6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi...

27
8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Post Operasi 1. Definisi Tahap pasca operatif dimulai dengan memindahkan pasien dari kamar bedah ke unit pasca operasi dan berakhir dengan pulangnya pasien. Fokus intervensi keperawataan pada tahap pascaoperatif adalah memulihkan fungsi pasien seoptimal dan secepat mungkin (Baradero dkk, 2009). Tahap post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre operatif dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang pemulihan dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah (Maryunani Anik, 2014). 2. Ruang lingkup keperawatan post operatif Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komlpikasi. Aktivitas keperawatan kemudia berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan ke rumah (Maryunani Anik, 2014). 3. Tahapan pasca operatif Tindakan pasca operatif dilakukan dalam dua tahap, yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase pasca operatif. Untuk klien yang menjalani bedah sehari, pemulihan normalnnya terjadi hanya dalam 1 sampai 2 jam. Dan penyembuhan dilakukan dirumah. Untuk klien yang dirawat dirumah sakit, pemulihan terjadi selama

Transcript of 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi...

Page 1: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Post Operasi

1. Definisi

Tahap pasca operatif dimulai dengan memindahkan pasien dari

kamar bedah ke unit pasca operasi dan berakhir dengan pulangnya pasien.

Fokus intervensi keperawataan pada tahap pascaoperatif adalah

memulihkan fungsi pasien seoptimal dan secepat mungkin (Baradero dkk,

2009).

Tahap post operatif merupakan tahap lanjutan dari perawatan pre

operatif dan intra operatif yang dimulai ketika klien diterima di ruang

pemulihan dan berakhir sampai evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik

atau di rumah (Maryunani Anik, 2014).

2. Ruang lingkup keperawatan post operatif

Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup rentang

aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian

meliputi efek agen anestesi dan memantau fungsi vital serta mencegah

komlpikasi. Aktivitas keperawatan kemudia berfokus pada peningkatan

penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut

dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta

pemulangan ke rumah (Maryunani Anik, 2014).

3. Tahapan pasca operatif

Tindakan pasca operatif dilakukan dalam dua tahap, yaitu periode

pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase pasca operatif.

Untuk klien yang menjalani bedah sehari, pemulihan normalnnya terjadi

hanya dalam 1 sampai 2 jam. Dan penyembuhan dilakukan dirumah.

Untuk klien yang dirawat dirumah sakit, pemulihan terjadi selama

Page 2: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

9

beberapa jam dan penyembuhan berlangsung selama satu hari atau lebih

bergantung pada luasnya pembedahan dan respons klien (Potter and Perry,

2006).

4. Panduan pendidikan kesehatan pasien dan keluarga dalam hal

persiapan sebelum operasi pada saat sesudah operasi

Perlu diberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan jelaskan

kepada pasien tentang prosedur setelah operasi/ post-operasi:

a. Kondisi tersadar di ruang pemulihan

b. Tujuan dari pengkajian tanda-tanda vital yang sering dilakukan

c. Pengendalian nyeri dan tindakan-tindakan kenyamanan lainnya

d. Pentingnya untuk merubah posisi, batuk dan nafas dalam (Maryunani

Anik, 2014).

5. Intervensi keperawatan pasca operatif

Berikut merupakan intervensi keperawatan pasca operatif yang

seharusnya dilakukan oleh perawat yaitu:

a. Penyuluhan pasien/keluarga

Sebagian besar penyuluhan eksehatan pada tahap ini melanjutkan

penyuluhan yang diberikan sebelum pembedahan. Ada kemungkinan

informasi yang telah diberikan perlu dipertegas dengan mengulangnya

dan mengklarifikasi bila perlu. Perawat perlu menerangkan kepada

pasien dan keluaganya mengenai obat yang diteruskan dirumah,

perawatan luka bedah, tanda dan gejala komplikasi, pembatasan

kegiatan dan tindak lanjut asuhan.

b. Pemeliharaan fungsi pernapasan

1) Pemeliharaan kepatenan jalan napas

Sekresi yang banyak dalam saluran napas dapat

menyebabkan obstruksi jalan napas parsial atau total. Apabila

sekresi mengumpul pada saluran napas bawah karena

Page 3: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

10

imobilitas atau napas dangkal, infeksi pulmonal bisa timbul.

Untuk mencegah penyumbatan dan infeksi saluran napas

bawah, sekresi harus dikeluarkan melalui latihan seperti batuk

yang efektif, bernapas dalam dan mobilisasi. Apabila intervensi

tidak berhasil, sekresi harus dikeluarkan melalui pengisapan.

2) Pemeliharaan pertukaran gas

Pertukaran gas dapat dipertahankan dengan pemberian

oksigen, napas dalam, batuk yang efektif, menguap, posisi

tubuh yang membantu, pemberian obat yang berefek pada

anestesia.

c. Pemeliharaan sirkulasi

1) Pemeliharaan aliran balik vena

Tromboflebitis pascaoperasi dapat dicegah dengan intervensi

keperawatan. Misalhnya dengan tidak memberi tekanan pada

daerah popliteal. Apabila perlu menyokong kaki dengan bantal,

perhatikan agar tekanan merata pada seluruh bantal.

2) Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit

Kebanyakan pasien pasca operasi menerima cairan intravena

untuk mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.

