dharmawangsa.ac.iddharmawangsa.ac.id/public/upload/Edisi 50 Oktober 2016.docx  · Web...

302
1 PERBANDINGAN STANDAR – STANDAR OPERASIONAL PERBANKAN SYARI’AH DAN PENERAPANNYA DI NEGARA INDONESIA Oleh : Lukman Hakim Siregar Abstrak Dunia perbankan syari’ah di Indonesia dalam praktiknya menerapkan tiga standar sekaligus dalam kegiatan operasionalnya, standar tersebut ialah: Standar AAOIFI, PSAK Syari’ah dan standar IFRS. Standar AAOIFI berguna untuk penyeragaman ketentuan dan aturan seperti pengukuran, pengakuan dan pelaporan dalam produk yang dikeluarkan oleh perbankan yang bersangkutan khususnya bila berkaitan dengan institusi keuangan dan perbankan Islam di luar negeri. Kata Kunci : IFRS, PSAK Syari'ah, Standar AAOIFI Pendahuluan Keuangan Islam telah mengalami pertumbuhan yang pesat dalam empat dekade terakhir. Aset yang dikelola oleh institusi keuangan Islam diperkirakan mencapai US $ 1 triliun pada 2011 (Yaacob, 2012) dan US $ 1,6 triliun pada tahun 2012 (Global Islamic Finance, 2012, p.1 dalam Yaacob, 2012) pada 2014 dari 1,8 triliun dolar AS Aset keuangan Islam diprediksi akan meningkat hampir dua kali lipat menjadi 3,2 triliun dolar AS pada 2020. Ini tak lepas dari kontribusi pertumbuhan keuangan Islam di berbagai belahan bumi.Dalam laporan ICD Thomson Reuters Islamic Finance

Transcript of dharmawangsa.ac.iddharmawangsa.ac.id/public/upload/Edisi 50 Oktober 2016.docx  · Web...

1

PERBANDINGAN STANDAR – STANDAR OPERASIONAL PERBANKAN SYARI’AH DAN

PENERAPANNYADI NEGARA INDONESIA

Oleh : Lukman Hakim Siregar

Abstrak

Dunia perbankan syari’ah di Indonesia dalam praktiknya menerapkan tiga standar sekaligus dalam kegiatan operasionalnya, standar tersebut ialah: Standar AAOIFI, PSAK Syari’ah dan standar IFRS. Standar AAOIFI berguna untuk penyeragaman ketentuan dan aturan seperti pengukuran, pengakuan dan pelaporan dalam produk yang dikeluarkan oleh perbankan yang bersangkutan khususnya bila berkaitan dengan institusi keuangan dan perbankan Islam di luar negeri.

Kata Kunci : IFRS, PSAK Syari'ah, Standar AAOIFI

PendahuluanKeuangan Islam telah mengalami pertumbuhan

yang pesat dalam empat dekade terakhir. Aset yang dikelola oleh institusi keuangan Islam diperkirakan mencapai US $ 1 triliun pada 2011 (Yaacob, 2012) dan US $ 1,6 triliun pada tahun 2012 (Global Islamic Finance, 2012, p.1 dalam Yaacob, 2012) pada 2014 dari 1,8 triliun dolar AS Aset keuangan Islam diprediksi akan meningkat hampir dua kali lipat menjadi 3,2 triliun dolar AS pada 2020. Ini tak lepas dari kontribusi pertumbuhan keuangan Islam di berbagai belahan bumi.Dalam laporan ICD Thomson Reuters Islamic Finance Development Indicator yang akan diluncurkan dalam Konferensi Perbankan Islam Dunia 2015 (WIBC) awal Desember peningkatan aset keuangan Islam disebut karena perkembangan keuangan Islam yang kian menarik. Negara-negara non Muslim bahkan tak ragu

2

menggunakan instrumen keuangan Islam (Republica.co.id :19 Nov 2015)

Trade Arabia, melansir, laporan yang dibuat Thomson Reuters bersama Institut Riset dan Pelatihan Islam (IRTI) milik Bank Pembangunan Islam (IDB) ini juga menyoroti perkembangan keuangan Islam di Kawasan Amerika Utara. Kanada yang dikenal sebagai negara dengan sistem perbankan paling efisien dan aman bahkan tak malu-malu menunjukkan ambisi menjadi pusat keuangan Islam di Kawasan Amerika. Meski populasi di sana tak sebanyak di negara kompetitor utamanya,AS.

Negara kaya minyak di Asia Tengah, Kazakhstan juga mendiversifikasi pencarian sumber dananya menggunakan instrumen keuangan Islam. Ini tak lepas dari dampak merosotnya harga minyak sejak pertengahan 2014. Kazakhstan bahkan mengambil langkah besar dengan mengamandemen sejumlah peraturan untuk memfasilitasi keuangan Islam. Peta jalan keuangan syariah hingga 2020 juga sudah disiapkan regulator negeri bekas Uni Soviet ini. Dengan satu-satunya bank syari’ah beraset 75 juta dolar AS, Kazakhstan berharap bisa menaikkan pangsa pasar perbankan Islam di sana menjadi lima persen. Sudan belakangan juga sudah memiliki 34 bank Islam dan 16 penyedia jasa takaful di bawah sistem keuangan Islam penuh. Meski pun, persebaran lembaga keuangan Islam masih tersentral di ibu kota. Dengan pangsa pasar lima persen, lembaga keuangan mikro syariah berperan penting menjangkau masyarakat pelosok.

Indonesia, dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia juga menunjukkan perkembangan yang memperlihatkan tren yang cukup baik dari tahun ke tahun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan per Juni 2015 industri perbankan syariah memiliki total aset sebesar Rp. 273.494 Triliun dengan pangsa pasar 4,61%. terdiri dari 12 bank umum syariah, 22 Unit Usaha Syariah yang dimiliki oleh Bank Umum Konvensional dan 162 BPRS. Memasuki dekade ketiga dalam perkembangan

3

industri keuangan syariah, ditahun 2015 Indonesia disebut menempati peringkat ketiga di dunia. Peringkat tersebut berdasarkan jumlah kelembagaan terbanyak dari lembaga keuangan syariah. Indonesia menempati peringkat ketiga dunia dari jumlah kelembagaan, dan total aset peringkat sembilan dunia, dengan aset sebesar USD35,63 miliar atau pangsa pasar dunia 2,1 persen. (Chamid Riyadi : mirajnews.com)

Perbankan syari’ah di Indonesia semakin membaik ketika memasuki tahun 2013, statistik Bank Indonesia menunjukkan bahwa asset Perbankan Syariah sudah mencapai Rp 179 Triliun atau 4,4% dari asset perbankan nasional. Sementara, DPK (Dana Pihak Ketiga) mencapai Rp 137 Triliun. Suatu hal yang luar biasa adalah, total pembiayaan yang disalurkan perbankan syari’ah sebesar Rp 139 Triliun melebihi jumlah DPK. Ini berarti FDR (Financing to Deposit Ratio) perbankan syari’ah di atas 100%. Data ini menunjukkan bahwa fungsi intermediasi perbankan syari’ah untuk menggerakkan perekonomian sangatlah besar (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah).

Negara-negara yang tergabung di Uni Eropa, termasuk Inggris, menggunakan International Accounting Standard (IAS) dan International Accounting Standard Board (IASB). Indonesia yang berkiblat ke Belanda, belakangan menggunakan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Mula-mula PSAK IAI berkiblat ke AS, dan mulai 2012 beralih ke IFRS yang juga merupakan produk AS.

1. IFRSSektor bisnis dituntut untuk mempersiapkan diri

dalam mengadopsi IFRS yang telah diterapkan pada tahun 2012. IAS dan IFRS merupakan standar akuntansi dan pelaporan keuangan yang merupakan produk IASC dan IASB. IFRS adalah produk IASB versi baru sedangkan IAS adalah produk IASC versi lama. Manfaat dari penerapan IFRS secara umum diantaranya adalah : 

4

1. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secarainternasional (enhance comparability)

2. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi. 

3. Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global. 

4. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan. 5. Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan cara,

mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management. (http://nawi20208019.blogspot.com/)

Dampak penerapan IFRS di Indonesia dalam bisnis.Berbagai dampak dapat terjadi dengan adanya

penerapan IFRS ini, sehingga IFRS juga menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap dunia bisnis. Berikut ini adalah berbagai dampak dalam penerapan IFRS : 1. Akses ke pendanaan internasional akan lebih terbuka

karena laporan keuangan akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global. 

2. Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar. 

3. Kinerja keuangan (laporan laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif. 

4. Smoothing income menjadi semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value 

5. Principle-based standards mungkin menyebabkan keter-bandingan laporan keuangan sedikit menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan kepentingan untuk mengatur laba (earning management). 

6. Penggunaan off balance sheet semakin terbatas. 

Dampak positif penerapan IFRS di IndonesiaMeskipun masih muncul pro dan kontra,

sesungguhnya penerapan IFRS ini akan berdampak positif. Bagi para emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), dengan menggunakan standar pelaporan internasional

5

itu, para stakeholder akan lebih mudah untuk mengambil keputusan. Pertama, laporan keuangan Perusahaan akan semakin mudah dipahami lantaran meng-ungkapkan detail informasi secara jelas dan transparan.

Kedua, dengan adanya transparansi tingkat akuntabilitas dan kepercayaan kepada manajemen akan meningkat. Ketiga, laporan keuangan yang disampaikan perusahaan mencerminkan nilai wajarnya. Di tengah interaksi pelaku ekonomi global yang nyaris tanpa batas, penerapan IFRS juga akan memperbanyak peluang kepada paraemiten untuk menarik investor global. Dengan standar akuntansi yang sama, investor asing tentunya akan lebih mudah untukmembandingkan perusahaan di Indonesia dengan perusahaan sejenis di belahan dunia lain.

Dampak negatif penerapan IFRS di Indonesia Seperti yang diketahui perekonomian Indonesia

adalah berasaskan kekeluargaan. Akan tetapi semakin ke depan perekonomian Indonesia akan mengarah pada Kapitalis. Tidak bisa dipungkiri lagi kebudayaan negara barat (negara kapital) dapat mempengaruhi seluruh pola hidup dan pola pikir masyarakat Indonesia dari kehidupan sehari-hari hingga permasalahan ekonomi.

Dalam pasal 33 ayat 1 UUD 1945 secara jelas nampak bahwa Indonesia menjadikan asas kekeluargaan sebagai pondasi dasar perekonomiannya, begitu pula dalam pasal 33 ayat 2 dan ayat 3. Akan tetapi dengan kemunculan IFRS tersebut dapat menyebabkan publik menginginkan keterbukaan yang amat sangat di dalam dunia investasi. Terutama keterbukaan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Hal tersebut tentu berseberangan dengan UUD 1945 pasal 33. Terlebih lagi dengan adanya Undang-Undang Penanaman modal di tahun 2007 lalu maka semakin terlihat jelas bahwa ada indikasi untuk mengalihkan tanggung jawab pemerintah ke penguasa modal (kapitalis).

6

Hubungannya dengan IFRS adalah, keseragaman global menjadikan masyarakat mudah berburuk sangka bahwa pemegang kebijakan akuntansi di Indonesia adalah kapitalisme dan mengesampingkan asas perekonomian Indonesia yang terlihat jelas di Undang-Undang Dasar. Sehingga pada akhirnya akan memunculkan indikasi miring bahwa Indonesia semakin dekat dengan sistem kapitalisme dan memudahkan investor asing untuk mengeruk kekayaan di Indonesia.

Dampak penerapan IFRS bagi perusahaan sangat beragam tergantung jenis industri, jenis transaksi, elemen laporan keuangan yang dimiliki, dan juga pilihan kebijakan akuntansi. Adanya perubahan besar sampai harus melakukan perubahan sistem operasi dan bisnis perusahaan, namun ada juga perubahan tersebut hanya terkait dengan prosedur akuntansi. Perusahaan perbankan, termasuk yang memiliki dampak perubahan cukup banyak. Tetapi di balik semua perubahan dan dampak yang mungkin terjadi, tidak dapat dipungkiri dengan adanya IFRS maka dapat memajukan perekonomian global di Indonesia sehingga mampu bersaing dengan dunia luar. 

2. Psak Syari’ah Akuntansi Perbankan Syariah di Indonesia

berpedoman terhadap PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 yang diadopsi dari AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) lembaga regulasi keuangan Islam internasional yang berkedudukan di Abu Dhabi, UEA. AAOIFI telah mengeluarkan Standar Akuntansi dan Auditing untuk lembaga keuangan Islam sejak tahun 1998. PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 merupakan pernyataan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mengenai Akuntansi Perbankan Syari’ah. Standar ini banyak merujuk pada AAOIFI. Produk DSAK – IAI ini perlu diacungi jempol dan merupakan awal dari pengakuan dan eksistensi Akuntansi

7

Syariah di Indonesia. PSAK ini disahkan tgl 1 Mei 2002, berlaku mulai 1 Januari 2003 atau pembukuan yang berakhir tahun 2003.

Berdasarkan pernyataan yang dikutip dari SAK Mei 2002, menjelaskan tentang: “PSAK No.59 adalah awal lahirnya standar mengenai akuntansi syariah. PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah telah disahkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) pada tanggal 1 Mei 2002. Walaupun PSAK 59 sudah tidak berlaku lagi, namun inilah tonggak dari keperluan kita akan akuntansi syariah”.Adapun inti dari PSAK 59 yaitu pernyataan ini bertujuan untuk mengatur perlakuan akuntansi (pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan) transaksi khusus yang berkaitan dengan aktivitas bank syariah. Ruang lingkup dalam pernyataan ini diterapkan untuk bank umum syariah, bank perkreditan rakyat syariah, dan kantor cabang syariah bank konvensional yang beroperasi di Indonesia.

Hal-hal umum yang tidak diatur dalam pernyataan ini mengacu pada PSAK yang lain dan/atau prinsip akuntansi yang berlaku umum sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Pernyataan ini bukan merupakan pengaturan penyajian laporan keuangan sesuai permintaan khusus (statutory) pemerintah, lembaga pengawas independen, dan bank sentral (Bank Indonesia). Laporan keuangan bank syariah yang lengkap terdiri atas beberapa komponen yaitu neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan dana investasi terikat, laporan sumber dan penggunaan dana zakat, infak, dan shadaqah, laporan sumber dan penggunaan dana qardhul hasan, dan catatan atas laporan keuangan.

Pernyataan ini berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang mencakup periode laporan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2003. Penerapan lebih dini dianjurkan. Setelah 10 tahun perbankan Indonesia tidak mempunyai standar akuntansi syariah, akhirnya pada 1 Mei 2002, disahkanlah PSAK 59

8

tentang Akuntansi Perbankan Syariah. Masa berlaku PSAK 59 ini terbilang lama, dan belum ada revisi dalam kurun waktu tersebut.

PSAK ini hanya berlaku selama 5 tahun dan akhirnya dibentuklah standar khusus akuntansi syariah. Ada beberapa alasan mengapa PSAK 59 ini dicabut, yaitu: 1) PSAK 59 ini dianggap tidak dapat mengakomodir perkembangan akuntansi syariah yang semakin pesat, 2) Akuntansi syariah bukan hanya terbatas terhadap penyajian laporan keuanganan saja, tetapi sangatlah luas, meliputi beberapa hukum syariah. 3) Perbankan syariah sudah tumbuh dan sangat berkembang pesat, sehingga dibutuhkan suatu standar yang lebih baik. 4) Dibutuhkan suatu standar khusus mengenai perbankan syariah, walaupun standar tersebut masih merupakan bagian dari SAK. 5) Pengkhususan standar akuntansi khusus syariah merupakan langkah serius dalam mengembangkan perekonomian di Indonesia, khususnya perbankan syariah. 60 Dengan adanya standar khusus syariah, diharapkan dapat menarik minat investor untuk menanamkan.

Keberadaan PSAK Syariah yang baik akan mendorong terciptanya sistem akuntansi yang baik pula, sehingga akan tersedia informasi yang dapat dipercaya. peran keberadaan PSAK Syariah yang matang, berimbas pada perkembangan Lembaga Keuangan Syariah. Hingga saat ini Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) telah menerbitkan 9 (sembilan) PSAK Syariah yaitu: penyajian laporan keuangan syariah, akuntansi murabahah, akuntansi salam, akuntansi istishna, akuntansi mudharabah, akuntansi musyarakah, akuntansi ijarah, asuransi syariah, dan akuntansi, zakat, infak & sedekah (belum di terbitkan namun sudah disahkan).

Kerangka dasar ini menyajikan konsep yang mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan bagi para penggunanya. Tujuan kerangka dasar ini adalah untuk digunakan sebagai acuan bagi: 1) Penyusun standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan

9

tugasnya; 2) Penyusun laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah; 3) Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum; dan 4) Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standar akuntansi keuangan syariah.

3. AAOIFIAdalah suatu badan otonom islam internasional

nirlaba yang menyediakan standard accounting, auditing, governance serta syariah bagi lembaga keuangan islam. AAOIFI dibentuk berdasarkan kesepakatan yang ditanda tangani oleh lembaga-lembaga keuangan islam (Islamic financial institution) pada 1 Safar 1410 H (26 Februari 1990) di Aljazair dan terdaftar pada Negara Bahrain tanggal 11 Ramadhan 1411 H (27 Maret 1991). Lembaga ini bertanggung jawab untuk menyusun dan menerbitkan standar internasional, AAOIFI telah menerbitkan 68 standar yang terdiri dari: 25 standar akuntansi, 5 standar auditing, 5 standar governance (termasuk supervisi syari’ah), 2 kode etik dan 30 standar syari’ah (aturan pengaplikasian syari’ah. AAOIFI juga mengembangkan standar baru dan mereview standar yang ada. Mengembangkan accounting, auditing, governance serta etika yang berkaitan dengan kegiatan lembaga keuangan islam dengan mempertimbangkan praktik dan standar internasional yang sesuai dengan hukum-hukum syariah.a) Menyebarluaskan accounting, auditing, governance

serta etika yang berkaitan dengan kegiatan lembaga keuangan islam serta praktik-praktiknya melalui pelatihan/seminar, publikasi berkala, penyiapan laporan serta sarana lainnya.

b) Harmonisasi kebijakan accounting dan prosedur yang diadopsi oleh lembaga-lembaga keuangan islam melalui penyiapan dan penerbitan standard yang

10

diinterprestasikan secara sama oleh lembaga-lembaga tersebut.

c) Meningkatkan kualitas dan uniformitas terhadap praktik-praktik auditing dan governance berkaitan denga kegiatan lembaga keuangan islam melalui penyiapan dan penerbitan standard auditing dan governance yang diiterprestasikan secara sama oleh lembaga lembaga tersebut.

d) Meningkatkan praktik-praktik etika yang baik terkait dengan lembaga-lembaga keuangan islam melalui penyiapan dan penerbitan ‘code of ethic’ bagi institusi-institusi tersebut.

e) Mengusahakan kesamaan dan kesesuaian - sejauh mungkin- terhadap konsep dan aplikasi diantara badan badan “Supervisor Syariah” pada lembaga keuangan syariah untuk menghindari kontradiksi dan inkonsistensi antara fatwa dan pelaksanaan oleh lembaga-lembaga dengan suatu harapan agar badan badan “Supervisor Syariah” dari lembaga –lembaga keuangan syariah serta sentral bank lebih berperan aktif melalui penyiapan, penerbitan dan interprestasi terhadap standard-standard serta hukum-hukum syariah untuk investasi (investment), pembiayaan (financing) serta asuransi.

f) Melakukan pendekatan kepada badan-badan pembuat kebijakan/keputusan, lembaga-lembaga keuangan islam, serta lembaga keuangan lainnya yang menawarkan jasa-jasa keuangan islam, firma-firma accounting dan auditing untuk mengimplementasikan standar sesuai denga pedoman dan standar yang diterbitkan oleh AAOIFI.

PembahasanPada bagian pembahasan ini, berikut akan

dijelaskan hubungan yang saling terkait antara berbagai standar yang berkaitan langsung dengan kondisi ekonomi Indonesia khususnya pada dunia perbankan syari’ah.1. Perbandingan Antara AAOIFI dan IFRS

11

www.aaoifi.com

Munculnya standar yang dikeluarkan oleh AAOIFI bukan tanpa alasan, hal ini dapat dilihat dari beberapa hal sebagai berikut :a) Standar IASB (IFRS) tidak bisa digunakan semua untuk

institusi keuangan Islam. Dalam beberapa kasus, IFRS sesuai dengan isu kepatuhan syari’ah namun di beberapa hal lainnya tidak memenuhi karakteristik dari sektor keuangan dan perbankan Islam. Maka dari itu, standar AAOIFI diterbitkan untuk mengatasai kendala tersebut.

b) Standar AAOIFI diterbitkan untuk kegiatan perbankan dan keuangan Islam yang tidak terdapat dalam IFRS.

c) Standar IASB/IFRS dapat diadopsi oleh industri keuangan syari’ah. Beberapa standar dari IFRS dapat diadopsi sepanjang ia tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah sehingga dalam hal ini AAOIFI tidak mengeluarkan standar yang serupa.

Berhubungan dengan ketiga poin di atas, sesungguhnya masih banyak sebab lainnya. Sektor perbankan dan keuangan Islam bukan berdasarkan atas kapitalis sebagaimana yang terdapat dalam IFRS. Di saat akuntansi konvensional meng-gunakan decision usefulness framework, akuntansi Islam menggunakan akuntabilitas berdasarkan shari’a compliance framework yang “menentukan hak dan kewajiban bagi seluruh pihak, termasuk hak dan kewajiban atas transaksi yang belum selesai dan peristiwa lainnya yang sesuai dengan prinsip syari’ah serta konsep keadilan, kederwamanan dan kepatuhan atas nilai-nilai bisnis Islami” (AAOIFI,SFA 1).

Alasan selanjutnya ialah perbedaan standar yang fungsi dan kontrak yang digunakan oleh institusi keuangan Islam berbeda dengan bank konvensional. Kita semua tahu bahwa tujuan inti dari perbankan modern

12

adalah untuk memobilisasi dana simpanan dan pengucuran pinjaman berlandaskan bunga. Bank Islam tidak dapat menerima atau membayar bungan yang bertentangan dengan hukum Islam atau syari’ah dan ada beberapa kontrak yang diperbolehkan Islam untuk memperoleh keuntungan.

Menurut Khairul Nizam, Direktur Pengembangan Teknis AAOIFI, “telah jelas bahwa terdapat pemisah dan perbedaan dan itu akan terus ada diantara kedua standar ini. Pemisah dan perbedaan merupakan hal yang alami yang juga membedakan tujuan dari IASB dan AAOIFI, AAOIFI memiliki peran untuk mengembangkan standar dimana IFRS tidak memasukkan sektor perbankan Islam dan isu kepatuhan syari’ah dalam standar yang mereka buat. Sepanjang, masih terdapat perbedaan ekonomi, legal dan sosial diantara perbankan Islam dan konvensional disitu juga akan terdapat perbedaan dalam standar yang diterbitkan”.

Pertanyaannya sekarang adalah, akankah IASB mentolerir perbedaan tersebut atau bahkan malah memaksa “pihak lain” untuk ikut dengan “mereka”?

Tujuan untuk membuat pelaporan yang jujur dan benar, dipegang teguh oleh konsep Islam sebagaimana akuntansi konvensional menerapkannya. Sehingga, konsep kebenaran dan kejujuran sudah sesuai dengan konsep syari’ah pada sektor keuangan Islam. Ketika tujuan sebenarnya dari standar akuntansi dibandingkan dan konsisten serta meningkatkan kegunaan pagi para user, standar akuntansi khususnya IFRS rupanya berkembang menjadi dominasi atas “kebenaran” dan “kejujuran” dan mendesak bahwa hanya boleh menerapkan IFRS – dan hal ini menunjukkan definisi monopoli tadi.

Banyak orang yang percaya bahwa kebenaran berdasarkan atas bukti, logis dan juga inspirasi serta wahyu, bukan oleh komite atau public hearing. Hal tersebut mungkin bermula dari tradisi Kristen untuk memiliki semacam “dewan” untuk menentukan dogma

13

ketuhanan sebagai penentangan terhadap tulisan dan interpretasi yang muncul di masyarakat. Shahul Hameed dalam disertasinya menyatakan, bahwa pernyataan yang mengatakan hanya IFRS lah cara sebenarnya yang benar dan seluruh dunia wajib mengikutinya, telah disebutkan dalam Al-Qur’an “Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah senang sampai kalian mengikuti jalan mereka”

2. AAOIFI dan PSAK Syari’ahPSAK Syari’ah yang ada saat ini merupakan

pengembangan lebih lanjut atas PSAK No. 59 yang mengatur tentang Akuntansi Perbankan Syari’ah karena dirasa kurang cukup memenuhi perkembangan produk perbankan syari’ah yang semakin banyak bentuknya. PSAK No 59 ini pada awalnya terbentuk berdasarkan standar yang diterbitkan oleh AAOIFI yang khusus mengatur tentang standar akuntansi dan auditing bagi institusi keuangan Islam.

PSAK No 59 yang menjadi tonggak awal munculnya PSAK Syari’ah berikutnya juga berawal dari Fatwa yang telah diterbitkan oleh DSN MUI terkait dengan Transaksi dalam Perbankan Syari’ah, tercatat hingga saat ini sudah 84 fatwa yang dikeluarkan DSN MUI terkait Lembaga Keuangan Syari’ah. Maka, dari fatwa-fatwa DSN dan standar AAOIFI tadi lah PSAK No 59 terbentuk sehingga menjadi pedoman awal perbankan syari’ah dalam menjalani kegiatannya. Namun, sejak 1992-2002 atau 10 tahun Bank (Entitas) Syariah tidak memiliki PSAK khusus yang ada hanyalah PSAK No 59 tadi.

Kemunculan PSAK No 59 sebagai produk DSAK – IAI perlu diacungi jempol dan merupakan awal dari pengakuan dan eksistensi Akuntansi Syariah di Indonesia. PSAK ini disahkan tgl 1 Mei 2002, berlaku mulai 1 Januari 2003 atau pembukuan yang berakhir tahun 2003. Berlaku hanya dalam tempo 5 tahun. Standar AAOIFI menjadi rujukan utama dalam pembentukan PSAK Syari’ah yang ada saat ini karena lembaga tersebut menyediakan standar yang tidak diatur dalam IFRS sehingga dapat

14

membuat aktifitas perbankan syari’ah berjalan lancar. Adapun PSAK Syari’ah yang telah dikeluarkan oleh IAI ialah :a. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan

Keuangan Syariahb. PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariahc. PSAK 102: Akuntansi Murabahahd. PSAK 103: Akuntansi Salame. PSAK 104: Akuntansi Istishna’f. PSAK 105: Akuntansi Mudharabahg. PSAK 106: Akuntansi Musyarakahh. PSAK 107: Akuntansi Ijarahi. PSAK 108: Akuntansi Penyelesaian Utang Murabahah

Bermasalahj. PSAK 109: Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekahk. PSAK 110: Akuntansi Hawalahl. PSAK 111: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah

PSAK 101-106 disahkan tangal 27 Juni 2007 dan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2008 atau pembukuan tahun yang berakhir tahun 2008. PSAK 59 vs PSAK 101-106. Ada beberapa perbedaan antara PSAK No 59 dan PSAK 101-106 yaitu :

PSAK 59 (khusus perbankan syariah)

PSAK 101-106 (entitas syariah & non-syariah)

Pendahuluan: - Tujuan - Ruang Lingkup

Kerangka Dasar Penyusunan Pelaporan Lap Keuangan Syariah

Pengakuan/Pengukuran PSAK 101 Penyajian Lap Keu Syariah

Mudh, Musy, Murab, salam, istishna, ijarah, wadiah, qardh, sharf

PSAK 102 Ak Murabahah

Penyajian LK PSAK 103 Akuntansi SalamNeraca, L/R, AK, Dana Inv Terikat, ZIS, Lap Qard

PSAK 104 Akuntansi Istishna

Pengungkapan LK PSAK 105 Ak MudharabahPSAK 106 Ak Musyarakah

15

Hanya untuk entitas bank syariah (Umum, BPRS)

Berlaku untuk entitas syariah & konvensional

Tujuan LK tidak ada dalam PSAK 59

Ada 4 Tujuan LK (shariah compliance, accountability on fund, profitability, Fungsi Sosial)

Tidak ada metode Pengukuran yang diatur

Dikenal 3 metode pengukuran (historis, current value, Ne realizable value)

Tidak mengatur pihak terkait dengan entitas syariah

Mengatur pihak terkait dengan entitas syariah

3. Penerapan pada Perbankan Syari’ahDalam praktiknya, perbankan syari’ah

menggunakan semua standar tersebut dalam kegiatan operasionalnya. Bila diteliti lebih lanjut, maka akan dapat ditemukan beberapa poin yang menarik dari penerapan ketiga standar yang ada saat ini yaitu :1) Standar AAOIFI;

Standar AAOIFI ini sebenarnya telah diadopsi oleh IAI khususnya DSAK IAI dan sudah diterbitkan dalam PSAK 101-111, namun dalam beberapa kasus dimana fakta di lapangan belum diatur dalam PSAK yang ada maka perbankan syari’ah bisa mengadopsi standar AAOIFI dengan syarat berkonsultasi dahulu dengan pihak Dewan Syari’ah Nasional MUI sebagai lembaga yang berwenang memberi fatwa atas kegiatan transaksi yang belum diatur dalam PSAK.

2) PSAK Syari’ahPSAK Syari’ah yang ada saat ini diterapkan sebagai pedoman perbankan syari’ah dalam membuat laporan keuangan dan menentukan tindakan atas berbagai aktifitas yang berkaitan dengan produk & jasa perbankan syari’ah sehingga bisa dilihat sharia

16

compliance nya dan menjadi pertimbangan tersendiri bagi para stakeholders

3) Standar IFRSUntuk standar ini, sebenarnya perbankan syari’ah juga telah menerapkannya. Menerapkan dalam kaitannya dengan standar yang tidak bertentangan dengan nilai dan prinsip syari’ah. Namun, patut digaris bawahi bahwa untuk kaitannya dengan pihak di luar negeri seperti stakeholders, standar AAOIFI sebenarnya sudah cukup karena standar tersebut sudah diterapkan dan berlaku global bagi semua institusi keuangan Islam.

Ketiga standar tersebut menjadi standar yang mau tidak mau, suka tidak suka harus diterapkan oleh dunia perbankan syari’ah yang saat ini sedang berkembang begitu pesatnya. Penerapan atas ketiga standar tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat kepercayaan stakeholders (nasabah, pegawai, masyarakat, akademisi, pemerintah, investor, dll) dalam kepentingannya dengan perbankan tersebut. Namun, perbankan syari’ah juga harus ingat bahwa penerapan standar tersebut tidak hanya semata-mata menjaga kepercayaan terhadap manusia tapi juga untuk berperilaku jujur dan transparan langsung terhadap Sang Maha Pencipta, Allah subhanahu wata’aala.

Penutup PSAK syari’ah berguna sebagai pedoman bank

syari’ah dalam melaksanakan kegiatannya di dalam negeri, PSAK ini juga berfungsi sebagai standar dalam menjaga kepercayaan stakeholder terhadap mereka yang dibuktikan dengan sharia compliance. Dan yang terakhir, Standar IFRS, standar ini sebenarnya berfungsi untuk menyeragamkan pengukuran, pengakuan dan pelaporan entitas keuangan di seluruh dunia. Namun, karena tidak semua standar yang ada mengatur khusus tentang perbankan syari’ah maka standar AAOIFI lah yang menjadi pedoman utama bagi institusi keungan dan

17

perbankan syari’ah di Indonesia dalam hubungannya dengan bank maupun stakeholder di luar negeri. Benang merah yang dapat kita tarik adalah, bahwa standar yang digunakan oleh perbankan syari’ah sebagian besar mengikuti standar AAOIFI yang diadopsi ke dalam PSAK Syari’ah namun dalam kaitannya dengan standar IFRS juga diterapkan selama tidak bertentangan dengan prinsip dan nilai-nilai syari’ah.

Daftar Pustaka

Bank Indonesia, 2012, “Outlook Perbankan Syari’ah 2013”, Desember, Jakarta.

Ibrahim, Shahul Hameed Mohamed, “IFRS vs AAOIFI: The Clash of Standards?”, International Centre for Education in Islamic Finance, March 2007, Muenchen.

Muh. Ulil Albab, Perbandingan IFRS, PSAK Syari'ah dan Standar AAOIFI terhadap Penerapannya pada Perbankan Syari'ah, 2013, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta

Yaacob, Hisham. dan Donglah, Nor Khadijah, “Shari'ah Audit in Islamic Financial Institutions: The Postgraduates' Perspective”, International Journal of Economics and Finance, 2012, Brunei.

PKES,2013,“ekonomisyariah.info/blog/2013/10/09/outlook-perbankan-syariah2013”

“Aset Keuangan Islam Diprediksi Melonjak Dua Kali Lipat”, www.republica.co.id 19 Nov 2015

“Total aset industry perbankan syariah sebesar273.494 triliun”www.mirajnews.com

“International Standards for Islamic Finance”, www.kantakji.com, 2008

http://ezaasbel.blogspot.com/2012/11/dampak-penerapan-ifrs-di-indonesia.html

18

http://nawi20208019.blogspot.com/.http://istilahbank.blogspot.com/2009/06/13-istilah-

perbankan-syariah.html www.aaoifi.com

PENGEMBANGAN TES BERPIKIR KREATIF KELAS VIII SMP RANTAUPRAPAT MELALUI PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE STAD

Oleh : Dewi Wahyuni

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini untuk menelaah: (1) Mengetahui efektifitas tes berpikir kreatif kelas VIII SMP Rantauprapat yang dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD. (2) Mengetahui sensitivitas tes berpikir kreatif kelas VIII SMP Rantauprapat yang dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD. (3) Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD kelas VIII SMP Rantauprapat. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP yaitu SMPN 2 dan MTsN Rantauprapat. Kemudian secara acak dipilih satu kelas dari SMP 2 Rantauprapat sebagai uji coba terbatas dan dua kelas dari sekolah MTsN sebagai ujicoba lebih luas. Semua kelas uji coba diberi perlakuan yang sama yaitu pembelajaran kooperatif tipe STAD. Instrumen yang digunakan terdiri dari: tes kemampuan berpikir kreatif dan lembar observasi. Instrumen tersebut dinyatakan telah

19

memenuhi syarat validitas isi, serta koefisien reliabilitas sebesar 0.90. Hasil pengujian analisis menunjukkan bahwa: (1) Penerapan pengembangan tes berpikir kreatif kelas VIII SMP Rantauprapat yang dikembangkan melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif ditinjau dari, hasil belajar siswa, waktu dan tujuan pembelajaran dapat dilihat dari dari komponen-komponen (a) hasil belajar siswa secara klasikal berada di atas 80%. (b) waktu yang digunakan siswa dan guru dalam proses pembelajaran berada pada kriteria efektif. (c) tujuan pembelajan yang telah tercapai dari nilai rata-rata siswa dan secara klasikal berada di atas 80%. (2) sensitivitas tes berpikir kreatif peka terhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD. (3) Respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD berada di atas 80%.

Kata Kunci:Pengembangan Tes Berpikir Kreatif, Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

PendahuluanMatematika merupakan salah satu pelajaran yang

terpenting yang harus dipelajari. Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah mata pelajaran matematika (Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tanggal 23 mei 2006 tentang standar isi) telah disebutkan bahwa “mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama”. Ilustrasi di atas menggambarkan bahwa kenyataannya matematika itu dekat sekali dengan kita. Dalam ilmu-ilmu sains khususnya, betapa matematika itu memiliki peranan yang cukup penting. Hampir bisa dipastikan, bahwa matematika ada dihampir setiap kegiatan kita, baik disadari atau pun tidak. Faktanya matematika adalah ilmu dasar yang digunakan sebagai alat bantu memecahkan masalah dalam berbagai ilmu yang kita pakai dalam kegiatan sehari-hari seperti dalam kegiatan

20

perdagangan, ekonomi, akutansi, geografi, teknologi, dan lain sebagainya. Menyadari betapa perlu dan dekatnya matematika dengan kehidupan kita sehari-hari, sudah barang tentu mempelajarinyapun adalah penting.

Oleh kerena itu pemerintah membuat tujuan pengajaran matematika di SMP dan MTs adalah seperti tercantum dalam kurikulum Madrasah Tsanawiyah tahun 2004 adalah sebagai berikut :1. Aktifitas kreatif yang melibatkan imajinasi, intuisi, dan

penemuan dengan mengembangkan pemikiran divergen, orisinil, rasa ingin tahu, membuat prediksi dan dugaan melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan, misalnya melalui kegiatan penyelidikan, eksplorasi, eksperimen, menunjukkan kesamaan, perbedaan, konsisten dan inkonsisten.

2. Mengembangkan, serta mencoba–coba.3. Mengembangkan kemampuan memecahkan masalah4. Mengembangkan kemampuan menyampaikan

informasi atau meng-komunikasikan gagasan antara lain melalui pembicaraan lisan, catatan, grafik, peta, diagram dalam menjelaskan gagasan.

Namun pada kenyataannya pada saat ini berbeda dengan harapan, persoalan yang disajikan kurang melatih siswa untuk berpikir mengeluarkan ide-ide ataupun gagasan. Sehingga siswa menjadi pasif di dalam kelas dan menyebabkan siswa kurang tertarik belajar matematika. Proses pendidikan matematika anak hanya menghapal tanpa mengerti, padahal semestinya boleh menghapal hanya setelah mengerti, kurangnya penguasaan materi matematika siswa, sehingga siswa kurang terbiasa menyelesaikan tes-tes yang kreatif. Berpikir kreatif jarang ditekankan pada pembelajaran matematika dan penggunan tes pada pembelajaran matematika yang diterapkan cenderung beorientasi pada masalah-masalah yang rutin. Untuk memperoleh gambaran lebih jelas, berikut akan disajikan beberapa contoh soal yang ada pada Ujian Nasional SMP tahun

21

pelajaran 2009/2010 serta ada pada beberapa buku yang digunakan di sekolah.Hasil dari 5 ( 3x - 1 ) – 12x + 9 adalah…..a. 3x - 14 c. 3x + 4b. 3x + 14 d. 3x - 4Hasil dari ( 2x – 2 ) (x + 5) adalah…..a. 2x2 -12x -10b. 2x2 + 12x -10c. 2x2 + 8x -10d. 2x2 – 8x -10

Soal-soal seperti yang disajikan di atas membawa dampak pada cara berpikir siswa tidak kratif dan dapat mengarahkan proses pembelajaran siswa menjadi kurang berkualitas dan pasif. Dengan demikian, kemungkinan besar pengembangan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam matematikapun akan terhambat. Oleh sebab itu kemampuan berpikir kreatif dalam matematika perlu dikembangkan, agar siswa dapat mengajukan pertanyaan dan menggunakan daya imajinasinya, mengajukan masalah-masalah sendiri, mencari jawaban-jawaban terhadap masalah atau menunjukkan banyak inisiatif dalam menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.

Selaras dengan pendapat Evans (Siswono, 2008) menjelaskan bahwa berpikir kreatif adalah suatu aktivitas mental untuk membuat hubungan-hubungan (conections) yang terus menerus (kontinu), sehingga ditemukan kombinasi yang “benar” atau sampai seseorang itu menyerah. Asosiasi kreatif terjadi melalui kemiripan-kemiripan sesuatu atau melalui pemikiran analogis. Asosiasi ide-ide membentuk ide-ide baru.

Krulik dan Rudnick (Siswono, 2008) memberikan pengertian berpikir kreatif yaitu merupakan suatu kemampuan yang bersifat original dan refleksif serta menghasilkan sesuatu yang kompeleks termasuk mensintesiskan gagasan-gagasan, memunculkan ide-ide, menentukan efektifitas suatu gagasan, maupun membuat suatu keputusan dan membuat generalisasi.

22

Anonim (Siswono, 2008) berpikir kreatif adalah suatu proses yang digunakan ketika seseorang individu mendatangkan atau munculkan ide baru. Ide baru tersebut merupakan gabungan ide-ide sebelumnya yang belum pernah.

Rusman (2010) pembelajaran kreatif menuntut guru untuk merangsang kreativitas siswa, baik dalam mengembangkan kecakapan berpikir maupun dalam melakukan tindakan. Berpikir kreatif dimulai dengan berpikir kritis, yaitu menemukan dan melahirkan sesuatu yang sebelumnya tidak ada atau memperbaikinya.

Rhodes (Munandar, 2009: 27) membedakan pengertian berpikir kreatif dalam empat dimensi (the four P’s of Creativity) yaitu: person, process, product, dan press. Pengertian berpikir kreatif dalam dimensi seseorang (person) adalah seseorang yang menghasilkan prestasi kreatif ditentukan oleh bakat (aptitude, yang meliputi kelancaran, kelenturan, keluwesan, dan originalitas) dan afektif (non-aptitude, seperti kepercayaan diri, keuletan, kemandirian). Berpikir kreatif dalam (process) memandang bahwa kreatifitas adalah kemampuan yang mencermikan kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), orisinalitas (originality), penguraian (elaboration), penilaian (evalution), merumuskan kembali (redefinition), dan kepekaan (sensivity) dalam berpikir.

Guilford (Hawadi, 2001: 3) meyatakan ada lima ciri yang menjadi sifat kemampuan berpikir kreatif: Pertama, kelancaran (fluency) adalah kemampuan untuk memproduksi banyak gagasan. Kedua, keluwesan (flexibility) adalah kemampuan untuk mengajukan bermacam-macam pendekatan dan jalan pemecahan terhadap masalah. Ketiga, keasalian (originality) adalah kemampuan untuk melahirkan gagasan asli sebagai hasil pemikiran sendiri tidak klise. Keempat (elaboration) adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terperinci. Kelima, perumusan kembali (redefinition) adalah kemampuan untuk mengkaji atau menilik kembali

23

suatu persoalan melalui cara dan perspektif yang berbeda dengan apa yang sudah lazim. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Williams (Siswono, 2008: 18) menunjukkan ciri kemampuan berpikir kreatif, yaitu kefasihan, fleksibilitas, orisionalitas, dan elaborasi.

Cara berpikir tersebut harus dapat dikembangkan melalui pendidikan matematika. Dalam proses belajar mengajar matematika berpikir berarti berjerih-payah secara mental untuk memahami sesuatu yang dialami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Karena dalam berpikir juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, meng-hitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan, menggolong-kan, memilah-milah atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan-kemungkinan yang ada, membuat analisis dan sintesis menalar atau menarik kesimpulan dari premis-premis yang ada, menimbang, dan memutuskan, (Depdiknas, 2004) mengatakan pengembangan kemampuan berpikir kreatif merupakan salah satu fokus pembelajaran matematika. Melalui pembelajaran matematika, siswa diharapkan memiliki kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta memiliki kemampuan bekerja sama.

Berpikir keratif sangatlah diperlukan dalam mempelajari matematika. Soal matematika yang dihadapi seseorang seringkali tidaklah dengan segera dapat dicari solusinya sedangkan siswa diharapkan dan dituntut untuk menyelesaikan soal tersebut. Karena itu siswa perlu memiliki keterampilan berpikir, proses berpikir yang dijalani dalam menyelesaikan soal mempunyai keterkaitan dengan mengingat, mengenali hubungan sebab akibat, hubungan konsep-konsep matematika, menyadari adanya hubungan sebab akibat, hubungan analog ataupun perbedaan, yang kemudian dapat memunculkan gagasan original, serta kelancaran dan luwes dalam pembuatan keputusan atau kesimpulan secara cepat dan tepat.

24

Evans (Siswono, 2008) menyatakan bahwa kreativitas matematika adalah kemapuan untuk memecahkan masalah-masalah dan untuk mengembangkan pemikiran dalam struktur-sturuktur dengan sifat deduktif logik. Konsep-konsep yang dihasilkan mengintegrasi kedalam hal-hal yang penting di dalam matematika.

Bishop (Siswono, 2008: 20) menjelaskan bahwa seseorang memerlukan 2 model berpikir berbeda yang komplementer dalam matematika, yaitu berpikir kreatif yang bersifat intuitif dan berpikir analitik yang bersifat logis.

Silver (Siswono, 2008: 24) mengemukakan cara lain untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif matematis, yakni dengan soal terbuka (open-ended problem). Soal terbuka (open-ended problem) adalah soal yang memiliki beragam jawab. Soal-soal yang diberikan tersebut disajikan dalam bentuk narasi, grafik, atau diagram. Selanjutnya, pertanyaan divergen dikemukakan oleh Ruseffendi (2006: 256), “Pertanyaan divergen termasuk pada pertanyaan terbuka. Jawaban dari pertanyaan divergen tidak terduga dan tidak hanya terdapat sebuah jawaban yang benar. Pertanyaan divergen mendorong siswa memiliki minat untuk penjelajahan, mencoba, meneliti dan sebagainya”. Untuk mengukur kemampuan berpikir kreatif, siswa dapat diberikan soal open-ended yaitu soal yang menghasilkan banyak jawaban benar. Russefendi (2006: 239) menjelaskan untuk mengungkapkan atau menjaring manusia kreatif itu sebaiknya kita menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka (divergen), pertanyaan yang jawabannya bisa lebih dari sebuah dan tidak bisa diperkirakan dari sebelumnya. Di samping itu pertanyaan divergen menuntut yang ditanya untuk menduga, membuat hipotesis, mengecek benar tidaknya hipotesis, meninjau penyelesaian kita secara menyeluruh dan mengambil kesimpulan. Siswa tidak hanya dapat menjadi fasih dalam membangkitkan banyak masalah dari sebuah situasi,

25

tetapi mereka dapat juga mengembangkan fleksibilitas dengan mereka membangkitkan banyak solusi pada sebuah masalah. Melalui cara ini siswa juga dapat dikembangkan dalam menghasilkan pemecahan yang baru, kemampuan berpikir kreatif dapat diukur dengan menggunakan soal atau tes cerita yang memiliki beberapa proses jawaban yang benar, yang berkaitan dengan situasi dunia nyata, dialami siswa, dan dapat diselesaikan siswa dengan pendekatan dari beberapa arah sesuai dengan indikator berpikir kreatif yaitu lancar, luwes, elaborasi dan orisinal.

Dalam uraian tersebut, yang dimaksud kemampuan berpikir kreatif matematika adalah kemapuan seorang siswa dalam menyelesaikan dan memecahkan suatu masalah yang tidak rutin yang memiliki indikator-indikator sebagai berikut: (1) kelancaran atau kefasihan (fluency), adalah kemampuan siswa menyelesaikan tes dengan lancar dan benar. (2) keluwesan (flexibility), adalah kemampuan untuk menentukan atau menghasilakan berbagai macam ide, jawaban yang bervariasi. (3) keterampilan berpikir (originality) yaitu kemampuan memberikan gagasan yang baru dalam menyelesaikan masalah atau memberikan jawaban yang lain dari yang sudah biasa dalam menjawab suatu pertanyaan. (4) berpikir elaborasi (elaboration) adalah kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terperinci.

Kreativitas merupakan salah satu aspek kepribadian yang berhubungan dengan aktualisasi diri dimana setiap manusia lahir memiliki potensi kreatif dan realisasinya tergantung pada kondisi yang mendukung. Keadaan ini menunjukkan adanya tingkat atau derajat kreativitas atau kemampuan berpikir kreatif seseorang yang berbeda. Tingkat berpikir kreatif seseorang dapat dipandang sebagai suatu kontinu yang dimulai dari derajat terendah sampai tertinggi. Dalam dunia pendidikan kegiatan proses belajar matematika tentu akan menghadirkan kegiatan berpikir kreatif dalam berbentuk dan level.

26

Guilford (Siswono, 2008) kemampuan berpikir kreatif seseorang memiliki jenjang (bertingkat), sesuai dengan karya-karya yang dihasilkan dalam bidang yang bersangkutan. Senada dengan Guilford, (Siswono, 2008) menjelaskan bahwa seseorang dapat mempunyai kemampuan (derajat lebih tinggi atau rendah) untuk menghasilkan karya-karya yang baru dan sesuai bidangnya, sehingga mereka dikatakan lebih atau kurang.

