5.1. Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan · PDF fileBuku Materi Teknis Rencana Detail...
Transcript of 5.1. Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan · PDF fileBuku Materi Teknis Rencana Detail...
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 1
Rencana Jaringan Prasarana
5.1. Rencana Pengembangan Jaringan Pergerakan
Transportasi merupakan bagian yang sangat penting dalam berbagai elemen
kehidupan, dan transportasi merupakan suatu kegiatan untuk memindahkan orang atau
barang dari suatu tempat ke tempat lain serta fasilitas yang digunakan untuk
memindahkannya. Perpindahan atau pergerakan manusia merupakan hal yang penting
untuk dipikirkan khususnya di daerah perkotaan, sedangkan angkutan barang sangat
penting untuk mendukung tumbuh kembangnya perekonomian.
Rencana pengembangan aspek transportasi adalah sebagai berikut:
1) Menyediakan sistem transportasi yang mengintegrasikan angkutan regional (antar
kabupaten) dan angkutan perdesaan;
2) Mengembangkan intermoda antara sistem transportasi darat;
3) Mengembangkan sarana dan prasarana transportasi darat dengan memberdayakan
potensi sumberdaya manusia setempat;
4) Mengklasifikasikan sistem hirarki jaringan jalan wilayah;
5) Meningkatkan dan menyesuaikan fungsi jalan sesuai rencana struktur ruang dan pola
pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bantul; dan
6) Peningkatan dan perbaikan jaringan jalan, khususnya jalan-jalan pada kawasan
perdesaan yang menjadi penghubung sentra-sentra produksi pertanian/perikanan.
Rencana jaringan pergerakan dengan mempertimbangkan penyesuaiannya
terhadap kebutuhan/kondisi konteks lokal yang sesuai dengan kondisi di wilayah BWP
Sedayu. Pertimbangan utama dalam perencanaan transportasi adalah keterpaduannya
untuk mewujudkan konsep perencanaan pusat lingkungan sebagai pusat transit yang
memungkinkan dengan mudah dilakukannya pergantian antar dan inter moda
transportasi.
Perencanaan pada jaringan transportasi lokal juga harus memperhatikan
integrasi jaringan transportasi setempat dengan jaringan regional yang lebih luas dengan
standar pelayanan yang mudah dipahami/diterima bagi masyarakat umum tanpa
menghilangkan karakter/konteks khas setempat yang dimiliki. Rencana jaringan
prasarana merupakan pengembangan hierarki sistem jaringan prasarana yang ditetapkan
dalam rencana struktur ruang yang termuat dalam RTRW kabupaten/kota.
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 2
5.1.1. Rencana Pengembangan Jaringan Jalan
Rencana jaringan pergerakan yang dimaksud dalam rencana ini merupakan
rencana seluruh jaringan primer dan sekunder pada wilayah perencanaan yang meliputi:
jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, jalan lingkungan. Jaringan jalan merupakan aspek
penting dalam perkembangan suatu wilayah yang sebagai infrastrukur pendukung
mobilisasi masyarakat. Semakin banyak dan baik suatu akses ke suatu wilayah, maka
akan semakin baik tingkat perkembangannya. Seiring dengan perkembangan BWP
Sedayu, maka rencana pengembangan pelayanan jaringan jalan dan jembatan yaitu:
a. Peningkatan fungsi jalan lokal Kalakan – Sedayu – Gubug menjadi jalan kolektor
primer guna mendukung perkembangan wilayah BWP Sedayu bagian utara.
b. Pengembangan kapasitas jalan yang kinerjanya rendah dengan upaya peningkatan
konstruksi jalan berupa tanah untuk jalan permukiman dan atau aspal/perkerasan
lingkungan dan jalan lokal.
c. Penataan jalan dan persimpangan jalan yang berpotensi menimbulkan masalah di
masa yang akan datang (pertemuan jalur arteri - kolektor primer, kolektor primer –
lokal, dan lokal – lingkungan).
d. Pengembangan jaringan jalan permukiman yang dilakukan berdasarkan kesepakatan
masyarakat dan diarahkan berupa grid (konsolidasi lahan).
e. Rencana pengembangan jaringan jalan dengan memperhatikan ketentuan SNI Nomor
03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan.
Tabel 5.1. Fungsi Jalan dan Karakteristik Perencanaannya
Fungsi Jalan Ruas Arahan Perencanaan
Arteri Primer Yogyakarta - Wates
Kecepatan rencana 50 - 100 km/jam
Lebar jalan minimal 20 meter
Kapasitas lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata
Jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi kecapatan rencana dan kapasitas jalan tidak terputus walaupun masuk kota
Kolektor primer
Argosari – Argodadi –Pajangan
Argorejo – Moyudan
Kecepatan rencana 40 – 80 km/jam
Lebar jalan minimal 7 m
Kapasitas lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata
Jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi kecapatan rencana dan kapasitas jalan tidak terputus walaupun masuk kota
Jalan Lokal Seluruh Wilayah BWP Sedayu
Kecepatan rencana 30-50 km/jam
Lebar badan jalan minimal 4 meter
Jalan Lingkungan Seluruh Wilayah BWP Sedayu
Kecepatan rencana maksimal 20 km/jam
Lebar badan jalan minimal 3 meter
Sumber: Standar Geometri Jalan Perkotaan (ruas jalan), RSNI-T-14-2004 dan Hasil Rencana, 2014
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 3
Gambar 5.1. Peta Rencana Jaringan Pergerakan BWP Sedayu
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 4
a) Jalan Arteri Primer
Jalan Arteri Primer di BWP Sedayu merupakan jalur utama yang sangat strategis
sebagai penghubung ke Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Purworejo, Provinsi
Jawa Tengah, sehingga dalam perencanaan ke depan, jalan arteri primer akan
dikembangkan sesuai dengan standar minimal untuk jalan arteri primer. Berikut
adalah karakter dari jalan arteri primer:
1) Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah
60km/h;
2) Lebar Daerah Manfaat Jalan minimal 11 meter;
3) Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien; jarak antar jalan masuk/akses
langsung minimal 500 meter, jarak antar akses lahan langsung berupa kapling
luas lahan harus di atas 1.000 m2, dengan pemanfaatan untuk perumahan;
4) Persimpangan pada jalan arteri primer diatur dengan pengaturan tertentu yang
sesuai dengan volume lalu lintas dan karakteristiknya;
5) Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas,
marka jalan, lampu lalu lintas, lampu penerangan jalan, dan lain-lain;
6) Jalur khusus seharusnya disediakan, yang dapat digunakan untuk sepeda dan
kendaraan lambat lainnya;
7) Jalan arteri primer mempunyai 4 lajur lalu lintas atau lebih dan seharusnya
dilengkapi dengan median (sesuai dengan ketentuan geometrik);
8) Apabila persyaratan jarak akses jalan dan atau akses lahan tidak dapat dipenuhi,
maka pada jalan arteri primer harus disediakan jalur lambat (frontage road) dan
juga jalur khusus untuk kendaraan tidak bermotor (sepeda, becak, dll).
b) Jalan Kolektor Primer
Jalan Kolektor Primer di BWP Sedayu merupakan jalur yang sangat strategis
sebagai penghubung ke wilayah sekitar Kabupaten Bantul dan Kabupaten Sleman,
sehingga dalam perencanaan ke depan, jalan kolektor primer akan dikembangkan
sesuai dengan standar minimal jalan kolektor primer dengan beberapa karakter sbb:
1) Jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar
kota.
2) Jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer.
3) Lebar badan jalan kolektor primer 7 -12 meter.
4) Jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi secara efisien. Jarak antar
jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter.
5) Kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat diizinkan melalui jalan ini.
6) Persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang
sesuai dengan volume lalu lintasnya.
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 5
7) Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari
volume lalu lintas rata-rata.
8) Lokasi parkir pada badan jalan tidak diizinkan.
9) Harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu, marka, lampu
pengatur lalu lintas dan lampu penerangan jalan.
10) Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri
primer.
11) Tersedianya Jalur Khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan
lambat lainnya.
Gambar 5.2. Penampang Tipikal Jalan Kolektor Primer
c) Jalan Lokal
1) Menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan
sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya
sampai ke perumahan.
2) Jalan lokal didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 (dua puluh)
km per jam.
3) Lebar badan jalan lokal antara 5,5 meter.
4) Kendaraan angkutan barang berat dan bus tidak diizinkan melalui aIan ini di
daerah pemukiman.
5) Besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya paling rendah dibandingkan
dengan fungsi jalan yang lain.
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 6
Gambar 5.3. Rencana Pengembangan Jalan Lokal
d) Jalan Lingkungan
1) Menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan.
2) Jalan lingkungan didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10
(sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan 6 meter.
3) Jalan lingkungan diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3 (tiga) atau
lebih.
4) Jalan lingkungan yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan bermotor beroda 3
(tiga) atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan paling sedikit 3,5 (tiga koma
lima) meter.
Gambar 5.4. Rencana Pengembangan Jalan Lingkungan
5.1.2. Rencana Pengembangan Angkutan dan Sirkulasi Kendaraan
Rencana pengembangan angkutan di BWP Sedayu terdiri dari rencana rute/trayek
angkutan umum dan barang, terminal dan stasiun kereta.
a) Rute/Trayek Angkutan Umum dan Barang
Penentuan rencana rute/trayek di BWP Sedayu disesuaikan dengan kriteria panjang
lintasan rute, potensi travel demand, aksesibilitas, tingkat overlapping rute, konektifitas
dengan rute lain dan karakteristik lalulintas. Berdasarkan dari beberapa kriteria yang
sesuai dengan kondisi eksisting maka untuk pengembangan jaringan trayek/rute
ankgutan umum di BWP Sedayu adalah “Jaringan Grid”. Jaringan memiliki lintasan
rute secara paralel mengikuti ruas-ruas jalan di pinggir kota yang satu ke pinggir kota
lainnya melalui pusat kecamatan yang terletak di tengah dan pusat Kabupaten Bantul
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 7
dengan rute mudah diingat, mudah dimengerti oleh pengguna jalan. Selain
perencanaan jaringan trayek, dilakukan juga untuk pengembangan Sarana dan
Prasarana angkutan penumpang untuk Angkutan Umum Antar Propinsi, Angkutan
Umum Dalam Propinsi, dan Angkutan umum Antar Perdesaan.
b) Terminal dan Stasiun Kereta Api
Sistem transportasi darat untuk pergerakan lokal maupun regional didukung oleh
pengembangan fasilitas angkutan darat di BWP Sedayu yang meliputi:
1) Sub terminal angkutan barang di Sedayu yang didukung oleh keberadaan ruas
jalan arteri primer;
2) Stasiun penumpang dan stasiun angkutan barang serta pergudangan di BWP
Sedayu.
5.1.3. Rencana Fasilitas Jalan Raya
a) Trotoar/Pedestrian
Jalur pejalan kaki merupakan bagian dari elemen perancangan kota yang juga
penting untuk direncananakan. Penataan jalur pedestrian di BWP Sedayu, selain
memperhatikan karakter dan keinginan-keinginan pengguna atau pedestriannya, pejalan
kakinya juga harus memperhatikan karakteristik lokal setempat seperti fisik alamiah
kawasan, kegiatan dan guna lahan, serta pola pergerakan. Pada kawasan perencanaan
ini, ditetapkan beberapa pertimbangan dalam perencanaan pedestrian, yaitu:
Memberikan jalan terpendek antara dua titik yang akan ditempuh pejalan kaki.
Pada pusat-pusat kegiatan perdagangan dan jasa, harus tersedia fasilitas pejalan
kaki yang cukup, dengan kriteria pada peruntukan perumahan selebar ±1,50 m, dan
pada peruntukan jasa dan perdagangan selebar ±2,00 m. lebar minimum fasilitas
pejalan kaki adalah 1,00 m.
Pada ruas atau persimpangan jalan disediakan fasilitas persilangan untuk pejalan
kaki yang dilengkapi dengan rambu-rambu lalu lintas atau lampu pengatur lalu lintas.
Letak fasilitas ini diusahakan dapat memberikan kemudahan pencapaian
pemberhentian kendaraan umum dan tidak mengganggu arus lalu lintas, bisa terletak
pada satu sisi atau di kedua sisi.
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 8
Gambar 5.5. Jalur Tanaman Tepi
RENCANA
PENGEMBANGAN
150 100 Pedestrian Jalur ways sepeda
Gambar 5.6. Konsep Desain Jalur Pedestrian
b) Street Furniture
Pelengkap jalan atau Street Funiture direncanakan untuk mendukung kelancaran
lalu lintas dan pergerakan manusia/barang baik pergerakan dengan kendaraan maupun
pergerakan pejalan kaki. Pelengkap jalan juga untuk meningkatkan kenyamanan dan
keamanan pengguna jalan. Pada jaringan jalan utama (kolektor primer) perlu
direncanakan street funiture berupa lampu penerang jalan, rambu-rambu lalu lintas,
pagar pengaman, vegetasi peneduh, tempat penyeberangan (zebracross), papan
reklame, papan nama, dan papan penunjuk arah, yang berfungsi dengan baik sesuai
fungsinya.
Halte disediakan untuk mempermudah pengguna sarana angkutan umum, yang
dilengkapi dengan tempat sampah, pagar pembatas dan tempat duduk dan peneduh
(shelter) untuk memberi keamanan dan kenyamanan penggunanya. Rambu lalu lintas
merupakan informasi yang disampaikan kepada pemakai jalan sesuai dengan fungsinya
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 9
yang dikelompokkan menjadi 4 jenis yaitu: peringatan yang harus diwaspadai oleh
pengguna jalan; larangan penggunaan jalan yang harus dipatuhi oleh pengguna jalan;
perintah yang harus diikuti oleh para pengguna jalan; petunjuk yang bermanfaat untuk
pengguna jalan seperti petunjuk adanya restoran, bengkel, tempat peristirahatan dan lain-
lain.
