4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

32
TES PTC (PHENYL THIOCARBAMIDA) PADA POPULASI SUKU JAWA DAN MADURA Usulan Penelitian Untuk Skirpsi S-1 Diajukan oleh; Hasyim Adnan 05640011 Kepada : PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA Desember, 2009

Transcript of 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

Page 1: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

TES PTC (PHENYL THIOCARBAMIDA)PADA POPULASI SUKU JAWA DAN MADURA

Usulan Penelitian Untuk Skirpsi S-1

Diajukan oleh;Hasyim Adnan

05640011

Kepada :

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

Desember, 2009

Page 2: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

1

Usulan Penelitian

TES PTC (PHENYL THIOCARBAMIDA)

PADA POPULASI SUKU JAWA DAN MADURA

Yang diajukan oleh

Hasyim Adnan

05640011

Telah dietujui oleh

Pembimbing

Nurpuji Mumpuni tanggal………………………..

Page 3: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

2

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Alam selalu mengalami perubahan (evolusi), evolusi dalam biologi

merupakan proses perubahan bentuk kehidupan yang tidak mengarah pada

suatu bentuk produk akhir yang selesai. Penyebaran manusia pada tempat

yang berbeda dengan kekuatan-kekuatan evolusi yang berkerja juga berbeda

dan menyebabkan perbedaan unggun-unggun gena pada populasi yang

berbeda. Proses evolusi bekerja dalam banyak karakter gena termasuk gena

untuk kemampuan mengecap PTC (Phenylthiocarbamida)

Kemampuan untuk mengecap PTC merupakan salah satu sifat

herediter (yang diwariskan) pada manusia yang telah banyak diketahui. PTC

merupakan bahan kimia sintetik berbentuk kristal putih dan mudah larut

dalam air. Sebagian orang yang dapat merasakan rasa PTC adalah pahit dan

ada beberapa orang tidak dapat merasakan apa-apa atau tawar saja.

Kemampuan merasakan pahit terhadap PTC ini disebabkan oleh gen

autosomal dominan, sehingga orang-orang orang-orang yang dapat

merasakan rasa pahit PTC disebut sebagai taster (pengecap) yang memiliki

genotip TT atau Tt sedangkan yang tidak dapat merasakan rasa pahit PTC

disebut sebagai non-taser (buta kecap) yang memiliki genotip tt.1

1 Kameswaren .L., Gopalaksimar.S., Sukumar.M. Phenylthiocarbamide and Naringin TasteThreshold in Sout Indian Medical Student, 6 (3), (Ind.J. Pharmac.1970), pp. 134-140

Page 4: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

3

Akibat proses evoulusi, setiap bangsa dan bahkan setiap suku yang

merupakan unggun gena yang berbeda mempunyai daya kecap yang

berbeda-beda untuk merasakan PTC. Di Indonesia, penelitian ini telah

dilakukan pada suku Cina, Aceh, Sunda, Bali, Batak, dan Sasak. Penelitian

mengenai kemampuan mengecap PTC pada suku Jawa dan Madura belum

dilakukan, adapun untuk suku Jawa pernah dilakukan oleh Adnan (2009),

akan tetapi masih dalam jumlah populasi yang relatif sedikit. Secara

geografis kepulauan Jawa dan Madura terpisahkan oleh jarak yang tidak

begitu jauh namun keduanya dipisahkan oleh lautan dimana dikedua pulau

tersebut mempunyai keadaan alam dan budaya yang berbeda. Perbedaan

budaya salah satunya yaitu pada pola/kebiasaan makan. Pada populasi di

pulau Jawa khususnya di daerah Yogyakarta mayoritas lebih terbiasa

dengan rasa yang manis, sedangkan di Madura lebih terbiasa dengan rasa

yang asin.

Kenyataan inilah yang mendorong dilakukan penelitian tentang

kemampuan mengecap PTC pada populasi suku Jawa dan Madura. Apakah

proses evolusi yang terjadi juga menyebabkan perbedaan frekuensi gen yang

berkaitan dengan kemampuan mengecap PTC pada kedua populasi tersebut.

Sebagaiman dalam firman Allah SWT dalam Q.S. Al-Hujaraat Ayat 13:

Page 5: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

4

Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu

berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal.

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah

orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha

Mengetahui dan Maha Mengenal. 2

Faedah/manfaat dari penelitian ini yaitu hasil yang diperoleh

diharapkan memberikan informasi kepada perkembangan ilmu pengetahuan

mengenai karakteristik gena taster dan non-taster PTC pada populasi suku

Jawa dan Madura pada umumya.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Berapa persentase taster dan non-taster pada populasi suku Jawa dan

Madura?

2. Adakah perbedaan kemampuan mengecap PTC pada suku Jawa dan

Madura? Dan berdasarkan perbedaan jenis kelaminnya?

3. Berapa persentase taster dan non-taster pada laki-laki dan perempuan

dalam populasi suku Jawa dan Madura?

4. Berapa besar frekuensi gen T dan t, serta jumlah individu yang mempunyai

genotip TT atau Tt (taster) dan tt (non-taster) pada populasi suku Jawa dan

Madura?

2 Al-Qur’an dan Terjemahannya. (Bandung: PT Lubuk Agung, 1990), hal. 847

Page 6: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

5

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan dari penelitian ini secara umum adalah untuk

mengungkapkan karakteristik gena taster dan non-taster PTC pada

populasi suku Jawa dan Madura yang mungkin berbeda pada suku-suku

lainnya dengan unggun gena yang berbeda.