Tingkat 1 merupakan tingkat berpikir kreatif rendah, karena hanya mengeksprisikan terutama kesadaran siswa terhadap keperluan menyelesaikan tugasnya saja. Tingkat 2 menunjukkan berpikir kreatif yang lebih tinggi karena siswa harus menunjukkan bagaimana mereka mengalami sebuah implikasi pilihannya. Tingkat 3 merupakan tingkat yang lebih tinggi berikutnya karena siswa harus memilih suatu sterategi dan mengkordinasikan antara macam-macam penjelasan dalam tugasnya. Mereka harus memutuskan bagaimana menyajikan urutan atau kondisi-kondisi logis dari sistem tindakan. Tingkat 4 merupakan tingkat tertinggi karena siswa harus menguji sifat-sifat produk final membandingkan dengan sekumpulan tujuan. Menjelaskan simpulan terhadap keberhasilan atau kesulitan selama proses pengembangan, dan memberi saran untuk meningkatkan perencanaan dan proses konstruksi. Kriteria berpikir kreatif yang didasarkan aspek kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan.

Pembelajaran yang aktif dapat membantu siswa untuk dapat berpikir kreatif. Salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division). Menurut Lie (2003) pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur.  Menurut Isjoni (2010) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan

27

struktur kelompok heterogen. Kelompok heterogen bisa dibentuk dengan memperhatikan keanekaragaman gender, latar belakang agama, sosio-ekonomi dan etnik, serta kemampuan akademik. Dalam hal kemampuan akademik pembelajaran kooperatif biasanya terdiri dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan akademis sedang, dan satu orang lainnya dari kelompok berkemampuan akademis kurang (Lie, 2003: 41). Kelompok atas sebanyak 25% dari seluruh siswa yang diambil dari siswa rangking satu, kelompok tengah 50% dari seluruh siswa yang diambil dari urutan kelompok atas, dan kelompok bawah sebanyak 25% (Trianto, 2009: 69). Pembelajaran kooperatif dapat membantu para siswa meningkatkan sikap positif dalam matematika. Para siswa secara individu membangun kepercayaan diri terhadap kemampuannya untuk menyelesaikan masalah-masalah matematik. Hal ini akan dapat mengurangi bahkan menghilangkan rasa cemas terhadap matematika (mathematics anxiety) yang banyak dialami para siswa (Atun, 2006: 7).

Berdasarkan defenisi-defenisi di atas dapat disimpulakan pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa antara 4-6 orang sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama, interaksi sesama siswa dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerjasama, dan membantu teman diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.

Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pendekatan yang dikembangkan untuk melibatkan siswa

28

dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran Slavin (2005). STAD siswa dalam suatu kelas tertentu dibagi menjadi kelompok dengan 4-6 orang, dan setiap kelompok heterogen berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang dan anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya, dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran melalui tutorial, kuis, satu sama lain dan melakukan diskusi. Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD melalui lima tahapan yaitu: 1) penyajian materi, 2) tahapan kegiatan kelompok, 3) tahapan tes individu, 4) tahapan perhitungan skor perkembangan individu, dan 5) tahapan pemberian penghargaan kelompok. Permasalahan di atas dapat diupayakan untuk adanya perbaikan pembelajaran agar dapat menyelesaikan semua permasalahan yang dihadapi siswa. Pembelajaran yang aktif dapat membantu siswa untuk dapat berpikir kreatif. Salah satunya adalah pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division). Dalam proses pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok dengan anggota 4-6 orang yang heterogen, siswa bekerja dalam tim mereka untuk mengembangkan dan mengeluarkan pendapatnya sebanyak-banyak dan seluas-luasnya untuk menyelesaikan pemecahan masalah tes berpikir kreatif dengan memberi sumbangsihnya berupa gagasan dan ide-ide yang berbeda-beda, setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk mengeluarkan ide-ide atau gagasan yang kreatif dan memastikan seluruh  anggota  tim  telah  menguasai pelajaran. Proses pembelajaran STAD siswa saling berbagi dan dituntut untuk kerja sama dalam kelompok siswa untuk menyelesaikan tes, saling membantu memberi penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang dibahas. Sehingga siswa dapat dengan leluasa mengeluarkan hasil buah pikirannya kedalam tes berpikir kreatif.

29

Metode PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian

pengembangan (Rresearch and Development). Dalam penelitian ini yang akan dikembangkan adalah tes berpikir kreatif. Menurut Sugiyono (2010) metode penelitian pengembangan (Rresearch and Development) adalah metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan produk tertentu dimana proses pengembangan yang dipakai untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Langkah-langkah penelitian atau proses pengem-bangan ini terdiri atas kajian tentang temuan penelitian produk yang akan dikembangkan, mengembangkan produk berdasarkan temuan-temuan tersebut, melalukan ujicoba lapangan sesuai dengan latar dimana produk tersebut akan dipakai, dan melakukan revisi terhadap hasil ujilapangan, dievaluasi, disempurnakan untuk memenuhi kriteria keefektifan, kualitas, dan standar tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP dan MTs di Rantauprapat yang berakreditasi A (sebanyak 4 sekolah) pada tahun 2013. Sedangkan sampel penelitian terdiri dari 33 orang siswa kelas VIII-1 sebagai kelas uji coba terbatas. Kelas VIII-2 dan VIII-4 MTs Negeri 1 Rantauprapat menjadi kelas uji coba lebih luas. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes berpikir kreatif berupa soal bentuk uraian.

Pertanyaan penelitian (1) Pengembangan tes berpikir kreatif siswa kelas VIII SMP Rantauprapat melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD yang efektif. (2) Pengembangan tes berpikir kreatif siswa kelas VIII SMP Rantauprapat melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD yang sensitive terhadap tes. (3) Respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD kelas VIII SMP Rantauprapat.

30

Hasil PenelitianBerdasarkan hasil perhitungan kemampuan berpikir

kreatif siswa meningkat dengan rata-rata tingkat penguasan siswa kelas VIII-1 terhadap materi phytagoras proporsi pre-tes sebesar 41.29 dan post-tes 66.29 kemampuan siswa kelas VIII-1 meningkat sebesar 25%. Sebelum dilaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa yang memiliki kemampuan berpikir kreatif sebanyak 12 orang dari 33 orang dengan persentase sebesar 36% siswa. Secara klasikal kemampuan individu siswa yang memiliki tingkat kemampuan phytagoras setelah dilaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD sebanyak 27 orang dari 33 orang siswa dengan persentase sebesar 82% siswa.

Berdasar hasil penelitian setelah dilaksanakan pembelajaran kooperatif tipe STAD mencapai hasil dengan nilai rata-rata siswa sebesar 7.7 setelah pertemuan pertama dan secara klasical diperoleh keberhasilan persentase sebesar 97%. Pada pertemuan kedua mencapai nilai rata-rata siswa sebesar 8.1 dan secara klasical keberhasilan siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan persentase sebesar 100%. Pada pertemuan ketiga mencapai nilai rata-rata siswa sebesar 8.7 dan secara klasical keberhasilan dengan persentase sebesar 100%. Pada pertemuan keeempat diperoleh hasil rata-rata siswa sebesar 9.1 dan secara klasical diperoleh keberhasilan siswa dengan persentase sebesar 100%.

Hasil data menunjukkan ketiga butir tes berpikir kreatif daya pembeda soal memiliki nilai sebesar (0.133, 0.200, 0.213 dan 0.339) dengan kriteria (jelek, cukup, cukup, baik). Dapat disimpulkan ketiga butir tes berpikir kreatif dapat membedakan antara siswa yang kurang pandai dengan siswa yang pandai, hasil koofisien reliabilitas tes sebesar α = 0.761. Berdasarkan kriteria koofisien reliabilitas tes berpikir kreatif 0.761 memiliki derajat reliabilitas tes tinggi. Hasil perhitungan sensitivitas ketiga butir tes berpikir kreatif yang

31

menunjukkan nilai sebesar (0.830, 0.793, 0.316 dan 0.164) dengan kriteria ketiga butir tes berpikir kreatif peka terhadap pembelajaraa kooperatif tipe STAD sebesar S ≥ 0.30. Dapat disimpulkan keempat butir tes berpikir kreatif layak digunakan. Respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD menghasilkan respon yang positif.

PembahasanA) Kelebihan Pengembangan Tes Berpikir Kreatif

Pengembangan tes berpikir kreatif melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD membantuk mempercepat adaptasi siswa dan guru dalam memahami pembelajaran di dalam kelas. Unsur-unsur kognisi, seperti pemberian informasi oleh guru, kerja kelompok adalah kesempatan siswa berkerjasama memberi peluang bagi setiap siswa untuk saling berkolaborasi, mem-persentasekan hasil kerja sehingga dimungkinkan penguasaan konsep dan kemampuan berpikir kreatif siswa terhadap materi yang diajarkan lebih baik. Pengembangan tes berpikir kreatif melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat membantu siswa memiliki kemampuan berpikir kreatif mengajukan ide-ide dalam memecahkan masalah dengan lancar dan luwes.

Pengembangan tes berpikir kreatif melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meransang siswa untuk berpikir secara kreatif dalam menyelesaikan tes. Siswa dapat menyelesai-kan tes dengan karakteristik (lancar) kemampuan untuk mengenal adanya suatu masalah, memahami masalah dengan cermat sehingga siswa dapat menyelesaikan masalah dengan tepat, lancar dan benar. Luwes (bermacam–macam jawaban) dengan memanfaatkan informasi pada soal yang beragam memberi peluang bagi siswa dapat menyelesaikan tes dengan bermacam-macam cara, kemampuan dalam membangun ide-ide semakin banyak ide yang didapat, maka peluang untuk mendapat ide yang bagus semakin besar. Keaslian (jawaban siswa berbeda dengan jawaban

32

siswa yang lainnya) kemampuan untuk membangun ide-ide untuk mencoba berbagai pendekatan dalam pemecahan masalah yang beragam untuk menghasilkan ide-ide yang tidak umum atau luar biasa dengan memanfaatkan informasi pada soal yang beragam memberi peluang bagi siswa melahirkan cara-cara tersendiri dalam menyelesaikan tes. Terperinci (siswa menjawab soal dengan menggunakan gambar, grafik secara terperinci) kemampuan untuk menguraikan sesuatu secara terperinci memunculkan ide untuk memecahkan maupun mengajukan masalah. B). Kelemahanman Pengemabangan Tes Berpikir

kreatifPengembangan tes berpikir kreatif melalui

pembelajaran koopeartif tipe STAD mesih banyak kekurangan. Pengembangan ini belum maksimal dikembambangkan secara lebih luas, sehingga pengemabangan tes untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa belum tercapai. Dari empat krakteristik berpikir kreatif yaitu kelancaran, keluwesan, asli dan terpirinci. Hanya dua krakteristik saja yang telah dikuasai siswa yaitu kelancaran siswa dalam menyelesaikan tes dan keluwesan siswa menjawab tes dengan beragam jawaban. Krakteristik yang belum tercapai secara maksimal yaitu keaslian jawaban siswa dan keterperincian siswa dalam menjawab soal. Hal ini disebabkan keterbatasan waktu peneliti, keterbatasan waktu siswa selama proses pembelajaran dan kurang terbiasanya siswa untuk berpikir kreatif, kebiasaan siswa untuk meniru atau mengulang jawaban sangat sulit dihilangkan. Dibutuhkan waktu yang lama untuk meningkatkan berpikir kreatif siswa khususnya krakteristik keaslian siswa dalam menjawab tes dan keterperincian siswa dalam menyelesaikan tes berpikir kreatif. Agar kemampuan berpikir kreatif siswa tercapai dibutuhkan kemempuan belajar siswa yang tinggi. Sehingga dibutuhkan waktu yang sangat panjang untuk mengembangkan tes berpikir kreatif kepada siswa.

33

KesimpulanBerdasarkan hasil dan pembahasan dan

temuan selama pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe STAD dan mengembangkan tes berpikir kreatif, diperoleh beberapa kesimpulan adalah :1. Tes berpikir kreatif yang dikembangkan dengan

menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD efektif diperoleh dari hasil belajar kemampuan berpikir kreatif siswa yang meningkat dengan rata-rata sebesar 63 dari 61 siswa atau 80.5% dari seluruh siswa. Persentese ini menunjukkan ketercapaian ketuntasan belajar siswa secara klasical. Aktivitas siswa dan aktivitas guru efektif selama proses pembelajaran kooperatif tipe STAD. Tujuan pembelajaran tercapai dengan nilai rata-rata sebesar 83.5 dan secara klasical tujuan belajar telah tercapai.

2. Ketercapaian sensitivitas tes berpikir kreatif yang diajarkan dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD peka, diperoleh hasil berdasarkan kriteria S ≥ 0.30 karena angka sensitivitas rata-rata S = 0.48.

3. Berdasarkan hasil respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif tipe STAD diperoleh respon yang positif.

Daftar PustakaDepdiknas (2004). Kurikulum 2004. Standar Kompetensi

Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama dan Madrasah Tsanawiyah. Depdiknas: Jakarta

Hawadi, R. A., dkk (2001), Panduan Bagi Penyelengggaraan Program Percepatan Belajar. Grasindo: Jakarta.

Isjoni. 2009. Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok. Alfa Beta: Bandung

Lie, A. (2003) Cooperative Learning. Grasindo. Jakarta.

34

Munandar., (2009), Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Rineka Cipta: Jakarta.

Rusman. (2010). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesional Guru.

Raja grafindo Persada: Bandung. Slavin, Robert E., (2005). Cooperative Learning. Nusa Media. Bandung.

Siswono, T., (2008), Model Pembelajaran Matematika Berbasis Pengajuan dan Pemecahan Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif: Unesa University Press: Surabaya.

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantatif, Kualitataif, dan R&D. Alfabeta: Bandung.

HUBUNGAN ANTARA KOMPENSASIDAN PRESTASI KERJA

Oleh : Muhammad Asnawi

Abstrak

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kompensasi dan prestasi kerja. Penulisan ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research). Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa pemberian kompensasi memiliki hubungan erat dengan prestasi kerja. Disain sistem kompensasi yang tepat merupakan faktor penting bagi setiap instansi. Dalam situasi bisnis yang sangat ketat, organisasi juga integrasi antara disain kompensasi yang handal akan dapat mengantar instansi menuju ke arah subtainble organization yang akan pernah lapuk oleh perubahan zaman.

Kata kunci : kompensasi dan prestasi kerja

1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

35

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya adalah tenaga kerja karena memiliki potensi dan kemampuan untuk bertindak ke arah tujuan organisasi. Oleh sebab itu, sumber daya manusia harus mampu melaksanakan tugas dengan baik serta bertanggung jawab dalam mencapai tujuan organisasi. Pimpinan suatu organisasi dituntut untuk mengkoordinir dan mengendalikan sumber daya manusia yang ikut terlibat dalam kegiatan operasionalnya.

Aset organisasi yang paling penting milik perusahaan adalah sumber daya manusia karena mampu mempengaruhi efisiensi dan efektivitas organisasi serta merupakan elemen penting dalam menjalankan organisasi. Oleh sebab itu perlu adanya suatu sistem yang dapat mengatur sumber daya manusia tersebut serta menentukan karyawan-karyawan mana yang diharapkan melaksanakan fungsi dan tugas-tugas tertentu yang harus dituntaskan. Sistem itu disebut dengan deskripsi pekerjaan atau job discription yang disusun secara terinci, akurat dan ringkas.

Namun salah satu yang menjadi permasalahan disini adalah, bagaimana terus memotivasi karyawan untuk terus bekerja sesuai dengan deskripsi pekerjaan yang diberikan, untuk menjawab pertanyaan ini, salah satu cara yang dilakukan oleh perusahaan melalui pemberian kompensasi.

Kompensasi dapat diberikan dalam berbagai macam bentuk baik itu finansial maupun non finansial. Kompensasi yang diberikan kepada karyawan yang ada di instansi yang satu berbeda dengan pegawai yang ada di instansi yang lain, begitu pula kompensasi yang diberikan kepada pegawai produksi dan kompensasi yang diberikan kepada pegawai profesional mempunyai nilai yang berbeda. Kompensasi bagi pegawai produksi biasanya diberikan berdasarkan pada beberapa program antara lain, pertama, program kerja borongan dimana perolehan dikaitkan secara langsung dengan jumlah yang dihasilkan

36

karyawan dengan membayar orang yang bersangkutan suatu upah per potong bagi tiap unit yang dihasilkan. Kedua, program jam standar, dimana karyawan diberi imbalan berdasarkan presentasi premi yang sama dengan presentasi basil yang dicapai di atas standar. Ketiga, progam insentif kelompok, dimana perusahaan akan menyusun standar kerja bagi tiap anggota kelompok dan menggunakan suatu cara perhitungan keluaran yang dihasilkan oleh tiap anggota.

Keputusan pemberian kompensasi berkenaan dengan para pegawai profesional merupakan masalah yang unik. Salah satu diantaranya adalah bahwa bagi profesional umumnya soal uang barangkali kurang penting dibandingkan bagi kelompok pegawai lain. Hal ini karena jenis pekerjaan yang dijalankan merupakan pekerjaan investigatif yang memerlukan kadar kreativitas dan pemecahan masalah yang sangat tinggi sehingga tidak mudah membandingkan dan mengukur faktor-faktor yang dapat dikompensasikan. Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat dikompensasikan di sini cenderung berfokus pada pemecahan masalah, kreativitas, ruang lingkup pekerjaan serta pengetahuan teknis dan keahlian.

Bedasarkan jenis pekerjaan tersebut di atas maka perlu adanya evaluasi terhadap tugas yang dijalankan dalam rangka penentuan kompensasi yang sesuai, karena tujuan dari kompensasi itu sendiri adalah untuk mendorong timbulnya prestasi kerja yang lebih baik.

Bagi pekerjaan-pekerjaan profesional, evaluasi pekerjaan hanya menyediakan jawaban parsial terhadap persoalan cara membayar kompensasi bagi karyawan dalam pekerjaan tersebut, karena dalam beberapa hal pekerjaan-pekerjaan itu berbeda dari pekerjaan produksi dan administratif. Meskipun demikian dalam mengevaluasi pekerjaan profesional sama sekali tidak mungkin dengan cara mengidentifikasikan faktor-faktor dan tingkat faktor yang membedakan antara nilai-nilai pekerjaan profesional karena pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan pekerjaan profesional

37

sangat sulit dikuantifikasikan dan diukur. Akibatnya, hampir semua perusahaan menggunakan pendekatan harga-pasar dalam mengevaluasi pekerjaan profesional, sedapat mungkin mereka menentukan harga pekerjaan profesional dalam pasar tenaga kerja untuk menetapkan nilai pekerjaan-pekerjaan tolok, selanjutnya pekerjaan tolok ini dan pekerjaan-pekerjaan profesional lainnya ditempatkan ke dalam struktur gaji. Pendekatan yang agak subjektif ini membantu perusahaan untuk tetap kompetitif dalam upaya mengundang mingat karyawan yang prestasinya sangat bervariasi.

1.2. Tujuan PenulisanPenulisan ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara kompensasi dan prestasi kerja.

1.3. Metode PenulisanPenulisan ini menggunakan metode tinjauan

literatur (library research).2. Uriaan Teoritis2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia memegang peranan penting dalam keberhasilan suatu organisasi karena menyangkut sumber daya manusia yang berkualitas untuk mempercepat tujuan perusahaan. Sumber daya manusia mengelola jalannya pembangunan yang menyangkut tujuan masa depan suatu organisasi, salah satu adalah bertambahnnya tuntutan jaman yang mempercepat kemandirian yang objektif dan kosekuen serta menunjukkan sebahagian kemandirian dalam memproses jalannya suatu organisasi ketingkat generasi yang ada di perusahaan tersebut.

Menurut Handoko (2002: 4): manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pendayagunaan, pemeliharaan, dan pendayagunaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan–tujuan individu, maupun tujuan perusahaan”.

38

Perusahaan perlu manajemen ynag kuat dalam menjalankan sistem manajemennya agar tercapai hal-hal yang menyangkut keberhasilan tugas-tugas perusahaan.

Sedangkan menurut Jhon R. Schermen (2002: 85) manajemen sumber daya manusia merupakan suatu istilah yang digunakan untuk menjelaskan keanekaragaman aktivitas–aktivitas yang terlibat dalam penarikan, pengembangan dan mempertahankan organisasional yang berbakat dan bersemangat.

2.2. Pengertian dan Jenis-Jenis KompensasiKompensasi adalah upah yang diberikan kepada

karyawan yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja. Menurut Hasibuan (2006: 118) kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang, barang langsung atau tak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan jasa yang diberikan oleh pimpinan organisasi.

Perusahaan berusaha memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh pegawai semaksimal mungkin sebaliknya pegawai meng-harapkan agar pimpinan perusahaan memberikan kompensasi yang seimbang, dengan pengorbanan yang diberikannya pada perusahaan. Pimpinan perusahaan menawarkan kompensasi. Sedangkan menurut Handoko (2002: 155), kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima oleh para pegawai sebagai balas jasa untuk mereka.

Menurut Mathis dan Jakson (2002: 119) jenis-jenis kompensasi adalah :1. Gaji pokok, yaitu kompensasi dasar yang diterima oleh

pegawai biasanya sebagai gaji.2. Gaji variabel, yaitu kompensasi yang berhubungan

langsung dengan pencapaian kinerja.3. Tunjangan, yaitu imbalan tidak langsung seperti

asuransi kesehatan, atau uang pensiun diberikan kepada pegawai.

39

Dalam pemberian kompensasi, selain memberikan gaji pokok juga diberikan kompensasi lain. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawai, jika pemberian kompensasi memuaskan, maka produktivitas kerja dapat ditingkatkan dan sebaliknya, jika kompensasi tidak memuaskan maka produktivitas menurun.

Kompensasi yang diterima pegawai salah satu bukti pedulinya pimpinan terhadap pegawai yang dinilai yang baik dalam bekerja sebagai satu-kesatuan yang positif, serta mendorong gairah pegawai bekerja yang lebih kompeten dan pegawai merasa diberlakukan yang setimpal sebagaimana yang diharapkan para pegawai.

Suatu kegiatan yang dilakukan biasanya ada sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut, atau minimal kegiatan tersebut diusahakan mengarah pada hal yang dicapai. Demikian pula dalam hal pemberian gaji kepada karyawan yang telah bekerja juga mempunyai sasaran tertentu.

Menurut Saydam (2000: 240), pemberian kompensasi mempunyai sasaran sebagai berikut : Untuk menjamin sumber nafkah pegawai beserta

keluarga. Meningkatkan prestasi kerja dan harga diri pegawai. Mempererat hubungan kerja antara pegawai dengan

pimpinan organisasi atau instansi terkait. Mencegah pegawai meninggalkan organisasi. Meningkatkan disiplin kerja.

Salah satu tujuan pokok karyawan dalam bekerja adalah untuk memperoleh kompensasi yang seringkali berupa gaji yang diterima karyawan secara periodik. Kompensasi diadakan agar karyawan dapat memenuhi seluruh atau sebagian kebutuhan dan keinginan karyawan. Perusahaan memberikan kompensasi sebagai salat satu bentuk penghargaan alas jasa yang telah diberikan oleh karyawan melalui hasil kerja (Hasibuan 2006: 133).

40

Sesungguhnya kompensasi tidak selalu berbentuk imbalan yang bersifat finansial/keuangan. Berikut ini adalah penjelasan tentang komponen-komponen yang terdapat pada struktur kompensasi.

Kompensasi diberikan kepada karyawan dalam dua bentuk, yaitu : a. Kompensasi yang bersifat finansial (keuangan)

Bentuk kompensasi ini ada 2 macam, terdiri dari :

1. Kompensasi langsung Kompensasi langsung terdiri dari beberapa bagian

yaitu :- Bayaran pokok yang didalamnya termasuk gaji,

upah- Bayaran prestasi (merit pub) yaitu bayaran

berdasarkan kinerja dijadikan prosedur standar untuk mencoba menggandengkan kenaikan-kenaikan gaji dengan kinerja individu. Merit pay adalah kenaikan tahunan yang terkait dengan kinerja karyawan selama tahun sebelumnya (Alwi, 2007: 78).

- Bayaran insentif (insentive pay) yang terdiri dari bonus, komisi, pembagian laba, opsi saham).

- Bayaran tertangguh (deffieredpay) yang terdiri dari program tabungan dan anuitas pembelian saham (Simamora, 2003: 542 - 565).

2. Kompensasi Tidak LangsungKompensasi tidak langsung juga terdiri dari 3 bagian yaitu :- Program-program perlindungan, termasuk di

dalamnya asuransi kesehatan, asuransi jiwa, pensiun, asuransi tenaga kerja.

- Bayaran di luar jam kerja, misalnya liburan, hari besar, cuti tahunan, cuti hamil.

- Fasilitas-fasilitas terdiri dari kendaraan, ruang kantor, tempat parkir dan sebagainya (Simamora, 2003: 566 - 578)

b. Kompensasi Non Finansial (Non Keuangan)

41

Bentuk ini juga terdiri dua 2 macam, yaitu :- Kompensasi berhubungan dengan pekerjaan

Kompensasi ini dapat berbentuk seperti pemberian tugas-tugas yang menarik, tantangan baru dalam pekerjaan, tanggung jawab yang menarik, pengakuan, rasa pencapaian dan sebagainya.

- Kompensasi yang berhubungan dengan lingkungan kerjaKompensasi ini terdiri dari kebijakan-kebijakan yang sehat, supervisi yang kompeten, kerabat kerja yang menyenangkan, lingkungan kerja yang nyaman dan sebagainya (Simamora, 2003: 582 - 646).

2.3. Prestasi KerjaMembahas mengenai motivasi kerja, tidak dapat

terlepas dari pembahasan mengenai prestasi kerja. Karena motivasi kerja merupakan bagian yang terpentingdari tingkah laku kerja tersebut.

Prestasi kerja dapat diartikan sebagai basil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan.

Menurut Hasibuan (2006: 105), prestasi kerja adalah suatu basil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan alas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.

Ukuran terakhir keberhasilan dari suatu departemen personalia adalah prestasi kerja. Karena baik departemen itu sendiri maupun karyawan memerlukan umpan balik atas upayanya masing-masing. Oleh karena itu maka prestasi kerja dari setiap karyawan perlu dinilai.

Penilaian prestasi kerja adalah proses melalui mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja.

Menurut Heidjrahman dan Suad Husnan (2000: 126), faktor-faktor prestasi kerja yang perlu dinilai adalah sebagai berikut :1. Kuantitas Kerja

42

Banyaknya hasil kerja sesuai dengan waktu kerja yang ada, yang perlu diperhatikan bukan hasil rutin tetapi seherapa cepat pekerjaan dapat diselesaikan.

2. Kualitas kerjaMutu hasil kerja yang didasarkan pada standar yang ditetap-kan. Biasanya diukur melalui ketepatan, ketelitian, keterampilan, kehersihan hasil kerja.

3. KeandalanDapat atau tidaknya karyawan diandalkan adalah kemampuan memenuhi atau mengikuti instruksi, inisiatif, hati-hati, kerajinan dan kerjasama.

4. InisiatifKemampuan mengenali masalah dan mengambil tindakan korektif, memberikan saran-saran untuk peningkatan dan menerima tanggungjawab menyelesaikan.

5. KerajinanKesediaan melakukan tugas tanpa adanya paksaan dan juga yang bersifat rutin.

6. SikapPerilaku karyawan terhadap perusahaan atau atasan atau teman kerja.

7. KehadiranKeberadaan karyawan di tempat kerja untuk bekerja sesuai dengan waktu/jam kerja yang tetah ditentukan.

Penilaian prestasi kerja dapat memperbaiki keputusan-keputusan personalia dan memberikan umpan batik kepada karyawan tentang petaksanaan kerja mereka. Oleh karena itu kegunaan penilaian prestasi kerja dapat dirinci sebagai berikut :1. Perbaikan Prestasi Kerja

Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan karyawan, manajer dan departemen personalia dapat membetulkan kegiatan-kegiatan mereka.

2. Penyesuaian-Penyesuaian KompensasiEvaluasi prestasi kerja membantu para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian bonus dan bentuk kompensasi lainnya.

43

3. Keputusan-keputusan penempatanPromosi, transfer dan demosi biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu atau antisipasinya. Promosi sering merupakan bentuk penghargaan terhadap prestasi kerja masa lalu.

4. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembanganPrestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian juga, prestasi yang baik mungkin men-cerminkan potensi yang harus dikembangkan.

5. Perencanaan dan Pengembangan KarierUmpan balik prestasi kerja mengarahkan keputusan-keputusan karier, yaitu tentang jalur karier tertentu yang harus diteliti.

6. Penyimpangan-Penyimpangan Proses StaffingPrestasi kerja yang baik atau jelek mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen personalia.

7. Ketidak-akuratan InformasionalPrestasi kerja yang jelek mungkin menunjukkan kesalahan-kesalahan dalam informasi analisis jabatan, rencana-rencana sumber daya manusia, atau komponen-komponen lain sistem informasi manajemen personalia. Akibatnya keputusan-keputusan yang diambil menjadi tidak tepat.

8. Kesalahan-Kesalahan Desain PekejaanPrestasi kerja yang jelek mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian prestasi membantu diagnosa kesalahan-kesalahan tersebut.

9. Kesempatan Kerja yang AdilPenilaian prestasi kerja secara akurat akan menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa diskriminasi.

10.Tantangan-Tantangan EksternalKadang-kadang prestasi kerja dipengaruhi oleh faktor di luar lingkungan kerja seperti keluarga, kesehatan, kondisi finansial atau masalah-masalah pribadi

44

lainnya. Dengan penilaian prestasi departemen personalia mungkin dapat menawarkan bantuan (Handoko, 2002: 135-136).

3. PembahasanKeberhasilan seseorang manajemen dalam

memimpin suatu organisasi dapat dilihat dari kinerja kerja para karyawan yang terlibat dalam kegiatan operasionalnya. Oleh sebab itu, seorang pimpinan harus mampu mengarahkan, mengawasi dan memotivasi pegawai. Dalam pemberian motivasi, pimpinan harus memahami apa sebenarnya keiginan dan kebutuhan bawahanya.

Disain sistem kompensasi yang tepat merupakan faktor penting bagi setiap instansi. Dalam situasi bisnis yang sangat ketat, organisasi juga integrasi antara disain kompensasi yang handal akan dapat mengantar instansi menuju ke arah subtainble organization yang akan pernah lapuk oleh perubahan zaman.

Prestasi kerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan di konfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hail suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau suatu instansi serta mengetahui dampak positif atau negatif dari suatu kebijakan operasional.

Penelitian-penelitian terdahulu berfungsi sebagai pendukung untuk melakukan penelitian. Penelitian-penelitian sebelumnya telah mengkaji masalah deskripsi kerja, lingkungan kerja, dan pengembangan karir yang masing-masing berpengaruh terhadap prestasi kerja dan beberapa penelitian lain yang masih memiliki kaitan dengan variabel dalam penelitian ini.

Syahrial (2004), melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Deskripsi Kerja, dan Upah terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT. (persero) Bhanda Ghara Reksa Cabang Medan. Dari 48 orang responden dan diolah dengan menggunakan regresi berganda hasil penelitian menunjukkan deskripsi kerja dan upah secara serempak

45

berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja, dengan = 0,05 secara parsial deskripsi kerja berpengaruh positif yang signifikan terhadap prestasi kerja, sementara upah tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja pada = 0,05. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel independen yaitu upah dan variabel dependen yaitu prestasi kerja. Adapun perbedaannya adalah sampel, tempat dan variabel deskripsi kerja.

Djati (2003) melakukan penelitian dengan judul Kajian Terhadap Kepuasan Kompensasi, Komitmen Organisasi, dan Prestasi Kerja pada karyawan PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Pasuruan yang berjumlah 68 orang. Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh antara kepuasan kompensasi dengan komitmen organisasi dan prestasi kerja digunakan metode analisis sebagai berikut: Metode Deskriptif, yaitu prosedur pemecahan masalah yang diteliti dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek dan obyek penelitian secara sistimatis, faktual dan akurat berdasarkan fakta-fakta yang ada, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti. Metode Inferensial, yaitu dengan melihat hubungan dan pengaruh antara kepuasan karyawan terhadap kompensasi, komitmen karyawan terhadap organisasi serta prestasi kerja karyawan. Untuk anailisis ini digunakan metode-metode statistik dengan menggunakan = 0,1 artinya derajad kesalahan sebesar 10%. Hasil penelitian ini secara umum dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara kepuasan karyawan, komitmen karyawan pada organisasi dan prestasi kerja. Lebih spesifik dimana ditemukan bahwa kepuasan karyawan pada kompensasi memang mempunyai pengaruh positif yang signifikan terhadap komitmen karyawan pada organisasi begitu juga komitmen karyawan pada organisasi berpengaruh terhadap kecakapan karyawan pada pekerjaan. Dalam penelitian ini secara simultan variable dalam konsep kepuasan kompensasi berpengaruh terhadap komitmen

46

organisasi serta prestasi kerja karyawan. Persamaan penelitian ini adalah variabel kompensasi dan prestasi kerja, sedangkan perbedaannya tempat, sampel dan variabel komitmen organisasi.

Nurmala (2006) melakukan penelitian dengan judul. Pengaruh Deskripsi Kerja dan Kompensasi terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM) Lhokseumawe, NAD. Objek penelitian ini adalah karyawan tetap non manajerial pada PT. Pupuk Iskandar Muda (PIM). Populasi penelitian ini berjumlah 755 orang. Sampel penelitian ini terdiri dari 75 responden yang merupakan karyawan tetap non manajerial. Pengujian hipotesis menggunakan analisis regresi linier berganda. Hasil penelitian menunjukkan secara serempak variabel deskripsi kerja dan kompensasi berpengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja karyawan. Secara parsial diketahui bahwa variabel deskripsi kerja memiliki pengaruh yang paling dominan. Persamaan dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel independennya yaitu variabel deskripsi kerja dan juga terletak pada variabel dependennya yaitu variabel prestasi kerja. Perbedaannya adalah pada sampel, lokasi penelitian dan variabel deskripsi kerja.

4. PenutupDari pembahasan dan hasil-hasil penelitian

terdahulu dapat diketahui bahwa pemberian kompensasi memiliki hubungan erat dengan prestasi kerja. Disain sistem kompensasi yang tepat merupakan faktor penting bagi setiap instansi. Dalam situasi bisnis yang sangat ketat, organisasi juga integrasi antara disain kompensasi yang handal akan dapat mengantar instansi menuju ke arah subtainble organization yang akan pernah lapuk oleh perubahan zaman.

Daftar Pustaka

47

Alwi, Syafarudin, 2007. Kinerja, Wikipedia Indonesia, Ensiklopedia Bebas Berbahasa Indonesia.

Djati, S. P. 2003. Kajian Terhadap Kepuasan Kompensasi, Komitmen Organisasi, dan Prestasi Kerja. Jurnal Manajemen & Kewirausahaan Vol. 5, No. 1, Maret 2003: 25 – 41. Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra

Handoko, T. Hani, 2002. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE.

Hasibuan, Malayu, SP. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Toko Gunung Agung.

Heidjrahman dan Suad Husnan. 2000. Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE.

Jhon R. Schermen, Jhon. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Pengembangan: Kompensasi. Yogyakarta : Andi.

Mathis, Robert dan Jakson, Joh H, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Alih Bahasa: Jimmy Sadely dan Bayuprawira, Jakarta: Salemba Empat.

Saydam, Gouzali. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management). Jakarta: Toko Gunung Agung.

Simamora Henry, 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: STIE YKPN.

48

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDEKATAN PENDIDIKAN

MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKSISWA SMK NEGERI 5 MEDAN

Oleh : Rani Rahim

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) kevalidan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan pendidikan matematika realistik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, (2) kepraktisan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan pendidikan matematika realistik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, (3) keefektifan perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan pendekatan pendidikan matematika realistik untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa, (4) perangkat pembelajaran yang dikembangkan dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan dengan menggunakan model pengembangan Thiagarajan, Semmel dan Semmel, yaitu model 4-D. Tahap uji coba lapangan dilakukan dengan desain quasi eksperimen one group pre-test post-test. Subjek pada uji coba keterbacaan adalah siswa yang terdiri dari 9 orang. Subjek pada uji lapangan adalah siswa kelas X. Data dikumpulkan menggunakan 4 jenis instrumen yaitu lembar validasi, lembar observasi, angket dan tes. Hasil penelitian diperoleh perangkat pembelajaran yang valid, praktis, dan efektif. Hasil validasi ini menunjukkan bahwa perangkat yang

49

dikembangkan layak digunakan. Kepraktisan dilihat dari hasil lembar observasi keter-laksanaan perangkat, respon siswa terhadap perangkat pembelajaran berada di atas 80%. Keefektifan dilihat dari nilai ketuntasan hasil belajar. Pada uji coba lapangan pertama belum mencapai kriteria keefektifan, sedangkan pada uji coba lapangan kedua sudah memenuhi kriteria keefektifan, kemampuan guru mengelola pembelajaran dalam kategori baik dan aktivitas siswa berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran. Pada uji coba lapangan pertama dan kedua menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran tersebut dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

Kata Kunci: Pengembangan Perangkat Pembelajaran, Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik, Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik.

PendahuluanMatematika merupakan salah satu mata pelajaran

yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan dan bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, namun nilainya termasuk salah satu yang selalu mengecewakan, padahal matematika sebagai ilmu dasar yang memiliki peranan penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta bermanfaat dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia dengan jalan mengembang-kan kemampuan berpikir logis, rasional, kritis, analitis dan sistematis.

Seperti yang dinyatakan dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (2000:1) bahwa belajar dengan menggunakan matematika merupakan aspek yang penting dalam keseluruhan mata pelajaran di sekolah. Selain itu matematika juga memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari.

NCTM (2000:4) mengatakan bahwa “kemampuan yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika

50

meliputi: (1) kemampuan pemecahan masalah, (2) kemampuan penalaran, (3) kemampuan komunikasi, (4) kemampuan koneksi dan (5) kemampuan representasi.

Salah satu kemampuan dasar berpikir matematika yang diharapkan dimiliki oleh peserta didik yaitu kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan masalah merupa-kan salah satu dari kemampuan yang penting untuk pengembangan kemampuan matematik para siswa. Kemampuan pemecahan masalah matematik perlu dilatih dan dikembangkan kepada siswa sedini mungkin. Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan oleh Ruseffendi (1991:4) mengatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah amatlah penting bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari akan mendalami matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkan-nya baik dalam bidang studi lain maupun dalam kehidupan sehari-hari. Pentingnya kemampuan pemecahan masalah oleh siswa dalam matematika dikemukakan oleh Branca (1980) sebagai berikut: (1) kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika; (2) pemecahan masalah meliputi metode, prosedur, dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika; dan (3) pemecahan masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.

Adapun indikator (Polya, 1957) yang menyatakan bahwa siswa tersebut memiliki kemampuan pemecahan masalah adalah memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melakukan rencana, dan memeriksa kembali proses dan hasil penyelesaian masalah.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti sebagai guru matematika di SMK Negeri 5 Medan dan wawancara dengan rekan-rekan guru matematika di sekolah tersebut mengatakan bahwa ketika siswa diberikan soal-soal mengenai masalah kontekstual, maka

51

siswa bingung dan kesulitan dalam menyelesaikan soal tersebut. Siswa kesulitan dalam menyelesaikan permasalahan yang disajikan sesuai dengan konsep yang telah diajarkan. Kurangnya pengaplikasian konsep matematik berdampak pada hasil belajar siswa yang diperoleh kurang memuaskan. Kelemahan siswa dalam mengaplikasikan konsep matematik dalam permasalahan yang disajikan dikarenakan rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

Dari hasil observasi yang pernah dilakukan peneliti di SMK Negeri 5 Medan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih rendah. Hal ini dibuktikan ketika peneliti melakukan riset awal kepada siswa kelas X TITL 3 di SMK Negeri 5 Medan dengan memberikan soal-soal yang kontekstual mengenai peluang.

Dari jawaban yang telah dikerjakan oleh siswa, maka dapat disimpulkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah yang disajikan secara kontekstual. Dari 30 siswa yang mengikuti tes, hanya 5 siswa yang mampu mengerjakan soal dengan benar. Sedangkan 25 siswa sulit memahami maksud soal, dan tidak mampu mengerjakan soal sehingga jawaban yang diberikan masih salah dan jawabannya tidak sesuai dengan masalah soal. Hal ini menunjukkan bahwa 83% dari jumlah siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal dalam bentuk pemecahan masalah matematik.

Hal tersebut merupakan suatu fakta yang membuktikan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih rendah. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa masih rendah disebabkan karena siswa masih jarang melatih diri untuk menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan permasalahan yang realistik. Selain itu, dapat pula disimpulkan bahwa siswa tidak memahami maksud soal dan tidak memahami konsep matematik yang dapat digunakan. Siswa tidak memahami bagaimana membuat

52

model matematika dari permasalahan yang disajikan. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa tampak masih jauh dari harapan. Selain dikarenakan ketidak-mampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep matematik dalam permasalahan sehari-hari, penyebab lainnya adalah kurangnya persiapan guru mengajar dan tidak efektifnya perangkat pembelajaran.

Untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran perlu dilakukan perubahan pendekatan dalam pembelajaran matematika, yaitu pendekatan yang memberikan kesempatan pada siswa untuk aktip dalam belajar matematika. Salah satunya dengan pendekatan Pendidikan Matematika Realistik (PMR). PMR merupakan pendekatan dalam pembelajaran matematika yang memandang matematika sebagai suatu aktifitas manusia. Pendekatan tersebut memiliki lima karakteristik; yaitu 1) the use of contexts, 2) the use of models, 3) the use of studens’own production and constryctions, 4) the intractive character of teaching process, 5) the intertwinement of various learning stands” (Gravemeijer, 1994).

Berdasarkan pandangan matematika sebagai aktivitas manusia dikembangkan tiga prinsip utama dalam pendekatan pendidikan matematika realistik yaitu menurut Gravemeijer (1994) adalah sebagai berikut : (a) guided reinvention and progressive mathematization (penemuan terbimbing/matematisasi progressif), (b) didactical phenomenology (penemona bersifat mendidik), dan (c) self-developed models (pengembangan model mandiri).

Dalam pendekatan Pendidikan Matematika Realistik, siswa dituntut lebih aktif dalam mengembangkan sikap pengetahuannya tentang matematika sesuai dengan kemampuan masing-masing sehingga akibatnya memberikan hasil belajar yang lebih bermakna pada diri siswa. Dengan demikian, pendekatan Pendidikan Matematika Realistik merupakan pendekatan yang sangat berguna dalam pembelajaran matematika.

53

Konteks yang realistik sangat membantu siswa dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilannya karena mereka memiliki kesempatan untuk berpraktik dan mempelajari hasil-hasil yang diharapkan. Praktik dan belajar dalam konteks yang realistik tidak menyulitkan, sehingga materi-materi pengajaran pun lebih mudah dipahami oleh siswa.

Dalam proses pembelajaran dengan PMR, guru harus memanfaatkan pengetahuan siswa sebagai jembatan untuk memahami konsep-konsep matematika melalui pemberian suatu masalah kontekstual. Pembelajaran matematika realistik member-kan kesempatan kepada siswa untuk menemukan kembali dan merekonstruksi konsep-konsep matematika, sehingga siswa mempunyai pengertian kuat tentang konsep-konsep matematika. Salah satu karakteristik PMR adalah menggunakan konteks dunia nyata siswa dalam pembelajaran.

Faktor lain yang mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik adalah perangkat pembelajaran yang digunakan selama ini oleh guru di sekolah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Sugiantara (2013:3) yang mengatakan bahwa :“Keberadaan perangkat pembelajaran matematika sangat diperlukan untuk menunjang pelaksanaan pembelajaran. Perangkat pembelajaran merupakan sarana agar pembelajaran yang dilaksanakan sesuai dengan desain pembelajaran yang dirancang. Kesesuaian perangkat pembelajaran dengan konsep yang akan dipelajari oleh siswa dengan karakteristik dari pembelajaran matematika akan sangat mendukung terlaksananya pembelajaran yang dirancang”.

Dalam proses pembelajaran di kelas, perangkat pembelajaran sangat berperan penting. Perangkat pembelajaran atau yang sering disebut sebagai kurikulum merupakan bagian yang penting dari sebuah proses pembelajaran. Pernyataan ini sesuai dengan UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 (2003:2) menyatakan bahwa

54

kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.

Tetapi tak bisa dipungkiri bahwa masih banyak guru yang tidak memiliki perangkat pembelajaran saat mengajar di kelas, bahkan yang lebih memprihatinkan bahwa perangkat pembelajaran digunakan hanya sebatas administrasi dan formalitas dalam artian bahwa sang guru mengaplikasikan sesuatu yang berbeda dari perangkat mengajarnya.

Subanindro (2012:3) mengatakan bahwa perangkat pembelajaran merupakan sekumpulan sumber belajar yang disusun sedemikian rupa dimana siswa dan guru melakukan kegiatan pembelajaran. Menurut Ibrahim dalam Trianto (2010:201) perangkat yang digunakan dalam proses pembelajaran disebut dengan perangkat pembelajaran. Perangkat pembelajaran yang diperlukan dalam mengelola proses belajar mengajar dapat berupa: silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), lembar kegiatan siswa (LKS), instrumen evaluasi atau tes hasil belajar (THB), media pembelajaran, serta buku ajar siswa. Oleh karena itu, pentingnya pengembangan bahan ajar sama pentingnya dalam pengembangan perangkat pembelajaran karena bahan ajar adalah bagian dari perangkat pembelajaran sehingga guru dituntut untuk mempunyai kemampuan mengembangkan perangkat pembelajaran sendiri.

Namun kenyataan yang terjadi di lapangan sehubungan dengan hal tersebut, maka didapatkanlah hasil sebagai berikut: “Selama ini perangkat pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah RPP, Silabus, Prota, Prosem dan Buku Pegangan. Namun, perangkat ini belum efisien/cocok digunakan oleh siswa. RPP yang dibuat oleh guru hanya sebatas untuk perlengkapan administrasi saja sehingga untuk mengembangkan RPP, guru tidak perlu susah-susah untuk membuat soal sehingga guru hanya mengambil soal-soal

55

yang ada di dalam buku paket yang digunakan oleh guru selama ini. RPP yang dikembangkan oleh guru belum sesuai dengan situasi atau kenyataan siswa. Guru juga tidak pernah membuat Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang didesain sendiri oleh guru agar pembelajaran di dalam kelas lebih menarik. LKS yang digunakan siswa selama ini hanya LKS yang dibeli guru dari penerbit. Sehingga guru tidak pernah membuat soal-soal yang realistik yang sesuai dengan kehidupan nyata siswa. Selama ini buku pegangan dan LKS yang dipakai sangat sulit bagi siswa. Hal ini dikarenakan materinya sangat susah dipahami dan dimengerti oleh siswa sehingga siswa malas untuk membahas soal-soal yang ada di buku tersebut”.

Nieveen (1999:126) menyatakan suatu perangkat pembelajaran dikatakan baik jika memenuhi aspek kualitas yang meliputi: (1) validitas (validity), (2) kepraktisan (practically), dan (3) keefektifan (effectiveness).

Pembelajaran yang valid menurut Nieveen (1999:127) adalah proses untuk memperbaiki, membuat dan mengembang-kan perangkat pembelajaran matematika berdasarkan prosedur pengembangan perangkat pembelajaran yang telah melalui tahap validasi ahli dengan hasil bisa digunakan. Perangkat pembelajaran yang memenuhi kualitas yang efektif, apabila siswa mengikuti pembelajaran yang dikembangkan dan pembelajaran yang dikembangkan mencapai kriteria yang diinginkan. Selain itu terdapat konsistensi antara perangkat dengan pembelajaran dan pembelajarannya tercapai sedangkan perangkat pembelajaran yang praktis jika guru dapat memper-timbangkan perangkat yang akan digunakan dan mudah digunakan oleh guru dan siswa sesuai aturan pakai. Perangkat yang praktis adalah perangkat yang memiliki konsistensi antara kurikulum dengan perangkat yang dikembangkan dan perangkatnya operasional.

Metode Penelitian

56

Jenis penelitian ini adalah penelitian pengembangan (developmental research) dengan menggunakan model pengembangan Thiagarajan, Semmel dan Semmel, yaitu model 4-D (define, design, develop, disseminate).

Penelitian ini dilaksanakan di kelas X SMK Negeri 5 Medan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015 yang pelaksanaanya berlangsung sebanyak 4 kali pertemuan (8 jam pelajaran = 8 × 45 menit).

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMK Negeri 5 Medan Tahun Ajaran 2014/2015. Dan objek dalam penelitian ini adalah RPP, buku guru, buku siswa, LKS dan tes kemampuan pemecahan masalah matematik.

