6-7

34
6. Bagaimana kondisi pasien berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium? Hasil Pemeriksaan laboratorium pasien HB : 12,3 gr% (Normal) Leukosit :12.000 (Melebihi batas/Tidak normal) GDS : 325 mg% ( Melebihi batas/Tidak Normal) A. Hemoglobin (Hb) Nilai normal : Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L Wanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L Deskripsi: Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen (O2) dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai protein yang terdiri dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atom besi dan porphyrin: suatu pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin bergabung dengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut oksigen darah (dalam arteri) berwarna merah terang sedangkan hemoglobin yang kehilangan oksigen (dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram hemoglobin mengangkut 1,34 mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan dengan kadar Hb bukan jumlah

description

3

Transcript of 6-7

Page 1: 6-7

6. Bagaimana kondisi pasien berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium?

Hasil Pemeriksaan laboratorium pasien

HB : 12,3 gr% (Normal)

Leukosit :12.000 (Melebihi batas/Tidak normal)

GDS : 325 mg% ( Melebihi batas/Tidak Normal)

A. Hemoglobin (Hb)Nilai normal : Pria : 13 - 18 g/dL SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/LWanita: 12 - 16 g/dL SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/LDeskripsi:Hemoglobin adalah komponen yang berfungsi sebagai alat transportasi oksigen(O2) dan karbon dioksida (CO2). Hb tersusun dari globin (empat rantai proteinyang terdiri dari dua unit alfa dan dua unit beta) dan heme (mengandung atombesi dan porphyrin: suatu pigmen merah). Pigmen besi hemoglobin bergabungdengan oksigen. Hemoglobin yang mengangkut oksigen darah (dalam arteri)berwarna merah terang sedangkan hemoglobin yang kehilangan oksigen(dalam vena) berwarna merah tua. Satu gram hemoglobin mengangkut 1,34mL oksigen. Kapasitas angkut ini berhubungan dengan kadar Hb bukan jumlahsel darah merah.Penurunan protein Hb normal tipe A1, A2, F (fetal) dan S berhubungan dengananemia sel sabit. Hb juga berfungsi sebagai dapar melalui perpindahan kloridakedalam dan keluar sel darah merah berdasarkan kadar O2 dalam plasma(untuk tiap klorida yang masuk kedalam sel darah merah, dikeluarkan satuanion HCO3).Penetapan anemia didasarkan pada nilai hemoglobin yang berbeda secaraindividual karena berbagai adaptasi tubuh (misalnya ketinggian, penyakitparu-paru, olahraga). Secara umum, jumlah hemoglobin kurang dari 12 gm/dLmenunjukkan anemia. Pada penentuan status anemia, jumlah total hemoglobinlebih penting daripada jumlah eritrosit.Implikasi klinik :• Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karenakekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatanasupan cairan dan kehamilan.

Page 2: 6-7

• Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia,luka bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan padaorang yang hidup di daerah dataran tinggi.• Konsentrasi Hb berfl uktuasi pada pasien yang mengalami perdarahan danluka bakar.• Konsentrasi Hb dapat digunakan untuk menilai tingkat keparahan anemia,respons terhadap terapi anemia, atau perkembangan penyakit yangberhubungan dengan anemia.

B. Leukosit (sel darah putih)Nilai normal : 3200 – 10.000/mm3 SI : 3,2 – 10,0 x 109/LDeskripsi:Fungsi utama leukosit adalah melawan infeksi, melindungi tubuh denganmemfagosit organisme asing dan memproduksi atau mengangkut/mendistribusikan antibodi. Ada dua tipe utama sel darah putih:• Granulosit: neutrofi l, eosinofi l dan basofi l• Agranulosit: limfosit dan monositLeukosit terbentuk di sumsum tulang (myelogenous), disimpan dalam jaringanlimfatikus (limfa, timus, dan tonsil) dan diangkut oleh darah ke organ danjaringan. Umur leukosit adalah 13-20 hari. Vitamin, asam folat dan asam aminodibutuhkan dalam pembentukan leukosit. Sistem endokrin mengatur produksi,penyimpanan dan pelepasan leukosit.Perkembangan granulosit dimulai dengan myeloblast (sel yang belum dewasadi sumsum tulang), kemudian berkembang menjadi promyelosit, myelosit(ditemukan di sumsum tulang), metamyelosit dan bands (neutrofi l padatahap awal kedewasaan), dan akhirnya, neutrofi l. Perkembangan limfositdimulai dengan limfoblast (belum dewasa) kemudian berkembang menjadiprolimfoblast dan akhirnya menjadi limfosit (sel dewasa). Perkembanganmonosit dimulai dengan monoblast (belum dewasa) kemudian tumbuh menjadipromonosit dan selanjutnya menjadi monosit (sel dewasa).Implikasi klinik:• Nilai krisis leukositosis: 30.000/mm3. Lekositosis hingga 50.000/mm3mengindikasikan gangguan di luar sumsum tulang (bone marrow). Nilaileukosit yang sangat tinggi (di atas 20.000/mm3) dapat disebabkan olehleukemia. Penderita kanker post-operasi (setelah menjalani operasi)

Page 3: 6-7

menunjukkan pula peningkatan leukosit walaupun tidak dapat dikatakaninfeksi.• Biasanya terjadi akibat peningkatan 1 tipe saja (neutrofi l). Bila tidakditemukan anemia dapat digunakan untuk membedakan antara infeksidengan leukemia• Waspada terhadap kemungkinan leukositosis akibat pemberian obat.• Perdarahan, trauma, obat (mis: merkuri, epinefrin, kortikosteroid), nekrosis,toksin, leukemia dan keganasan adalah penyebab lain leukositosis.• Makanan, olahraga, emosi, menstruasi, stres, mandi air dingin dapatmeningkatkan jumlah sel darah putih• Leukopenia, adalah penurunan jumlah leukosit <4000/mm3. Penyebableukopenia antara lain:1. Infeksi virus, hiperplenism, leukemia.2. obat (antimetabolit, antibiotik, antikonvulsan, kemoterapi)3. Anemia aplastik/pernisiosa4. Multipel mieloma• Prosedur pewarnaan: Reaksi netral untuk netrofi l; Pewarnaan asam untukeosinofi l; Pewarnaan basa untuk basofi l• Konsentrasi leukosit mengikuti ritme harian, pada pagi hari jumlahnyasedikit, jumlah tertinggi adalah pada sore hari• Umur, konsentrasi leukosit normal pada bayi adalah (6 bulan-1 tahun)10.000-20.000/mm3 dan terus meningkat sampai umur 21 tahun• Manajemen neutropenia disesuaikan dengan penyebab rendahnya nilaileukositSel Darah Putih DifferensialNilai Normal :