Pemantauan yang ketat terhadap asupan dan haluaran sangat

penting untk mencegah kelebihan beban cairan. Cairan per oral

bisa dimulai apabila sudah ada gerakan peristaltis (ada flatus) dan

refleks muntah serta batuk.

d. Pemeliharaan termoregulasi

Suhu tubuh dipantau tersu menerus. Termometer per aksila. Oral

dan rektal hanya bisa mengukur suhu kulit dan hasilnya tidak seakurat

suhu tubuh, yang diukur menggunakan termometer timpanik (dalam

telinga) atau temperatur esofagus.

e. Peningkatan kenyamanan

Penanganan nyeri yang efektif dimulai dengan hubungan saling

percaya antara perawat-pasien. Pasien diberi penjelasan mengenai sifat

Page 4: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

11

nyeri dan pengertian cara mengevaluasi serta mengomunikasikan nyeri

yang dialaminya kepada perawatnya. Analgesik menjadi lebih efektif

apabila diberikan sebelum nyeri itu memuncak atau semakin hebat.

f. Peningkatan eliminasi urin

Haluaran urin harus dipantau dengan ketat samapi fungsi normal

ginjal pulih. Berkemih pertama kali pasca operasi dapat dibantu

dengan intervensi keperawatan seperti membatu pasien ke kamar kecil,

menyiram perinium dengan air, memberi waktu dan privasi, membuka

kran agar pasien mendengar air yang mengalir. Apabila tindakan ini

tidak efektif, maka kateter folley dapat dipasang sesuai program dokter

(Baradero dkk, 2009).

B. General Anesthesia

1. Definisi

Istilah anestesia berasal dari kata yunani anaisthesis yang

mempunyai arti “tidak ada sensasi”. Pada awal abad ke-19, dokter bedah

memakai alkohol dan opium untuk mengurangi rasa nyeri dan membuat

otot menjadi rileks (Baradero dkk, 2009).

Anestesi diklasifikasikan atau dibagi menurut efeknya pada

sensorium pasien (sistem saraf pusat) dan persepsi nyeri. Anestesia umum

dikatakan juga sebagai pembiusan total, dengan tanda hilangnya kesadaran

total. Anestesia umum didefinisikan sebagai hilangnya sensasi disertai

dengan hilangnya kesadaran, relaksasi otot rangka, analgesia dan

elimininasi respon somatik, otonom dan endokrin (Maryunani Anik,

2014).

Anestesia umum adalah menghilangkan semua sensasi dan

kesadaran. Dibawah pengaruh anestesia umum, refleks proteksi seperti

refleks batuk dan gag hilang. Anestesia umum bekerja dengan memblok

pusat kesadaran di otak sehingga terjadi amnesia (kehilangan memori),

Page 5: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

12

analgesia (insesibilias terhadap nyeri), hypnosis (tidur palsu), dan relaksasi

(mengurangi ketegangan pada beberapa bagian tubuh). (Kozier, 2011).

2. Jenis jenis anesthesia

Anestesia digolongkan dalam dua golongan besar, yaitu anestesia

umum (general) dan anestesia lokal. Pada anestesia umum, pasien menjadi

tidak sadar dan tidak merasakan sensasi nyeri secara total, sedangkan pada

anestesi lokal, pasien tetap sadar dan tidak merasakan sensasi nyeri pada

area rubuh tertentu (Baradero dkk, 2009).

Anestesi umum biasanya diberikan melalui infusi intravena atau

dengan inhalasi gas melalui masker atau melalui selang endotrakea yang

dimasukkan ke dalam trakea. Anestesi umum memiliki keunggulan

tertentu. Karena tidak sadar, bukan sadar dan terjaga, fungsi pernapasan

dan jantung teratur. Selain itu anestesia dapat disesuaikan dengan lamanya

operasi serta usia dan fisik klien. Kerugian utama anestesia umum adalah

mendepresi fungsi pernapasan dan sirkulasi (Kozier, 2011).

Pada pemberian obat anestesi secara intravena, obat-obatan seperti

thiopenthone, propofol, fentanyl, menyebabkan depresi pernapasan

sehingga perlu dikombinasikan dengan alat bantu napas ETT untuk

mempertahankan napas pasien. Sedangkan obat-obatan pada anestesi

secara inhalasi seperti halotan, eter dapat menyebabkan iritasi membran

mukosa pada saluran napas (Mangku, G., 2010). Ini menunjukkan bahwa

anestesi umum secara inhalasi dan intravena menyebabkan akumulasi

lendir pada pasien.

Anestesi regional adalah pemutusan sementara transimisi impuls

saraf ke dan dari area atau bagian tubuh tertentu (Kozier, 2011). Anestesi

regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikkan agens anestetik di

sekitar saraf sehingga area yang dipersarafi oleh saraf ini teranestesi.

Pasien dalam anestesi spinal atau lokal masih bangun dan sadar tentang

sekelilingnya (Brunner and Suddarth dalam Smeltzer and Bare, 2002).

Page 6: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

13

3. Tahapan Anestesia

Tiga tahap anestesia umum (general) adalah fase induksi, fase

pemeliharaan (maintenance), dan fase emergensi. Fase induksi dimulai

dengan pemberian obat anestetik per intravena atau per inhalasi dengan

oksigen. Intubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi

berakhir pada pemberian posisi pasien yang diinginkan dokter bedah,

selesainya persiapan kulit dan dokter memberi insisi. Pada fase

maintenance, ahli anestesi mempertahankan tingkat anestesia yang cocok

dengan obat anestesia inhalasi atau intravena. Pada tahap ini, ahli anestesi

memperhatikan apa yang dilaksanakan dokter bedah agar ia bisa

mengantisipasi dan menyesuaikan tingkat anestesia yang diperlukan oleh

dokter bedah. Fase emergensi, berawal ketika ahli anestesia mengurangi

obat dan pasien mulai sadar kembali. Pada saat ini, selang endotrakea juga

dilepas dan biasanya diganti dengan jalan napas oral. Komplikasi potensial

pada tahap ini adalah laringospasme, muntah, pernapasan lambat dan

gerakan refleks yang tidak terkendali.

