49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

30
NASKAH AKADEMIK KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM MATA PELAJARAN BAHASA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT KURIKULUM 2007

Transcript of 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Page 1: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

NASKAH AKADEMIK KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM

MATA PELAJARAN BAHASA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PUSAT KURIKULUM 2007

Page 2: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 i

KATA PENGANTAR

Pemberlakuan UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah menengah menuntut cara pandang yang berbeda tentang pengembangan dan pelaksanaan kurikulum. Dulu, pengembangan kurikulum dilakukan oleh pusat dalam hal ini Pusat Kurikulum sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan pendidikan.

Pengembangan kurikulum yang dilakukan langsung oleh satuan pendidikan memberikan harapan tidak ada lagi permasalahan berkenaan dengan pelaksanaannya. Hal ini karena penyusunan kurikulum satuan pendidikan seharusnya telah mempertimbangkan segala potensi dan keterbatasan yang ada.

Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada standar nasional pendidikan: standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Salah satu dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yakni standar isi (SI) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum disamping standar kompetensi lulusan (SKL). Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Pengembangan kurikulum telah dilakukan oleh sebagian satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dengan mengacu pada Standar Isi. Sebagai acuan, Standar Isi ini masih perlu ditelaah. Penelaahan dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang ada-tidaknya rumusan pada standar isi yang menimbulkan permasalahan bila digunakan untuk mengembangkan kurikulum. Sebagai naskah, kurikulum yang telah dikembangkan oleh satuan pendidikan juga perlu ditelaah. Penelaahan terhadap naskah kurikulum dimaksudkan untuk memperoleh gambaran tentang kemungkinan keterlaksanaannya. Penelaahan Standar Isi dan kurikulum dilakukan melalui berbagai tahapan kegiatan pengkajian.

Salah satu hasil kajian tersebut di atas adalah Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa. Hasil kajian ini memberikan gambaran tentang muatan naskah Standar Isi dan kurikulum sebagai masukan bagi perumus kebijakan pendidikan lebih lanjut. Pusat Kurikulum menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada para pakar yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi, Direktorat di lingkungan Depdiknas, kepala sekolah, pengawas, guru, dan praktisi pendidikan, serta Depag. Berkat bantuan dan kerja sama yang baik dari mereka, naskah akademik ini dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif singkat.

Jakarta, November 2007 Kepala Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas, Diah Harianti

Page 3: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 ii

ABSTRAK

Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 37 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; ilmu pengetahuan sosial; seni dan budaya; pendidikan jasmani dan olahraga; keterampilan/kejuruan; dan muatan lokal. Pernyataan mengenai kurikulum yang diatur di dalam undang-undang tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar dalam merumuskan kebijakan dalam pengembangan kurikulum. Kebijakan yang diluncurkan menjadi dasar bagi pelaksanaan proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Terkait dengan kebijakan ini telah dikeluarkan Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan Permendiknas No. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL).

Kajian kebijakan kurikulum mata pelajaran Bahasa ini bertujuan melakukan kajian dan telaahan terhadap Standar Isi, khususnya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran bahasa. Hasil dari kajian ini untuk memberikan masukan kepada Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dalam menyempurnaka Standar Isi.

Ruang lingkup kajian meliputi mata pelajaran Bahasa Indonesia SD, SMP, dan SMA serta mata pelajaran Bahasa Inggris SMP dan SMA. Kajian difokuskan pada dokumen dan pelaksanaan yang dilakukan melalui seminar, diskusi fokus, workshop, dan presentasi. Peserta kajian terdiri atas ahli dari perguruan tinggi dan lembaga terkait, guru, dan staf Pusat Kurikulum.

Secara umum, hasil kajian menunjukkan ada kelemahan pada dokumen dan permasalahan dalam pelaksanaan pada mata pelajaran bahasa. Kelemahan pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia antara lain ditemukannya beberapa kata dan kalimat pada kompetensi dasar yang ditafsirkan ganda oleh guru sehingga arah pengembangan indikator tidak jelas, terdapat rumusan ompetensi dasar yang dipaksakan yang mestinya bisa dijadikan satu KD karena pokok utamanya sama, terdapat kompetensi dasar yang tidak dipayungi standar kompetensi, beban belajar siswa kelas IX pada semester 2 terlalu berat sehingga perlunya pemindahan kompetensi dasar ke semester 1 dan pada pelaksanaan terdapat beberapa permasalahan, antara lain guru belum dapat melakukan pemetaan kompetensi dasar dari empat aspek bahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis, guru mengalami kesulitan dalam memahami rumusan yang terkandung dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pada dokumen mata pelajaran Bahasa Inggris terdapat beberapa kelemahan, antara lain terjadi pengulangan rumusan kompetensi komunikatif yang sama bahkan sampai sebanyak empat kali dan terdapat rumusan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang terlalu sulit bagi siswa kelas. Pada pelaksanaan juga terdapat beberapa permasalahan, antara lain guru tidak dapat membaca standar kompetensi dan kompetensi dasar dengan benar dan guru belum terbiasa merancang proses belajar berdasarkan kurikulum sehingga tidak terbiasa membaca kurikulum. Terkait dengan kelemahan dan permasalahan di atas maka perlu dilakukan penyempurnaan terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia dan mata pelajaran Bahasa Inggris. Penyempurnaan tertuma dilakukan terhadap rumusan dan penempatan kompetensi. Pada aspek pelaksanaan juga perlu dilakukan berbagai usaha agar guru mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik, antara lain dengan melakukan pelatihan-pelatihan dan penulisan model-model yang dapat dijadikan acuan oleh guru.

