4Islam Di Indonesia

download 4Islam Di Indonesia

If you can't read please download the document

description

buku bagus

Transcript of 4Islam Di Indonesia

20134Pendidikan Agama IslamPusat Bahan Ajar dan eLearning

Luthfi Surkalamhttp://www.mercubuana.ac.id

MODUL PERKULIAHAN

Islam di Indonesia

Perkuliahan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang proses kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia.

FakultasProgram StudiTatap MukaKode MKDisusun Oleh

Seluruh Fakultas Seluruh Prodi04MK90002Luthfi Surkalam

AbstractKompetensi

Pada perkuliahan ini, akan dibahas proses kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia. Akan dipelajari pula tentang sumbangsih Islam dalam proses pendewasaan bangsa melalui pembentukan berbagai organisasi sosial keagamaan dan organisasi kepemudaan.

Pada akhir perkuliahan ini diharapkan mahasiswa memiliki kemampuan:Menguraikan proses kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia.Mengetahui sumbangsih Islam dalam proses pendewasaan bangsa.

Islam di Indonesia

Eksistensi Islam di Indonesia

Ketika masuk Nusantara pada abad ke-7 M, melalui Selat Malaka dan pusat-pusat perdagangan di Pulau Jawa, Islam hadir dengan penuh kasih, damai, dan bersaudara. Ketika kaum kolonial menginjak-injak martabat bangsa, para pejuang Islam berdiri di garda depan menumpas kekejaman kolonialisme. Ketika Indonesia berjuang mengisi kemerdekaan, Islam selalu hadir sebagai basis etika sosial umatnya. Islam tak pernah dipaksakan sebagai ideologi negara. Umat Islam dengan legowo menerima Pancasila, UUD 1945, dan NKRI sebagai bentuk final kehidupan kebangsaan.Dalam buku-buku sejarah baik yang resmi (yang digunakan disekolah sebagai buku-buku teks) maupun yang tidak resmi (bacaan umum), Islam diposisikan sebagai sesuatu yang tidak signifikan. Malahan, ada kesan peranan Islam yang mempersatukan ikatan emosional dan heroisme perjuangan mengusir penjajah serta pembentukan wilayah ini menjadi Indonesia, pun hendak diabaikan. Dalam analisis Taufik Abdullah, ada gerakan wacana (discourse movement) yang mencoba membelokkan sejarah, yang meletakkan peranan Islam semata-mata sebagai footnote_ dalam arus besar sejarah Indonesia. Memang, lanjut Taufik, sejarah sering menjadi ajang perebutan hegemoni terkait dictum siapa yang menguasai masa lalu akan menguasai masa depan.Umat Islam hidup di Indonesia sebagai warga negara yang sama statusnya dengan umat agama lain. Umat Islam Indonesia bukan Ummah yang eksklusif dan sectarian. Umat Islam menyebut Indonesia sebagai Bangsa Muslim (tanpa mengingkari golongan minoritas non-Muslim yang ada), bukan Negara Islam yang berkonotasi politis dan ideologis. Jalan inilah yang dicontohkan umat Islam ketika National Indische Partij dalam Konggres Nasional se-Hindia tahun 1922 yang mengajukan konsep nasionalisme Hindia. HOS Tjokroaminoto, misalnya, menjelaskan bahwa Islam tidak merintangi nasionalisme. Justru melalui Islam lah nasionalisme Indonesia dapat tumbuh subur. Senada dengan Tjokro, M. Natsir menyatakan bahwa sebelum dipergunakan istilah nasionalisme Indonesia, ketika bebagai organisasi, seperti Boedi Oetomo, Jong Sumatranen Bond, dan sebagainya, membatasi diri pada suku bangsa masing-masing, pergerakan yang berdasarkan Islam sudah lama mempunyai ikatan kebangsaan. Pergerakan Islam-lah, lanjut Natsir, yang lebih dulu membuka jalan perjuangan kemedekaan di Tanah Air, yang mula-mula menanamkan bibit persatuan Indonesia, yang menyingkirkan sifat kepulauan dan keprovinsian.

Kedatangan dan Proses Penyebaran Islam di IndonesiaBerbagai teori perihal masuknya Islam ke Indonesia terus muncul sampai saat ini. Fokus diskusi mengenai kedatangan Islam di Indonesia sejauh ini berkisar pada tiga tema utama, yakni tempat asal kedatangannya, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat.AhmadMansur Suryanegara mengikhtisarkannya menjadi tiga teori besar.