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan khusus untuk:

a. Mengetahui presentase taster dan non-taster pada populasi suku Jawa

dan Madura,

b. Mengatahui perbedaan kemampuan mengecap PTC pada suku Jawa

dan Madura, dan juga mengetahui berdasarkan perbedaan jenis

kelaminnya,

c. Mengetahui presentase taster dan non-taster laki-laki dan perempuan

pada populasi suku Jawa dan Madura,

d. Mengetahui frekuensi gen T dan t, serta jumlah individu yang

mempunyai geotip TT atau Tt (taster) dan tt (non-taster) pada

populasi suku Jawa dan Madura,

D. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang tes PTC (phenylthiocarbamida) pernah dilakukan

sebelumnya pada berbagai macam suku di Indonesia diantaranya yaitu pada

Page 7: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

6

siswa SMTA suku bangsa Aceh dengan jumlah subyek penelitian sebanyak

479 orang terdiri dari 224 orang laki-laki dan 255 orang perempuan dengan

usia antara 16-20 tahun. Adapun nilai persentase yang didapatkan pada taster

sebesar 97,1% dan non-taster sebesar 2,9%. Untuk persentase non-taster pada

laki-laki sebesar 3% dan taster sebesar 97%, sedangkan pada perempuan

non-taster sebesar 2% dan taster sebesar 98%. Untuk frekuensi alel T yang

dijumpai sebesar 0,8 dan alel t sebesar 0,2. Hasil dari penelitian ini mendekati

suku cina (Malaysia) dan jepang, tidak mirip dengan bangsa Malaysia dan

Burma, dan berbeda sekali dengan bangsa India dan Eropa.3

Pada SMTA suku Timor di kabupaten Dili Timur-Tumur dengan

jumlah subyek penelitian sebanyak 276 orang terdiri dari 155 orang laki-laki

dan 149 orang perempuan dengan usia antara 16-20 tahun. Nilai persentase

didapatkan yaitu pada taster sebesar 90,79% dan non-taster sebesar 9,21%.

Untuk nilai persentase pada laki-laki didapatkan non-taster sebesar 10,96%

dan taster sebesar 89,04%, sedangkan pada perempuan non-taster sebesar

7,38% dan taster sebesar 92,62%. Frekuensi alel T yang didapatkan sebesar

0,697 dan alel t sebesar 0,303. Dari hasil penelitian ini suku Timor lebih

mendekati suku Bali dan Sunda namun berbeda dengan suku Aceh. Jika

dibandingkan dengan bangsa lain suku Timor lebih dekat dengan bangsa

Jepang, China, Burma, dan Nigeria tetapi jauh berbeda dengan bangsa India

dan bangsa-bangsa di Eropa seperti Rusia.4

3 Raihul zurka. 1989. Menghitung frekuensi gen pengecap phenyltiocarbamida (PTC) pada siswaSMTA suku bangsa Aceh4 Demetrio amaral de carvalho. 1996. Menghitung frekuensi gen pengecap phenyltiocarbamida(PTC) pada siswa beberapa SMTA suku Timor di kabupaten Dili Timur-Timur

Page 8: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

7

Penelitian pada suku Sasak, Kabupaten Lombok Barat, NTB dengan

jumlah subyek penelitian sebanyak 50 orang terdiri dari 25 orang laki-laki

dan 25 orang perempuan. Dari hasil penelitian ini didapatkan nilai persentase

taster sebesar 98% dan non-taster sebesar 2%. Adapun nilai persentase pada

laki-laki non-taster sebesar 4% dan taster sebesar 96%, sedangkan pada

perempuan non-taster sebesar 0% dan taster sebesar 100%. Frekuensi alel T

yang didapatkan sebesar 0,86 dan alel t sebesar 0,14. Dari 50 orang tersebut

terdiri dari 1 orang non-taster, 37 orang taster homozigot, dan 12 orang taster

heterozigot. Besar frekuensi alel T pada penelitian ini hampir sama dengan

suku Bali dan Batak.5

Pada populasi mahasiswa Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta suku Jawa dengan jumlah subyek peneitian

sebanyak 63 orang terdiri dari 22 orang laki-laki dan 41 orang perempuan.

Nilai persentase yang didapatkan yaitu pada taster sebesar 96,82% dan non-

taster sebesar 3,18%. Persentase pada laki-laki non-taster sebesar 4,54% dan

taster sebesar 94,54% sedangkan pada perempuan non-taster sebesar 2,43%

dan taster sebesar 97,56%. Frekuensi alel T yang dijumpai sebesar 0,822 dan

alel t sebesar 0,178. Dari 63orang tersebut terdiri dari 43 orang taster

homozigot dominan, 18 orang taster heterozigot, dan 2 orang non-taster

heterozigot resesif.6

5 Rofiah nofiana. 2001. Frekuensi alel dominan dan alel resesif terhadap phenyltiocarbamida(PTC) pada suku sasak, kabupaten Lombok Barat, NTB6 Hasyim Adnan. 2009. Tes phenyltiocarbamida (PTC) pada populasi mahasiswa Biologi FakultasSains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta suku Jawa