Page 4: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang B. Landasan Yuridis C. Tujuan

BAB II. KAJIAN TEORITIS A. Hakekat Kompetensi Berbahasa B. Pembelajaran Bahasa C. Teks dan Genre sebagai Satuan Tindak Komunikatif D. Tingkat Kompetensi Literasi E. Kesimpulan

BAB III. TEMUAN KAJIAN A. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

1. Kajian Dokumen 2. Kajian Lapangan 3. Pembahasan Kajian Dokumen dan Lapangan

B. Mata Pelajaran Bahasa Inggris 1. Kajian Dokumen 2. Kajian Lapangan 3. Pembahasan Kajian Dokumen dan Lapangan

BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

1. Kesimpulan 2. Rekomendasi

a. Rekomendasi Jakngka Pendek b. Rekomendasi Jangka Panjang

B. Mata Pelajaran Bahasa Inggris 1. Kesimpulan 2. Rekomendasi

a. Rekomendasi Jangka Pendek b. Rekomendasi Jangka Panjang

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 1

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Arus globalisasi dan keterbukaan serta kemajuan dunia informasi dan komunikasi menjadi tantangan yang harus dihadapi dunia pendidikan nasional Indonesia untuk menghasilkan generasi muda yang tangguh dan mampu bersaing dengan bangsa sendiri maupun dengan bangsa lain, di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu, perlu dirancang sistem pendidikan nasional, dari tingkat pendidikan prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi, yang relevan dengan tuntutan kehidupan dan dunia kerja serta kemajuan ilmu pengetahuan, di masa kini dan yang akan datang. Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan nasional di masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum pendidikan dasar dan menengah, karena kebijakan ini menjadi dasar bagi pelaksanaan proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Sistem pendidikan nasional harus mampu menghasilkan kurikulum yang berpotensi menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka, demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua warga negara Indonesia.

Agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai standar mutu nasional dan internasional, kurikulum di masa depan perlu dirancang sedini mungkin. Namun untuk itu perlu dilakukan dahulu kajian terhadap kebijakan yang terkait dengan kurikulum yang berlaku pada saat ini. Kajian saat ini difokuskan pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang termuat di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006.

B. LANDASAN YURIDIS

Sebagai landasan kegiatan ini adalah UU No. 3 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama Bab X tentang Kurikulum yang dicakup dalam Pasal 36, 37, dan 38. Pasal 36 menyebutkan bahwa (1) pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2) kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik, dan (3) kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa; peningkatan akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Pasal 37 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; ilmu pengetahuan sosial; seni dan budaya; pendidikan jasmani dan olahraga; keterampilan/kejuruan; dan muatan lokal.

Page 6: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 2

Pasal 38 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah berdasarkan kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh Pemerintah. Selain itu, juga dirujuk ketentuan tentang Standar Isi yang dimuat pada Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 Pasal 5, yang menyatakan bahwa standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu, dan memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik. Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang dijadikan pedoman dalam penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan silabusnya pada setiap satuan pendidikan. Kerangka dasar dan struktur kurikulum mengatur tentang kelompok mata pelajaran serta kedalaman muatan kurikulum yang dituangkan dalam kompetensi, yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar. Beban belajar mengatur tentang jam pembelajaran dengan sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, pelaksanaan pembelajaran sistem paket dan satuan kredit semester (SKS), serta pemberian pendidikan kecakapan hidup dan pendidikan berbasis keunggulan lokal. Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP. KTSP untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK. Kalender pendidikan/kalender akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.

C. TUJUAN Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji dokumen dan pelaksanaan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa yang hasilnya akan digunakan untuk memberikan masukan kepada BSNP untuk penyempurnaan dokumen tersebut.