Gambar 2.1

Intubasi Endotrakeal

Page 7: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

14

4. Pasien yang memerlukan anestesia umum

Anestesi umum biasanya merupakan teknik pilihan untuk pasien-

pasien sebagai berikut:

a. Pasien-pasien yang mengalami prosedur pembedahan yang

memerlukan relakasasi otot rangka, berlangsung dalam periode waktu

yang lama, memerlukan posisi tertentu karena lokasi area insisi atau

memerlukan kontrol pernafasan.

b. Pasien-pasien yang sangat cemas

c. Pasien yang menolak atau mengalami kontraindikasi untuk teknik

anestesi lokal atau regional

d. Pasien yang tidak kooperatif karena status emosionalnya, kurang

matang/dewasa, intoksikasi, trauma kepala atau proses patofisiologis

yang tidak memungkinkannya untuk tetap imobilisasi selama periode

waktu yang lama (Maryunani Anik, 2014).

5. Masalah pernapasan pasca operatif yang potensial setelah pasca-

anestesia umum

Kerugian utama anestesi umum adalah mendepresi fungsi sistem

pernapasan dan sirkulasi. Mukus dapat terbentuk dan tetap di dalam paru

akibat efek anestesia dan analgetik. Obat-obat ini menekan kerja silia pada

membran mukosa yang melapisi saluran napas dan pusat pernapasan di

otak (Kozier, 2011). Berikut potensial masalah sistem pernapasan yang

bisa saja muncul saat setelah dilakukan anestesi sesudah tindakan operasi,

diantaranya:

Tabel 2.1 Masalah Pasca Operatif setelah Anestesi

Masalah Deskripsi Penyebab Tanda klinis

Tindakan pencegahan

Pneumonia Inflamasi pada alveoli

Infeksi, toksin atau iritan menyebabkan proses inflamasi

Peningkatan suhu, batuk, ekspektorasi

Latihan napas dalam dan batuk,

Page 8: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

15

Pneumonia infeksius

Mungkin hanya terbatas pada satu atau lebih lobus atau terlihat seperti bercak-bercak yang menyebar di seluruh lapang paru

Organisme umum termasuk Streptococcus pneumoniae, Haemaphillus influenza, dan Staphilococcus aureus.

sputum bercampur darah atau

sputum purulen, dispneu,

nyeri dada

bergerak di tempat tidur,

ambulasi dini.

Pneumonia hipostatik

Imobilitas dan gangguan ventilasi mengakibatkan atelektasis dan pertumbuhan kuman patogen

Pneumonia aspirasi

Proses inflamasi akibat iritasi pada jarignan paru oleh materi yang teraspirasi, terutama HCl dari lambung

Aspirasi cairan lambung, makanan, atau zat lainnya. Sering berkaitan dengan hilangnya refleks gag

Atelektasis Kondisi ketika alveoli kolaps dan tidak mendapat ventilasi

Sumbatan mukus pada jalan napas bronkiolus, ekspansi paru tidak adekuat, analgesik, imobilitas

Dispneu, takipneu, takikardia, diaforesis, ansietas, nyeri pleura, penurunan gerakan dada, suara napas tumpul atau tidak ada, penurunan saturasi oksigen

Page 9: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

16

Emboli paru

Bekuan darah yang bergerak ke paru dan menyumbat arteri pulmonal, akibatnya aliran darah tersumbat ke bagian paru

Stasis darah vena akibat imobilisasi, cedera vena akibat fraktur atau selama pembedahan, penggunaan kontrasepsi oral tinggi esterogen, masalah koagulasi atau gangguan sirkulasi yang ada

Nyeri dada mendadak, pendek napas, sianosis, syok.

Berbalik, ambulasi, stoking antiemboli, alat kompres.

Sumber: Kozier, 2011

C. Aromaterapi Peppermint

1. Pengertian Aromaterapi

Aroma terapi berasal dari kata aroma yang berarti harum atau

wangi, dan therapy yang dapat diartikan sebagai cara pengobatan atau

penyembuhan. Sehingga aroma terapi dapat diartikan sebagai: “suatu cara

perawatan tubuh dan atau penyembuhan penyakit dengan menggunakan

minyak essensial” (Jaelani, 2017).

Aromaterapi adalah istilah modern yang dipakai untuk proses

penyembuhan kuno yang menggunakan sari tumbuhan aromatik murni.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan tubuh,

pikiran dan jiwa (Primadiati, 2002).

Aromaterapi bekerja pada tubuh secara alami dan menyeluruh

sehingga dapat mengaktifkan kekuatan penyembuhan yang dimiliki oleh

tubuh tersebut, selain membantu menyeimbangkan tubuh dan pikiran

perawatan aromaterapi merupakan upaya meningkatkan kualitas tubuh

baik dengan cara meningkatkan daya tahan tubuh ataupun meminimalisasi

Page 10: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

17

ganggguan atau masalah yang timbul sehingga proses penyembuhan akan

berlangsung lebih cepat (Primadiati, 2002).

2. Jenis aromaterapi

Menurut Jaelani (2017), penggunaan cara terapi yang tepat akan sangat

membantu daya kerja bahan aktif sealigus efisien dan akurat dalam

penggunaan sediaan aromaterapi. Berikut beberapa jenis penggunaan

aromaterapi:

a. Terapi secara internal (terapi melalui oral, terapi melalui inhalasi).

b. Terapi secara eksternal (terapi pemijatan, terapi air)

Terapi secara inhalasi sangat berguna untuk mengatasi dan

meringankan keadaan-keadaan yang berhubungan dengan kondisi

kesehatan seseorang. Khususnya penyakit yang berhubungan dengan

gangguan saluran pernapasan dan gangguan sistem tubuh lainnya. Adapun

maksud dari cara terapi ini adalah untuk menyalurkan khasiat zat-zat

dengan mengalirkan uap secara langsung atau melalui alat bantu seperti

tabung inhaler, spray, angli, lilin atau pemanas elektrik (Jaelani, 2017).