Page 4: 6-7

Deskripsi:• Neutrofi l melawan infeksi bakteri dan gangguan radang• Eosinofi l melawan gangguan alergi dan infeksi parasit• Basofi l melawan diskrasia darah dan penyakit myeloproliferatif• Limfosit melawan infeksi virus dan infeksi bakteri• Monosit melawan infeksi yang hebat1) Neutrofi lNilai normal: Segment : 36% - 73% SI unit : 0,36 – 0,73Bands : 0% - 12% SI unit : 0,00 – 0,12DeskripsiNeutrofi l adalah leukosit yang paling banyak. Neutrofi l terutama berfungsisebagai pertahanan terhadap invasi mikroba melalui fagositosis. Sel inimemegang peranan penting dalam kerusakan jaringan yang berkaitandengan penyakit noninfeksi seperti artritis reumatoid, asma dan radangperut.Implikasi klinik:• Neutrofi lia, yaitu peningkatan persentase neutrofi l, disebabkan olehinfeksi bakteri dan parasit, gangguan metabolit, perdarahan dangangguan myeloproliferatif.• Neutropenia yaitu penurunan persentase neutrofi l, dapat disebabkanoleh penurunan produksi neutrofi l, peningkatan kerusakan sel, infeksibakteri, infeksi virus, penyakit hematologi, gangguan hormonal daninfeksi berat.• Shift to left atau peningkatan bands (sel belum dewasa) terjadi ketikaneurofi l muda dilepaskan kedalam sirkulasi. Hal ini disebabkan olehinfeksi, obat kemoterapi, gangguan produksi sel (leukemia) atauperdarahan.• Shift of the right atau peningkatan segment (sel dewasa) terjadi padapenyakit hati, anemia megalobastik karena kekurangan B12 dan asamfolat, hemolisis, kerusakan jaringan, operasi, obat (kortikosteroid)• Peningkatan jumlah neutrofi l berkaitan dengan tingkat keganasaninfeksi.• Derajat neutrofi lia sebanding dengan jumlah jaringan yang mengalamiinfl amasi.• Jika peningkatan neutrofi l lebih besar daripada peningkatan sel darah

Page 5: 6-7

merah total mengindikasikan infeksi yang berat.• Pada kasus kerusakan jaringan dan nekrosis (seperti: kecelakaan,luka bakar, operasi), neutrofi lia terjadi akibat peningkatan zatneutrofi lik atau mekanisme lain yang belum diketahui.C. Glukosa (Fasting Blood Sugar/FBS)Nilai normal : ≥ 7 tahun : 70 - 100 mg/dL SI unit : 3,89 - 5,55 mmol/L12 bulan - 6 tahun: 60-100 mg/dL SI unit : 3,33 - 5,55 mmol/LDeskripsi:Glukosa dibentuk dari hasil penguraian karbohidrat dan perubahan glikogen dalamhati. Pemeriksaan glukosa darah adalah prosedur skrining yang menunjukanketidakmampuan sel pankreas memproduksi insulin, ketidakmampuan usushalus mengabsorpsi glukosa, ketidakmampuan sel mempergunakan glukosasecara efi sien, atau ketidakmampuan hati mengumpulkan dan memecahkanglikogen.Implikasi klinik:• Peningkatan gula darah (hiperglikemia) atau intoleransi glukosa (nilaipuasa > 120 mg/dL) dapat menyertai penyakit cushing (muka bulan), stresakut, feokromasitoma, penyakit hati kronik, defi siensi kalium, penyakityang kronik, dan sepsis.• Kadar gula darah menurun (hipoglikemia) dapat disebabkan oleh kadarinsulin yang berlebihan atau penyakit Addison.• Obat-obat golongan kortikosteroid dan anestetik dapat meningkatkankadar gula darah menjadi lebih dari 200 mg/dL.• Bila konsentrasi glukosa dalam serum berulang-ulang > 140 mg/dL, perludicurigai adanya diabetes mellitus.• Dengan menghubungkan konsentrasi serum glukosa dan adanya glukosapada urin membantu menentukan masalah glukosa dalam ginjal pasien.

(Referensi : Pedoman Interpretasi Data Klinik Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Jakarta, 2011)

Page 6: 6-7

7. Sebutkan Penyakit-penyakit yang berkaitan dengan gejala nyeri pada scenario!

Osteoartritis

Osteoartritis (OA) disebut juga penyakit sendi degenaratif , merupakan gangguan sendi yang tersering kelainan ini sering dianggap sebagai prosese penuaan dan merupakan penyebab cacat fisik pada seseorang dengan usia di atas 65 th . Gambaran mendasar dari oestoartritis adalah degenarasi tulang rawan sendi , namun sebagian besar penyakit ini kausanya tidak diketahui dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sisitemik maupun proses perubahan local pada sendi yang jelas sehingga disebut OA primer, atau OA iodiopatik sedangkan oestoartritis sekunder adalah OA yang didasari oleh adanya kelainan herediter , endokrin, metabolic , pertumbuhan dan jejas mikro maupun makro serta imobilisasi yang terlalu lama.