Page 7: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 3

BAB II. KAJIAN TEORETIS A. Hakikat Kompetensi Berbahasa

Argumen utama yang diketengahkan di sini adalah bahwa bahasa adalah alat untuk mencapai berbagai tujuan dan menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan nyata (Vygotsky, 1978, 1986). Bahasa dipandang sebagai alat yang efektif untuk menciptakan peserta didik yang tangguh dan kompetitif. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa seharusnya bukan bertujuan untuk mengajarkan pengetahuan tentang bahasa, tetapi mengajarkan kemampuan melaksanakan berbagai tindakan dengan menggunakan bahasa sebagai alat utamanya, dalam rangka melaksanakan hubungan sosial dengan lingkungan sekitar. Kemampuan tersebut biasa disebut dengan istilah kemampuan komunikatif. Kemampuan inilah yang diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas Pasal 4). Untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, istilah kompetensi komunikatif perlu diberikan batasan yang jelas. Upaya untuk itu dimulai oleh Hymes (1972), kemudian disusul oleh Canale (1983), dan yang terakhir oleh Celce-Murcia dkk. (1995). Menurut Celce Murcia dkk. (1995), kompetensi komunikatif terdiri atas lima sub kompetensi, yaitu, kompetensi berwacana (discourse competence), yang didukung oleh kompetensi sosial budaya (socio-cultural), kompetensi kebahasaan (linguistic competence), kompetensi tindak tutur (actional competence), yang dalam penggunaannya perlu didasari subkompetensi strategis (strategic competence). Hal ini terlihat pada Gambar 1. Terlihat di sini bahwa inti dari kompetensi komunikatif adalah kompetensi berwacana untuk mengembangkan kecakapan hidup. Kompetensi tersebut didukung oleh kompetensi tindak tutur, kompetensi kebahasaan, kompetensi sosiokultural, dan kompetensi strategis.

Page 8: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 4

Gambar 1: Model Kompetensi Komunikatif (Celce Murcia et al. 1995:10) Dalam kenyataannya, kompetensi berwacana terwujud dalam kemampuan seseorang melakukan tindakan yang memiliki tujuan yang jelas dengan menggunakan bahasa dalam kesatuan yang utuh dan fungsional berupa teks. Halliday (1985: 12) juga memberikan definisi teks sebagai “language that is functional”. Menurut pandangan ini, pengembangan kompetensi komunikatif dapat dilaksanakan melalui pembelajaran berbagai jenis teks yang berguna bagi kehidupan nyata peserta didik. Indikator penguasaan setiap jenis teks dapat dirumuskan sebagai kemampuan peserta didik menggunakan teks tersebut untuk mencapai tujuan dengan tepat secara strategis, dengan kualitas kebahasaan yang baik dan benar.

B. Pembelajaran Bahasa di Indonesia

Dalam bidang pendidikan bahasa, penggunaan teks sebagai basis pembelajaran secara tidak langsung dipengaruhi oleh asumsi bahwa kualitas dan derajat hidup manusia ditentukan oleh apa yang telah dilakukan atau dikerjakan dalam hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan kesulitan, manusia perlu bertindak dan melakukan sesuatu. Pada masa bayi, pekerjaan yang dilakukan manusia tidak terlalu berbeda dengan pekerjaan yang dilakukan binatang, yaitu sederhana, tidak bervariasi, dan dapat diselesaikan dengan hanya menggunakan organ tubuhnya sendiri. Namun dalam perkembangan selanjutnya, manusia perlu dan dapat melakukan jauh lebih banyak ragam dan jenis pekerjaan, mulai dari yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat kompleks. Kelebihan manusia dari binatang ini, menurut Vygotsky (1978, 1986), dimungkinkan karena manusia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki makhluk lain, yaitu higher mental/psychological/intellectual functions, atau fungsi mental/ psikologis/intelektual tingkat tinggi. Fungsi ini ditandai oleh penggunaan alat (tool) dan/atau tanda (sign), di samping organ fisik yang dimiliki, untuk melakukan suatu pekerjaan. Semakin tinggi tingkat kesulitan

Socio-cultural ompetence

Actional Linguistic Competence

Strategic Competenc

Discourse Competenc

Page 9: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 5

yang dihadapi, semakin tinggi kecenderungan manusia untuk menggunakan alat dan/atau tanda. Tanda yang paling universal, lengkap, dan dapat dikuasai oleh semua orang normal adalah ‘bahasa’. Fungsi intelektual tingkat tinggi tersebut tidak dimiliki binatang, bahkan yang dianggap sebagai binatang yang paling cerdas sekali pun. Christie (1985) juga menekankan pentingnya penguasaan bahasa dalam menentukan keberhasilan pendidikan seseorang.