Page 9: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

8

II. LANDASAN TEORI

A. Evolusi

Evolusi adalah semua perubahan yang telah terjadi dalam makhluk

hidup sejak awal kehidupan.7 Evolusi merupakan proses perubahan

organisme hidup dari satu bentuk kebentuk yang lain, kebanyakan perubahan

ini dianggap terjadi secara berangsur-angsur melalui waktu gelologi yang

lama.8

Pada tahun 1924, ahli antropologi Inggris Raymond Dart

mengemukakan bahwa sebuah fosil tengkorak yang ditemukan di galian

tambang Afrika Selatan merupakan sisa-sisa manusia purba. Manusia purba

“manusia kera” dinamai Australopithecus africanus (kera Afrika bagian

selatan). Dengan penemuan lebih banyak fosil, semakin jelas bahwa

Australopithecus pada kenyataannnya adalah hominid yang berjalan dan

sepenuhnya berdiri tegak (berkaki dua) dan memiliki lengan dan gigi seperti

lengan dan gigi manusia. Namun demikian, otak Australopithecus tak lebih

dari sepertiga ukuran otak manusia modern. Berbagai spesies

Australopithecus bertahan hidup selama lebih 3 juta tahun, dan kemungkinan

mulai muncul sekitar 4,5 juta tahun silam.9

7 Mader, S.S. Inquiry Into Life, eleventh edition.(New York: McGraw-Hill.2006), pp.5468 Stansfield, W.D. Theory and Problems Genetics. Edisi kedua. (Jakarta: Erlangga.1983), hal.2949 Campbell.N.A, Reece.J.B, Mitchell.L.G. Biology. Alih bahasa Wasmen. Edisi kelima. Jilid 2(Jakarta: Erlangga.2003), hal.279.

Page 10: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

9

Homo habilis merupakan hominid pertama yang bermigrasi keluar dari

Afrika, mungkin sejak 1,8 juta tahun silam. Namun demikian, menurut

sebagian besar catatan, spesies yang lebih muda, Homo erectus (manusia

tegak) adalah hominid pertama yang melakukannya. Homo erectus hidup dari

sekitar1,8 juta tahun silam sampai sekitar 250.000 tahun silam. Fosil yang

meliputi keseluruhan kisaran waktu itu ditemukan di Afrika, dimana Homo

erectus terus hidup dalam satu zaman dengan populasi Homo erectus dibenua

lain. Jika Homo erectus hanya sekedar memperluas daerah tinggalnya dari

Afrika dengan kecepatan sekitar 1 mil pertahun, maka mereka hanya

memerlukan sekitar 15.000 tahun untuk mencapai Jawa dan bagian Asia dan

Eropa yang lainnya. Penyebaran secara perlahan-lahan dan bertahap tersebut

mungkin bisa dikaitkan dengan suatu perubahan dalam pola makan sehingga

membutuhkan proporsi daging yang lebih besar. Secara umum, hewan yang

berburu membutuhkan wilayah geografis yang lebih luas dibandingkan

dengan hewan yang hanya memakan tumbuhan.10

Keaneka ragaman manusia muncul relatif baru, ketika Homo erectus

menyebar dari afrika kebenua lain antara 1 dan 2 juta tahun silam. Model ini

menjelaskan mengenai kemiripan genetik yang sangat besar pada semua

manusia modern dengan cara menunjukkan bahwa kawin silang yang kadang-

kadang terjadi diantara populasi yang bertetangga selalu membuka jalan

untuk terjadi aliran gen pada keseluruhan daerah geografis umat manusia.

Fosil tertua Homo sapiens yang sepenuhnya modern, sekitar 100.000 tahun

10 Ibid, hal.281

Page 11: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

10

umurnya, ditemukan di Afrika; fosil lain mirip dan hampir seumur juga telah

ditemukan di dalam Gua di Israel. Fosil yangditemukan di Israel itu

ditemukan tidak jauh dari gua-gua lain yang mengandung fosil mirip.

Nenderthal yang berumur sekitar 120.000 sampai 60.000 tahun. Kedua jenis

manusia ini ternyata hidup berdampingan di daerah ini selama paling tidak

40.000 tahun, sejak bentuk modern mulai muncul 100.000 tahun silam.11

Templeton menyatakan bahwa manusia modern meninggalkan benua

Afrika dalam beberapa gelombang migrasi. Pertama terjadi 1,7 juta tahun

lalu, berikutnya antara 800.000 - 400.000 tahun lalu, dan gelombang ketiga

terjadi pada 150.000 - 80.000 tahun lalu. Temuan fosil menunjukkan bahwa

100.000 tahun lalu beberapa spesies hominid berpopulasi di planet Bumi.

Homo sapiens ditemukan di Afrika dan Timur Tengah. Homo erectus yang

mirip dengan Java Man dan Peking Man ditemukan di Asia Tenggara dan

Cina, dan Neandertal menyebar di Eropa. Sekitar 25.000 tahun lalu, satu-

satunya spesies hominid yang bisa bertahan hidup adalah Homo sapiens. 12

Menurut Brook didukung oleh Prof.Dr. Sangkot Marzuki, ahli

molekuler Indonesia dari Eijkman Institute. "Jarak genetika antara Homo

sapiens dengan Homo erectus sama jauhnya dengan manusia dengan

simpanse”. Sangkot berpendapat bahwa walaupun keduanya menurut genetik

berbeda tetapi memungkinkan keduanya mengadakan kawin silang. Dilihat

dari temuan fosil di beberapa tempat Eropa, terlihat adanya perpaduan antar

11 Ibid, hal. 28112 Anonim. Kontroversi Evolusi Manusia Antara Metode Genetika dan Morfologi. 2002.http://202.46.15.98/index.php?module=News%20News&id=344. Diakses hari Rabu, 2 Desember2009

Page 12: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

11

kedua kelompok manusia berbeda ini. "Kalau dilihat dari bukti tersebut tetap

ada kemungkinan adanya asimilasi. Apakah hasil asimilasi itu bisa bertahan,

sangat kecil kemungkinannya," komentar Sangkot. Ia memberi ilustrasi

bagaimana ayam hutan yang dikawinkan dengan ayam kampung bisa

menghasilkan keturunan tetapi hasilnya adalah ayam mandul. Maka bisa saja

Homo sapiens berasimilasi dengan Homo erectus tetapi menghasilkan

keturunan yang tidak bisa bertahan hidup lama. Tidak heran kalau ada temuan

fosil yang secara morfologi memperlihatkan perpaduan antar kedua kelompok

ini. Sangkot menjelaskan bahwa secara genetika tidak ada persamaan sama

sekali antara manusia modern kini dengan manusia zaman dulu yang fosilnya

banyak ditemukan di berbagai tempat.13

Manusia modern yang kini ada berasal dari Afrika, sama sekali tidak

mempunyai hubungan genetika dengan Homo erectus maupun Neandertal.