Patogenesis

Tulang rawan sendi merupakan sasaran utama perubahan degenaratif pada oestoartritis. Tulang rawan sendi memiliki letak strategis yaitu di ujung – ujung tulang untuk melaksanakan 2 fungsi yaitu menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan di dalam sendi berkat cairan sinovium dan di sendi sebagai penerima beban. Menebarkan beban ke seluruh permukaan sendi sehingga tulang dibawahnya dapat menerima benturan dan berat tanpa mengalami kerusakan, ke dua fungsi ini mengharuskan tulang rawan elastis yaitu memperoleh kembali arsitektur normalnya setelah tertekan dan memiliki daya regang yang tinggi ke dua ciri ini dihasilkan dua kompenen utama tulang rawan yaitu tipe khusus kolegen ( tipe II ) dan proteoglikan dan keduanya dikeluarkan oleh kondrsosit seperti pada tulang dewasa, tulang rawan sendi tidak statis, mengalami pertukaran, kompenen matriks tulang yang ‘aus’ diuraikan dan diganti. Keseimbangan ini dipertahankan dan diseimbangkan oleh kondrosit dan kemampuan sel ini memelihara sifat esensial matriks tulang rawan menentukan integritas sendi. Pada osteoarthritis ini, proses ini terganggu oleh beberapa sebab. Mungkin pengaruh yang terpenting adalah efek penuaan dan efek mekanis, meskipun osteoarthritis bukan suatu proses wear and tear (aus karena sering digunakan), tidak diragukan lagi bahwa stress mekanis pada sendi berperan penting dalam pembentukannya. Bukti yang mendukung antara lain meningkatnya frekuensi osteoarthritis sering dengan pertambahannya usia, timbunya di sendi penahan beban dan meningkatnya frekuensi penyakit pada kondisi yang menimbulkan stress mekanis abnormal, seperti obesitas dan riwayat deformitas sendi. Factor genetic juga berperan dalam keretanan terhadap osteoarthritis, terutama pada kasus yang mengenai tangan dan panggul. Gen atau gen-gen yang spesifik yang bertanggung jawab untuk ini belum teridentifikasi meskipun pada sebagian besar kasus ini diperkirakan terdapat keterkaitan

Page 7: 6-7

dengan kromosom 2 dan 11. Resiko osteoarthritis meningkat setara dengan densitas tulang dan kadar esterogen yang tinggi juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko. Namun, peran keseluruhan yang dimainkan oleh hormone dalam pathogenesis osteoarthritis masih belum jelas. Osteoarthritis ditandai dengan perubahan signifikan baik dalam komposisi maupun sifat mekanis tulang rawan. Pada awal perjalanan pentakit , tulang rawan yang mengalami regenarasi memeperlihatkan peningktan kandunganair dan penurunan kosentrasi proteoglikan dibandingkan dengan tulang rawan sehat. Selain itu tampaknya terjadi perlemahan dai jaringan kolagen , mungkin karena penurunan sintesis kolagen yang sudah ada. Kadar molekul perantara tertentu , IL 1 , TNF, dan NO meningkat pada tulang rawan oestoartritis dan tampaknya berperan menyebababkan perubahan komposisi tulang rawan. Apoptosisi juga meningkat, yang mungkin menyebebakan penurunan jumlah kindrisit fungsional. Secara keseluruhan , perubahan ini cendrunhg menurunkan daya regang dan kelnturan tulang rawan sendi. Sebgai respon terhadap perubahan regresif ini, kondrosit pada lapisan yang lebih dalam berproliferasi dan berupaya “ meperbaiki” kerusakan dengan menghasilkan kolagen dan proteoglikan baru . meskipun perbaikan ini pada mulanya mampu mengimbangi kemrosotan tulang rawan , sinyal molecular yang menyebabakan kondrosit lenyap dan matrilks extrasel berubah akhirnya menjadi predominan.

Beberapa penyebab dan faktor predisposisi adalah sebagai berikut:

1. Umur Perubahan fisis dan biokimia yang terjadi sejalan dengan bertambahnya umur dengan penurunan jumlah kolagen dan kadar air, dan endapannya berbentuk pigmen yang berwarna kuning.

2. Pengausan (wear and tear).

Pemakaian sendi yang berlebihan secara teoritis dapat merusak rawan sendi melalui dua mekanisme yaitu pengikisan dan proses degenerasi karena bahan yang harus dikandungnya.

3. Kegemukan Faktor kegemukan akan menambah beban pada sendi penopang berat badan, sebaliknya nyeri atau cacat yang disebabkan oleh osteoartritis mengakibatkan seseorang menjadi tidak aktif dan dapat menambah kegemukan.

4. Trauma Kegiatan fisik yang dapat menyebabkan osteoartritis adalah trauma yang menimbulkan kerusakan pada integritas struktur dan biomekanik sendi tersebut.

Page 8: 6-7

5. Keturunan Heberden node merupakan salah satu bentuk osteoartritis yang biasanya ditemukan pada pria yang kedua orang tuanya terkena osteoartritis, sedangkan wanita, hanya salah satu dari orang tuanya yang terkena.

6. Akibat penyakit radang sendi lain Infeksi (artritis rematord; infeksi akut, infeksi kronis) menimbulkan reaksi peradangan dan pengeluaran enzim perusak matriks rawan sendi oleh membran sinovial dan sel-sel radang.

7. Joint Mallignment

Pada akromegali karena pengaruh hormon pertumbuhan, maka rawan sendi akan membal dan menyebabkan sendi menjadi tidak stabil / seimbang sehingga mempercepat proses degenerasi.

8. Penyakit endokrin .

Pada hipertiroidisme, terjadi produksi air dan garam-garam proteglikan yang berlebihan pada seluruh jaringan penyokong sehingga merusak sifat fisik rawan sendi, ligamen, tendo, sinovia, dan kulit. Pada diabetes melitus, glukosa akan menyebabkan produksi proteaglikan menurun.

9. Deposit pada rawan sendi Hemokromatosis, penyakit Wilson, akronotis, kalsium pirofosfat dapat mengendapkan hemosiderin, tembaga polimer, asam hemogentisis, kristal monosodium urat/pirofosfat dalam rawan sendi.