Jika memang derajat manusia ditentukan oleh kegiatan atau pekerjaan yang berhasil diselesaikannya, maka dapat dikatakan bahwa menguasai discourse atau ‘wacana’ merupakan indikator kemampuannya berbahasa (Fairclough: 1992). Fairclough percaya bahwa penguasaan wacana merupakan cara yang semakin dominan untuk menunjukkan kekuasaan atau kekuatan seseorang atas lainnya. Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin banyak bahasa yang dikuasai oleh seseorang, maka semakin luas lingkup pergaulannya dengan masyarakat yang memiliki bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Dengan kata lain, semakin banyak partisipasinya dalam kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa di Indonesia seharusnya mencakup semua bahasa yang sangat berfungsi dalam kehidupan nyata di masyarakat Indonesia, yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan pemersatu, bahasa Inggris dan berbagai bahasa asing lainnya, serta bahasa-bahasa daerah yang sudah menjadi bagian integral kehidupan bangsa Indonesia. Terkait dengan hal tersebut, bahasa daerah tidak seharusnya dianggap hanya sebagai khasanah budaya, tetapi sebagai alat untuk meningkatkan harkat martabat penuturnya sebagai bangsa Indonesia.

C. Teks dan Genre sebagai Satuan Tindak Komunikatif

Karena pemilihan teks terkait dengan usaha untuk mencapai tujuan berwacana secara efektif, teks akan selalu berubah sesuai dengan konteks wacana yang ada. Keterkaitan antara teks dan konteks penggunaannya dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2: Hubungan Teks dan Konteks (Hammond et al. 1992:1) Menurut Halliday (1985: 12-14), pemilihan bentuk atau struktur teks oleh penutur untuk mencapai suatu tujuan dalam suatu kegiatan sosial komunikatif ditentukan oleh konteks

Konteks Budaya

Genre Konteks Situasi

Tenor

Field Mode

Register

TEXT

Page 10: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 6

situasi yang dihadapi, atau register. Register merupakan kesatuan dari tiga unsur yang tidak dapat terpisahkan dan saling mempengaruhi satu dengan lain, yaitu field, tenor, dan mode. Field mengacu pada apa yang sedang terjadi atau mengenai hal-hal yang sedang dibicarakan. Tenor mengacu pada siapa yang terlibat dalam pembicaraan tersebut, sifat dan peran masing-masing, serta sifat hubungan antara satu dengan lainnya. Mode mengacu pada media atau tatanan simbol yang digunakan, statusnya, serta fungsinya dalam konteks pembicaraan. Termasuk dalam unsur mode antara lain saluran yang digunakan (tertulis, lisan, atau kombinasi keduanya), struktur retorikanya, atau tujuan sosialnya (persuasive, ekspositori, deduktif, dsb.). Keterkaitan antara genre dan teks juga terlihat pada Gambar 2. Konsep genre dikaitkan dengan tindakan komunikatif dalam konteks budaya, sedangkan teks dengan konteks yang lebih spesifik, yaitu situasi komunikatif yang ada. Baik genre maupun teks tentunya dapat digunakan sebagai satuan untuk menyusun program pendidikan bahasa. Keduanya sama-sama berkenaan dengan potensi bahasa sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan berwacana secara efektif. Dapat dikatakan bahwa perumusan standar isi mata pelajaran Bahasa Indonesia lebih cenderung berbasis teks, sedangkan mata pelajaran Bahasa Inggris berbasis genre. Setelah teks secara panjang lebar dibahas sebelumnya, berikut ini akan dibahas tentang pembelajaran bahasa berbasis genre. Keragaman kebutuhan dan tuntutan hidup yang dihadapi manusia secara alami telah menghasilkan keragaman genre yang ada di masyarakat saat ini, sebagaimana dipaparkan oleh Martin (1985) berikut ini.

Genres are how things get done, when language is used to accomplish them. They range from literary forms to far from literary forms: poems, narratives, expositions, lectures, seminars, recipes, manuals, appointment making, service encounters, news broadcast and so on. The term genre is used to embrace each of the linguistically realized activity types which comprise so much of our culture. (Martin, 1985: 250)

Karena fungsinya sebagai alat untuk melakukan suatu pekerjaan, genre dianggap sebagai suatu process, action, activity (lihat, a.l. Martin, 1984, 1986, 1992), social action (Miller, 1984), atau communicative event (Swales, 1990). Bentuk tindakan yang akan dilakukan sengaja dipilih karena dianggap paling tepat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, sebagaimana dinyatakan Christie berikut ini.