Adapun rancangan uji coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah One Group Pre Test-Post Test Design, yang digambarkan sebagai berikut :

Tabel 1. Rancangan Uji Coba Perangkat Pembelajaran

Kelas Pre-test Perlakuan Post-testUji Coba O1 X O2

Keterangan:O1 = Pre-testO2 = Post-testX = Perlakuan pembelajaran dengan menggunakan

perangkat pembelajaran berbasis pendekatan PMRHasil Penelitian Dan Pembahasan

Perangkat pembelajaran yang berhasil dikembangkan dalam penelitian ini adalah RPP, buku guru, buku siswa, LKS dan tes kemampuan pemecahan masalah matematik. RPP yang disusun dalam penelitian ini adalah RPP yang sesuai dengan karakteristik pendekatan pendidikan matematika realistik. RPP dilakukan selama 4 kali pertemuan.

Buku guru disusun sebagai panduan guru untuk mengajar matematika pada pokok bahasan peluang yang disajikan dalam bentuk rancangan masalah kontesktual atau masalah yang nyata yang terkait dengan lingkungan

57

siswa, selain itu proses pengkonstruksian pengetahuan didominasi oleh siswa yang berbentuk essay tes dan memiliki alternatif penyelesaiannya. Hal ini bertujuan agar guru memiliki tolak ukur penilaian terhadap evaluasi pembelajaran.

Buku siswa yang dikembangkan memuat masalah-masalah kontekstual yang memuat informasi-informasi penting yang berhubungan dengan konsep-konsep penting yang akan diajarkan. Dari masalah kontekstual tersebut diharapkan siswa dapat mengkonstruksi konsep atau prosedur yang dipelajari. Buku siswa ini dirancang dengan mengacu pada buku guru. Masalah-masalah kontekstual yang disajikan dalam buku siswa berupa essay tes. Hal ini bertujuan agar siswa dapat berlatih memecahkan soal-soal, sehingga siswa akan lebih percaya diri terhadap kemampuan yang dimilikinya. Dengan menggunakan buku siswa sebagai panduan, diharapkan agar siswa dapat memberikan ide atau gagasan, menemukan rumus dan aplikasinya pada pemecahan soal atau masalah yang diberikan.

LKS yang dikembangkan sesuai dengan prinsip pendekatan pendidikan matematika realistik berisi masalah-masalah yang menuntun siswa untuk mengkonstruksi konsep, prinsip atau prosedur dari materi yang sedang dibahas dengan atau tanpa bimbingan guru. LKS ini memuat kegiatan yang mendorong siswa untuk mengkomunikasikan ide mereka dalam bentuk tulisan.

Penyusunan tes kemampuan pemecahan masalah matematik berdasarkan indikator dan berbentuk essay. Tes ini menggunakan penilaian acuan patokan (PAP), karena tes ini digunakan untuk mengukur seberapa jauh pencapaian indikator yang telah dirumuskan.

Berdasarkan hasil validasi ahli dan revisi yang telah dilaksanakan diperoleh kesimpulan perangkat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik yang sudah dikembangkan valid untuk diterapkan. Berdasarkan kesimpulan dari kelima validator menyatakan bahwa

58

RPP, buku guru, buku siswa, LKS dan tes kemampuan pemecahan masalah matematik dinyatakan valid untuk diterapkan.

Rangkuman hasil validasi perangkat pembelajaran dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2. Rangkuman Hasil Validasi Perangkat Pembelajaran

No. Objek yang dinilai

Nilai rata-rata total

validitas

Tingkat validasi

1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) 4,28 Valid

2. Buku Guru 4,31 Valid3. Buku Siswa 4,36 Valid4. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) 4,29 Valid5. Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematik Valid Valid

Berdasarkan tabel di atas, didapat rata-rata total validitas perangkat pembelajaran berada pada interval: 4 ≤ Va < 5. Berdasarkan kriteria kevalidan maka dapat dikatakan bahwa perangkat pembelajaran yang dikembangkan valid.

Kepraktisan perangkat pembelajaran diukur dari tiga hal yaitu: (1) keterlaksanaan perangkat pembelajaran, dan (2) respon siswa terhadap keterlaksanaan perangkat pembelajaran.

Pada uji coba lapangan pertama, dari angket respon siswa yang diikuti oleh 30 siswa setelah mengikuti pembelajaran untuk materi peluang dengan menggunakan pendekatan pendidikan matematika realistik, maka diperoleh bahwa respon siswa terhadap semua aspek terutama terhadap perangkat pembelajaran yaitu pendapat siswa terhadap komponen pembelajaran

59

yang terdiri dari materi pelajaran, buku siswa, lembar kegiatan siswa (LKS), suasana belajar di kelas dan cara guru mengajar berada di atas 80%. Artinya setiap aspek direspon positif oleh siswa sehingga perangkat pembelajaran tidak mengalami revisi berdasarkan respon siswa.

Sedangkan pada uji coba lapangan kedua, dapat dianalisis bahwa respon siswa terhadap semua aspek terutama terhadap perangkat pembelajaran yaitu pendapat siswa terhadap komponen pembelajaran yang terdiri dari materi pelajaran, buku siswa, lembar kegiatan siswa (LKS), suasana belajar di kelas dan cara guru mengajar berada di atas 80%. Artinya setiap aspek direspon positif oleh siswa sehingga perangkat pembelajaran tidak mengalami revisi berdasarkan respon siswa.

Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa perangkat pembelajaran berbasis pendekatan pendidikan matematika realistik telah memenuhi kepraktisan perangkat sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini berarti perangkat pembelajaran yang berhasil dikembangkan mudah dan dapat dilaksanakan oleh guru dan siswa.

Untuk mengetahui keefektifan perangkat pem-belajaran dilihat dari nilai ketuntasan belajar siswa secara klasikal pada uji coba lapangan pertama dan kedua, kemampuan guru mengelola pembelajaran dan aktivitas siswa selama pembelajaran.

Berdasarkan kriteria ketuntasan belajar siswa maka diperoleh ketuntasan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada uji coba lapangan pertama dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Tingkat Ketuntasan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada Uji Coba

Lapangan Pertama

Kategori

Pretes Postes Jumlah siswa

Persentase

Jumlah siswa

Persentase

60

Tuntas 5 orang 16,67% 23 orang 76,67%Tidak

Tuntas25 orang 83,33% 7 orang 23,33%

Jumlah 30 orang 100% 30 orang 100%

Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan bahwa presentasi ketuntasan pada pretes sebesar 16,67% dengan jumlah siswa yang tuntas hanya 5 siswa dari 30 siswa. Sedangkan untuk postes, presentasi ketuntasan sebesar 76,67% dengan jumlah siswa yang tuntas adalah 23 siswa. Selanjutnya, secara klasikal bahwa suatu pembelajaran dikatakan telah mencapai ketuntasan, jika terdapat 85% siswa yang mengikuti tes kemampuan pemecahan masalah matematik mencapai nilai 2,67 dan berada pada kategori “B-“. Hal ini sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal dalam Kurikulum 2013.

Ketuntasan secara klasikal pada hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa sebesar 76,67%. Dengan demikian secara klasikal, pada hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa belum memenuhi kriteria pencapaian ketuntasan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ketuntasan belajar siswa belum tercapai secara klasikal sehingga perlu dilaksanakan uji coba lapangan kedua.

Selanjutnya, untuk melihat keefektifan perangkat pembelajaran dilihat dari kemampuan guru mengelola pembelajaran. Pada uji coba lapangan pertama dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata keseluruhan kemampuan guru mengelola pembelajaran adalah 3,47 dan berada pada kategori “cukup baik”. Kemampuan guru mengelola pembelajaran dikatakan efektif apabila rata-rata kemampuan guru untuk semua pertemuan mencapai kriteria minimal baik. Karena nilai rata-rata keseluruhan kemampuan guru mengelola pembelajaran adalah 3,47 maka dapat disimpulkan kemampuan guru mengelola pembelajaran belum efektif, dan harus direvisi serta dilakukan uji coba lapangan kedua.

61

Selanjutnya adalah aktivitas siswa selama pembelajaran. Dapat dianalisis bahwa untuk setiap pertemuan aktivitas siswa berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran. Karena persentase aktivitas siswa untuk setiap kategori pengamatan dan tiap pertemuan berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran, maka perangkat pembelajaran tidak mengalami revisi berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa.

Pada uji coba lapangan pertama, ketuntasan belajar siswa belum tercapai secara klasikal, kemampuan guru mengelola pembelajaran masih berada pada kategori “cukup baik”. Oleh karena itu, maka dilakukanlah uji coba lapangan kedua.

Berdasarkan kriteria ketuntasan belajar siswa maka diperoleh ketuntasan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada uji coba lapangan kedua dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4. Tingkat Ketuntasan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik pada Uji Coba

Lapangan Kedua

Kategori

Pretes Postes Jumlah siswa

Persentase

Jumlah siswa

Persentase

Tuntas 8 orang 26,67% 26 orang 86,67%Tidak

Tuntas22 orang 73,33% 4 orang 13,33%

Jumlah 30 orang 100% 30 orang 100%

Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan bahwa presentasi ketuntasan pada pretes sebesar 26,67% dengan jumlah siswa yang tuntas hanya 8 siswa dari 30 siswa. Sedangkan untuk postes, presentasi ketuntasan sebesar 86,67% dengan jumlah siswa yang tuntas adalah 26 siswa. Selanjutnya, secara klasikal bahwa suatu pembelajaran dikatakan telah mencapai

62

ketuntasan, jika terdapat 85% siswa yang mengikuti tes kemampuan pemecahan masalah matematik mencapai nilai 2,67 dan berada pada kategori “B-“. Hal ini sesuai dengan kriteria ketuntasan minimal dalam Kurikulum 2013.

Ketuntasan secara klasikal pada hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa sebesar 86,67%. Dengan demikian secara klasikal, pada hasil tes kemampuan pemecahan masalah matematik siswa sudah memenuhi kriteria pencapaian ketuntasan. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa ketuntasan belajar siswa sudah tercapai secara klasikal.

Selanjutnya, untuk melihat keefektifan perangkat pembelajaran dilihat dari kemampuan guru mengelola pembelajaran. Pada uji coba lapangan kedua dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata keseluruhan kemampuan guru mengelola pembelajaran adalah 3,95 dan berada pada kategori “baik”. Kemampuan guru mengelola pembelajaran dikatakan efektif apabila rata-rata kemampuan guru untuk semua pertemuan mencapai kriteria minimal baik. Karena nilai rata-rata keseluruhan kemampuan guru mengelola pembelajaran adalah 3,95 maka dapat disimpulkan kemampuan guru mengelola pembelajaran sudah efektif.

Selanjutnya adalah aktivitas siswa selama pembelajaran. Dapat dianalisis bahwa untuk setiap pertemuan aktivitas siswa berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran. Karena persentase aktivitas siswa untuk setiap kategori pengamatan dan tiap pertemuan berada pada kriteria batasan keefektifan pembelajaran, maka perangkat pembelajaran tidak mengalami revisi berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa.

Pada tahap uji coba lapangan yang kedua ini dimana ketuntasan hasil belajar telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) minimal 2,67 dan berada pada kategori “B-“, kemampuan guru mengelola pembelajaran dalam kategori “baik”, dan aktivitas siswa berada pada

63

kriteria batasan keefektifan pembelajaran. Hal ini memenuhi syarat keefektifan perangkat pembelajaran.

Dengan demikian secara umum perangkat pembelajaran yang berhasil dikembangkan telah memenuhi keseluruhan aspek kualitas perangkat pembelajaran yaitu valid, praktis, dan efektif, yang berarti bahwa perangkat pembelajaran telah berada dalam bentuk prototipe final yang siap diimplementasikan dalam lingkup yang lebih luas.

Untuk melihat seberapa besar peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan menggunakan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan pendidikan matematika realistik pada uji coba lapangan pertama dan kedua maka dengan menggunakan rumus gain ternormalisasi. Sedangkan untuk menganalisis peningkatan tersebut dilakukan uji t.

Untuk melihat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa

Uji Coba Lapangan I

Uji Coba Lapangan II

Jumlah 15,02 15,66Rata-rata

0,50 0,52

Kategori

Sedang Sedang

Dari tabel diperoleh, rata-rata gain kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada uji coba lapangan pertama sebesar 0,50 dan berada pada kategori sedang. Sedangkan rata-rata gain kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada uji coba lapangan kedua sebesar 0,52 dan berada pada kategori sedang.

64

Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa pada uji coba lapangan pertama dan kedua dianalisis dengan menggunakan uji-t. Dengan prosedur pengujian: Analyze-compare Means-Paired Samples T Test. Dengan menggunakan uji t, maka H0 ditolak atau H1 diterima artinya pada uji coba lapangan pertama dan kedua terdapat peningkatan yang signifikan terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa dengan menggunakan perangkat pembelajaran berbasis pendekatan pendidikan matematika realistik.

Simpulan Dan SaranSimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dalam penelitian ini, dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut :1. Perangkat pembelajaran berbasis pendekatan

pendidikan matematika realistik telah divalidasi oleh para ahli dan dinyatakan valid oleh validator dan berada pada kriteria ”baik”.

2. Perangkat pembelajaran berbasis pendekatan pendidikan matematika realistik telah memenuhi persyaratan kepraktisan.

3. Perangkat pembelajaran berbasis pendekatan pendidikan matematika realistik telah memenuhi persyaratan dari efektif.

4. Perangkat pembelajaran berbasis pendekatan pendidikan matematika realistik dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.

SaranBerdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis

mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :1. Perangkat pembelajaran yang telah dikembangkan

dan dinyatakan telah efektif hanya terfokus pada satu bab materi pokok saja, sehingga pengembangan perangkat pembelajaran belum optimal.

65

2. Dalam melakukan uji coba lapangan, peneliti mengalami beberapa faktor yang menghambat terlaksananya penelitian ini diantaranya adalah faktor eksternal yang dialami oleh siswa. Faktor eksternal tersebut diantaranya adalah kondisi lingkungan sekitar yang membuat proses pembelajaran sedikit tidak kondusif. Peneliti sedikit mengalami kendala saat mengkondisikan kondisi belajar di dalam kelas.

3. Perangkat pembelajaran yang dihasilkan masih perlu diujicobakan di sekolah lain dengan berbagai kondisi agar diperoleh perangkat pembelajaran yang benar-benar berkualitas (sebagai lanjutan tahap penyebaran dalam model pengembangan 4- D).

4. Pengembangan perangkat pembelajaran seperti ini hendaknya juga dilakukan pada topik lainnya untuk membuat siswa tertarik, senang dan aktif dalam belajar matematika.

Daftar Pustaka

Branca, N.A. 1980. Problem Solving as a Goal, Process and Basic Skill. NCTM: Reston Virginia.

Gravemeijer, K. 1994. Developing Realistic Mathematics. Utrecht: Freudenthal Institute.

NCTM. 2000. Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.

Nieveen, N. 1999. Prototyping to Reach Product Quality. In Jan Van den Akker, R.M. Branch, K. Gustafson, N. Nieveen & Tj. Plomp (Eds). Design Approaches and Tools in Education and Training (pp 125 – 135). Nederlands: Kluwer Academic Publishers.

Polya, G. 1957. How to Solve It A New Aspect of Mathematical Method. Princeton: University Press.

Ruseffendi, E.T. 1991. Pengantar kepada Guru: Membantu Mengembangkan Potensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

66

Subanindro. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Trigonometri Berorientasikan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematik Siswa SMA. Yogyakarta: Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.

Sugiantara, dkk. 2013. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika Realistik dengan Peta Konsep pada Materi Trigonometri di Kelas XI SMK. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Matematika Volume 2 Tahun 2013.

Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.

Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional.

67

PENTINGNYA PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS PADA ANAK USIA DINI

Oleh : Sarah Nasution

Abstrak

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pentingnya pendidikan bahasa inggris pada anak usia dini dan metode pembelajaran yang cocok digunakan untuk pembelajaran bahasa Inggris pada usia dini. Penulisan ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research). Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa bahasa Inggris harus diajarkan anak sejak usia dini karena dampak dari globalisasi dan bahasa Inggris juga menjadi bahasa internasional. Pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini dilakukan secara bertahap dan diajarkan hanya sebatas pengetahuan atau dasar-dasarnya saja tidak secara mendalam. Pembelajaran bahasa Inggris bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan nyanyian ataupun permainan agar anak tidak merasa bosan dan lebih semangat dalam belajar bahasa Inggris. Peran orang tua juga penting dalam proses pembelajaran dengan menggunakan bahsa Inggris di rumah meskipun dalam waktu yang singkat agar bahasa Inggris anak semakin berkembang.

Kata kunci : pendidikan bahasa Inggris dan anak usia dini

1. Pendahuluan

68

1.1. Latar BelakangPendidikan untuk anak usia dini sangatlah penting.

Karena pada dasarnya anak usia dini memiliki rasa keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu yang belum diketahuinya. Pendidikan bahasa pada anak usia dini sangat berperan penting dalam perkembangan dan pertumbuhan mereka. Dengan bahasa mereka bisa berbicara, bercerita, bahkan bernyanyi. Karena pendidikan bahasa pada anak usia dini sangatlah mudah daripada memberi pendidikan yang berhubungan dengan logika. Dengan ini, pendidikan bahasa Inggris juga termasuk dalam pendidikan bahasa yang harus diberikan pada anak usia dini.

Sebagai pendidik kita bisa mengajarkan mereka dengan berbagai cara, antara lain : dengan bernyanyi, bermain, maupun dengan gambar. Agar mereka mampu berbahasa Inggris walaupun hanya pengenalan akan tetapi Bahasa Inggris sangat penting untuk mereka. Dan sangat membantu mereka dalam mempelajari bahasa Inggris sebelum mereka duduk di bangku Sekolah Dasar.

Metode yang digunakan dalam pembelajaran anak usia dini harus mencakup semua aspek. Dalam penerapan metode harus memiliki banyak media sehingga mereka tertarik untuk belajar Bahasa Inggris. Misalnya mengajari mereka berbagai macam warna, buah-buahan, hewan, dan lain-lain. Dalam hal ini, pendidik harus memiliki banyak media agar mereka tidak bosan dan lebih semangat untuk belajar.

1.2. Tujuan PenulisanPenulisan ini bertujuan untuk mengetahui

pentingnya pendidikan bahasa inggris pada anak usia dini dan metode pembelajaran yang cocok digunakan untuk pembelajaran bahasa Inggris pada usia dini.

1.3. Metode PenulisanPenulisan ini menggunakan metode tinjauan

literatur (library research).

69

2. Uraian Teoritis2.1. Pengertian Bahasa

Bahasa adalah bentuk komunikasi yang dilakukan baik spontan, tertulis atau berupa isyarat, yang didasarkan pada suatu sistem dari simbol. Bahasa terdiri dari semua kata yang digunakan oleh suatu komunitas dan semua aturan untuk mengubah atau menggabungkan kata-kata tersebut (Anonimus, 2014).

2.2. Pengertian Bahasa InggrisBahasa Inggris adalah media komunikasi utama

bagi masyarakat di negara Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia, New Zealand, Afrika Selatan, dan di negara lainnya. Bahasa Inggris (English) merupakan bahasa resmi dari banyak negara-negara persemakmuran dan dipahami serta dipergunakan secara meluas. Bahasa Inggris dipergunakan di lebih banyak negara di dunia dibanding bahasa yang lain serta dibanding bahasa yang lain kecuali bahasa Cina, bahasa ini juga dipergunakan oleh lebih banyak orang (Masbadar, 2012). 

2.3.   Sistem Aturan BahasaKetika Ralph Waldo Emerson, penulis Amerika abad

ke-19 mengatakan, “Dunia dibangun dengan tatanan dan bahkan atom-atom berbaris rapi”, ia sedang membicarakan tentang bahasa. Bahasa ditata dan diorganisasikan dengan baik (Berko Gleason, 2005). Organisasi tersebut melibatkan lima sistem aturan: fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik.

Fonologi adalah sistem bunyi bahasa, mencakup bunyi-bunyi yang digunakan dan bagaimana bunyi-bunyi tersebut dikombinasikan (Menn dan Stoel-Gammon, 2005). Contohnya, bahasa Inggris memiliki bunyi “sp”, “ba”, dan “ar”, tetapi rangkaian bunyi “zx” dan “qp” tidak ada. Sebuah fenom adalah unit dasar dari suara suara dalam suatu bahasa; fonem adalah unit terkecil dari suara yang mempengaruhi makna. Contoh yang baik dari fonem

70

bahasa Inggris adalah /k/, yakni suara yang direpresentasikan oleh huruf “k” di dalam kata “ski” dan huruf c dalam kata “cat”. Bunyi /k/ hanya berbeda sedikit dalam kedua kata tersebut, dan dalam beberapa bahasa seperti bahasa Arab, dua bunyi tersebut merupakan fonem-fonem yang berbeda. Akan tetapi, variasi ini tidak dibedakan dalam bahasa Inggris, dan bunyi /k/ adalah sebuah fenom tunggal.

Morfologi adalah sistem dari unit-unit bermakna yang membentuk formasi kata. Sebuah morfem adalah unit terkecil yang masih memiliki makna; yang berupa kata (atau bagian kata) yang tidak dapat dipecah lagi menjadi bagian bermakna yang lebih kecil. Setiap kata dalam bahasa Inggris terdiri dari satu morfem atau lebih. Beberapa kata terdiri atas sebuah morfem tunggal (contohnya kata “help”), sedangkan kata-kata yang lain dapat terdiri dari lebih dari satu morfem (contohnya, “helper”, yang terdiri dari dua morfem, yaitu “help”+”er”, dengan morfem “-er” berarti “seseorang yang” dalam bahasa Inggris “helper” berarti “one who helps” (seseorang yang menolong)). Jadi, tidak semua morfem adalah kata-kata yang berdiri sendiri; contohnya “-pre”, “-tion”, dan “-ing” (dalam bahasa Inggris ) juga merupakan morfem.

Sebagaimana aturan yang menentukan fonologi mendeskripsikan rangkaian suara yang dapat terjadi dalam suatu bahasa, aturan morfologi mendeskripsikan bagaimana unit-unit yang bermakna (morfem-morfem) dapat dikombinasikan dalam kata-kata (Tager-Flusberg, 2005). Morfem-morfem memiliki banyak tugas dalam tata bahasa, seperti menandai “tense” (keterangan waktu dalam bahasa Inggris), (contohnya, “she walks” dengan “she walked”) dan “jumlah” (contohnya, “she walks” dan “they walk”).

Sintaksis adalah cara mengkombinasikan kata-kata agar membentuk frasa-frasa dan kalimat-kalimat yang dapat diterima. Jika seseorang berkata kepada kita, “Bob slugged Tom” (Bob meninju Tom) atau “Bob was slugged

71

by Tom” (Bob ditinju oleh Tom). Kita mengerti siapa yang meninju dan siapa yang ditinju dalam tiap kasus tersebut karena kita memiliki suatu pemahaman sintaksis dari tata bahasa kalimat-kalimat tersebut. Kita juga memahami bahwa kalimat, “You didn’t stay, did you?” (Kamu tidak tinggal, kan?) merupakan kalimat yang dapat diterima secara tata bahasa  tetapi kalimat “You didn’t stay, did you?” adalah kalimat yang tidak dapat diterima secara tata bahasa serta ambigu.

Semantik adalah sistem yang melibatkan makna dari suatu kata atau kalimat. Setiap kata memiliki sekumpulan makna semantik atau atribut-atribut penting terkait makna kata. Girl (anak perempuan) dan women (wanita), contohnya, memiliki kesamaan ciri semantik tetapi berbeda secara semantik dalam hal usia.

Kata-kata memiliki keterbatasan semantik dalam cara mereka digunakan dalam kalimat (Pan, 2005). Kalimat “the bicycle talked the boy into buying a candy bar” (sepeda membujuk anak laki-laki membeli sekaleng permen) secara sintaksis benar tetapi secara semantik tidak benar. Kalimat tersebut melanggar pengetahuan semantik kita bahwa sepeda tidak dapat berbicara.

Perangkat terakhir dari aturan bahasa adalah pragmatik. Pragmatik yaitu penggunaan bahasa yang tepat dalam konteks-konteks yang berbeda. Pragmatik meliputi banyak wilayah artinya harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi, seperti ketika berbicara dengan seorang guru atau menceritakan suatu cerita yang menarik, lelucon yang lucu dan kebohongan yang memperdayakan. Dalam tiap-tiap kasus tersebut, kita mendemonstrasikan bahwa kita memahami aturan-aturan budaya dalam menyesuaikan bahasa dengan konteksnya(Hadi, 2013). 

2.4.  Pengertian Anak Usia DiniAnak usia dini adalah anak yang berada pada usia

0-6 tahun (UUSPN No.20/2003, pasal 28 ayat 1).

72

Sedangkan para ahli mengatakan bahwa anak yang berusia 0-8 tahun dinamakan paud.

2.5. Pentingnya Pendidikan Bahasa Inggris Pada Anak Usia Dini

Pada masa kini bahasa Inggris tidak boleh dipandang sebelah mata. Hal ini dikarenakan begitu pentingnya bahasa Inggris. Banyak orang tua yang ingin mengajarkan anaknya belajar bahasa Inggris sejak usia dini, memang tidak mudah untuk mengajarkan anak usia dini, bukan hanya bahasa Inggris saja akan tetapi hal-hal yang lainnya. Dalam mengajarkan bahasa Inggris pada anak usia dini tentu mempunyai cara yang sangat berbeda jika dibandingkan dengan remaja atau dewasa. Pada anak usia dini, pengajaran bahasa Inggris hanyalah sebatas pengenalan. Jadi, anak usia dini hanya bisa diajarkan dasar-dasarnya saja dan mereka diajarkan dengan cara bermain, akan tetapi bukan hanya sekedar bermain. Bermain di sini adalah bermain yang diarahkan. Dengan cara inilah mereka bisa mengetahui banyak hal. Perlu kita ketahui bahwa pada saat anak bermain keadaan otak anak sedang tenang karena ia merasa senang dan ceria. Dengan keadaan seperti ini ilmu yang kita ajarkan bisa masuk dan tertanam dengan baik dan mudah dalam otak mereka.

Pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini hanya sebatas pengenalan dan dasar-dasarnya saja. Jadi, kita sebagai pendidik mengajarkan mereka hal-hal yang sangat dasar dahulu, misalnya huruf-huruf abjad bahasa Inggris, angka, macam-macam buah-buahan, macam-macam hewan, macam-macam warna, dan sedikit percakapan yang simple dan mudah (seperti good morning, how are you, dan lain-lain).

Peran aktif orang tua sangat diperlukan dalam hal ini, dengan kata lain orang tua pun dituntut untuk mengetahui sedikit tentang bahsa Inggris agar mereka bisa membeli buku tentang dasar bahasa Inggris dan mengajarkannya pada anak-anak mereka di rumah.

73

Di bawah ini adalah beberapa alasan mengapa anak sejak dini harus dituntut untuk menguasai bahasa Inggris, antara lain:1. Faktor geografis menjadi alasan pertama mengapa

orang Indonesia perlu mempelajari bahasa Inggris. Indonesia dikelilingi oleh negara-negagara yang kebanyakan penduduk-nya menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pertama atau kedua. Negara-negara tersebut antara lain Singpura, Malaysia, Filiphina, Australia, dan lain sebagainya. Dengan belajar bahasa Inggris akan memudahkan seseorang dalam berkomunikasi dengan orang lain apabila suatu saat pergi ke luar negeri.

2. Bahasa Inggris perlu dipelajari karena penggunaannya secara luas sebagai bahasakomunikasi internasional. Agar dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda latar belakang budaya dan kenegaraannya, bahsa Inggris menjadi pilihan utama yang sering dipakai dalam melakukan komunikasi. Contoh yang mudah dilihat ada pada dunia pariwisata. Para wisatawan yang melakukan perjalanan ke luar negeri biasanya menggunakan bahasa Inggris untuk dapat berkomunikasi dengan warga setempat. Selain itu, bahasa Inggris juga menjadi bahasa pengantar resmi dalam dunia transportasi baik di udara maupun di laut.

3. Informasi yang terdapat di dunia juga kebanyakan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa publikasinya. Bisa kita ambil contoh dari internet, sebagian besar situs-situs penyedia informasi di internet berbahasa Inggris. Tidak hanya di internet, buku-buku juga tidak sedikit yang memakai bahasa Inggris. Dengan lancar berbahasa Inggris akan sangat membantu anak dalam menjelajah dan mengakses sumber pengetahuan baik dari media tulis maupun media elektronik (Santrock, 2003).

2.6. Pendekatan Teori Pembelajaran Bahasa Inggris Untuk Anak Usia Dini

74

Sebagai seorang pendidik anak usia dini sebelum mereka memulai pembelajaran, mereka harus mengetahui karakteristik anak-anak yang dididik terlebih dahulu, karena itu membantu mereka dalam memudahkan perkembangan anak-anak dalam pembelajaran.

Adapun secara umum karakteristik anak-anak usia dini yang dimaksud, antara lain: a. Aspek Kognitif

- Mereka telah memiliki kemampuan untuk meng-intepretasikan arti/makna.

- Mereka memiliki daya perhatian dan konsentrasi yang terbatas.

- Mereka telah memiliki daya untuk berimaginasi.- Mereka memahami situasi.

b. Aspek Afektif- Mereka senang menemukan dan menciptakan

sesuatu yang baru.- Mereka senang berbicara.- Mereka senang bermain dan bekerja sendiri. - Mereka tertarik pada aktivitas yang sesuai dengan

mereka. c. Aspek Psikomotorik

- Mereka memiliki keterampilan dalam bahasa secara terbatas namun kreatif.

- Mereka dapat belajar dengan melakukan sesuatu.- Mereka belajar bahasa Inggris dengan

mempraktikannya.- Mereka dapat bekerja sama dengan orang dewasa. - Mereka akan belajar dengan sangat baik apabila

mereka terlibat dalam aktivitas yang sesuai dengan diri mereka.

Dengan memperhatikan karakteristik anak-anak tersebut, tujuan pembelajaran bahasa Inggris untuk anak usia dini secara umum dapat ditentukan sebagai berikut :

75

a. Membuat anak merasa berkompeten dan percaya diri dalam bahasa Inggris.

b. Menyediakan lingkungan pembelajaran yang aman, bersifat menghibur dan rekreatif serta mendidik.

c. Menciptakan pembelajar bahasa Inggris untuk jangka panjang (Shintia Mahardika, 2012.

3. Pembahasan3.1. Tahapan-tahapan Dalam Belajar Bahasa Inggris

Pengajaran bahasa Inggris dilakukan secara bertahap. Sama halnya dengan belajar bahasa Indonesia anak tidak langsung berbicara, membaca dan menulis secara bersamaan. Sebelum bisa berbicara dalam bahasa Indonesia mereka harus mendengarkan terlebih dahulu bahasa Indonesia. Jika mereka tidak pernah mendengarkannya mereka akan mengalami kesulitan dalam berbicara. Itu sebabnya biasanya anak yang tuli juga otomatis bisu karena dia tidak bisa mendengar sehingga tidak bisa menirukannya. Jadi, pada intinya belajar bahasa apapun caranya sama. Berikut ini adalah tahapan-tahapan dalam belajar bahasa Inggris bagi anak :1. Listening (Mendengar)

Selain mendengar kita berbicara, anak juga bisa mendengar dengan cara dibacakan buku cerita dalam bahasa Inggris,mendengar nyanyian sederhana ataupun menonton DVD atau video berbahasa Inggris. Tapi untuk pengetahuan awal, sebagai pendidik kita harus memilih kata-kata yang sedikit dan sederhana.

2. Speaking (Berbicara)Setelah anak sering mendengar dalam bahasa Inggris, anak bisa didorong untuk berbicara dalam kalimat-kalimat sederhana. Misalnya, dengan menerapkan waktu 30 menit sehari sebagai waktu keluarga untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Layaknya anak usia balitayang baru memulai berbicara, anak juga memulai berbicara dalam bahasa Inggris meskipun dengan satu kata seperti book (buku) ketika melihat

76

kakaknya membawa buku. Lalu kembangkan menjadi kalimat-kalimat pendek seperti, she brings book.

3. Reading (Membaca)Ada dua metode umum dalam mengajarkan anak belajar membaca dalam bahasa Inggris yaitu whole language approach dan phonic. a.  Whole language approach adalah suatu metode

belajar membaca dengan menjadikan bahasa sebagai salah satu kesatuan tidak terpisah-terpisah.belajar membaca juga harus sesuai dengan konteksnya. Metode ini lebih menekankan pada arti suatu kata. Contohnya, ketika melihat kata “cat” (kucing) anak langsung diberitahu bahwa itu bacanya “ket”  dan itu artinya kucing. Biasanya anak belajar membaca dengan sistem mengingat (memorize) kata yang sudah pernah disebutkan. Kelebihan metode ini adalah anak lebih cepat bisa membaca tapi akan kesulitan ketika harus menuliskan kata yang dimaksud terutama kata-kata yang cukup panjang.

b.  Phonic adalah suatu metode belajar membaca melalui huruf dengan cara mengejanya satu persatu, misalkan “cat” (kucing) berarti dieja “keh-e-teh” dan dibaca “ket”. Setiap kata diurai menjadi huruf-huruf. Karena belajar melalui mengeja maka anak memerlukan waktu yang lebih lama untuk bisa membaca. Tapi kelebihannya anak lebih mudah ketika harus menuliskan kata yang dia dengar. Untuk memudahkan anak belajar dan membaca, kita sebagai pendidik sebaiknya memilih buku-buku yang sesuai dengan tingkatannya. Misalnya, anak yang baru mulai membaca, sebagai pendidik kita memilih buku-buku yang hanya terdiri dari satu kata misalkan halaman pertama ada gambar buah apel dan di bawahnya ada tulisan This is Apple. Setelah itu bisa dicoba dengan kata yang lain, misalkan I like banana. Anak bisa

77

membuat sendiri buku-buku seperti itu atau mendapatkannya melalui reading A to Z.

4. Writing (Menulis)Ini adalah tahapan yang paling sulit dalam belajar bahasa Inggris, karena ada banyak aturan yang harus dipatuhi. Biasanya orang Indonesia pasti akan kesulitan untuk berbicara dalam bahasa Inggris. Sebenarnya bukan karena tidak bisa melainkan karena takut salah. Padahal meskipun kita salah mengucapkan susunan beberapa kalimat atau salah kata bahasanya lawan bicara kita pasti mengerti. Tapi lain halnya dengan menulis, ketika kita melakukan banyak sekali kesalahan tata bahasa dan cara pengejaan bisa jadi orang yang membaca tulisan kita tidak mengerti apa yang kita tulis. Karena ini relatif sulit, maka menulis menjadi tahapan terakhir. Sebagai pendidik kita tidak boleh terburu-buru mengajarkan grammar atau menulis apabila anak belum menguasai tiga tahap sebelumnya.

Untuk mengajarkan anak grammar sebaiknya dilakukan secara implisit melalui buku yang berisi kalimat-kalimat yang berpola sama. Misalkan apabila halaman pertama berisi kalimat past tense maka halaman-halaman berikutnya juga berpola past tense. Sehingga setelah beberapa kali pengulangan anak bisa mendapatkan gambaran kapan kalimat bentuk past tense itu digunakan. Jika anak diajarkan grammar secara eksplisit yaitu dengan penjelasan panjang lebar mengenai past tense lengkap dengan rumus yang harus dihafal, maka anak akan kebingungan dan akhirnya malah merasa takut untuk menulis. Seperti ketika berbicara anak sebaiknya memulai dengan menulis satu kata, kemudian satu kalimat pendek, lalu satu kalimat panjang, kemudian satu paragraf dan seterusnya. Mungkin nanti tanpa kita sadaritiba-tiba anak sudah bisa menulis satu buku dalam bahasa Inggris.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan pembelajaran bahasa Inggris untuk anak usia

78

dini agar pembelajaran tersebut dapat mencapai tujuan seperti yang diharapkan: 1. Melengkapi aktivitas pembelajaran dengan media

visual dan gerakan-gerakan serta kombinasi antara ‘bahasa lisan’ dengan ‘bahasa tubuh’ atau ‘demonstrasi’.

2.  Melibatkan anak-anak di dalam pembuatan media visual.

3. Berpindah dari aktivitas yang satu ke aktivitas yang lain dengan cepat.

4. Membangun rutinitas di dalam kelas dengan menggunakan bahsa Inggris.

5. Gunakan bahasa ibu apabila diperlukan.6. Mengajar berdasarkan tema dan menstimulasi

imajinasi dan kreativitas anak-anak. 7. Mengunakan cerita dan konteksyang sudah dikenal

oleh anak-anak.8. Mengundang masyarakat sekitar (orang tua,

mahasiswa, dsb.) yang bisa berbahasa Inggris untuk bercerita di dalam kelas.

9. Berkolaborasi dengan guru lain di sekolah kita.10.Berkomunikasi dengan guru atau pengajar untuk anak

usia dini lainnya di luar sekolah tempat kita mengajar.

3.2.   Metode-metode Pembelajaran Bahasa Inggris Untuk Anak Usia Dini

Berbagai macam metode yang dapat digunakan untuk pembelajaran bahasa Inggris anak usia dini, antara lain :1. Metode TPR (Total Physical Response Method)

Metode ini dikembangkan oleh James Asher, seorang profesor psikolog Universitas Negeri San Jose California. Metode ini adalah metode yang sesuai untuk mengajarkan bahasa Inggris pada anak usia dini dimana pembelajarannya lebih mengutama-kan kegitan langsung yang berhubungan dengan kegiatan fisik (physical) dan gerakan (movement). Dalam metode ini, Asher mengatakan bahwa semakin sering atau semakin intensif

79

memori seseorang diberikan stimulasi maka semakin kuat asosiasi memori berhubungan dan semakin mudah untuk mengingat (recalling). Kegiatan mengingat ini dilakukan secara verbal dengan aktivitas gerak (motor activiy).

Asher juga menyimpulkan bahwa peran faktor emosi sangat efektif dalam pembelajaran bahasa anak, artinya belajar bahasa dengan melibatkan permainan dengan bergerak yang dikombinasikan dengan bernyanyi atau bercerita akan dapat mengurangi tekanan belajar bahasa seseorang. Dia percaya bahwa dengan keceriaan dalam diri anak (positive mood) akan memberikan dampak yang baik bagi belajar bahasa anak.

Contoh pembelajaran dari metode ini adalah sebagai berikut: ketika mengenalkan kata stand up (berdiri) semua anak ikut berdiri sambil mendengarkan (listening) kata stand up dan mengucapkan (speak) kata stand up tersebut. Di sini kita sebagai pendidik tidak perlu menekankan pada pengenalan bahasa tulis (written language) meskipun kita bisa sekali-sekali menuliskan kata tersebut tapi tidak menjadi keharusan. Kemudian kita bisa menguatkan pengenalan kata tersebut sambil bernyanyi dan bergerak sesuai perintah lagu :

Every body sit down, sit down, sit downEvery body sit down just like meEvery body stand up, stand up, stand upEvery body stand up just like me

Kegiatan pengenalan bahasa Inggris dengan metode ini diharapkan dapat berlangsung secara terus menerus dan bertahap, apalagi dengan pembelajaran dengan cara menarik sehingga anak bisa senang dan ceria akan memaksimalkan kemampuan belajar bahasa kedua anak sehingga akan muncul anak-anak Indonesia yang fasih berbahasa Inggris.

2. Teaching English By Using SongMetode ini adalah salah satu metode mengajarkan

bahasa Inggris dengan menggunakan nyanyian/lagu segai medianya.

80

Mengingat bahasa Inggris merupakan bahasa asing di Indonesia, tentunya proses pembelajarannya memerlukan pendekatan yang tepat dan efektif. Keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini sangat dipengaruhi oleh kemampuan seorang guru dalam menyajikan proses kegiatan belajar-mengajar yang menarik dan menyenangkan bagi anak. Bukan hanya dengan nyanyian saja akan tetapi nyanyian yang diiringi oleh musik akan membatu proses pembelajaran pada anak. Karena musik dapat memperkaya kehidupan rohani dan memberikan keseimbangan hidup pada anak. Melalui musik, manusia dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan hatinya serta dapat mengendalikan aspek emosionalnya. Adapun nyanyian adalah bagian dari musik. Pada hakikatnya nyanyian bagi anak-anak adalah sebagai berikut :a. Bahasa Emosi, dimana dengan nyanyian anak dapat

mengungkapkan perasaannya, rasa senang, lucu, kagum, haru.

b. Bahasa Nada, karena dapat didengar, dinyanyikan, dan dikomunikasikan.

c. Bahasa Gerak, gerak pada nyanyian tergambar pada birama (gerak/ketukan yang teratur), pada irama (gerak/ketukan panjang pendek tidak teratur), dan pada melodi (gerakan tinggi rendah).

Keuntungan mengajarkan bahasa Inggris menggunakan nyanyian adalah sebagai berikut :a. Melalui lagu akan memotivasi anakuntuk lebih senang

mempelajari bahasa Inggris. b. Dengan menyanyi anak menjadi senang dan lebih

mudah dalam memahami materi ajar yang disampaikan. Kemampuan guru dalam memilih lagu dan menciptakan gerakan sesuai dengan usia perkembangan anak akan berdampak pula terhadap berhasilnya proses pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini.

c. Melalui nyanyian dan kegiatan pembelajaran yang bervariasi, pendidik dapat menumbuhkan minat anak

81

untuk lebih senang dan giat belajar, bahkan dapat memudahkan anak dalam memahami materi yang disampaikan.

d. Anak dibuat senang, tidak bosan, dan tertarik mengikuti proses pembelajaran.

Dengan nyanyian seorang anak akan lebih cepat mempraktikkan suatu materi yang disampaikan oleh pendidik. Selain itu, kemampuan anak dalam mendengar (listening), bernyanyi (singing), berkreativitas (creative) dapat dilatih melalui cara ini.  

3. Teaching English By Using GamesPembelajaran bahasa Inggris dengan menggunakan

permainan sebagai medianya mempunyai keutungan sebagai berikut :a. Penyampaian materi dapat diseragamkan

Dengan menggunakan media game dalam kegiatan belajar, maka akan ada penyeragaman penafsiran dari pendidik mata pelajaran terhadap mata pelajaran yang akan disampaikan kepada anak dididiknya.

b. Proses pembelajaran lebih menarikMedia game terdiri dari unsur visual (dapat dilihat), audio (dapat didengar) dan gerak (dapat berinteraksi). Jadi, media ini dapat membangkitkan  keingintahuan anak, merangsang penjelasan pendidik, memungkinkan anak menyentuh objek kajian pelajaran, membantu mereka mengkonkretkan sesuatu yang abstrak dan sebagainya.

c. Proses belajar anak lebih interaktifAdanya unsur AI (Artical Intelegence) atau kecerdasan buatan pada media game, maka akan terjadi komunikasi dua arah dimana pertanyaan muncul secara acak pada layar komputer dan anak akan menjawab pertanyaan tersebut. Dengan semakin tingginya pemrograman komputerpada AI, maka game yang dibuat dapat semakin komplek disesuaikan

82

dengan tingkat kemampuan anak itu sendiri. Contohnya adalah game simulasi.

d. Jumlah waktu belajar-mengajar dapat dikurangiDengan media game, maka pendidik tidak perlu menghabis-kan banyak waktu untuk menjelaskan materi. Dengan media game, anak dapat melatih dirinya dengan cara berinteraksi dengan media game mengenai suatu materi yang mereka ingin pelajari.

e. Kualitas belajar anak dapat ditingkatkanSelain lebih efisien dalam proses belajar-mengajar seperti diuraikan di atas, media game dapat membantu anak menyerap materi pelajaran ssecara lebih dalam dan utuh. Hal ini disebabkan media game lebih menarik karena ada unsur visual dan audio tetapi juga interaktif yang membuat anak bisa berinteraksi dengan program game tentang suatu mata pelajaran. Contohnya adalah quiz game.

f. Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan sajaPerkembangan teknologi yang semakin pesat, memungkinkan anak saat ini dapat memiliki laptop dengan harga yang murah. Perangkat ini mempunyai kelebihan dapat dibawa kemana-mana dan dapat digunakan kapan saja. Media game biasanya berbentuk CD interaktif yang dapat digunakan kapan saja. Sehingga media game sebagai media pembelajaran dapat digunakan kapan saja dan dimana saja.

g. Sikap positif anak terhadap bahan pelajaran maupun terhadap proses belajar itu sendiri dapat ditingkatkan. Dengan media, proses belajar-mengajar menjadi lebih menarik. Hal ini dapat meningkatkan kecintaan dan apresiasi anak terhadap ilmu pengetahuan dan proses pembelajara.

h. Peran pendidik dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktifPertama, pendidik tidak perlu mengulang penjelasan mereka bila media ini digunakan dalam pembelajaran.

83

Kedua, dengan mengurangi uraian verbal (lisan), pendidik dapat memberi perhatian lebih banyak kepada aspek-aspek lain dalam pembelajaran. Ketiga, peran pendidik tidak lagi sekedar “pengajar”, tetapi juga konsultan, penasihat, atau manajer pembelajaran.

4. Teaching English By Using StoriesBelajar bahasa Inggris juga bisa dilakukan dengan

cara membaca cerita pendek berbahasa Inggris. Dengan membaca kalimat perkalimat bahasa Inggris tetapi yang masih mudah dipahami akan sangat membantu anak dalam memahami cerita berbahasa Inggris tersebut. 

Langkah-langkah penerapan belajar bahasa Inggris dengan bercerita sebagai berikut:a. Siapkan media, alat peraga serta bila perlu seorang

pendidik harus hafal ceritanya terlebih dahulu. b. Ciptakan suasana yang menyenangkan, nyaman, dan

membuat anak penasaran dengan cerita yang akan kita bacakan.

c. Sebelum bercerita, buat perjanjian dengan anak dengan kalimat “Jangan ada yang bertanya sebelum ibu menyelesaikan cerita. Kalau ada yang ingin bertanya ditunda dulu ya”.

d. Nah bacakan cerita dengan penuh semangat dan semenarik mungkin.

e. Setelah selesai membacakan cerita mintalah anak mengulangi apa yang kita ceritakan.

f. Lalu jika ada yang bertanya dipersilahkan.

5. Membuka dan Menutup Kelas dengan Bahasa InggrisDengan membuka dan menutup kelas dengan

bahasa Inggris akan lebih menyenangkan dan membuat anak lebih semangat dalam proses pembelajaran. Cara ini juga bisa membantu anak untuk belajar bahasa Inggris.

4. Kesimpulan dan Saran4.1. Kesimpulan

84

Bahasa Inggris harus diajarkan anak sejak usia dini karena dampak dari globalisasi dan bahasa Inggris juga menjadi bahasa internasional. Pembelajaran bahasa Inggris pada anak usia dini dilakukan secara bertahap dan diajarkan hanya sebatas pengetahuan atau dasar-dasarnya saja tidak secara mendalam. Pembelajaran bahasa Inggris bisa dilakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan nyanyian ataupun permainan agar anak tidak merasa bosan dan lebih semangat dalam belajar bahasa Inggris. Peran orang tua juga penting dalam proses pembelajaran dengan menggunakan bahsa Inggris di rumah meskipun dalam waktu yang singkat agar bahasa Inggris anak semakin berkembang.

4.2. SaranSaran penulis untuk pembaca agar lebih

mengembangkan pembelajaran bahasa Inggris. Jika sejak usia dini tidak belajar bahasa Inggris dengan tepat, maka mulai saat ini diharapkan agar lebih mengembangkan bahasa Inggris. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Sebagai pendidik harus mengajarkan bahasa Inggris sejak anak usia dini, agar mereka fasih dalam bahasa Inggris.

Daftar Pustaka

Anonimus, 2014. “Mari Kita Saling Berbagi Informasi: Makalah Pentingnya Pembelajaran Bahsa Inggris Pada Anak Usia Dini,” dalam infoapapunada.blogspot.com/ 2013/04/makalah-Pentingnya-Pembelajaran-bahasa_15.html?m=1, diakses 15 Desember 2014.

Masbadar, 2012. Definisi Bahasa Inggris dan Sejarahnya,” dalam http://masbadar.com/bahasa-Inggris-Definisi-Dan-Sejarahnya/, diakses 15 Desember 2014 .

Hadi, I. D. 2013. “Pendekatan Teori Tentang Pembelajaran Bahasa Inggris Untuk Anak Usia Dini

85

http://dyahrochmawati08. wordpress.com/2009/02/12/pendekatan-Teori-Tentang-Pembelajaran-Bahasa-Inggris-Untuk-Anak-Usia-Dini/, diakses 15 Desember 2014.

Santrock, John W. 2003. Perkembangan Anak. Edisi Kesebelas. Erlangga, Jakarta.

Shintia Mahardika, 2012 “Hard Dreamer: Pembelajaran Bahasa Inggris Untuk Anak Usia Dini,” dalam shintiamhardika. blogspot.com/2012/12/pembelajaran-Bahasa-Inggris-Untuk-anak_15.html?m=1, diakses 19 Desember 2014.

