm, misal untuk W=50 kg )

Defleksi Horizontal

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 140

Page 147: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

∆ P=W R3

2 EI+WbR

EI (R+ b2 )

= 50 .10 . 752

2 ( 2. 107 ) (69 ,3589 )+ 50 .75 .752

(2. 107 ) (69 ,3589 )(75+75

2)

= 0.3041 mm

Defleksi Vertikal

∆ W =πW R3

4 EI+Wb R2

EI

= 3 , 14 . 50 .10 . 752

4 . (2 .107) (69 , 3589 )+ 50.10 .75 . 752

(2 .107) (69 ,3589 )

= 0,304 mm

D. Spesimen 4

(a = 150 mm, R= 0 mm, b= 150 mm, misal untuk W=50 kg )

Defleksi Horizontal

∆ P=Wa b2

2 EI

=

50 .10 . 150.1502

2(2 . 107) (69 ,3589 )

¿0,0600 mm

Defleksi Vertikal

∆ W =W a2

EI ( a3+b)

= 50(2 . 107) (69 , 3589 )

× [150 . 1502

2 ]

= 1,620 mm

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 141

Page 148: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

1. Hubungan antara Beban dengan Defleksi Horizontal (∆p) Spesimen 1 (a = 75, R = 75 mm, b = 75 mm)

Tabel 5.8 Hubungan antara Beban dengan Defleksi Horizontal (∆p) Spesimen 1

No. X Y Y'1 50 0.0055 0.061892 100 0.00725 0.123783 150 0.0115 0.185674 200 0.0155 0.247565 250 0.019 0.309456 300 0.023 0.371347 350 0.0265 0.433238 400 0.028 0.495119 450 0.0325 0.55700

10 500 0.0345 0.61889∑ 2750 0.203 3.40391

Sumber: Data Pribadi

2. Hubungan antara Beban dengan Defleksi Vertikal (∆w) Spesimen 1

(a = 75, R = 75 mm, b = 75 mm)

Tabel 5.9 Hubungan antara Beban dengan Defleksi Vertikal (∆w) Spesimen 1

No. X Y Y'1 50 0.2 0.127122 100 0.22 0.254233 150 0.38 0.381354 200 0.64 0.508465 250 0.77 0.635586 300 0.91 0.762697 350 1.1 0.889818 400 1.28 1.016929 450 1.35 1.14404

10 500 1.55 1.27116∑ 2750 8.400 6.99136

Sumber: Data Pribadi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 142

Page 149: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

3. Hubungan antara Beban dengan Defleksi Horizontal (∆p) Spesimen 2

(a = 0 mm, R = 150, b = 0 mm)

Tabel 5.10 Hubungan antara Beban dengan Defleksi Horizontal (∆p) Spesimen 2

No. X Y Y'1 50 0.150 0.608252 100 1.100 1.216503 150 1.850 1.824754 200 2.900 2.433005 250 3.700 3.041256 300 4.450 3.649507 350 5.400 4.257748 400 6.050 4.865999 450 6.850 5.47424

10 500 7.500 6.08249∑ 2750 39.950 33.45371

Sumber: Data Pribadi

4. Hubungan antara Beban dengan Defleksi Vertikal (∆w) Spesimen 2

(a = 0 mm, R = 150, b = 0 mm)

Tabel 5.11 Hubungan antara Beban dengan Defleksi Vertikal (∆w) Spesimen 2

No. X Y Y'1 50 0.150 0.608242 100 1.050 1.216483 150 2.200 1.824724 200 3.350 2.432965 250 4.500 3.041206 300 5.700 3.649447 350 6.800 4.257688 400 7.950 4.865929 450 9.050 5.47416

10 500 10.050 6.08240∑ 2750 50.800 33.45318

Sumber: Data Pribadi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 143

Page 150: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

5. Hubungan antara Beban dengan Defleksi Horizontal (∆p) Spesimen 3

(a = 0, R= 75 mm, b = 75 mm)

Tabel 5.12 Hubungan antara Beban dengan Defleksi Horizontal (∆p) Spesimen 3

No. X Y Y'1 50 0.450 0.304122 100 0.800 0.608243 150 1.100 0.912364 200 1.400 1.216485 250 1.950 1.520606 300 2.400 1.824727 350 2.850 2.128848 400 3.200 2.432969 450 3.600 2.73708

10 500 3.800 3.04120∑ 2750 21.550 16.72659

Sumber: Data Pribadi

6. Hubungan antara Beban dengan Defleksi Vertikal (∆w) Spesimen 3

(a = 0, R = 75 mm, b = 75 mm)

Tabel 5.13 Hubungan antara Beban dengan Defleksi Vertikal (∆w) Spesimen 3

No. X Y Y'1 50 0.400 0.304122 100 0.750 0.608243 150 1.050 0.912364 200 1.400 1.216485 250 1.800 1.520606 300 2.250 1.824727 350 2.600 2.128848 400 2.950 2.432969 450 3.300 2.73708

10 500 3.550 3.04120∑ 2750 20.050 16.72659

Sumber: Data Pribadi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 144

Page 151: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

7. Hubungan antara Beban dengan Defleksi Horizontal (∆p) Spesimen 4

(a = 150 mm, R = 0, b = 150 mm)

Tabel 5.14 Hubungan antara Beban dengan Defleksi Horizontal (∆p) Spesimen 4

No. X Y Y'1 50 0.00275 0.060822 100 0.006 0.121653 150 0.0105 0.182474 200 0.0145 0.24335 250 0.0185 0.304126 300 0.0205 0.364957 350 0.023 0.425778 400 0.026 0.48669 450 0.029 0.54742