Metode dengan diffuser biasanya dilakukan untuk menenangkan

saraf atau mengobati masalah pernapasan dengan menyemprotkan

kandungan minyak essensial ke udara seperti pewangi ruangan. Dapat juga

dilakukan dengan meletakkan beberapa kaki minyak essensial dalam

diffuser dan nyalakan sumber pemanasnya. Letakkan 3 kaki dari diffuser

dan lakukan pengobatan selama 30 menit (Gaware,2013 ; Craig Hospital

2015)

Melalui penghirupan, sebagian molekul akan masuk ke dalam

paru-paru. Cara ini sangat dianjurkan untuk digunakan pada mereka yang

memiliki masalah gangguan pernapasan. Molekul aromatik akan diserap

oleh lapisan mukosa pada saluran pernapasan, baik pada bronkus maupun

pada cabang halusnya secara mudah. Pada saat terjadi pertukaran gas di

Page 11: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

18

dalam alveoli, molekul kecil tersebut akan diangkut oleh sirkulasi darah di

dalam paru-paru. Pernapasan yang dalam akan meningkatkan jumlah

bahan aromatik ke dalam tubuh (Primadiati, 2002).

3. Minyak esensial

Minyak esensisal merupakan bahan baku utama untuk kepentingan

sediaan aromaterapi. Minyak esensial memiliki peran amat penting bagi

pengembangan kesehatan masa kini, yaitu sebagai sumber obat-obatan

alami yang aman dan murah. Tanaman dari daun yang menghasilkan

minyak esensial diantaranya:

a. Sirih (Pepper betle)

Daunnya mengandung senyawa aktif kadinen untuk mengatasi bau

badan, antiseptik, penyegar mulut dan mengobati batuk.

b. Pipermint (Mentha piperita)

Tanaman ini mengandung menthol 50%. Berguna sebagai bahan

antiseptik dan penyegar mulut serta pelega tenggorokan. Sebagai

bahan obat, pipermint sangat baik sebagai diaforetik, karminatif dan

ekspektoran, antara lain untuk mengatasi sakit tenggorokan, batuk

serta membantu proses berpikir.

c. Ekaliptus (Eucalyptus globules)

Daun mengandung senyawa sineola hingga 70%. Setelah diekstraksi

dapat menghasilkan minyak ekaliptus sebagai obat gosok untuk perut

kembung, pegal-pegal, rematik, demam dan sebagai anti nyamuk.

d. Kayu putih (Melaleuca leucandendron)

Dalam tanaman ini terdapat resin utuk berkhasiat sebagai pengobatan

sakit perut, masuk angin, pegal-pegal, kedinginan, linu, nyeri otot dan

mengusir nyamuk (Jaelani, 2017).

Page 12: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

19

4. Bagian tumbuhan sebagai obat

Bentuk kekuatan lain dari tanaman berasal dari bagian daun. Daun

yang warnanya hijau mempunyai kekuatan yang lebih baik dibandingkan

daun lainnya yang warnanya bukan hijau. Daun berwarna hijau melakukan

proses fotosintesa dengan lebih intens sehingga aktivitas ektohormonalnya

lebih banyak diakukan untuk proses pematangan. Daun merupakan bagian

tumbuhan yang dapat menjaga keserasian lingkungannya dan mempunyai

sumber kekuatan untuk memekarkan bunga, bagian daun ini sangat

berkaitan erat dengan kepala sebagai pusat fungsi saraf pada tubuh

manusia (Jaelani, 2017).

5. Peppermint (Mentha Piperita)

Ada banyak jenis dari mint tetapi satu yang umum dipakai dalam

aromaterapi adalah peppermint (Mentha piperita) yang merupakan

cangkokan antara watermint dan spearmint (Balkam, 2001). Tanaman ini

memiliki bahan aktif menthol 50%. Berguna sebagai bahan antiseptik dan

penyegar mulut serta pelega tenggorokan. Sebagai bahan obat, peppermint

sangat baik sebagai diaforetik, karminatif dan ekspektoran antara lain

untuk mengatasi sakit tenggorokan dan batuk dalam Jaelani (2017). Sangat

baik untuk mengatasi gangguan pencernaan, batuk atau influenza

(Primadiati, 2002).

Tabel 2.2. Kandungan mentha piperita

No Kandungan Persentase %

1 Limonene 1-5

2 Cionele 3,5-14

3 Menthone 14-32

4 Menthofuran 1-9

5 Isomenthone 1,5-10

6 Mentyl-asetat 2,8-10

Page 13: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

20

7 Isopulegol 0,2

8 Mentol 30-55

9 Pulegone 4

10 Carvone 1

Sumber: Loolaie, 2017

6. Manfaat menthol pada peppermint

Berguna untuk mengeluarkan gas (dalam perut);

mendorog/merangsang pikiran; membantu mengatasi masalah pencernaan;

menghilangkan nyeri; menurunkan demam; mengatasi kelancaran cairan

tubuh dengan urinas dan keutamaannya sebagai antiradang, antiseptik,

anti-kejang, antivirus, peringkas pori, deodoran dan pengencer dahak

(Balkam, 2001).

Menurut ESCOP, terapi inhalasi minyak yang mengandung

menthol untuk membantu kongesti yang disebabkan oleh kedinginan,

dipecaya dapat memudahkan kongesti, membantu melancarkan

pernapasan. Sekretolitik dalam bronkus dan dekongestan pada hidung juga

membantu sistem pernapasan (European Medicines Agency, 2008).

Terapi inhalasi pepermint digunakan sebagai kongesti saluran

pernapasan (Rita dan Animesh, 2011). Menurut penelitian Alankar (2009),

minyak dari mentha piperita digunakan untuk mengatasi penyakit perut

tertentu seperti gangguan pencernaan, masalah pada gas, keasaman, dll.

Minyak tersebut merupakan sumber alami menthol yang merupakan

komposisi utama dari beberapa obat batuk, inhalasi dan salep. Pada terapi

inhalasi, minyak pepermint dapat membantu untuk meningkatkan

konsentrasi dan menstimulasi pikiran sebaik seperti membantu batuk, sakit

kepala dan nausea.