HUBUNGAN KOMITMEN KARYAWAN TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN

Oleh : Sahnan Rangkuti

Abstrak

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komitmen karyawan terhadap prestasi kerja karyawan. Metode penulisan ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research). Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa komitmen karyawan dapat

86

mempengaruhi prestasi kerja karyawan. hubungan antara komitmen karyawan dan prestasi kerja karyawan adalah peran karyawan dalam mencapai tujuannya dengan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya demi hasil kerja yang baik secara kualitas dan kuantitas, serta hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan dengan perbandingan antara hasil (output) dengan masukan (input).

Kata kunci : komitmen dan prestasi kerja

1. Pendahuluan1.1. Latar Belakang

Saat ini perkembangan ilmu pengetahuan dan ilmu teknologi begitu cepat meningkat. Manajemen Sumber Daya Manusia disetiap organisasi senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan, semakin canggih. Berbagai cara ditempuh oleh perusahaan agar dapat bertahan dan berkembang dalam proses operasinya. Bagi para pemimpin harus dapat mencari solusi dalam menghadapi berbagai hambatan dan masalah yang pastinya akan muncul seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.

Berbagai faktor yang membuat suatu perusahaan dapat terus menjalankan operasinya, yaitu alam, modal, tenaga kerja, dan keahlian. Keempat faktor tersebut saling terkait dan tidak berdiri sendiri, melainkan harus saling mendukung demi tercapainya tujuan perusahaan secara efektif dan efisien. Tetapi dari keempat faktor tersebut, faktor tenaga kerja atau manusialah yang terpenting, karena manusia merupakan penggerak segala aktifitas yang ada pada perusahaan.

Perusahaan merupakan sumber daya manusia yaitu karyawannya. Manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi. Suatu perusahaan akan tersendat dalam beroperasi tanpa peran serta yang aktif dari karyawan meskipun alat-alat yang

87

dimiliki oleh perusahaan sangat canggih, karena peralatan canggih yang dimiliki oleh perusahaan difungsikan hanya sebagai pendukung setiap aktifitas dan proses produksi perusahaan.

Karakteristik pekerjaan adalah sebuah pendekatan dalam merancang pekerjaan yang menunjukkan bagaimana pekerjaan dideskripsikan ke dalam lima dimensi inti yaitu keanekaragaman keterampilan, identitas tugas, arti tugas, otonomi dan umpan balik (Robbins dan Judge, 2007:268). Banyak perusahaan besar yang melihat kualitas terbaik Seorang karyawan bukan dari keterampilan, melainkan dari sikap. Memiliki keterampilan yang banyak tetapi tidak disertai dengan sikap yang baik, tidak akan membantu kalian, para karyawan untuk mendapat penilaian yang baik dari atasan/pimpinan. Kualitas terbaik yang kalian berikan dengan memperlihatkan sikap yang baik pula, dapat dijadikan pijakan kuat dalam bekerja di perusahaan dan akan meningkatan kesempatan untuk mendapatkan promosi jabatan dan mencapai kesuksesan.

Menurut Panggabean (2002:135), komitmen organisasi adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu. Komitmen juga digambarkan sebagai kecendrungan untuk terikat dalam garis kegiatan yang konsisten karena menganggap adanya biaya pelaksanaan yang lain (berhenti bekerja). Karyawan yang memiliki komitmen terhadap perusahaan akan memberikan kontribusi terhadap peningkatan produktivitas, pengurangan biaya dan peningkatan kualitas; keunggulan bersaing yang sangat sulit untuk diperoleh sekaligus. Selain itu karyawan yang memiliki komitmen bisa beradaptasi dengan mudah terhadap visi dan misi perusahaan serta berbagai perubahan, sehingga membantu menciptakan harmoni dalam perusahaan.

Perusahaan pasti berharap dan senang bila mempunyai karyawan yang mempunyai komitmen tinggi pada perusahaan. Harapan ini wajar karena terdapat pengaruh aspek-aspek kerja lainnya dalam perusahaan.

88

Adanya komitmen karyawan pada perusahaan membuat karyawan merasa mempunyai tanggung jawab besar dengan bersedia memberikan segala kemampuannya sehingga timbulnya rasa memiliki organisasi.

Prestasi kerja karyawan adalah salah satu tolak ukur perusahaan dalam mencapai tujuannya. Sumber daya manusia merupakan elemen yang paling strategis dalam organisasi, harus diakui dan diterima oleh manajemen. Peningkatan prestasi kerja, harus dapat dilakukan oleh manusia. Oleh karena itu karakter pekerja dan komitmen karyawan merupakan faktor penting dalam mengukur prestasi kerja. Hal ini disebabkan oleh dua hal, antara lain: (1) besarnya biaya yang dikorbankan untuk tenaga kerja sebagai bagian dari biaya yang terbesar untuk pengadaan produk atau jasa dan (2) adanya masukan pada faktor-faktor lain seperti modal.

Prestasi kerja bukan semata-mata ditunjukkan untuk mendapatkan hasil kerja yang sebanyak-banyaknya, melainkan kualitas kerja juga penting untuk diperhatikan. Prestasi kerja individu dapat dinilai dari apa yang dilakukan oleh individu tersebut dalam pekerjaannya atau prestasi kerja individu adalah bagaimana seseorang melaksanakan pekerjaanya. Hal ini juga berlaku bagi karyawan dalam mengerjakan pekerjaanya untuk mencapai produktivitas kerja yang setinggi-tingginya. Karakteristik pekerjaan merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam meningkatkan prestasi kerja karyawan, karena dengan adanya karakteristik kerja karyawan yang baik dan komitmen yang tinggi akan mampu mencapai prestasi kerja yang maksimal. Tingkat disiplin dapat diukur melalui ketaatan pada peraturan yang telah ditentukan oleh perusahaan dan dari kesadaran pribadi. Sehingga dapat diartikan bahwa karakter kerja yang baik merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para anggota organisasi memilih tuntutan berbagai ketentuan tersebut.

Komitmen karyawan berperan dalam peningkatan prestasi kerja dalam suatu organisasi. Berdasarkan uraian

89

di atas, maka penulis mengambil judul “Hubungan Komitmen Karyawan terhadap Prestasi Kerja Karyawan”.

1.2. Tujuan PenulisanPenulisan ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan komitmen karyawan terhadap prestasi kerja karyawan.

1.3. Metode PenulisanMetode penulisan ini menggunakan metode

tinjauan literatur (library research).

2. Uraian Teoritis 2.1. Komitmen Karyawan

Sumber daya manusia adalah aset perusahaan yang harus dijaga dan dipelihara agar karyawan yang berkualitas tetap berada diperusahaan, untuk mewujudkan hal tersebut karyawan harus memiliki komitmen. Komitmen adalah sikap yang mencerminkan sejauh mana seorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Karyawan yang berkomitmen dan berkualitas biasanya selalu dapat diandalkan dan akan mencurahkan kemampuannya secara maksimal.

Pengertian komitmen karyawan menurut Steers dalam Kuntjoro (2002:64) adalah rasa identifikasi, keterlibatan dan loyalitas yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Komitmen karyawan merupakan kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi artinya lebih dari sekedar keanggotaan formal, karena meliputi sikap menyukai organisasi dan kesediaan untuk mengusahakan tingkat upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan.

Menurut Zurnali (2010:124), komitmen merupakan perasaan yang kuat dan erat dari seseorang terhadap tujuan dan nilai suatu organisasi dalam hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan

90

dan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa komitmen karyawan adalah tingkatan di mana seorang karyawan mengidentifikasikan diri dengan perusahaan dan merupakan salah satu sikap yang merefleksikan perasaan suka atau tidak suka dari seorang karyawan terhadap perusahaan tempat dia bekerja serta berkeinginan untuk memelihara keanggotaannya dalam perusahaan, karena komitmen karyawan merupakan dimensi perilaku penting yang dapat digunakan untuk menilai kecenderungan pegawai, identifikasi dan keterlibatan seseorang yang relatif kuat terhadap perusahaan serta bersedia berusaha keras bagi pencapaian tujuan organisasi.

Sementara itu, menurut Minner dalam Sopiah (2008:87) mengemukakan empat faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan antara lain :1. Faktor personal, misalnya usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, pengalaman kerja, dan kepribadian.2. Karakteristik pekerjaan, misalnya lingkup jabatan,

tantangan dalam pekerjaan, konflik peran, tingkat kesulitan dalam pekerjaan.

3. Karakteristik struktur, misalnya besar kecilnya organisasi, bentuk organisasi, kehadiran serikat pekerjaan, dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan.

4. Pengalaman kerja, Pengalaman kerja seorang karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi.

Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berlainan. Jadi, faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan ada empat faktor diantaranya faktor personal, karakteristik jabatan, karakteristik struktur dan pengalaman kerja, sehingga dengan adanya faktor-faktor tersebut maka karyawan memiliki komitmen terhadap pekerjaan dan perusahaan dimana mereka bekerja.

91

Menurut Umiker (1999), ciri-ciri karyawan yang memiliki komitmen adalah sebagai  berikut :a. Bertanggung jawab.

Bertanggungjawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah, keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Tanggungjawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak di sengaja. Tangung jawab juga berarti berbuat sebagai perwujudan kesadaran akan kewajibannya.

b. Konsisten.Pengertian Konsisten adalah tetap (tidak berubah-ubah); taat asas; selaras dan sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

c. Proaktif. Pengertian Proaktif adalah lebih aktif (KBBI), dalam artian luas seseorang yang memiliki sikap proaktif selalu memiliki visi ke depan, memandang masa depan dengan penuh optimisme, selalu aktif dan memikirkan apa yang dapat mereka lakukan untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sikap proaktif cenderung mengarah pada tindakan (action ) yang positif.

d. Disiplin Kerja.Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala aturan yang telah ditentukan. Disiplin kerja mem-punyai hubungan yang sangat erat dengan prestasi kerja. Kedisiplinan dengan suatu latihan antara lain dengan bekerja, menghargai waktu, dan biaya yang akan memberikan pengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawan.

e. Kepedulian.Kepedulian adalah yang diatur secara langsung mempengaruhi komitmen untuk menghasilkan kinerja lebih unggul, dan secara tidak langsung mempengaruhi komitmen karyawan terhadap atasan dan profesinya.

f. Persepsi.

92

Persepsi adalah dukungan dari organisasional dan tingkat dimana manajer menilai kontribusi karyawan dan kepedulian tentang produktivitas yang meningkat dari karyawan. Scott dan Jaffe menekankan pengaruh negatif dari kurangnya integritas para manajer dan pemilik perusahaan akan merusak komitmen lebih cepat dari pada yang lain.

g. Kestabilan kerja. Kestabilan kerja adalah peluang frustasi yang disebabkan oleh tuntutan-tuntutan yang baru dan perubahan pola kerja akan mengurangi komitmen.

h. Kekuasaan karyawan.Kekuasan karyawan adalah lebih suka mengambil resiko dan membuat komitmen ketika mereka merasa ditanggapi, memiliki kebebasan menjadi dirinya sendiri, dan terselamat-kan dari diskriminasi dan gangguan.

Jenis komitmen menurut Allen dan Meyer (Dunham, 1994:370) terbagi atas tiga komponen, yaitu :a. Komponen afektif berkaitan dengan emosional,

identifikasi, dan keterlibatan pegawai di dalam suatu organisasi. Pegawai dengan efektif tinggi masih bergabung dengan organisasi karena keinginan untuk tetap menjadi anggota organisasi.

b. Komponen normatif merupakan perasaan pegawai tentang kewajiban yang harus diberikan kepada organisasi. Komponen normatif berkembang sebagai hasil dari pengalaman sosialisasi, tergantung dari sejauh apa perasaan kewajiban yang dimiliki pegawai. Komponen normatif menimbulkan perasaan kewajiban kepada pegawai untuk memberikan balasan atas apa yang pernah diterimanya dari organisasi.

c. Komponen continuance berarti komponen yang berdasarkan persepsi pegawai tentang kerugian yang akan dihadapinya jika meninggalkan organisasi. Pegawai dengan dasar organisasi tersebut disebabkan karena pegawai tersebut membutuhkan organisasi.

93

Pegawai yang memiliki komitmen organisasi dengan dasar efektif memiliki tingkah laku yang berbeda dengan pegawai dengan dasar continuance. Pegawai yang ingin menjadi anggota akan memiliki keinginan untuk berusaha yang sesuai dengan tujuan organisasi. Sebaliknya pegawai yang terpaksa menjadi anggota organisasi akan menghindari kerugian financial dan kerugian lain, sehingga mungkin hanya melakukan usaha yang tidak maksimal.

Menurut Mowdey, Porter dan Steers, komitmen karyawan dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen karyawan memiliki dua komponen yaitu sikap dan kehendak untuk bertingkah laku. Sikap mencakup identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, di mana penerimaan ini merupakan dasar komitmen karyawan. Identifikasi pegawai tampak melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai organisasi, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi. Sikap juga mencakup keterlibatan seseorang sesuai peran dan tanggungjawab pekerjaan di organisasi tersebut. Pegawai yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua tugas dan tanggungjawab pekerjaan yang diberikan padanya. Selain itu sikap juga mencakup kehangatan, afeksi, dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi dari komitmen, serta adanya ikatan emosional dan keterikatan antara organisasi dengan pegawai. Pegawai dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap organisasi.

Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampak melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar organisasi dapat maju. Pegawai dengan komitmen tinggi, ikut memperhatikan nasib organisasi. Keinginan juga termasuk kehendak untuk tetap berada dalam organisasi. Pada pegawai yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk

94

keluar dari organisasi dan berkeinginan untuk bergabung dengan organisasi yang telah dipilihnya dalam waktu lama.

Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi, terlibat sungguh-sungguh dalam pegawai dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi. Selain itu tampil tingkah laku yang berusaha ke arah tujuan organisasi dan keinginan untuk tetap bergabung dengan organisasi dalam jangka waktu lama.

2.2. Prestasi Kerja KaryawanUpaya suatu perusahaan untuk mencapai tujuan

demi terjaganya kelangsungan hidup tentu ditopang dengan menjaga prestasi kerja tetap stabil, bahkan bila perlu ditingkatkan karena peningkatan prestasi kerja merupakan dambaan setiap perusahaan. Untuk memahami pengertian prestasi kerja berikut penulis akan memaparkan definisi prestasi kerja yang dikemukakan oleh beberapa ahli.

Menurut Mangkunegara (2002:33) prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikannya. Prestasi kerja adalah perbandingan antara hasil (output) dengan masukan (input). Jika prestasi naik hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi, adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya (Hasibuan, 2002:94). Menurut Maier dalam As’ad (2003:63) prestasi kerja adalah kualitas, kuantitas, waktu yang dipakai, jabatan yang dipegang, absensi dan keselamatan dalam menjalankan pekerjaan. Dimensi mana yang penting adalah berbeda antara pekerjaan yang satu dengan pekerjaan yang lain.

Sedangkan menurut Anoraga (2002: 175), prestasi kerja mengandung pengertian yang berkenaan dengan konsep ekonomis, filosofis dan sistem. Sebagai konsep

95

ekonomis, prestasi kerja berkenaan dengan usaha atau kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang berguna untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan masyarakat pada umumnya. Sebagai konsep filosofi, prestasi kerja mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang selalu berusaha meningkatkan mutu kehidupan dimana hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan mutu kehidupan esok harus lebih baik dari hari ini. Sedangkan konsep sistem, memberikan pedoman pemikiran bahwa pencapaian satu tujuan harus ada kerjasama atau perpaduan dari unsur-unsur yang relevan sebagai sistem.

Dari beberapa pengertian prestasi kerja yang di kemukakan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah hasil upaya adanya kerjasama yang baik atau kesungguhan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang dipercayakan kepadanya dengan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhannya sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya.

Seorang karyawan dikatakan berprestasi dalam bekerja apabila memiliki kemampuan yang bisa dipertanggung jawabkan. Beberapa pendapat ahli tentang ciri-ciri karyawan yang memiliki kemampuan atau prestasi.

David Campbell yang dicakup oleh Mangunhardjana (1986: 27) menggolongkan ciri-ciri karyawan yang memiliki kemampuan atau prestasi antara lain sebagai berikut:a. Kelincahan mental berpikir dari segala arah.

Kelincahan mental adalah kemampuan untuk bermain-main dengan ide-ide atau gagasan-gagasan, konsep, kata-kata dan sebagainya. Berpikir dari segala arah (convergent thinking) adalah kemampuan untuk melihat masalah atau perkara dari berbagai arah, segi dan mengumpulkan berbagai fakta yang penting dan mengarahkan fakta itu pada masalah atau perkara yang dihadapi.

b. Kelincahan mental berpikir ke segala arah.

96

Berpikir ke segala arah (divergent thinking) adalah kemampuan untuk berpikir dari ide atau gagasan menyebar ke segala arah.

c. Fleksibilitas konsep.Fleksibelitas konsep (conceptual flexibility) adalah kemampuan untuk secara spontan mengganti cara memandang, pendekatan, kerja yang tidak jalan.

d. Orisinalitas.Orisinalitas (originality) adalah kemampuan untuk menelorkan ide, gagasan, pemecahan, cara kerja yang tidak lazim, (meski tidak selalu baik), yang jarang, bahkan “ mengejutkan”.

e. Lebih menyukai kompleksitas dari pada simplisitas.Lebih menyukai kompleksitas dari pada simplisitas adalah Orang yang kreatif dan mampu itu lebih menyukai kerumitan dari pada kemudahan dengan maksud untuk memperluas cakrawala berpikir.

f. Latar belakang yang merangsang.Latar belakang yang merangsang (stimulating background) adalah lingkungan dan suasana yang mendorong untuk mempelajari pengetahuan, melatih kecakapan baru dan untuk memiliki sifat-sifat khas mereka: usaha, tenang dalam kegagalan, tidak putus asa, disiplin, mencari-cari terus, berprestasi dan gairah dalam hidup.

g. Kecakapan dalam banyak hal.Pada umumnya orang yang memiliki kemampuan mempunyai banyak minat dan kecakapan dalam berbagai bidang (multiple skills).

h. Disiplin Kerja.Disiplin kerja adalah sikap kejiwaan seseorang atau kelompok yang senantiasa berkehendak untuk mengikuti atau mematuhi segala aturan yang telah ditentukan. Disiplin kerja mempunyai hubungan yang sangat erat dengan prestasi kerja. Kedisiplinan dengan suatu latihan antara lain dengan bekerja, menghargai

97

waktu dan biaya akan memberikan pengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawan.

i. Keterampilan.Keterampilan adalah prestasi kerja karyawan dalam perusahaan yang dapat ditingkatkan melalui training, kursus-kursus dan lain-lain.

j. Sikap Etika Kerja.Sikap etika kerja adalah sesorang atau kelompok membina hubungan yang serasi, selaras dan seimbang didalam kelompok itu sendiri maupun dengan kelompok lain. Etika dalam hubungan kerja sangat penting karena dengan tercapainya hubungan selaras, serasi serta seimbang antar perilaku dalam proses produksi akan meningkatkan prestasi kerja.

k. Tingkat Penghasilan.Tingkat Penghasilan adalah besarnya jumlah nilai pengasilan yang didapatkan oleh karyawan didasarkan atas prestasi kerja karyawan, karena semakin tinggi prestasi karyawan maka semakin besar upah yang diterima. Dengan itu akan memberikan semangat kerja tiap karyawan untuk memacu prestasi sehingga prestasi kerja karyawan akan tercapai.

l. Jaminan Sosial.Jaminan Sosial adalah perhatian dan pelayanan perusahaan kepada setiap karyawan yakni menunjang kesehatan dan keselamatan. Dengan harapan agar karyawan semakin bergairah dan bersemangat untuk bekerja.

m. Manajemen.Manajemen adalah suatu proses dalam rangka mencapai tujuan. Dengan adanya manajemen yang baik, maka karyawan akan berorganisasi dengan baik. Dengan demikian prestasi kerja karya karyawan akan tercapai.

n. Kesempatan BerprestasiKesempatan Berprestasi adalah setiap orang dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.

98

Dengan diberikan kesempatan berprestasi, maka karyawan akan meningkatkan prestasi kerjanya.

Agar penilaian prestasi kerja karyawan berjalan dengan efektif, hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan program penilaian prestasi kerja karyawan yaitu : 1. Tujuan penilaian harus sudah ditetapkan di awal 2. Instrumen penilaian jelas 3. Standar penilaian harus ditetapkan terlebih dahulu

sebagai acuan penilaian dengan tujuan mengurangi ketidakpuasan orang yang dinilai

4. Menetapkan Siapa yang menilai 5. Menetapkan Siapa yang dinilai 6. Waktu penilaian yaitu Kapan harus menilai 7. Melakukan Pelatihan bagi penilai untuk mendapatkan

pemahaman yang sama atas instrument penilaian 8. Umpan balik dan mengimplikasikan penilaian

Tolak ukur yang akan digunakan untuk mengukur prestasi kerja pegawai adalah standar. Standar sebagai pengukur yang dapat ditetapkan, sesuatu yang harus dicapai atau alat untuk membandingkan antara satu hal dengan hal yang lainnya.

Menurut Sialagan (2002;103), menyatakan bahwa organisasi yang menghasilkan jasa memiliki beberapa ukuran yang dapat dipergunakan untuk mengukur prestasi kerja. Oleh karena itu pengukurannya jelas berbeda dengan organisasi yang menghasilkan barang yaitu:1. Ukuran waktu, yaitu beberapa lama seseorang

membutuhkan jasa tersebut untuk memperolehnya.2. Ukuran harga dalam arti beberapa besar uang yang

dikeluarkan untuk memperoleh jasa yang dikeluarkan itu.

3. Ukuran nilai-nilai sosial budaya, dalam arti cara penghasil jasa memberikan jasanya kepada kliennya.

3. Pembahasan

99

Salah satu komitmen yang harus dipegang oleh karyawan adalah meningkatkan prestasi kerja. Menurut Zurnali (2010), komitmen merupakan perasaan yang kuat dan erat dari seseorang terhadap tujuan dan nilai suatu organisasi dalam hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan dan nilai-nilai tersebut.

Hasil penelitian Rachmawati (2012) bahwa komitmen karyawan yang dilaksanakan oleh PT. Dewa Sutratex II berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja karyawan.

Jadi hubungan antara komitmen karyawan dan prestasi kerja karyawan adalah peran karyawan dalam mencapai tujuannya dengan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya demi hasil kerja yang baik secara kualitas dan kuantitas, serta hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan dengan perbandingan antara hasil (output) dengan masukan (input).

Dari hasil penelitian-penelitian terdahulu dapat diketahui bahwa komitmen karyawan dapat mempengaruhi prestasi kerja. Sebesar apapun insentif yang diperoleh karyawan dari perusahaan tidak akan menghasilkan prestasi yang optimal dari karyawan tersebut, jika tidak didukung oleh komitmen yang tinggi karyawan terhadap organisasi. Tingginya komitmen yang dimiliki seorang karyawan ditampakkan dalam mensikapi pekerjaannya/tugasnya, mereka selalu bangga dan puas atas pekerjaan yang dilakukan, bekerja tekun dan bersungguh-sungguh. Komitmen karyawan dipengaruhi oleh usia karyawan, dimana semakin tua usia pegawai maka komitmen karyawan terhadap perusahaan semakin tinggi. Menurut Robbins (2003) menyatakan bahwa, semakin tua usia pegawai, makin tinggi komitmennya terhadap organisasi, hal ini disebabkan karena kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan lain menjadi lebih terbatas sejalan dengan meningkatnya usia. Keterbatasan tersebut dipihak lain dapat meningkatkan

100

persepsi yang lebih positif mengenai atasan sehingga dapat meningkatkan komitmen mereka terhadap perusahaan.

Komitmen memberikan makna bahwa karyawan pada tingkat managerial di perusahaan cukup baik. Alasan utama karyawan masih bertahan di perusahaan hanya sebatas kewajiban moral. Komitmen masih diartikan sebagai loyalitas yang mengacu pada kesetiaan buta, artinya karyawan menganggap bahwa meninggalkan perusahaan merupakan sesuatu yang tidak etis. Kecuali itu karyawan menganggap bahwa apabila karyawan tetap berada di perusahaan yang sama sepanjang karir mereka adalah merupakan suatu hal yang wajar. Hal ini sesuai dengan konsep komitmen organisasi dari Meyer dan Allen (1991) juga dari Meyer dan Smith (2000) yang menyatakan bahwa terdapat tiga dimensi komitmen organisasi yaitu komitmen afektif, komitmen kontinue dan komitmen normatif. Komitmen afektif merupakan keterikatan emosional atau psikologis karyawan kepada perusahaan, komitmen kontiniu merupakan komitmen karyawan kepada organisasi karena keterbatasan keterampilan yang dimiliki karyawan. Komitmen normatif merupakan komitmen karayawan kepada perusahan karena kewajiban yang seharusnya dilakukan.

4. PenutupDari pembahasan dapat diketahui bahwa komitmen

karyawan dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Hubungan antara komitmen karyawan dan prestasi kerja karyawan adalah peran karyawan dalam mencapai tujuannya dengan melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya demi hasil kerja yang baik secara kualitas dan kuantitas, serta hubungannya dengan peran mereka terhadap upaya pencapaian tujuan dengan perbandingan antara hasil (output) dengan masukan (input).

Daftar Pustaka

101

Anoraga Pandji. 2002. Psikologi Kerja. Rineka Cipta. Jakarta.

As'ad, M. 2003. Psikologi Industri: Seri Sumber Daya Manusia. Yogjakarta: Liberty.

Dunham, Randall B., 1994. Management, Illinois: Scott Foreman Co.

Hasibuan, Malayu S.P, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta : STIE YKPN.

Kuntjoro, Zainuddin, S. 2002. Komitmen Organisasi. www.epsikologi. com/masalah/250702html (diakses April 2015).

Mangkunegara AA. Anwar Prabu, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung : Cetakan Keenam, PT. Remaja Rosdakarya.

Mangunhardjana, A.M. 1986. Mengembangkan Kreativitas. Yogyakarta: Kansius.

Rachmawati, R. 2012. Pengaruh Insentif dan Komitmen Karyawan terhadap Prestasi Kerja Karyawan Bagian Pemasran pada PT. Dewa Sutratex II Cihami. Diakses dari www.rika.rose.co.id. Tanggal 30 Agustus 2015.

Robbins, Stephen, P. 2003. Prinsip-Prinsip Perilaku Organisasi. Edisi Kelima (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sopiah. 2008. Perilaku Organisasi, Yogyakarta : Andi.

102

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMEGANG SERTIFIKAT HAK ATAS TANAH

Oleh : Nur Oloan

Abstrak

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui fungsi dan peranan Pendaftaran Tanah dalam memberikan perlindungan hukum bagi pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah. Penulisan ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research). Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa yang dilindungi dengan diadakannya pendaftaran tanah yaitu pemegang sertifikat hak atas tanah, karena dengan dilakukannya pendaftaran tanah berarti akan tercipta kepastian hukum, kepastian hak serta tertib administrasi pertanahan sehingga semua pihak terlidungi dengan baik, baik pemegang sertifikat, pemegang hak atas tanah, pihak ketiga yang memperoleh hak atas tanah maupun pemerintah sebagai penyelenggara Negara.

Kata kunci : perlindungan hukum dan sertifikat tanah

1. Pendahuluan1.1. Latar Belakang

Pasal 28 D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa : “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum

103

yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum“. Selanjutnya Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa : “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.

Bagi Negara Republik Indonesia, yang susunan perekonomiannya dan corak kehidupannya masih bersifat agraris maka tanah mempunyai fungsi dan peranan yang mencakup berbagai aspek penghidupan dan kehidupan masyarakat, bukan hanya aspek ekonomis belaka tetapi juga menyangkut aspek-aspek yang non ekonomis, apalagi tanah merupakan segala-galanya bagi masyarakat yang peranannya bukan hanya sekedar faktor produksi melainkan pula mempunyai nilai untuk mendukung martabatnya sebagai manusia.

Berbagai pengalaman historis telah membuktikan bahwa tanah sangat lengket dengan perilaku masyarakat bahkan tanah dapat menimbulkan masalah bila sendi-sendi perubahan tidak memiliki norma sama sekali. Betapa pentingnya tanah sebagai sumber daya hidup, maka tidak ada sekelompok masyarakatpun di dunia ini yang tidak memiliki aturan-aturan atau norma-norma tertentu dalam masalah pertanahan ini, penduduk bertambah, pemikiran manusia berkembang, dan berkembang pulalah sistem, pola, struktur dan tata cara manusia menetukan sikapnya terhadap tanah.

Seiring dengan perubahan dan perkembangan pola pikir, pola hidup dan kehidupan manusia maka dalam soal pertanahanpun terjadi perubahan, terutama dalam hal pemilikan dan penguasaannya dalam hal ini tentang kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah yang sedang atau yang akan dimilikinya.

Dengan adanya persoalan-persoalan, baik mengenai pertambahan penduduk maupun perkembangan ekonomi, maka kebutuhan terhadap tanah dalam kegiatan pembangunan akan meningkat. Berdasarkan kenyataan ini, tanah bagi penduduk

104

Indonesia dewasa ini merupakan harta kekayaan yang paling tinggi nilainya dan juga merupakan sumber kehidupan, maka dari itu jengkal tanah dibela sampai titik darah penghabisan apabila hak tanahnya ada yang mengganggu. Untuk menjaga jangan sampai terjadi sengketa maka perlu diadakan pendaftaran tanah.

Sadar akan tugas dan kewajibannya itu maka pemerintah telah menetapkannya pada pasal 19 UUPA yang pada ayat (1) nya menyatakan bahwa : “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur degan Peraturan Pemerintah”. Selanjutnya pada ayat (2) nya memberikan rincian bahwa pendaftaran tanah yang disebut pada ayat (1) tersebut meliputi :a. Pengukuran, pemetaan, dan pembukuan tanah;b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak

tersebut;c. Pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai

alat bukti yang kuat.Sebagai implementasi dari pasal 19 ayat (1) dan (2)

ini maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah di bidang Pendaftaran Tanah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 mengenai Pendaftaran Tanah. Dan pendaftaran tanah dimaksud dijejaskan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 pada pasal 2 ayat (1) nya yaitu harus dilakukann desa demi desa atau daerah-daerah yang setingkat dengan itu. Dengan melihat konsepsi pasal 19 ayat (1 dan 2 ) UUPA serta pasal 2 ayat (1) PP Nomor 10 tahun 1961 tersebut di atas, maka kita dapat mengetahui bahwa pendaftaran tanah adalah perlu demi terciptanya kepastian hukum dan kepastian hak atas tanah. Dalam pelaksanaan pendaftaran ini, pemerintah akan melaksanakan secara sederhana dan mudah dimengerti dan secara berangsur-angsur. Konsepsi logis dari semua itu adalah ayat 2 c pasal 19 UUPA yaitu “ akan diberikan tanda bukti hak/surat bukti hak , di mana surat-surat bukti hak tersebut akan berlaku

105

sebagai alat pembuktian yang kuat. Inilah fungsi pokok sebenarnya dari pendaftaran tanah.

Jadi jelaslah sebenarnya bahwa tujuan pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap hak atas tanah. Pendaftaran Tanah adalah tugas dan beban pemerintah akan tetapi untuk mensukseskannya/keber-hasilannya sangat tergantung pada partisipasi aktif/peranan masyarakat terutama pemegang hak. Sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh PP. No. 10 tahun 1961 adalah Sistem Negatif. Sistem ini disempurnakan atau dikembangkan oleh PP. No. 24 Tahun 1997 adalah asas negatif mengandung unsur positif, menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Jadi kalau dilihat dari tujuan pendaftaran tanah baik melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 maupun Nomor 24 tahun 1997 maka status kepemilikan hak atas tanah bagi warga Negara Indonesia akan terjamin dan akan tercipta suatu kepastian baik mengenai, subjeknya, objeknya maupun hak yang melekat di atasnya termasuk dalam hal ini peralihan hak atas tanah. Hanya saja Kantor Pertanahan harus lebih aktif lagi mensosialisasikan kegiatan pendaftaran tanah baik mengenai tata cara, prosedur maupun biayanya serta pentingnya pendaftaran tanah ini bagi pemegang hak . Dan yang lebih penting lagi kantor Pertanahan harus senantiasa melakukan pemutakhiran data tanah agar tidak terjadi overlapping dalam pemberian haknya atau pendaftaran haknya yang dapat menimbulkan masalah hukum yaitu sengketa/perkara yang disebabkan oleh adalanya sertifikat ganda atau sertifikat palsu. Kantor Pertanahan haruslah senantiasa memutakhirkan datanya terutama buku tanah sebagai bank data.

Dalam realitas kehidupan kita ditengah-tengah masyarakat terdapat fakta bahwa masih banyak persoalan/ sengketa tanah yang berawal dari belum terciptanya kepastian hukum atas sebidang tanah seperti

106

masih adanya sengketa/ perkara dibidang pertanahan sebagai akibat baik karena belum terdaftarnya hak atas tanah maupun setelah terdaftarnya hak atas tanah, dalam artian setelah tanah itu bersertifikat. Sehubungan dengan pendaftaran tanah, pertanyaan yang dapat timbul adalah siapakah yang sebenarnya yang ingin dilindungi oleh hukum dengan dilakukannya pendaftaran tanah ini. Maka untuk menjawab pertanyaan ini, penulis memilih judul /topik ini adalah : Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah.

1.2. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui

fungsi dan peranan Pendaftaran Tanah dalam memberikan perlindungan hukum bagi pemegang Sertifikat Hak Atas Tanah.

1.3. Metode PenulisanPenulisan ini menggunakan metode tinjauan

literatur (library research).

2. Kajian Teoritis dan Pembahasan2.1. Pendaftaran Tanah

Prof. Dr. Maria S.W. Sumardjono, SH., MCL., MPA (2001 : 37) mengutarakan, bahwa Hukum menghendaki kepastian. Hukum Pertanahan Indonesia menginginkan kepastian siapa pemegang hak milik atau hak-hak lain atas sebidang tanah. Di dalam realitasnya, pemegang sertifikat atas tanah belum merasa aman akan kepastian haknya, bahkan sikap keragu-raguan yang seringkali muncul dengan banyaknya gugatan yang menuntut pembatalan sertifikat tanah melalui pengadilan.

Sedangkan menurut DR. Muchtar Wahid, (2008 : 9) sertifikat tanah sebagai produk pendaftaran yang memenuhi aturan hukum normatif, belum menjamin

107

kepastian hukum dari sudut pandang sosiologi hukum. Yang dimaksud oleh beliau kepastian hukum dari sudut pandang sosiologi hukum itu adalah realitas sosial yang terjadi di masyarakat. Dengan memperhatikan kemampuan pemerintah, maka pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan secara bertahap. Sebagai langkah awal dilakukan pengukuran desa-demi desa untuk memenuhi ketersediaan Peta Dasar Pendaftaran Tanah yang memuat titik-titik dasar tehnik dan unsur-unsur geografis serta batas fiksik bidang-bidang tanah. Pada wilayah yang belum dilakukan secara sistematik, peta dasar pendaftraan tanah sangat diperlukan untuk mengidentifikasi dan menentapkan letak tanah yang akan didaftarkan secara sporadik, dan selanjutnya menjadi dasar untuk pembuatan peta pendaftaran.

Sehubungan dengan pemberian kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah, baik mengenai subjek maupun objeknya, maka pemerintah mengharuskan dilakukan pengumuman mengenai hak-hak atas tanah, yang meliputi :1. Pengumuman mengenai subjek yang menjadi

pemegang hak yang dikenal dengan sebagai asas publisitas dengan maksud agar masyarakat luas dapat mengetahui tentang subjek dan objek atas satu bidang tanah . Adapun implementasi dari asas publisitas ini adalah dengan mengadakan pendaftaran tanah.

2. Penetapan mengenai letak, batas-batas, dan luas bidang-bidang tanah yang dipunyai seseorang atas sesuatu hak atas tanah, dikenal sebagai asas spesialitas daan implementasinya adalah dengan mengadakan Kadaster.

Dengan demikian ,maka seseorang yang hendak membeli suatu hak atas tanah tidak perlu melakukan penyelidikan sendiri, karena keterangan mengenai subyek dan objek atas suaru bidang tanah dapat diperoleh dengan mudah pada instansi pemerintah yang ditugaskan menyelenggarakan Pendaftaran Tanah.

108

Pelaksanaan pendaftaran tanah sebagaimana yang diatur oleh PP. No. 10 tahun 1961 belum berjalan efektif, hal ini selain sasaran utamanya/daerah yang diutamakan adalah daerah-daerah perkotaan, juga menyangkut tata cara, administrasi dan biaya yang harus ditanggung oleh masyarakat pemegang hak atas tanah sangatlah berat dirasakan oleh masayarakat pemegang hak atas tanah serta sosialisasi terhadap pelaksanaan PP itu sendiri belum maksimal. Dengan kondisi tersebut maka tujuan pendaftaran tanah belum tercapai. Akselerasi dalam pembangunan nasional sangat memerlukan dukungan jaminan kepastian hukum di bidang pendaftaran tanah dan oleh karena PP. No. 10 Tahun 1961 dipandang tidak lagi sepenuhnya mendukung tercapainya hasil yang lebih nyata pada pembangunan nasional sehingga perlu dilakukan penyempurnaan. Dengan menimbang hal-hal tersebut, maka pemerintah memandang perlu membuat suatu aturan yang lengkap mengenai pendaftaran tanah yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat untuk adanya jaminan kepastian hukum dan akhirnya pada tanggal 8 Juli 1997, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dengan berlakunya PP. No. 24 Tahun 1997 tidak serta merta menghapuskan keberlakuan PP. No. 10 Tahun 1961, akan tetapi PP. No. 10 tahun 1961 tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan atau diubah atau diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 (Pasal 64 ayat 1 PP. No. 24 Tahun 1997).

Objek pendaftaran tanah ini bila dikaitkan dengan sistem pendaftaran tanah maka menggunakan sistem pendaftaran tanah bukan pendaftaran akta, karena sistem pendaftaran tanah ditandai/dibuktikan dengan adanya dokumen Buku Tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertifikat sebagai surat tanda bukti hak yang didaftar, sedangkan pendaftaran akta, yang didaftar bukan haknya, melainkan justru aktanya yang didaftar, yaitu dokumen-dokumen yang

109

membuktikan dicipta-kannya hak yang bersangkutan dan dilakukannya perbuatan-perbuatan hokum mengenai hak tersebut kemudian.

Dengan adanya PP. Nomor 24 tahun 1997 ini, kelihatanya program atau kegiatan pendaftaran tanah mulai menggeliat, saat ini pendaftaran tanah sudah berjalan, namun perlu ditingkatkan terus dan mencari solusi yang efektif agar tujuan hakiki dari pendaftaran tanah terutama bagi tanah yang akan didaftar secara sistematis dan sporadik dapat tercapai.

Sistem pendaftaran tanah yang dianut oleh PP. No. 10 tahun 1961 adalah Sistem Negatif. Sistem ini disempurnakan atau dikembangkan oleh PP. No. 24 Tahun 1997 adalah asas negatif mengandung unsur positif, menghasilkan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

Pemerintah harus terus mencari cara dan sistem dalam rangka optimalisasi tujuan pendaftaran tanah terutama mengenai asas sederhana, aman dan terjangkau, sehingga golongan ekonomi lemahpun dapat termotifasi untuk mendaftarkan tanahnya terutama secara sistematis dan sporadik, walaupun saat ini sudah ada program Larasita yang lebih mendekatkan pada pelayanan dan bantuan biaya.

Jadi kalau dilihat dari tujuan pendaftaran tanah baik melalui Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 maupun Nomor 24 tahun 1997 maka status kepemilikan hak atas tanah bagi warga Negara Indonesia akan terjamin dan akan tercipta suatu kepastian baik mengenai, subjeknya, objeknya maupun hak yang melekat diatasnya termasuk dalam hal ini peralihan hak atas tanah. Hanya saja Kantor Pertanahan harus lebih aktif lagi mensosialisasikan kegiatan pendaftaran tanah baik mengenai tata cara, prosedur maupun biayanya serta pentingnya pendaftaran tanah ini bagi pemegang hak . Dan yang lebih penting lagi kantor Pertanahan harus senantiasa melakukan pemutakhiran data tanah agar tidak terjadi overlapping dalam pemberian haknya atau

110

pendaftaran haknya yang dapat menimbulkan masalah hukum yaitu sengketa/perkara yang disebabkan oleh adalanya sertifikat ganda atau sertifikat palsu. Kantor Pertanahan haruslah senantiasa memutakhirkan datanya terutama buku tanah sebagai bank data.

Sifat pembuktian sertifikat sebagai tanda bukti hak dimuat dalam pasal 32 PP no. 24 tahun 1997, yaitu :1. Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang

berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya,sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan.

2. Dalam atas hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan kepengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat.

Ketentuan pasal ayat (1) Peraturan pemerintah no.24 tahun 1997 merupakan penjabaran dari ketentuan pasal 19 ayat (2) huruf c, pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2), dan Pasal 38 ayat (2) UUPA, yang berisikan bahwa pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda bukti yang berlakusebagai alat pembuktian yang kuat.

Berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah no.24 Tahun 1997, maka sistem publikasi pendaftaran tanah yang dianut adalah sistem publikasi negatif,yaitu sertifikat hanya merupakan surat tanda bukti yang mutlak. Hal ini berarti bahwa data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima hakim sebagai

111

keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya. Dengan demikian, pengadilanlah yang berwenang memutuskan alat bukti mana yang benar dan apabila terbukti sertifikat tersebut tidak benar, maka diadakan perubahan dan penbetulan sebagaiamana mestinya.

Ketentuan pasal 32 ayat (1) peraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997 mempunyai kelemahan, yaitu Negara tidak menjamin kebenaran data fisik dan data yuridis yang disajikan dan tidak adanya jaminan bagi pemilik sertifikat dikarenakan sewaktu-sewaktu akan mendapatkan gugatan dari pihak lain yang merasa dirugikan atas diterbitkannya sertifikat.

Untuk menutupi kelemahan dalam ketentuan pasal 32 Ayat (1) Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 dan untuk memberikan perlindungan hukum kepada pemilik sertifikat dari gugatan dari pihak lain dan menjadikannya sertifikat sebagai tanda bukti yang bersifat mutlak. Maka dibuatlah ketentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 1997, sertifikat sebagai surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak apabila memenuhi unsur-unsur secara kumulatif,yaitu :

1. Sertifikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum

2. Tanah diperoleh dengan itikad baik3. Tanah dikuasai secara nyata4. Dalam waktu 5 tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu

tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota setempat ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat.

Secara lengkap bunyi ketentuan Pasal 32 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan : Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan

112

secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu telah tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.

Menurut Dr. Irawan Soerodjo, SH., MSi, (2002 : 186) menyatakan bahwa ketentuan setelah 5 (lima) tahun sertipikat tanah tak bisa digugat, disatu sisi memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum tetapi disisi lain kebijakan tersebut juga riskandan tak memberikan perlindungan hukum kepada rakyat kecil yang sejauh ini belum sepenuhnya paham hukum. Pengumuman penerbitan sertipikat tanah di kantor kepala desa/kelurahan atau media massa tidak menjamin masyarakat dapat mengetahui atas adanya pengumuman sehubungan dengan penerbitan sertipikat. Hal ini dikarenakan masyarakat belum terbiasa membaca pengumuman di kelurahan atau media massa.Elyana (sebagaimana yang dikutip oleh Dr. Irwan Soerdjo , 2002 : 187), menyatakan bahwa : Pembatasan 5 (lima) tahun saja hak untuk menggugat tanah yang telah bersertipikat harus disambut dengan rasa gembira karena akan memberikan kepastian hukum dan ketentraman pada orang yang telah memperoleh sertipikat tanah dengan itikad baik. Pengalaman menunjukkan bahwa sering terjadi sertipikat hak atas tanah yang telah berumur lebih dari 20 tahun pun (karena sertipikat tersebut telah diperpanjang sampai dengan 20 tahun lagi) masih juga dipersoalkan dengan mengajukan gugatan. Bahkan baik di Pengadilan Negeri maupun ke Pengadilan Tata Usaha Negara dan pihak tergugat umumnya tidak berhasil dengan mengajukan eksepsi kedaluwarsaan baik akusatif maupun extingtip karena Hakim menganggap Hukum Tanah Nasional kita berpijak pada hukum adat

113

yang tidak mengenal lembaga verjaring. Dengan adanya pembatasan 5 tahun dalam pasal 32 ayat 2 maka setiap Tergugat dalam kasus tanah yang sertipikatnya telah berumur 5 tahun dapat mengajukan eksepsi lewat waktu. Ketentuan pasal 32 ayat 2 ini dapat dipastikan akan banyak mengurangi kasus/sengketa tanah.

Lebih lanjut Dr. Irawan Soerodjo, SH., MSi, (2002 : 187) menyatakan bahwa sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyebutkan setelah lewat jangka waktu 5 (lima) tahun setelah diterbitkan ; maka sertipikat tanah tak dapat digugat lagi, sehingga hal tersebut akan relatif lebih memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum.

Menurut penulis, ketentuan ini pada prinsipnya menganut sistem publikasi positif, karena dengan adanya pembatasan waktu lewat dari 5 (lima) tahun tidak dapat digugat lagi oleh orang yang merasa berhak atas tanah termaksud. Dengan ketentuan bahwa proses permohonan dan pendaftaran maupun peralihan haknya senantiasa dilandasai oleh itikad baik atau kebenaran serta berpegang teguh pada asas Nemo Plus Yuris.Dengan menerapkan kedua asas ini yaitu asas itikad baik/kebenaran dan asas Nemo Plus Yuris akan memberikan perlidungan hukum kepada pemegang sertifikat hak atas tanah, tentunya penerapan kedua asas ini harus dikuti pula dengan asas penguasaan fisik atas tanah termaksud,karena dengan menguasai secara fisik dan tanpa ada keberatan dari pihak lain, itu berarti masyarakat atau siapapun orangnya telah mengakui kepemilikan seseorang atas tanah yang dikuasainya itu. Dengan mebguasai terus menerus atas tanah termaksud berarti secara tidak langsung pemilik tanah itu menolak atau terhindar dari prinsip rechtsverwerking. Prinsip ini menyatakan bahwa pihak yang merasa mempunyai hak atas tanah harus mempertahankan haknya akan tetapi kalau pemilik tanah tidak memelihara atau mempertahankan haknya atas tanah termaksud berarti dia telah melepaskan haknya.

114

Di dalam penjelasan peraturan pemerintah No. 10 Tahun 1961 tentang pendaftaran tanah dinyatakan bahwa pembukuan suatu hak di dalam daftar buku tanah atas nama seseorang tidak mengakibatkan bahwa orang yang seharusanya berhak atas nama itu akan kehilangan haknya. Orang tersebut masih dapat menggugat hak dari yang terdaftar dalam buku tanah sebagai orang yang berhak. Jadi, cara pendaftaran hak yang diatur dalam peraturan pemerintah ini tidaklah positif, tetapi negatif. Demikian penjelasan peraturan pemerintah No. 10 tahun 1961.

2.2. Sistem Pendaftaran TanahPengertian sistem pendaftaran tanah yang positif

mencakup ketentuan bahwa apa yang sudah terdaftar itu dijamin kebenaran data yang didaftarkannya dan untuk keperluan itu pemerintah meniliti kebenaran dan sahnya tiap warkah yang diajukan untuk didaftarkan sebelum hal itu dimaksukkan dama daftar-daftar.

Dalam sistem positif, Negara menjamin kebenaran data yang disajikan, sistem positif mengandung ketentuan-ketentuan yang merupakan perwujudan ungkapan “title by registration” (dengan pendaftaran diciptakan hak), pendaftaran menciptakan suatu “indefeasible title” (hak yang tidak dapat diganggu gugat) dan “the register is everything” (untuk memutuskan adanya suatu hak dan pemegang haknya cukup diliat buku tanahnya). Sekali didaftar pihak yang dapat membuktikan bahwa dialah pemegang hak yang sebenarnya kehilangan haknya untuk menuntut kembali tanah yang bersangkutan. Jika pendaftaran terjadi karena kesalahan pejabat pendaftaran dia hanya dapat menuntut pemberian ganti rugi atau kompensasi berupa uang. Untuk itu Negara menyediakan apa yang disebut sebagai suatu “assurance fund”.