10 500 0.032 0.6082∑ 2750 0.183 3.3453

Sumber: Data Pribadi

8. Hubungan antara Beban dengan Defleksi Vertikal (∆p) Spesimen 4

(a = 150 mm, R = 0, b = 150 mm)

Tabel 5.15 Hubungan antara Beban dengan Defleksi Vertikal (∆p) Spesimen 4

No. X Y Y'1 50 0.2 0.16222 100 0.22 0.32443 150 0.38 0.48664 200 0.64 0.64885 250 0.77 0.8116 300 0.91 0.97327 350 1.1 1.1358 400 1.28 1.2979 450 1.35 1.459

10 500 1.55 1.622∑ 2750 8.400 8.92100

Sumber: Data Pribadi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 145

Page 152: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

5.5.3. Grafik dan Pembahasan

5.5.3.1 Grafik Hubungan Antara Beban dan Defleksi Horizontal dan Vertikal Pada Spesimen 2

Gambar 5.14 Grafik hubungan antara beban dan defleksi horizontal dan vertikal pada spesimen 2

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 146

Page 153: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Grafik di atas adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara beban dengan

defleksi yang terjadi pada spesimen 2 (a=0mm ; R=150mm; b=0mm) dan variasi yang

digunakan adalah defleksi horizontal (aktual), defleksi horizontal (teoritis), defleksi

vertical (aktual), dan defeksi vertical (teoritis).

Grafik di atas terjadi karena berbanding lurusnya beban dengan defleksi yang

terjadi dan berbanding terbaliknya beban dengan modulus elastisitas (E), dan momen inersia

(I) pada spesimen tersebut.. Dengan kata lain semakin besar beban yang dialami batang

maka defleksi yang terjadi pun semakin besar.

Rumus yang menjelaskan beban akan sebanding dengan regangan. yaitu apabila

beban ditambah maka defleksi yang terjadi akan bertambah, sehingga saat terjadi

penambahan beban, defleksi juga akan bertambah.Hasil di atas sesuai juga dengan

teori ,dengan rumus:

Defleksi Horizontal

∆ P=W R3

2 EI

Defleksi Vertikal

∆ W =πW R3

4 EI

Semakin besar beban (W) maka semakin besar defleksi (∆W dan ∆P) yang terjadi

tetapi karena adanya jari-jari kelengkungan (R=150mm) maka defleksi yang terjadi akan

lebih besar dan lebih sebanding antara defleksi horizontal dan defleksi vertikal.

Berpengaruh pula modulus elastisitas (E) dan momen inersia (I) pada teori tersebut, yang

semakin besar keduanya maka akan menyebabkan semakin kecil defleksi yang terjadi

karena keduanya berbanding terbalik dengan beban yang terjadi.

Dari grafik diatas menunjukan bahwa nilai defleksi vertikal aktual dan

horizontal aktual lebih besar daripada defleksi vertikal dan horizontal teoritis. Hal ini

dikarenakan pada defleksi vertikal dan horizontal teoritis modulus young sama atau

homogen ,namun pada saat aktualnya modulus young yang tidak merata.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 147

Page 154: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

5.5.3.2. Grafik Hubungan Antara Beban dan Defleksi Horizontal dan Vertikal pada Spesimen 3

Gambar 5.15 Grafik hubungan antara beban dan defleksi horizontal dan vertikal pada spesimen 3

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 148

Page 155: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Grafik di atas adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara beban dengan

defleksi yang terjadi pada specimen 3, dan variasi yang digunakan adalah defleksi

horizontal (aktual), defleksi horizontal (teoritis), defleksi vertical (aktual), dan defeksi

vertikal (teoritis). Dari grafik di atas dapat diketahui semakin besar beban yang

digunakan maka semakin tinggi defleksi yang terjadi pada setiap variasinya.

Grafik di atas terjadi karena berbanding lurusnya beban dengan defleksi yang terjadi

dan berbanding terbaliknya beban dengan modulus elastisitas (E), dan momen inersia (I) pada

spesimen tersebut, dengan kata lain semakin besar beban yang dialami batang maka

defleksi yang terjadi pun semakin besar.

Sesuai dengan rumus yang menjelaskan beban akan sebanding dengan regangan.

Yaitu apabila beban ditambah maka defleksi yang terjadi akan bertambah, sehingga saat

terjadi penambahan beban, defleksi juga akan bertambah.Hasil di atas sesuai juga dengan

teori ,dengan rumus:

∆ P=Wa b2

2 EI∆ W=W a2

EI ( a3+b)

Semakin besar beban (W) maka semakin besar defleksi (∆W dan ∆P) yang terjadi.

Berpengaruh pula modulus elastisitas (E) dan momen inersia (I) pada teori tersebut, yang

semakin besar keduanya maka akan menyebabkan semakin kecil defleksi yang kerja

dikarenakan keduanya berbanding terbalik dengan beban yang terjadi.

Grafik di atas menunjukan bahwa defleksi arah vertikal lebih besar dari

pada defleksi arah horizontal, hal ini karena pada spesimen 3 mempunyai jari jari 0 (a=0

mm ; R= 75mm ; b=75mm. Sehingga defleksi arah vertikal akan lebih kecil daripada arah

horizontal.