Penelitian ini adalah hasil dari analisis yang dilakukan terhadap 12.000 gen

manusia modern di Asia Timur beserta kromosom Y-nya. Penemuan ini tahun

lalu direkomendasikan ke ilmuwan lain di Amerika dan Eropa dan

dipublikasikan di jurnal Science. Ada dua teori primer mengenai asal muasal

manusia yang menjadi perdebatan, yakni teori "Out of Africa" dan teori multi

regional. Masing-masing mempunyai variasi tersendiri, seperti kemungkinan

terjadinya asimilasi antar dua kelompok manusia. Setiap teori didukung oleh

bukti-bukti eksis. Teori multi regional yang didasarkan atas penemuan fosil

menyatakan bahwa setiap anggota Homo erectus pertama kali meninggalkan

13 Ibid

Page 13: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

12

Afrika sekitar 1,7 juta tahun silam. Mereka ini menetap di beberapa tempat di

dunia dan berkembang biak secara terpisah, namun menghasilkan keturunan

yang sama, yaitu Homo sapiens. Sedangkan teori "Out of Africa" lahir

berdasarkan bukti DNA. Teori ini mempunyai persamaan skenario bahwa

migrasi dari Afrika terjadi 1,7 juta tahun lalu. Evolusi berlanjut dan secara

anatomi, manusia modern muncul di Afrika antara 200.000 dan 100.000

tahun lalu. Mulai 100.000 tahun silam, manusia modern ini menyebar ke luar

benua dan membuat rute ke Asia dan Eropa. Di sanalah mereka

berkembangbiak dan menggantikan kedudukan spesies sebelumnya, Homo

erectus.14

B. Pewarisan Kemampuan Mengecap PTC

Kemampuan mengecap PTC (Phenylthiocarbamida) merupakan salah

satu contoh sifat herediter (yang diwariskan) yang ditentukan gen autosomal

dominan T. Seseorang yang merupakan taster memiliki genotip TT atau Tt,

sedangkan yang non-taster memiliki genotip homozigot resesif yaitu tt.15

Gen autosomal adalah suatu sifat keturunan yang ditentukan oleh gen

pada autosom. Gen ini ada yang dominan dan ada yang resesif. Karena

memiliki autosom yang sama antara pria dan wanita, maka sifat keturunan

yang ditentukan oleh gen autosomal ini juga dapat dijumpai pada keduanya.

Pewarisan gen autosomal dominan yaitu hadirnya sebuah gen dominan di

dalam genotip seseorang sehingga dapat memperlihatkan sifat itu nampak

14 Ibid15 Burns, G.W. The Science of Genetics. (New York: Macmillan Co.Inc, 1980), p.

Page 14: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

13

padanya, sedangkan pewarisan gen autosomal resesif adalah suatu sifat

keturunan yang diturunkan oleh gen resesif pada autosom, yang baru akan

nampak apabila suatau individu menerima gen itu dari kedua orang tuanya.16

Diagram perkawinan yang mungkin terjadi pada penurunan sifat ini

adalah sebagai berikut:

P ♂ Tt X ♀ Tttaster taster

Gamet T Tt t

F1 TT = tasterTt = tasterTt = tastertt = non-taster

Gambar 2.1. Diagram perkawinan suami istri yang masing-masing taster heterozigotik(Suryo, 2005)

P ♂ TT X ♀ tttaster non-taster

Gamet T tT t

F1 Tt = taster 100%

Gambar 2.2. Diagram perkawinan antara pria taster dengan wanita non-taster (Suryo, 2005)

16 Kilgour, O. F. G. Mastering Biology. 2 ndedition. (UK: Macmillan, 1987), pp. 379-408

Page 15: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

14

C. PTC (Phenylthiocarbamida)

PTC (Phenyilthiocarbamida atau Phenyilthiouracil) merupakan suatu

zat kimia dengan rumus molekul C7H8N2S mempunyai struktur molekul

sebagai berikut:

Gambar 2.3. Rumus stuktur Phenylthiocarbamida (Fischer. et. all, 1963)

PTC merupakan bahan kimia sintetis, ada segolongan orang yang bisa

mengecapnya, segolongan lagi tidak. Yang bias mengecapnya, terasa pahit.

Yang tidak bisa tidak merasakan apa-apa, tawar saja.17

Kemampuan mengecap PTC ini ditemukan pertama kali oleh seorang

ahli kimia bernama Arthur Fox pada tahun 1931 yaitu dengan cara

mencelupkan kertas saring pada larutan PTC yang kemudian meletakkan

kertas saring tersebut pada pangkal lidah dan kemudian dikecap.18

Bagi sementara zat ini terasa pahit, sehingga mereka disebut taster

(pengecap). Orang lain tidak merasakan apa-apa, sehingga mereka disebut

non-taster (buta kecap).19

Dalam tahun 1932 Fox untuk pertama kalinya menemukan bahwa 71%

dari orang yang dites PTC mengatakan bahwa zat itu berasa pahit, sedangkan

sisanya tidak merasakan apa-apa.20

17 Yatim. W. Genetika. Edisi kelima. (Bandung: Tarsito, 1996), hal.8418 Burns, G.W. The Science of Genetics. (New York: Macmillan Co.Inc, 1980), pp.19 Suryo.Genetika. Cetakan kesebelas. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2005), hal. 12

