4.Tranfarasi Dalam Pengawasan Dan Pengedalian JKN Supriyatno Komisi II DPR RI

8
PERAN FUNGSI PENGAWASAN DPR TERHADAP PERSIAPANTATA KELOLA BPJS YANG BAIK 1 Soepriyatno 2 Fungsi Pengawasan adalah salah satu fungsi yang berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat berikut dengan dua fungsi lainnya, yaitu Fungsi Legislasi dan Fungsi Budgeting/Anggaran. Konstitusi Indonesiamengamanatkan kepada Negara untuk mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai perwujudan dari amanat kontitusi tersebut dan juga dalam rangka pelaksanaan Fungsi Legislasi, maka DPR bersama dengan Pemerintah telah menyusun dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan kemudian dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (UU BPJS). Selain melaksanakan Fungsi Legislasi, DPR juga melaksanakan Fungsi Budgeting, di mana setiap tahun DPR memberikan persetujuan terhadap rancangan APBN yang diajukan oleh Pemerintah. Khusus untuk program jaminan sosial, DPR sangat mendukung upaya Pemerintah untuk mempersiapkan berbagai tahapan transformasi PT. ASKES menjadi BPJS Kesehatan, sehingga pada tanggal 1 Januari 2014 ketika BPJS Kesehatan mulai beroperasi, masalah yang ada dapat diminimalkan. Dukungan DPR tersebut antara lain dalam bentuk persetujuan untuk program peningkatan 1 Disampaikan pada acara Seminar Nasional XII Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) pada tanggal 6 November 2013 di Plenary Hall – JakartaConvention Center. 2 Wakil Ketua Komisi IX DPR RI merangkap Ketua Panitia Kerja BPJS DPRRI dari Fraksi Partai Gerindra.

description

4.Tranfarasi Dalam Pengawasan Dan Pengedalian JKN Supriyatno Komisi II DPR RI

Transcript of 4.Tranfarasi Dalam Pengawasan Dan Pengedalian JKN Supriyatno Komisi II DPR RI

Page 1: 4.Tranfarasi Dalam Pengawasan Dan Pengedalian JKN Supriyatno Komisi II DPR RI

PERAN FUNGSI PENGAWASAN DPR

TERHADAP PERSIAPANTATA KELOLA BPJS YANG BAIK1

Soepriyatno2

Fungsi Pengawasan adalah salah satu fungsi yang berdasarkan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dimiliki oleh Dewan

Perwakilan Rakyat berikut dengan dua fungsi lainnya, yaitu Fungsi Legislasi

dan Fungsi Budgeting/Anggaran.

Konstitusi Indonesiamengamanatkan kepada Negara untuk

mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagai

perwujudan dari amanat kontitusi tersebut dan juga dalam rangka

pelaksanaan Fungsi Legislasi, maka DPR bersama dengan Pemerintah telah

menyusun dan mengesahkan Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang

Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) dan kemudian dilengkapi dengan

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara

Jaminan Sosial (UU BPJS).

Selain melaksanakan Fungsi Legislasi, DPR juga melaksanakan Fungsi

Budgeting, di mana setiap tahun DPR memberikan persetujuan terhadap

rancangan APBN yang diajukan oleh Pemerintah. Khusus untuk program

jaminan sosial, DPR sangat mendukung upaya Pemerintah untuk

mempersiapkan berbagai tahapan transformasi PT. ASKES menjadi BPJS

Kesehatan, sehingga pada tanggal 1 Januari 2014 ketika BPJS Kesehatan

mulai beroperasi, masalah yang ada dapat diminimalkan. Dukungan DPR

tersebut antara lain dalam bentuk persetujuan untuk program peningkatan

1 Disampaikan pada acara Seminar Nasional XII Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) pada tanggal 6 November 2013 di Plenary Hall – JakartaConvention Center.2 Wakil Ketua Komisi IX DPR RI merangkap Ketua Panitia Kerja BPJS DPRRI dari Fraksi Partai Gerindra.

Page 2: 4.Tranfarasi Dalam Pengawasan Dan Pengedalian JKN Supriyatno Komisi II DPR RI

kapasitas dan kapabilitas fasilitas pelayanan kesehatan dan juga untuk

anggaran bagi penerima bantuan iuran.

Setelah melaksanakan kedua fungsi tersebut di atas, DPR juga berusaha

untuk melaksanakan Fungsi Pengawasan dengan sebaik-baiknya, salah

satunya adalah melalui pembentukan Panitia Kerja BPJS (PANJA BPJS) yang

merupakan kelanjutan dari Panitia Kerja Jaminan Kesehatan Masyarakat

(PANJA JAMKESMAS). PANJA BPJS bekerja simultan dengan rutin

mengundang para stakeholders terkait untuk membicarakan perkembangan

persiapan transformasi BPJS Kesehatan, hal ini dilakukan untuk mengawasi

apakah program Pemerintah tersebut telah berjalan baik sesuai dengan peta

jalan yang telah dibuat oleh Pemerintah sendiri.