Dari grafik diatas menunjukan bahwa nilai defleksi vertikal aktual dan horizontal

aktual lebih besar daripada defleksi vertikal dan horizontal teoritis. Hal ini dikarenakan

pada defleksi vertikal dan horizontal teoritis modulus young sama atau homogen ,namun

pada saat aktualnya modulus young yang tidak merata

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 149

Page 156: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

5.5.3.3. Grafik Hubungan Defleksi Horizontal Teoritis Terhadap variasi Pembebanan pada Berbagai Spesimen

Gambar 5.16 Grafik Hubungan Defleksi Horizontal Teoritis Terhadap variasi Pembebanan pada Berbagai Spesimen

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 150

Page 157: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

Grafik di atas adalah grafik yang menjelaskan hubungan antara beban dan defleksi

horizontal teoritis pada spesimen 1, spesimen 2, spesimen 3, dan spesimen 4. Di mana

sumbu x adalah penambahan beban setiap 50 gram dan sumbu y adalah defleksi

horizontal teoritis yang terjadi. Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin besar beban

yang diberikan maka defleksi yang terjadisemakin besar.

Dari grafik terlihat bahwa urutan defleksi dari yang tertinggi sampai dengan yang

terendah adalah spesimen 1, kemudian spesimen 2, spesimen 4, dan yang paling rendah

spesimen 3. Pada spesimen 1, nilai defleksinya paling besar secara teoritis karena

memiliki nilai a=75, b=75, dan R=75, sehingga memiliki daerah lengan penampang

horizontal yang paling panjang. Akibatnya pada spesimen 1 beban yang diberikan lebih

terdistribusi kedaerah lengan jari-jarinya. Defleksi yang terjadi pada spesimen 2 dan

spesimen 4 lebih rendah dari spesimen 1, karena disebabkan pada spesimen 2 dan

spesimen 4 daerah lengan horizontal yang menerima beban lebih pendek dibanding

spesimen 1 dan pada spesimen 4 defleksi yang terjadi akan cenderung vertikal. Kemudian

defleksi horizontal yang paling rendah adalah spesimen 3 karena memiliki panjang

lengan sama dengan nol, sehingga jarak antara lengan pembebanan menjadi lebih kecil

sehingga defleksinya pun mengecil.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 151

Page 158: 6. Laporan Kelompok 8

FLUID CIRCUIT FRICTION EXPERIMENTAL APPARATUS

5.5.3.4. Grafik Hubungan Defleksi Vertikal Teoritis Terhadap varasi pembebanan pada Berbagai Spesimen

0 100 200 300 400 500 6000.000

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000spesimen 1

Polynomial (spes-imen 1)

spesimen 2

Polynomial (spes-imen 2)

spesimen 3

Polynomial (spes-imen 3)

spesimen 4

Polynomial (spes-imen 4)

Beban (gram)

Def

leksi

(mm

)

Gambar 5.17 Grafik Hubungan Defleksi Vertikal Teoritis Terhadap varasi pembebanan pada Berbagai Spesimen

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 152

Page 159: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

Grafik di atas adalah grafik hubungan antara pembebanan dengan defleksi

toritis vertical pada spesimen 1, spesimen 2, spesimen 3, spesimen 4.Di mana sumbu x

adalah penambahan beban setiap 50 gram dan sumbu y adalah defleksi vertikal teoritis

yang terjadi.Grafik di atas menunjukkan bahwa semakin besar beban yang diberikan

maka defleksi yang terjadi semakin besar.

Pada grafik tersebut, defleksi vertical spesimen 4 lebih besar dari pada specimen

1, spesimen 2, spesimen 3. Hal ini disebabkan karena pada spesimen 4 memiliki

kelengkungan jari-jari (R) sama dengan nol dan lengan a dan b sama dengan 150 mm,

sehingga beban hanya terdistribusi pada lengan a tanpa adanya penahanan pada daerah

kelengkungan (R) seperti pada specimen lainya. Akibatnya defleksi yang ditimbulkan

cenderung searah dengan pembebanan yang diberikan, yaituvertikal. Kemudian diikuti

olehspesimen 1, spesimen 2 dan spesimen 3 yang memiliki nilai defleksi vertikal yang

semakin rendah. Padas pesimen 1 dan specimen 2 memiliki kelengkungan (R) sehingga

beban yang diterima juga didistribusikan pada daerah ini yang menyebabkan defleksi

vertikalnya masih lebih rendah dari spesimen 4. Sedangkan pada spesiman 3 tidak

memiliki lengan a dan memiliki kelengkungan (R) sehingga defleksi vertikal yang

terjadi lebih rendah, karena jarak pembebanan pada lengan lebih pendek.

5.5.4 Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Semakin besar pembebanan yang diberikan pada spesimen, maka defleksi

horizontal maupun vertikalnya juga akan semakin besar karena defleksi berbanding

lurus dengan beban yang diberikan (W).

Defleksi horizontal yang terjadi pada spesimen 1 adalah yang paling besar

karena memiliki jarak antara lengan pembebanan yang paling panjang. defleksi

horizontal pada spesimen 2 adalah yang paling kecil karena memiliki panjang lengan

sama dengan nol, sehingga jarak antara lengan pembebanan menjadi lebih kecil

sehingga defleksinya pun mengecil.

Defleksi vertikal yang terjadi pada spesimen 4 adalah yang paling besar

karena beban hanya terdistribusi pada lengan a tanpa adanya penahanan pada daerah

kelengkungan (R) seperti pada spesimen lainnya. Akibatnya defleksi yang

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 153

Page 160: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

ditimbulkan cenderung searah dengan pembebanan yang diberikan, yaitu vertikal.