Dalam medis, menthol digunakan sebagai komposisi utama dan

secara luas digunakan sebagai kongesti sistem pernapasan (Loolaie dkk,

Page 14: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

21

2017). Kegunaan mentol dalam pernapasan sudah ditinjau secara luas.

Menthol sering digunakan sebagai dekongestan hidung, meningkatkan

persepsi pola napas dan membuat seseorang merasa rileks setelah

menghirup menthol (Ahijevych dan Garret, 2004).

7. Dosis penggunaan minyak peppermint

Secara umum, dosis minyak esensial yang digunakan adalah 4 tetes

campuran 1-2 liter air panas (Primadiati, 2002). Pada terapi inhalasi, dosis

yang dianjurkan yaitu melarutkan 10-15 tetes minyak esensial murni ke

dalam 1 liter air mendidih untuk satu kali pemakaian (Jaelani 2017).

Menurut penelitian Alankar (2009), untuk terapi inhalasi berikan 3-

4 tetes ke dalam air panas, dengan rata-rata pemakaian 6-12 tetes per hari.

Untuk topikal nasal, berikan 1-5% minyak esensial menthol. Dalam jurnal

European Medicines Agency (2008), perhitungan dosis 1 mg menthol/kg

ditambahkan ke dalam air panas sebagai penguap.

Secara tradisional, 3-4 tetes minyak ditambahkan ke dalam air

panas dan dihirup untuk mengeluarkan sekret. Secara alternatif, 62,5 mg

menthol dalam 1 mL petrolatum diaplikasikan dan dihirup sebagai

dekongestan hidung (artikel Journal of Herbal Pharmacotherapy, 2008).

8. Kontraindikasi peppermint

Menurut penelitian Alankar (2009), kontraindikasi pada pasien

dengan obstruksi saluran empedu, inflamasi kandung empedu dan

kerusakan hati parah. Pada kasus batu empedu, hanya digunakan setelah

berkonsultasi pada ahlinya. Menthol, thymol dan methyl salisilat

menyebabkan penurunan tekanan darah, namun tidak memiliki efek pada

sistem respirasi, denyut nadi dan aliran darah dalam arteri femoralis atau

otot pencernaan (Rita dan Animesh, 2011). Kandungan pulegone dalam

peppermint telah dikonfirmasi dapat menyebabkan toksisitas liver dan

berakhir pada keracunan hati (EME/HMPC/2005 dalam EMA, 2008).

Page 15: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

22

Selain itu juga dapat meningkatkan bilirubin (EMA, 2008). Percobaan

yang dilakukan kepada tikus, pulegone pada dosis 80-160 mg dalam 28

hari dapat menyebabkan perubahan pada liver diakibatkan terjadi

perubahan pada hepatoseluler tikus (Looaie, 2017). Hal ini menyebabkan

menthol tidak disarankan untuk pasien yang memiliki masalah pada

empedu dan liver.

9. Cara penghirupan menthol

Melalui penghirupan, sebagian molekul akan masuk ke dalam

paru-paru. Cara ini sangat dianjurkan untuk digunakan pada mereka yang

memiliki gangguan pernapasan. Molekul aromatik akan diserap oleh

lapisan mukosa pada saluran pernapasan, baik pada bronkus maupun pada

cabang halusnya (bronkioli) secara mudah.

Penggunaan minyak esensial secara inhalasi merupakan cara yang

cepat, sederhana dan efektif untuk mendapatkan manfaat pengobatan.

Beberapa jenis minyak yang selalu digunakan untuk penghirupan di

antaranya chamomile, minyak kayu putih, kemenyan, myrrh dan

pepermint. Metode inhalasi hanya boleh digunakan maksimal selama 30

detik. Seandainya tidak timbul masalah pada pemakaian pertama,

perpanjang lama pemakaian sampai satu menit untuk pemakaian

selanjutnya. Demikian seterusnya sampai maksimal 3-5 menit (Primadiati,

2002).

Menurut penelitian sebelumnya, Ahijevych (2004) telah diukur

inhalasi penguapan pada 31 subyek sebelum dan sesudah selama 5 menit

dengan menggunakan penguapan menthol.

Page 16: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

23

D. Batuk Efektif

1. Definisi

Batuk dapat membantu mengeluarkan lendir yang tertahan pada

jalan napas. Batuk dalam dan produktif lebih menguntungkan daripada

membersihkan tenggorok (Potter dan Perry, 2006)

Batuk efektif merupakan suatu upaya untuk mengeluarkan dahak

dan menjaga paru-paru agar tetap bersih, disamping dengan memberikan

tindakan nebulizer dan postural drainage. Batuk efektif dapat diberikan

pada pasien dengan cara diberikan posisi yang sesuai agar pengeluaran

dahak dapat lancar. Batuk efektif ini merupakan bagian tindakan

keperawatan untuk pasien dengan gangguan pernapasan akut dan kronis

(Nugroho, 2011).

Batuk efektif adalah suatu metode batuk dengan benar dan pasien

dapat mengeluarkan dahak secara maksimal. Batuk dapat mengeluarkan

lendir yang tertahan pada jalan napas. Batuk dalam dan produktif lebih

menguntungkan daripada membersihkan tenggorok. Batuk yang dilakukan

secara berurutan tanpa henti membantu pengeluaran mukus lebih efektif

dan lengkap daripada hanya satu kali batuk yang kuat (Potter dan Perry,

2006).

2. Tujuan batuk efektif

Salah satu tujuan dari asuhan keperawatan praoperatif adalah untuk

mengajar pasien cara untuk meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi

darah setelah anestesi umum. Hal ini dicapai dengan memeragakan pada

pasien bagaimana melakukan napas dalam, kemudian perawat

memperagakan bagaimana garis insisi dapat dibebat sehingga tekanan

dapat diminimalkan dan nyeri terkontrol. Meletakkan jalinan tangan diatas

luka insisi dan bertindak sebagai bebat yang efektif ketika batuk. Selain

Page 17: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

24

itu, pasien diinformasikan bahwa medikasi akan diberikan untuk

mengontrol nyeri (Brunner dan Suddarth dalam Smeltzer dan Bare, 2002).