Pagar pengaman berfungsi sebagai pencegah pertama bagi kendaraan bermotor
yang tidak dapat dikendalikan agar tidak keluar dari jalur lalu lintas yang mengakibatkan
kecelakaan fatal. Namun pada jalan-jalan kolektor primer kondisi pelengkap jalan sangat
minim bahkan tidak ada sama sekali. Terutama lampu penerang jalan dan penandaan
(sign) seperti rambu lalu lintas dan papan penunjuk jalan. Rencana pelengkap jalan/street
funiture yang perlu diadakan di sepanjang jalur utama yaitu jalan kolektor primer , kolektor
sekunder dan beberapa untuk jalan lokal dan lingkungan secara detail dapat dilihat pada
Gambar berikut ini.
Gambar 5.7. Alternatif Desain Pelengkap Jalan (Street Furniture) di BWP Sedayu
1) Lampu Penerang Jalan dan Lampu
Pedestrian
Lampu jalan diutamakan pada jalan-jalan
dengan aksesibilitas tinggi dan sedang.
(kolektor primer). Jarak lampu 25 m linier
bersilang atau jarak antara elemen di masing-
masing sisi jalan 50 m. Ketinggian lampu 9 -
15 m untuk lampu jalan.
Lampu pedestrian/pejalan kaki ketinggian
sekitar 4 – 6 m. Jarak penempatan 10 – 15m
Desain visual setiap lampu disesuaikan
dengan kondisi lingkungan dan diharapkan
dapat meningkatkan kualitas visualnya.
Kriteria desain: terbuat dari bahan anti
vandalisme, aman dari kejahilan, terutama
bola lampu dan aksesorisnya, didesain
menyatu/menyediakan tempat untuk banner/
papan reklame guna efisiensi.
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 10
2. APILL (Alat Pemberi Isyarat Lalu-
Lintas)
Ditempatkan pada persimpangan yang lalu
lintasnya padat, seperti di pertemuan antara
jalan kolektor primer dengan jalan kolektor
primer, ataupun jalan kolektor primer dengan
kolektor sekuner.
3. Rambu - rambu
Penempatan rambu tidak boleh menghalangi
lalulintas pejalan kaki maupun kendaraan di
dekatnya.
Diletakkan pada tempat strategis mudah
dibaca dan dilihat.
Rambu-rambu dikumpulkan dalam satu
sistem terpadu, untuk menghindari
kesimpangsiuran rambu dalam lansekap,
dipadukan dengan penerangan (efisiensi), bila
memungkinkan.
Tidak boleh tertutup reklame komersial.
Guna efisiensi rambu didesain
menyatu dengan lampu sehingga
terbaca pula di malam hari.
Penempatan tidak boleh mengganngu
lintasan pejalan kaki, bukaan pintu dan
lintasan kendaraan, sehingga aman
secara tipikal dan lateral.
4. Tempat menyeberang jalan
(zebracross)
Ditempatkan pada titik-titik lokasi yang banyak
perlintasan pejalan kaki seperti di pusat
kegiatan perdagangan, jasa, perkantoran dan
pelayanan umum pemerintah, sekolah, dll.
Perlu penambahan di lokasi-lokasi yang
sering dilintasi pejalan kaki terutama di
persimpanga-persimpangan pada jalan
kolektor primer.
5. Vegetasi peneduh, penyerap
polutan, peredam bising dan silau
matahari
Kondisi ideal: Jalur jalan padat lalulintas perlu
ditingkatkan keberadaan tanaman peneduh
yang sekaligus berfungsi sebagai penyaring
polusi (CO2, CO, Timbal, dll). Tanaman
dengan kemampuan penyaring polutan tinggi
ini diantaranya adalah mahoni, bungur, bunga
kupu-kupu, serta angsana, selain sebagai
peredam kebisingan dan penapis debu dan
silau matahari di siang hari
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 11
6. Papan reklame
Pengendalian dan penataan papan reklame
sesuai dengan standar perencanaan dan
ketentuan perundangan perlu segera
dilakukan, melalui penataan reklame.
Penempatan papan reklame dan informasi
diarahkan pada lokasi yang strategis dan
desain menyesuaikan konteks lokasi dan
budaya lokal. Titik lokasi strategis adalah
berdasarkan kajian Penataan Reklame.
Out banner dengan ukuran kecil dapat
dipadukan dengan lampu jalan dan diletakkan
pada median jalan dengan ketentuan di
samping.
7. Halte Keberadaan halte sebagai tempat menunggu
kendaraan sangat diperlukan bagi mereka
yang membutuhkan jasa angkutan umum.
Agar keberadaannya tidak mengganggu
kendaraan umum yang akan mengambil
penumpang dan juga kendaraan lainnya,
penempatannya diusahakan pada lokasi-
lokasi strategis yang secara potensial
menumbuhkan bangkitkan “traffic”.
Pembangunannya diusahakan agar masuk ke
bahu jalan dan dilengkapi dengan bangunan
penaung, sehingga memberi rasa nyaman
bagi penggunanya.
Halte disediakan di setiap titik lokasi strategis
untuk menaikan dan menurunkan
penumpang.
8. Bak bunga/ pot bunga
Bak/pot bunga sebagai elemen ruang luar
pembentuk taman, dapat difungsikan juga
sebagai pengatur dan pemberi arah
pergerakan pejalan kaki. Selain di taman-
taman bak bunga juga ditempatkan di
perpotongan atau tikungan jalan, di median
tengah jalan, dan di median pemisah jalur
cepat dan jalur lambat. Desain bak bunga
dianjurkan tidak mengganggu dan
membahayakan pengguna jalan.
12. Bak sampah
Pengelolaan sampah dilakukan masih secara
swadaya, setempat dan tradisional dengan
Bak sampah disediakan untuk sampah kering dan basah,
disediakan di sepanjang jalur pedestrian, pusat
perbelanjaan, perkantoran dan sekitar pasar. Pada jalur
pedestrian disediakan dengan jarak 40 – 50 m.
Maks 0,6 m
Maks 0,8 m
Med 2 m
3,5 m
2,5 m
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 12
dibakar atau ditimbun. Belum ada
pengelolaan sampah secara off site, semua
masih on site.
Sebagai sarana utilitas kota yang sangat
penting dan berfungsi sebagai sarana
kebersihan kota, bak sampah perlu
disediakan ditempatkan pada lokasi yang
strategis antara lain pada jaringan pergerakan
atau jalan-jalan. Bak sampah dibedakan untuk
sampah organik, plastik/kertas dan pecah
belang/kaleng.
13. Gerbang Kota
Kondisi eksisting secara kualitas visual
kurang mampu menciptakan rasa tempat
(sense of place) dan identitas kawasan. Untuk
itu perlu desain ulang, guna meningkatkan
identitas dan citra visual kawasan.