Kemudian diikuti spesimen 1, 3, dan 2 yang mengalami defleksi yang paling kecil.

Pada grafik defleksi teoritis lebih besar dari pada aktual. Hal ini disebabkan

karena dalam perhitungan teoritis digunakan asumsi :

a. Besarnya modulus elastisitas (E) dan momen inersia (I) konstan sepanjang batang

yang ditinjau

b. Struktur bahan sepanjang batang dianggap homogen sehingga deformasi yang

terjadi akibat beban selalu kontinyu.

Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya defleksi:

1. Kekakuan batang. Semakin kaku batang maka defleksi akan semakin kecil.

2. Besar kecilnya gaya yang diberikan.

3. Bentuk spesimen yang diuji.

Saran

1. Lakukan pengujian sesuai dengan prosedur yang disarankan

2. Dalam pengambilan dan pengolahan data praktikum harus dilakukan dengan

cermat agar data yang dihasilkan lebih akurat

3. Saat praktikum sebaiknya pergunakan spesimen yang masih baru dan belum

pernah

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 154

Page 161: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

BAB VIUNIVERSAL STRUT APPARATUS

6.1 UNIVERSAL STRUT APPARATUS

6.1.1 Teori Kolom

Suatu kolom dapat didefinisikan sebagai batang prismatik lurus dan panjang,

dan menerima beban kompresi aksial. Pada waktu pembebanan, selama batang masih

dalam keadaan lurus, maka dalam analisa kekuatan bahan dapat menggunakan analisa

tegangan yang terjadi akibat beban kompresi yang bekerja. Tetapi apabila beban aksial

yang bekerja menyebabkan lenturan kearah lateral, maka lenturan ini dapat

menyebabkan kerusakan serius pada bahan sebelum tegangan yang terjadi melampaui

batas kekuatan bahannya. Keadaan ini disebut lenturan tekuk (buckling), dimana arah

lenturannya melintang terhadap arah beban yang bekerja

6.1.2 Lenturan Tekuk

Lenturan tekuk (buckling) adalah keadaan dimana batang mengalami lenturan

yang arahnya melintang terhadap arah beban yang bekerja. Sesudah mulai terjadi

lenturan tekuk, biasanya besarnya lenturan bertambah dengan cepat sekali walaupun

penambahan bebannya kecil. Hal ini dapat ditujukkan apabila kita menekan sebatang

lidi yang ditancapkan tegak lurus kedalam tanah. Ujung atas lidi kemudian ditekan

dengan gaya tekan ditambah sedikit demi sedikit. Pada suatu gaya tekan tertentu, kita

akan dapat merasakan adanya lenturan melintang. Kemudian apabila gaya ditambah

sedikit saja, maka sapu lidi akan secara tiba-tiba tertekuk dengan kecepatan yang besar

dan lidi akan patah. Fenomena ini adalah fenomena lenturan tekuk, dan dapat terjadi

pada semua bahan yang elastis. Beban gaya dimana mulai terjadi lenturan tekuk disebut

beban tekuk kritis (critical buckling load), yang besarnya tergantung kepada kekakuan

bahan, kekuatan tarik, panjang dan penampang melintang batang, dan kesempurnaan

arah pembebanannya.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 155

Page 162: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

Gambar 6.1 Kolom yang Mengalami Buckling Sumber: Modul Laboratorium Fenomena Dasar Mesin 2015

6.1.3 Stabilitas Struktur

Stabilitas struktur adalah kemampuan struktur untuk menahan beban yang

diberikan tanpa mengalami perubahan drastis pada konfigurasinya. Kerusakan bahan

yang terjadi pada lenturan tekuk tidak disebabkan oleh tegangan yang terjadi melebihi

yang diijinkan, tetapi oleh perubahan keseimbangan sistem dari keadaan stabil menjadi

tidak stabil. Pada waktu batang menerima beban kompresi dari nol dan kemudian

bertambah besar, pada permulaannya sistem masih dalam keadaan stabil. Kemudian

apabila beban terus ditambah sampai mencapai kondisi kritis, keseimbangan system

kemudian menjadi tidak stabil dan menyebabkan batang mulai mengalami lenturan

latera atau lenturan tekuk. Lenturan tekuk juga menyebabkan tegangan setempat

melewati kondisi elastis, sehingga kalau beban dilepaskan batang tidak kembali kepada

keadaan semula. Untuk batang yang panjang seperti pada umumnya kolom, tegangan

yang terjadi akibat beban tekuk kritis dapat berada jauh dibawah tegangan yang

diijinkan.

6.1.4 Formulasi Euler

Analisa lenturan tekuk pada kolom, pertama kali ditemukan oleh seorang

matematikawan Swiss bernama Euler pada tahun 1757. Walaupun teori Euler hanya

berlaku pada kolom lurus yang panjang, tetapi dasar pemikirannya membantu dalam

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 156

Page 163: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

pemecahan masalah lenturan tekuk secara umum. Tujuan analisa Euler adalah untuk

menentukan besarnya beban kompresi aksial minimum, yang menyebabkan terjadinya

lenturan arah melintang. Dimisalkan kolom dengan kekakuan konstan EI memiliki

panjang L dengan tumpuan engsel pada kedua ujungnya diberikan beban aksial sentris.

Dengan asumsi kolom telah mengalami lenturan tekuk, dapat dituliskan momen bending

pada titik Q sama dengan –Py.