Gambaran klinis

Gambaran klinis Osteoarthritis diantaranya

1. Rasa nyeri pada sendi .Merupakan gambaran primer pada osteoartritis, nyeri akan bertambah apabila sedang melakukan sesuatu kegiatan fisik.

2. Kekakuan dan keterbatasan gerak Biasanya akan berlangsung 15 - 30 menit dan timbul setelah istirahat atau saat memulai kegiatan fisik.

3. Peradangan. Sinovitis sekunder, penurunan pH jaringan, pengumpulan cairan dalam ruang sendi akan menimbulkan pembengkakan dan peregangan simpai sendi yang semua ini akan menimbulkan rasa nyeri.

4. Mekanik Nyeri biasanya akan lebih dirasakan setelah melakukan aktivitas lama dan akan berkurang pada waktu istirahat. Mungkin ada hubungannya dengan keadaan penyakit yang telah lanjut dimana rawan sendi telah rusak berat. Nyeri biasanya

Page 9: 6-7

berlokasi pada sendi yang terkena tetapi dapat menjalar, misalnya pada osteoartritis coxae nyeri dapat dirasakan di lutut, bokong sebelah lateril, dan tungkai atas. Nyeri dapat timbul pada waktu dingin, akan tetapi hal ini belum dapat diketahui penyebabnya.

5. Pembengkakan Sendi

Pembengkakan sendi merupakan reaksi peradangan karena pengumpulan cairan dalam ruang sendi biasanya teraba panas tanpa adanya pemerahan.

6. DeformitasDisebabkan oleh distruksi lokal rawan sendi.

7. Gangguan Fungsi .

Timbul akibat Ketidakserasian antara tulang pembentuk sendi.

Penatalaksanaan

Terapi non farmakologik

Penurunan berat badan

Berat badan yang berlebihan merupakan salh satu factor yang akan memperverat penyakit OA. Berat badan harus diusahakna untuk harus selalu dijaga

Penerangan

Maksud dari penerangan adalah agar pasien mengetahui sedikit seluk beluk tentang penyakitnya , bagaimana agar penyakitnya tidak bertambah parah serta persendiaanya tetap dapat dipakai

Terapi Fisik dan rehabilitasi

Terapi ini melatih pasien untuk selalu menjaga persendiannya dan melatih pasien untuk melindungi sendi yang sakit

Terapi farmakalogis

Analgesik Oral non opiate

Analgesik topical

Page 10: 6-7

Obat anti inflamasi non steroid ( OAINS )

Dalam pemberian OAINS harus sangat di perhatikan karena kebanyakan pendeita Osteoartritis adalah orang yang berusia lanjut. Harus dipilih obat – obat yang memiliki efek samping sangat sedikit , dan juga harus dilakukan pengawasan terhadap kemungkinan timbulnya efek samping .

Chondroprotective Agent

Yang dimaksud dengan Chondroprotective Agent adalah obat – obat yang menjaga dan merangsang perbaikan tulang rawan sendi pada pasien OA . sampai saat ini yang temasuk golongan obat ini adalah tetrasiklin, asamhialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, superoxide dismutase dan sebagainya.

Terapi Bedah

Terapi ini diberikan jika terapi farmakolgis tidak berhasil untuk mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas sendi yang menggangu aktivitas sehari – hari . seperti Malalligment, osteotomy, atroplasti sendi total .

Artritis Reumatoid

Artritis Reumatoid (AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta melibatkan␣ semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan suatu penyakit␣ autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosifsimetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh␣ lainnya.

Sebagian besar penderita menunjukkan gejala penyakit kronik yang hilang timbul, yang jika tidak diobati akan menyebabkan terjadinya kerusakan persendian dan deformitas sendi yang progresif yang menyebabkan disabilitas bahkan kematian dini. Walaupun faktor genetik, hormon sex, infeksi dan umur telah diketahui berpengaruh kuat dalam menentukan pola morbiditas penyakit ini.hingga etiologi AR yang sebenarnya tetap belum dapat diketahui dengan pasti.

Patogenesis

Kerusakan sendi pada AR dimulai dari proliferasi magrofag dan fibroblast synovial setelah adanya factor pencetus, berupa autoimun atau infeksi. Limfosit menginfiltrasi daerah nyeri faskuler dan terjadi proliferasi sel-sel endotel, yang

Page 11: 6-7

selanjutnya terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan-bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang irregular pada jaringan synovial yang mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan factor pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.

Peran sel T

Induksi respon sel T pada artritis rheumatoid diawali oleh interaksi antara reseptor sel T dengan share epitope dari MHC class II dan peptide pada APC sinovium atau sistemik. Molekul tambahan yang diekspresikan oleh APC antara lain ICAM-1(CD54), OX40L (CD252), (ICOS) ligand (CD275), B7-1 (CD80), B7-2 (CD86), berpartisipasi dalam aktivasi sel T melalui ikatan dengan LFA-1 (CD11a/CD18), OX40 (CD134), ICOS (CD278) dan (CD28). Fibroblast like synoviocytes (FLS) yang aktif mungkin juga berpartisipasi dalam presentasi antigen dan mempunyai molekul tambahan seperti LFA-3 (CD58) dan ALCAM (activated leukocyte cell adhesion molecule) (CD166) yang berinteraksi dengan sel T yang mengekspresikan CD2 dan CD6. Interleukin (IL)-6 dan transforming growth factor-beta (TGF-B) kebanyakan berasal dari APC aktif, signal pada sel Th17 menginduksi pengeluaran IL-17.