Dengan meningkatkan ekspansi paru dan mencegah akumulasi

sekresi, napas dam dan batuk efektif membantu mencegah pneumonia dan

atelektasis, yang dapat terjadi akibat cairan statis cairan dalam paru

(Kozier, 2011).

Tujuan dalam meningkatkan batuk adalah memobilisasi sekresi

sehingga dapat dikeluarkan. Ketika dilakukan napas dalam sebelum batuk,

refleks batuk dirangsang. Jika pasien tidak dapat batuk secara efektif,

pneumonia hipostatik dan komplkasi paru lainnya dapat terjadi (Brunner

dan Suddarth dalam Smeltzer dan Bare, 2002).

Batuk yang dangkal tidak saja kurang efektif, tetapi bisa

melelahkan pasien. Pasien dengan pembedahan toraks dan abdominal

perlu diberitahu bahwa batuk yang dalam bisa menimbulkan nyeri, namun

ia akan diberi bantuan untuk mengurangi rasa nyeri. Pasien akan merasa

sangat terbantu apabila abdomen atau toraks dibelat dengan handuk atau

kain supaya ada sokongan ketika ia batuk dalam (Baradero dkk, 2009).

3. Latihan Batuk

Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama

klien yang mengalami operasi dengan anestesi general. Karena pasien

akan mengalami pemasangan alat bantu napas selama kondisi teranestesi.

Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada

tenggorokan dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan

batuk efektif sangat bermanfaat bagi pasien setelah operasi untuk

mengeluarkan lendir atau sekret tersebut (Maryunani Anik, 2014).

Napas dalam seringkali memancing refleksi batuk. Batuk volunter

setelah napas dalam memfasilitasi pergerakan dan ekpektorasi sekresi

saluran napas. Dorong klien untuk melakukan napas dalam dan latihan

Page 18: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

25

batuk setiap jam, atau sedikitnya setiap dua jam, selama terjaga untuk

beberapa hari pertama. Klien dapat menahan area insisi menggunakan

bantal ketika batuk, atau perawat dapat membantu menahan insisi untuk

meredakan rasa tidak nyaman pada pasien (Kozier, 2011).

Pasien perlu diintruksikan untuk melakukan batuk efektif agar

sekret dapat dikeluarkan, instruksi akan dijelaskan secara bertahap.

a. Condong sedikit ke depan dari posisi duduk di tempat tidur, jalinkan

jari-jari tangan dan letakkan tangan melintang letak insisi untuk

bertindak sebagai bebat ketika batuk

b. Napas dengan diafragma

c. Dengan mulut agak terbuka, hirup napas dengan penuh

d. “Hak”kan keluar dengan keras dengan tiga kali napas pendek

Kemudian dengan mulut tetap terbuka, lakukan napas dalam dengan

cepat batuk dengan kuat satu atau dua kali. Hal ini membantu

membersihkan sekresi dari dada. Hal ini dapat menyebabkan

ketidaknyamanan tetapi tidak akan membahayakan insisi.

4. Penyulit batuk efektif

Batuk efektif bisa mengeluarkan sekresi. Batuk tidak danjurkan

untuk pembedahan otak, spinal dan mata karena bisa menambah tekanan

intrakranial dan tekanan intraokular (Baradero dkk, 2009).

Klien seringkali mengungkapkan alasannya setiap instruksi dan

latihan. Nyeri insisi pada pasca operatif membuat klien sulit batuk. Klien

harus mengantisipasi nyeri dan memahami pentingnya batuk. Perawat juga

mengajarkan klien agar menekan tempat insisi untuk meminimalkan nyeri

saat batuk (Potter dan Perry, 2006).

Menurut penelitian Budianto (2016), salah satu faktor adalah nyeri

operasi yang dialami responden, yang mengakibatkan responden takut

untuk batuk dan bergerak. Sebanyak 32,3% jumlah operasi terbanyak

Page 19: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

26

adalah dibagian abdomen, dan diperkuat oleh teori Sjamsuhidajat (2004)

yang menyatakan bahwa pasca anestesi biasanya kemampuan batuk

menurun, lebih lagi pada pembedahan rongga perut, hal ini diperberat oleh

nyeri luka sehingga mudah terjadi penumpukan sekret yang dapat

menyebabkan atelektasis dan pneumonia.

Menurut penelitian Nugroho (2011), lebih dari 50% responden

kesulitan mengeluarkan dahak yang menumpuk di saluran pernapasan

dengan keadaan sesak, lemas dan susah untuk batuk yang memungkinkan

responden kesulitan untuk mengeluarkan dahak.

Masalah-masalah yang biasa terjadi berkaitan dengan pemberian

pendidikan kesehatan batuk efektif:

a. Pasien menolak berpartisipasi dalam pendidikan kesehatan

b. Pasien tidak mampu memahami penjelasan

c. Pasien menjadi marah

d. Pasien tidak dipersiapkan untuk pembedahan secara adekuat

e. Pasien menjadi depresi karena diliputi kecemasan dan perasaan tidak

berdaya (Maryunani Anik, 2014).

5. Dampak bila tidak melakukan batuk efektif

Perawat perlu meminta klien untuk melakukan latihan batuk dan

napas dalam. Hal ini mengurangi resiko atelektasis, kolaps atau

berkurangnya dara pada bagian paru akibat penumpukan mukosa atau

cairan (Potter dan Perry, 2006).

Dalam penelitian Nugroho (2011), dampak dari pengeluaran dahak

yang tidak lancar akibat ketidakefektifan jalan napas adalah penderita

mengalami kesulitan bernapas dan gangguan pertukaran gas di dalam paru

yang mengakibatkan timbulnya sianosis, kelelahan, apatis serta merasa

lemah. Dalam tahap selanjutnya akan mengalami penyempitan jalan napas

sehingga perlengketan jalan napas terjadi dan obtruksi jalan napas. Untuk

Page 20: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

27

itu perlu bantuan untuk mengeluarkan dahak yang lengket sehingga

bersihan jalan napas kembali efektif.