Gambar 6.2 Formulasi Euler Sumber: Modul Laboratorium Fenomena Dasar Mesin 2015

Dengan menyelesaikan persamaan diferensial di atas, dengan menggunakan

kondisi batas untuk kolom dengan tumpuan engsel pada kedua ujungnya dapat

dirumuskan beban minimum P dimana lenturan tekuk terjadi. Beban ini, disebut beban

kritis (critical load) disimbolkan Pcr dirumuskan sebagai formulasi Euler :

Keterangan :

Pcr = gaya kritis /elastic buckling load

Π = 3,14

L = panjang colomb

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 157

Page 164: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

Bila beban tersebut atau yang lebih besar diberikan pada kolom, maka

kesetimbangan kolom menjadi tidak stabil dan lenturan tekuk akan terjadi. Tegangan

kritis dapat dirumuskan:

Keterangan :

σcr = tegangan kritis

L = panjang sistim

Untuk kolom dengan tumpuan yang berbeda-beda, perhitungan beban kritis

menggunakan panjang kolom efektif (effective length) yaitu panjang kolom yang

ekuivalen dengan kolom dengan tumpuan engsel pada kedua ujungnya. Nilai panjang

efektif untuk kondisi kolom yang berbeda-beda ditunjukkan pada gambar 6.3

Keterangan :

Pcr = gaya kritis

Le = panjang tekuk

Π = 3,14

EI = modulus elastisitas x inersia

Gambar 6.3 Nilai Effective Length untuk Berbagai Kondisi Kolom Sumber: Modul Laboratorium Fenomena Dasar Mesin 2015

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 158

Page 165: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

6.1.5 Beam Of Deflection Apparatus

Dalam perencanaan suatu bagian mesin atau struktur selain perhitungan

tegangan (stress) yang terjadi akibat beban yang bekerja, besarnya lenturan seringkali

harus diperhitungkan. Hal ini disebabkan walaupun tegangan yang terjadi masih lebih

kecil daripada tegangan yang diijinkan oleh kekuatan bahan, bisa terjadi besar lenturan

akibat beban yang bekerja melebihi batas yang diijinkan.

Gambar 6.4 Beam deflection apparatusSumber : Anonymous 13, 2015

Besarnya lenturan yang terjadi pada suatu bagian mesin terutama tergantung

kepada beberapa faktor sbb.

a. Sifat kekakuan bahan (modulus elastisitas)

b. Posisi batang terhadap beban dan dimensi batang, yang biasanya ditunjukkan dalam

besaran momen inersia batang.

c. Besarnya beban yang diterima

Lenturan pada suatu batang dapat terjadi akibat adanya beban gaya geser atau

momen lentur. Lenturan akibat beban gaser umumnya sangat kecil dibandingkan

dengan lenturan akibat beban momen. Lenturan akibat beban geser biasanya hanya

diperhitungkan untuk batang yang sangat pendek, sehingga proporsi terhadap lenturan

yang terjadi karena beban momen menjadi cukup berarti. Dalam bahasan buku ini hanya

lenturan karena beban momen saja yang diperhitungkan, karena struktur yang dibahas

memakai batang relatif panjang. Besarnya lenturan akibat beban momen dapat dihitung

dengan memakai salah satu dari empat metode berikut:

a. Metode analitis (cara integrasi)

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 159

Page 166: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

b. Metode luas bidang momen

c. Metode penjumlahan (superposisi)

d. Metode energi strain atau metode Castigliano.

Metode integrasi dilakukan dengan cara mencari persamaan diferensial momen

yang terjadi sepanjang batang. Dari persamaan momen kemudian diselesaikan dengan

cara integrasi dua kali, untuk mendapatkan persamaan lenturan. Dua konstanta yang

timbul akibat proses integrasi dapat dihitung dari kondisi batas (boundary conditions),

yang ada pada struktur yang bersangkutan. Hasilnya adalah sebuah persamaan fungsi

besar lenturan yang terjadi terhadap panjang batang, dari titik koordinat awal yang

ditentukan.

Metode luas bidang momen adalah metode semigrafis, dengan memanfaatkan

sifat-sifat dari persamaan matematis lenturan. Luas bidang momen tidak dicari dengan

menurunkan persamaannya, tetapi dengan cara menghitung luasan yang terjadi secara

geometri. Metode ini lebih sederhana dan lebih cepat dibandingkan dengan metode

integrasi terutama untuk struktur yang menerima banyak beban sepanjang batangnya.

Keterangan :

dϴ = Elemen sudut teta

M = moment

EI = modulus Elastisitas x Inersia

Metode penjumlahan (superposisi) dilakukan dengan memanfaatkan besar lenturan

yang telah dihitung sebelumnya (biasanya ditabelkan), pada struktur yang sederhana.

Suatu struktur yang kompleks dibagi menjadi beberapa bagian berupa struktur yang

lebih sederhana, yang besar lenturannya masing-masing telah diketahui. Besar lenturan

pada struktur keseluruhan adalah jumlah dari semua lenturan yang terjadi pada masing-

masing bagian struktur tersebut.

Metode energi strain biasa disebut dengan nama penemunya yaitu seorang

insinyur Italia bernama Alberto Castigliano, pada tahun 1873. Teori Castigliano

menyatakan bahwa lenturan yang terjadi pada suatu titik pada suatu batang adalah

merupakan turunan parsial dari persamaan energi yang tersimpan didalam batang akibat

beban yang bekerja, terhadap gaya yang bekerja pada titik tersebut. Apabila pada titik

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 160

Page 167: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

yang dicari lenturannya tidak ada gaya yang bekerja, maka biasanya diberikan gaya nol

(dummy load) pada titik tersebut.