IL-17 mempunyai efek independen dan sinergistik dengan sitokin proinflamasi lainnya (TNF-α dan IL-1β) pada sinovium, yang menginduksi pelepasan sitokin, produksi metalloproteinase, ekspresi ligan RANK/RANK (CD265/CD254) dan osteoklastogenesis. Interaksi CD40L(CD154) dengan CD40 juga mengakibatkan aktivasi monosit/magrofag synovial, FLS, dan sel B. walaupun pada kebanyakanpenderita AR didapatkan adanya sel T regulator CD4 + CD25hi pada sinovium, tetapi tidak efektif dalam mengontrol inflamasi dan mungkin dinon aktifkan oleh TNF-α synovial. IL-10 banyak didapatkan pada cairan synovial tetapi efeknya pada regulasi Th17 belum diketahui. Ekspresi molekul tambahan pada sel Th17 adalah perkiraan berdasarkan ekspresi yang ditemukan pada pupolasi sel T hewan coba. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan struktur tersebut pada subset sel Th17 pada sinovium manusia.

Peran sel B

Peran sel B dalam imunopatologis AR belum diketahui secara pasti, meskipun sejumlah peneliti menduga ada beberapa mekanisme yang mendasari keterlibatan sel B. keterlibatan sel B dalam pathogenesis AR diduga melalui mekanisme sebagai berikut:

Page 12: 6-7

1. sel B berfungsi sebagai APC dan menghasilkan signal kostimulator yang penting untuk clonal expansion dan fungsi efektor dari sel T CD14+.

2. Sel B dalam membrane synovial AR juga memproduksi sitokin proinflamasi seperti TNF-α dan kemokin.

3. Membrane synovial AR mengandung banyak sel B yang memproduksi factor rheumatoid (RF). AR dengan RF positif (seropositive) berhubungan dengan penyakit articular yang lebih agresif, mempunya pravelensi manifestasi ekstraartikular yang lebih tinggi dan angka morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi. RF juga bisa mencetuskan stimulus diri sendiri untuk sel B yang mengakibatkan aktivasi dan presentasi antigen kepada sel Th yang pada akhirnya proses ini juga akan memproduksi RF. Selain itu complex imun RF juga memperantarai aktivasi komplemen, kemudian secara bersama-sama bergabung dengan reseptor Fcg, sehingga mencetuskan kaskade inflamasi.

4. Aktivasi sel T dianggap sebagai komponen kunci dalam pathogenesis AR. Bukti terbaru menunjukkan bahwa aktivasi ini sangat tergantung pada adanya sel B. berdasarkan mekanisme diatas, mengindikasikan bahwa sel B berperanan penting salam penyakit AR, sehingga layak dijadikan target dalam terapi AR.

Gejala Klinis

Gejala klinis utama AR adalah poliartritis yang mengakibatkan terjadinya kerusakan pada rawan sendi dan tulang disekitarnya. Kerusakan ini terutama mengenai sendi perifer pada tangan dan kaki yang umum nya bersifat simetris. Pada kasus AR yang jelas diag-nosis tidak begitu sulit untuk ditegakkan. Akan tetapi pada masa permulaan penyakit, seringkali gejala AR, tidak bermanifestasi dengan jelas, sehingga kadang kadang timbul kesulitan dalam menegakkan diagnosis. Walaupun demikian dalam menghadapi AR yang pada umumnya berlangsung kronis ini, seorang dokter tidak perlu terlalu cepat untuk menegakkan diagnosis yang pasti. Adalah lebih baik untuk menunda diagnosis AR, selama beberapa bulan dari pada gagal mendiagnosis terdapatnya jenis artritis lain yang seringkali memberi-kan gejala yang serupa. Pada penderita harus diberi tahukan bahwa semakin lama diagnosis AR tidak dapat ditegakkan dengan pasti oleh seorang dokter yang berpengalaman, umumnya akan semakin baik pula prognosis AR yang dideritanya.

PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi pada penderita AR adalah

Page 13: 6-7

Mengurangi nyeri Mempertahankan status fungsional Mengurangi inflamasi Mengedalikan keterlibatan sistemik Mengendalikan proresitivitas penyakit Menghindari komplikasi yang berhubungan dengan terapi

Terapi yang diberikan dapat berupa non farmakolgik maupun terapi farmakologik

Terapi non farmakologik

Terapi yang biasanya diberikan pada penderita AR adalah puasa, suplementasi asam lemak esensial, spa dan latihan. Memberikan edukasi, dan pendekatan multidisiplin dalam perawatan penderita bias memberikan manfaat jangka pendek.

Terapi Farmakologik

Farmakoterapi pada penderiata AR pada umumnya meliputi OAINS untuk mengedalikan neri, glukokortikoroid dosis rendah atau intraartikular, dan DMARD. OAINS biasanya digunakan sebgai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan pembengkakan. Dan bisanya tidak boleh digunakan secara tunggal karena obat ini tidak merubah perjalanan penyakit. Analgetik lain juga mungkin digunakan seperti acetaminophen, opiate, diproqualone dan lidokain topical . Untuk meredakan gejala dan memperlambat kerusakan sendi dapat diberikan steroid denagn dosisi ekuivalen . Pemberian DMARD diberikan secara dini untuk menghambat perburukan penyakit. Pada pemeberian DMARD harus diperhatikan beratnya penyakit seta adanya penyakit penyerta .Untuk penderita dengan penyakit ringan dan hasil radiologus normal , bias dimulai dengan terapi klrokuin fosfat, sulfazalin atau minosiklin . Penderita dengan penyakit lebih berat atau ada perubahan pada pemeriksaan radiologinya dimulain dengan terapi MTX, jika gejala tidak bias dikendalikan maka diberikan leflunomide, azatiphoprine atau terapi kombinasi ( MTX ditambah satu DMARD).

Artritis septik

Artritis septik karena infeksi bacterial merupakan penyakit yang serius yang cepat merusak kartilago hyalin articular dan kehilangan fungsi sendi yang ireversibe. Kebanyakan artritis septik terjadi pada satusendi, Sendi lutut merupakan sendi yang paling sering terkena sekitar 48 sampai 56%,dikuti oleh sendi panggul 16-21%,dan pergelangan kaki. Kebanyakan kasus artritis bakterial terjadi akibat penyebaran kuman secara hematogen ke sinovium baik padakondisibakteremiatransienmaupunmenetap.