Gerbang kota, selain sebagai tanda tapal
batas wilayah administrasi juga sebagai
simbol dan identitas kota. Harus bisa menjadi
landmark, mencerminkan identitas dan citra
kawasan yang spesifik. Perlu redesain
gerbang kota berserta kawasan di sekitarnya
sebagai elemen citra visual kota yang
dijadikan simbol kota dan ditonjolkan sebagai
landmark.
Contoh visualisasi gerbang kota yang mampu
memperkuat karakter spesifik kawasan
5.1.4. Rencana Penyediaan Parkir Umum
Ruang parkir merupakan suatu bentuk ruang terbuka non hijau (RTNH) sebagai
suatu pelataran dengan fungsi utama meletakkan kendaraan bermotor; serta kendaraan
lainnya seperti sepeda. Lahan parkir dikenal sebagai salah satu bentuk RTNH yang
memiliki fungsi ekonomis, dikarenakan manfaatnya yang secara langsung dapat
memberikan keuntungan ekonomis atau fungsinya dalam menunjang berbagai kegiatan
ekonomis yang berlangsung. Lahan parkir juga dapat diklasifikasikan sebagai RTH, jika
designnya memanfaatkan tanaman. Kedudukan lahan parkir menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari suatu sistem pergerakan suatu kawasan perkotaan.
Pada pusat kegiatan BWP Sedayu, dimana berbagai kegiatan ekonomis
berlangsung dengan intensitas yang tinggi, namun di sisi lain lahan yang tersedia terbatas
dengan nilai lahan yang tinggi mengakibatkan keberadaan parkir sangat dibutuhkan.
Seringkali oleh berbagai kerterbatasan yang ada, keberadaan lahan parkir yang memadai
sangat langka. Dalam banyak kasus kekurangan lahan parkir menimbulkan berbagai
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 13
permasalahan, mulai dari terganggunya aktivitas manusia pada suatu fungsi bangunan
tertentu sampai pada timbulnya kemacetan.
Adapun jenis fasilitas parkir menurut penempatannya meliputi:
A. Parkir di badan jalan (on street parking)
Pada tepi jalan tanpa pengendalian parkir,
Pada kawasan parkir dengan pengendalian parkir.
B. Parkir di luar badan jalan (off street parking)
Fasilitas parkir untuk umum adalah tempat berupa gedung parkir atau taman parkir
untuk umum yang diusahakan sebagai kegiatan sendiri, seperti pada rumah sakit,
mall, pasar dan lain sebagainya.
Fasilitas parkir sebagai fasilitas penunjang adalah tempat yang berupa gedung
parkir atau taman parkir yang disediakan untuk menunjang kegiatan pada bangunan
utama.
Rencana penyediaan parkir umum selain di kawasan pertokoan dan pasar serta
perkantoran, maka tempat parkir juga didistribusikan pada sistem parkir di pinggir jalan
(on street), walaupun tidak semua ruas jalan disediakan areal untuk parkir. Pola parkir
yang disediakan berupa parkir pararel untuk daerah perdagangan dan jasa yang berada
di sepanjang jalur jalan kolektor primer. Ketentuan desain parkir tersebut dapat dilihat
pada Gambar berikut:
Gambar 5.8. Alternatif Pola Parkir Paralel di Lokal Primer pada Kawasan Perdagangan
Rencana distribusi parkir diarahkan dengan ketentuan sebagai berikut:
Parkir dengan sistem on street direncanakan di sepanjang jalan kolektor primer,
yang masuk dalam kawasan perdagangan dan jasa.
Pada jalan kolektor primer, parkir harus berada dalam persil, agar tidak
menyalahgunakan fungsi jalur lambat. Setiap pertokoan dan usaha jasa komersial
yang berada di sepanjang jalur kolektor primer sebaiknya menyediakan areal
parkir dalam kapling/persil masing-masing.
Penempatan parkir perlu memperhatikan larangan parkir di badan jalan sebagai berikut:
1) Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah tempat penyeberangan pejalan kaki.
6 m
0.2 m 6 m
5,3 m
6 m
2,3 m
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 14
2) Sepanjang 25 m sebelum dan sesudah tikungan tajam dengan radius < 500 m.
3) Sepanjang 50 m sebelum dan sesudah jembatan.
4) Sepanjang 100 m sebelum dan sesudah perlintasan sebidang.
5) Sepanjang 25 m sebelum dan sesudah persimpangan.
6) Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah akses bangunan gedung.
7) Sepanjang 6 m sebelum dan sesudah keran pemadam kebakaran atau sumber air.
8) Sepanjang tidak menimbulkan kemacetan dan bahaya.
Selain itu diperlukan rambu dan marka parkir sebagai berikut:
1) Rambu parkir meliputi rambu larangan parkir dan larangan berhenti.
2) Rambu larangan berhenti dan larangan parkir berlaku sampai dengan jarak 15 m
dari tempat pemasangan rambu menurut arah lalu lintas.
3) Rambu petunjuk tempat parkir.
4) Marka larangan parkir.
5) Marka larangan parkir berada pada daerah tepi jalan dengan marka berupa garis
berbiku-biku berwarna kuning pada sisi jalur lalu lintas.
6) Marka petunjuk tempat parkir.
5.2. Rencana Pengembangan Jaringan Energi
Kebutuhan energi listrik yang harus disediakan di BWP Sedayu hingga akhir waktu
perencanaan (tahun 2035) sebesar 26.896.278 KVA dengan perincian yaitu: untuk
kebutuhan Domestik dengan klasifikasi rumah kecil, rumah sedang, dan rumah besar
sebesar 14.155.936 KVA. Sedangkan untuk Fasilitas Umum komersil seperti keperluan
perkantoran, penerangan jalan dan industri, dialokasikan 20% dari keseluruhan
kebutuhan total rumah tangga di kawasan perencanaan, dan 10% lagi dialokasikan untuk
penerangan jalan. Kebutuhan ini selain menjadi tanggungjawab PLN, juga diupayakan
untuk dapat dipenuhi konsumen sendiri secara mandiri dengan memanfaatkan teknologi
yang sesuai dan ramah lingkungan. Untuk memenuhi kebutuhan jaringan listrik tersebut
secara umum dapat dilakukan dengan menambahkan jaringan dan daya baik pada
daerah baru yang belum terjangkau dan juga untuk daerah yang sudah ada jaringan.
Rencana lokasi tiang penyangga jaringan, sebelumnya harus dilakukan survey
terlebih dahulu. Kegiatan ini disebut dengan stacking. Agar lokasi tiang dapat sesuai
dengan rencana-rencana yang terkait dengan kepentingan jalan dan lain sebagainya
diadakan koordinasi dengan pihak-pihak terkait agar lebih efisien dalam
pembangunannya. Dari sebaran dan besaran jaringan listrik yang ada dikawasan
perencanaan serta distribusi pelayanan untuk masing-masing trafo yang telah diadakan
penyambungan daya, diharapkan didapatkan arahan bagi rencana pengembangan dan
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 15
prioritas sebaran jaringan listrik. Rencana pengembangan jaringan listrik, diarahkan untuk
menemukan langkah-langkah pengendalian sebagai berikut:
Menentukan prioritas sebaran lokasi di BWP Sedayu yang memungkinkan
diadakannya penyambungan atau penambahan daya.