Untuk dapat menurunkan persamaan matematis lenturan yang terjadi pada suatu

batang struktur, diambil beberapa persyaratan dan asumsi sbb.

a. Bahan dari batang masih dalam kondisi elastis selama pembebanan

b. Besarnya lenturan akibat gaya geser kecil sekali dibanding dengan lenturan

yang terjadi akibat beban momen (hanya untuk batang yang relatif panjang).

c. Besarnya modulus elastisitas (E) dan momen inersia (I) konstan sepanjang

batang yang ditinjau. Apabila besaran E atau I tidak konstan, fungsi matematis

kedua besaran tersebut terhadap panjang batang harus diketahui.

d. Struktur bahan sepanjang batang dianggap homogin, sehingga deformasi yang

terjadi akibat beban selalu kontinyu. Dengan demikian bentuk lenturan yang

terjadi berupa suatu curva yang kontinyu dan terdapat bidang netral ditengah-

tengah batang pada waktu terjadi lenturan.

e. Besarnya lenturan yang terjadi kecil sekali dibanding panjang batang, sehingga

kwadrat dari besaran sudut lenturannya dapat di abaikan.

6.2 Tujuan Pengujian

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan lendutan batang yang

mengalami beban. Pengamatan dilakukan pada 3 macam jenis tumpuan yaitu :

1. Tumpuan Sendi - Sendi

2. Tumpuan Sendi – Jepit

3. Tumpuan Jepit – Jepit

6.3 Spesifikasi Alat

Alat yang digunakan adalah Sanderson Universal Strur Apparatus ( alat tumpu

universal ). Alat ini dikembangkan untuk studi dalam pengujian tertentu dari beban

kritis pada tumpuan dengan variasi perbandingan ketebalan dan tumpuanpada ujung –

ujung. Alat ini dirancang dengan panjang balik dapat disesuaikan 400 – 800 mm. Pada

tumpuan dengan penampang segiempat, yang telah ditentukan bahwa lendutan terjadi

pada titik yang telah ditentukan sebelumnya.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 161

Page 168: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

Gambar 6.5 Sanderson Universal Strut Bar ApparatusSumber : Anonymous 26, 2014

Reaksi beban dapat dipertahankan agar tumpuan dapat diuji seperti kondisi:

1. Kedua ujung merupakan tumpuan sendi

2. Kedua ujung merupakan tumpuan jepit

3. Satu ujung tumpuan sendi dan satu ujung tumpuan jepit

6.4 Cara Pengambilan Data

1. Atur ketinggian level penjepit bagian atas sesuai dengan panjang benda kerja

2. Atur blok pembebanan untuk pengujian sesuai dengan ketentuan

3. Atur bagian kepala lintang atas atau upper cross head dengan menggunakan pin /

pasak yang tersedia pada posisi yang tepat sesuai dengan panjang benda kerja

4. Letakkan benda kerja pada penjepit bagian bawah dengan penjepit tetap. Jika akan

melakukan pengujian dengan ujung tumpu, letakkan dengan benda kerja di tengah –

tengah pada tempat tersedia.

5. Beri beban ringan vetikal dengan tangan untuk menemoatkan ujung benda kerja

bagian atas agar menyentuh blok.

6. Atur pembebanan dengan memutar hand – wheel sebelah kiriuntuk mengangkat blok

bawah terlebih dahulu

7. Gunakan hand – wheel untuk menaikkan pegas pengimbang (spring – balance)

sampai terjadi kontak dengan bendakrja yang dibebani.

8. Letakkan dial indicator sehingga menyentuh tepat di tengah batang dalam posisi

horizontal

9. Atur beban pulley disebelah kanan tiang penyangga sehingga batang dalam posisi

horizontal

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 162

Page 169: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

10. Naikkan oembebanan pada batang sedikit demi sedikit dengan memutar hand-wheel

sebelah kanan sehingga terjadi defleksi pada batang

11. Catat setiap perubahan pada spring – balance dan dial indicator.

6.5 Hasil Pengujian

6.5.1 Data Hasil Pengujian

Tabel 6.1 Hubungan antara defleksi aktual dan teoritis pada tumpuan sendi-sendi

No.

Beban (kg)

Defleksi MaksimumAktual Teoritis

1 0.2 0.09 0.122 0.3 0.18 0.193 0.4 0.23 0.254 0.5 0.3 0.325 0.6 0.36 0.386 0.7 0.43 0.457 0.8 0.49 0.518 0.9 0.55 0.579 1 0.62 0.64

Sumber: Data Pribadi

Tabel 6.2 Hubungan antara defleksi aktual terhadap variasi titik pengukuran pada beban 1000 g

No. Panjang (m)

Defleksi maksimum

1 0 02 0.1 0.3153 0.2 0.5454 0.3 0.6555 0.35 0.6256 0.4 0.657 0.5 0.5358 0.6 0.2959 0.7 0

Sumber: Data Pribadi

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 163

Page 170: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

Tabel 6.3 Hubungan antara beban kritis actual dan teoritis terhadap panjangspecimen pada tumpuan sendi-jepit

NoBeban Kritis (kg)

Panjang Spesimen (mm)Aktual Teoritis

1 15.00 16.28 4002 12.60 12.88 4503 9.60 10.43 5004 8.10 8.62 550

Sumber: Data Pribadi

6.5.2 Contoh Perhitungan

Tabel 6.4 Hubungan antara beban kritis actual dan teoritis terhadap panjangspecimen pada tumpuan sendi-sendi