Page 14: 6-7

Penyebaran secara hematogen ini terjadi pada 55% ka- sus dewasa dan 90% pada anak-anak. Sumber bakterimia adalah :

(1) infeksi atau tindakan invasif pada kulit, saluran nafas, saluran kencing, rongga mulut

(2) pemasangan kateter intravaskular termasuk pemasangan vena sentral, kateterisasi arteri femoral perkutaneus

(3) injeksi obat intravenus.

PATOGENESIS

Patogenesis artritis septik merupakan multifaktorial dan tergantung pada interaksi patogen bakteri dan respon imun hospes. Proses yang terjadi pada sendi alami dapat dibagi pada tiga tahap yaitu kolonisasi bakteri, terjadinya infeksi, dan induksi respon inflamasi hospes.

Kolonisasi bakteri

Sifat tropism jaringan dari bakteri merupakan hal yang sangat penting untuk terjadinya infeksi sendi. S. aureus memiliki reseptor bervariasi (adhesin) yang memediasi perlengketan efektif pada jaringan sendi yang bervariasi. Adhesin ini diatur secara ketat oleh faktor genetik, termasuh regulator gen asesori (agr), regulator asesori stafilokokus (sar), dan sortase A.1,7

Faktor virulensi bakteri

Selain adhesin, bahan lain dari dinding sel bakteri adalah peptidoglikan dan mikrokapsul polisakarida yang berperan mengatur virulensi S. aureus melalui pengaruh terhadap opsonisasi dan fagositosis. Mikrokapsul (kap- sul tipis) penting pada awal kolonisasi bakteri pada ruang sendi yang memungkinkan faktor adhesin stafilokokus berikatan dengan protein hospes dan selanjutnya produksi kapsul akan ditingkatkan membentuk kapsul yang lebih tebal yang lebih resisten terhadap pembersihan imun hospes. Jadi peran mikrokapsul disini adalah resisten terhadap fagositosis dan opsonisasi serta memungkinkan bakteri bertahan hidup intraseluler.

Respon imun hospes

Sekali kolonisasi dalam ruang sendi, bakteri secara cepat berproliferasi dan mengaktifkan respon inflamasi akut. Awalnya sel sinovial melepaskan sitokin proinflamasi termasuk interleukin-1β (IL-1β), dan IL- 6. Sitokin ini mengaktifkan pelepasan protein fase akut dari hepar dan juga mengaktifkan sistem komplemen.

Page 15: 6-7

Faktor predisposisi seseorang terkena artritis septik adalah faktor sistemik seperti usia ekstrim, artritis rheumatoid, diabetes melitus, pemakaian obat imunosupresi, penyakit hati, alkoholisme, penyakit hati kronik, malignansi, penyakit ginjal kronik, memakai obat suntik, pasien hemodialisis, transplantasi organ dan faktor lokal seperti sendi prostetik, infeksi kulit, operasi sendi, trauma sendi,osteoartritis.

Gambaran Klinik

Gejala klasik artritis septik adalah demam yang mendadak, malaise, nyeri lokal pada sendi yang terinfeksi, pembengkakan sendi, dan penurunan kemampuan ruang lingkup gerak sendi. Sejumlah pasien hanya mengeluh demam ringan saja. Demam dilaporkan 60-80% kasus, biasanya demam ringan, dan demam tinggi terjadi pada 30-40% kasus sampai lebih dari 390C. Nyeri pada artritis septik khasnya adalah nyeri berat dan terjadi saat istirahat maupun dengan gerakan aktif maupun pasif.

Penatalaksanaan

TERAPI

Tujuan utama penanganan artritis septik adalah dekompresi sendi, sterilisasi sendi, dan mengembalikan fungsi sendi.Terapi atrhritis septik meliputi terapi non- farmakologi, farmakologi, dan drainase cairan sendi.

Terapi non-farmakologi

Pada fase akut, pasien disarankan untuk mengistirahatkan sendi yang terkena. Rehabilitasi merupakan hal yang penting untuk menjaga fungsi sendi dan mengurangi morbiditas artritis septik. Rehabilitasi seharusnya sudah dilakukan saat munculnya artritis untuk mengurangi kehilangan fungsi. Pada fase akut, fase supuratif, pasien harus mempertahankan posisi fleksi ringan sampai sedang yang biasanya cenderung membuat kontraktur. Pemasangan bidai kadang perlu untuk mempertahankan posisi dengan fungsi optimal; sendi lutut dengan posisi ekstensi, sendi panggul seimbang posisi ekstensi dan rotasi netral, siku fleksi 900, dan pergelangan tangan posisi netral sampai sedikit ekstensi. Walaupun pada fase akut, latihan isotonik harus segera dilakukan untuk mencegah otot atropi.

Terapi farmakologi

Sekali artritis septik diduga maka segera dilakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan serta pemberian terapi antibiotika yang sesuai dan segera dilakukan drainase cairan sendi. Pemilihan antibiotika harus berdasarkan beberapa pertimbangan termasuk

Page 16: 6-7

kondisi klinis, usia, pola dan resisitensi kuman setempat, dan hasil pengecatan gram cairan sendi.

Modifikasi antibiotika dilakukan bila sudah ada hasil kultur dan sensitivitas bakteri. Perlu diingat bahwa vankomisin tidak dilanjutkan pada pasien dengan infeksi stafilokokus atau streptokokus yang sensitif dengan B- laktam. Perjalanan klinik pasien juga perlu sebagai bahan pertimbangan karena korelasi pemeriksaan sensitivitas dan resistensi bakteri in vitro dengan in vivo tidak absolut sesuai.

Secara umum rekomendasi pemberian antibiotika intravenus paling sedikit selama 2 minggu, diikuti dengan pemberian antibiotika oral selama 1-4 minggu. Pemberian antibiotika intravenus yang lebih lama diindikasikan pada infeksi bakteri yang sulit dieradikasi seperti P aerogenosa atau Enterobacter spp. Pada kasus yang bakterimia S aureus dan arthtritis sekunder S aureus diberikan antibiotika parenteral 4 minggu untuk mencegah infeksi rekuren.