Mengoperasikan daya yang telah ada pada trafo-trafo di BWP Sedayu, sehingga
dapat berfungsi optimal.
a. Kriteria Perencanaan
Pengembangan jaringan listrik di BWP Sedayu lebih diarahkan untuk berbagai
pertimbangan sebagai berikut “Dipenuhinya ketentuan yang ada di dalam Peraturan
Umum Instalasi Listrik (PUIL) 2000 dan ketentuan-ketentuan perundangan yang
berlaku serta mengikat dalam perencanaan jaringan listrik, termasuk di dalamnya:
Petunjuk pengajuan rencana instalasi listrik dan perlengkapan bangunan. Peraturan
instalasi listrik dan syarat-syarat penyambungan listrik mencakup:
1) Jaringan listrik/trafo yang telah diinterjesing kapasitas/daya yang dapat dan telah
dioperasikan.
2) Skala prioritas pengadaan jaringan listrik sesuai dengan urgensitas
pengembangan jaringan listrik dalam kaitannya dengan radius pelayanan dan
kemungkinan penyambungan dari gardu-gardu trafo yang telah ada dan
kemungkinan dikembangkan/ditingkatkan.
3) Untuk rumah tinggal/pemukiman, daya listrik yang didistribusikan dalam batas
tertentu, minimal untuk keperluan penerangan, termasuk di dalamnya kebutuhan
penerangan lingkungan dan jalan.
b. Pola Jaringan
Rumusan teknis untuk peningkatan dan pengembangan, disusun berdasarkan
pertimbangan sebagai berikut:
1) Jarak antar tiang 40 meter.
2) Untuk penyesuaian dengan keadaan permukaan tanah, jalan dan kemungkinan
teknis lain, dapat diambil jarak tiang antara 30 – 40 meter.
3) Jarak kawat penghantar (konduktor) dipertimbangkan terhadap unsur-unsur di
dalam lingkungan (bangunan, pohon, jarak tidang dan lain-lain), harus sesuai
dengan aturan PLN yang berlaku.
4) Penerangan untuk pemukiman diarahkan sebagai berikut:
Setiap satu unit rumah tinggal, minimal disediakan daya sebesar 450 VA (90
VA tiap warga).
Besarnya daya (VA) setiap luas ruang m2, disesuaikan dengan kebutuhan
ruangan dan diharapkan dapat memenuhi fungsi yang direncanakan.
Setiap tipe unit permukiman, batas penggunaan daya listrik disesuaiakn
dengan ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh PLN.
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 16
Sebelum ke rangkaian instalasi dalam harus melalui KWH meter terlebih
dahulu, dengan kapasitas 900 VA.
Kebutuhan listrik untuk penerangan jalan disesuaikan dengan modul/pola
pengembangan lingkungan. Jumlah sebaran tiang-tiang listrik untuk
penerangan jalan diatur sesuai dengan urgensitas/ketentuan penataannya.
c. Kebutuhan Listrik
Pelayanan listrik di BWP Sedayu hingga sebelum akhir waktu perencanaan
harus seluruhnya terlayani oleh PLN. Dalam mengantisipasi pengembangan wilayah
dan kebutuhan prasarana listrik maka Jaringan listrik atau kabel distribusi listrik ke
permukiman penduduk mengikuti jalan koridor utama maupun jalan lingkungan.
Pelayanan listrik umum di BWP Sedayu diupayakan oleh PLN dalam pemenuhan
kebutuhan penerangan rumah tangga maupun penerangan umum.
Gambar 5.9. Konsep Sistem Distribusi Jaringan Listrik yang Disederhanakan
Untuk distribusi jaringan listrik, setiap kelompok cluster permukiman dengan
jumlah 500 rumah atau 2.500 penduduk menggunakan satu gardu dengan kapasitas
daya listrik sebesar 2.500 KVA. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam
penyediaan energi listrik antara lain:
Kemudahan dalam mendapatkan sambungan jaringan listrik,
Perkembangan sosial ekonomi masyarakat,
Perkembangan teknologi yang aman dan tepat guna,
Kebijaksanaan pemerintah dalam upaya penghematan energi.
Rencana pengembangan jaringan energi di BWP Sedayu dapat dilihat pada
Gambar berikut:
Bangunan
Pembangkit
Gardu induk tegangan ekstra
tinggi
Gardu induk Distribusi tegangan
tinggi (1500 Volt)
Gardu distribusi tegangan
rendah 380/220 Volt Pengguna
Industri
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 17
Gambar 5.10. Peta Rencana Jaringan Energi BWP Sedayu
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 18
5.3. Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
Rencana pengembangan dan pengadaan jaringan telekomunikasi di BWP Sedayu
diarahkan menggunakan kabel telepon dan menara transmisi bagi pengguna telepon
selular yang sekarang ini sudah menjadi tren dalam berkomunikasi. Kebutuhan jaringan
teelepon kabel hingga tahun 2035 sebanyak 1.258 SST untuk telepon rumah dan 126
SST untuk telepon umum.
Kawasan yang menjadi prioritas penambahan jaringan baru adalah kawasan-
kawasan permukiman penduduk dan kegiatan komersial dengan jaringan yang ditata
mengikuti jaringan jalan yang ada. Kriteria lokasi sentral telepon mempertimbangkan
faktor berikut:
a) Lokasi sentral harus di tengah dari daerah yang mempunyai kepadatan permintaan
yang tinggi dan merata dalam suatu daerah pelayanan sentral,
b) Lokasi sentral terletak pada suatu jalan besar (utama) yang jauh dari rel KA, saluran
listrik tegangan tingi dan sungai besar,
c) Penentuan rumah kabel hampir sama dengan sentral telepon jika dikaitkan dengan
permintaan distribusi. Adapun persyaratan dari rumah kabel adalah:
Kabel primer sebagai kabel penghubung dari sentral ke darah pelayanan rumah
kabel yang bersangkutan harus sependek mungkin,
Jumlah panjang kabel sekunder untuk menjangkau semua permintaan dalam
daerah pelayanan rumah kabel tersebut relatif pendek,
Tidak ada tumpang tindih antara rumah kabel primer dengan sekunder,
Letak rumah kabel harus aman dari gangguan seperti jauh dari persimpangan untuk
menghindari terlanggar oleh kendaraan yang belok dan tidak ditempatkan pada
lokasi yang membahayakan pejalan kaki.
Untuk jaringan telepon, instalasi rumah kabel, ‘distribution point’, kabel primer dan
kabel sekunder akan ditempatkan pada jalan-jalan utama. Pengembangan jaringan
telepon diutamakan pada permukiman kapling menengah sampai kapling besar.