Ketentuan-ketentuan yang merupakan perwujudan-perwujudan ungkapan-ungkapan demikian tidak terdapat dalam UUPA. Dalam sistim publikasi negative juga dalam

115

sistem negative, kita yang mengandung unsure positif, Negara tidak dapat menjamin kebenaran data yang disajikan. Penggunaannya adalah atas risiko pihak yang menggunakan sendiri. Di dalam asas Nemo plus yuris, perlindungan diberikan pada pemegang atas hak sebenarnya maka dengan asas ini selalu terbuka kemungkinan adanya gugatan kepada pemilik terdaftar dari orang yang merasa sebagai pemilik sebenarnya.

Terlepas dari kemungkinan kalah atau menangnya, tergugat yaitu pemegang hak terdaftar, maka hal ini berarti bahwa daftar umum yang diselenggarakan disuatu Negara dengan prinsip pemilik terdaftar tidak dilindungi hukum, tidak mempunyai kekuatan bukti. Ini berarti bahwa terdaftarnya seseorang di dalam daftar umum sebagai pemegang hak belum membuktikan orang itu seebagai pemegang hak yang sah menurut hukum. Jadi pemerintah tidak menjamin kebenaran dari sisi daftar-daftar umum yang diadakan dalam pendaftaran hak dan tidak pula dinyatakan dalam Undang-Undang.

Sebagai contoh lihat UUPA Pasal 23, 32 dan 38 yang isinya menyatakan pula dalam peralihan hak-hak (Hak milik, HGU, dan HGB) harus didaftar dan pendaftaran dimaksud merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai sahnya peralihan hak tersebut. Kuat tidak berarti mutlak, namun lebih dari yang lemah sehingga pendaftaran berarti lebih menguatkan pembuktian pemilikan, akan tetapi tidak mutlak yang berarti pemilik terdaftar tidak dilindungi hukum dan bisa digugat sebagai mana dimaksud didalam penjelasan PP Nomor 10 Tahun 1961.

Hal pokok yang penting diluar perlindungan masalah hukum dan kekuatan bukti dari daftar-daftar umum ialah masalah arti hukum dari suatu pendaftaran hak ataupun pendaftaran peralihan hak atas tanah.Pasal 1 angka (20)

Sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat 2 huruf (c) UUPA. Untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah

116

wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.Pasal 41. Untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum

sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf a kepada pemegang hak yang bersangkutan diberikan SERTIFIKAT ATAS TANAH.

2. Untuk melaksanakan informasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf b data fisik, data yuridis dari bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar terbuka untuk umum.

3. Untuk mencapai tertib administrasi sebagaimana dimaksud dalma pasal 3 huruf c, setiap bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas bidang tanah atas satuan rumah susun wajib didaftar.

Dalam pendaftaran tanah dikenal dua macam sistem publiaksi, yaitu : 1. Sistem publiaksi positif yaitu apa yang terkandung

dalam buku tanah dan surat-surat tanda bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang mutlak. Artinya pihak ketiga bertindak atas bukti-bukti tersebut diatas, mendapatkan perlindungan yang mutlak, biarpun dikemudian hari ternyata keterangan yang tercantum didalamnya tidak benar. Bagi mereka yang dirugikan akan mendapat kompensasi ganti rugi dalam sistem publikasi positif, orang yang mendaftar sebagai pemegang hak atas tanah tidak dapat diganggu gugat lagi haknya. Dalam sistem ini, Negara sebagai pendaftar menjamin bahwa pendaftaran yang sudah dilakukan adalah benar. Ciri-ciri sistem publikasi positif dalam pendaftaran tanah adalah :a. Sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem

pendaftaran hak (registration of titles).b. Sertifikat yang diterbitkan sebagai tanda bukti hak

bersifat mutlak, yaitu data fisik dan data yuridis yang tercantum dalamsertifikat tidak dapat

117

diganggu gugat dan memberikan kepercayaan yang mutlak pada buku tanah.

c. Negara sebagai pendaftar menjamin bahwa data fisik dan data yuridis dalam pendafataran tanah adalah benar.

d. Pihak ketiga yang memperoleh tanah dengan itikad baik mendapatkan perlindungan hukum yang mutlak.

e. Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertifikat mendapatkan kompensasi dalam bentuk yang lain.

f. Dalam pelaksanaan pendaftraan tanah membutuhkan waktu yang lama, petugas pendaftaran tanah melaksana-kan tugasnya dengan sangat teliti, dan biaya yang relative lebih besar.

Boedi Harsono (2003 : 81-82) mengemukakan, dalam sistem positif, pendaftaran tanah menagnut sikap bahwa apa yang sudah terdaftar itu dijamin mencerminkan keadaan yang sebenarnya, baik tentang subyek hak maupun obyek haknya. Pemerintah menjamin kebenaran data yang telah terdaftar dan untuk keperluan tersebut pemerintah telah meneliti kebenaran dan sahnya tiap berkas yang diajukan untuk didaftarkan sebelum dimasukan kedalam daftar-daftar tanah. Dengan demikian subyekhak yang terdaftar sebagai pemegang hak atas tanah merupakan pemegang hak yang sah menurut hukum dan tidak bisa diganggu gugat dengan dasar atau alasan apapun juga. Orang yang namannya terdaftar sebagai pemegang hak dalam register, memperoleh apa yang disebut suatu indefeasible title (hak yang tidak dapat diganggu gugat). Dengan selesainya dilakukan pendaftaran atas nama penerima hak, maka orang lain yang sebenarnya berhak menjadi kehilangan haknya. Ia tidak dapat menuntut pembatalan perbuatan hukum yang memindahkan hak yang bersangkutan kepada pembeli. Dalam keadaan

118

tertentu ia hanya bisa menuntut ganti kerugian kepada Negara. Untuk menghadapi tuntutan ganti kerugian tersebut, Negara menyediakan suatu dana khusus.

2. Sisitem publikasi negatif, sertifikat yang dikeluarkan merupakan tanda bukti hak atas tanah yang kuat, artinya semua keterangan yang terdapat dalam sertifikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima sebagai keterangan yang benar oleh hakim, selama tidak dibuktikan sebaliknya alat pembuktian yang lain.Lebih lanjut Boedi Harsono mengatakan bahwa pendaftaran tanah yang menggunakan sistem publikasi negatif, Negara sebagai pendaftar tidak menjamin bahwa orang yang terdaftar sebagai pemegang hak benar-benar orang yang berhak karena menurut sistem ini bukan pendaftaran tetapi sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang menentukan ber-pindahnya hak kepada pembeli. Dalam sistem publikasi negatif, jaminan perlindungan hukum yang diberikan pada pihak ketiga tidak bersifat mutlak seperti pada sistem positif. Pihak ketiga masih selalu berhati-hati dan tidak mutlak percaya pada apa yang tercantum dalam buku pendaftaran tanah atau surat tanda bukti hak yang dikeluarkannya.Dalam sistem publikasi negatif berlaku asas nemo plus juris, artinya orang tidak dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa yang dia sendiri dia punyai. Seseorang yang tidak berhak atas bidang tanah tertentu dengan sendidirnya tidak dapat melakukan suatu perbuatan hukum mendaftarkan tanah tersebut, apalagi mengalihkannya pada pihak lain. Asas nemo plus juris ini dalam rangka memberikan perlindungan hukum kepada pemilik tanah yang sebenarnya, yang tanahnya disertifikatkan pada orang lain.Ciri-ciri sistem publikasi negatif dalam pendaftaran tanah yaitu :

119

a. Sistem pendaftaran tanah menggunakan sistem pendaftaran akta (registration of deed).

b. Sertifikat yang diterbitkan sebagai tanda bukti hak bersifat kuat, yaitu data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertifikat dianggap benar sepanjang tidak dibukti-kan sebaliknya oleh alat bukti yang lain. Sertifikat bukan sebagai satu satunya tanda bukti hak.

c. Negara sebagai pendaftar tidak menjamin bahwa data fisik dan data yuridis dalam pendaftaran tanah adalah benar.

d. Dalam sistem publikasi ini menggunakan lembaga kedaluwarsa.

e. Pihak lain yang dirugikan atas diterbitkannya sertifikat dapat mengajukan keberatan kepada penyelenggara pendaftaran tanah untuk membatalkan sertifikat ataupun gugatan ke pengadilan untuk meminta agar sertifikat dinyatakan tidak sah.

f. Petugas pendaftaran bersifat pasif, yaitu hanya menerima apa yang dinyatakan oleh pihak yang meminta pendaftaran tanah.Apabila ditelaah dan dianalisis cara kerja sistem

publikasi negatif ini, maka penulis menyimpulkan bahwa dengan sistem ini pada dasarnya tidak dapat menciptakan kepastian hukum apalagi memberikan perlindungan hukum, karena masih ada kemungkinan pihak lain mengganggu kepemilikan pihak yang telah memegang sertifikat hak atas tanah sebagai bukti bahwa dia telah mematuhi perintah hukum dan atau aturan perundang-undangan, apalagi Negara kita hanya mengenal sistem hukum positif tidak ada sistem hukum negatif.

DR. Muchtar Wahid (2008 : 75-76) menyatakan bahwa sistem negatif murni dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Kelemahan yang mendasar mengenai sistem negatif adalah pendaftaran tanah tidak menciptakan hak yang tidak dapat diganggu gugat. Yang

120

menentukan sah atau tidaknya suatu hak serta pemilikannya adalah sahnya perbuatan hukum yang dilakukan, bukan pendaftarannya. Oleh karena itu, biarpun sudah didaftar dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat masih selalu dihadapi kemungkinan pemegang hak yang terdaftar kehilangan hak tanah yang dikuasainya karena digugat oleh pihak yang berhak sebenarnya.

Penulis sependapat dengan pendapat DR. Muchtar Wahid dan Boedi Harsono, memang seharusnyalah kelemahan dari sistem negatif ini ditutupi dan pendaftaran tanah kita kedepannya haruslah memilih sistem positif, agar tercipta kepastian hukum yang dapat melindungi kepentingan para pemegang sertifikat hak atas tanah, tentunya pemohon hak yang berdasarkan dan atau dilandasi oleh itikad baik (kebenaran baik formil maupun materil) dan Nemo Plus Juris. Dan kedua asas ini dimiliki oleh manusia sebagai mahkluk Allah SWT., dan adalah sangat wajar untuk di realisasikan dan diwujudkan dalam tingkah laku dan tindak tanduk kehidupan sehari-hari.

3. Kesimpulan a. Bahwa tujuan pendaftaran tanah adalah untuk

memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah.

b. Sertifikat hak atas tanah adalah sebagai bukti hak yang merupakan perwujudan dari proses pendaftaran tanah yang dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pemegangnya.

c. Sistem pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem publikasi negatif yang bertendensi positif. Sistem ini pada dasarnya kurang memberikan kepastian hukum apalagi perlindungan hukum baik kepada pemegang sertifikat, maupun pihak ketiga yang memperoleh hak atas tanah.

121

d. Untuk dapat lebih memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum sebaiknya UUPA kita atau hukum tanah kita menganut sistem publikasi positif.

e. Yang dilindungi dengan diadakannya pendaftaran tanah yaitu pemegang sertifikat hak atas tanah, karena dengan dilakukannya pendaftaran tanah berarti akan tercipta kepastian hukum, kepastian hak serta tertib administrasi pertanahan sehingga semua pihak terlidungi dengan baik, baik pemegang sertifikat, pemegang hak atas tanah, pihak ketiga yang memperoleh hak atas tanah maupun pemerintah sebagai penyelenggara Negara.

Daftar Pustaka

Adrian Sutedi, 2009, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftaranya, Sinar Grafika, Jakarta.

Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia, (Edisi Revisi), Penerbit Djambatan, Jakarta.

Irwan Soerodjo, 2002, Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Di Indonesia, Arkola, Surabaya.

Maria S.W. Sumardjono, 2001, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Kompas Jakarta.

Muchtar Wahid, 2008, Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah, Republika Penerbit, Jakarta.

Urip Santoso, 2010, Pendaftaran dan Peralihan Hak atas Tanah, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

122

MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL GURU MELALUI PELAKSANAAN SUPERVISI AKADEMIK

OLEH KEPALA SEKOLAH SMP NEGERI 1 LOLOWAU KABUPATEN

 NIAS SELATAN TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Oleh : Torozatulo Zega

AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui

profesionalitas guru di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Lolowau, Kabupaten Nias Selatan melalui supervisi akademik. Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif. Dalam penulisan ini penulis menggunakan tehnik mengumpulkan data adalah wawancara dan teknik observasi. Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam proses pelaksanaan peningkatan kompetensi profesional guru melalui supervisi akademik di SMP Negeri 1 Lolowau, Kabupaten Nias Selatan masih tergolong rendah, sehingga dibutuhkan peningkatan dan perbaikan lagi agar guru memiliki kompetensi professional. Pelaksanaan supervisi akademik oleh kepala sekolah SMP Negeri 1 Lolowau, Kabupaten Nias Selatan dilakukan dengan cara membagi tugas supervisi akademik dengan wakil kepala sekolah untuk melaksanakan supervisi terhadap guru-guru senior dan guru-guru senior.

Kata kunci : kompetensi, profesional guru dan supervisi akademik

1. Pendahuluan

123

1.1. Latar BelakangGuru merupakan suatu pekerjaan profesional, yang

memerlukan suatu keahlian khusus. Karena keahliannya bersifat khusus, guru memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam kegiatan pembelajaran, yang akan menentukan mutu pendidikan di suatu satuan pendidikan. Oleh karena itu, dalam sistem pendidikan dan pembelajaran dewasa ini kedudukan guru dalam proses pembelajaran di sekolah belum dapat digantikan oleh alat atau mesin secanggih apapun. Keahlian khusus itu pula yang membedakan profesi guru dengan profesi yang lainnya. Dalam kasus profesi yang berubah perlahan-lahan yaitu mengajar, pendidik terus berjuang menemukan jalan untuk menyeimbangkan kemampuan dengan tanggung jawab moral, dan untuk menyakini bahwa mereka dapat mendidik semua anak.

Dalam upaya mengembangkan profesi dan kompetensi guru dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya secara profesional, dapat dilakukan melalui beberapa strategi atau model. Pengembangan tenaga kependidikan (guru) “dapat dilakukan dengan cara on the job training dan in service training”. Pengembangan profesionalisasi guru dilakukan berdasarkan kebutuhan institusi, kelompok guru, maupun individu guru sendiri. Dari perspektif institusi, pengembangan guru dimaksud-kan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan kualitas staf dalam memecahkan masalah-masalah keorganisasian. Pengembangan guru berdasarkan kebutuhan institusi adalah penting, namun yang paling berperan penting adalah berdasar kebutuhan individu guru untuk menjalani proses profesionalisasi. Tuntutan untuk meningkatkan kompetensi guru bila tidak dibarengi dengan kemauan, tekad dan kreativitas yang tumbuh dari diri sendiri, maka akan sia-sia, tidak bermanfaat.

Guru dalam melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar akan berhasil secara optimal apabila guru benar-benar menguasai kemampuan dasar tersebut jelas

124

bahwa setiap guru dituntut oleh bidang profesi keguruannya untuk menjadi guru yang baik harus mampu menentukan indicator, materi pelajaran, strategi, metode, langkah-langkah kegiatan alat bantu, sumber belajar, dan kemampuan merencanakan waktu dan penilaian. Selain mampu membuat perencanaan, guru juga harus mampu melaksanakan pengajaran sesuai dengan perencanaan pengajaran yang telah disusun.

Berkaitan dengan masalah ini, sering ditemui di lapangan bahwa guru dalam membuat rencana pembelajaran sudah bagus, tetapi pada pelaksanaan pengajaran tidak sesuai dengan yang telah ditulis di dalam perencanaan. Misalnya dalam perencanaan pengajaran ditulis metoda yang digunakan adalah metode diskusi, ternyata pada saat pelaksanaan yang digunakan adalah metode ceramah. Rencana pembelajaran sering tidak dibawa serta ke dalam kelas pada saat mengajar sehingga apa yang telah direncanakan tidak sesuai dengan pelaksanaan.

Berkaitan dengan kemampuan melaksanakan pengajaran, dalam hal ini diharapkan guru harus mampu menguasai bahan pelajaran, mampu mengelola kelas, memotivasi siswa, menggunakan media, interaksi dengan siswa serta membimbing siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selanjutnya guru harus mampu melaksanakan evaluasi pengajaran yaitu melakukan pe-nilaian hasil dan proses pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui berhasil atau tidaknya proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Maka penilaian proses pembelajaran tersebut sangat penting harus dilaksanakan oleh guru yang tujuan utamanya adalah untuk melihat kelemahan atau kebaikan suatu metode yang digunakan dalam proses pembelajaran.

Penilaian terhadap proses belajar mengajar bertujuan agak berbeda dengan tujuan penilaian hasil belajar. Apabila penilaian hasil belajar lebih ditekankan pada derajat penguasaan tujuan pengajaran (Instruksional) oleh para siswa, maka tujuan penilaian

125

proses belajar mengajar lebih ditekankan pada perbaikan dan pengoptimalkan kegiatan belajar mengajar itu sendiri terutama efesiensi keefektifan-produktivitas (Nana Sudjana, 2005 :57).

Selain mampu melaksanakan penilaian atau evaluasi, guru juga harus mampu melaksanakan perbaikan terhadap pengajaran yang dilaksanakan berdasarkan hasil penilaian dan proses pembelajaran. Dengan perkataan lain, hasil penilaian tidak hanya bermanfaat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan instruksional, dalam hal ini perubahan tingkah laku siswa, tetapi juga sebagai umpan balik bagi upaya memperbaiki proses belajar (Nana Sudjana, 2005).

Guru memiliki peran yang bersifat multi fungsi, lebih dari sekadar yang tetuang pada produk hukum tentang guru, seperti Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 tentang Guru, bahwa guru berperan sebagai perancang, penggerak, evaluator, dan motivator.

Ketiga indikator dari profesional guru tersebut, yaitu: perencanaan pembelajaran (input), pelaksanaan pembelajaran (proses), dan evaluasi pembelajaran (output) dilakukan oleh guru dengan baik, maka profesional guru bisa dikatakan baik. Untuk menjadikan guru sebagai tenaga profesional maka perlu diadakan pembinaan secara terus-menerus dan berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya.

Supervisi akademik merupakan salah satu tugas kepala sekolah, guru senior dan tim pengawas dari Dinas Pendidikan dalam membina guru melalui fungsi pengawasan. Pengawasan pada intinya yaitu melakukan pembinaan, bimbingan untuk memecahkan masalah pendidikan termasuk masalah yang dihadapi guru secara bersama dalam proses pembelajaran dan bukan mencari kesalahan guru.

Tugas pokok pengawas sebagai pengawas atau supervisor akademik yaitu tugas pokok supervisor yang

126

lebih menekankan pada aspek teknis pendidikan dan pembelajaran, dan supervisor manajerial yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek manajemen sekolah.

1.2. Tujuan PenelitianPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui

profesionalitas guru di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Lolowau, Kabupaten Nias Selatan melalui supervisi akademik.

1.3. Metode PenelitianPenelitian ini berbentuk penelitian deskriptif

dengan memaparkan secara alami fakta dengan ditemukan di lapangan tentang profesionalitas guru di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Lolowau.

Subjek Penelitian ini adalah guru, Kepala Sekolah, dan tim pengawas dari Dinas Pendidikan. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan lebih satu instrumen penelitian yang kesemuanya merupakan alat yang digunakan peneliti untuk memperoleh data yang akurat. Dalam penulisan ini penulis menggunakan tehnik mengumpulkan data adalah wawancara dan teknik observasi.

Dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai sumber dengan menggunakan teknik pengumpulan data. Data yang diperoleh umumnya adalah data kualitatif. Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif.

2. Uraian Teoritis2.1. Kompetensi Profesional

Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tertulis bahwa kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dikuasai, dan diaktualisasikan oleh Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Pada Undang-Undang Guru dan Dosen

127

Pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi.

Melalui penjabaran dalam Undang-Undang Guru dan Dosen dalam pasal 10 ayat (1) yang menjelaskan tentang penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi keilmuannya.

2.2. Profesionalitas Guru Istilah profesional berasal dari kata profesi, artinya

suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang, dan memiliki suatu ketrampilan tertentu. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intense.

Rimang (2011: 24) mengemukakan: bila pekerjaan guru merupakan suatu profesi, maka keahlian mendidik harus ada dan melekat pada profesi guru. Profesi guru apabila dijalankan dengan penuh ketekunan dan dedikasi yang tinggi dan dia mengembangkan satu disiplin ilmu dalam bidang pendidikan, maka orang tersebut telah menjalankan suatu spesialisasi ilmu pendidikan.

Dalam konteks ini yang dimaksud profesional adalah sebagai guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada ilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini meliputi

128

pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, social, maupun akademis.

Guru-guru yang profesional itu memiliki ciri-ciri antara lain: memiliki kemampuan sebagai ahli dalam bidang mendidik dan mengajar; memiliki rasa tanggung jawab, yaitu mempunyai komitmen dan kepedulian terhadap tugasnya; memiliki rasa kesejawatan dan menghayati tugasnya sebagai suatu karir hidup serta menjunjung tinggi kode etik jabatan guru.

Menurut Suprahatiningrum (2013:23) bahwa: guru merupakan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Pekerjaan ini dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan pekerjaan sebagai guru. Profesi guru memerlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru profesional, yang harus menguasai seluk-beluk pendidikan dan pembelajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan Profesi ini juga perlu pembinaan dan pengembangan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan.

Profesionalitas guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, kualitas keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran.

2.3. Supervisi AkademikSupervisi dapat di artikan sebagai pemberian

bantuan dan pengembangan kemampuan kepada guru sehingga dapat meningkatkan profesional dalam proses pembelajaran. Secara umum supervisi sering di artikan sebagai pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan teknis edukatif di sekolah, bukan sekedar pengawasan terhadap fisik, material, tetapi supervise merupakan pengawasan terhadap kegiatan akademik.

Purwanto (2009: 88) menjelaskan tentang supervisi pengajaran atau supervisi akademik, sebagai berikut: “Supervisi pengajaran atau supervisi akademik ialah kegiatan-kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi-baik personel maupun material- yang memungkinkan terciptanya situasi belajar-

129

mengajar yang lebih baik demi tercapaianya tujuan pendidikan”.

Ketrampilan utama dari seorang pengawas adalah melakukan penilaian dan pembinaan kepada guru untuk secara terus menerus meningkatkan kualitas proses pembelajaran yang dilaksanakan di kelas agar berdampak pada kualitas hasil belajar siswa. Untuk dapat mencapai kompetensi tersebut pengawas diharapkan dapat melakukan pengawasan akademik yang didasarkan pada metode dan teknik supervisi yang tepat sesuai dengan kebutuhan guru. Supervisi akademik merupakan kegiatan pembinaan dengan memberi bantuan teknis kepada guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional guru dan meningkatkan kualitas pembelajaran.

Untuk melaksanakan supervisi akademik secara efektif diperlukan keterampilan konseptual, interpersonal dan teknikal. Oleh sebab itu, setiap kepala sekolah/madrasah harus memiliki dan menguasai konsep supervisi akademik yang meliputi: pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip-prinsip, dan dimensi-dimensi substansi supervisi akademik. Supervisi akademik yang dilakukan kepala sekolah antara lain adalah sebagai berikut:1. Memahami konsep, prinsip, teori dasar, karakteristik,

dan kecenderungan perkembangan tiap bidang pengembangan mata pelajaran di sekolah.

2. Memahami konsep, prinsip, teori/teknologi, karakteristik, dan kecenderungan perkembangan proses pembelajaran/ bimbingan tiap bidang pengembangan mata pelajaran di sekolah.

3. Membimbing guru dalam menyusun silabus tiap bidang pengembangan mata pelajaran di SMP berlandaskan standar isi, standar kompetensi dan kompetensi dasar, dan prinsip-prinsip pengembangan KTSP.

4. Membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran/bimbingan yang

130

dapat mengembangkan berbagai potensi siswa melalui bidang pengembangan mata pelajaran di sekolah.

5. Membimbing guru dalam menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk tiap bidang pengembangan mata pelajaran di sekolah.

6. Membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran/bimbingan (di kelas, laboratorium, dan/atau di lapangan) untuk mengembangkan potensi siswa pada tiap bidang pengembangan mata pelajaran di sekolah.

7. Membimbing guru dalam mengelola, merawat, mengembang-kan dan menggunakan media pendidikan dan fasilitas pembelajaran/bimbingan tiap bidang pengembangan mata pelajaran di sekolah.

Memotivasi guru untuk memanfaatkan teknologi informasi untuk pembelajaran/bimbingan tiap bidang pengembangan mata pelajaran sekolah.

2.4. Peranan Kepala Sekolah dalam Supervisi Akademik

Kepala sekolah sebagai supervisor dalam melakukan supervisi harus mengetahui secara jelas apa saja yang harus disupervisi dan bagaimana tekniknya. Sagala (2013:136) menjelaskan: dalam melakukan kegiatan supervisi, tentu kepala sekolah dapat memulainya dengan menanyakan dalam hal apa saja guru perlu mendapat bantuan dari kepala sekolah. Pertanyaan ini penting untuk memfokuskan bantuan yang akan diberikan. Karena inti kegiatan sekolah adalah pembelajaran, maka aspek yang paling penting untuk disupervisi dan menilai kegiatan pendidikan adalah yang berkaitan dengan pembelajaran. Kepala sekolah sebagai supervisor secara tegas harus menguasai penilaian hasil belajar oleh pendidik.

Guru yang profesional, tentu selalu menggunakan tes yang standar dalam melakukan evaluasi hasil belajar.

131

Semua kegiatan evaluasi ini dipantau oleh kepala sekolah untuk mengetahui kemajuan hasil belajar peserta didik dan mengetahui kinerja guru.

Supervisi akademik merupakan salah satu aspek penting dilakukan oleh pengwas dan kepala sekolah yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan kualitas pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh diri guru sendiri akan tetapi harus diupayakan bersama antara guru dan supervisor.

Dengan demikian kepala sekolah mensupervisi guru mengajar menjadi suatu keharusan yang tidak dapat diabaikan. Supervisi semacam ini biasanya disebut supervisi akademik.

Pengawas merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah. Dengan adanya pengawasan yang dilakukan pengawas (supervisor) akan menumbuhkan semangat dan motivasi mengajar guru dengan cara memperbaiki segala jenis dan bentuk kekurang-kekurangannya dalam proses belajar mengajar. Proses bantuan itu dapat dilakukan secara langsung kepada guru itu sendiri, maupun secara tidak langsung melalui kepala sekolah.

Tugas terpenting pengawas adalah memberikan berbagai alternatif pemecahan masalah dalam pembelajaran. Bila terjadi sesuatu yang timbul atau mencuat ke permukaan yang dapat menganggu kosentrasi proses belajar mengajar, maka kehadiran pengawas bersifat fungsional untuk melakukan perbaikan.

3. Pembahasan3.1. Peningkatan Kompetensi Profesional Guru

Melalui Supervisi Akademik di SMP Negeri 1 Lolowau, Kabupaten Nias Selatan

Pada intinya, peningkatan kompetensi professional guru melalui supervisi akademik di SMP Negeri 1 Lolowau masih tergolong kurang, sehingga masih perlu dilakukan peningkatan dan diperbaiki lagi agar guru memiliki

132

kompetensi dalam mengemban tugasnya sebagai pendidik yang professional karena setiap mata pelajaran yang diajarkan dapat meningkatkan pengetahuan dan hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran yang diajarkan.

Dari keseluruhan temuan sebagaimana dikemukakan dapat ditarik sebuah teori bahwa pelaksanaan supervisi akademik dalam mengembangkan kompetensi professional guru melalui mata pelajaran umum, pertama memahami konsep, prinsip, dan lain sebagainya tiap bidang pengembangan mata pelajaran umum dan proses pengembangan mata pelajaran umum. Kedua, membimbing langsung guru dalam menyusun silabus tiap bidang mata pelajaran. Ketiga, membimbing guru dalam memilih dan menggunakan strategi dan lain-lain, memberikan bimbingan menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran yang dapat mengembangkan berbagai potensi siswa melalui bidang pengembangan mata pelajaran umum. Keempat, membimbing guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di kelas, membimbing guru dalam mengelola, dan menggunakan media pendidikan serta fasilitas pembelajaran. Maka terlihat kesiapan guru dalam mengajar. Kelima, memotivasi guru untuk memanfaatkan perkembangan teknologi informasi untuk mendukung pembelajaran.

Hal yang tidak kalah pentingnya, keterangan dari murid atau siswa tentang sejauhmana seorang guru tersebut menguasai materi mata pelajaran. Ini terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada beberapa murid yang dimintai keterangannya. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Pidarta (2009 : 87), bahwa dari berbagai teknik dan metode supervisi yang ada, ada tiga teknik supervisi yang sering dipakai supervisor dalam melaksanakan tugasnya mensupervisi guru-guru diantaranya: teknik observasi kelas, teknik kunjungan kelas, dan teknik supervisi klinis.

Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Sagala (2009 : 172), memang beragamnya problem dan

133

tantangan yang dihadapi oleh para guru hendaknya para supervisor harus menggunakan beragam teknik supervisi yang sesuai dengan permasalahan pengajaran yang dialami para pendidik. Agar dapat membantu mengatasi kesulitan guru melaksanakan pengajaran. Supervisor dalam melaksanakan supervisi mampu mencapai tujuan yang diharapkan. Sebelum menentukan teknik supervisi yang akan digunakan tentu saja supervisor lebih dulu melakukan diagnosa atau menelusuri apa sebenarnya permasalahan mendasar yang dihadapi guru. Setelah ditemukan permasalahannya, kemudian supervisor menetukan teknik supervisi yang digunakan. Teknik supervisi yang digunakan akan selalu memperhatikan dan terkait dengan problem mengajar yang dilakukan guru, banyaknya guru dan variasi mata pelajaran yang menjadi tanggung jawab guru yang dibimbing.

Supervisi pendidikan mempunyai fungsi penilaian (evaluation) yaitu penilaian kinerja guru dengan jalan penelitian yaitu pengumpulan informasi dan fakta-fakta mengenai kinerja guru dengan cara melakukan penelitian. Kegiatan evaluasi dan research ini merupakan usaha perbaikan (improvement), sehingga berdasarkan data dan informasi yang diperoleh oleh supervisor dapat dilakukan perbaikan kinerja guru sebagaimana mestinya dan ahirnya dapat meningkatkan kualitas kinerja guru dalam melaksanakan tugas mengajar.3.2. Pelaksanaan Supervisi dalam Peningkatan

Profesionalitas Guru di SMP Negeri 1 Lolowau, Kabupaten Nias Selatan

Dalam pelaksanaan supervisi peningkatan professional guru di SMP Negeri 1 Lolowau, pendekatan yang digunakan oleh kepala sekolah, sebenarnya sudah berjalan seperti yang diharapkan karena kepala sekolah membagi tugas supervisi dengan wakil kepala sekolah bidang akademik.

Supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah semua guru secara merata mendapatkan supervisi, oleh karena itu kepala sekolah sudah

134

meningkatkan lagi frekuensi atau waktu untuk pelaksanaan supervisi seperti dengan melibatkan wakil kepala sekolah atau guru senior, hal ini terjadi karena banyaknya jumlah guru yang harus dibina.

Kegiatan supervisi akademik kunjungan kelas, juga dilakukan pembinaan guru melalui kegiatan kelompok atau rapat rutin. Herabudin (2009:210) menyatakan: kepala sekolah sebagai supervisor artinya kepala sekolah berfungsi sebagai pengawas, pengendali, pembina, pengarah dan pemberi contoh kepada para guru dan karyawannya disekolah. Salah satu hal terpenting bagi kepala sekolah, sebagai supervisor adalah memahami tugas dan kedudukan karyawan-karyawannya atau staf sekolah yang dipimpinnya.

Peran kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik tidak hanya masuk kedalam kelas melihat proses pembelajaran yang dilakukan guru, selain itu juga setiap pagi selalu mengontrol suasana seluruh lingkungan sekolah sampai dengan kebersihan kelas dan halaman.

Dari pendapat diatas kita melihat disini pentingnya penghargaan diberikan kepada guru untuk memotivasi agar mereka merasa dirinya benar-benar dihargai, penghargaan ini sangat bermakna dan dapat meningkatkan persaingan sesama guru dan antar kelas, hal ini juga sering dilakukan oleh kepala sekolah yaitu mengadakan lomba kebersihan antar kelas, lomba cerdas cermat, lomba kegiatan dalam setiap bidang pendidikan.

4. Kesimpulan dan Saran4.1. Kesimpulana. Dalam proses pelaksanaan peningkatan kompetensi

profesional guru melalui supervisi akademik di SMP Negeri 1 Lolowau, Kabupaten Nias Selatan masih tergolong rendah, sehingga dibutuhkan peningkatan dan perbaikan lagi agar guru memiliki kompetensi professional.

135

b. Pelaksanaan supervisi akademik oleh kepala sekolah SMP Negeri 1 Lolowau, Kabupaten Nias Selatan dalam rangka peningkatan profesionalitas guru dilakukan dengan cara membagi tugas supervisi akademik dengan wakil kepala sekolah untuk melaksanakan supervisi terhadap guru-guru senior.

4.2. Sarana. Dalam proses pelaksanaan pengembangan

kompetensi profesional guru melalui supervisi akademik masih memerlukan perbaikan dan dikoreksi agar guru menjadi pendidik yang kompeten dan professional dibidangnya.

b. Sebelum melaksanakan supervisi akademik kepala sekolah sebaiknya menyusun sendiri program supervisi jangan dilimpahkan sepenuhnya kepada wakil kepala sekolah. Hal ini sangat penting karena kemajuan sekolah dan peningkatan kemampuan profesionalitas guru sangat tergantung pada penyusunan program supervisi akademik.

c. Kepala sekolah hendaknya selalu memotivasi guru agar lebih kreatif, inovatif dan dapat mendisain model pembelajaran yang menyenangkan sebagai usaha meningkatkan pembelajaran, agar guru tidak monoton, dan hanya menunggu dari kepala sekolah.

Daftar Pustaka

Herabudin, 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.

Pidarta, Made, 2009. Supervisi Pendidikan Konstektual. Jakarta: Rineka Cipta.

136

Purwanto, M. Ngalim, 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Rimang, Siti Suwadah, 2011. Meraih Predikat Guru dan Dosen Paripurna. Bandung: Alfabeta.

Sagala, Syaiful. 2009. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: CV. Alfabeta.

Sagala, Syaiful. 2013. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.

Sahertian, 2008. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Suprahatiningrum, Jamil. 2013. Guru Profesional Pedoman Kinerja, Kualifikasi & Kompetensi Guru. Jakarta : Ar-Ruzz Media.

PENELITIAN KANDUNGAN GAS BUANG BERACUN PADA MESIN DIESEL 2500 CC YANG

MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR SOLAR DAN BAHAN BAKAR BIOSOLAR

Oleh : Fatolosa Telaoembanoea

Abstrak

137

Dengan meningkatkan produksi mesin diesel yang dibuat oleh pabrik mesin baik digunakan sebagai penggerak kendaraan bermotor didarat, di laut, di industri-industri maupun sebagai power plant pembangkit tenaga listrik, maka polusi udara juga semakin banyak, untuk hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui emisi gas buang pada motor diesel type 2500 CC, yang menggunakan bahan bakar solar dan yang menggunakan bahan bakar biosolar. Hal ini dilakukan untuk memberi informasi kepada setiap pemilik mesin diesel atau mobil diesel agar turut memikirkan juga kesehatan lingkungan, polusi udara dan ramah lingkungan atas gas buang yang dikeluarkan mesin diesel tersebut. Dengan metode eksprimen yang digunakan pada penelitian ini, maka diperoleh emisi gas buang CO pada putaran mesin 800 Rpm, dengan bahan bakar solar 4,31 % dan bahan bakar biosolar 3,91%, untuk putaran mesin 1600 Rpm, dengan bahan bakar solar 3,28 % dan bahan bakar biosolar 2,86%, untuk putaran mesin 2400 Rpm, dengan bahan bakar solar 2,23 % dan bahan bakar biosolar 1,86 %, untuk putaran 3200 Rpm, dengan bahan bakar solar 1,31 % dan bahan bakar biosolar 0,97 %. Sedangkan emisi gas buang HC pada putaran 800 Rpm, dengan bahan bakar solar 135,33 ppm dan bahan bakar biosolar 120 ppm, untuk putaran mesin 1600 Rpm,dengan bahan bakar solar 121 ppm, dan bahan bakar biosolar 108 ppm, untuk putaran mesin 2400 Rpm, dengan bahan bakar solar 96,33 ppm, dan bahan bakar biosolar 83,66 ppm, untuk putaran 3200 Rpm, dengan bahan bakar solar 77 ppm, dan bahan bakar biosolar 59,33 ppm.

Kata kunci : Mesin diesel, bahan bakar solar, bahan bakar biosolar, proses pembakaran, gas buang.

1. PENDAHULUAN1.1. Latar belakang

138

Dengan semakin bertambahnya kendaraan bermotor, baik speda motor dan mobil, beroda-2, beroda-4, beroda-6 dan beroda -8 yang ada dijalanan sebagai alat transportasi, akan menimbulkan banyak masalah, seperti kemacetan, polusi udara karena gas buang, kebisingan, dan sebagainya, disamping pelebaran jalan yang presentasenya tidak sebanding dengan pertambahan jumlah kendaraan. Polusi udara karena gas buang dari kendaraan bermotor, sangat menarik perhatian, demikian disambut posisif oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan menganjurkan kepada samua industri otomotif untuk dapat menciptakan kendaraan yang ramah lingkungan pada kategori Low Cash Green Car (LCGC), justru gas buang dapat menimbulkan polusi udara di lingkungan sekitar dan nyatanya sudah semakin tinggi presentasenya yang akan mengacam kesehatan manusia melalui pernafasan. Pembakaran dari minyak fosil telah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan dan kwalitas kebersihan udara juga semakin menurun. Pembakaran yang tidak sempurna didalamm ruang bakar kendaraan mesin yang dapat menghasilkan gas buang CO (Carbon Monoksida), HC (Hydro Carbon), CO2 (Carbon Dioksida) dan NOx (Nitrogen Oksida), oleh karena itu ada pentingnya mengantisipasi masalah gas buang kendaraan bermotor, maka penulis tertarik meneliti kandungan gas buang yang beracun pada Motor Diesel type 2500 CC yang menggunakan bahan bakar solar dan bahan bakar biosolar. Memilih obyek penelitian Diesel Engines type 2500 CC, karena type kendaraan ini serbaguna adanya, digunakan sebagai kendaraan angkutan dan juga digunakan sebagai kendaraan penumpang. Gas buang motor Diesel Engines sangat mengandung partikulat karena banyak dipengaruhi oleh faktor dari bahan babar (fuel ) yang tidak bersih.

1.2. Identifikasi Masalah

139

Memahami latar belakang masalah yang telah diungkapkan terdahulu, maka dapat diidentifikasi masalah pada penelitian ini sebagai berikut :a. Emisi gas buang motor diesel seberapa besar

menimbul-kan polusi udarab. Dengan menggunakan bahan bakar solar dan bahan

bakar biosolar, seberapa besar polusi udara yang dapat mengganggu kesehatan.

c. Gas buang CO dan HC seberapa banyak timbul karena menggunakan bahan bakar solar dan biosolar

d. Dengan variasi putaran mesin, seberapa banyak variasi kandungan gas buang CO dan HC dengan mengguna-kan bahan bakar solar dan bahan bakar biosolar.

1.3. Perumusan MasalahPenggunaan transportasi darat dengan mesin

diesel semakin tinggi jumlahnya dan sangat sulit untuk dibatasi bahkan untuk dikurangi, karena belum ada regulasi dari Pemerintah tentang pembetasan dan pengurangan pemakaian mesin diesel, karena mesin diesel lebih efisien dibandingkan dengan mesin otto, akibat tidak adanya pembatasan pemakaian mesin diesel maka akan menimbulkan masalah dilingkungan, kesehatan, karena polusi udara, menurut penulis, salah satu cara mengatasinya yakni dengan membandingkan polusi gas buang dengan menggunakan bahan bakar fosil (solar) dan menggunakan bahan bakar campuran minyak fosil dengan minyak nabati (biosolar), sehingga yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini : “ Seberapa banyak persentase gas buang beracun CO dan HC dengan pemakaian bahan bakar solar dan bahan bakar biosolar pada motor diesel tipe 2500 CC”.

1.4. TujuanPeneliti ingin mengetahui seberapa besar

persentase polusi udara dari gas buang mesin diesel yang sedang beropersi dengan menggunakan bahan bakar

140

solar dan menggunakan bahan bakar biosolar serta pada variasi putaran berapa akan polusi lebih banyak atau membahaya-kan kesehatan dan juga pada putaran berapa polusi sedikit, aman terhadap kesehatan dan lingkungan.

1.5. ManfaatSeiring dengan pertambahan kendaraan bermesin

diesel, baik pemilik, pemakai, pemerintah maupun produsen motor diesel, dihimbau untuk sanggup memahami efek polusi gas buang pada kesehatan maupun lingkungan dan mengerti cara mengurangi emisi gas buang dari mesin diesel yang digunakan, sehingga kesehatan tidak terganggu dan juga lingkungan harus sehat.

2. METODE PENELITIAN2.1. Kontribusi Metodologi

Mencari tahu bengkel, lembaga dan pemilik alat atau instrumen seperti Gas Analyzer, yang dapat mendeteksi emisi kendaraan bermotor, tacho meter untuk mengukur putaran mesin dalam Rpm dan Stopwatch sebagai instrumen pengukur waktu saat pengujian, Ternyata instrumen yang diperlukan ini, ada di Laboratorium Otomotif Akademi Teknologi Industri Medan, bahkan mobil diesel type 2500 CC juga ada, sehingga pengujian emisi gas buang dipusat-kan di Laboratorium tersebut.

2.2. Sistimatika PenelitianUntuk mewujudkan penelitian emisi gas buang dari

mesin diesel type 2500 CC dengan menggunakan bahan bakar solar dan bahan bakar biosolar, dibuat diagram alir kegiatan sebagai berikut.

141

2.3. Alat dan bahan yang digunakanAdapun alat yang digunakan untuk mewujudkan

penelitian gas buang motor diesel, yakni :1. Satu unit mobil diesel type 2500 CC2. Gas Analyzer3. Tacho meter4. Stop watch5. Seperangkat kunci

Dimulai

Mempersiapkan semua alat atau instrumen yang digunakan

Mempersiapkan mesin diesel dengan bahan bakar solar

Eksprimen mesin hidup

Selesai eksprimen dengan bahan bakar solar

Mempersiapkan mesin diesel dengan bahan bakar biosolar

Eksprimen mesin hidup

Selesai eksprimen dengan bahan bakar biosolar

Analisa

Kesimpulan

Selesai

Gambar : 1. Diagram alir penelitian

142

6. Kertas, alat tulis, kain lap dan 2 (dua) jiregen bahan bakar

Sedangkan bahan yang akan digunakan pada pengujian gas buang motor diesel, yakni :1. Bahan bakar solar 10 liter2. Bahan bakar biosolar 10 liter

Gambar-gambar alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut :- Ultra 4/5 Gas Analyzer (gambar 2) yang digunakan

untuk mengetahui presentase emisi gas buang dari motor diesel 2500 CC,

Gambar: 2. Ultra 4/5 Gas Analyzer

- Tacho meter yang digunakan untuk mengukur putaran mesin dalam Rpm (gambar 3) dan Stop watch (gambar 4) digunakan untuk pengukuran waktu ketika pengujian.

143

Gambar: 3.Tachometer

Gambar: 4. Stopwatch

2.4. Rancangan penelitian2.4.1. Variabel yang mempengaruhi atau variabel bebas,

terdiri dari :a. Bahan bakar solarb. Bahan bakar biosolarc. Putaran mesin

2.4.2. Variabel yang dipengaruhi atau variabel terikat, terdiri dari :a. Gas COb. Gas HC

Tabel; 1. Model rancangan penelitian gas buang CO solar dan biosolar

No RpmKandungan gas buang CO

Bahan bakar solar (%)

Bahan bakar biosolar (%)

Pengujian 1 2 3 Rerata

1 2 3 Rerata

1 8002 16003 24004 3200

144

Tabel; 2. Model rancangan penelitian gas buang HC solar dan biosolar

No RpmKandungan gas buang HC

Bahan bakar solar (ppm)

Bahan bakar biosolar (ppm)

Pengujian 1 2 3 Rerata

1 2 3 Rerata

1 8002 16003 24004 3200

2.5. Prosedur PenelitianProsedur dan langkah-langkah yang dilakukan

dalam penelitian emisi gas buang mesin diesel type 2500 CC dengan variasi putaran, sebagai berikut:1. Memposisikan kendaraan yang akan diuji emisi gas

buangnya pada tempat yang rata dan aman, kemudian mempersiapkan juga alat penguji emeisi gas buang, gas analyzer.

2. Mengisi solar sebanyak 10 liter pada tangki darurat tersendiri.

3. Lalu menghidupkan mesin pada putaran idling atau langsam, yang ditentukan untuk putaran 800 Rpm.

4. Lalu menghidupkan alat uji emisi gas yang telah dipersiapkan.

5. Menekan tombol power kemudian ditunggu 2 menit alat alat dapat digunakan.

6. Selanjutnya selang alat penguji gas buang dimasukkan pada saluran buang asap mesin atau knalpot kurang lebih kedalaman 30 cm.

7. Menekan enter kemudian tunggu sekitar 2 menit gas buang masuk ke selang selanjutnya akan masuk ke gas analyzer.

145

8. Tekan tombol menu akan muncul data, kemudian tekan tombol 3 untuk mengeprin, lalu tekan tombol 4 untuk print last page.

9. Kemudian tekan tombol enter untuk mengeluarkan kertas data print out emisi gas buang.

10.Pengujian dilakukan sebanyak 3 kali dalam setiap rpm dan setiap variabel.

11.Pengujian dilakukan pada setiap variabel selama 2 menit.

12.Kemudian putaran mesin dinaikkan pada kelipatan dari rpm 800, menjadi rpm 1600 dan seterusnya, demikian juga untuk mendapatkan data untuk kelipatan putaran.

Demikian juga untuk memperoleh data emisi gas buang dari bahan bakar biosolar.1. Kemudian dipasang tangki darurat biosolar, dipastikan

solar sudah habis dari selang ke pompa bahan bakar dan ke saluran ke mesin, caranya aliran solar habis harus disusul dengan aliran biosolar tanpa berhenti dan dibiarkan mesin hidup sekitar 5 menit,untuk memastikan bahan bakar solar sudah habis, biasanya agak gerak yang berbeda,terasa dari mesin ketikan pertukaran bahan bakar.

2. Setelah itu dipasang selang alat uji emisi gas buang pada knalpot.

3. Proseduralnya sama dengan langkah-langkah terdahulu, hingga putaran mesin 3200 rpm.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN3.1. Hasil dan Pembahasan

Setelah dilakukan pengujian emisi gas buang dari mesin diesel type 2500 CC yang menggunakan bahan bakar solar dan bahan bakar biosolar, maka semua data hasil penelitian akan ditabel sebagai berikut :

146

Tabel; 3. Hasil penelitian gas buang CO bahan bakar solar dan bahan bakar biosolar

No Rpm

Kandungan gas buang CO

Bahan bakar solar (%) Bahan bakar biosolar (%)

Pengujian

1 2 3 Rerata

1 2 3 Rerata

1 800 4.37

4.35

4.22

4.31 3.89

3.98

3.86

3.91

2 1600

3.38

3.13

3.34

3.28 2.82

2.98

2.78

2.86

3 2400

2.33

2.11

2.27

2.23 1.97

1.82

1.80

1.86

4 3200

1.44

1.19

1.32

1.31 1.09

0,94

0,88

0.97

Gambar: 5. Grafik penelitian gas buang CO dari bahan bakar solar dan bahan bakar biosolar.

147

3.1.1 Pembahasan untuk emisi gas CODari hasil pengujian emisi gas buang yang

dilakukan pada mesin diesel type 2500 CC yang menggunakan bahan bakar solar maupun bahan bakar biosolar, diperoleh kandungan CO (Carbon Monoksida) dengan putaran mesin 800 Rpm, dari solar sebesar 4,31 % dan dari biosolar sebesar 3,91%. Dengan putaran dinaikkan menjadi 1600 Rpm, dari solar sebesar 3,28 % dan dari biosolar sebesar 2,86 %. Putaran dinaikkan lagi menjadi 2400 Rpm, dari solar diperoleh sebesar 2,23 % dan dari biosolar sebesar 1,86 %, Selanjutnya putaran dinaikkan menjadi 3200 Rpm, dari solar diperoleh sebesar 1,31 % dan dari biosolar sebesar 0,97 %, dan dari data perolehan itu serta dilihat secara visual grafik yang dibentuk berdasarkan data, maka disimpulkan bahwa semakin tinggi putaran mesin, dengan menggunakan 2 jenis bahan bakar yang berbeda (solar dan biosolar) kandungan gas CO semakin sedikit atau atau kandungan CO dari emisi gas buangnya, turun.