Drainase cairan sendi

Drainase yang tepat dan adequat dapat dilakukan dengan berbagai metode. Teknik yang bisa dilakukan antara lain aspirasi dengan jarum, irigasi tidal, arthroskopi dan arthrotomi.

GOUT

Gout adalah gangguan yang disebabkan oleh penimbunan asam urat, suatu produk akhir metabolisme purin, dalam jumlah berlebihan di jaringan. Penyakit ini ditandai dengan serangan rekuren artritis akut, kadang – kadang disertai pembentukan agregat –agregat kristal besar yang disebut tofi, dan deformitas sendi kronis. Semua ini terjadi akibat pengendapan Kristal monoatrium urat dari dari cairan tubuh superjenuh dalam jaringan. Meskipun peningkatan kadar asam urat merupakan komponen esensial pada gout, tidak semua pasien dengan hiperurisemia menderita gout, yang mengisyaratkan bahwa terdapatkan factor selain hiperurisemia yang berperan dalam pathogenesis penyakit ini. Gout secara tradisional dibagi menjadi primer dan sekunder, yang masing – masing membentuk 90% dan 10% kasus. Istilah gout primer digunakan untuk menamai kasus yang kausa mendasarnya tidak diketahui atau, yang lebih jarang, jika penyebabnya adalah suatu kelainan metabolic herediter yang terutama ditandai dengan hiperurisemia dan gout. Pada kasus sisanya, yang disebut gout sekunder, penyebab hiperurisemianya diketahui, tetapi gout bukan merupakan penyakit klinis utama atau dominan.

Patogenesis .

Peningkatan kadar asam urat serum dapat terjadi karena pembentukan berlebihan

Page 17: 6-7

atau penurunan ekskresi asam urat, atau keduanya. Kadar asam urat dalam serum merupakan hasil keseimbangan antara produksi dan sekresi. Dan ketika terjadi ketidakseimbangan dua proses tersebut maka terjadi keadaan hiperurisemia, yang menim- bulkan hipersaturasi asam urat yaitu kelarutan asam urat di serum yang telah melewati ambang batasnya, sehingga merangsang timbunan urat dalam bentuk garamnya terutama monosodium urat di berbagai tempat/jaringan. Menurunnya kelarutan sodium urat pada temperatur yang lebih rendah seperti pada sendi perifer tangan dan kaki, dapat menjelaskan kenapa kristal MSU (monosodium urat) mudah diendapkan di pada kedua tempat tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal MSU pada metatarsofalangeal-1 (MTP-1) berhubungan juga dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut.

Awal serangan gout akut berhubungan dengan perubahan kadar asam urat serum, meninggi atau menurun. Pada kadar asam urat yang stabil jarang muncul serangan. Pengobatan dengan allopurinol pada awalnya juga dapat menjadi faktor yang mempresipitasi serangan gout akut. Penurunan asam urat serum dapat mencetuskan pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya di sinovium atau tofi (crystals shedding). Pelepasan kristal MSU akan merangsang proses inflamasi dengan mengak- tifkan kompleman melalui jalur klasik maupun alternatif. Sel makrofag (pa-ling penting), netrofil dan sel radang lain juga teraktivasi, yang akan meng- hasilkan mediator- mediator kimiawi yang juga berperan pada proses inflamasi

Gambaran Klinik

gambaran Klinik Gout dan Hiperurisemia dapat berupa

1.Hiperurisemia asimptomatik

Hiperurisemia asimptomatik adalah keadaan hiperurisemia (kadar asam urat serum tinggi) tanpa adanya manifestasi klinik gout. Fase ini akan berakhir ketika muncul serangan akut arthritis gout, atau urolitiasis, dan biasanya setelah 20 tahun keadaan hiperurisemia asimptomatik. Terdapat 10-40% subyek dengan gout mengalami sekali atau lebih serangan kolik renal, sebelum adanya serangan arthritis.

Arthritis gout, meliputi 3 stadium:

2.1. Artritis gout akut

Serangan pertama biasanya terjadi antara umur 40-60 tahun pada laki-laki, dan setelah 60 tahun pada perempuan. Onset sebelum 25 tahun merupakan bentuk tidak lazim arthritis gout, yang mungkin merupakan manifestasi adanya gang- guan enzimatik spesifik,

Page 18: 6-7

penyakit ginjal atau penggunaan siklosporin. Pada 85-90% kasus, serangan berupa arthritis monoartikuler dengan predileksi MTP-1 yang biasa disebut podagra.2 Gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sen- di yang sangat akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa ada gejala apapun, kemudian bangun tidur terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berja- lan. Keluhan monoartikuler berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistemik berupa demam, meng- gigil dan merasa lelah, disertai lekositosis dan peningkatan laju endap darah. Sedangkan gambaran radiologis hanya di- dapatkan pembengkakan pada jaringan lunak periartikuler. Keluhan cepat membaik setelah beberapa jam bahkan tanpa terapi sekalipun.

Pada perjalanan penyakit selanjutnya terutama jika tanpa terapi yang adekuat, serangan dapat mengenai sendi-sendi yang lain seperti pergelangan tangan/kaki, jari tangan/kaki, lutut dan siku, atau bahkan beberapa sendi sekaligus. Serangan menjadi lebih lama durasinya, dengan interval serangan yang lebih singkat, dan masa penyembuhan yang lama. Faktor pencetus serangan akut antara lain trauma lokal, diet tinggi purin, minum alkohol, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian diuretik, pemakaian obat yang mening- katkan atau menurunkan asam urat. Diagnosis yang defini- tif/gold standard, yaitu ditemukannya kristal urat (MSU) di cairan sendi atau tofus. Untuk memudahkan penegakan diagnosis arthritis gout akut, dapat digunakan kriteria dari ACR (American College of Rheumatology) tahun 1977:1

A. Ditemukannya kristal urat di cairan sendi, atau

B. Adanya tofus yang berisi kristal urat, atau

C. Terdapat 6 dari 12 kriteria klinis, laboratoris dan radiologis berikut:

1. Terdapat lebih dari satu kali serangan arthritis akut

2. Inflamasi maksimal terjadi dalam waktu satu hari

3. Arthritis monoartikuler

4. Kemerahan pada sendi

5. Bengkak dan nyeri pada MTP-1

6. Artritis unilateral yang melibatkan MTP-1

7. Artritis unilateral yang melibatkan sendi tarsal

8. Kecurigaan adanya tofus

Page 19: 6-7

9. Pembengkakan sendi yang asimetris (radiologis)

10. Kista subkortikal tanpa erosi (radiologis)

11. Kultur mikroorganisme negative pada cairan sendi

Yang harus menjadi catatan, adalah diagnosis gout tidak bisa digugurkan meskipun kadar asam urat darah normal.