Dalam penelitian Vidiany (2016), sekresi mukus yang berlebihan

pada pasien setelah operasi dapat menyebabkan peningkatan kolonisasi

bakteri serta menutup sebagian jalan udara yang kecil sehingga

menyebabkan ventilasi menjadi tidak adekuat dan gangguan pernapasan

yang mengakibatkan hipoventilasi, hiperkapnea dan hipoksemia.

6. Jenis-jenis teknik batuk efektif

Batuk efektif unutuk mempertahankan kepatenan jalan napas.

Keefektifan batuk klien dievaluasi dengan melihat apakah ada sputum cair,

laporan klien tentang sputum yang ditelan, atau terdengarnya bunyi napas

tambahan yang jelas saat klien diauskultasi. Klien yang memiliki sputum

dalam jumlah yang besar harus didorong untuk batuk setiap jam terjaga

dan setiap dua sampai tiga jam sat tidur samapi fase akut produksi lendir

berakhir. Teknik batuk mencakup teknik napas dalam dan batuk untuk

klien pasca operasi, batuk cascade, batuk huff dan batuk quad yang akan

dijelaskan sebagai berikut:

a. Napas dalam

Pasien diletakkan dalam posisi duduk untuk memberikan ekspansi paru

yang maksimum. Latihan napas dalam dapat membantu mengeluarkan

mukus yang dapat dibentuk dan tetap di dalam paru akibat efek

anestesia umum dan anelgesik. Klien dminta mengambil napas dalam

secara lambat dan menghirup napas melalui hidung. Setelah menahan

napas sampai hitungan ketiga dan perlahan-lahan hembuskan napas

melalui mulut ulangi sebanyak 3 sampai 5 kali (Potter dan Perry,

2006).

b. Batuk pasca operasi

Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien

yang mengalami operasi dengan anestesi general dan sangat

Page 21: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

28

bermanfaat bagi pasien setelah operasi untuk mengeluarkan lendir atau

sekret tersebut. Pasien melakukan napas dalam sebanyak 3-5 kali,

menambahkan bantal atau gulungan handuk yang lembut untuk

menahan area operasi untuk mengurangi guncangan pada tubuh dan

segera batukkan (Maryunani, A. 2014).

c. Batuk cascade

Dengan batuk cascade, klien mengambil napas dalam dengan lambat

dan menahannya selama dua detik sambil mengontraksikan otot-otot

ekspirasi. Kemudian klien membuka mulut dan melakukan

serangkaian batuk ekshalasi. Dengan demikian klien batuk pada

volume paru yang menurun secara progresif. Teknik ini meningkatkan

bersihan jalan napas dan meningkatkan kepatenan jalan napas pada

klien dengan volume sputum yang banyak.

d. Batuk huff

Batuk huff menstimulasi reflek batuk alamiah dan umumnya efektif

hanya untuk membersihkan jalan napas pusat. Saat mengeluarkan

udara, klien membukan glotis dengan mengatakan kata huff. Dengan

melakukan batuk ini, klien menghirup lebih banyak udara dan bahkan

mampu meningkat ke batuk cascade.

e. Batuk quad

Teknik batuk quad digunakan untuk klien tanpa kontrol otot abdomen,

seperti pada klien yang mengalami cedera medulla spinalis. Saat klien

mengeluarkan napas dengan upaya ekspirasi maksimal, klien atau

perawat mendorong ke luar dan ke atas pada otot-otot abdomen

melalui diafragma, sehingga menyebabkan batuk (Potter dan Perry,

2006).

Page 22: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

29

E. Bersihan Jalan Napas

1. Definisi

Ketidakefektifan bersihan jalan napas adalah ketidakmampuan

membersihkan sekret atau sumbatan dari saluran pernapasan untuk

mempertahankan kebersihan jalan napas (Kozier, 2011).

Ketidakefektifan bersihan jalan napas merupakan ketidakmampuan

untuk membersihkan sekret atau obstruksi dari saluran pernapasan untuk

mempertahankan kebersihan jalan napas (North American Nursing

Diagnosis Association, 2018).

Bersihan jalan napas tidak efektif adalah ketidakmampuan

membersihkan sekret atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan

jalan napas tetap paten (Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017).

Penumpukan sekresi dapat menghambat jalan napas pada banyak

pasien. Perubahan pola pernapasan dan upaya bernapas menjadi

meningkat. Terdapat beberapa tindakan yang dapat digunakan untuk

mengencerkan sekresi. Melembabkan lingkungan dengan vaporizer

ruangan atau menghirup uap juga dapat mengencerkan sekresi dan

mengurangi inflamasi membran mukosa (Smeltzer dan Bare, 2002).

2. Penyebab bersihan jalan napas tidak efektif

Berikut beberapa penyebab bersihan jalan napas tidak efektif:

Tabel 2.3 Penyebab bersihan jalan napas tidak efektif

Fisiologis Situasional

a. Spasme jalan napas

b. Hipersekresi jalan napas

c. Disfungsi neuromuskuler

d. Benda asing dalam jalan napas

a. Merokok aktif

b. Merokok pasif

c. Terpajan polutan

Page 23: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

30

e. Adanya jalan napas buatan

f. Sekresi yang tertahan

g. Hiperplasia dinding jalan napas

h. Proses infeksi

i. Respon alergi

j. Efek agen farmakologis (misalnya

anestesi).

Sumber: Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2017

3. Tanda dan gejala

Gejala dan tanda subjektif pada bersihan jalan napas yang tidak

efektif yaitu adanya dispneu, sulit bicara dan ortopneu. Sedangkan pada

gejala dan tanda objektif meliputi batuk yang tidak efektif, tidak mampu

batuk, sputum berlebih, mengi, wheezing dan /atau batuk kering, gelisah,

sianosis, bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah dan pola napas

berubah (SDKI, 2017).