Pertama, teoriGujarat,India. Islam dipercayai datang dari wilayahGujaratIndiamelalui peran para pedagangIndiamuslimpada sekitar abad ke-11 M.Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para pedagangArabmuslimsekitar abad ke-7 M.Ketiga, teoriPersia. Islam tiba di Indonesia melalui peran para pedagang asalPersiayang dalam perjalanannya singgah keGujaratsebelum ke nusantara sekitar abad ke-13 M

Disamping itu para kaum pedagang sangat memegang peranan penting dalam persebaran agama dan kebudayaan Islam di Nusantara. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya tempat perdagangan yangmem-bantumempercepat persebaran tersebut. Dan yang turut berperan dalam penyebaran islam ialah melalui dakwah yang dilakukan para mubaligh.Salah satu cara penyebaranagama Islamialah dengan cara mendakwah. Di samping sebagai pedagang, para pedagang Islam juga berperan sebagai mubaligh. Ada juga para mubaligh yang datang bersama pedagang dengan misi agamanya. Penyebaran Islam melalui dakwah ini berjalan dengan cara para ulama mendatangi masyarakat objek dakwah, dengan menggunakan pendekatan sosial budaya. Pola ini memakai bentuk akulturasi, yaitu menggunakan jenis budaya setempat yang dialiri dengan ajaran Islam di dalamnya. Di samping itu, para ulama ini juga mendirikan pesantren-pesantren sebagai sarana pendidikan Islam.

Beberapa Pendapat tentang Awal Masuknya Islam di IndonesiaIslam Masuk ke Indonesia Pada Abad ke 7:Seminar masuknya islam di Indonesia (di Aceh), sebagian dasar adalah catatan perjalanan Al masudi, yang menyatakan bahwa pada tahun 675 M, terdapat utusan dari raja Arab Muslim yang berkunjung ke Kalingga. Pada tahun 648 diterangkan telah ada koloni Arab Muslim di pantai timur Sumatera.Dari Harry W. Hazard dalam Atlas of Islamic History (1954), diterangkan bahwa kaum Muslimin masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M yang dilakukan oleh para pedagang muslim yang selalu singgah di sumatera dalam perjalannya ke China.Dari Gerini dalam Futher India and Indo-Malay Archipelago, di dalamnya menjelaskan bahwa kaum Muslimin sudah ada di kawasan India, Indonesia, dan Malaya antara tahun 606-699 M.Prof. Sayed Naguib Al Attas dalam Preliminary Statemate on General Theory of Islamization of Malay-Indonesian Archipelago (1969), di dalamnya mengungkapkan bahwa kaum muslimin sudah ada di kepulauan Malaya-Indonesia pada 672 M.Prof. Sayed Qodratullah Fatimy dalam Islam comes to Malaysia mengungkapkan bahwa pada tahun 674 M. kaum Muslimin Arab telah masuk ke Malaya.Prof. S. muhammmad Huseyn Nainar, dalam makalah ceramahnya berjudul Islam di India dan hubungannya dengan Indonesia, menyatakan bahwa beberapa sumber tertulis menerangkan kaum Muslimin India pada tahun 687 sudah ada hubungan dengan kaum muslimin Indonesia.W.P. Groeneveld dalam Historical Notes on Indonesia and Malaya Compiled From Chinese sources, menjelaskan bahwa pada Hikayat Dinasti Tang memberitahukan adanya Arab muslim berkunjung ke Holing (Kalingga, tahun 674). (Ta Shih = Arab Muslim).T.W. Arnold dalam buku The Preching of Islam a History of The Propagation of The Moslem Faith, menjelaskan bahwa Islam datang dari Arab ke Indonesia pada tahun 1 Hijriyah (Abad 7 M).