NoBeban Kritis (kg)

Panjang Spesimen (mm)Aktual (Teoritis)

1 8.40 8.15 4002 6.00 6.44 4503 4.90 5.22 5004 3.50 4.31 550

Sumber: Data Pribadi

Tabel 6.5 Hubungan antara beban kritis actual dan teoritis terhadap panjangspecimen pada tumpuan jepit-jepit

NoBeban Kritis

Panjang Spesimen (mm)Aktual Teoritis

1 30.00 32.59 4002 24.00 25.75 4503 21.00 20.86 5004 16.00 17.24 550

Sumber: Data Pribadi

a. Beban kritis teoritis pada tumpuan sendi – jepit (specimen 4)

Diketahui :E ( Modulus Elastisitas ) = 2.1011 N/m2

I ( Momen Inersia ) = 6.48 . 10-12 m4

L ( Panjang Kolom Efektif ) = 0.55 m

b ( Panjang Penampang Alas ) = 19 mm = 0.019 m

h ( Lebar Penampang Alas ) = 1.6 mm = 0.0016 m

Ditanya = Pcr (Beban Kritis) ?

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 164

Page 171: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

Jawab :I=bh3

12=

(o . o 19 m )(0.0016 m)3

12=6.48 .10−12m4

Pcr=2π2 EI

L2

¿2 x (3.14)2 x 2 x1011 x6.48 x 10−12

0.552

= 84.4826 N = 8.62 kg

b. Defleksi maksimum teoritis pada tumpuan sendi-sendi (specimen 4)

Diketahui : E ( Modulus Elastisitas ) = 2x1011 N/m2

L ( Panjang Kolom Efektif ) = 0,7 m

b ( Panjang Penampang Alas ) = 25,4 mm = 0,0254 m

h ( Lebar Penampang Alas ) = 6,4 mm = 0.0064 m

W (berat beban) = 1000 g

ditanyakan: Inersia pada batang...? defleksi maksimun ....?

I=b h3

12I= 0,0254(0,0064)3

12I=¿5,54871x10−10

Δx= W L2

48 EIΔx= 10 x1000 x2 x 0.72

48 x2 x1011 x3.33 x10−12

Δx=0.64 mm

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 165

Page 172: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

6.5.3 Grafik dan Pembahasan

6.5.3.1 Grafik hubungan antara beban kritis,aktual dan teoritis terhadap panjang spesimen dengan variasi tumpuan berbeda.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 166

Page 173: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

Grafik 6.1 Hubungan antara beban kritis,aktual dan teoritis terhadap panjang spesimen dengan variasi tumpuan berbeda.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 167

Page 174: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

Grafik diatas dapat diketahui hubungan antara panjang spesimen (kolom) dan

beban kritis dengan variasi jenis tumpuan, diketahui bahwa semakin panjang

spesimen (kolom) pada variasi jenis tumpuan, maka beban kritis teoritis maupun

beban kritis aktual semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara

panjang spesimen dan beban kritis dengan variasi jenis tumpuan berbanding terbalik

sehingga kurva pada grafik cenderung membentuk garis menurun. Grafik ini terjadi

sesuai dengan formulasi Leonard Euler yang disebut dengan Euler Buckling Load

atau lebih dikenal dengan sebutan beban kritis (Pcr). Persamaan tersebut dinyatakan

dengan:

Pcr=π 2 E I

L2

Grafik diatas juga menjelaskan mengenai hubungan antara macam variasi

jenis tumpuan berbeda-beda, seperti dijelaskan pada persamaan di bawah ini :

Persamaan beban kritis yang berlaku pada jenis tumpuan sendi-sendi (Le = L), yaitu:

Pcr=π 2 E I

L2

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 168

Page 175: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

Pesamaan beban kritis yang berlaku pada jenis tumpuan sendi-jepit (Le = 0.7L),

yaitu:

Pcr=π 2 E I

¿2

Pcr=π2 E I

(0.7 L)2

Pcr=2π2 E I

L2

Pesamaan beban kritis yang berlaku pada jenis tumpuan jepit-jepit (Le = 0.5L), yaitu:

Pcr=π 2 E I

¿2

Pcr=π2 E I

(0.5 L)2

Pcr=4 π2 E I

L2

Persamaan-persamaan tersebut sesuai dengan grafik, di mana beban kritis

tumpuan jepit-jepit memiliki nilai yang paling besar di antara jenis tumpuan yang

lainnya karena pada tumpuan jepit-jepit, panjang kolom efektifnya (Le) sama dengan

0.5L. Hal ini sesuai dengan hubungan antara panjang spesimen dengan beban

kritisnya (Pcr) semakin kecil. Sedangkan pada tumpuan sendi-sendi memiliki nilai

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 169

Page 176: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

yang paling kecil di antara jenis tumpuan yang lainnya, karena pada tumpuan sendi-

sendi panjang kolom efektifnya (Le) sama dengan L.

Dari grafik di atas diketahui bahwa nilai beban kritis (Pcr) dari hasil

percobaan (aktual) dengan nilai beban kritis (Pcr) hasil perhitungan ( teoritis)

berbeda, di mana nilai beban kritis (Pcr) hasil teoritis lebih besar dibandingkan

dengan nilai beban kritis (Pcr) aktual. Hal ini disebabkan oleh modulus elastisitas (E)

dan momen inersia (I) actual dari specimen sudah menurun karena sudah sering

digunakan untuk percobaan. Suatu material pasti akan mengalami penurunan

elastisitas karena sering menerima beban.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 170

Page 177: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

6.5.3.2 Grafik hubungan defleksi aktual dan teoritis terhadap beban tangensial pada tumpuan Sendi-sendi dengan spesimen

berbeda.

