57843659-REAKSI-KUSTA.docx

17
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA REAKSI KUSTA Terminologi reaksi digunakan untuk menggambarkan keadaan mengenai pelbagai gejala dan tanda radang akutk lesi pasien kusta, yang dapat dianggap kelajiman pada perjalanan penyakit atau komplikasi kusta. Seluruh komplikasi penyakit kusta. Seluruh komplikasi penyakit kusta meliputi: - Komplikasi jaringan akibat invasi masif M. Leprae - Komplikasi akibat reaksi - Komplikasi akibat imunitas yang menurun - Komplikasi akibat kerusakan saraf - Komplikasi disebabkan resisten terhadap obat kusta Istilah reaksi pada kusta dipergunakan untuk menjelaskan munculnya gejala dan tanda peradangan akut pada penderita kusta. Secara klinis ditandai adanya pembengkakan, kemerahan nyeri pada saraf disertai dengan kehilangan fungsi saraf. Definisi Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen antibody 1

Transcript of 57843659-REAKSI-KUSTA.docx

BAB 1. TINJAUAN PUSTAKAREAKSI KUSTA

Terminologi reaksi digunakan untuk menggambarkan keadaan mengenai pelbagai gejala dan tanda radang akutk lesi pasien kusta, yang dapat dianggap kelajiman pada perjalanan penyakit atau komplikasi kusta. Seluruh komplikasi penyakit kusta. Seluruh komplikasi penyakit kusta meliputi: Komplikasi jaringan akibat invasi masif M. Leprae Komplikasi akibat reaksi Komplikasi akibat imunitas yang menurun Komplikasi akibat kerusakan saraf Komplikasi disebabkan resisten terhadap obat kustaIstilah reaksi pada kusta dipergunakan untuk menjelaskan munculnya gejala dan tanda peradangan akut pada penderita kusta. Secara klinis ditandai adanya pembengkakan, kemerahan nyeri pada saraf disertai dengan kehilangan fungsi saraf.

Definisi Reaksi kusta adalah suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (cellular response) atau reaksi antigen antibody (humoral response) dengan akibat merugikan penderita, terutama jika mengenai saraf tepi karena menyebabkan gangguan fungsi (cacat).Reaksi ini dapat terjadi sebelum pengobatan, tetapi terutama terjadi selama atau setelah pengobatan.

PenyebabMeskipun gambaran ikinis, bakteriologis, histopatologis maupun faktor pencetus reaksi kusta sudah diketahui dengan jelas, namun penyebab pasti belum diketahui. Kemungkinan reaksi ini menggambarkan episode hipersensitivitas akut terhadap antigen basil yang menimbulkan gangguan keseimbangan imunitas yang telah ada.Faktor PencetusBerbagai faktor pencetus yang dianggap sering mendahului timbulnya reaksi kusta antara lain: Setelah pengobatan anti kusta yang intensif Infeksi rekuren Pembedahan Stress fisik Imunisasi Kehamilan Saat-saat setelah melahirkan

Reaksi imun sendiri dapat menguntungkan ataupun merugikan yang disebut reaksi imun patologik, dan reaksi kusta ini tergolong di dalamnya. Dalam klasifikasi yang bermacam-macam itu, yang tampaknya paling banyak dianut pada akhir-akhir ini yaitu : Reaksi kusta tipe 1 disebabkan oleh hipersensitivitas selular (reaksi reversal upgrading) Reaksi kusta tipe 2 disebabkan oleh hipersensitivitas humoral (ENL/eritema nodusum leprosum)Fenomena lucio atau reaksi kusta tipe 3, sebenarnya merupakan bentuk yang lebih berat.Dari segi imunologis terdapat perbedaan prinsip antara reaksi tipe 1 dan tipe 2 yaitu pada reaksi tipe yang memegang peranan adalah imunitas seluler (SIS), sedangkan pada reaksi tipe 2 yang memegang peranan adalah imunitas humoral.

a. Reaksi Tipe IMenurut Jopling reaksi kusta tipe I merupakan delayed hypersensitivity reaction seperti halnya reaksi hipersensitivitas tipe IV. Antigen yang berasal dari kuman yang telah mati (breaking down leprosy bacilli) akan bereaksi dengan limfosit T disertai perubahan sistem imun seluler yang cepat. Jadi pada dasarnya reaksi tipe I terjadi akibat perubahan keseimbangan antar imunitas dan basil. Dengan demikian sebagai hasil reaksi tersebut dapat terjadi upgrading/reversal, apabila menuju kearah bentuk lepromatosa (terjadi penurunan sistem imun seluler).Pada kenyataannya reaksi tipe I ini diartikan dengan reaksi reversal oleh karena paling sering dijumpai terutama pada kasus-kasus yang mendapatkan pengobatan, sedangkan down grading reaction lebih jarang dijumpai oleh karena berjalan lebih lambat dan umumnya dijumpai pada kasus-kasus yang tidak mendapat pengobatan.Meskipun secara teoritis reaksi tipe I ini dapat terjadi pada semua bentuk kusta yang subpolar, tetapi pada bentuk BB jauh lebih sering terjadi daripada bentuk yang lain sehingga disebut reaksi borderline. Bertambah aktif dan atau timbul lesi baru dalam waktu yang relative singkat. Adanya lesi hipopigmentasi menjadi eritema, lesi macula menjadi infiltrate, lesi luas. Gejala klinis reaksi reversal, umumnya lesi yang telah ada