Islam Masuk Ke Indonesia pada Abad ke-11:Satu-satunya sumber ini adalah diketemukannya makam panjang di daerah Leran Manyar, Gresik, yaitu makam Fatimah Binti Maimoon dan rombongannya. Pada makam itu terdapat prasati huruf Arab Riqah yang berangka tahun (dimasehikan 1082)

Islam Masuk Ke Indonesia Pada Abad Ke-13:Catatan perjalanan marcopolo, menyatakan bahwa ia menjumpai adanya kerajaan Islam Ferlec (mungkin Peureulack) di aceh, pada tahun 1292 M.K.F.H. van Langen, berdasarkan berita China telah menyebut adanya kerajaan Pase (mungkin Pasai) di aceh pada 1298 M.J.P. Moquette dalam De Grafsteen te Pase en Grisse Vergeleken Met Dergelijk Monumenten uit hindoesten, menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 13.Beberapa sarjana barat seperti R.A Kern; C. Snouck Hurgronje; dan Schrieke, lebih cenderung menyimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13, berdasarkan saudah adanya beberapa kerajaaan islam di kawasan Indonesia.

Masuknya Islam ke Indonesiaterjadi tidak terlalu jauh dari zaman kelahiran islam dijaziraharab. Ada dua faktor yang menyebabkan Indonesia dikenal bangsa-bangsa lain :a. Faktor letak geografisnya yang strategis, yaitu berada di persimpangan jalan raya internasional dari jurusan timur tengah menuju tiongkokb. Faktor kesuburan tanahnya yang menghasilkan bahan-bahan keperluan hidup yang dibutuhkan oleh bangsa-bangsa lain misalnya rempah-rempahOrganisasi Politik dan Organisasi Sosial KeagamaanSebelum abad ke-20, pola gerakan Islam politik masih bersifat komunal dengan solidaritas yang bersifat mekanis. Solidaritas sosial ini berkembang dalam struktur masyarakat agraris dan biasanya berpusat pada tokoh-totkoh kharismatis. Artinya, pengertian nasionalisme terbatas dalam konsep etnis-kultural. Misalnya, perlawanan rakyat Aceh terhadap kolonialisme pada abad ke-19 diyakini sebagai gerakan nasionalisme untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan, perang Diponegoro, perang Padri atau perlawanan Zenal Musthofa di Tasikmalaya. Pada saat ini, gerakan demikian akan dipandang sebagai gerakan lokal atau provinsionalis.Ciri-ciri gerakan Islam mulai berubah, dari pola komunal menjadi pola asosiasional dan solidaritas yang bersifat organis. Para pemimpinnya tidak lagi dari pedesaantetapi dari kelas menengah perkotaan. Mereka pun mulai menerapkan bentuk organisasi modern. Jika pada masa sebelumnya hubungan antara pemimpin dan pengikutnya bersifat paternalistis, maka pada awal abad ke-20 berubah menjadi lebih rasional. Gerakan yang berpola asosiasional membuat aktivitasnya meluas dan tidak lagilocalized. Pengambilan keputusan pun lebih demokratis dengan menggunakan mekanisme musyawarah. Tradisi denmokrasi dan partisipasi mulai terbentuk.Akar kesadaran Gerakan Islam politik modern dimulai sejak lahirnya Syarikat Islam (SI) sebagai tranformasi dari Sarikat Dagang Islam (SDI) yang didirikan tahun 1911. SI ini merupakan partai politik Islam pertama di Indonesia yang terkemuka dan merupakan partai modern dan menasional. Ilmuwan politik seperti Koever da Deliar Noer menyebutkan sebagai partai politik pertama di Indonesia sedangkan ilmuwan lain seperti Van Niel dan Ingelson menyebutkan bahwa SI merupakan organisasi politik Indonesia abad 20 yang paling menonjol setiadaknya sampai dekade pertama abad 20.Bahkan seharusnya yang menjadi landasan kebangkitan Nasional adalah SDI atau SI sebab keberadaannya relatif lebih diterima diseluruh pelosok Nusantara. Berbeda dengan Boedi Utomo (BU) yang dianggap sebagai penjelmaan Priyayi Jawa dan lebih memiliki mosi untuk memperjuangkan masyarakat Jawa sehingga banyak daerah-daerah di luar Jawa yang menolaknya seperti Paguyuban Pasundan (Gerakan Politik masyarakat Sunda) yang pada awalnya menolak bergabung dengan BU.Pasca gerakan SI inilah muncul gerakan-gerakan politik nasional lainnya seperti PNI 1926 bentukan Soekarno, Partai Penyadar (1936), Persyarikatan Komunis (1920-an) dan Partai Islam Indonesia (PII) (1938-an). Sekitar tahun 1920-an SI mengalami perpecahan internal sehingga tidak dapat