Page 16: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

15

Dalam tahun 1949 Haris dan Kalmus, kemudian disusul oleh Saldanha

dan Becak pada tahun 1959 melaporkan bahwa 70% dari orang kulit putih

orang Amerika dan Eropa adalah taster, sedangkan sisanya 30% adalah non-

taster. Sesudah itu banyak penelitian telah mengerjakan tes PTC terhadap

berbagai suku bangsa di Dunia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

frekuensi non-taster dapat dipakai sebagai salah satu ciri dalam bidang

antropologi. Misalnya frekuensi non-taster pada bangsa Cini dan Jepang

berkisar antara 7,1-10,6%, Malaysia dan Brima antara 12,0-15,6%, Eropa

antara 19,7-31,5%, Indonesia antara 7,77-9,17%, dan India paling tiggi antara

30,2-42,5%.21

PTC mudah larut dalam air dan untuk peneltian biasanya disediakan

beberapa larutan dari berbagai konsentrasi. Beberapa penelitan menunjukan

bahwa wanita itu lebih sensitif terhadap PTC dari pada pria. Akan tetapi

sampai sekarang belum ada penelitian yang menemukan bahwa ada

perbedaan dalam jumlah maupun struktur alat pengecap pada pria dan wanita.

Jadi bila ada perbedaan kemampuan mengecap PTC antara pria dan wanita itu

disebabkan hal lain.22

20 Ibid, hal. 10521 Ibid. hal. 10622 Suryo.Genetika Manusia. Cetakan ketujuh. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994),hal. 106

Page 17: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

16

Selanjutnya Haris dan Kalmus (1949) berpendapat bahwa dengan

bertambahnya umur terdapat penurunan kemampuan untuk mengecap PTC.

Hal ini sesuai dengan pendapat Arey (1974) yang menemukan bahwa jumlah

alat penegacap pada manusia akan berkurang dengan bertambahnya umur.23

Telah terbukti nilai % negative itu dipengaruhi kelamin pula. Laki-laki

lebih banyak buta kecap dari pada perempuan. Pada daftar dibawah ini

terlihat data tentang itu. Disitu dimasukan juga hasil penyelidikan dari Yatim

(1972) pada orang Indonesia (mahasiswa dan keluarga mereka), yang datang

dari berbagai daerah dan pada umumnya sekitar Jawa Barat.24

Tabel 3.1 Daftar persentase negative PTC menurut jenis kelamin pada berbagai bangsa

No BangsaNegative

Diselidiki, tahunLaki-laki Perempuan

1 Eskimo 57 30 Sewall, 19392 Rusia 42 33 Boyd,19373 Irlandia 41 27 Boyd, 19374 Mesir 21 20 Boyd, 19375 Indonesia 20 10 Yatim, 1972

Menurt Mourant (dalam kertas kerja Wildan Yatim, 1973) tingginya

frekuensi buta kecap pada pria disebabkan karena pengaruh tembakau dan

makanan merangsang, sehingga ambang rasa lidah kurang peka. Akan

tetapi menurut Thomas dan Cohen (dalam kertas kerja Wildan Yatim,

1973) frekuensi buta kecap lebih tinggi pada orang yang tidak merokok

dari pada orang yang merokok.25

23 Fuller, J.L. and W.R. Thompson. Behaviour Genetics. (New York: John Wiley and Sons Inc,1967), pp.24 Yatim Genetika. Edisi kelima. (Bandung: panerbit Tarsito, 1996), hal.25925 Yatim, W. Tes PTC Pada Mahasiswa FKUP dan Keluarga. Proc. Kongres Biologi I danSeminar Biologi III di Jakarta (Jakarta: 1973), hal.

Page 18: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

17

Berdasarkan hasil tes PTC terhadap berbagai suku bangsa di Dunia

menunjukkan bahwa frekuensi non-taster dapat digunakan dalam bidang

antropologi yaitu menunjukan salah satu ciri.26 Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat table berikut:

Tabel 3.2 Penyebaran frekuensi buta kecap pada berbagai negara

Suku bangsa Jumlahyang dites

% non-taster Peneliti

Eropa - 19,7-31,5 -Cina (London) 66 10,6 BarnicotCina (USA) - 6-11 -Cina (Yogyakarta) 199 11 Gufron, 1988India (Srilanka) 50 30,2 Lug and Whyte,1955India (Bombay) 200 42,5 Sangvi and KanolkabBali (Indonesia) 209 7,77 Winata, et all.Batak (Indonesia) 27.650 16 SuryoSasak (Indonesia) 50 1 Rofiah, 2000

D. Frekuensi Gen dan Hukum Hardy-Weinberg

Berdasarkan frekuensi pengecap dan buta kecap pada suatu populasi

dan dengan menggunakan Hukum Hardy-Weinberg, frekuensi dominan T dan

gen resesif t dapat ditentukan.27

Semua makhluk hidup merupakan suatu masyarakat sebagai hasil

perkawinan antar spesies dan mempunyai lengkang gen (unggun gena) yang

sama. Yang dimaksud lengkang gen (bahasa inggris: "gene pool") ialah

kumpulan dari semua gen yang terdapat dalam suatu populasi. Hardy (ahli

Matematika Bangsa Inggris) dan Weinberg (dokter Bangsa Jerman) dalam

tahun 1908 secara terpisah menemukan dasar-dasar untuk mengetahui

26 Suryo.Genetika Manusia. Cetakan kedelapan. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2005), hal. 10627 Burns, G.W. The Science of Genetics. (New York: Macmillan Co.Inc, 1980), pp.

Page 19: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

18

penyebaran (frekuensi) gen dalam suatu populasi. Prinsip yang berbentuk

pernyataan teoritis itu dikenal sebagai prinsip ekuilibrium Hardy-Weinberg.