Dalam penempatan jaringan telepon yanng menjadi prioritas adalah di kawasan
terbangun, dengan jumlah populasi yang padat. Kebutuhan telepon di wilayah
perencanaan diprioritaskan terhadap permintaan satuan sambungan untuk keperluan
perdagangan dan perkantoran, pendidikan, perumahan, kesehatan, kegiatan
perekonomian dan seterusnya. Rencana pengembangan jaringan telekomunikasi BWP
Sedayu dapat dilihat pada Gambar berikut:
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 19
Gambar 5.11. Peta Rencana Jaringan Telekomunikasi BWP Sedayu
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 20
Pengembangan prasarana telekomunikasi perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi mengikuti pola yang sama dengan jalur
supply PLN, ditambah lagi dengan beberapa titik pusat kontrol Telkom.
2) Pengembangan jaringan telepon cenderung ke peningkatan mutu pelayanan dan
penambahan fasilitas komunikasi umum serta peningkatan efisiensi dan efektivitas
pelayanan penyelenggaraan jaringan telepon terutama pada kawasan industri, pusat
kota, dan permukiman baru atau permukiman yang belum mendapat aliran jaringan
telepon.
3) Perlu dilanjutkan pengembangan penggunaan fasilitas komunikasi dengan tingkat
kecepatan tinggi (ISDN/Fibre Optic). Namun demikian, mengingat biaya investasi per
sambungan telepon kabel terlalu mahal, sistem kabel lambat laun akan ditinggalkan.
4) Telepon Non Kabel (Seluler)
Kebutuhan telekomunikasi saat ini dan ke depan akan lebih banyak dilayani oleh jenis
atau system telekomunikasi tanpa kabel, atau seluler, baik oleh system layanan CDMA
maupun GSM. Dengan demikian, hal yang perlu diatur adalah ketentuan dalam hal
pembangunan tower telekomunikasi.
5) Rencana penyediaan jaringan telekomunikasi telepon nirkabel yang berupa penetapan
lokasi menara telekomunikasi termasuk Base Transceiver Station (BTS) di arahkan di
luar wilayah BWP Sedayu. BTS yang ada saat ini terdiri dari Mandiri dan Komonal.
Untuk BTS mandiri ke ke depan akan diarahkan menjadi komonal untuk menghindari
munculnya BTS mandiri yang baru di wilayah BWP Sedayu.
5.4. Rencana Pengembangan Jaringan Air Bersih
Perencanaan jaringan air bersih/minum perlu dilakukan karena masyarakat yang
berada di kawasan perencanaan masih menggunakan sumber air dari sumur gali yang
sewaktu-waktu mungkin akan mengalami perubahan kualitas karena perubahan
pemanfaatan lahan dan dari sumber mata air. Sistem penyaluran air bersih di kawasan
perencanaan hanya diperuntukan bagi kegiatan permukiman, fasilitas umum, fasilitas
sosial dan kegiatan komersial dengan lantai bangunan yang dilayani max ± 3 lantai untuk
menjaga headloss/kehilangan tekanan dari sistem penyaluran air bersih dan tidak
memerlukan energi tambahan dengan menggunakan pompa untuk menaikkan air.
Kebutuhan air bersih/minum di BWP Sedayu hingga tahun 2035 yaitu, kebutuhan
domestik sebesar 3.774.916 liter, perdagangan jasa dan fasilitas sosial masing-masing
sebesar 377.492 liter. Guna memenuhi rencana pengembangan prasarana air bersih
sebagai upaya pemenuhan kebutuhan air bersih pada masa sekarang dan akan datang,
maka rencana pengembangan yang diusulkan adalah:
a. Pengendalian pengambilan sumber air tanah, agar jumlah debit yang digunakan dapat
disesuaikan dengan kapasitas pelayanan sumber air.
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 21
1) Penyediaan air bersih perpipaan oleh PDAM atau SPAMDES yang dimaksudkan
untuk mengurangi penggunaan air tanah. Prinsip ini digunakan jika air pemukaan
sudah tidak memungkinkan atau memadai lagi untuk digunakan baik dari segi
kualitas maupun kuantitas.
2) Pengadaan sumur resapan untuk menjaga ketersediaan air bersih dan
mengurangi pengambilan air tanah secara besar-besaran, dengan memperhatikan
dan mempertahankan daya tampung sumur resapan yang ada.
3) Pengembangan tandon air skala permukiman dari air hujan.
4) Mengembangkan sumber air baku (air permukaan maupun air tanah) kawasan
perencanaan, melalui strategi:
Mempertahankan sumber air baku (air permukaan maupun air tanah)
kawasan perencanaan.
Pengendalian pencemaran air permukaan maupun air tanah.
b. Peningkatan pelayanan air bersih sistem perpipaan, melalui tindakan:
1) Pengembangan sumber air baku baru.
2) Menawarkan peluang investasi kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat,
investor lokal maupun nasional.
c. Peningkatan cakupan wilayah pelayanan air bersih, melalui strategi:
1) Penambahan jumlah sambungan pipa air bersih ke unit-unit rumah.
2) Pengembangan jaringan perpipaan baru.
d. Antisipasi dan pengendalian kehilangan air (water loss) sistem perpipaan melalui
monitoring meteran air.
e. Antisipasi perkembangan kebutuhan pelayanan air bersih, melalui strategi:
1) Antisipasi jumlah kebutuhan air berupa pemanfaatan sumber air baku baru.
2) Pengolahan air limbah non black water menggunakan teknologi, sehingga dapat
digunakan lagi (untuk jangka panjang, butuh penelitian lebih lanjut).
3) Pengembangan penyediaan air bersih sistem perpipaan sebagai upaya untuk
penghematan debit air yang digunakan.
4) Pembangunan sumur resapan pada kawasan permukiman.
f. Rencana Pengembangan Sistem Pelayanan Air Bersih
1) Pelestarian sumber air
Penerapan sanksi yang ketat terhadap pembuangan limbah oleh industri di
sekitar sumber air.
Penataan kembali koridor sepanjang saluran sumber air dari keberadaan
permukiman informal (permukiman tidak terstruktur).
Penataan kembali saluran air melalui upaya pembersihan sungai dari lumpur,
tanaman pengganggu dan sampah.
2) Pengembangan dan peningkatan kapasitas sumber air baku baru.
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 22
3) Meningkatkan kerjasama dengan pihak lain, melalui insentif strategi: industri harus
berupaya membantu pemerintah dalam meningkatkan pelayanan air bersih,
melalui penyediaan sistem perpipaan (Joint Development).
4) Penyediaan SPAMDES dengan sistem interkoneksi dengan desa terdekat.
5) Perluasan jaringan (rounding up) perpipaan PDAM dari jaringan terdekat.
6) Distribusi air bersih melalui truk tangki yang didistribusikan terutama musim
kemarau, yang dikelola dalam wadah koperasi swadaya masyarakat (masyarakat
mengadakan, mengelola demand dan supply air bersih secara swadaya).
7) Pengembangan penampungan air hujan, dengan konsep Rain Water Harvesting.
(RWH) yaitu menampung air hujan untuk digunakan kembali (untuk domestik dan
pertanian) selalu terkendala dengan tempat atau wadah untuk menampung air
hujan tersebut. Faktor kecenderungan penduduk lebih menyukai menggunakan
air bersih dari sumber non-perpipaan perlu dipertimbangkan dalam investasi
prasarana air bersih.