Tabel; 4.Hasil penelitian gas buang HC bahan bakar solar dan bahan bakar biosolar

No RpmKandungan gas buang HC

Bahan bakar solar ( ppm)

Bahan bakar biosolar (ppm)

Pengujian 1 2 3 Rerata

1 2 3 Rerata

1 800 136 135 135 135.33

119 121 120 120

2 1600

122 121 120 121 109 107 108 108

3 2400

95 97 97 96.33 84 84 83 83.66

4 3200

77 76 78 77 58 61 59 59.33

148

Gambar: 6. Grafik penelitian gas buang HC dari bahan bakr solar dan bahan bakar biosolar

3.1.2. Pembahasan untuk emisi gas HCSedangkan hasil pengujian emisi gas buang yang

dilakukan pada mesin diesel type 2500 CC yang menggunakan bahan bakar solar maupun bahan bakar biosolar, diperoleh kandungan HC ( Hydro Carbon ) dengan putaran mesin 800 Rpm, dari solar sebesar 135,33 ppm dan dari biosolar sebesar 120 ppm. Dengan putaran mesin dinaikkan menjadi 1600 Rpm, dari solar diperoleh sebesar 121 ppm dan dari biosolar diperoleh sebesar 108 ppm. Putaran dinaikkan lagi menjadi 2400 Rpm, dari solar diperoleh sebesar 96,33 ppm dan dari biosolar diperoleh sebesar 83,66 ppm, Selanjutnya putaran mesin dinaikkan menjadi 3200 Rpm, dari solar diperoleh sebesar 77 ppm dan dari biosolar sebesar 59,33 ppm, dan dari data perolehan itu serta dilihat secara visual grafik yang dibentuk berdasarkan data, maka disimpulkan bahwa semakin tinggi putaran mesin, dengan menggunakan 2 jenis bahan bakar yang berbeda ( solar dan biosolar ) kandungan gas HC juga semakin sedikit atau atau kandungan HC dari emisi gas buangnya, turun.

4. KESIMPULAN DAN SARAN4.1. Kesimpulan

149

Sesudah selesai melakukan pengujian emisi gas buang pada mesin diesel type 2500 CC dengan pengujian pertama menggunakan bahan bakar solar dan pengujian kedua dengan menggunakan bahan bakar biosolar, dari pengujian tersebut diperoleh data-data kondisi dengan persentase gas CO dan besarnya kondisi gas HC, sebagai berikut :1. Emisi gas buang kandungan CO dengan menggunakan

bahan bakar solar dan bahan bakar biosolar dengan 4 (empat ) kali pengujia pada 4 (empat) variasi putaran mesin, yakni :a. Pada putaran 800 Rpm, untuk bahan bakar solar,

rerata 4,31 % gas CO dan untuk bahan bakar biosolar, rerata 3,91 % gas CO.

b. Pada putaran 1600 Rpm, untuk bahan bakar solar, rerata 3,28 % gas CO dan untuk bahan bakar biosolar, rerata 2,85 % gas CO

c. Pada putaran 2400 Rpm, untuk bahan bakar solar,rerata 2,23 % gas CO dan untuk bahan bakar biosolar, rerata 1,86 % gas CO

d. Pada putaran 3200 Rpm, untuk bahan bakar solar, rerata 1,31 % gas CO dan untuk bahan bakar biosolar, rerata 0,97 % gas CO

2. Emisi gas buang kandungan HC dengan menggunakan bahan bakarsolar dan bahan bakar biosolar dengan 4 (empat) kali pengujian pada 4 (empat) variasi putaran mesin yakni :a. Pada putaran 800 Rpm, untuk bahan bakar solar,

rerata 135,33 ppm gas HC dan untuk bahan bakar biosolar, rerata 120 ppm gas HC.

b. Pada putaran 1600 Rpm, untuk bahan bakar solar, rerata 121 ppm gas HC dan untuk bahan bakar biosolar, rerata 108 ppm gas HC.

c. Pada putaran 2400 Rpm, untuk bahan bakar solar, rerata 96,33 ppm gas HC dan untuk bahan bakar biosolar, rerata 83,66 ppm gas HC.

150

d. Pada putaran 3200 Rpm, untuk bahan bakar solar, rerata 77 ppm gas HC dan untuk bahan bakar biosolar, rerata 59,33 ppm gas HC.

3. Semakin tinggi putaran mesin diesel pada pengujian ini, maka semakin rendah persentase kandungan gas CO dan demikian juga kandungan gas HC semakin kecil.

4. Pada putaran rendah emisi gas buang beracun, gas OC dan gas HC dari mesin diesel sangat tinggi.

Daftar Pustaka

Arismunandar, Wiranto., Koichi Tsuda., 1976, Motor Diesel Putaran Tinggi, Penerbit PT. PRADNYA PARAMITA, Jakarta.

Prawoto., 20013, Perkembangan Teknologi Otomotif dan Potensi Pemanfaatan Energi Bahan Bakar Alternatif, Pascasarjana Teknik Mesin-Universitas Pancasila, Jakarta.

Miller, J.M., 2008, Propulsion Systems for Hybrid Vehicles, Published by The Institution of Engineering and Technology, London.

Heywood, John. B., 1988, Internal Combustion Engine Fundamentals, McGraw-Hill series in mechanical engineering, The United States of Amarica.

Crolla, David.A., 2009, Automotive Engineering, Butterworth-Heineman is an imprint of Elsevier, Amsterdam

Priambowo, Bambang,. 1995, Operasi Pemeliharaan Mesin Diesel, Penerbit ERLANGGA, Jakarta.

Rabiman.,Zainal Arifin., 2011, Sistem Bahan Bakar Motor Diesel, Penerbit GRAHA ILMU, Yogyakarta

151

Richard Stone. and Ball, Jeffrey.K., 2002, Automotive Engineering Fundamentals, Published by Palgrave Macmillan, The United States of Amarica.

Zainal Arifin., Sukoco., 2009, Pengendalian Polusi Kendaraan, Penerbit ALFABETA, Bandung

Kaltschmitt, Martin., Wolfgang Streicher., 2007, Renewable Energy, Institute for Energy and Environment (IE) gGmbH Leipzig, Germany.

Yamagata, Hiroshi., 2005, The Science and Technology of Materials in Automotive Engines, Woodhead Publishing Limited, Cambridge England.

HUBUNGAN KINERJA KEUANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI, PENGANGGURAN,

DAN KEMISKINAN

Oleh : Samalua Wadma

Abstrak

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi, penggangguran dan kemiskinan. Penulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research). Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan kemampuan suatu negara dalam menyediakan kebutuhan akan barang dan jasa kepada masyarakat dalam jumlah yang banyak sehingga memungkinkan untuk kenaikan standar hidup yang mana berdampak pula bagi penurunan tingkat pengangguran dalam jangka panjang. Kemandirian dan pengelolaan secara ekonomis, efektif, dan efisiensi suatu daerah atau wilayah akan dapat mendorong pertumbuhan

152

ekonomi daerah tersebut. Hal ini dikarenakan kurang atau tidak adanya intervensi dalam hal kebijakan terkait dengan pengelolaan daerah tersebut. Di samping itu, aparatur daerah dapat secara inisiatif dan kreatif dalam mengelola daerah untuk mendorong pertumbuhan daerah.

Kata kunci : kinerja keuangan, pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan kemiskinan

1. Pendahuluan1.1. Latar Belakang

Pengelolaan keuangan daerah sangat besar pengaruhnya terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi daerah yang kuat dan berkuasa serta mampu mengembangkan kebesarannya atau menjadi tidak berdaya tergantung pada cara mengelola keuangannya. Pengelolaan daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan efektif atau memenuhi value for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas dan keadilan akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya mengurangi jumlah pengangguran serta menurunkan tingkat kemiskinan. Untuk pengelolaan daerah tidak hanya dibutuhkan sumber daya manusia, tetapi juga sumber daya ekonomi berupa keuangan yang dituangkan dalam suatu anggaran pemerintah daerah.

Anggaran daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi pemerintah daerah. Anggaran daerah menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas, efisiensi, dan efektifitas pemerintah daerah. Anggaran daerah seharusnya dipergunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan, pengeluaran, dan pembiayaan, alat bantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, alat otoritas pengeluaran di masa yang akan datang, ukuran standar untuk evaluasi kinerja serta alat koordinasi bagi semua aktivitas di berbagai unit kerja. Anggaran sebagai instrumen

153

kebijakan dan menduduki posisi sentral harus memuat kinerja, baik untuk penilaian secara internal maupun keterkaitan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya mengurangi pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan. Kinerja yang terkait dengan anggaran merupakan kinerja keuangan berupa perbandingan antara komponen-komponen yang terdapat pada anggaran.

Kinerja keuangan dapat berupa rasio kemandirian, rasio efektifitas, dan rasio efisiensi. Dengan adanya rasio-rasio tersebut dapat digunakan untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang selanjutnya mengurangi pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan.

1.2. Tujuan PenulisanPenulisan ini bertujuan untuk mengetahui

hubungan kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi, penggangguran dan kemiskinan.

1.3. Metode PenulisanPenulisan ini menggunakan metode tinjauan

literatur (library research).

2. Uraian Teoritis2.1. Kinerja Keuangan

Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncana-kan, baik oleh pribadi maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan, maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat bagus. Apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang direncanakan atau kurang dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya jelek. Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan indikator keuangan. Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakuan untuk menilai kinerja di

154

masa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja yang akan berlanjut. Menurut Halim (2001) analisis kinerja keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja keuangan ada beberapa ukuran kinerja, yaitu rasio kemandirian, rasio efektifitas, rasio efisiensi, rasio pertumbuhan, dan rasio keserasian. Pada penelitian ini yang digunakan adalah rasio kemandirian, rasio efektifitas, dan rasio efisiensi, sedangkan rasio pertumbuhan dan keserasian tidak digunakan. Untuk itu, penjelasan terkait hanya pada rasio kemandirian, rasio efektifitas, dan rasio efisiensi.

Rasio kemandirian keuangan daerah atau yang sering disebut sebagai otonomi fiskal menunjukkan kemampuan daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio ini juga menggambarkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap sumber dana eksternal. Semakin tinggi rasio ini, maka tingkat ketergantungan daerah terhadap pihak eksternal semakin rendah, begitu pula sebaliknya.

Pengertian efektifitas berhubungan dengan derajat keberhasilan suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan PAD yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Semakin besar realisasi penerimaan PAD dibanding target penerimaan PAD, maka dapat dikatakan semakin efektif, begitu pula sebaliknya.

155

Rasio efisiensi adalah rasio yang menggambarkan perbandingan antara output dan input atau realisasi pengeluaran dengan realisasi penerimaan daerah. Semakin kecil rasio ini, maka semakin efisien, begitu pula sebaliknya. Dalam hal ini dengan mengasumsikan bahwa pengeluaran yang dibelanjakan sesuai dengan peruntukkannya dan memenuhi dari apa yang direncanakan. Pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan baik dan pengorbanan seminimal mungkin. Suatu kegiatan dikatakan telah dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai hasil (output) dengan biaya (input) yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan.

Dengan mengetahui hasil perbandingan antara realisasi pengeluaran dan realisasi penerimaan dengan menggunakan ukuran efisiensi tersebut, maka penilaian kinerja keuangan dapat ditentukan (Medi, 1966 dalam Budiarto, 2007). Apabila kinerja keuangan diatas 100% ke atas dapat dikatakan tidak efisien, 90% - 100% adalah kurang efisien, 80 - 90% adalah cukup efisien, 60% - 80% adalah efisien dan dibawah dari 60% adalah sangat efisien.

Faktor penentu efisiensi dan efektifitas sebagai berikut (Budiarto, 2007): a. faktor sumber daya, baik sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan kerja maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat bekerja serta dana keuangan; b. Faktor struktur organisasi, yaitu susunan yang stabil dari jabatan-jabatan, baik itu struktural maupun fungsional; c. faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan; d. faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksanaannya, baik pimpinan maupun masyarakat; e. faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk mengkombinasikan keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud.

3. Pembahasan

156

Secara umum pertumbuhan ekonomi dapat diartikan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Pertumbuhan ekonomi dapat juga diartikan sebagai kenaikan Gross Domestic Product (GDP) atau Gross National Product (GNP) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999). Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan kemampuan suatu negara dalam menyediakan kebutuhan akan barang dan jasa kepada masyarakat dalam jumlah yang banyak sehingga memungkinkan untuk kenaikan standar hidup yang mana berdampak pula bagi penurunan tingkat pengangguran dalam jangka panjang. Todaro (1997) secara spesifik menyebutkan ada tiga faktor atau komponen utama pertumbuhan ekonomi, yaitu akumulasi modal, pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja yang dianggap secara positif merangsang pertumbuhan ekonomi.

Pengertian pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja, tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (discouraged workers) atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja atau mempunyai pekerjaan tetapi belum bekerja (Putong, 2003). Penelitian Arthur Okun dalam Putong (2003) mengatakan apabila GNP tumbuh sebesar 2,5% diatas trendnya yang telah dicapai pada tahun tertentu, maka tingkat pengangguran akan turun sebesar 1%. Jadi 1%/2,5% = 0,4%. Apabila tingkat pengangguran ingin diturunkan sebesar 2%, maka pertumbuhan ekonomi haruslah dipacu agar bisa tumbuh sebesar 5% diatas rata-rata. Kemiskinan didefinisikan dari dua sisi,

157

yaitu sisi ekonomi dan sosial. Dari sisi ekonomi yang berarti ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar, sedangkan dari sisi sosial yang berarti ketidakmampuan dalam peran sosial. Banyak faktor yang menyebabkan kemiskinan, baik yang relatif tetap maupun yang berkembang. Faktor relatif tetap misalnya letak geografis dan daya dukung alam. Faktor yang berkembang berupa keadaan sosial budaya yang menyangkut pengetahuan dan ketrampilan, adat istiadat, situasi politik dan kebijaksanaan penguasa. Ada beberapa indikator yang menyebabkan orang terperangkap kemiskinan, diantaranya perkembangan di bidang sosial dan ekonomi antara lain pelayanan kesehatan, gizi, pengajaran, perumahan, konsumsi, transportasi dan jasa, pertanian, industri dan perdagangan.

Kemandirian dan pengelolaan secara ekonomis, efektif, dan efisiensi suatu daerah atau wilayah akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Hal ini dikarenakan kurang atau tidak adanya intervensi dalam hal kebijakan terkait dengan pengelolaan daerah tersebut. Di samping itu, aparatur daerah dapat secara inisiatif dan kreatif dalam mengelola daerah untuk mendorong pertumbuhan daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah selanjutnya akan mengurangi tingkat pengangguran dan menurunkan tingkat kemiskinan pada daerah tersebut.

4. PenutupPertumbuhan ekonomi merupakan kemampuan

suatu negara dalam menyediakan kebutuhan akan barang dan jasa kepada masyarakat dalam jumlah yang banyak sehingga memungkinkan untuk kenaikan standar hidup yang mana berdampak pula bagi penurunan tingkat pengangguran dalam jangka panjang. Kemandirian dan pengelolaan secara ekonomis, efektif, dan efisiensi suatu

158

daerah atau wilayah akan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Hal ini dikarenakan kurang atau tidak adanya intervensi dalam hal kebijakan terkait dengan pengelolaan daerah tersebut. Di samping itu, aparatur daerah dapat secara inisiatif dan kreatif dalam mengelola daerah untuk mendorong pertumbuhan daerah.

Daftar Pustaka

Arsyad, Lincolin. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama. Penerbit BPFE. Yogyakarta.

Budiarto, Bambang. 2007. Pengukuran Keberhasilan Pengelolaan Keuangan Daerah. Seminar Ekonomi Daerah. Surabaya.

Halim, Abdul. 2001. Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit UPP Akademi Manajemen Perusahaan YKPN. Yogyakarta.

IMPLEMENTASI POAC TERHADAP KEGIATAN ORGANISASI DALAM MENCAPAI TUJUAN TERTENTU

Oleh : Yohannes Dakhi

159

Abstrak

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui implementasi POAC terhadap kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan tertentu. Penulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research). Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa POAC diterapkan dalam setiap organisasi di seluruh dunia guna mempertahankan kelanjutan organisasi. POAC adalah dasar manajemen untuk organisasi manajerial. Terdapat beberapa konsep proses manajemen, misalnya saja PDCE (Plan, Do, Check, Evaluate), dan PDCA (Plan, Do, Check, Action). Namun, konsep POAC lebih banyak digunakan dan diterapkan karena lebih sesuai untuk setiap tingkat manajemen.

Kata kunci : Planning, Organizing, Actuating dan Controlling

1. Pendahuluan1.1. Latar Belakang

Proses perkembangannya suatu organisasi hendaknya bisa mengikuti perubahan alur yang ada baik di lingkungan internal maupun eksternal. Fleksibilitas tersebut menjadikan perusahaan tidak menjadi kaku sehingga dapat mengikuti perkembangan zaman demi keberlangsungan perusahaan tersebut. Pengetahuan dalam sebuah organisasi diperlukan dalam pelaksanaan strategi dan manajemen. Pengetahuan diciptakan melalui interaksi antar individual pada berbagai level dalam organisasi. Organisasi tidak dapat menciptakan pengetahuan tanpa peran individu, kenyataan memang menunjukkan jika pengetahuan individu tidak dibagikan dengan individu atau kelompok lain, upaya individu mempunyai keterbatasan pada dampak efektivitas organisasional.

160

Pendekatan membantu untuk memahami apa yang manajer lakukan, yaitu menganggap pekerjaan mereka sebagai suatu proses. Proses adalah serangkaian tindakan untuk mencapai sesuatu. Misalnya, membuat keuntungan atau menyediakan layanan. Untuk mencapai tujuan, manajer menggunakan sumber daya dan melaksanakan empat fungsi manajerial utama, yaitu POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling).

1.2. Tujuan PenulisanPenulisan ini bertujuan untuk mengetahui

implementasi POAC terhadap kegiatan organisasi dalam mencapai tujuan tertentu.

1.3. Metode PenulisanPenulisan ini menggunakan metode tinjauan

literatur (library research).

2. Kajian Teoritis dan Pembahasan2.1.  Pengertian tiap Fungsi POAC

Fungsi POAC sendiri dalam suatu organisasi adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi suatu organisasi dalam pencapaian tujuannya. Berikut adalah pemaparan singkat tentang tiap bagian dari POAC, yang mana akan dibahas lebih dalam di bab lain :

a. PlanningPlanning meliputi pengaturan tujuan dan mencari

cara bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut. Planning telah dipertimbangkan sebagai fungsi utama manajemen dan meliputi segala sesuatu yang manajer kerjakan. Di dalam planning, manajer memperhatikan masa depan, mengatakan “Ini adalah apa yang ingin kita capai dan bagaimana kita akan melakukannya”.

Membuat keputusan biasanya menjadi bagian dari perencanaan karena setiap pilihan dibuat berdasarkan proses penyelesaian setiap rencana. Planning penting karena banyak berperan dalam menggerakan fungsi

161

manajemen yang lain. Contohnya, setiap manajer harus membuat rencana pekerjaan yang efektif di dalam kepegawaian organisasi.

b.   OrganizingOrganizing adalah proses dalam memastikan

kebutuhan manusia dan fisik setiap sumber daya tersedia untuk menjalankan rencana dan mencapai tujuan yang berhubungan dengan organisasi. Organizing juga meliputi penugasan setiap aktifitas, membagi pekerjaan ke dalam setiap tugas yang spesifik, dan menentukan siapa yang memiliki hak untuk mengerjakan beberapa tugas.

Aspek utama lain dari organizing adalah pengelompokan kegiatan ke departemen atau beberapa subdivisi lainnya. Misalnya kepegawaian, untuk memastikan bahwa sumber daya manusia diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Memekerjakan orang untuk pekerjaan merupakan aktifitas kepegawaian yang khas. Kepegawaian adalah suatu aktifitas utama yang terkadang diklasifikasikan sebagai fungsi yang terpisah dari organizing.

c.  ActuatingActuating adalah peran manajer untuk

mengarahkan pekerja yang sesuai dengan tujuan organisasi. Actuating adalah implementasi rencana, berbeda dari planning dan organizing. Actuating membuat urutan rencana menjadi tindakan dalam dunia organisasi. Sehingga tanpa tindakan nyata, rencana akan menjadi imajinasi atau impian yang tidak pernah menjadi kenyataan.

d.  ControllingControlling, memastikan bahwa kinerja sesuai

dengan rencana. Hal ini membandingkan antara kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan. Jika terjadi perbedaan yang signifikan antara kinerja aktual dan yang diharapkan, manajer harus mengambil tindakan yang

162

sifatnya mengoreksi. Misalnya meningkatkan periklanan untuk meningkatkan penjualan.

Fungsi dari controlling adalah menentukan apakah rencana awal perlu direvisi, melihat hasil dari kinerja selama ini. Jika dirasa butuh ada perubahan, maka seorang manajer akan kembali pada proses planning. Di mana ia akan merencanakan sesuatu yang baru, berdasarkan hasil dari controlling.

2.2. Pengertian PlanningKesuksesan organisasi adalah mencapai tujuan

yang telah disusun oleh manajer pada periode awal membentuk organisasi. Planning adalah sebuah proses di mana seorang manajer memutuskan tujuan, menetapkan aksi untuk mencapai tujuan (strategi) itu, mengalokasikan tanggung jawab untuk menjalankan strategi kepada orang tertentu, dan mengukur keberhasilan dengan membandingkan tujuan.

Sebelum mengetahui lebih lanjut tentang perencanaan terlebih dahulu mengenal perbedaan visi, misi, nilai dasar, dan tujuan. Misi, visi, nilai dasar dan tujuan adalah titik awal dari perencanaan strategi. Keempat hal ini mengatur konteks landasan dari suatu proses dan untuk menjalankan sesuatu serta unit perencana yang tertanam dalam suatu organisasi. Perbedaan misi menggambarkan tujuan dari suatu organisasi sedangkan visi menggambarkan keinginan untuk masa depan, seringkali digambarkan dengan jelas, menggugah, singkat oleh manajemer suatu organisasi.

Nilai dasar menyatakan secara filosofis komitmen yang diprioritaskan oleh manajer, sedangkan tujuan adalah keinginan masa depan dari suatu organisasi yang di usahakan untuk di wujudkan. Empat karakteristik tujuan :1.  Tepat dan terukur. Tujuan yang terukur dapat

memberikan seorang manajer standar pembanding terhadap hasil yang telah dilaksanakan.

163

2.  Menyebutkan issue yang penting. Untuk membangun manajer harus memilih beberapa tujuan major untuk menaksir kinerja organisasi.

3.  Menantang tetapi realis. Memberikan sebuah tantangan tersendiri bagi semua karyawan, anggota organisasi untuk mengiprovisasi kinerja dalam organisasi. jika tujuan tidak realis atau terlalu mudah akan membuat putus asa dan bosan pada diri karyawan atau anggota organisasi.

4.  Menetapkan dalam periode waktu tertentu yang seharusnya dapat dicapai. Tenggat waktu dapat menyuntikkan rasa urgensi dalam pencapaian tujuan dan bertindak sebagai motivator. Namun, tidak semua tujuan memerlukan kendala waktu.

Berikut ini adalah prinsip dari perencanaan :a.    Prinsip Kontribusi

Tujuan perencanaan adalah untuk memastikan pencapaian efektif dan efisien tujuan organisasi, dalam kenyataannya, kriteria dasar untuk perumusan rencana untuk mencapai Tujuan utama perusahaan. Pencapaian tujuan selalu tergantung pada rencana dan jumlah kontribusi organisasi terhadap perencanaan.

b. Prinsip Suara dan Konsisten PremisingBangunan adalah asumsi mengenai kekuatan lingkungan seperti kondisi ekonomi dan pasar, sosial, politik, aspek hukum dan budaya, tindakan pesaing, dll Ini adalah lazim selama periode pelaksanaan rencana. Oleh karena itu, Rencana yang dibuat atas dasar tempat sesuai, dan masa depan perusahaan tergantung pada tingkat kesehatan rencana yang mereka buat sehingga untuk menghadapi keadaan tempat.

Metode pengambilan keputusan dapat dilakukan :a. Elementary Methods (Metode dasar)

Metode pendekatan ini sangat simpel, dan membutuhkan perhitungan untuk mendukung analisis. Metode ini sesuai untuk keadaan di mana masalah

164

hanya diselesaikan oleh satu orang saja, alternatif yang terbatas dan ada karakter yang unik di lingkungan pembuatan keputusan.

b. MAUT (Multi-Attribute Utility Theory)Metode ini menggunakan skala prioritas antara 0-1 untuk membantu dalam pembuatan keputusan di organisasi. Hasil dari prioritas itu dapat digunakan sebagai pembuat keputusan.

c. SMART (Simple Multi Attribute Rating Technique)Metode pengambilan keputusan ini menggunakan fungsi nilai yang dihitung secara matematis. Adanya skala penilaian yang telah diketahui oleh banyak orang.

d. Basic Multi-Criteria Decision Analysis (MCDA)MCDA umumnya mempunyai masalah yang memiliki salah satu dari sejumlah alternatif. Alternatif tersebut didasarkan pada seberapa baik dalam penilaian hal yang dipilih. Kriteria dan nilai atau skornya dibuat oleh si pembuat keputusan. Setelah memberikan penilaian terhadap alternatif dijumlah-kan sesuai  masing-masing kriteria dan kemudian diurutkan sesuai jumlah skor. Urutan hasil yang telah didapatkan oleh pembuat keputusan adalah hasil keputusan.

e. NGT (Nominal Group Technic)NGT adalah suatu metode untuk mencapai konsensus dalam suatu kelompok dalam membuat keputusan. Teknik ini mengumpulkan ide-ide dari tiap peserta atau anggota organisasi kemudian memberikan voting dan rangking terhadap ide-ide yang mereka pilih. Ide yang dipilih adalah ide yang paling banyak skornya, yang berarti merupakan konsensus bersama.

2.3. OrganizingOrganizing, atau dalam bahasa Indonesia peng-

organisasian merupakan proses menyangkut bagaimana strategi dan taktik yang telah dirumuskan dalam perencanaan didesain dalam sebuah struktur organisasi yang tepat dan tangguh, sistem dan lingkungan

165

organisasi yang kondusif, dan dapat memastikan bahwa semua pihak dalam organisasi dapat bekerja secara efektif dan efisien guna pencapaian tujuan organisasi.

Definisi sederhana dari pengorganisasian ialah seluruh proses pengelompokan orang, alat, tugas, serta wewenang dan tanggung jawab sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan yang utuh dan bulat dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Pengorganisasian adalah penentuan pekerjaan yang harus dilakukan, pengelompokan tugas dan membagi pekerjaan kepada setiap karyawan, penetapan berbagai departemen serta penentuan hubungan. Tujuan pengorganisasian ini adalah untuk menetapkan peran serta struktur dimana karyawan dapat mengetahui apa tugas dan tujuan mereka.

Proses pengorganisasian dapat dilakukan secara efisien jika manajer memiliki pedoman tertentu sehingga mereka dapat mengambil keputusan dan dapat bertindak. Untuk mengatur secara efektif, prinsip-prinsip organisasi berikut dapat digunakan oleh seorang manajer.

Menurut prinsip, pekerjaan seluruh perhatian harus dibagi di antara bawahan atas dasar kualifikasi, kemampuan dan keterampilan. Ini adalah melalui pembagian kerja dapat dicapai yang menghasilkan organisasi yang efektif. Pembagian kerja adalah pemecahan tugas kompleks menjadi komponen-komponennya sehingga setiap orang bertanggung jawab untuk beberapa aktivitas terbatas bukannya tugas secara keseluruhan.

Tidak semua orang secara fisik dan psikologi mampu melaksanakan semua operasi yang menyusun kebanyakan tugas kompleks, bahkan dengan anggapan seseorang dapat memperoleh semua keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas tadi. Sebaliknya, pembagian pekerjaan menciptakan tugas yang lebih

166

sederhana yang dapat dipelajari dan diselesaikan dengan relatif cepat.

Jadi hal ini memperkuat spesialisasi, ketika setiap orang menjadi pakar dalam pekerjaan tertentu. Karena tindakan ini menciptakan variasi pekerjaan, orang dapat memilih atau ditugaskan pada suatu posisi yang sesuai dengan bakat dan minat mereka.

Menurut prinsip ini, semua fungsi dalam kekhawatiran harus benar dan jelas kepada manajer dan bawahan. Hal ini dapat dilakukan dengan jelas mendefinisikan tugas-tugas, tanggung jawab, wewenang dan hubungan orang terhadap satu sama lain. Klarifikasi dalam otoritas-tanggung jawab membantu dalam mencapai hubungan koordinasi dan dengan demikian organisasi dapat berlangsung efektif. Sebagai contoh, fungsi utama dari produksi, pemasaran dan keuangan dan hubungan tanggung jawab wewenang dalam departemen ini harus jelas didefinisikan untuk setiap orang agar melekat dalam pemikiran karyawan. Klarifikasi dalam hubungan otoritas- tangggung jawab membantu dalam organisasi yang efisien.

Satu bawahan-satu hubungan yang superior. Setiap bawahan bertanggung jawab kepada satu manajer. Hal ini membantu dalam menghindari kesenjangan komunikasi dan kesimpangan tanggung jawab. Jika atasan yang lebih tinggi ingin memberikan perintah atau hal-hal lain kepada para bawahan yang berada beberapa tangga di bawah dalam hierarki organisasi, seyogianya hal itu dilakukan melalui atasan langsung orang yang bersangkutan. Paling tidak dengan sepengetahuan atasan langsung tersebut.

Pentingnya pengorganisasian, menyebabkan timbulnya sebuah struktur organisasi, yang dianggap sebagai sebuah kerangka sebuah kerangka yang masih dapat menggabungkan usaha-usaha mereka dengan baik.

Dengan kata lain, salah satu bagian penting tugas pengorganisasian adalah mengharrmonisasikan kelompok orang yang berbada, mempertemukan macam-macam kepentingan dan memanfaat-kan kemampuan-

167

kemampuan kesemuanya kesuatu arah tertentu. (Terry, 1979)

Maksud dari hal tersebut adalah dapat dihasilkannya sinergisme, yang berarti perlu adanya tindakan-tindakan untuk mengelompokkan semua kemampuan yang sesuai menjadi satu tempat dan memanfaaatkan kemampuan tersebut agar dapat berguna bagi organisasi tersebut. Akan tetapi suatu peng-organisasian tidak hanya mengelompokkan sumber daya manusia saja, akan tetapi juga dengan sumber daya lainnya agar dapat efektif. Jadi pengorganisasian merupakan sebuah kasus yang dapat menimbulkan efek yang sangat baik dalam upaya menggerakan seluruh aktivitas dan potensi yang bisa diwadahi serta sebagai pengawasan manajerial.

2.4. ActuatingActuating, dalam bahasa Indonesia artinya adalah

meng-gerakkan. Maksudnya, suatu tindakan untuk mengupayakan agar semua anggota kelompok berusaha untuk mencapai sasaran sesuai dengan tujuan organisasi. Jadi, actuating bertujuan untuk menggerakkan orang agar mau bekerja dengan sendirinya dan penuh dengan kesadaran secara bersama- sama untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien. Dalam hal ini dibutuhkan kepemimpinan (leadership) yang baik.

Actuating merupakan upaya untuk merealisasikan suatu rencana. Dengan berbagai arahan dengan memotivasi setiap karyawan untuk melaksanakan kegiatan dalam organisasi, yang sesuai dengan peran, tugas dan tanggung jawab. Maka dari itu, actuating tidak lepas dari peranan kemampuan leadership.

Actuating jelas membutuhkan adanya kematangan pribadi dan pemahaman terhadap karakter manusia yang memiliki kecenderungan berbeda dan sifatnya dinamis. Maka dari itu, fungsi actuating ternyata jauh lebih rumit dari kelihatannya, karena harus melibatkan fungsi dari leadership. Premis yang terkenal pernah diungkapkan

168

oleh Doghlas McGregor, bahwa seorang karyawan selalu diasumsikan negatif dan positif.

Untuk pembahasan masalah teori leadership, akan dijelaskan lebih detail dalam bab POSDCORBE. Di dalam proses actuating ini, keberadaan leadership adalah sebagai pendukung. Karena actuating sendiri memiliki tujuan sebagai penggerak, yang nantinya akan bertujuan mengefektifkan dan mengefisienkan kerja dalam organisasi.

Implementasi actuating merupakan hal penting yang dipertimbangkan dalam melakukan actuating adalah untuk memotivasi seorang karyawan untuk melakukan sesuatu, misalnya saja:a. Merasa yakin dan mampu melakukan suatu

pekerjaan,b. Percaya bahwa pekerjaan telah menambahkan nilai

untuk diri mereka sendiri,c. Tidak terbebani oleh masalah pribadi atau tugas lain

yang lebih penting atau mendesak,d. Tugas yang diberikan cukup relevan,e. Hubungan harmonis antar rekan kerja.

2.5. ControllingMenurut G.R Terry, pengawasan dapat didefinisikan

sebagai proses penentuan, apa yang harus dicapai yaitu standar, apa yang sedang dilakukan yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu melakukan perbaikan-perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan standar.

Jelas sekali bahwa fungsi pengawasan yang diambil dari sudut pandang definisi sangat vital dalam suatu perusahaan. Supaya proses pelaksanaan dilakukan sesuai dengan ketentuan dari rencana. Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat penyimpangan. Hal ini dilakukan untuk pencapaian tujuan sesuai dengan rencana.

Jadi pengawasan dilakukan sebelum proses, saat proses, dan setelah proses. Dengan pengendalian

169

diharapkan juga agar pemanfaatan semua unsur manajemen menjadi efektif dan efisien.

Dalam controlling ada beberapa proses dan tahapan, yaitu pengawasan. Proses pengawasan dilakukan secara bertahap dan sistematis melalui langkah sebagai berikut :a. Menentukan standar yang akan digunakan sebagai

dasar pengendalian.b. Mengukur pelaksanaan atau hasil yang sudah dicapai.c. Membandingkan pelaksanaan atau hasil dengan

standar dan menentukan penyimpangan jika ada.d. Melakukan tindakan perbaikan, jika terdapat

penyimpangan agar pelaksanaan dan tujuan sesuai dengan rencana.

e. Meninjau dan menganalisis ulang rencana, apakah sudah realistis atau tidak. Jika ternyata belum realistis maka perlu diperbaiki.

Beberapa cara pengendalian yang harus dilakukan oleh seorang manajer yang meliputi pengawasan langsung, adalah pengawasan yang dilakukan sendiri secara langsung oleh seorang manejer. Manajer memeriksa pekerjaan yang sedang dilakukan untuk mengetahui apakah dikerjakan dengan benar dan hasilnya sesuai dengan yang dikehendakinya.

Pengawasan tidak langsung, adalah pengawasan jarak jauh, artinya dengan melalui laporan secara tertulis maupun lisan dari karyawan tentang pelaksanaan pekerjaan dan hasil yang dicapai. Pengawasan berdasarkan pengecualian, adalah pengawasan yang dikhususkan untuk kesalahan yang luar biasa dari hasil atau standar yang diharapkan. Pengawasan ini dilakukan dengan cara kombinasi langsung dan tidak langsung oleh manajer.

Pengawasan juga bisa dibedakan menurut sifat dan waktunya :a. Preventive control, adalah pengawasan yang dilakukan

sebelum kegiatan dilakukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaannya.

170

Pengawasan ini merupakan pengawasan terbaik karena dilakukan sebelum terjadi kesalahan namun sifatnya prediktif.

b. Repressive control, adalah pengawasan yang dilakukan setelah terjadinya kesalahan dalam pelaksanaanya. Dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga hasilnya sesuai dengan yang diinginkan.

c. Pengawasan saat proses dilakukan, sehingga dapat segera dilakukan perbaikan.

d. Pengawasan berkala, adalah pengawasan yang dilakukan secara berkala, misalnya perbulan, persmester, dll.

e. Pengawasan mendadak (sidak), adalah pengawasan yang dilakukan secara mendadak untuk mengetahui apa pelaksanaannya dilakukan dengan baik atau tidak.

f. Pengawasan Melekat (waskat), adalah pengawasan/ pengendalian yang dilakukan secara integratif mulai dari sebelum, pada saat, dan sesudah kegiatan dilakukan.

Ada beberapa dasar proses dalam pengawasan, diantaranya adalah teknik pengendalian dan sistem yang pada dasarnya sama untuk kas, prosedur kantor, moral, kualitas produk atau apa pun. Bisa diasumsikan bahwa baik rencana dan struktur organisasi yang jelas, lengkap, dan terintegrasi akan tercipta jika manajer yakin akan tugasnya. Jika manajer tidak yakin dari tugasnya atau bawahan tidak memiliki kekuatan atau tidak tahu bahwa dia memiliki kekuatan untuk melaksanakan tugasnya, akan menjadi sulit untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab.

3. PenutupPOAC diterapkan dalam setiap organisasi di seluruh

dunia guna mempertahankan kelanjutan organisasi. POAC adalah dasar manajemen untuk organisasi manajerial. Terdapat beberapa konsep proses manajemen, misalnya saja PDCE (Plan, Do, Check, Evaluate), dan PDCA (Plan,

171

Do, Check, Action). Namun, konsep POAC lebih banyak digunakan dan diterapkan karena lebih sesuai untuk setiap tingkat manajemen.

Daftar Pustaka

Stoner, JAF, Freeman, RE & Gilbert Jr, DR 1996, management 6th edn, Prentice Hall, Inc, New Jersey.

Koontz, H & Weihrich, H 1990, Esseintials of Management, McGraw-Hill Publishing Company, singapore

Dubrin, Andrew J, 2008. Essentials of Management. Canada: Cengage Learning

Kathryn dan David C. Martin, 1998. Management. State of America: The McGraw-Hill Companies

George, R. Terry, 1979, Principles of Management.Stoner, JAF, Freeman, RE & Gilbert Jr, DR 1996,

management 6th edn, Prentice Hall, Inc, New Jersey.Massie, JL, 1979, essentials of management 3rd edn,

Prentice Hall, Inc, Kentucky.

172

PENGGUNAAN PENDEKATAN KETERAMPILAN PROSES DALAM PEMBELAJARAN IPA

Oleh : Agnes Renostini Harefa

Abstrak

Penulisan ini bertujuan untuk penggunaan pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA. Penulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research). Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa proses-proses IPA dapat menolong manusia untuk menemukan pengetahuan yang baru, maka kita percaya bahwa proses IPA yang sama dan dapat dikuasai oleh anak-anak kita dapat digunakan oleh mereka untuk memperoleh pengetahuan baru di masa yang akan datang. Gagne menyebutkan bahwa pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan kreatif serta mengemukakan bahwa anak yang telah mendapat pembelajaran proses IPA ini akan mampu mempelajari IPA pada tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang singkat. Siswa akan mempunyai konsepsi yang lebih baik tentang IPA, yaitu suatu cara berpikir dan menemukan.

Kata kunci : pendekatan, keterampilan proses dan pembelajaran IPA

1. Pendahuluan

173

1.1. Latar BelakangIPA atau ilmu pengetahuan alam adalah ilmu yang

pokok bahasannya adalah alam dengan segala isinya. Hal yang dipelajari dalam IPA adalah sebab-akibat, hubungan kausal dari kejadian-kejadian yang terjadi di alam. Menurut Powler (Winataputra dkk. 1993) IPA adalah ilmu yang sistematis dan dirumuskan yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan induksi. Carin dan Sund (1993) mendefinisikan IPA sebagai pengetahuan yang sistematis atau tersusun secara teratur, berlaku umum, dan berupa kumpulan data hasil observasi dan eksperimen. Sesuai dengan kenyataan bahwa aktivitas dalam IPA selalu berhubungan dengan percobaan-percobaan yang membutuhkan keterampilan dan kerajinan. Dengan demikian IPA bukan hanya kumpulan pengetahuan tentang benda tak hidup dan makhluk hidup, tetapi menyangkut cara kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah. Ilmuwan IPA selalu tertarik dan penuh perhatian terhadap peristiwa alam, selalu ingin mengetahui apa, bagaimana, dan mengapa tentang suatu gejala alam dan hubungan kausalnya. Di dalam IPA, terdapat tiga unsur utama, yaitu sikap, proses atau metodologi, dan hasil yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Sikap dalam hal ini adalah sikap manusia yang selalu ingin tahu tentang benda-benda, makhluk hidup, hubungan sebab-akibatnya, akan menimbulkan permasalahan-permasalahan yang selalu ingin dipecahkan dengan prosedur yang benar. Prosedur tersebut meliputi metode ilmiah. Metode ilmiah mencakup hipotesis, pembuatan desain eksperimen atau evaluasi atau pengukuran, dan akhirnya menghasilkan suatu produk berupa fakta, prinsip, teori, hukum, dan sebagainya.

IPA yang saat ini berkembang disebut sebagai IPA modern. Berbeda dengan IPA sebelumnya, pada IPA modern digunakan matematika atau statistika dalam pengukuran dan perhitungan untuk menetapkan

174

kebenaran. IPA yang demikian disebut juga dengan IPA kuantitatif, sedangkan IPA yang tidak menggunakan matematika atau statistika untuk menentukan kebenaran disebut IPA kualitatif. Pada IPA kuantitatif kebenaran ilmiah atas suatu konsep diperoleh bila konsep atau pernyataan tersebut telah sesuai dengan objek atas dasar pengamatan.

1.2. Tujuan PenulisanPenulisan ini bertujuan untuk penggunaan

pendekatan keterampilan proses dalam pembelajaran IPA.

1.3. Metode PenulisanPenulisan ini menggunakan metode tinjauan

literatur (library research).2. Uraian Teoritis2.1. Proses Pembelajaran

Prinsip proses pembelajaran adalah belajar, sedangkan belajar adalah suatu proses perubahan perilaku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Oleh karena itu, pembelajaran adalah upaya penataan lingkungan yang kondusif sehingga proses belajar dapat tumbuh dan berkembang. Karena pembelajaran bersifat rekayasa perilaku, maka proses pembelajaran terikat dengan tujuan. Dari sudut pandang sosiologis, proses pembelajaran adalah proses penyiapan peserta didik untuk dapat menjalankan kehidupannya di masyarakat. Sekolah adalah suatu sistem sosial yang merupakan miniatur masyarakat luas. Oleh karena itu, proses pembelajaran tidak akan terlepas dari proses sosialisasi, dan apa yang dipelajari di sekolah seharusnya merupakan cerminan keadaan nyata di sekitar peserta didik yang dapat dimanfaatkan atau diimplementasikan dalam masyarakat.

Permasalahan dalam proses pembelajaran dewasa ini adalah kecenderungan bahwa para siswa hanya terbiasa menggunakan sebagian kecil saja dari potensinya atau kemampuan berpikirnya. Dikhawatirkan

175

mereka menjadi malas untuk berpikir dan terbiasa malas berpikir mandiri. Kecenderungan ini sama saja dengan proses pemandulan dan sama sekali bukan proses pencerdasan. Para siswa dan juga gurunya masih terbiasa belajar dengan domain kognitif rendah. Oleh karena itu, metode berpikir dalam kegiatan mereka belajar pun belum menyentuh domain afektif dan konatif yang diperlukan. Aspek lain berkenaan dengan konsep diri dan proses mengembangkan kemandirian dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku. Belajar berani berpikir objektif, apalagi berbeda dengan buku dan keterangan guru, berpikir logis atau kritis, dialogis dan argumentatif umumnya masih langka di sekolah-sekolah kita. Selain itu sistem penilaian secara formatif masih amat terbatas jika dibandingkan dengan penilaian sumatif. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap aktivitas riil di lapangan, kegiatan pembelajaran di sekolah pada umumnya cenderung monoton dan tidak menarik, sehingga beberapa pelajaran ditakuti dan selalu dianggap sulit oleh siswa, misalnya matematika dan IPA. Hal ini ditunjukkan oleh adanya korelasi positif dengan perolehan Nilai Ujian Nasaional (NUN) pelajaran tersebut yang selalu menempati urutan terendah. Beberapa penyebabnya adalah karena pembelajaran IPA di sekolah: (a) lebih menekankan pada aspek kognitif dengan menggunakan hafalan dalam upaya menguasai ilmu pengetahuan, bukan mengembangkan ketrampilan berpikir, (b) mengembangkan aktualisasi konsep, tanpa diimbangi pengalaman konkret dan eksperimen aktif, dan (c) hanya menyangkut substansinya, tanpa mengembangkan kemampuan melakukan hubungan dengan proses-proses mental seperti penalaran dan sikap ilmiah (Supangkat, 1991). Temuan Slimming (1998) yang meneliti perilaku mengajar para guru di Indonesia juga menunjukkan bahwa umumnya para guru cenderung mengembangkan pembelajaran pasif dengan menggunakan metode ceramah di sebagian besar aktivitas proses pembelajarannya di kelas. Permasalahan di atas

176

semestinya menjadi perhatian serius dari pemerintah dengan upaya mencari terobosan-terobosan dalam memecahkannya, baik melalui pengembangan materi pembelajaran baru maupun melalui pemberdayaan metodik-didaktik yang sudah ada. Di samping faktor penunjang lain di luar akademik antara lain penyediaan alat IPA yang bermutu, baik, dan dapat mengembangkan pembelajaran dengan paradigma baru tersebut.

Tujuan kurikulum dengan paradigma yang baru pada prinsipnya adalah tetap conceptual mastery, tetapi hal tersebut diperoleh dengan pendekatan berbasis kompetensi, dengan tujuan agar sistem pendidikan nasional dapat merespon secara proaktif terhadap perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan tuntutan desentralisasi. Dengan demikian, lembaga pendidikan tidak akan kehilangan relevansi program pembelajarannya dengan kepentingan daerah dan karakteristik peserta didik, serta tetap memiliki fleksibilitas dalam melaksanakan kurikulum yang berdiferensiasi. Peserta didik dituntut untuk menguasai konsep-konsep dasar yang telah dipilih secara selektif melalui aktivitas pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa. Siswa harus mampu mengkonstruksi pengetahuan melalui aktivitas kontekstual yang dikembangkan dalam pembelajaran dimana siswa terlibat langsung dalam pengalaman sehari-hari yang berkaitan dengan materi yang diajarkan, aktif melakukan eksperimen, melakukan pengolahan data, dan membuat kesimpulan. Dengan demikian, pembelajaran yang dikembangkan di dalam kelas perlu dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa berada, mendorong siswa membuat hubungan antara konsep yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan keseharian siswa di dalam masyarakat, sehingga pembelajaran lebih bermakna dan proses belajar lebih penting daripada hasil belajar. Dengan dukungan situasi yang demikian, siswa perlu dikondisikan di dalam situasi pembelajaran di kelas yang memungkinkan siswa mengerti dan memahami

177

makna belajar, manfaat, peran, dan status siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Jika siswa dapat memahami dan mengerti hal tersebut, maka siswa akan berusaha untuk mencapainya dan memerlukan guru sebagai pembimbing, fasilitator, dan mediator. Pembelajaran yang ingin dikembangkan berorientasi pada proses bagaimana memperoleh informasi, cara IPA dan teknologi bekerja, kebiasaan bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir yang dikaitkan dengan situasi nyata dimana siswa berada dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran tersebut dikembangkan dengan pendekatan kontekstual. Dalam buku “Pendekatan Kontekstual” yang diterbitkan oleh Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan kontekstual, jika menerapkan ketujuh komponen dalam pembelajarannya. Ketujuh komponen tersebut adalah konstruktivisme, bertanya, inquiri, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi, dan penilaian yang otentik/bermakna.