0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 10

1

2

3

4

5

6

7

8

spesimen 1 aktualspesimen 1 teoritisspesimen 2 aktualspesimen 2 teoritisspesimen 3 aktualspesimen 3 teoritisspesimen 4 aktualspesimen 4 teoritis

Beban (kg)

Defle

ksi m

aksim

um

Grafik 6.2 Hubungan defleksi aktual dan teoritis terhadap beban tangensial pada tumpuan Sendi-sendi dengan spesimen berbeda.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 171

Page 178: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

Grafik hubungan beban tangensial terhadap defleksi seperti grafik diatas

menjelaskan bahwa semakin besar beban tangensial yang diterima suatu batang maka

mengakibatkan semakin meningkatnya pula defleksi yang terjadi pada batang

tersebut hal ini ditunjukan pada garis/kurva yang cenderung menanjak atau

melengkung keatas seperti yang tertera pada grafik saat percobaan pembebanan

tangensial pada batang menggunakan variasi tumpuan sendi-sendi.

Dari grafik diatas juga menjelaskan bagaimana hubungan antara defleksi

aktual dan teoritis suatu spesimen ketika mengalami pembebanan yang mana kondisi

defleksi besar dari defleksi aktual. Hal itu dikarenakan besar inersia teoritis

diasumsikan telah sesuai pada center of grafity sehingga hasil perhitungan teoritis

menjadi lebih besar daripada aktual. Hal ini dibuktikan dengan rumus :

Dimana W= m.g

Gaya berat = (W)

m= massa beban

g= gaya gravitasi bumi

Pada pengujian, inersia pada pada tiap spesimen divariasikan. Dimana urutan

inersia spesimen dari yang terkecil sampai terbesar adalah 1, 2, 3, dan 4. Sehingga

pada hasil pengujian didapatkan urutan defleksi dari yang terbesar sampai terkecil

adalah spesimen 1, spesimen 2, spesimen 3, dan spesimen 4.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 172

Page 179: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

6.5.3. 3 Grafik hubungan antara defleksi aktual terhadap Variasi titik pengukuran pada beban 1000 gram.

6.3 Grafik hubungan antara defleksi aktual terhadap variasi titik pengukuran pada beban 1000 gram

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 173

Page 180: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

Dari grafik diatas menjelaskan bahwa semakin besar panjang spersimen (batang)

pada variasi jenis tumpuan sendi-sendi, maka defleksi yang terjadi bervariasi pula

(teoritis maupun aktual). Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara titik

pengukuran dan beban yang diberikan berbanding lurus dimana defleksi yang paling

besar terjadi pada daerah yang menjadi pusat pembebanan. Semakin besar beban yang

diberikan maka akan menghasilkan defleksi yang semakin besar begitu pula sebaliknya.

Dan juga menjelaskan tentang perbedaan letak pembebanan titik pengukuran

pada spesimen. Defleksi maksimum terjadi ketika titik pengukuran berada tepat pada

pusat pembebanan dan sebaliknya ketika pengukuran semakin mendekati titik tumpuan,

defleksi yang dihasilkan semakin minimum. Besarnya lenturan yang terjadi pada suatu

batang tergantung pada beberapa faktor yaitu :

1. Kemampuan suatu batang menerima pembebanan

2. Besar kecilnya gaya/beban yang pada suatu batang

3. Jenis tumpuan yang digunakan

4. Posisi batang terhadap beban dan dimensi batang.

6.5.4 Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

1. Kolom merupakan batang lurus, panjang dan prismatik yang mengalami beban

secara aksial, dimana lentura yang arahnya melintang akibat pembebanan aksial

disebut buckling.

2. Beban kritis (Pcr) yang merupakan beban gaya dimana mulai terjadinya lenturan

tekuk (buckling) dipengaruhi oleh kekakuan dan kekuatan tarik material, panjang,

penampang melintang batang, dan panjangn kolom efektif (Le).

3. Hubungan antara panjang specimen dan beban kritis yaitu berbanding terbalik ,

dimana semakin besar panjang kolom pada variasi jenis tumpuan, maka beban

kritis (teoritis maupun aktual) semakin kecil.

4. Beban kritis (Pcr) hasil percobaan (aktual) umumnya lebih kecil dibandingkan

beban kritis (Pcr) hasil perhitungan (teoritis).

5. Pada beam, defleksi paling besar terjadi pada pusat pembebanannya.

6. Inersia berbanding terbalik dengan defleksi, semakin kecil inersia maka semakin

besar defleksi pada spesimen dan sebaliknya.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 174

Page 181: 6. Laporan Kelompok 8

UNIVERSAL STRUT APPARATUS

Saran

1. Sebaiknya praktikan melakukan praktikum dengan lebih cermat dan teliti

2. Sebaiknya alat-alat pengujian yang ada di laboratorium FDM dirawat dengan

baik agar tidak banyak kerusakan

3. Sebaiknya asisten laboratorium FDM memberitahukan kesalahan laporan

langsung semua tidak dicicil.

4. Asisten seharusnya dapat menbantu praktikan dengan memberi pemahaman

ketika ada suatu hal yang kurang dipahami bukan malah membalikkan

pertanyaan kepada praktikan.

LABORATORIUM FENOMENA DASAR MESIN 2014/2015 175