Gambar 1. Reaksi Tipe 1 b. Reaksi Tipe IIReaksi tipe 2 terjadi reaksi hipersensitivitas tipe III karena adanya reaksi kompleks antigen-antibodi yang melibatkan komplemen. Terjadi lebih banyak pada tipe lepromatus juga tampak pada BL. Reaksi tipe 2 sering disebut sebagai Erithema Nodosum Leprosum (ENL) dengan gambaran lesi lebih eritematus, mengkilap, sedikit tampak nodul atau plakat, ukuran macam-macam, pada umumnya kecil, terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di daerah tungkai bawah, wajah, lengan dan paha, serta dapat pula muncul di hampir seluruh bagian tubuh kecuali daerah kepala yang berambut, aksila, lipatan paha dan daerah perineum. Selain itu didapatkan nyeri, pustulasi dan ulserasi juga disertai gejala sistematik seperti demam dan malaise. Perlu juga memperhatikan keterlibatan organ lain seperti saraf, mata, ginjal, sendi, testis dan limfe.Penatalaksanaan ENL bertujuan untuk mengatasi peradangan akut, mengurangi nyeri, menghentikan kerusakan mata dan mencegah serangan selanjutnya. Penderita ENL harus istirahat dan mendapat terapi anti inflamasi. Prednisone merupakan obat pilihan terutama sedang dan berat dimulai dengan dosis tinggi 40 mg/hari. Prednisone akan menunjukkan reaksi cepat sehingga dosis dapat diturunkan secepat mungkin sampai 30 mg/hari, dan kemudian diturunkan dengan perlahan.

Gambar 2. Reaksi Tipe 2 atau ENL

Tabel 5. Perbedaan Reaksi Kusta Tipe 1 dan Tipe 2

No. Gejala / Tanda Tipe 1Tipe2

1Kondisi umumBaik atau demam ringan Buruk, disertai malaise dan febris

2Peradangan di kulitBercak kulit lama menjadi lebih meradang (merah), dapat timbul bercak baru.Timbul nodul kemerahan, lunak dan nyeri tekan. Biasanya pada lengan dan tungkai. Nodul dapat pecah (ulserasi)

3Waktu terjadiAwal pengobatan MDTBiasanya setelah pengobatan yang lama, umumnya lebih dari 6 bulan

4Tipe KustaDapat tipe PB dan MBHanya terjadi pada MB

5Saraf Sering terjadi, umumnya berupa nyeri tekan saraf dan/atau gangguan fungsi sarafDapat terjadi

6Peradangan pada organ lainHampir tidak adaTerjadi pada mata, KGB, sendi, ginjal, testis, dll

Tabel 6. Perbedaan Reaksi Kusta Ringan dan Berat Tipe 1 dan Tipe 2

NoGejala / TandaTipe 1Tipe 2

RinganBeratRinganBerat

1Kulit Bercak : merah, tebal, panas, nyeriBercak : merah, tebal, panas, nyeri yang bertambah parah sampai pecahNodul :Merah, panas, nyeriNodul : merah, panas, nyeri yang bertambah parah sampai pecah

2Saraf TepiNyeri pada perabaan (-)Nyeri pada perabaan (+)Nyeri pada perabaan (-)Nyeri pada perabaan (+)

3Keadaan UmumDemam (-)Demam (+)Demam (+)Demam (+)

4Gangguan pada organ lain---+Terjadi peradangan pada: Mata Iridocyclitis Testis:EpididimoorchitisGinjal : Nefritis Kelenjar limpa:Limfadenitis Gangguan pada tulang, hidung dan tenggorokan

* Bila ada reaksi pada lesi kulit yang dekat dengan saraf, dikategorikan sebagai reaksi berat

Fenomena LucioFenomena lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi pada kusta tipe lepromatosa non nodular difus. Gambaran klinis berupa plak atau infiltrate difus, berwarna merah muda, bentuk tidah teratur dan terasa nyeri. Lesi terutama di ekstermitas, kemudian meluas keseluruh tubuh. Lesi yang berat tampak lebih eritematous disertai purpur, bula kemudian dengan cepat terjadi nekrosis serta ulserasi yang nyeri. Lesi lambat menyembuh dan akhirnya terbentuk jaringan parut.Gambaran histopatologi menunjukan nekrosis epidermal iskemik dengan nekrosis pembuluh darah superficial, edema, dan proliferasi endothelial pembuluh darah lebih dalam. Didapatkan basil M.Leprae di endotel kapiler. Walaupun tidak ditemukan infiltrate polimorfonuklear seperti pada ENL namun dengan imunofluorensi tampak deposit imonoglobulin dan komplemen didalam dinding pembuluh darah. Titer kompleks imun yang beredar dan krigobulin sangat tinggi pada semua penderita.