lagi menjadi wadah pemersatu gerakan Islam politik. Pada tahun 1937-an berdiri federasi baru bagi berbagai unsur Islam yang disebut Majelis Islam Ala Indonesia (MIAI). MIAI didirikan secara bersama-sama antara K.H. Mas Mansur (Muhammadiyah/sub kultur modernis), K.H. Abdul Wahab Hasbullah (NU/sub kultur tradinisonalis), K.H. Ahmad Dahlan (non partai) bertujuan untuk menggalang persatuan partai dan organisasi Islam dalam menghadapi situasi yang makin krisis, dijadikan ajang musyawarah sehingga konflik-konflik yang melemahkan perjuangan umat dapat diminimalisasi.Lewat MIAI diharapkan posisi Islam dapat sepadan dengan penting dan besarnya jumlah umat Islam.MIAI berhasil mengintegrasikan berbagai ormas Islam dari berbagai aliran. Awalnya, MIAI didukung oleh 7 organisasi yakni PSII, Muhammadiyah, PUI, Al-Irsyad Cabang Surabaya, Hidayatullah, Islamiyah Banyuwangi, dan Khairiyah.Namun di tahun 1941 berkembang menjadi 21 organisasi antara lain; SI, Muhammadiyah, PUI, Al-Irsyad, Jong Islamicten Bond, Al-Islam (Solo), Al-Ittihadul Islamiyah (Sukabumi), PII, PAI, PUSA (Sigli), Musyawaraah Al-Tholibin (Kandangan-Kalimantan), NU, Al-Jamiatul Washliyah, Nurul Islam (Tanjungpandan, Bangka Belitung), Al-Hidayatul Islamiyah (Banyuwangi), MUI (Tolitoli, Sulawesi Tengah), Persatuan Muslimin Minahasa (Menado), Al-Khairiyah (Surabaya), Persatuan Putra Borneo (Surabaya), Persatuan India Putra Indonesia dan Persatuan Pelajar Indonesia-Malaysiadi Mesir.Di masa Jepang, MIAI semula dibiarkan. Namun, karena sifat dasar yang anti penjajah tak kunjung berubah, MIAI dibubarkan pada Obtober 1943 dan diganti dengan Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Pada masa jaman kolonialisme Jepang gerakan politik Islam mendapat dukungan penuh, karena Jepang memiliki kepentingan untuk mendapat dukungan dari gerakan Pan Islamisme untuk melawan sekutu. Yang pada masa itu Pan Islamisme juga tengah berseteru dengan sekutu.Tokoh-tokoh Masyumi dan ormas Islam senantiasa menghadiri pertemuan-pertemuan internasional Islam termasuk Moh. Natsir.Pasca Kemerdekaan RI, diadakanlah Kongres Umat Islam di Yogyakarta tepatnya pada tanggal 7-8 November 1945 untuk membentuk satu partai politik Islam. Pada Kongres tersebut disepakati mendirikan Partai Masyumi yang bebas dari bau kolonial dan didukung hampir oleh semua organisasi Islam lokal dan nasional dengan komponen utamanya NU dan Muhammadiyah. Terjadilah duet kepemimpinan Masyumi pertama antara NU dengan Muhammadiyah. K.H. Hasyim Asari (NU)sebagai Ketua Syuro dan Soekiman Wirjosandjojo (PII yang sekaligus sebagai orang Muhammadiyah) sebagai Ketua Badan Eksekutif/Pimpinan Pusat.Peran Umat Islam di IndonesiaSumbangan Islam terhadap nasionalisme tidak perlu diragukan. Data empiris, historis, serta normatif cukup kaya. Dengan demikian dikotomi Islam dan Nasionalisme adalah sebuah wacana yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Sebagai contoh, dokumen historis text resolusi jihad bisa dipertimbangkan: Kontribusi Hasyim Asyari (1871-1947), baik bagi pemikiran keagamaan NU maupun bagi kedaulatan Republik Indonesia, adalah fatwa-nya yang dikenal luas sebagai Resolusi Jihad yang dikeluarkan pada bulan Oktober 1945:1. Kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, harus dipertahankan.2. Pemerintahan RI yang satu-satunya pemerintahan yang sah harus dipertahankan dengan harta maupun jiwa.3. Musuh-musuh Indonesia khususnya orang-orang Belanda yang kembali ke Indonesia dengan menumpang pasukan sekutu (Inggris) sangat mungkin ingin menjajah kembali bangsa Indonesia setalah Jepang ditaklukkan4. Umat Muslim khususnya warga NU harus siap bertempur melawan Belanda dan Sekutu mereka yang berusaha untuk menguasai kembali Indonesia.5. Kewajiban jihad merupakan keharusan bagi setiap Muslim yang tinggal dalam radius 94 kilometer (sama jaraknya dengan, masafa, di mana menjama salat boleh ditunaikan). Mereka yang berada dalam radius itu mempunyai tanggung jawab untuk mendukung saudara-saudara Muslim mereka yang tengah berjuang dalam radius tersebut.