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 23
Gambar 5.12. Peta Rencana Jaringan Air Minum BWP Sedayu
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 24
5.5. Rencana Pengembangan Jaringan Drainase
Jaringan drainase sangat di butuhkan untuk sebuah perkotaan, fungsi drainase
perkotaan adalah:
a. Mengeringkan bagian wilayah kota yang permukaan lahannya rendah dari genangan
sehingga tidak menimbulkan dampak negatif berupa kerusakan infrastruktur kota dan
harta benda milik masyarakat.
b. Mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya agar tidak
membanjiri/ menggenangi kota yang dapat merusak selain harta benda masyarakat
juga infrastruktur perkotaan.
c. Mengendalikan sebagian air permukaan akibat hujan yang dapat dimanfaatkan untuk
persediaan air dan kehidupan akuatik.
d. Meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.
Rencana Sistem Jaringan Drainase di BWP Sedayu meliputi:
1) Sistem Saluran Primer
Saluran primer adalah saluran yang menerima masukan aliran dari saluran-saluran
sekunder. Saluran primer relatif besar sebab letak saluran paling hilir. Aliran dari
saluran primer langsung dialirkan ke badan air.
2) Sistem Saluran Sekunder
Saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air dari saluran-saluran
tersier dan meneruskan aliran ke saluran primer.
3) Sistem Saluran Tersier
Saluran drainase yang menerima aliran air langsung dari saluran-saluran pembuangan
rumah-rumah. Umumnya saluran tersier ini adalah saluran kiri kanan jalan perumahan.
Tabel 5.2. Konsep Pengembangan Saluran Drainase BWP Sedayu
Saluran Drainase Alternatif Buangan
Primer Sungai
Sekunder Sungai
Tersier Saluran tersier di lingkungan
perumahan/permukiman Sumber: Analisis, 2014
Pengembangan sistem drainase adalah sebagai berikut:
a) Perbaikan/normalisasi jaringan yang telah ada secara berkala. Kegiatan ini diarahkan
pada zona yang memiliki kerawanan banjir dan genangan dengan mencantumkan
lokasinya.
b) Pembangunan saluran drainase baru. Pembangunan ini ditujukan pada lingkungan
yang belum memiliki saluran drainase. Pembangunan jaringan baru dilakukan
dengan memperhatikan aspek hidrologi dan aspek hidroulika.
c) Bagi penduduk yang terbiasa membuang air limbahnya ke saluran drainase atau
sungai, harus ditiadakan secara perlahan dengan memberikan penyuluhan terus
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 25
menerus mengenai adanya bibit penyakit yang dapat ditularkan melalui air sehingga
membahayakan kesehatan masyarakat. Disamping itu melalui penyuluhan
diharapkan penduduk yang belum memiliki tangki septik atau cubluk dapat
membangunnya untuk melengkapi jamban yang telah ada.
Gambar 5.13. Lay-out Umum dari Sistem Drainase Perkotaan
Konsep sistem jaringan drainase direncanakan dalam sistem kombinasi/ bercampur antara pembuangan air limbah yang On Site dan air hujan dalam satu saluran. Sebelum dibuang ke saluran, air limbah diolah melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terutama limbah dari rumah sakit, industri, dan limbah lain yang bisa mencemari lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan manusia.
Keterangan:
ST : Saluran Tersier SS : Saluran Sekunder SP : Saluran Primer : Septicktank
: Treatment
: Peresapan
: Aliran air
: Sungai
Gambar 5.14. Konsep Sistem Jaringan Drainase
Rumah Tangga
Perkantoran
Pasar & Perdagangan
ST Peresapan
ST Peresapan
ST Peresapan
ST Peresapan
Treatment SS
ST Peresapan
Septictank SS
Treatment SS
Septictank SS
Septictank SS
SP
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 26
Gambar 5.15. Peta Rencana Jaringan Drainase BWP Sedayu
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 27
5.6. Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah
Suatu kawasan memerlukan sistem air kotor/sanitasi yang memperhatikan aspek
lingkungan. Sistem sanitasi ini merupakan sarana untuk pembuangan air buangan
maupun limpasan air hujan. Dimana untuk perencanaan sanitasi harus
mempertimbangkan kondisi fisik dasar kawasan (topografi/kelerengan, keadaan tanah,
hidrologi, curah hujan). Perencanaan sanitasi idealnya harus merupakan sistem sanitasi
yang menyeluruh, artinya antara saluran harus terhubung dengan baik dan alirannya
dapat menuju ke saluran induk/primer.
Selain itu perlu dipertimbangkan dimensi saluran yang direncanakan karena
menyangkut kapasitas dalam menampung air buangan dan limpasan air hujan.
Tersedianya kawasan resapan air juga perlu diperhatikan sebagai salah satu tujuan aliran
selain menuju ke saluran induk. Untuk kawasan resapan air pada perumahan yang sudah
tidak memungkinkan untuk tersedianya kawasan resapan air dengan luasan yang besar,
dapat dilakukan dengan menyediakan sumur resapan di tiap rumah.
Pengelolaan air limbah di BWP Sedayu kedepan perlu perhatian serius,
khususnya pada kawasan perkotaan yang tumbuh pesat. Air limbah yang dimaksud
dalam hal ini adalah air limbah domestik berupa air kotor dari kamar mandi, dapur dan
cucian. Air limbah saat ini diperkirakan untuk kawasan perkotaan masuk ke sistem
drainase, sedangkan kawasan perdesaan masuk ke resapan di halaman atau pekarangan
rumah. Sistem pembuangan air limbah di BWP Sedayu masih bersifat mandiri, yaitu
hanya terdapat di permukiman masing-masing warga. Sehingga perlu direncanakan suatu
sistem jaringan air limbah. Pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit
pengolahan kotoran manusia/tinja dilakukan dengan menggunakan sistem setempat atau
sistem terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air/resapan air baku. Sistem
pembuangan air limbah setempat diperuntukkan bagi orang perseorangan/rumah tangga.
Sedangkan sistem pembuangan air limbah terpusat diperuntukkan bagi kawasan padat
penduduk dengan memperhatikan kondisi daya dukung lahan dan SPAM (Sistem
Penyediaan Air Minum) serta mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Air kotor dapat dibuang ke saluran drainase terdekat setelah melalui Bak
Pengendap (alat penyaring) dan sumur peresapan pada masing-masing rumah. Bak ini
diperlukan untuk menyaring bahan-bahan kotor dan padat yang terbawa air kotor. Debit
limbah air kotor keluarga diperhitungkan sebesar 85% dari kebutuhan air bersih di BWP
Sedayu.
Jumlah air kotor dihitung dengan rumus Qb = 85% x 80 liter/orang/hari; proyeksi
air kotor pada tahun 2035 untuk penduduk berjumlah 62.915 jiwa yaitu sebesar 85% x 80
liter/hari x 62.915 jiwa = 5.684.202 liter/hari.