4. Tujuan Bersihan Jalan Napas

Tujuan bersihan jalan napas yaitu untuk mempertahankan jalan

napas paten dengan bunyi napas bersih atau jelas (Manurung dkk, 2009).

Membuang sekret adalah penting karena sekresi yang tertahan akan

mengganggu pertukaran gas dan dapat memperlambat pemulihan

(Smeltzer dan Bare, 2002).

5. Kriteria hasil jalan napas yang paten

Kriteria hasil untuk menghasilkan jalan napas yang paten yaitu

a. Batuk efektif dan mengeluarkan sekret

b. Frekuensi dan bunyi napas normal (Pada dewasa 12-20 kali per menit)

menurut (Manurung dkk, 2009).

Page 24: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

31

Kriteria hasil status pernapasan: Jalan napas paten seperti ditandai dengan:

a. Demam tidak ada

b. Frekuensi pernapasan berada dalam rentang yang diharapkan

c. Sputum keluar dari jalan napas

d. Tidak ada bunyi napas tambahan (Kozier, 2011).

Sedangkan menurut Doenges (2015), hasil yang diharapkan atau

kriteria evaluasi kepatenan jalan napas adalah saluran trakeobronkial yang

terbuka dan bersih untuk pertukaran udara dengan perilaku klien:

a. Mempertahankan kepatenan jalan napas

b. Mengeluarkan atau membersihkan sekresi dengan mudah

c. Menunjukkan ketidakadaan atau penurunan kongesti dengan suara

napas bersih, pernapasan tidak bersuara, pertukaran oksigen

membaik (mis. tidak ada sianosis, hasil gas darah arteri dalam

batas normal klien)

d. Menyatakan pemahaman tentang penyebab dan program

penatalaksanaan terapeutik

e. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki atau mempertahankan

kebersihan jalan napas yang bersih

f. Mengidentifikasi komplikasi potensial dan cara memulai tindakan

preventif atau korektif yang tepat.

F. Penelitian Terkait

Nugroho dan Kristiani (2011), batuk efektif dalam pengeluaran

dahak pada pasien dengan ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Instalasi

Rehabilitasi Medik Rumah Sakit Baptis Kediri. Analisa menggunakan

Wilcoxon dengan software computer diperoleh nilai p = 0,003. Nilai p <

0,05 artinya ada pengaruh yang signifikan sebelum dan sesudah pemberian

batuk efektif.

Page 25: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

32

Edy Siswantoro (2015), pengaruh aroma terapi daun mint dengan

inhalasi sederhana terhadap penurunan sesak nafas pada pasien

tuberculosis paru di Puskesmas Sooko Mojokerto. Analisa menggunakan

Wilcoxon diperoleh data p value 0,008. Nilai p < 0,05 menunjukkan ada

pengaruh aromaterapi daun mint dengan inhalasi sederhana terhadap

penurunan sesak dan pada hasil uji Mann Whitney U menunjukkan p value

0,006 < 0,05 yang berarti ada beda antara nilai skala sesak nafas kelompok

kontrol tanpa diberikan aroma terapi daun mint dengan inhalasi sederhana.

Budianto dan Agustanti (2017), pengaruh edukasi batuk efektif

terhadap perilaku batuk efektif pasien post operasi dengan anestesi umum

di Rumah Sakit Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Analisa

menggunakan uji Wilcoxon diperoleh p-value sebesar 0,000. P < 0,05

dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh antara pendidikan kesehatan

terhadap perilaku batuk efektif pasien post operasi dengan anestesi umum.

Page 26: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

33

G. Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Sumber: Potter dan Perry (2006), Kozier (2011) dan Jaelani (2017)

dimodifikasi.

Anestesi

Manfaat terapi inhalasi peppermint:

1. Diaforetik 2. Karminatif 3. Ekspektoran

Jenis penggunaan aromaterapi:

1. Terapi secara internal (oral, inhalasi).

2. Terapi secara eksternal (pijat, air/hidrasi).

Jalan napas bersih

Pengeluaran sekret ekret

Terbentuk mukus dan menetap di paru

Depresi fungsi pernapasan

Menekan silia pada membran mukosa pada

saluran napas

Secara inhalasi dan intravena

Anestesi umum

Intervensi post-operasi:

1. Penyuluhan pasien/keluarga

2. Pemeliharaan fungsi pernapasan (pemeliharaan kepatenan jalan napas dan pertukaran gas)

3. Pemeliharaan sirkulasi

4. Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit

5. Pemeliharaan termoregulasi

6. Peningkatan kenyamanan

7. Peningkatan eliminasi urine.

Jalan napas paten

Page 27: 6 BAB II - repository.poltekkes-tjk.ac.idrepository.poltekkes-tjk.ac.id/483/3/2.pdfIntubasi endotrakeal dilaksanakan pada tahap ini. Fase induksi berakhir pada pemberian posisi pasien

34

H. Kerangka Konsep

Kerangka konsep suatu penelitian adalah suatu uraian dan

visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep

lainnya, atau antara variabel satu dengan variabel yang lain dari masalah

yang ingin diteliti. Dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud kerangka

konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep-konsep

atau variabel-variabel yang akan diamati melalui penelitian yang dimaksud

(Notoatmodjo, 2018).

Kerangka konsep pada penelitian yang berjudul “pengaruh batuk

efektif dan aromaterapi peppermint terhadap bersihan jalan napas post

operasi pasca general anastesi di ruang rawat inap bedah RSUD Abdoel

Moeoloek Provinsi Lampung” dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini

Gambar 2.3 Kerangka Konsep

Bersihan jalan napas sesudah

eksperimen

Bersihan jalan napas sebelum

eksperimen

Batuk efektif dan aromaterapi

peppermint