Memasuki bulan November 2013, kurang dari 2 bulan lagi, BPJS

Kesehatan sudah mulai beroperasi, tentu masa persiapan menjadi lebih kritis

dan membutuhkan lebih banyak kerja keras serta pengawasan yang lebih

komprehensif. DPR melalui PANJA BPJS dan Komisi IX berulang kali

mengadakan rapat; baik itu rapat kerja, rapat dengar pendapat, maupun rapat

dengar pendapat umum, dengan Kementerian Kesehatan RI, Kementerian

Keuangan RI, Badan Pusat Statistik, Ikatan Dokter Indonesia, Asosiasi Rumah

Sakit Swasta Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Daerah seluruh Indonesia, dan

lain-lain untuk membahas persiapan beroperasinya BPJS Kesehatan.

Makalah ini akan menjabarkan pelaksanaan fungsi pengawasan DPR

terkait tahapan transformasi BPJS Kesehatan untuk memastikan tata kelola

BPJS yang baik, terutama mengenai proses penganggaran; baik untuk modal

awal BPJS, Penerima Bantuan Iuran BPJS Kesehatan maupun untuk

pemenuhan fasilitas pelayanan kesehatan penunjang; penerbitan peraturan

pelaksana UU BPJS, penahapan kepesertaan; dan e-katalog.

Page 3: 4.Tranfarasi Dalam Pengawasan Dan Pengedalian JKN Supriyatno Komisi II DPR RI

PENGANGGARAN

Terkait modal awal BPJS, di dalam UU BPJS disebutkan bahwa modal

awal bagi masing-masing BPJS adalah paling banyak sebesar Rp2 Triliun yang

bersumber dari APBN. Penetapan angka Rp2 Triliun di dalam UU BPJS

tersebut berasal dari Pemerintah dan sudah melalui perhitungan yang matang.

Namun, Pemerintah hanya menyediakan modal awal BPJS bagi masing-

masing sebesar Rp500 Miliar melalui APBN-P 2013.

Hal ini patut menjadi perhatian kita bersama, karena meskipun Wakil

Menteri Keuangan Mahendra Siregar, menjelaskan bahwa alokasi anggaran

Rp500 Miliar tersebut telah melalui perhitungan yang matang terhadap

kebutuhan riil PT. ASKES untuk bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan

dan PT. JAMSOSTEK untuk bertransformasi menjadi BPJS Ketenagakerjaan,

namun tentu kita tidak ingin di dalam prakteknya akan terjadi berbagai

masalah hanya karena minimnya modal awal untuk BPJS yang disediakan

oleh Pemerintah.

Lebih lanjut, Komisi IX DPR RI berulang kali mempertanyakan

keseriusan Pemerintah dalam mengalokasi anggaran bagi sektor kesehatan di

dalam APBN, terlebih apabila kita merujuk kepada Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2009 di mana anggaran kesehatan dialokasikan paling sedikit 5% dari

APBN dan 10% dari APBD di luar gaji, ketentuan ini belum pernah

dilaksanakan oleh Pemerintah. Data menunjukkan bahwa pada APBN 2010

alokasi anggaran kesehatan sebesar 2.39% dari APBN, pada tahun 2011

sebesar 2.51% dari APBN, pada tahun 2012 sebesar 2.34% dari APBN, dan

pada tahun 2013 sebesar 2.05% dari APBN. Bahkan dalam APBN Tahun

Anggaran 2014, alokasi anggaran kesehatan turun sekitar Rp 2 Triliun.

UU SJSN dan UU BPJS mengamanatkan bahwa iuran bagi fakir miskin

dan orang tidak mampu dibayarkan oleh Negara melalui APBN. Pemerintah

memakai data peserta JAMKESMAS yang pada tahun 2013 berjumlah sekitar

Page 4: 4.Tranfarasi Dalam Pengawasan Dan Pengedalian JKN Supriyatno Komisi II DPR RI

86.4 juta jiwa, dengan rencana alokasi anggaran sekitar Rp19.225/jiwa/bulan,

sehingga total anggaran yang dipersiapkan untuk tahun 2014 adalah sebesar

Rp19.93 triliun. Komisi IX DPR RI sangat menaruh perhatian terhadap

besaran alokasi anggaran PBI tersebut. Komisi IX menerima masukan dari

berbagai pemangku kepentingan di dunia kesehatan bahwa alokasi tersebut

masih sangat minim dan dikhawatirkan tidak dapat memenuhi kebutuhan

ketika nanti BPJS Kesehatan mulai beroperasi. Walaupun angka Rp19.225

tersebut telah disetujui dalam APBN 2014, namun Komisi IX DPR RI meminta

Pemerintah untuk mempertimbangkan menaikkan lagi sesuai dengan

kebutuhan riil pelayanan kesehatan di masyarakat.