Stadium interkritikal

Stadium ini merupakan kelanjutan stadium gout akut, dima- na secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, mes- kipun pada aspirasi cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus berlangsung progresif. Stadium ini bisa berlangsung bebe- rapa tahun sampai 10 tahun tanpa serangan akut. Dan tanpa tata laksana yang adekuat akan berlanjut ke stadium gout kronik.

2.3. Artritis gout kronik = kronik tofaseus gout

Stadium ini ditandai dengan adanya tofi dan terdapat di poliartikuler, dengan predileksi cuping telinga, MTP-1, olecranon, tendon Achilles dan jari tangan. Tofi sendiri tidak menimbulkan nyeri, tapi mudah terjadi inflamasi di sekitarnya, dan menyebabkan destruksi yang progresif pada sendi serta menimbulkan deformitas. Selain itu tofi juga sering pecah dan sulit sembuh, serta terjadi infeksi sekunder. Kecepatan pembentukan deposit tofus tergantung beratnya dan lamanya hiperurisemia, dan akan diperberat dengan gangguan fungsi ginjal dan penggunaan diuretik. Pada beberapa studi didapatkan data bahwa durasi dari serang- an akut pertama kali sampai masuk stadium gout kronik berkisar 3-42 tahun, dengan rata-rata 11,6 tahun. Pada stadium ini sering disertai batu saluran kemih sampai penyakit ginjal menahun/gagal ginjal kronik.5Timbunan tofi bisa ditemukan juga pada miokardium, katub jantung, system konduksi,beberapa struktur di organ mata terutama sklera, dan laring.

Penatalaksanaan

Tujuan terapi gout adalah:

1. Menghentikan serangan akut secepat mungkin

2. Mencegah serangan akut berulang

3. Mencegah komplikasi akibat timbunan Kristal urat di sendi, ginjal atau temapt lain .

Modalitas yang tersedia untuk terapi gout dan hiperurisemia:

Page 20: 6-7

Terapi non farmakolgik

1. Edukasi

Sebagian besar kasus gout dan hiperurisemia (termasuk hipe- rurisemia asimptomatik) mempunyai latar belakang penyebab primer, sehingga memerlukan pengendalian kadar asam urat

jangka panjang. Perlu compliance yang baik dari pasien untuk mencapai tujuan terapi di atas, dan hal itu hanya didapat dengan edukasi yang baik. Pengendalian diet rendah purin juga menjadi bagian tata laksana yang penting.

Terapi Farmakologik

1. Terapi serangan akut: kompres dingin, kolkisin, OAINS, ster- oid, ACTH

Pada keadaan serangan akut pemberian kompres dingin dapat membantu mengurangi keluhan nyeri. Semua yang mening-katkan dan menurunkan asam urat harus dikendalikan. Tidak diperbolehkan minum alkohol. Penggunakan obat penurun asam urat dihindari, kecuali sebelumnya sudah mengkonsumsinya se- cara rutin, maka harus diteruskan dan tidak boleh dihentikan. Kolkisin mempunyai efek anti inflamasi yang kuat, namun batas amannya sangat sempit, dan sering menimbulkan efek samping. Pemberian kolkisin intravena menjadi alternatif, namun dengan risiko efek samping yang lebih besar. Hati-hati pada gangguan fungsi ginjal.

Terapi dengan obat anti inflamasi non-steroid (OAINS) menjadi pilihan utama untuk diberikan pada serangan akut dengan dosis yang optimal, dengan syarat fungsi ginjal yang masih

2. Kontrol hiperurisemia: xanthine oxi-dase inhibitors, urikosurik agent

Pemakaian kortikosteroid intrartikuler cukup bermanfaat pada arthritis monoartikuler atau yang melibatkan bursa. Sedangkan kortikosteroid sistemik dapat digunakan terutama pada gangguan fungsi ginjal, atau intoleran dengan kolki-sin dan OAINS.

Jenis urate lowering agent yang pertama yaitu golongan xanthine oxidase inhibitor dengan cara kerja penghambatan oksidasi hipo- xantin menjadi xantin, dan xantin menjadi asam urat. Obat yang termasuk golongan ini adalah allopurinol.

Sedangkan jenis urate lowering agent yang kedua yaitu golongan uricosuric agent, bekerja dengan cara menghambat reabsorsi urat di tubulus renalis. Yang paling sering dipakai adalah probenesid dan sulfinpirazon. Pemakaian obat urikosurik ini lebih

Page 21: 6-7

diindikasikan pada keadaan dengan ekskresi asam urat di urin <800 mg perhari, dan dengan fungsi ginjal yang masih baik (creatinine clearance >80ml/menit). Risiko batu ginjal semakin besar pada kadar asam urat di urin yang tinggi. Pada beberapa kasus yang sulit dikendalikan dengan obat tunggal, kombinasi uricosuric agent dan xanthine oxidase inhibitor dapat dibenarkan.

(Referensi: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Internal Publishing .Jakarta 2010).

OA Gout RA

Perempuan ♀ ♂ ♀

53 tahun > 45 tahun Setelah pubertas > 18 tahun

Nyeri Kaki kanan

√ √ √

Bengkak √ √ √

Nyeri jari tangan √ √ -

Hiperglikemi √ √ -

IMT beresiko √ √ -