Pernyataan ini menegaskan bahwa di dalam populasi yang berbeda dalam

keseimbangan (ekuilibrium) maka baik frekuensi gen maupun frekuensi

genotip akan tetap dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Ini dijumpai

dalam populasi yang besar, perkawinan berlangsung secara random (acak)

dan tidak ada usaha untuk mengatur suatu sifat.28

Frekuensi adalah perbandingan antara banyaknya individu dalam suatu

kelas terhadap jumlah seluruh individu. Andaikan frekuensi alel A di dalam

suatu populasi diumpamakan p, sedangkan frekuensi alel a diumpamakan q,

maka kemungkinan kombinasi dari spermatozoa dan sel telur pada individu

heterozigotik Aa X Aa ialah sebagai berikut:

Tabel 3.3 Kemungkinan kombinasi dari spermatozoa dan sel telur pada individu heterozigotik

OvumSpermatozoa

A (p) a (q)A (p) AA (p2) Aa (pq)a (q) Aa (pq) aa (q2)

Jumlah = p2 (AA) + 2pq (Aa) + q2 (aa)

Karena (p + q)2 = 1, maka p + q = 1, sehingga p = 1 - q

Jadi untuk mencari frekuensi dari dua buah alel di dalam suatu populasi

dapat digunakan hukum Hardy-Weinberg yang bentuknya:

p2 (AA) + 2pq (Aa) + q2 (aa)

(p + q)2 = 1, maka p + q = 1; p = 1 - q

28 Suryo.Genetika Manusia. Cetakan kedelapan. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2005), hal. 378

Page 20: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

19

Jelaslah kiranya bahwa hukum Hardy-Weinberg sangat berguna untuk

menghitung frekuensi homozigot maupun heterozigot di dalam suatu

populasi.29

Menurut Apandi (1991)30 beberapa asumsi yang mendasari perolehan

keseimbangan genetik seperti yang diekspresikan dalam persamaan Hardy-

Weinberg, adalah:

1. Populasi itu tidak terbatas besarnya dan melakukan perkawinan acak

(panmiktis),

2. Tidak terdapat seleksi, yaitu setiap genotip yang dipersoalkan dapat

bertahan hidup sama seperti setiap yang lainnya (tidak ada kematian

diferensial), dan setiap genotip adalah sama efisien dalam produksi

keturunan (tidak ada reproduksi diferensial),

3. Populasi itu tertutup, yaitu tidak ada perpindahan (imigrasi) individu-

individu dari populasi lain kedalam atau emigrasi dari populasi yang

dipersoalkan,

4. Tidak ada mutasi dari satu keadaan aletik kepada yang lain. Mutasi

diperbolehkan jika laju mutasi maju dan kembali adalah sama (ekivalen),

yaitu A mutasi kepada a dengan frekuensi yang sama seperti a kembali

kepada A,

5. Meiosis adalah normal, sehingga hanya peluang yang menjadi faktor

operatif dalam gametogenesis.

29 Suryo.Genetika Manusia. Cetakan ketujuh. (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994),hal. 37930 Apandi.M., Hardy.L.T. Problem dan Teori Genetika. Judul asli Theory and Problems ofGenetics, second edition (schaum series). Cetakan pertama. (Jakarta: PT. Glora Aksara Pratama,1991), hal.275

Page 21: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

20

Menurut Burns (1980)31 beberapa faktor yang mempengaruhi frekuensi

gen dalam suatu populasi:

1. Mekanisme pemisahan

Merupakan mekanisme yang menghalangi pertukaran gen,

mekanisme ini dapat berupa:

a. Letak geografis atau fisis, seperti jarak yang berjauhan. Misalnya

terpisah populasi oleh gunung atau samudra,

b. Mekanisme lain yang mengalangi pertukaran gen antar populasi pada

daerah yang sama.

2. Mutasi

Mutasi adalah perubahan dalam genotip suatu individu yang terjadi

secara tiba-tiba dan secara random. Misalnya gen T mengalami mutasi

menjadi gen t, maka frekuensi resesif antara dua alel tersebut akan

berubah. Jika mutasi gen T ke gen t terus terjadi, maka gen T akan

menghilang dari populasi.

3. Seleksi

Individu-individu dari suatu populasi yang berpindah kepopulasi

lainnya dapat menyebabkan terjadinya seleksi.

4. Random genetic drift

Genetic drift adalah perubahan frekuensi gen dalam populasi. Dari

generasi ke generasi jumlah individu yang memiliki alel tertentu, baik

dalam keadaan homozigotik maupun heterozigotik dapat menyimpang,

31 Burns, G.W. The Science of Genetics. (New York: Macmillan Co.Inc,1980), pp.

Page 22: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

21

sehingga frekuensi gen dapat naik turun. Luas fluktuasi dari frekuensi gen

ini adalah Random genetic drift.

Page 23: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

22

III.METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu melaksanakan penelitian yaitu untuk suku Madura berlokasi di

SMA Negeri 1 Waru dengan alamat Pamekasan-Madura pada hari Kamis, 17

Desember 2009. Sedangkan untuk suku Jawa bertempat di MAN

Wonokromo Bantul dengan alamat Jln. Imogiri Timur Km 7 Pleret Bantul

Yogyakarta pada hari Kamis, 24 Desember 2009.

B. Bahan yang digunakan

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu: Kristal PTC,

kertas saring dan air suling (aquades).

C. Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: elenmeyer 250 ml,

timbangan analitik, gelas arloji, gelas ukur 100 ml, pipet tetes, corong,

spatula/spatel, dan botol plakon/botol gelap.