Lebih lanjut, Komisi IX DPRRI juga menaruh perhatian khusus kepada

penduduk fakir miskin dan orang tidak mampu yang tidak termasuk dalam

skema PBI. Sebagaimana dilaporkan oleh Menteri Kesehatan bahwa saat ini

ada sekitar 45 juta jiwa penduduk Indonesia yang termasuk dalam skema

Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) yang diselenggarakan oleh

Pemerintah Daerah. Peserta JAMKESDA saat ini terdiri dari orang tidak

mampu maupun fakir miskin juga yang tersebar di kantong_kantong

kemiskinan di daerah. Bagaimana dengan fakir miskin dan orang tidak

mampu yang selama ini sudah menikmati program JAMKESDA? Tentu sangat

tidak adil bagi mereka kalau mereka tidak termasuk di dalam skema PBI

BPJS Kesehatan. Hal ini harus segera dicarikan jalan keluarnya oleh

Pemerintah.

Pemerintah memang mencadangkan anggaran sebesar Rp400 miliar

untuk fakir miskin dan orang tidak mampu yang tidak termasuk dalam skema

PBI, namun yang menjadi persoalan, apakah dana tersebut mencukupi dan

bagaimana pertanggungjawaban penggunaan anggarannya? Bukankah lebih

baik apabila Pemerintah melakukan pendataan ulang dengan memasukkan

fakir miskin dan orang tidak mampu yang belum termasuk dalam skema PBI

tersebut ke dalam data PBI, seperti gelandangan, pengemis dan anak-anak

Page 5: 4.Tranfarasi Dalam Pengawasan Dan Pengedalian JKN Supriyatno Komisi II DPR RI

yang terlantar? Sehingga proses pendataan dapat lebih akurat dan dapat

dipertanggungjawabkan.

PERATURAN PELAKSANA

UU BPJS mengamanatkan kepada Pemerintah untuk membuat 8

Peraturan Pemerintah, 7 Peraturan Presiden, dan 1 Keputusan Presiden.

Sampai saat ini, baru 1 PP dan 1 Perpres, masing-masing Peraturan

Pemerintah nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan

Kesehatan dan Peraturan Presiden nomor 12 tahun 2013 tentang Jaminan

Kesehatan yang sudah diselesaikan oleh Pemerintah.

UU BPJS hanya memberikan waktu satu tahun untuk penyelesaian

peraturan pelaksana terkait BPJS Kesehatan dan waktu dua tahun untuk

penyelesaian peraturan pelaksana terkait BPJS Ketenagakerjaan. Dengan

jangka waktu setahun tersebut, seharusnya Pemerintah sudah menyelesaikan

seluruh peraturan pelaksana terkait BPJS Kesehatan pada tanggal 25

November 2012, namun hingga saat ini masih banyak yang belum selesai,

antara lain PP tentang Besaran dan tata cara pembayaran iuran selain

program Jaminan Kesehatan, Perpres tentang Besaran Iuran Jaminan

Kesehatan, Perpres tentang Besaran Iuran untuk PBI, dll.

Menteri Kesehatan, di dalam Rapat Kerja dengan PANJA BPJS Komisi IX

DPRRI menjanjikan bahwa seluruh peraturan pelaksana tersebut akan segera

selesai paling lambat akhir bulan November 2013. Terkait hal tersebut, Komisi

IX DPRRI benar-benar mendesak Pemerintah untuk segera menyelesaikan

pembahasan dan menerbitkan peraturan pelaksana. Hal tersebut penting agar

supaya segera diperoleh kejelasan mengenai bagaimana operasional BPJS

Kesehatan nantinya dan akan menjadi pegangan bagi PT. ASKES, PT.

JAMSOSTEK, dan seluruh pemangku kepentingan kesehatan – termasuk

PERSI – dalam menyiapkan langkah antisipasi.