Terapi reaksi kustaTerapi reaksi kusta ringanNon medikamentosaIstirahat, imobilisasi dan berobat jalan.MedikamentosaAspirin mengatasi nyeri dan anti radang, 600-1200 mg diberikan setiap 4 jamKlorokuin kombinasi aspirin dan klorokuin lebih baik khasiatnya dibandingkan pemberian tunggal, 3 kali 150 mg/hariEfek toksik pada penggunaan jangka panjang dapat berupa ruam pada kulit, fotosintesis serta gangguan gastrointestinal, penglihatan dan pendengaran.Antimon dugunakan pada reaksi tipe 2 yang ringan untuk mengatasi rasa nyeri sendi-sendi dan tulangDosis 2-3 ml diberikan selang-selingEfek samping ruam pada kulit, bradikardi, hipotensi.Talidomid obat ini digunakan pada reaksi tipe 2 agar dapat melepaskan ketergantungan terhadap kortikosteroid Dosis mula-mula 400 mg/hari sampai reaksi teratasi, kemudian berangsur-angsur diturunkan sampai 50 mg/hari. Tidak dianjurkan pada wanita subur.

Terapi reaksi kusta beratJika terjadi reaksi kusta dapat diberikan prednison 30 60 mg/hari serta pemberian obat simtomatis, lalu diturunkan. Pedoman terapi adalah:1. Terapi standar untuk pasien PB dengan reaksi kusta

MingguDosis harian

1-23-45-67-89-1011-1240 mg30 mg20 mg15 mg10 mg5 mg

2. Terapi standar pasien MB dengan reaksi kusta. Pada reaksi tipe 2 dapat ditambah dengan Klofazimin 300 mg/hari selama 1 bulan, 200 mg/hari selama 3-6 bulan selanjutnya 100 mg/hari sampai gejala menghilang.

MingguDosis harian

1-45-89-1213-1617-2021-2440 mg30 mg20 mg15 mg10 mg5 mg

MONITORING DAN EVALUASI PENGOBATAN1. Setiap petugas harus memonitor tanggal pengambilan obat2. Apabila penderita terlambat mengambil obat paling lama dalam 1 bulan harus dilakukan pelacakan3. RFT dapat dinyatakan setelah dosis dipenuhi tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium. Setelah RFT penderita dikeluarkan dari form monitoring penderita4. Masa pengamatan : pengamatan setelah RFT dilakukan secara pasifa. Tipe PB selama 2 tahunb. Tipe MB selama 5 tahun tanpa diperlukan pemeriksaan laboratorium5. Penderita PB yang telah mendapatkan pengobatan 6 dosis (blister) dalam waktu 6-9 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium6. Penderita MB yang telah mendapat pengobatan MDT 12 dosis (blister) dalam waktu 12-18 bulan dinyatakan RFT, tanpa harus pemeriksaan laboratorium7. DefaulterJika seorang penderita PB tidak mengambil obatnya lebih dari 3 bulan maka dinyatakan sebagai Defaulter PB.Jika seorang penderita MB tidak mengambil obatnya lebih dari 6 bulan maka dinyatakan sebagai Defaulter MB.Tindakan bagi penderita defaulter :a. Dikeluarkan dari monitoring dan registerb. Bila kemudian datang lagi maka harus dilakukan pemeriksaan klinis ulang, pengobatan menyesuaikan dengan gejala klinis yang didapat8. Relaps/ KambuhDinyatakan kambuh setelah dinyatakan RFT timbul lesi baru pada kulit maka untuk menyatakan relaps harus dikonfirmasikan ke dokter kusta yang memiliki kemampuan klinis dalam mendiagnosis relaps. Untuk relaps MB jika ternyata pada pemeriksaan ulang BTA setelah RFT terjadi peningkatan Indeks Bakteriologi 2 atau lebih disbanding saat diagnosis maka penderita dinyatakan Relaps. Rujuan dalam kasus relaps memungkinkan karena kasus relaps bukan termasuk kedaruratan. Bila hasil relaps telah dikonfirmasikan maka penderita diobati sesuai hasil pemeriksaan pada saat itu.Catatan :Untuk mereka yang pernah mendapat pengobatan Dapson monoterapi (sebelum diperkenalkan MDT) namun kemudian muncul kembali sebagai tanda kusta aktif yang membutuhkan MDT, maka penderita tersebut dimasukkan dalam kategori relaps.9. Indikasi pengeluaran penderita dari register adalah : RFT, meninggal, pindah, salah diagnosis, ganti klasifikasi, default.10. Pada keadaan khusus dapat diberikan sekaligus beberapa blister disertai dengan pesan penyuluhan lengkap dengan efek samping dan indikasi untuk kembali ke pelayanan kesehatan.

9