D. Cara Kerja

1. Penyediaan bahan

Penentuan ambang rasa pengecap phenylthiocarbamida telah sering

kali dilakukan, mula-mula fox (dalam kertas kerja Syahrum dan Rafiah

pada Kongres Biologi I dan Seminar Biologi III, 1973) menggunakan PTC

Page 24: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

23

dalam bentuk kristas. Kemudian Parr (dalam kertas kerja Syahrum dan

Rafiah, 1973) memakai kertas saring yang dicelup dalam larutan PTC,

sedangkan Boyd menggunakan kertas saring yang dilapisi PTC.

Sebenarnya ada alat yang lebih praktis yaitu berupa kertas PTC

paten. Alat ini dibuat sesudah Perang Dunia II Amerika Serikat telah

menyediakan kertas PTC paten yang dikeluarkan oleh Laboratory Aids

Inc., Farmingdale, New York, U.S.A. akan tetapi sayang alat ini sangat

sulit didapatkan di Indonesia.

Pada penelitian ini menggunakan metode kertas saring yaitu setiap

subyek penelitian diminta untuk mencicipi potongan kertas saring yang

telah dicelupkan pada larutan PTC. Ambang rasa pengecap tiap subyek

penelitian ditentukan berdasarkan kemampuannya dalam merasakan

larutan PTC dengan konsentrasi tertentu.

2. Penyiapan larutan PTC

Ambang rasa pengecap tiap subyek penelitian ditentukan

berdasarkan kemampuannya dalam merasakan larutan PTC dengan

konsentrasi tertentu. Untuk itu dibuat 13 macam konsentrasi larutan yang

kemudian dimasukan dalam botol-botol yang telah diberi nomor dari 1

sampai 13.

Larutan dalam botol nomor 1 merupakan larutan standar yang

mengandung 1,3 gr PTC dalam 1 liter air suling yang dipanaskan, diaduk

sampai zat PTC larut kemudian disaring. Larutan dalam botol nomor 2 di

Page 25: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

24

buat dengan cara mengambil 500 ml larutan nomor 1 kemudian ditambah

dengan 500 ml air suling sehingga konsentrasinya 50% dari larutan nomor

1. Larutan nomor 3 mempunyai konsentrasi 50% dari larutan nomor 2,

yang dibuat dengan cara yang sama. Demikian seterusnya sampai dengan

larutan nomor 13 yang mempunyai konsentrasi 0,32 mgr PTC per liter air

suling.

3. Subyek penelitian

Subyek penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pada

populasi suku Jawa dan suku Madura. Kriteria suku Jawa dan suku

Madura ditentukan dengan melihat kelompok suku pada 3 generasi

diatasnya.

Gambar 3.1. Silsilah penentuan suku pada subyek penelitian

Subyek penelitian

Page 26: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

25

E. Jalannya penelitian

Pengambilan subyek penelitian dilakukan secara konvensional yaitu

mendatangi lokasi sekolahan yang berada di pulau Jawa dan Madura.

Penelitian ini dilakukan di 2 lokasi yaitu 1 sekolahan di pulau Jawa dan 1

sekolahan di pulau Madura, dengan jumlah populasi masing-masing sebanyak

70 orang.

Sebelum tes dimulai, terlebih dahulu diberi penjelasan singkat tentang

pentingnya penelitian yang akan dijalankan dan subyek penelitian di mohon

untuk mengisi lembaran kuesioner terlebih dahulu untuk mengetahui

kelompok suku pada 3 generasi diatasnya. Karena itu diminta kejujuran

mereka dalam mengisi lembaran kuesioner dan dalam menyatakan rasa

larutan PTC.

Cara pemeriksaan dimulai dari larutan nomor 13 dengan meletakan

potongan kertas saring yang telah dicelupkan pada larutan PTC di pangkal

lidah, subyek penelitian diberi waktu beberapa menit untuk merasakan. Jika

belum merasakan pahit, dilanjutkan dengan mencicipi larutan nomor 12. Jika

belum juga merasakan rasa pahit, dilanjutkan dengan mencicipi larutan

nomor 11, demikian seterusnya sampai diketahui tepat pada larutan manakah

yang dapat merasakan rasa pahit. Jika sampai dengan larutan nomor 1 subyek

penelitian belum dapat merasakan rasa pahit, maka digolongkan pada

golongan non-taster (buta kecap). Jika diantara nomor 13 sampai 1 telah

merasakan rasa pahit, maka dicatan nomor saat merasakan rasa pahit dan

Page 27: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

26

digolongkan kedalam taster (pengecap). Jika ragu-ragu kumur terlebih dahulu

kemudian dicoba ulang.

F. Analisis Hasil

Dari hasil penelitian, mula-mula akan diketahui berapa % diantara

subyek penelitian yang tergolong sebagai taster (pengecap) dan berapa %

tergolong sebagai non-taster (buta kecap) pada masing-masing suku.

Dilakukan uji chi-square untuk mengetahui apakah penelitian yang

dilakukan mengalami penyimpangan yang signifikan atau tidak, sedangkan

untuk mengetahui frekuensi gen T dan t, serta jumlah individu yang

mempunyai genotip TT atau Tt (taster) dan tt (non-taster) ditentukan dengan

Hukum Hardy-Weinberg.