Page 6: 4.Tranfarasi Dalam Pengawasan Dan Pengedalian JKN Supriyatno Komisi II DPR RI

PENAHAPAN KEPESERTAAN

Pada saat launching logo resmi BPJS Kesehatan di Sukabumi pada

tanggal 21 Oktober 2013 yang lalu, Presiden SBY menargetkan bahwa pada

tahap pertama beroperasinya BPJS Kesehatan tanggal 1 Januari 2014, sekitar

121,6 juta jiwa penduduk Indonesia akan menjadi peserta BPJS Kesehatan

dan mendapatkan jaminan kesehatan, angka 121,6 juta jiwa tersebut terdiri

dari 86.4 juta jiwa eks penerima Jamkesmas, 16 juta jiwa peserta ASKES, 7

juta jiwa peserta JPK JAMSOSTEK, dan 1.2 juta jiwa anggota TNI/POLRI

beserta keluarganya. Lebih lanjut, Presiden SBY meminta kepada PresidenRI

selanjutnya untuk meneruskan program BPJS Kesehatan tersebut sehingga

pada tanggal 1 Januari 2019, seluruh rakyat Indonesia sudah menjadi peserta

BPJS Kesehatan dan mempunyai jaminan kesehatan.

Terkait penahapan kepesertaan tersebut, ada beberapa catatan yang

ditekankan oleh DPR-RI, di antaranya adalah masalah masyarakat yang saat

ini telah menjadi peserta JAMKESDA serta masalah prosedur bagi masyarakat

umum yang ingin menjadi peserta BPJS Kesehatan.

Sampai saat ini Komisi IX DPR RI belum mendapatkan penjelasan, baik

dari Kementerian Kesehatan maupun dari PT. ASKES, tentang bagaimana

prosedur tentang bagi masyarakat umum yang secara mandiri – maupun

berkelompok kepada Pemberi Kerjanya - ingin mendaftarkan diri sebagai

peserta BPJS Kesehatan. Mahkamah Konstitusi telah memutuskan bahwa

bagi pekerja yang tidak didaftarkan sebagai peserta BPJS oleh pemberi

kerjanya, maka mereka dapat mendaftarkan diri secara mandiri ke BPJS. Hal

ini untuk memastikan bahwa tidak ada penduduk Indonesia yang terhambat

dalam hal pemenuhan haknya menerima jaminan sosial, terutama jaminan

kesehatan. Oleh karena itu, Kemenkes atau PT. ASKES perlu mengintensifkan

sosialisasi tentang prosedur pendaftaran sebagai anggota BPJS, termasuk cara

Page 7: 4.Tranfarasi Dalam Pengawasan Dan Pengedalian JKN Supriyatno Komisi II DPR RI

pembayaran, memperoleh kartu anggota BPJS, serta cara memperoleh

manfaat dari BPJS Kesehatan.

E-KATALOG

Pemerintah pada pertengahan tahun ini memperkenalkan program e-

katalog obat generik dan alat kesehatan untuk pengadaan Pemerintah.

Dengan program e-katalog tersebut, maka semua pengadaan obat generic dan

alat kesehatan untuk kebutuhan Pemerintah akan dilaksanakan secara

tersentralistik dan mengacu pada daftar obat yang tercantum di dalam e-

katalog yang termuat di dalam website resmi Pemerintah. Daftar obat tersebut

mencakup nama, kemasan, harga satuan terkecil – dimana harga tersebut

sudah termasuk ongkos distribusi.

DPR sangat mengapresiasi langkah Pemerintah untuk menerapkan

program e-katalog dalam pengadaan obat generik dan alat kesehatan, karena

dengan e-katalog dapat meminimalisir penyimpangan yang seringkali terjadi di

dalam tender. Selain itu program e-katalog juga mempermudah rumah sakit

pemerintah dan dinas kesehatan dalam melakukan pengadaan karena tinggal

memilih berdasarkan spesifikasi harga dan jenis yang sudah jelas.

Namun demikian, DPR meminta Pemerintah untuk segera memperbaiki

berbagai keluhan yang timbul dari penerapan program e-katalog ini. Terutama

menyangkut masalah sosialisasi. Masih ada kepala dinas kesehatan atau

direktur rumah sakit yang masih bingung mengenai program ini karena belum

mendapatkan sosialisasi. Kementerian Kesehatan tidak bisa hanya

mengandalkan situs internet untuk menyebarkan informasi, tetap diperlukan

sosialisasi secara langsung kepada para pemangku kepentingan.

Selain itu, Pemerintah juga harus dapat menjawab kegelisahan dari

berbagai rumah sakit yang mengalami kekurangan stok obat karena proses

pengadaan e-katalog yang membutuhkan waktu cukup lama hingga obat

Page 8: 4.Tranfarasi Dalam Pengawasan Dan Pengedalian JKN Supriyatno Komisi II DPR RI

tersebut sampai di rumah sakit, terutama ketika terjadi kasus luar biasa di

suatu daerah tertentu.