Konstruktivisme merupakan filosofi pendekatan kontekstual yang menyatakan bahwa pengetahuan dibangun oleh siswa, melalui pemecahan masalah dan menemukan sesuatu yang berguna. Proses menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, pengetahuan dan keterampilan sehingga siswa diharapkan menemukan sendiri hasilnya. Tahap-tahap siswa memenemukan merupakan cara berpikir ilmiah melalui keterampilan proses, antara lain adalah merumuskan masalah, melakukan observasi, melakukan analisis, menyajikan hasil, dan mengkomunikasikannya. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, bertanya ini tidak hanya guru terhadap siswa, tetapi juga siswa terhadap guru dan terhadap teman sendiri. Bagi siswa aktivitas bertanya adalah untuk menggali informasi, mengkomunikasikan apa yang telah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. Di dalam proses pembelajaran di

178

kelas dengan pendekatan kontekstual, dikondisikan terciptanya suasana saling belajar; siswa belajar dari guru, dari buku/sumber informasi lainnya, dari sesama teman, dan sebaliknya guru belajar dari siswa, sehingga di dalam ruang kelas tersebut terjadi masyarakat belajar. Pemodelan dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual adalah sesuatu yang dapat ditiru oleh siswa untuk memudahkan, memperlancar, membangkitkan ide dalam proses pembelajaran. Model dapat diperoleh dari guru, siswa, atau dari luar sekolah yang relevan dengan konteks dan materi yang sedang menjadi topik bahasan. Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari, tentang apa yang sudah dilakukan masa lalu dan merupakan respon terhadap kejadian, serta aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan. Penilaian yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan siswa pada saat proses pembelajaran yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Jadi penilaian autentik adalah penilaian terhadap pengetahuan dan performa yang diperoleh siswa selama aktivitas pembelajaran berlangsung.

2.2. Proses Pembelajaran IPA IPA atau ilmu pengetahuan alam pada dasarnya

mencari hubungan kausal antara gejala-gejala alam yang diamati. Oleh karena itu, proses pembelajaran IPA seharusnya mengembangkan kemampuan bernalar dan berpikir sistematis selain kemampuan deklaratif yang selama ini dikembangkan. Salah satu inovasi sebagai salah satu usaha adalah mencari model-model pembelajaran IPA yang memiliki kontribusi terhadap peningkatan mutu pendidikan IPA.

Hal ini berarti, belajar IPA tidak hanya belajar dalam wujud pengetahuan deklaratif berupa fakta, konsep, prinsip, hukum, tetapi juga belajar tentang pengetahuan prosedural berupa cara memperoleh informasi, cara IPA dan teknologi bekerja, kebiasaan

179

bekerja ilmiah, dan keterampilan berpikir. Belajar IPA memfokuskan kegiatan pada penemuan dan pengolahan informasi melalui kegiatan mengamati, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengklasifikasi, memecahkan masalah, dan sebagainya, lebih sesuai dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses. Pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung. Dengan demikian, siswa perlu dibantu untuk mampu mengembangkan sejumlah pengetahuan yang menyangkut kerja ilmiah dan pemahaman konsep serta aplikasinya. Bahan kajian kerja ilmiah adalah : a. mampu menggali pengetahuan melalui penyelidikan/

penelitian, b. mampu mengkomunikasikan pengetahuannya, c. mampu mengembangkan keterampilan berpikir, d. mampu mengembangkan sikap dan nilai ilmiah.

Bahan kajian IPA yang berkaitan dengan pemahaman konsep dan penerapannya adalah : a. memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya

tentang makhluk hidup dan proses kehidupan, b. memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya

tentang materi dan sifatnya, c. memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya

tentang energi dan perubahannya, d. memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya

tentang bumi dan alam semesta, serta e. memiliki pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya

tentang hubungan antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat.

3. PembahasanUntuk memperoleh hasil yang optimal dari suatu

proses pembelajaran seperti yang telah diungkapkan di atas, perlu dilakukan berbagai upaya, misalnya guru perlu disiapkan dengan baik untuk membangun kompetensi-kompetensi keguruan yang profesional sehingga diharapkan mampu mengelola pembelajaran di kelas

180

dengan baik dan meningkatkan mutu pendidikan. Kesadaran semua pihak, para pengambil kebijakan dalam bidang pendidikan, pengelola pendidikan, implementator pendidikan, dan para pemerhati pendidikan sangat diperlukan dalam merealisasikan paradigma baru pendidikan di Indonesia sehingga mutu pendidikan dapat meningkat. Seperti diketahui, sasaran belajar IPA adalah membangun gagasan saintifik (ilmiah) setelah para siswa berinteraksi dengan lingkungan, peristiwa, dan informasi dari sekitarnya. Pandangan konstruktivisme sebagai filosofi pendidikan IPA mutakhir menganggap semua siswa memiliki gagasan atau pengetahuan tentang lingkungan, pengetahuan, fakta akan gejala alam di sekitarnya, meskipun hal tersebut kadang terkesan naif dan miskonsepsi. Mereka (para siswa) seringkali mempertahankan gagasan atau pengetahuan naif tersebut secara kokoh, karena gagasan atau pengetahuan itu mengait dengan gagasan atau pengetahuan awal lainnya yang sudah lebih dulu dibangun dalam wujud struktur kognitifnya. Menurut pandangan ini, kegiatan pembelajaran dimulai dari apa yang diketahui siswa, sehingga pembelajaran tidak dapat dilakukan dengan cara indoktrinasi gagasan atau pengetahuan saintifik supaya siswa mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang nonsaintifik menjadi gagasan atau pengetahuan yang saintifik. Dengan demikian, arsitek peubah gagasan atau pengetahuan dalam diri siswa adalah siswa sendiri. Sedangkan guru hanya berfungsi sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing yang menyediakan, mempermudah, bahkan kalau bisa mempercepat berlangsungnya proses belajar. Dalam proses konstruksi itu, menurut Von Glaserfeld (Jaskarti, 2002) diperlukan beberapa kemampuan, yaitu: (1) kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman, (2) kemampuan memban-dingkan, mengambil keputusan mengenai persamaan dan perbedaan, dan (3) kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu daripada pengalaman yang lain.

181

Beberapa bentuk kondisi belajar yang sesuai dengan filosofi konstruktivisme, antara lain adalah diskusi dimana siswa mau mengungkapkan gagasan, pengujian, penelitian sederhana, demonstrasi, dan peragaan prosedur ilmiah. Juga kegiatan lain yang memberi ruang kepada siswa untuk dapat memper-tanyakan, memodifikasi, dan mempertajam gagasannya. Dalam belajar secara konstruktif, para siswa mempunyai kesempatan untuk menyatakan, menguji, memodifikasi, dan juga meninggalkan ide-ide awal mereka yang sudah ada sebelumnya dan mengadopsi ide-ide baru. Melalui tugas-tugas dalam pelajaran IPA yang dikaitkan dengan tingkat perkembangan intelektualnya, para siswa mempunyai kesempatan untuk memahami alam secara aktif dengan membangun pemahaman tentang fenomena alam melalui aktivitas nyata kehidupan sehari-hari. Menekankan pada proses IPA sebagai sebuah pendekatan dalam proses pembelajaran merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang dapat menjanjikan akan adanya perubahan pada hasil pembelajaran. Pendekatan keterampilan proses lebih menekankan pada siswa sebagai pusat pembelajaran, dan pendekatan seperti ini diharapkan dapat lebih merangsang dan memberi peluang kepada siswa untuk belajar, berpikir inovatif, dan mengembangkan potensinya secara optimal.

Keterampilan proses yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran IPA, diantaranya adalah keterampilan mengamati dengan seluruh indera, mengajukan hipotesis, menggunakan alat dan bahan secara benar dengan selalu mempertimbangkan keselamatan kerja, mengajukan pertanyaan, menggolongkan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan hasil temuan secara beragam, menggali dan memilah informasi faktual untuk menguji gagasan atau memecahkan masalah sehari-hari. Pada prinsipnya pembelajaran IPA adalah cara memberi tahu dan cara berbuat, akan membantu siswa untuk memperoleh pemahaman yang mendalam tentang alam sekitarnya

182

dengan mendudukkan siswa sebagai pusat perhatian dalam interaksi aktif dengan teman, lingkungan, dan nara sumber lainnya. Rezba dkk. (1995) menyatakan bahwa keterampilan proses IPA yang harus dikembangkan pada diri siswa mencakup kemampuan yang paling sederhana, yaitu mengindera/mengamati (observing), mengukur, sampai dengan kemampuan tertinggi yaitu kemampuan bereksperimen/menyelidiki. Sementara itu, Bryce dkk. (1990) mengemukakan bahwa keterampilan proses IPA mencakup keterampilan dasar (basic skill) sebagai kemampuan yang terendah, diikuti dengan keterampilan proses (process skill), dan keterampilan investigasi (investigation skill) sebagai keterampilan tertinggi. Keterampilan dasar mencakup: (a) melakukan pengamatan (observational skill), (b) mencatat data (recording skill), (c) melakukan pengukuran (measurement skill), (d) mengimplementasikan prosedur (procedural skill), dan (e) mengikuti petunjuk (following instructions). Keterampilan proses meliputi (a) menginferensi/menyimpulkan (skill of inference) dan (b) memilih berbagai cara/prosedur (selection of procedures). Keterampilan investigasi berupa keterampilan merencanakan dan melaksanakan serta melaporkan hasil investigasi. Keterampilan tersebut juga harus didasari oleh sikap ilmiah seperti antusiasme, ketekunan, kejujuran dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas, hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan pembelajaran IPA seperti yang dikemukakan dalam Kurikulum IPA 2006 adalah :

a. empat pilar pendidikan dari Unesco, b. inkuiri IPA, c. konstruktivisme, d. IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, e. pemecahan masalah, serta f. pembelajaran IPA yang bermuatan nilai.

Pembelajaran IPA seperti di atas menuntut guru untuk mengubah pandangan tentang mengajar, dari guru

183

sebagai pusat pembelajaran (teacher centered) ke siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered), guru berfungsi membimbing dalam rangka mempermudah peristiwa belajar. Jadi, ketika guru menyediakan pengalaman belajar, guru perlu mempertimbang-kan pengalaman dan gagasan yang dimiliki siswa. Hal ini diperlukan karena siswa datang ke sekolah tidak dengan pikiran kosong, tetapi dengan membawa aneka gagasan, pengalaman, tujuan, dan konsep. Pandangan ini menganggap belajar sebagai upaya membangun pemahaman, sedangkan mengajar adalah suatu upaya membimbing dan mempermudah proses belajar. Kurikulum IPA sekarang ini dirancang sedemikian rupa sehingga dalam menyediakan berbagai pengalaman belajar mulai dari yang menyangkut pengetahuan deklaratif sampai dengan pengetahuan prosedural. Proses pembelajaran yang dikembangkan untuk mencapai pengalaman belajar siswa tersebut di atas dapat dicapai dengan menekankan pada aktivitas belajar siswa aktif dan bersifat fleksibel. Pandangan tersebut di atas menuntun guru untuk mencari alternatif pendekatan pembelajaran yang sesuai. Pendekatan kontekstual, IPA, teknologi, dan masyarakat, demonstrasi, dan eksperimen barangkali merupakan beberapa alternatif yang diharapkan dapat memecahkan kebuntuan peningkatan mutu pendidikan IPA.

Selanjutnya, para guru perlu memahami adanya perbedaan antara karakteristik siswa pada tingkatan umur dan jenjang pendidikan yang berbeda. Proses IPA untuk sekolah menengah sudah berbeda dengan sekolah dasar (Cavendish 1990), yaitu meliputi: (a) kegiatan melakukan observasi, (b) memilih kegiatan observasi yang relevan dengan penyelidikannya untuk dipelajari lebih lanjut, (c) menemukan dan mengidentifikasi pola-pola baru dan menghubungkannya dengan pola-pola yang sudah ada, (d) menyarankan dan menilai penjelasan-penjelasan dari pola-pola yang ada, (e) mendisain dan melaksanaan per-cobaan (eksperimen), termasuk

184

melakukan berbagai pengukuran untuk menguji pola-pola yang ada, mengkomunikasikan (baik secara verbal, dalam ungkapan matematis, maupun grafis) dan menginterpretasi tulisan-tulisan dan bahan ajar lainnya, (f) memakai peralatan dengan efektif dan hati-hati, (g) menggunakan pengetahuan untuk melaksanakan penyelidikan, dan (h) meng-gunakan pengetahuannya untuk memecahkan permasalahan yang berkaitan dengan teknologi.

Laboratorium atau Laboratory pada kamus Webster’s, yaitu A building or room in which scientific experiments are conducted, or where drugs, chemicals explosives are tested or compounded. Pada kamus Oxford, Laboratory: room or building used for scientific experiments, research, testing, etc esp in chemistry… language. (Hornby, 1985). Pada Wikipedia, Laboratorium (disingkat lab) adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran ataupun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk memungkinkan dilakukannya kegiatan-kegiatan tersebut secara terkendali. Laboratorium ilmiah biasanya dibedakan menurut disiplin ilmunya, misalnya laboratorium fisika, laboratorium kimia, laboratorium biokimia, laboratorium komputer, dan laboratorium bahasa. (Wikipedia, 2007). Pada SPTK-21 dikemuka-kan Laboratorium merupakan tempat untuk mengaplikasikan teori keilmuan, pengujian teoritis, pembuktian uji coba, penelitian, dan sebagainya dengan menggunakan alat bantu yang menjadi kelengkapan dari fasilitas dengan kuantitas dan kualitas yang memadai (Depdiknas, 2002).

Dalam konteks pendidikan di sekolah laboratorium mempunyai fungsi sebagai tempat proses pembelajaran dengan metoda praktikum yang dapat memberikan pengalaman belajar pada siswa untuk berinteraksi dengan alat dan bahan serta mengobservasi berbagai gejala secara langsung. Kegiatan laboratorium/praktikum akan memberikan peran yang sangat besar terutama dalam :

185

a. membangun pemahaman konsep; b. verifikasi (pembuktian) kebenaran konsep; c. menumbuhkan keterampilan proses (keterampilan

dasar bekerja ilmiah) serta afektif siswa; d. menumbuhkan “rasa suka” dan motivasi terhadap

pelajaran yang dipelajari; e. melatih kemampuan psikomotor.

Oleh karena itu kegiatan laboratorium/praktikum akan dapat meningkatkan kecakapan akademik, sosial, dan vokasional. Magnesen yang dikutif oleh DePorter, dkk. dan diterjemahkan oleh Nilandari (2000) mengemukakan: ”Kita belajar: 10% dari apa yang kita baca, 20% dari apa yang kita dengar, 30% dari apa yang kita lihat, 50% dari apa yang kita lihat dan dengar, 70% dari apa yang kita katakan, 90% dari apa yang kita katakan dan lakukan.” Sesusi dengan karakteristiknya bahwa IPA berupa sekumpulan pengetahuan sebagai hasil penelitian dan pemikiran para ahli dan berupa sekumpulan keterampilan-keterampilan dasar yang mencerminkan proses untuk mencapai hasil tersebut. Dengan demikian agar para siswa dapat mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar yang mencerminkan proses dalam kegiatan ilmiah dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses diperlukan sarana penunjang, salah satunya adalah Laboratorium IPA.

4. Kesimpulan dan Saran4.1. Kesimpulan

Penggunaan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA memiliki beberapa keuntungan, antara lain sebagai berikut : 1. Proses-proses IPA dapat menolong manusia untuk

menemukan pengetahuan yang baru, maka kita percaya bahwa proses IPA yang sama dan dapat dikuasai oleh anak-anak kita dapat digunakan oleh mereka untuk memperoleh pengetahuan baru di masa yang akan datang.

186

2. Gagne menyebutkan bahwa pendekatan keterampilan proses adalah pendekatan kreatif serta mengemukakan bahwa anak yang telah mendapat pembelajaran proses IPA ini akan mampu mempelajari IPA pada tingkat yang lebih tinggi dalam waktu yang singkat. Siswa akan mempunyai konsepsi yang lebih baik tentang IPA, yaitu suatu cara berpikir dan menemukan.

Daftar Pustaka

Ausubel, D. 1963. The Psychology of Meaningful Verbal Learning. New York: Grune & Stratton.

Ausubel, D. 1978. In defense of advance organizers: A reply to the critics. Review of Educational Research, 48, 251-257.

Ausubel, D., Novak, J., & Hanesian, H. 1978. Educational Psychology: A Cognitive View (2nd Ed.). New York: Holt, Rinehart & Winston.

Dahar, R. W. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.Joice, B. ,Weil, M., & Calhoun, E. 2000. Models of

Teaching. Boston: Allyn and Bacon.Novak, J. D. & Gowin, D.B. 1985. Learning How to Learn.

Cambrige: Cambridge University Press.

PENINGKATAN PROFESIONALITAS GURU MELALUI SUPERVISI AKADEMIK DI SMP NEGERI 3

187

DHARMA CARAKA TELUK DALAM.

Oleh : Aslinawati Lase

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui program supervisi akademik, pelaksanaan supervisi akademik, dan teknik yang digunakan dalam pelaksanaan supervisi akademik di SMP Negeri 3 Dharma Caraka Teluk Dalam. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data: observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Subjek penelitian adalah kepala sekolah dan guru SMP Negeri 3 Dharma Caraka Teluk Dalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi akademik oleh kepala sekolah SMP Negeri 3 Caraka Teluk Dalam dalam rangka peningkatan profesionalitas guru dilakukan dengan cara membagi tugas supervisi akademik dengan wakil kepala sekolah untuk melaksanakan supervisi terhadap guru-guru senior dan guru-guru senior melaksanakan supervisi terhadap guru-guru bidang studi. Teknik supervisi yang digunakan oleh kepala sekolah adalah: teknik yang bersifat individual yaitu perkunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, inter-visitasi, penyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar dan menilai diri sendiri dan sedikit menggunakan teknik-teknik yang bersifat kelompok, yaitu teknik-teknik yang digunakan itu dilaksanakan bersama-sama oleh supervisor dengan sejumlah guru dalam satu kelompok.

Kata kunci : profesionalitas, guru dan supervisi akademik

1. Pendahuluan1.1. Latar Belakang

Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat.

188

Tanpa pendidikan sama sekali mustahil suatu kelompok manusia dapat hidup berkembang sejalan dengan aspirasi (cita-cita) untuk maju, sejahtera dan bahagia menurut konsep pandangan hidup mereka.

Salah satu tujuan pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang berkulalitas. Kualitas manusia yang dibutuhkan oleh bangsa Indonesia pada masa yang akan datang adalah yang mampu menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan bangsa lain di dunia.

Dalam tingkatan operasional, guru merupakan penentu keberhasilan pendidikan melalui kinerjanya pada tingkat institusional, instruksional, dan eksperiensial. Seperti dikemukakan oleh Danim (2012:44) bahwa: guru bermakna sebagai pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal. Tugas utama itu akan efektif jika guru memiliki derajat profesionalitas tertentu yang terjermin dari kompetensi, kemahiran, kecakapan, atau keterampilan yang memenuhi standar mutu atau norma etik tetentu.

Guru memiliki peran yang bersifat multi fungsi, lebih dari sekadar yang tetuang pada produk hukum tentang guru, seperti Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan dosen dan Peraturan Pemerintah No. 74 tentang Guru, bahwa guru berperan sebagai perancang, penggerak, evaluator, dan motivator.

Ketiga indikator dari profesional guru tersebut, yaitu: perencanaan pembelajaran (input), pelaksanaan pembelajaran (proses), dan evaluasi pembelajaran (output) dilakukan oleh guru dengan baik, maka profesional guru bisa dikatakan baik. Untuk menjadikan guru sebagai tenaga profesional maka perlu diadakan pembinaan secara terus-menerus dan berkesinambungan, dan menjadikan guru sebagai tenaga kerja perlu diperhatikan, dihargai dan diakui keprofesionalannya.

Supervisi akademik merupakan salah satu tugas kepala sekolah, guru senior dan tim pengawas dari Dinas

189

Pendidikan dalam membina guru melalui fungsi pengawasan. Pengawasan pada intinya yaitu melakukan pembinaan, bimbingan untuk memecahkan masalah pendidikan termasuk masalah yang dihadapi guru secara bersama dalam proses pembelajaran dan bukan mencari kesalahan guru.

Tugas pokok pengawas sebagai pengawas atau supervisor akademik yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek teknis pendidikan dan pembelajaran, dan supervisor manajerial yaitu tugas pokok supervisor yang lebih menekankan pada aspek manajemen sekolah.

1.2. Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

program supervisi akademik, pelaksanaan supervisi akademik, dan teknik yang digunakan dalam pelaksanaan supervisi akademik di SMP Negeri 3 Dharma Caraka Teluk Dalam.

1.3. Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif

dengan teknik pengumpulan data: observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Subjek penelitian adalah kepala sekolah dan guru SMP Negeri 3 Dharma Caraka Teluk Dalam.

2. Uraian Teoritis2.1. Profesionalitas Guru

Istilah profesional berasal dari kata profesi, artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang, dan memiliki suatu ketrampilan tertentu. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan yang mensyaratkan pengetahuan dan ketrampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intense.

Rimang (2011: 24) mengemukakan: bila pekerjaan guru merupakan suatu profesi, maka keahlian mendidik

190

harus ada dan melekat pada profesi guru. Profesi guru apabila dijalankan dengan penuh ketekunan dan dedikasi yang tinggi dan dia mengembangkan satu disiplin ilmu dalam bidang pendidikan, maka orang tersebut telah menjalankan suatu spesialisasi ilmu pendidikan.

Dalam konteks ini yang dimaksud profesional adalah sebagai guru. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya mungkin diperoleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai sehingga kinerjanya didasarkan kepada ilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.

Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, social, maupun akademis.

Guru-guru yang profesional itu memiliki ciri-ciri antara lain: memiliki kemampuan sebagai ahli dalam bidang mendidik dan mengajar; memiliki rasa tanggung jawab, yaitu mempunyai komitmen dan kepedulian terhadap tugasnya; memiliki rasa kesejawatan dan menghayati tugasnya sebagai suatu karir hidup serta menjunjung tinggi kode etik jabatan guru. Menurut Suprahatiningrum (2013:23) bahwa: Guru merupakan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. Pekerjaan ini dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki keahlian untuk melakukan pekerjaan sebagai guru. Profesi guru memerlukan syarat-syarat khusus, apalagi sebagai guru profesional, yang harus menguasai seluk-beluk pendidikan dan pembelajaran dengan berbagai ilmu pengetahuan Profesi ini juga perlu pembinaan dan pengembangan melalui masa pendidikan tertentu atau pendidikan prajabatan.

Profesionalitas guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan, kualitas keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran

191

2.2. Supervisi Akademik Supervisi dapat di artikan sebagai pemberian

bantuan dan pengembangan kemampuan kepada guru sehingga dapat meningkatkan profesional dalam proses pembelajaran. Secara umum supervisi sering di artikan sebagai pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan teknis edukatif di sekolah, bukan sekedar pengawasan terhadap fisik, material, tetapi supervise merupakan pengawasan terhadap kegiatan akademik.

Purwanto (2009: 88) menjelaskan tentang supervisi pengajaran atau supervisi akademik, sebagai berikut: “Supervisi pengajaran atau supervisi akademik ialah kegiatan-kegiatan kepengawasan yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi-kondisi-baik personel maupun material- yang memungkinkan terciptanya situasi belajar-mengajar yang lebih baik demi tercapaianya tujuan pendidikan”.

Supervisi adalah usaha memberikan pelayanan dan bantuan kepada guru-guru baik secara individual maupun secara kelompok dalam usaha memperbaiki pengajaran. Kata kunci dari pelaksanaan supervisi adalah memberi layanan dan bantuan. Supervisi merupakan rangsangan, bimbingan atau bantuan yang diberikan kepada guru-guru agar kemampuan profesionalnya makin berkembang, sehingga situasi belajar semakin efektif dan efisien.

Menurut Sahertian (2008:17) bahwa: “supervisi adalah suatu usaha menstimulasi, mengkoordinasi dan membimbing secara kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran.”

Istilah supervisi sangat populer di lingkungan akademik, birokrat, politisi, bahkan pengusaha. Supervisi yang dimaksud disini khusus terkait dengan kepentingan pendidikan dan pembelajaran, sehingga disebut supervisi akademik.

192

Pengawasan terhadap guru bertujuan untuk memberdayakan dalam peningkatan kinerja guru, baik dalam penyusunan perangkat pembelajaran penguasaan kelas dan juga kemampuan mengevaluasi serta memotivasi siswa dalam proses pembelajaran.

2.3. Kepala Sekolah dan Supervisi Akademik Bimbingan profesional yang dilakukan kepala

sekolah sebagai supervisor terhadap guru adalah sebagai usaha yang memberikan kesempatan bagi para guru untuk berkembang secara profesional, sehingga mereka lebih maju lagi dalam melaksanakan tugas pokoknya. Para guru untuk berkembang secara profesional, sehingga mereka lebih maju lagi dalam melaksanakan tugas pokoknya. Para guru tersebut menjadi mampu dan mau memperbaiki dan meningkatkan kemampuan belajar murid-muridnya. Mengingat pentingnya bimbingan profesional ini bagi guru, maka kepala sekolah harus senantiasa meningkatkan dan menyegarkan pengetahuanya beberapa tingkat lebih baik dibanding guru, karena jika kemampuan kepala sekolah itu sama atau bahkan dibawah guru kualitasnya, maka tugas bimbingan dan pemberian bantuan bagi guru tidak begitu berarti. Kepala sekolah sebagai supervisor dalam melakukan supervisi harus mengetahui secara jelas apa saja yang harus disupervisi dan bagaimana tekniknya.

Sagala (2010:136) menjelaskan: dalam melakukan kegiatan supervisi, tentu kepala sekolah dapat memulainya dengan menanyakan dalam hal apa saja guru perlu mendapat bantuan dari kepala sekolah. Pertanyaan ini penting untuk memfokuskan bantuan yang akan diberikan. Karena inti kegiatan sekolah adalah pembelajaran, maka aspek yang paling penting untuk disupervisi dan menilai kegiatan pendidikan adalah yang berkaitan dengan pembelajaran. Kepala sekolah sebagai

193

supervisor secara tegas harus menguasai penilaian hasil belajar oleh pendidik.

Guru yang profesional, tentu selalu menggunakan tes yang standar dalam melakukan evaluasi hasil belajar. Semua kegiatan evaluasi ini dipantau oleh kepala sekolah untuk mengetahui kemajuan hasil belajar peserta didik dan mengetahui kinerja guru. Supervisi akademik merupakan salah satu aspek penting dilakukan oleh pengwas dan kepala sekolah yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Hal ini membuktikan bahwa peningkatan kualitas pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh diri guru sendiri akan tetapi harus diupayakan bersama antara guru dan supervisor.

Dengan demikian kepala sekolah mensupervisi guru mengajar menjadi suatu keharusan yang tidak dapat diabaikan. Supervisi semacam ini biasanya disebut supervisi akademik. Pengawas merupakan salah satu komponen yang memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan sekolah. Dengan adanya pengawasan yang dilakukan pengawas (supervisor) akan menumbuhkan semangat dan motivasi mengajar guru dengan cara memperbaiki segala jenis dan bentuk kekurang-kekurangannya dalam proses belajar mengajar. Proses bantuan itu dapat dilakukan secara langsung kepada guru itu sendiri, maupun secara tidak langsung melalui kepala sekolah.

Tugas terpenting pengawas adalah memberikan berbagai alternatif pemecahan masalah dalam pembelajaran. Bila terjadi sesuatu yang timbul atau mencuat ke permukaan yang dapat menganggu kosentrasi proses belajar mengajar, maka kehadiran pengawas bersifat fungsional untuk melakukan perbaikan.

2.4. Teknik-Teknik Supervisi Akademik Teknik supervisi secara umum juga berlaku untuk

semua supervisi akademik. Beberapa teknik supervisi yaitu: a) kunjungan kelas, b) pembicaraan individu, c) diskusi kelompok, d) demonstrasi mengajar, e) kunjungan

194

kelas antar guru, f) pengembangan kurikulum, g) perpustakaan individual, h) lokaria dan i) survey sekolah masyarakat.

Supervisi dapat dilakukan dengan berbagai cara, dengan tujuan agar apa yang diharapkan bersama dapat menjadi kenyataan. Secara garis besar, cara atau teknik supervisi akademik dapat digolongkan menjadi dua, yaitu teknik perseorangan dan teknik kelompok.

Guru-guru maupun guru bersama siswa-siswanya ada kalanya berkunjung ke sekolah lain. Tujuan dan motivasi kunjungan itu berbeda-beda. Ada yang hanya ingin mempererat persahabatan, ada yang ingin mengetahui fasilitas sekolah, ada pula bertujuan mengadakan pertandingan olah raga, ada dengan maksud mempertunjukkan kesenian, dan sebagainya.

Menurut Pidarta (2009:188) bahwa: kalau tujuan kunjungan itu melihat-lihat fasilitas yang dimiliki oleh sekolah yang dikunjungi, maka tuan rumah akan menerima dengan senang hati mempersilahkan tamunya melihat-lihat dan menanyakan segala sesuatu yang bertalian dengan fasilitas itu. Biasanya sekolah yang dikunjungi adalah sekolah yang kaya, yang mampu mengadakan fasilitas bekerja dan belajar secara lengkap dan modern. Lain halnya dengan kalau kunjungan itu bermaksud mengadakan pertandingan olahraga yang bersifat persahabat. Proses supervisi dalam teknik kunjungan sekolah ini sebagian besar dalam wujud ceramah dan mengamati objek-objek yang dikunjungi.

Sahertian (2008:53) membedakan teknik supervisi menjadi dua yaitu teknik supervisi yang bersifat individual dan kelompok. Teknik supervisi yang bersifat individual ada tiga jenis yaitu: (1) kunjungan kelas, (2) observasi, (3) percakapan pribadi. Sedangkan teknik yang bersifat kelompok antara lain: rapat guru, diskusi kelompok, loka karya, seminar, simposium, dan sebagainya.

Supervisi kunjungan kelas pada hakekatnya adalah observasi di kelas dengan tujuan untuk menemukan kelemahan dan kelebihan guru mengajar sehingga dapat

195

ditemukan permasalahan-permasalahan yang dijumpai guru untuk selanjutnya dibantu pemecahannya oleh supervisor secara demokratis.

Fungsi supervisi kunjungan kelas adalah sebagai alat untuk mendorong guru agar meningkatkan cara mengajar dan cara belajar siswa. Supervisi kunjungan kelas dapat memberikan kesempatan guru untuk mengemukakan pengalamannya sekaligus sebagai usaha untuk memberikan rasa mampu pada guru-guru, karena dapat belajar dan memperoleh pengertian secara moral bagi pertumbuhan karir.

Dapat disimpulkan bahwa kegiatan supervisi adalah membantu dan melayani guru melalui penciptaan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan kualitas pengetahuan, ketrampilan, sikap, kedisiplinan, serta pemenuhan kebutuhan meliputi: (1) merencanakan supervisi, (2) merumuskan tujuan supervisi, (3) merumuskan prosedur supervisi, (4) menyusun format observasi, (5) berunding dan bekerjasama dengan guru, (6) mengamati guru mengajar, (7) menyimpulkan hasil supervisi, (8) mengkonfirmasikan supervisi untuk keperluan mengambil langkah tindak lanjut.

3. PembahasanBerdasarkan data dari hasil supervisi yang

dilakukan menunjukkan bahwa : dalam rangka peningkatan professionalitas guru pada SMP Negeri 3 Dharma Caraka Teluk Dalam, kepala sekolah sudah menyusun dan membuat program supervisi sesuai format dan petunjuk serta temuan supervisi terdahulu, walaupun program sudah disiapkan tetapi hasil penelitian menunjukkan program yang disiapkan masih belum lengkap, seperti mengadakan kunjungan ke sekolah lain, menjadi model pembelajaran oleh kepala sekolah atau guru senior, selama ini hanya menjalankan program supervisi kunjungan kelas dan bimbingan kepada guru berupa rapat rutin.

196

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Karwati (2013:115) adalah sebagai berikut: Tugas kepala sekolah sebagai supervisor adalah mensupervisi pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga kependidikan. Supervisi merupakan suatu proses yang dirancang secara khusus untuk membantu para guru dan supervisor dalam mempelajari tugas sehari-hari di sekolah.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebelum melaksanakan supervisi akademik terhadap guru-guru, kepala sekolah, wakil kepala sekolah dan guru-guru senior di SMP Negeri 3 Dharma Caraka Teluk Dalam terlebih dahulu menyusun program supervisi secara musyawarah.

Hasil penelitian menunjukkan belum tercapainya secara maksimal kegiatan pembelajaran dikelas di samping karena banyaknya jumlah murid dalam satu kelas karena kurangnya kompetensi professional guru dalam kegiatan belajar mengajar yang disebabkan masih rendahnya pengembangan mutu dari guru.

Dalam pelaksanaan supervisi peningkatan professional guru, pendekatan yang digunakan oleh kepala sekolah, sebenarnya sudah berjalan seperti yang diharapkan karena kepala sekolah membagi tugas supervisi dengan wakil kepala sekolah bidang akademik. Supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah semua guru secara merata mendapatkan supervisi, oleh karena itu kepala sekolah sudah meningkatkan lagi frekuensi atau waktu untuk pelaksanaan supervisi seperti dengan melibatkan wakil kepala sekolah atau guru senior, hal ini terjadi karena banyaknya jumlah guru yang harus dibina.

Kegiatan supervisi akademik kunjungan kelas, juga dilakukan pembinaan guru melalui kegiatan kelompok atau rapat rutin. Herabudin (2009:210) menyatakan: kepala sekolah sebagai supervisor artinya kepala sekolah berfungsi sebagai pengawas, pengendali, pembina, pengarah dan pemberi contoh kepada para guru dan karyawannya disekolah. Salah satu hal terpenting bagi

197

kepala sekolah, sebagai supervisor adalah memahami tugas dan kedudukan karyawan-karyawannya atau staf sekolah yang dipimpinnya.

Peran kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik tidak hanya masuk kedalam kelas melihat proses pembelajaran yang dilakukan guru, selain itu juga setiap pagi selalu mengontrol suasana seluruh lingkungan sekolah sampai dengan kebersihan kelas dan halaman.

Dari pendapat di atas kita melihat disini pentingnya penghargaan diberikan kepada guru untuk memotivasi agar mereka merasa dirinya benar-benar dihargai, penghargaan ini sangat bermakna dan dapat meningkatkan persaingan sesama guru dan antar kelas, hal ini juga sering dilakukan oleh kepala sekolah yaitu mengadakan lomba kebersihan antar kelas, lomba cerdas cermat, lomba kegiatan dalam bidang pendidikan agama islam, (lomba ekstra kulikuler dibidang olahraga dan lain-lain).

Teknik supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah di SMP Negeri 3 Dharma Caraka Teluk Dalam dalam peningkatan professional guru, selama ini menggunakan teknik supervisi kelas, observasi, teknik kelompok seperti mengadakan rapat, diskusi kelompok, menyelesaikan permasalahan secara bersama.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa supervisi dan pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah SMP Negeri 3 Dharma Caraka Teluk Dalam sudah dijalankan dengan baik dan menyentuh kepada permasalahan baik dalam kegiatan pembelajaran maupun dalam bidang akademik, serta aktifitas yang berkaitan dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru mulia dari kegiatan awal sampai kepada kegiatan penutup artinya satu hari kegiatan pembelajaran berlangsung.

Pada dasarnya sebagian supervisor dalam pelaksanaan supervisi akademik kepada guru SMP Negeri 3 Dharma Caraka Teluk Dalam, bila dilihat dari jadwal

198

yang ditetapkan pelaksanaan supervisi akademik belum berjalan secara maksimal, penggunaan teknik supervisi akademik belum bervariasi, bila dilihat dari penggunaan teknik kelompok dalam pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh guru selalu dipecahkan bersama dengan mengadakan rapat dan sewaktu-waktu pengawas dari Dinas Pendidikan Kabupaten Nias Selatan.

4. Kesimpulan dan Saran4.1. Kesimpulan

Pelaksanaan supervisi akademik oleh kepala sekolah SMP Negeri 3 Caraka Teluk Dalam dalam rangka peningkatan profesionalitas guru dilakukan dengan cara membagi tugas supervisi akademik dengan wakil kepala sekolah untuk melaksanakan supervisi terhadap guru-guru senior dan guru-guru senior melaksanakan supervisi terhadap guru-guru bidang studi.

Teknik supervisi yang digunakan oleh kepala sekolah adalah: teknik yang bersifat individual yaitu perkunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, inter-visitasi, penyeleksi berbagai sumber materi untuk mengajar dan menilai diri sendiri. Dan sedikit menggunakan teknik-teknik yang bersifat kelompok, yaitu teknik-teknik yang digunakan itu dilaksanakan bersama-sama oleh supervisor dengan sejumlah guru dalam satu kelompok.

4.2. Saran1.Untuk mencapai hasil yang diharapkan hendaknya

kepala sekolah dalam pelaksanaan supervisi tidak membatasi waktu atau sesuai dengan jadwal, tapi sebaiknya dilakukan secara terus menerus, berkala dan berkesinambungan, agar permasalahan yang dihadapi dapat langsung diselesaikan.

2.Kepala sekolah hendaknya selalu memotivasi guru agar lebih kreatif, inovatif dan dapat mendisain model pembelajaran yang menyenangkan sebagai usaha

199

meningkatkan pembelajaran, agar guru tidak monoton, dan hanya menunggu dari kepala sekolah.

Daftar Pustaka

Danim, Sudarwan dan Khairil, 2012. Profesi Kependidikan. Bandung: PT ALFABETA.

Emzir, 2009. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif & Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo.

Herabudin, 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung : CV Pustaka Setia.

Karwati, Euis dan Donni Juni Priansa, 2013. Kinerja dan Profesionalisme Kepala Sekolah. Bandung : Alfabeta.

Pidarta, Made, 2009. Supervisi Pendidikan Konstektual. Jakarta : Rineka Cipta.

Purwanto, M. Ngalim, 2009. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Rimang, Siti Suwadah, 2011. Meraih Predikat Guru dan Dosen Paripurna. Bandung : Alfabeta.

Sagala, Syaiful, 2013. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan. Bandung: Alfabeta.

Sahertian, 2008. Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.

Suprahatiningrum, Jamil, 2013. Guru Profesional Pedoman Kinerja, Kualifikasi & Kompetensi Guru. Jakarta : Ar-Ruzz Media.

200

PENTINGNYA PEMBELAJARAN BAHASA INGGRISDI SEKOLAH

Oleh : Byslina Maduwu

Abstrak

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pentingnya pembelajaran bahasa Inggris di sekolah. Penulisan makalah meng-gunakan metode tinjauan literatur (library research). Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Inggris di sekolah sangat penting. Metode pembelajaran yang sangat sering dipakai adalah CLT karena effektif dipakai sebagai metode dalam proses belajar mengajar bahasa Inggris. Hal ini didasarkan dengan kemampuan berkomunikasi yang didapatkan oleh siswa bukan hanya sebatas pengetahuan belaka, siswa akan termotivasi dan merasa bahwa sesuatu yang telah mereka pelajari dapat berguna dan dipakai dalam berbahasa.

201

Kata kunci : metode pembelajaran dan bahasa Inggris

1. Pendahuluan1.1. Latar Belakang

Bahasa Inggris adalah bahasa yang universal karena digunakan oleh sebagian besar negara di dunia sebagai bahasa utama. Selain itu, bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa internasional yang penting untuk dikuasai atau dipelajari. Beberapa negara, terutama negara-negara bekas koloni Inggris, menempatkan bahasa Inggris sebagai bahasa kedua yang wajib dikuasai setelah bahasa asli negara mereka.

Meskipun di Indonesia bahasa Inggris adalah bahasa asing, namun menempati posisi yang penting dalam keseharian masyarakat kita. Hai ini terlihat jelas dalam dunia pendidikan di Indonesia. Bahasa Inggris adalah salah satu pelajaran yang diajarkan kepada peserta didik mulai dari tingkat dasar sampai dengan perguruan tinggi. Pemerintah Indonesia mulai memperkenalkan bahasa Inggris sedini mungkin bagi peserta didik di Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) melalui Kurikulum Pendidikan Dasar 1994. Sejak diberlakukan-nya kurikulum tersebut, mata pelajaran bahasa Inggris merupakan pelajaran muatan lokal yang diajarkan mulai kelas IV (empat) SD/MI. Walaupun dalam kurikulum 2013 yang sudah diimplementasikan di SD/MI di Indoneia, mengenyampingkan pelajaran bahas Inggris, namun tidak berarti bahwa pelajaran bahasa Inggris dilarang diajarkan di sekolah. Sekolah tetap diperbolehkan memberikan pelajaran bahasa Inggris melalui program ekstrakurikuler.

Teknik pembelajaran bahasa Inggris yang bervariasi tentunya dapat menarik minat belajar peserta didik. Hal ini merupakan tantangan bagi para guru bahasa Inggris di SD/MI. Perlu inovasi yang terus berkembang dari para guru agar peserta didik dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

202

Penetrasi penggunaan Bahasa Inggris dengan baik dan benar di Indonesia masih sangat rendah, yaitu di bawah delapan persen. Padahal bahasa Inggris membawa nama Indonesia lebih dikenal di dunia internasional karena potensi yang dimiliki negeri ini dapat dikomunikasikan dengan baik menggunakan bahasa internasional tersebut.

Selain itu, masih terdapat anggapan bahwa masyarakat Indonesia yang berbicara Bahasa Inggris dinilai tidak nasionalis, padahal hal tersebut merupakan anggapan yang kurang benar. Indonesia adalah negara berkembang, sehingga masih harus mengikuti dunia internasional yang menjadikan Bahasa Inggris sebagai bahasa internasional.

1.2. Tujuan PenulisanPenulisan ini bertujuan untuk mengetahui

pentingnya pembelajaran bahasa Inggris di sekolah.

1.3. Metode PenulisanPenulisan menggunakan metode tinjauan literatur

(library research).2. Uraian Teoritis2.1. Peranan Bahasa Inggris

Tidak dapat dipungkiri, bahwa Bahasa Inggris adalah Bahasa pergaulan internasional.Bahasa Inggris digunakan pada sidang-sidang resmi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Bahasa Inggris juga digunakan sebagai bahasa standar penerbangan internasional. Kemanapun kita pergi di seluruh belahan dunia ini, kita dihadapkan pada penggunaan Bahasa Inggris saat pertama kali kita menginjakkan kaki di airport atau pelabuhan udara dari negara yang kita tuju.

Ini membuktikan bahwa Bahasa Inggris sangat luas digunakan. Oleh karena itu, mempelajari dan menguasai Bahasa Inggris adalah suatu kebutuhan, kalau kita tidak mau mengatakannya suatu keharusan. Untuk di Indonesia, mempelajari Bahasa Inggris masih merupakan

203

sesuatu yang sangat susah bagi sebagian besar orang, dan bahkan terkadang menakutkan bagi beberapa kalangan.

Beberapa tahun yang lalu, sebelum diperkenalkan di Sekolah Dasar, Bahasa Inggris diajarkan mulai dari tingkat SLTP selama 3 (tiga) tahun; di tingkat SLTA selama 3 (tiga) tahun. Melihat dari waktu belajar, 6 (enam) tahun adalah waktu yang lama untuk menguasai satu bidang keterampilan. Kenyataannya, setelah belajar selama 6 (enam) tahun itu, kebanyakan dari kita belum dapat bercakap-cakap dalam Bahasa Inggris, walaupun dalam struktur yang paling sederhana sekalipun.Bahkan tak terhitung jumlahnya yang pada akhirnya tidak tahu sedikitpun tentang Bahasa Inggris.

Padahal jika ditanya kepada anak-anak Indonesia apa cita-cita mereka, kebanyakan ingin menjadi pilot, dokter dan sebagainya. Semua profesi tersebut membutuhkan kemampuan Bahasa Inggris yang mumpuni, sehingga mereka dapat lebih mengembangkan diri.

Bahasa Inggris adalah bisnis yang besar, Kemampuan berbahasa Inggris itu penting bagi daya saing seseorang. Dengan kemampuan berbahasa Inggris yang baik, daya saing baik, yang berguna untuk negara kita juga,”. Namun bukan berarti kita harus melupakan bahasa indonesia yang memang sudah menjadi bahasa kebangsaan kita.

Dalam makalah ini, kami bermaksud mengajak Anda semua untuk berpikir pada konteks yang luas yaitu konteks pendidikan di Indonesia, bukan terbatas pada Di Negara kita, Republik Indonesia, pendidikan Bahasa merupakan salah satu unsur pendidikan sebagai materi pembelajaran baik dalam suatu lembaga pendidikan formal maupun non-formal, tentang potret pendidikan bahasa inggris di Indonesia kita tidak hanya berpikir pada sekolah-sekolah yang ada diperkotaan saja. Yang menjadi focus tentang potret pendidikan bahasa inggris masa kini

204

yang dilihat dalam konteks pendidikan bahasa inggris di Indonesia.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lembaga pendidikan dunia EF English First mengumumkan laporan komprehensif pertama, tentang indeks kemampuan berbahasa Inggris atau EF English Proficiency Index (EF EPI) di 44 negara Kemampuan bahasa Inggris di Indonesia berada sangat rendah di urutan ke-34, sedangkan Malaysia tembus di urutan ke-9.EF EPI merupakan indeks pertama yang membandingkan kemampuan berbahasa Inggris orang dewasa di berbagai negara. Indeks ini menggunakan data uji unik (metodologi khusus) pada lebih dari dua juta orang di 44 negara, yang menggunakan tes gratis secara online selama kurun waktu tiga tahun (2007-2009) (Fisher, 2011).

Sebagai langkah awal tentang potret pendidikan bahasa inggris di Indonesia saat ini, jika dilihat dari sudut pemerataan pendidikan tidak bisa diabaikan.sekolah-sekolah yang terletak di kota-kota besar atau sekolah-sekolah yang memiliki banyak fasilitas mewah penunjang belajar atau sekolah yang didesign secara khusus seperti RSBI. Secara umum, seakan ada garis pemisah tentang pemerataan pendidikan bahasa inggris antara di kota dan di pinggiran, antara kebanyakan sekolah pemerintah dan sekolah swasta. siswa-siswa di kota jauh lebih beruntung daripada di mereka yang di pinggiran. Misalnya, siswa di kota dengan mudah bisa mengkuti kursus bahasa Inggris baik dengan guru lokal atau penutur asli (native speaker), akses materi belajar yang mudah, dan aneka kemudahan program bahasa Inggris lainnya. Disisi lain siswa di daerah pinggiran sering belajar dengan keadaan serba terbatas.

Berdasarkan uraian di atas, pemerataan baik sarana maupun sarana yang berfungsi sebagai pendukung dalam proses pembeljaran juga memiliki dampak yang berbeda, siswa-siswa atau pelajar yang mempelajari bahasa inggris didaerah peerkotaan memiliki

205

kemampuan bahasa Inggris lebih baik dari siswa pinggiran. Salah satu jawabannya adalah adanya akses untuk terlibat aktif dalam berbahasa Inggris.Jadi bisa disimpulkan jika salah satu kunci untuk bisa menguasai bahasa Inggris dengan baik adalah dengan secara aktif terus memakai bahasa Inggris atau terlibat aktif dalam penggunaan bahasa Inggris (target language) seperti yang dilakukan kebanyakan siswa-siswa di perkotaan. Pertanyaannya: bagaimana dengan siswa-siswa di pinggiran yang kurang beruntung?

Dalam hal ini kami ingin mengajak Anda memikirkan mereka yang kurang beruntung dalam belajar bahasa Inggris, yaitu siswa-siswa yang sepenuhnya mengandalkan pelajaran bahasa Inggris murni dari sekolah dan kurikulumnya. Dari sinilah kita akan mengetahui gambaran tentang pendidikan bahasa inggris di Indonesia saat ini.

Perhatian pertama tertuju pada kurikulum yang telah ditetapkan disekolah apakah sudah mampu berkontribusi dalam peningkatan pendidikan bahasa inggris atau tidak. Secara Umum, kurikulum yang dibuat sekolah belum mampu membuat siswa-siswa di Indonesia bisa secara aktif berbahasa Inggris. Selanjutnya, Jika ditilik dari intesitas pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia, saat ini anak-anak sudah memiliki banyak sekali waktu untuk belajar bahasa Inggris (dari TK sampai PT). Secara logika dan teori, dengan mudah bisa dipahami implikasinya, jika anak-anak memiliki banyak waktu belajar bahasa Inggris, maka dia dengan cepat akan bisa berbahasa Inggris apalagi mereka belajar bahasa Inggris sejak usia dini. Apakah teori ini bisa diaplikasikan di Indonesia?

Lepas dari kurikulum sekolah dan metode untuk mengajar, dapat dilihat satu masalah yang sangat krusial yang menjadi kunci utama untuk mendongkrak kemampuan bahasa Inggris. Mencermati posisi bahasa Inggris sebagai bahasa asing (English as a foreign language) adalah penyebab utama mengapa kemampuan

206

anak-anak kita rendah. Secara teori bisa kita pahami jika cara pandang terhadap bahasa Inggris sebagai bahasa asing tentu akan berbeda jika dilihat bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau L2 (alat komunikasi kedua) seperti di Malaysia dan Singapura di mana bahasa Inggris dipergunakan di dalam kehidupan masyarakat disamping bahasa utama / resmi (official language).