Fatwa Hasyim ini diyakini telah mengilhami para santri dalam meningkatkan perlawanan mereka terhadap kaum kolonial, setelah pasukan sekutu berhasil memaksa Jepang keluar dari jawa pada tahun 1945, dalam satu periode ketika Belanda hampir menguasai kembali sebagian besar kota Surabaya, kota terpenting di Jawa Timur yang selanjutnya dikenal sebagai kota pahlawan dikarenakan perlawanan tersebut. Radikalisme Hashim ini menjadi pukulan telak bagi pemerintahan kolonial, karena ternyata berlawanan dengan teori serta antisipasi Hurgronje bahwa santri Muslim identik dengan kaum sunni yang pasif. Sungguh, aksi non-cooperative Hashim ini bisa dilihat lebih awal ketika dia melarang masyarakat untuk Saeikeirei, penghormatan penuh kepada kaisar Teno Heika dengan cara menundukkan badan seperti halnya dalam salat dan menghadap ke arah Tokyo pada tahun 1942. Fatwa Hashim yang mengharamkan Saekeirei menjadikanya dipenjara selama 4 bulan serta cacat pada jari-jemarinya. Hal yang sama juga terjadi ketika dia melarang kaum Muslim untuk menunaikan ibadah Haji dengan menggunakan transportasi milik Belanda, sebuah seruan yang membuat bingung seorang penasehat religius Belanda, Van Der Plas pada tahun 1930-an, dan sangat dipatuhi baik oleh santri maupun non-santri Muslim.Nasionalisme di kalangan santri Muslim Indonesia jelas tidak bisa melupakan model nasionalisme Hasyim Asy`ari diatas. Sikap dan watak dasarnya yang anti penjajah merupakan bagian dari Hubbul watan minal iman. Ajaran ini telah mendorongnya untuk selalu tegar melawan penjajah asing. Santri Muslim Indonesia di kemudian hari menampakkan sikap yang berbeda meskipun masih dalam konteks menjunjung tinggi nasionalisme. Yakni sikap mereka terhadap presiden Indonesia pada dekade 1950-an, masa-masa kritis yang menghadapkan Muslim ekstrim dengan nasionalisme sekuler. Pada dekade itu kaum santri yang diwakili oleh ormas NU memberikan gelar khusus pada presiden Bung Karno Wali al-amri daruri bisyasyaukah, (Pemegang kekuasaan negara; effective holder of interim power) di tengah acara alim ulama se-Indonesia di Cipanas Maret 1954. Gelar ini diberikan agar umat Islam tidak bingung dengan gelar Imam NII Kartosuwiryo. Yakni sebuah deklarasi bahwa Sukarnolah presiden Indonesia yang sah bagi seluruh bangsa Indonesia termasuk bagi umat Islam Indonesia.

Sikap umat Islam yang tidak dikotomik ini, lebih bisa difahami jika dirunut sejarah awal umat Islam periode nabi Muhammad saw. Dokumen historis negara Madinah, yang dikenal Sahifatu Madinah jelas sekali mengindikasikan federal city state of madinah as community, a single unit. Lengkapnya dokumen ini disebut M. Hamidullah, sejarawan Muslim sebagai The First Witten-Constitution in the World dalam arti yang sebenar-benarnya. Cukup di sini mengutip dua poin yang sangat indah dan sempurna, yakni pasal dua dan 25:

(2) Verily they constitute a political unit (ummah) as distinct from all the people (of the world) (25) and verily the jews of banu Awf shall be considered as community (ummah) along with the believers, for the jews being their religion and for the Muslims their religion, be one client or original member of the tribe; but whoever shall be guilty of oppression or violation (of treaty) shall put to trouble none but his own person and the members of his house.

Daftar Pustaka

Azra, A. 2005. Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII. Prenada Media. Jakarta