Frekuensi gen dihitung tanpa membedakan jenis kelamin, karena

kemampuan mengecap PTC itu ditentukan oleh sepasang gen tunggal dalam

autosom, sehingga menurunnya gen-gen itu dari orang tua kepada anaknya

tidak dipengaruhi jenis kelamin.32

G. Hipotesis

1. Pesentase taster dan non-taster pada populasi suku Jawa dan Madura tidak

jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya pada beberapa suku lain

di Indonesia,

32 Burns, G.W. The Science of Genetics. (New York: Macmillan Co.Inc,1980), pp

Page 28: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

27

2. Ada perbedaan persentase taster dan non-taster pada suku Jawa dan

Madura, dan juga berdasarkan perbedaan jenis kelaminnya,

3. Ada perbedaan persentase taster dan non-taster laki-laki dan perempuan

pada suku Jawa dan Madura,

4. Frekuensi gen T dan t,serta jumlah individu yang mempunyai genotip TT

atau Tt (taster) dan tt(non-taster) pada populasi suku Jawa dan Madura

tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya pada beberapa suku

lain di Indonesia,

Page 29: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

28

IV. JADWAL PENELITIAN

Minggu ke-Hal

Okt Nov Des JanI II III IV I II III IV I II III IV I II III IV

Penyusunandan revisiproposalskripsiIzin kesekolahSeminar danrevisiPersiapanpenelitianPelaksanaanpenelitianOlah data,bimbingan, danpenyusunandan revisilaporanPersiapan danujian skripsi

No Kegiatan Waktu Tempat1 Penyusunan dan revisi

proposal skripsi6 Oktober s/d3 Desember 2009

Kampus UIN

2 Izin kesekolah 16 s/d 24 November2009

Sekolah terkait

3 Seminar dan revisi 26 November s/d4 Desember 2009

Kampus UIN

4 Persiapan penelitian 25 s/d 27 November2009

Lab Terpadu UINdan Lab GenetikaUGM

5 Pelaksanaan penelitian 7 s/d 18 Desember2009

Sekolah terkait

6 Olah data, bimbingan, danpenyusunan dan revisilaporan

21 Desember 2009s/d21 Januari 2010

Kampus UIN

7 Persiapan dan ujian skripsi 21 s/d 31 Januari2010

Kampus UIN

Page 30: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

29

V. DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: PT Lubuk Agung, 1990.

Anonim. Kontroversi Evolusi Manusia Antara Metode Genetika dan Morfologi.2002. http://202.46.15.98/index.php?module=News%20News&id=344.Diakses hari Rabu, 2 Desember 2009

Apandi.M., Hardy.L.T. Problem dan Teori Genetika. Judul asli Theory andProblems of Genetics, second edition (schaum series). Cetakan pertama.Jakarta: PT. Glora Aksara Pratama,1991.

Burns, G.W. The Science of Genetics. New York: Macmillan Co.Inc, 1980.

Campbell.N.A, Reece.J.B, Mitchell.L.G. Biology. Alih bahasa Wasmen. Edisikelima. Jilid 2. Jakarta: Erlangga.2003

Demetrio amaral de carvalho. Menghitung frekuensi gen pengecapphenyltiocarbamida (PTC) pada siswa beberapa SMTA suku Timor dikabupaten Dili Timur-Timur, 1996.

Fuller, J.L. and W.R. Thompson. Behaviour Genetics. New York: John Wiley andSons Inc, 1967.

Hasyim Adnan. Tes phenyltiocarbamida (PTC) pada populasi mahasiswa BiologiFakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sukuJawa, 2009.

Kameswaren .L., Gopalaksimar.S., Sukumar.M. Phenylthiocarbamide andNaringin Taste Threshold in Sout Indian Medical Student, 6 (3). Ind.J.Pharmac, 1970.

Kilgour, O. F. G. Mastering Biology. 2 ndedition. UK: Macmillan.1987.

Mader, S.S. Inquiry Into Life, eleventh edition. New York: McGraw-Hill.2006.

Raihul zurka. Menghitung frekuensi gen pengecap phenyltiocarbamida (PTC)pada siswa SMTA suku bangsa Aceh, 1989.

Rofiah nofiana. Frekuensi alel dominan dan alel resesif terhadapphenyltiocarbamida (PTC) pada suku sasak, kabupaten Lombok Barat,NTB, 2001.

Stansfield, W.D. Theory and Problems Genetics. Edisi kedua. Jakarta:Erlangga.1983.

Page 31: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

30

Suryo.Genetika. Cetakan kesebelas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2005.

_____.Genetika Manusia. Cetakan ketujuh. Yogyakarta: Gadjah Mada UniversityPress, 1994.

_____._____. Cetakan kedelapan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,2005.

Yatim, W. Genetika. Edisi kelima. Bandung: panerbit Tarsito, 1996

_____. Tes PTC Pada Mahasiswa FKUP dan Keluarga. Proc. Kongres Biologi Idan Seminar Biologi III di Jakarta. Jakarta,1973.

Page 32: 4.PROPOSAL SKRIPSI_seminar_.pdf

Kuesioner tes PTC pada siswa

Jenis kelamin : L / P

Usia : ….… tahun

Skema silsilah keluarga

No Silsilahsuku

1 Anda :…………….

2 Ayah :…………….

3 Ibu :…………….

4 Kakek dari Ayah :…………….

5 Nenek dari Ayah :…………….

6 Kakek dari Ibu :…………….

7 Nenek dari Ibu :…………….

8 Buyut laki-laki dari Kakek si ayah :…………….

9 Buyut perempuan dari Kakek si ayah :…………….

10 Buyut laki-laki dari Nenek si ayah :…………….

11 Buyut perempuan dari Nenek si ayah :…………….

12 Buyut laki-laki dari Kakek si ibu :…………….

13 Buyut perempuan dari Kakek si ibu :…………….

14 Buyut laki-laki dari Nenek si ibu :…………….

15 Buyut perempuan dari Nenek si ibu :…………….

Anda

Konsentrasi larutantaster non-

P13 P12 P11 P10 tasterP 9 P8 P7 P6 P0P5 P4 P3 P2 P1

(Diisi oleh petugas)