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 28
Ketentuan sistem pembuangan air limbah di BWP Sedayu sebagai berikut:
1. Hasil pengolahan air limbah terpusat meliputi bentuk cairan dan padatan.
2. Kualitas hasil pengolahan air limbah yang berbentuk cairan wajib memperhatikan
standar baku mutu air buangan dan baku mutu sumber air baku yang mencakup
syarat fisik, kimia, dan bakteriologi sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
3. Hasil pengolahan air limbah yang berbentuk padatan dan sudah tidak dapat
dimanfaatkan kembali wajib diolah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sehingga tidak membahayakan manusia dan lingkungan.
4. Pemantauan kualitas dan kuantitas hasil pengolahan air limbah wajib dilakukan
secara rutin dan berkala sesuai dengan standar baku.
Pengelolaan limbah di BWP Sedayu di rencanakan secara komunal. Setiap
perumahan yang akan dibangun oleh pengembang diharapkan memiliki unit pengolahan
limbah secara komunal. Disamping itu, untuk mengatasi limbah yang dihasilkan dari
kegiatan home industry, sanitasi untuk rumah tangga dapat diarahkan untuk
dikembangkan pula Instalasi Pengolah Air Limbah ( IPAL). Selain itu perlu direncanakan
konsep pengelolaan air limbah khusus di sekitar kawasan industri Sedayu di Desa
Argodadi. Pembuangan limbah industri harus memenuhi syarat-syarat seperti yang
disebutkan dalam dokumen AMDAL.
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 29
Gambar 5.16. Peta Rencana Penanganan Air Limbah BWP Sedayu
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 30
5.7. Rencana Pengembangan Jaringan Prasarana Lainnya
Prasarana persampahan di BWP Sedayu memerlukan perhatian yang cukup
besar mengingat jumlah sampah yang akan terus meningkat seiring dengan
bertambahnya jumlah penduduk dan saat ini juga merupakan masalah utama di
perkotaan. Selain pengangkutan dan pengelolaan sampah, penyediaan lokasi
pembuangan sampah merupakan kebutuhan bagi penduduk BWP Sedayu. Sedangkan
produksi sampah yang dihasilkan dari aktivitas lainnya mempunyai standar yang berbeda,
yaitu:
Standar buangan sampah: 2,5 – 3 l/j/hari.
Kebutuhan tempat sampah disediakan setiap 200 m pada jalur pedestrian pada jalan-
jalan protokol, dengan kapasitas 50 l/tempat sampah. Pada tempat-tempat keramaian
umum disediakan setiap 100 m.
Gerobak sampah disediakan untuk melayani setiap 200 KK dengan kapasitas 1m3.
Transfer depo atau Tempat Pembuangan Sementara (TPS) disediakan untuk melayani
setiap 400 – 4.000 KK dengan luas TPS antara 25 – 200 m2 atau transfer depo
dengan kapasitas 10 m3.
Dump Truk atau truk sampah disediakan untuk melayani 700 KK dengan kapasitas 6
m3 dan 1000 KK dengan kapasitas 8 m3.
Arm Roll Truck + container disediakan untuk setiap 1000 KK dengan kapasitas 8 m3.
Frekuensi pengangkutan dilakukan 2 – 6 rit/hari.
TPA disediakan untuk setiap 100.000 penduduk dengan perlengkapan peralatan berat
mencakup: buldozer, wheet loader dan excavator.
Pengangkatan dan penanganan sampah RS dilakukan secara terpisah.
Proses perencanaan prasarana pengelolaan sampah pada dasarnya bertujuan
untuk menghilangkan atau mengurangi dampak sampah terhadap lingkungan sehingga
pencemaran lingkungan dapat dihindari. Tindakan dalam perencanaannya adalah
membersihkan suatu lingkungan wilayah (kota) dari sampah dengan cara
memindahkannya ke suatu tempat yang aman terhadap gangguan lingkungan.
Tingkat pelayanan kawasan didasarkan pada kepadatan penduduk, dengan
kualifikasi sebagai berikut:
1) Kepadatan penduduk > 100 jiwa/ha, dilayani dengan system terpusat, dengan
prioritas kawasan yang telah ada pelayanan.
2) Kepadatan penduduk 50 – 100 jiwa/ha, dilayani dengan system terpusat bila
terdapat potensi ekonomi dan kemungkinan pembayaran retribusi, sedangkan bila
tidak memiliki potensi maka dibiarkan dengan sistem setempat.
3) Kepadatan penduduk < 50 jiwa/ha akan dilayani dengan sistem setempat. Karena
sampai akhir tahun perencanaan kepadatan penduduk masih rendah, maka
pendekatan untuk penanganan diarahkan dengan pelayanan setempat.
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 31
Gambar 5.17. Diagram Proses Penanganan Sampah secara Off Site
BWP Sedayu seperti wilayah lain di Kabupaten Bantul juga mempunyai potensi
terjadinya bencana. Ancaman bencana tersebut terutama adalah:
a. Adanya rawan longsor di pinggiran Sungai Progo dan Koteng yang disebabkan karena
adanya pengikisan tanah oleh sungai, daerah yang terkena pengikisan ini adalah
Dusun Demangan.
b. Rawan terhadap bencana gempa bumi, daerah yang mengalami bencana gempa
paling parah di Kecamatan Sedayu tahun 2006 adalah Dusun Sungapan dan Dusun
Senowo (dalam jalur sesar Opak dan Progo).
Tingkat bahaya gempa bumi di BWP Sedayu dapat dikategorikan atas tingkat
bahaya sedang hingga bahaya rendah. Tingkat bahaya sedang terutama berada di
wilayah Desa Argomulyo dan Argodadi, seperti terlihat pada Tabel 5.3; sedangkan
rencana mitigasi bencana BWP Sedayu dapat dilihat pada Gambar 5.19.
Tabel 5.3. Tingkat Bahaya Gempa di BWP Sedayu
No Desa Tingkat Bahaya Luasan (Km²) %
1
Argodadi
Bahaya Sedang 5,09 14.81
Bahaya Rendah 6,44 18.74
2
Argorejo
Bahaya Sedang 4,62 13.44
Bahaya Rendah 3,35 9.76
3
Argosari
Bahaya Sedang 0,88 2.56
Bahaya Rendah 4,55 13.24
4
Argomulyo
Bahaya Sedang 9,43 27.45
Bahaya Rendah - -
Jumlah 34,36 100 Sumber: Analisis Data RTRW Kabupaten Bantul, 2014
Rumah Tangga
Perkantoran
Pasar & Perdagangan
Tong/ bak
sampah
Gerobak sampah
1 m3
Truk sampah
6 m3; 8 m3
Transfer Depo
10 m3 (TPS)
TPS
25 – 200 m2
TPA
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 32
Gambar 5.18. Peta Rencana Sarana Persampahan BWP Sedayu
Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayu | 5 - 33
Gambar 5.19. Peta Rencana Mitigasi Bencana BWP Sedayu