Di Indonesia, bahasa Inggris hanya dipelajari di sekolah namun tidak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Karena itulah Bahasa Inggris di Indonesia secara umum diajarkan sebagai bahasa asing. Istilah 'bahasa asing' dalam bidang pengajaran bahasa berbeda dengan 'bahasa kedua'.Bahasa asing adalah bahasa yang yang tidak digunakan sebagai alat komunikasi di negara tertentu di mana bahasa tersebut diajarkan.Sementara bahasa kedua adalah bahasa yang bukan bahasa utama namun menjadi salah satu bahasa yang digunakan secara umum di suatu negara.Hal ini jika kita kembalikan lagi berdasarkan pengertian bahasa sebagai System of communication in speech and writing used by people of a particular Country. Maka, Status dari bahasa baik sebagai bahasa ibu,bahasa kedua, maupun bahasa asing juga akan berdampak pada tujuan akan suatu bahasa itu untuk dipelajari.

2.2.    Bahasa Inggris Sebagai Bahasa Asing.Bahasa inggris sebagai bahasa asing memiliki

makna bahwa bahasa inggris hanya dipakai dan berkedudukan sebagai suatu pembelajaran dalam suatu lembaga pendidikan,baik lembaga pendidikan formal maupun lembaga pendidikan non formal dan tidak dijadikan sebagai bahasa dalam kehidupan social dan dalam interaksi kehidupan sehari-hari juga tidak menjadi bahasa dasar dalam suatu Negara (Tomlinson, 2005).

Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Inggris hanya dipelajari sebatas teori dan ilmu saja. Hal ini tentu berlawanan dengan konsep belajar suatu bahasa: dimana belajar suatu bahasa itu mempelajari 4 keahlian

207

berbahasa (language skills): listening (mendengarkan), speaking (berbicara), reading (membaca) dan writing (menulis).

Dalam proses pembelajaran yang berkedudukan sebagai suatu bahasa asing, setiap murid harus memperoleh suatu pendekatan dengan menekankan pembiasaan dan kemampuan (speaking, reading, writing and listening) untuk menggunakan bahasa yang telaah mereka pelajari

Beberapa ciri atau karakteristik pembelajaran bahasa asing yang dilakukan disekolah adalah :1.Tujuan dari suatu metode pembelajaran bahasa asing

adalah pemeraktekkan, mendidik, dan berbudaya. Dalam suatu pembelajaran bahasa asing, pemeraktekkan dari bahasa yang dipelajari adalah yang terpenting yang harus dilakukan oleh peserta didik.Artinya, guru bukan hanya memberikan pengetahuan tentang pengucapan, susunan atau tatanan kalimat, tapi juga menciptakan suatu interaksi berbahasa terutama dari bahasa asing yang telah didapatkan oleh murid, hal ini bertujuan untuk memperoleh dorongan mental juga mempertajam pengembanggan pengetahuan.

2.Metode yang dipakai menggunakan beberapa prinsip :a. Bahasa lisan adalah prinsip dasar yang digunakan

guru dalam proses pembelajaran.b.Peserta didik diberikan pemahaman tentang materi

yang akan diajarkan secara lisan (orally) sebelum membaca ataupun dituliskan.

c. Mengutamakan pembelajaran aktifd.Menekan pemeraktekkan yang dilakukan oleh murid

Dalam berkomunikasi, pengetahuan tentang tatanan linguistic memang sangat dibutuhkan, tatanan linguistic membantu siswa untuk memilih bentuk tuturan dalam berkomunikasi,makna dan fungsi dari tuturan itu sendiri. Artinya, Komunikasi yang dilakukan oleh peserta didik adalah proses, dan pengetahuan tentang tatanan linguistic saja tidaklah cukup (Tomlinson, 2005).

208

Prinsip dasar yang dijadikan sebagai prinsip dari pembelajaran bahasa inggris yang berkedudukan sebagai bahasa asing adalah penerapan dari bahasa inggris itu sendiri yang digunakan dalam konteks social, artinya, bahasa digunakan dalam berinteraksi yang dilakukan dalam kehidupan social (Tomlinson, 2005).

Jadi, jika bahasa itu keahlian yang harus dipergunakan maka penggunaan bahasa Inggris dalam kehidupan nyata menjadi kunci sukses untuk menguasai bahasa tersebut. Sebagai contoh: seorang siswa yang memiliki kosakata banyak belum tentu bisa berbicara atau paham bahasa Inggris dengan baik, seorang siswa yang hafal semua jenis tenses atau tata bahasa belum tentu bisa menulis bahasa Inggris dengan baik, dan seorang anak yang tahu banyak ekspresi bahasa Inggris belum tentu bisa menggunakan dengan tepat.

3. PembahasanSuatu metode yang digunakan dalam pembelajaran

bahasa asing sangat erat hubungannya dengan pengetahuan tentang Pedagogic, Phsikologhy, and linguistic. Dalam pengetahuan pedagogic menekankan pembentukan dan pengembangan akan kebiasaan dan kemampuan peserta didik. Sedangkan jika dilihat dari tataran psikologhy, rasa ketertarikan untuk mempelajari bahasa asing sangatlah dibutuhkan,Guru harus mengetahui jika anak-anak tidak berbahasa Inggris di lingkungan mereka dan mereka belajar bahasa Inggris bukan hanya sebagai mata pelajaran wajib melainkan suatu kebutuhan untuk dipergunakan di masyarakat dan kehidupan sehar-hari.intinya, penciptaan kesadaran dalam diri siswa untuk mencintai bahasa Inggris akan menjadi kunci utama untuk menumbuhkan minat belajar bahasa Inggris.sehingga masalah yang sangat sering dijumpai adalah perasaan gelisah, gugup, dan rasa takut salah. pembelajaran bahasa asing bukan hanya dengan pengembangan teory melainkan juga adanya penerapan

209

dari teori yang telah didapatkan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran bahasa (Rogova, 1975).

Sebagai seorang pendidik, mengetahui tujuan dari pembelajaran bahasa sangatlah ditekankan. Seperti yang kita ketahui bersama, tujuan utama dari sebuah pembelajaran bahasa adalah untuk menyiapkan peserta didik mencapai komunikasi serta penggunaan suatu bahasa yang telah dipelajari. Setiap pertemuan ynag dilakukan dengan proses pembelajaran merupakan pemerolehan kalimat yang telah dilakukan oleh siswa, Namun, Pemeraktikkan bahasa yang telah mereka peroleh terkadang hanya sebatas pemerolehan dalam bentuk linguistic tampa adanya praktik berkomunikasi itu sendiri setelah keluar dari ruang kelas (Widdowson, 2000).

Selama bahasa Inggris itu berada pada posisi sebagai bahasa asing (foreign language), maka kemampuan anak-anak kita tidak akan mengalami banyak perubahan sehingga perlu wacana untuk merubah kedudukan bahasa Inggris di Indonesia. Guru sebaikanya menggunkan teknik mengajar bahasa Inggris yang sesuai dengan posisi/kedudukan bahasa Inggris di Indonesia.

Dari beberapa uraian di atas, Ada tiga poin yang perlu diperhatikan sebagai langkah awal dalam membangkitkan pendidikan bahasa inggris itu sendiri :1.Sehebat apapun sebuah metode tetapi jika tidak cocok

dengan keadaan lingkungan (konteks) maka tidak akan banyak memberikan hasil.

2.Selama masalah belajar yang mendera siswa tidak terpecahkan maka harapan untuk mencapai hasil belajar yang bermutu sesuai dengan yang tertuang atau diharapkan dalam kurikulum akan sulit terealisasi.

3.Perlu untuk diterapkan penggunakan bahasa Inggris dalam konteks nyata di masyarakat Indonesia sehingga bahasa Inggris bukan lagi sekedar sebuah bahasa asing yang dipelajari secara teori tetapi menjadi bagian alat komunikasi sehari-hari.

210

Salah satu pembelajaran bahasa Inggris yang sering digunakan adalah Communicativ Language Teaching (CLT) karena metode ini paling efektif dalam pembelajaran bahasa asing. Tujuan utama CLT adalah untuk menerapkan perspektif teori yang telah didapatkan oleh peserta didik dengan menekankan kemampuan berkomunikasi sebagai tujuan utama dari pembelajaran bahasa yang dilakukan. Kemampuan berkomunikasi yang dimaksudkan adalah kapan, dimana, bagaimana dan dengan siapa komunikasi itu dilakukan (Hymes, 2000).

CLT adalah suatu metode yang paling effective dalam pembelajaran bahasa asing, dalam hal ini bahasa yang dimaksudkan adalah bahasa inggris. Sesuai dengan tujuan dari metode ini adalah agar peserta didik memperoleh kemampuan berkomunikasi. Komunikasi yang dilakukan adalah sebuah tindakan yang dilakukan oleh peserta didik dalam berinteraksi. Mempersiapkan peserta didik untuk melakukan interaksi yang bermakna dengan bahasa yang alamiah adalah tujuan utama dari pembelajaran bahasa (Iskandarwassit, 2008).

4. PenutupBerdasarkan beberapa uraian di atas, CLT

sangatlah effektif bila dipakai sebagai metode dalam proses belajar mengajar bahasa asing, hal ini didasarkan dengan kemampuan berkomunikasi yang didapatkan oleh siswa bukan hanya sebatas pengetahuan belaka, siswa akan termotivasi dan merasa bahwa sesuatu yang telah mereka pelajari dapat berguna dan dipakai dalam berbahasa.

Daftar Pustaka

Bill Fisher, Presiden divisi online EF Englishtown in Jakarta, Compas.Com on http://edukasi.kompas.com/read/2011/

211

09/26/21320318/Kemampuan.Bahasa.Inggris.di.Indonesia.Rendah

Oxford Dictionaries, Learner Pocket Dictionary. Oxford Univesity press

Brian Tomlinson, 2005. “Englih as a Foreign Language” in Eli Hinnkell “Handbook of Research in second Language Teaching and learning”. London: Lawrenc Elrbaum Associate, Publisher.

Diane Larsen. Freeman, 2000. “Tehniques and Principle in Language Taching”. Oxford: Oxford University Press.

Brian Tomlinson, 2005. “Englih as a Foreign Language” in Eli Hinnkell “Handbook of Research in second Language Teaching and learning”. London: Lawrenc Elrbaum Associate, Publisher.

Rogova, G.P. 1975. “Method of teaching English” Widdowson. H.G. 2000. ”Teaching Language as

Communication” in Diane Larsen. Freeman “Tehniques and Principle in Language Taching”. Oxford : Oxford University Press.

Hymes, Dell. 2000. ”Competence and Linguistic Theory” in Diane Larsen. Freeman “Tehniques and Principle in Language Taching”. Oxford : Oxford University Press.

Iskandarwassit, 2008. “Strategi Pembelajaran Bahasa”. Bandung : Rosda Karya.

PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BIOLOGI PADA POKOK BAHASAN PENCEMARAN LINGKUNGAN

DENGAN KELAS IMMERSI

212

Oleh : Dernawati Halawa

Abstrak

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembelajaran biologi pada pokok bahasan pencemaran lingkungan. Penulisan makalah ini menggunakan metode tinjauan literatur (library research). Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa Penilaian yang dilakukan untuk materi pencemaran lingkungan hanya mencakup penilaian pemahaman konsep atau penilaian kognitif saja, tidak dilakukan penilaian psikomotorik dan penilaian afektif. Hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran biologi di kelas imersi SMA. Informasi tersebut diperoleh dari hasil pengisian angket siswa dan wawancara dengan guru. Hambatan yang utama adalah terkait dengan kurangnya penggunaan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran oleh guru dan siswa, kurangnya persiapan sebelum pembelajaran termasuk pemilihan metode yang sesuai untuk menarik minat siswa. Sebagai pertimbangan guru perlu memanfaatkan forum MGMP Biologi untuk saling bertukar informasi dan pengalaman, baik masalah yang ditemukan ataupun upaya yang telah dilakukan.

Kata kunci : pembelajaran biologi dan pencemaran lingkungan

1. Pendahuluan1.1.. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta tuntutan peningkatan mutu pendidikan, pemerintah melalui Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Umum (Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah) Departemen Pendidikan Nasional memprogramkan untuk melakukan implementasi Mathematics and Science in English. Program ini dimulai

213

pada tahun ajaran 2004/2005 di 31 sekolah Koalisi tingkat SMP dan SMA di 30 Propinsi di Indonesia. Mathematics and Science in English terbatas pengajaran Matematika dan IPA dalam bahasa inggris atau disebut dengan immersion class/kelas imersi.

Kelas imersi memiliki standar proses belajar mengajar yang meliputi jumlah siswa di kelas, kurikulum, asesmen, metodologi, bahan ajar, media, maupun model pembelajaran. Dalam program kelas imersi ini bahasa inggris dipakai sebagai bahasa pengantar dalam proses pembelajaran mata pelajaran umum di sekolah, misalnya matematika, sains (fisika, biologi, kimia), Ilmu Pengetahuan Sosial (sejarah, geografi, ekonomi), dan Kesenian. Kurikulum yang digunakan untuk kelas imersi adalah kurikulum nasional yang berlaku (kurikulum 2004), namun demikian dapat dilakukan penambahan, perluasan, dan pendalaman kurikulum sesuai dengan perkembangan internasional.

Karakteristik sistem pembelajaran di kelas imersi relatif berbeda dengan kelas regular, salah satunya disebabkan oleh adanya fasilitas pembelajaran di kelas imersi yang lebih baik. Fasilitas pembelajaran dengan menggunakan teknologi informasi komputer, media elektronik seperti audio, video, internet dan sebagainya menjadikan metode pembelajaran juga lebih bervariasi. Jumlah siswa tiap kelas hanya 20 sampai 24 murid. Jumlah siswa memang sengaja dibatasi agar komunikasi antar siswa dan guru dapat lebih efektif. Semua guru yang mengajar disyaratkan harus menguasai bahasa inggris dengan standar Toefl minimal 500. Begitu pula halnya dengan tenaga pendukung seperti pustakawan, laboran, teknisi komputer, tata usaha, diharapkan dapat memenuhi standar yang ditentukan Dirjen Dikmenum untuk SNBI (Sekolah Nasional Bertaraf Internasional).

Kelas imersi umumnya dikenal sebagai kelas unggulan sebab para siswa kelas tersebut sebelumnya telah lulus tes. Seleksi tes tertulis untuk mengukur kemampuan akademik dan tes lisan dalam bahasa inggris

214

untuk mengetahui kecakapan berbahasa inggris. Selain itu dilakukan seleksi nilai UAN dan rapor yang dapat dijadikan indikasi bahwa nilai akademik calon siswa kelas imersi memang bagus, nilai tersebut adalah nilai rata-rata EBTANAS dan nilai bahasa inggris minimal 7. Upaya tersebut diharapkan dapat memacu kualifikasi siswa regular secara umum dan siswa kelas imersi pada khususnya. Harapan lain terhadap kelas imersi adalah untuk meningkatkan penguasaan serta daya saing secara internasional tentang ilmu sains dalam bahasa inggris sebagai ilmu dasar perkembangan teknologi.

Dalam pelaksanaan program kelas imersi ini tentu ditemui kendala-kendala seperti fakta empiris yang selama ini terungkap melalui media cetak dan telah menjadi opini masyarakat bahwa kesiapan kelas imersi masih dipertanyakan mengingat di Indonesia program kelas imersi ini masih tergolong baru. Kesiapan tersebut meliputi : (a) bahan ajar; (b) bahan penunjang pembelajaran; (c) tenaga pengajar khususnya dalam penggunaan bahasa inggris dan (d) supporting system sekolah termasuk pola rekruitmen siswa yang berpengaruh pada kesiapan siswa mengikuti pembelajaran kelas imersi sehingga menimbulkan kekhawatiran terhadap hasil belajar dan pemahaman materi pelajaran.

Keberhasilan implementasi program tersebut seringkali dapat dilihat dari efektivitas proses pembelajarannya. Kemudian mengingat pengertian pembelajaran adalah proses meng-koordinasikan sejumlah komponen berupa tujuan, bahan ajar, metode dan alat, serta penilaian agar satu sama lain saling berhubungan dan saling berpengaruh, sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada siswa seoptimal mungkin menuju perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Sudjana & Ibrahim 2000), maka dalam skripsi ini akan dilakukan penelitian pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif dikumpulkan data-data tentang pelaksanaan proses

215

pembelajaran biologi kaitannya dengan koordinasi sejumlah komponen pembelajaran (tujuan, bahan ajar, metode dan alat, seta penilaian), aktivitas belajar dan hasil belajar siswa di kelas imersi SMA Negeri 2 Semarang. Data-data hasil penelitian dianalisis untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pembelajaran sebagai indikasi keberhasilan implementasi program kelas imersi.

Berdasarkan hal tersebut perlu dikaji lebih mendalam pelaksanaan program kelas imersi di sekolah percontohan. Karena dengan mengingat bahwa sekolah-sekolah percontohan merupakan sekolah unggulan yang dirasa siap, sehingga memungkinkan pelaksanaannya berjalan efektif sesuai yang direncanakan, sehingga nantinya dari hasil kajian diharapkan dapat memberi gambaran keberhasilan pelaksanaan program ini jika diterapkan menyeluruh di Indonesia, dan dapat memberi masukan untuk memperbaiki kekurangannya.

Dalam tulisan ini pengamatan proses pembelajaran dilakukan pada pokok bahasan pencemaran lingkungan. Telah diketahui bahwa masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah umum mencakup seluruh golongan masyarakat, maka dengan pencapaian pembelajaran efektif pada pokok bahasan ini diharapkan pemahaman tentang masalah-masalah yang ada di lingkungan, baik penyebab maupun dampaknya terhadap lingkungan tertanam pada diri siswa sehingga timbul kesadaran untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pendekatan atau metode pembelajaran yang digunakan merupakan salah satu aspek utama dalam pengamatan penelitian ini karena terkait dengan aktivitas belajar sebagai salah satu variabelnya.

Pendekatan ataupun metode pembelajaran yang dapat diterapkan oleh guru pada pokok bahasan pencemaran lingkungan antara lain menggunakan kajian pustaka, pendekatan kontekstual, penggunaan media VCD/gambar, konstruktivisme, media chart, identifikasi langsung, penugasan, observasi dan penggunaan

216

berbagai artikel dari berbagai media. Dalam proses pembelajaran ini juga diperlukan berbagai buku-buku penunjang dan alat/bahan lain yang dapat digunakan sebagai sumber belajar. Sistem penilaian yang dapat dilakukan oleh guru yaitu bersumber pada pertanyaan lisan, ulangan blok, kerja kelompok, ulangan harian, kuis, penugasan individu/kelompok dan responsi.

Dengan latar belakang di atas, sebagai alasan pemilihan judul pentingnya sosialisasi dan penerapan model pembelajaran bilingual (program kelas imersi) untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tinggi dalam mata pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sesuai dengan perkembangan ilmu-ilmu tersebut sekaligus menghasilkan lulusan yang memiliki kemahiran berbahasa inggris yang tinggi. Program kelas imersi (immersion class) yang pelaksanaannya masih tergolong baru, maka kesiapannyapun masih dipertanya-kan dalam arti pelaksanaan kelas imersi tersebut masih belum sempurna dengan sejumlah perbaikan dan proses adaptasi. Sehingga masih diperlukan perhatian lebih agar program itu dapat berjalan seperti yang diharapkan yang dapat dilihat dari ketuntasan belajar siswa.

1.2. Tujuan PenulisanPenulisan ini bertujuan untuk mengetahui

pelaksanaan pembelajaran biologi pada pokok bahasan pencemaran lingkungan.

1.3. Metode Penulisan Penulisan ini menggunakan metode tinjauan

literatur (library research).

2. Uraian Teoritis 2.1. Tinjauan Proses Pembelajaran

Kata ”pembelajaran” adalah pengganti istilah ”mengajar” yang cukup lama digunakan dalam dunia pendidikan. Istilah ”mengajar” dianggap lebih berkonotasi

217

”teacher centered” sehingga digunakan istilah ”pembelajaran”. Dengan adanya perubahan istilah ini diharapkan guru selalu ingat bahwa tugas utama adalah membelajarkan siswa untuk dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa sehingga tingkah laku siswa berubah kearah lebih baik (Darsono dkk, 2000). Pembelajaran menurut Sudjana & Ibrahim (2000), proses pembelajaran dipandang sebagai sistem adalah proses mengkoordinasikan sejumlah komponen berupa tujuan, bahan ajar, metode dan alat, serta penilaian agar satu sama lain saling berhubungan dan saling berpengaruh, sehingga menumbuhkan kegiatan belajar pada siswa seoptimal mungkin menuju perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Darsono, dkk (2000), tujuan pembelajaran adalah membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitas. Tingkah laku yang dimaksud meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa.

Kriteria keberhasilan pembelajaran menurut Sudjana & Ibrahim (2000) dapat ditinjau dari sudut proses (by proces) dan sudut hasil yang dicapainya (by product). Kriteria keberhasilan pembelajaran ditinjau dari segi prosesnya dapat dikaji dari beberapa hal :1. Pengajaran direncanakan dan dipersiapkan terlebih

dahulu oleh guru dengan melibatkan siswa secara sistematik

2. Kegiatan belajar siswa dimotivasi guru sehingga siswa melakukan kegiatan belajar dengan penuh kesadaran, kesungguhan dan tanpa paksaan untuk memperoleh tingkat penguasaan pengetahuan, kemampuan serta sikap yang dikehendaki dari pembelajaran.

3. Siswa menempuh beberapa kegiatan belajar sebagai akibat penggunaan multi metode dan multi media yang dipakai guru.

218

4. Siswa mempunyai kesempatan untuk mengontrol dan menilai sendiri hasil belajar yang dicapainya.

5. Suasana pembelajaran atau proses pembelajaran cukup menyenangkan dan merangsang siswa belajar.

6. Proses pembelajaran dapat melibatkan semua siswa dalam kelas.

7. Kelas memiliki sarana belajar yang cukup kaya, sehingga menjadi laboratorium belajar.

Proses pembelajaran juga dapat menjadi penyebab kesulitan belajar siswa. Dari berbagai faktor yang mempengaruhi belajar menurut Sudjana & Ibrahim (2000) adanya pengaruh dari dalam diri siswa merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat belajar adalah perubahan tingkah laku individu yang diniati dan disadari. Siswa harus merasakan adanya kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Mereka harus berusaha mengerah-kan segala upaya untuk dapat mencapainya.

Walaupun demikian hasil yang diraih siswa masih tergantung dari lingkungan. Ada faktor-faktor luar diri siswa yang dapat menentukan atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar di sekolah adalah kualitas pembelajaran.

Kualitas pembelajaran yang dimaksud adalah tinggi rendahnya atau efektif tidaknya proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar pada hakikatnya tersirat dalam tujuan pembelajaran. Oleh karena itu hasil belajar siswa di sekolah dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan kualitas pembelajaran. Kedua faktor tersebut mempunyai hubungan berbanding lurus dengan hasil belajar siswa.

2.2. Prinsip dan Pendekatan dalam Pembelajaran Biologi1. Prinsip-prinsip pembelajaran biologi

Biologi bukan hanya kumpulan fakta dan konsep, karena di dalam biologi juga terdapat berbagai proses dan nilai yang dapat dikembangkan dan diaplikasikan

219

dalam kehidupan sehari-hari (Saptono, 2003). Pembelajaran biologi seharusnya dapat menampung kesenangan dan kepuasan intelektual siswa dalam usahanya untuk menggali berbagai konsep. Dengan demikian dapat tercapai pembelajaran biologi yang efektif. Agar tercapai pembelajaran biologi yang efektif, maka harus diperhatikan beberapa prinsip sebagai berikut :

a. Student Centered Learning (pembelajaran berpusat pada siswa)

Siswa ditempatkan sebagai subjek belajar, artinya proses belajar dilakukan oleh siswa dengan melakukan suatu kegiatan yang telah dirancang oleh guru untuk menanamkan konsep-konsep tertentu. Dalam hal ini yang aktif adalah siswa bukan guru. Dengan belajar secara aktif siswa akan memperoleh hasil belajar yang maksimal.

b. Learning by Doing (belajar dengan melakukan sesuatu)Proses pembelajaran biologi dilakukan dengan

merancang kegiatan sederhana yang dapat menggambarkan konsep yang sedang dipelajari. Dengan demikian siswa dapat mengalami sendiri, artinya siswa mengetahui tidak hanya secara teoritis, tetapi juga secara praktis (Darsono dkk, 2000). Sebagaimana pendapat aliran konstruktivisme yang mengatakan bahwa pembelajaran akan berlangsung efektif apabila siswa terlibat secara langsung dalam tugas-tugas autentik yang berhubungan dengan konteks yang bermakna (Nur, 2001).

c. Joyful Learning (Pembelajaran yang menyenangkan)Kesempatan untuk bereksplorasi dan berinteraksi

dalam kelompok akan membuat siswa merasa senang dan tidak tertekan. Memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih banyak menggunakan waktunya untuk melakukan pengamatan, percobaan dan berdiskusi

220

merupakan beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan pembelajaran yang menyenangkan.

d. Meaningful Learning (Pembelajaran yang bermakna)Pembelajaran menjadi bermakna jika siswa dapat

mengalami sendiri dan dapat mengaitkannya dengan kehidupan sehari-hari. Lebih bermakna suatu materi maka akan lebih mudah untuk menyimpan dan mengingatnya kembali (Sudjana, 1989). Dengan demikian siswa merasa bahwa pembelajaran biologi bermanfaat dalam kehidupannya.

e. The Daily Life Problem Solving (Pemecahan masalah sehari-hari)

Objek biologi meliputi seluruh makhluk hidup, termasuk manusia. Dengan demikian, permasalahan dalam biologi senantiasa berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Siswa perlu dilatih untuk dapat memecahkan permasalahan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari.

2. Pendekatan belajar IPA biologiPendekatan yang digunakan dalam kegiatan belajar

mengajar sains termasuk biologi mendudukkan siswa sebagai pusat perhatian utama. Guru berperan dalam menyediakan dan menampilkan pengalaman belajar anak. Dalam Depdiknas (2001) disebutkan bahwa ada 5 pendekatan:a. Empat pilar pendidikan

Badan PBB UNESCO telah mencanangkan salah satu pendekatan yang perlu digunakan di dalam pembelajaran sains, termasuk biologi di kelas, yaitu:1). Learning to do: Siswa harus diperdayakan agar

mampu berbuat untuk memperkaya pengalaman belajarnya.

2). Learning to know: Dengan meningkatkan interaksi terhadap lingkungan fisik dan sosialnya, siswa mampu

221

membangun pemahaman dan pengetahuannya terhadap dunia sekitarnya.

3). Learning to be: Hasil interaksi dengan lingkungannya dapat membangun pengetahuan dan kepercayaan diri dan sekaligus membangun jati diri.

4). Learning to live together: Kesempatan berinteraksi akan membentuk kepribadian untuk memahami kemajemukan dan melahirkan sikap positif dan toleran terhadap keanekaragaman dan perbedaan hidup.

b. Inquiry SainsPendekatan ini melahirkan interaksi antara yang

diyakini anak sebelumnya terhadap suatu bukti baru untuk mencapai pemahaman yang lebih baik, melalui metode eksplorasi untuk menurunkan dan mengetes gagasan-gagasan baru. Hal tersebut melibatkan sikap untuk mencari penjelasan dan menghayati gagasan orang lain, terbuka terhadap gagasan baru, berpikir kritis, jujur dan kreatif.

c. KonstruktivismeSalah satu sasaran belajar sains, termasuk biologi

adalah membangun gagasan ilmiah setelah siswa berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Bentuk kondisi belajar yang sesuai antara lain diskusi yang menyediakan kesempatan agar semua siswa mau mengungkapkan gagasan, pengujian dan penelitian sederhana, demonstrasi dan peragaan prosedur ilmiah.

d. Sains, Lingkungan, Teknologi dan MasyarakatMerupakan pendekatan terpadu antara unsur ilmu

pengetahuan, lingkungan, teknologi dan masyarakat. Siswa dikondisikan agar mampu menerapkan prinsip sains untuk menghasilkan suatu karya teknologi yang diikuti dengan pemikiran untuk mengatasi dampak negatif yang timbul dari produk teknologi di lingkungan dan masyarakat.

222

e. Pemecahan masalahKegiatan manusia yang dilakukan dalam kehidupan

sehari-hari merupakan kegiatan pemecahan masalah untuk memenuhi kebutuhan oleh karena itu sejak dini siswa dilatih untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya agar memiliki kemampuan yang bermanfaat bagi kehidupan dewasanya.

Guru sebagai pelaksana pembelajaran dapat memilih beberapa pendekatan tersebut sesuai dengan materi yang akan diberikan. Disarankan dalam prakteknya tidak harus kaku dengan satu pendekatan saja, tetapi ada beberapa pendekatan yang dapat diterapkan bersama sehingga lebih dapat mencapai pembelajaran efektif berbasis kompetensi sesuai tuntutan kurikulum, maka dalam penelitian ini juga akan dilakukan analisis tentang penggunaan pendekatan pembelajaran biologi oleh guru di kelas imersi.

2.3. Tinjauan Kelas ImersiKelas imersi merupakan salah satu pelaksanaan UU

No. 20 tahun 2003 tentang SISDIKNAS khususnya pasal 50 ayat 3 dimana Pemerintah Daerah diperbolehkan memiliki sekurang-kurangnya satu sekolah bertaraf internasional sebagai pilot project. Pilot project kelas imersi ini adalah embrio sekolah bertaraf internasional. Kelas imersi menggunakan pembelajaran dimana materi pelajaran, proses belajar mengajar, dan penilaiannya disampaikan dalam bahasa inggris. Pembelajaran di kelas imersi tetap menggunakan kurikulum nasional yang berlaku. Kurikulum nasional yang dimaksud adalah Kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi (KBK), termasuk di dalamnya menggunakan pendekatan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL). Jadi, pengembangan silabus dan pengembangan sistem penilaiannya juga mengacu pada kurikulum tersebut. Namun demikian, meskipun Kurikulum 2004 digunakan sebagai acuannya, sekolah dapat menambah, memperluas, dan memperdalam

223

kurikulum yang berlaku sesuai dengan perkembangan internasional dalam bidang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dengan tetap memperhatikan nilai-nilai dan budaya Indonesia yang ada.

Pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (biologi, kimia, fisika) dalam bahasa inggris bertujuan untuk:1. Meningkatkan penguasaan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam dalam bahasa inggris sesuai dengan perkembangan internasional.

2. Menghasilkan lulusan yang memiliki kemahiran berbahasa inggris yang tinggi.

3. Menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tinggi dalam Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sesuai dengan perkembangan ilmu-ilmu tersebut.

4. Meningkatkan kemampuan daya saing secara internasional tentang Ilmu Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sebagai ilmu dasar bagi perkembangan teknologi (manufaktur, komunikasi, transportasi, konstruksi, bio dan energi).

5. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi siswa dalam bahasa inggris, artinya siswa memiliki kemahiran bahasa inggris yang baik.

6. Menghubungkan Indonesia dalam perkembangan internasional di bidang Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (termasuk biologi), informasi, dan teknologi.

Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, sekolah-sekolah penyelenggara program pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (biologi, kimia, fisika) dalam bahasa inggris diharapkan memfokuskan kegiatannya pada aspek-aspek berikut.a. Pengembangan materi dalam bahasa inggris

Materi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa inggris perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan internasional. Oleh karena itu, sekolah-sekolah yang melaksana-kan program yang dimaksud harus membangun jaringan nasional dan internasional dalam kerangka untuk memutakhirkan materi-materi

224

yang dimaksud. Misalnya, melakukan kerjasama dengan fakultas MIPA di universitas terdekat sebagai salah satu upaya untuk memperoleh informasi/sumber-sumber terkini dalam hal literatur/buku teks MIPA. Hal yang sama dapat juga ditempuh dengan melakukan kerjasama dengan jurusan bahasa inggris fakultas sastra, dalam upaya peningkatan kemampuan dalam bahasa inggris. Untuk lebih jelasnya bagaimana membangun jaringan nasional dan internasional lihat suplemen pada buku panduan pengembangan sekolah koalisi.

b. Pengembangan media pembelajaranMengingat pembelajaran Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam dalam bahasa inggris adalah hal baru dan memiliki taraf kesulitan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pembelajaran reguler yang menggunakan medium bahasa indonesia, maka diperlukan media-media pembelajaran yang dapat memudahkan peserta didik untuk memahami materi pembelajaran. Media-media pendidikan yang dimaksud dapat menggunakan alat peraga yang lebih aktual, konkret, dan nyata, selain menggunakan multimedia elektronika yang sarat animasinya.

c. Peningkatan kompetensi guru dalam bahasa inggrisGuru-guru Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

yang membina program ini harus ditingkatkan kemampuan berbahasa inggrisnya secara intensif dan terus menerus mengingat mereka umumnya belum disiapkan untuk mengajarkan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa inggris. Kursus-kursus, tutorial dari guru bahasa inggris pada sekolah yang sama atau dari lembaga-lembaga pendidikan lainnya, pembiasaan berbahasa inggris setiap hari di sekolah, english area, pengadaan buku-buku Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa inggris, dan cara-cara lain yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan guru

225

dapat diupayakan dalam kerangka untuk mendukung peningkatan kemampuan guru dalam berbahasa inggris.

d. Pembiasaan berbahasa inggris di sekolahPara siswa dan guru Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam dalam bahasa Inggris agar dibiasakan berkomunikasi dalam bahasa inggris setiap hari di sekolah, baik secara oral maupun tertulis. Kebiasaan ini akan membangun karakter mereka dalam berbahasa inggris, selain juga akan menciptakan suasana akademik dan sosial sekolah yang mendukung pengembangan program sehingga tujuan pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa inggris akan dapat berjalan dengan baik.

e. Penerapan MBS dan kepemimpinan sekolah secara konsisten

Pembelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dalam bahasa inggris akan berjalan dengan lancar apabila didukung oleh manajemen dan kepemimpinan sekolah yang tangguh. Model manajemen berbasis sekolah dan kepemimpinan transformatif perlu dilaksanakan secara konsisten karena model-model tersebut telah teruji ketangguhannya.

3. PembahasanPenyusunan Rencana Pembelajaran di sekolah

menjadi wewenang masing-masing guru disesuaikan kreativitas guru. Meskipun berbeda, diharapkan penyusunan ini sudah merupakan bentuk operasional silabus kurikulum sehingga mampu memberi petunjuk yang jelas. Guru biologi kelas imersi di sekolah menengah atas membuat Rencana Pembelajaran di awal semester atau beberapa waktu sebelum proses pembelajaran dilaksanakan. Namun, Rencana Pembelajaran (RP) yang diamati terlihat tidak ada perubahan dari tahun ajaran sebelumnya dan masih ditemui bagian yang tidak sesuai

226

dengan kurikulum yang berlaku. Ketidaksesuaian tersebut meliputi: kompetensi dasar dan indikator.

Berdasarkan Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian dari Depdiknas, materi pencemaran lingkungan mengkaitkan hubungan kegiatan manusia dengan masalah perusakan dan pemeliharaan lingkungan. Kompetensi dasar tersebut mempunyai empat indikator yaitu: Mendata upaya manusia dalam mengatasi masalah lingkungan yang sesuai dengan prinsip etika lingkungan; mengidentifikasi contoh-contoh perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia; merangkum informasi tentang berbagai macam pencemaran lingkungan dan dampak yang ditimbulkannya; dan membuat laporan ilmiah hasil percobaan pengaruh pencemaran terhadap kehidupan organisasi. Sedangkan Rencana Pembelajaran yang dibuat, materi pencemaran lingkungan dimasukkan ke kompetensi dasar 4. 4 yaitu mendeskripsikan pemanfaatan daur ulang limbah untuk kepentingan kehidupan, dan hanya ada dua indikator yaitu: mengkaitkan hubungan kegiatan manusia dengan perusakan dan pemeliharaan lingkungan; dan mendeskripsikan pemanfaatan daur ulang limbah untuk kehidupan.

Selain membuat Rencana Pembelajaran, guru harus mampu memilih dan menyiapkan sarana serta sumber belajar yang akan digunakan. Sebagian sarana, alat pendukung dan sumber belajar sudah dipersiapkan oleh guru yang bersangkutan di kelas imersi, seperti peralatan praktikum dan sumber belajar yang digunakan. Sumber belajar yang digunakan adalah lingkungan sekitar sekolah dan berupa gambar-gambar pencemaran lingkungan yang ditayangkan melalui televisi (TV). Sumber belajar berupa materi seperti buku pegangan dan LKS penggunaannya belum optimal, sehingga siswa tidak mempunyai acuan materi yang akan disampaikan. Begitu juga pada saat kegiatan praktikum, guru hanya memberikan pengarahan secara lisan tanpa menyediakan

227

Lembar Kerja Siswa sehingga siswa tidak mempunyai petunjuk kerja yang jelas.

Dari uraian di atas diketahui bahwa persiapan pembelajaran ditinjau dari komponen pembelajaran yang berupa Rencana Pembelajaran, silabus dan sistem penilaian, serta penggunaan sarana dan prasarana masih ditemui kekurangan. Hal tersebut seharusnya menjadi koreksi bagi guru yang bersangkutan untuk memperbaikinya dan tentunya diharapkan akan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa.

Persiapan pembelajaran berfungsi untuk mengefektifkan pembelajaran dan mampu memotivasi guru untuk siap dalam pelaksanaan pembelajaran, sehingga mutlak dilaksanakan sebelum proses pembelajaran berlangsung. Selain sebagai dokumen sekolah, hal ini juga sebagai wujud profesionalisme guru. Dalam Mulyasa (2005) disebutkan bahwa dalam implementasi kurikulum 2004, tugas guru yang paling terkait dengan persiapan pembelajaran adalah menjabarkan silabus ke dalam persiapan mengajar yang lebih operasional. Persiapan mengajar merupakan upaya memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam pembelajaran. Persiapan mengajar berupa rancangan Rencana Pembelajaran akan memberi petunjuk yang jelas mengenai materi yang harus dipelajari, penerapan metode dan media pembelajaran, serta memberi petunjuk dalam pembelajaran. Persiapan ini juga penting untuk menyiapkan sumber belajar yang digunakan.

Depdiknas (2002) memberikan rambu-rambu silabus dan memberikan gambaran format Rencana Pembelajaran yang terdiri dari komponen: mata pelajaran, satuan pendidikan, kelas/semester, alokasi waktu, kompetensi dasar, hasil belajar, indikator, langkah pembelajaran, sarana, dan penilaian. Namun hal tersebut tidak baku, tetapi menjadi wewenang sekolah untuk menyesuaikan dengan kemampuan sekolah.

Dalam pembahasan ini, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran adalah pendekatan

228

kontekstual. Proses kontekstual ini dilakukan dengan penampilan gambar melalui TV, demonstrasi, dan pengamatan langsung. Hal ini disebabkan karena guru masih kesulitan dalam menggunakan pendekatan yang lain. Guru masih kesulitan untuk mengarahkan siswa pada suatu pokok masalah, oleh karena itu belum bisa menggunakan pendekatan pemecahan masalah, guru juga masih kesulitan dalam menciptakan kondisi siswa untuk aktif membangun pengetahuan dan pemahamannya sendiri yang disebut dengan pendekatan kontruktivisme. Selain itu guru mengalami kesulitan dalam membimbing dan mengelola siswa, mendeteksi karakteristik individual siswa, membangkitkan motivasi belajar, meningkatkan keaktifan dan mengembangkan kreativitas siswa.

Upaya untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan membagi siswa dalam kelompok-kelompok kecil sehingga lebih memudahkan untuk membimbing dan mengotrol siswa, dapat juga dengan menerapkan kedisiplinan belajar, disiplin disini bukan berarti guru bersikap keras pada siswa tetapi membiasakan siswa untuk menaati semua yang sudah disepakati, misalnya dengan pemberian tugas dan konsekuensinya. Untuk meningkatkan keaktifan siswa dapat dilakukan dengan metode diskusi sehingga siswa akan aktif bertukar pikiran atau bekerja sama dengan temannya, untuk membangkitkan kreativitas siswa dengan menggunakan strategi pembelajaran yang menarik atau mempraktikkan model pembelajaran tutor sebaya.

Menurut Mulyasa (2005), guru harus menguasai prinsip-prinsip pembelajaran, pemilihan dan penggunaan metode mengajar, memilih dan menggunakan strategi atau pendekatan pembelajaran, sedangkan menurut Slameto (2000), penjabaran dari metode mengajar (pembelajaran) adalah suatu cara/jalan yang harus dilalui di dalam pembelajaran. Supaya siswa dapat menerima, menguasai dan lebih-lebih mengembangkan bahan

229

pelajaran yang disajikan guru, maka cara yang dilakukan dalam pembelajaran dan belajar haruslah tepat, efisien serta efektif. Metode pembelajaran yang kurang baik itu dapat terjadi apabila guru kurang persiapan dan kurang menguasai bahan ajar sehingga penyajian kurang jelas. Hal ini menyebabkan siswa kurang berminat untuk belajar.

Secara umum dalam hal metode pembelajaran hambatan yang dialami guru adalah memilih metode yang sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai, menggunakan metode yang berpusat pada peserta didik, menuntut siswa bekerjasama dengan temannya, menuntut siswa melakukan pengamatan, mengintegrasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar yang efektif, melakukan pengawasan selama kegiatan diskusi berlangsung serta mengkondisikan siswa selama praktikum. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan berusaha melihat dan mengenal karakteristik peserta didik agar bisa memilih metode yang tepat, menentukan metode dengan melihat kondisi siswa dan sarana yang ada, serta menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran.

Selama pengamatan diketahui bahwa guru dalam pelaksanaan pembelajaran cenderung bertindak spontanitas, sehingga sebagian besar kegiatan dalam proses pembelajaran tidak sesuai dengan Rencana Pembelajaran yang telah dibuat. Perbedaan tersebut meliputi keseluruhan aspek yang diamati. Aspek-aspek tersebut adalah cakupan materi, pencapaian indikator, penggunaan metode, penggunaan media, teknik penilaian dan penggunaan waktu. Hal ini seharusnya menjadi bahan koreksi guru sehingga diharapkan pembelajaran menjadi lebih efektif.

Penilaian yang dilakukan untuk materi pencemaran lingkungan hanya mencakup penilaian pemahaman konsep atau penilaian kognitif saja, tidak dilakukan penilaian psikomotorik dan penilaian afektif. Penilaian kognitif yang dilakukan hanya dengan mengadakan

230

ulangan umum atau ujian semester. Jumlah butir soal untuk materi pencemaran lingkungan hanya ada dua yaitu pada soal essay, yang tentunya belum bisa dijadikan patokan untuk melihat tingkat pemahaman siswa. Jika dilihat persentase ketuntasan klasikalnya diketahui bahwa ketiga kelas imersi yang diamati mencapai ketuntasan belajar yang cukup tinggi. Rata-rata ketuntasan klasikal untuk ketiga kelas mencapai 96,63%. Ini menunjukkan melebihi standar prosentase ketuntasan klasikal kurikulum KBK yaitu 85%.

Hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran biologi di kelas imersi SMA. Informasi tersebut diperoleh dari hasil pengisian angket siswa dan wawancara dengan guru. Hambatan yang utama adalah terkait dengan kurangnya penggunaan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran oleh guru dan siswa, kurangnya persiapan sebelum pembelajaran termasuk pemilihan metode yang sesuai untuk menarik minat siswa. Sebagai pertimbangan guru perlu memanfaatkan forum MGMP Biologi untuk saling bertukar informasi dan pengalaman, baik masalah yang ditemukan ataupun upaya yang telah dilakukan.

4. PenutupPenilaian yang dilakukan untuk materi pencemaran

lingkungan hanya mencakup penilaian pemahaman konsep atau penilaian kognitif saja, tidak dilakukan penilaian psikomotorik dan penilaian afektif. Jika dilihat persentase ketuntasan klasikalnya diketahui bahwa ketiga kelas imersi yang diamati mencapai ketuntasan belajar yang cukup tinggi.

Hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan pembelajaran biologi di kelas imersi SMA. Informasi tersebut diperoleh dari hasil pengisian angket siswa dan wawancara dengan guru. Hambatan yang utama adalah terkait dengan kurangnya penggunaan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar pembelajaran oleh guru dan siswa, kurangnya persiapan sebelum pembelajaran

231

termasuk pemilihan metode yang sesuai untuk menarik minat siswa. Sebagai pertimbangan guru perlu memanfaatkan forum MGMP Biologi untuk saling bertukar informasi dan pengalaman, baik masalah yang ditemukan ataupun upaya yang telah dilakukan.

Daftar Pustaka

Darsono, M; A. Sugandhi; Martensi K. Dj; Ruslan KS, & Nugroho. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP Semarang Press.

Depdiknas. 2001. KBK Mata Pelajaran Biologi SMU. Jakarta: Puskur, Depdiknas.

----------. 2002. Pengembangan Silabus Kurikulum Berbasis Sekolah. Jakarta: Puskur, Depdiknas.

Nur, M. 2001. Media Pengajaran dan Tekhnologi untuk Pembelajaran. Surabaya: Unesa

Rahayu, I. T & Tristiadi AA. 2004. Observasi dan Wawancara. Jakarta: Bayumedia Publishing.

Saptono, S. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Semarang: Biologi UNNES.

Sudjana, N. 1989. Cara Belajar Siswa Aktif dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Sudjana, N & Ibrahim. 2000. Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

SEKILAS TENTANG PENULIS

1. Lukman Hakim Siregar, SE, M.Si- Dosen Universitas Dharmawangsa

2. Dewi Wahyuni, S.Pd.I., M.Pd- Dosen Universitas Dharmawangsa

3. Muhammad Asnawi, SE, MM- Dosen Universitas Dharmawangsa

232

4. Rani Rahim, S.Pd, M.Pd- Dosen Universitas Dharmawangsa

5. Sarah Nasution, SS, M.Hum- Dosen Universitas Dharmawangsa

6. Sahnan Rangkuti, SE, MAP- Dosen Universitas Dharmawangsa

7. Nur Oloan, SH, M.Kn- Dosen UMTS, Padang Sidempua

8. Torozatulo Zega, S.Pd, MM- Dosen STKIP Nias Selatan

9. Fatolosa Telaoembanoea, ST., MT- Dosen Kopertis Wil.-I, dpk AMI Medan

10.Samalua Wadma, SE, MM- Dosen STIE Nias Selatan

11.Yohannes Dakhi, SE, MM- Dosen STIE Nias Selatan

12.Agnes Renostini Harefa, S.Si, M.Pd.- Dosen IKIP Gunung Sitoli

13.Aslinawati Lase, S.Pd- Guru Madya SMPN 3 Dharma Caraka Teluk Dalam

14.Byslina Maduwu, S.Pd- Guru Madya SMAS Bintang Laut, Teluk Dalam

15.Dernawati Halawa, S.Pd- Pengawas sekolah dinas pendidikan kabupaten

Nias Sselatan

233

PEDOMAN PENULISAN ARTIKELMAJALAH ILMIAH WARTA DHARMAWANGSA

UNIVERSITAS DHARMAWANGSA

1. Karya ilmiah yang ditulis dalam bentuk :Karya ilmiah hasil penelitianSistimatika penulisan :- Judul-Abstraksi dan disertai dengan kata kunci-Pendahuluan-Materi dan metode-Hasil pembahasan-Kesimpulan atau ringkasan-Daftar pustaka-Sekilas tentang penulis

234

Karya ilmiah konseptual (non penelitian).Sistimatika penulisan :- Judul-Abstraksi dan disertai dengan kata kunci-Pendahuluan-Bagian inti atau permasalahan-Kesimpulan atau ringkasan-Daftar pustaka-Sekilas tentang penulis

2. Bahasa artikel bersifat ilmiah dapat disampaikan dengan menggunakan :- Bahasa Indonesia- Bahasa Inggris- Bahasa Arab

3. Spesifikasi penulisan sebagai berikut :- Ukuran kertas kwarto- Ketikan 2 spasi- Jumlah halaman minimal 15 halaman- Tulisan yang memuat gambar/skema, memakai

ukuran kertas/paper size : 6,5 x 8,5. - Sofware : Microsoft Word- File artikel di copy ke dalam CD – R dan print out.

4. Alamat pengiriman artikel :Redaksi Majalah Ilmiah Warta DharmawangsaUniversitas Dharmawangsa Jln. K.L.Yos Sudarso No 224 MedanTelp. 061- 6613783 Fax. 061- 6615190.http ://www.dharmawangsa.ac.idE-mail : [email protected]