To be successful in one’s world … is to understand the way of working or of behaving, particularly to the world, not merely because that is necessary in the immediate ‘survival’ sense, but also, and most importantly, because it is essensial to any endeavor in which one might want to engage in order to change the world. (Christie, 1987: 30).

Suatu tindakan atau proses yang dilakukan untuk mencapai satu tujuan diwujudkan dalam bentuk kongkrit berupa teks. Untuk satu tujuan yang sama biasanya tidak digunakan satu teks yang persis sama selamanya, tetapi bervariasi dalam hal isi maupun bentuk bahasa yang digunakan. Namun kemiripan antara teks-teks tersebut dapat dengan mudah diidentifikasi, bahkan oleh orang awam yang tidak memiliki pengetahuan tentang ilmu bahasa atau ilmu komunikasi. Beberapa teks yang memiliki kemiripan dalam tindakan yang dilakukan itulah yang biasanya dikelompokkan dalam satu genre yang sama.

Page 11: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 7

Dengan pemahaman bahwa berkomunikasi adalah kegiatan berwacana dan wacana direalisasikan dalam teks, tugas pendidikan bahasa menjadi lebih jelas. Pendidikan bahasa bertugas mengembangkan kemampuan memahami dan menciptakan teks karena komunikasi terjadi dalam teks atau pada tataran teks.

D. Tingkatan kompetensi literasi

Kemampuan menyelesaikan masalah atau mencapai tujuan dalam dunia nyata dengan menggunakan teks sebagai alat utamanya juga disebut kompetensi literasi. Dalam konteks pendidikan bahasa di Indonesia sebagai telah dibahas sebelumnya, konsep literasi lebih baik dikaitkan bukan hanya dengan kompetensi komunikatif tulis, tetapi juga kompetensi komunikatif lisan, sebagaimana dibahas oleh Holmes (2004). Holme mengatakan, “Literacy by its nature is about what we do with certain types of text. It is about the purpose and the variety of these texts and the activities to which they give rise.” (Holme 2004, 64). Maka dari itu, berbekal dengan kompetensi literasi tertentu orang dapat berpartisipasi dalam “komunitas yang menggunakan literasi secara komunikatif” (August dan Hakuta, 1997: 54).

Berdasarkan kesimpulan ini, tingkat kompetensi komunikatif yang ditargetkan untuk pengajaran bahasa daerah, bahasa Indonesia, bahasa Inggris sebagai bahasa asing utama, dan bahasa asing lainnya tidak mungkin disamakan. Jika ternyata situasi menuntut target literasi yang sama, maka kurikulum dan alokasi waktunya akan berbeda. Perlu dirumuskan dengan jelas target literasi apa yang akan dicapai oleh setiap kurikulum bahasa. Berkenaan dengan hal ini, Wells (1991) mengusulkan tingkat literasi yang cukup sederhana dan digunakan secara luas sebagai terlihat di Gambar 3.

Gambar 3: Model Tingkat Literasi Wells 1991 (Dalam Hammond et al. 1992, 11) Tingkat literasi paling dasar adalah yang disebut Wells sebagai tingkat performative yang dijelaskan oleh Wells (Ibid.) sebagai kemampuan berbahasa atau mengendalikan komunikasi di antara orang-orang yang dikenal, dalam konteks tatap muka, dan jika komunikasi dilakukan secara tertulis maka ragam tulisannya bukan ragam tulis dan lebih menyerupai ragam bahasa lisan yang ditulis. Freebody dan Luke (1990) menyebutnya sebagai tingkat “breaking the code” atau mengetahui hubungan antara simbol-simbol bahasa lisan dan tulis. Dalam istilah para ahli literasi yang telah dikutip di atas, kemampuan ini termasuk kategori kemampuan menggunakan wacana primer.

Epistemic

Informational Functional

Performative

Page 12: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 8

Tingkat literasi fungsional tampak pada kemampuan melaksanakan komunikasi, di mana seseorang dapat membuktikan diri sebagai anggota masyarakat yang mampu memenuhi tuntutan hidup sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang bersangkutan. Tingkat berikutnya yang lebih tinggi adalah tingkat informational. Pada tingkat ini fokusnya adalah pada peran yang dimainkan oleh literasi dalam komunikasi ilmu pengetahuan, terutama yang berbasis disiplin tertentu. Freebody dan Luke (Ibid.) menyebut tingkat ini sebagai “being a text participant” atau mampu memahami teks dalam arti dapat menghubungkan apa yang ada dalam teks dengan latar belakang pengetahuannya sehingga terjadi konstruksi makna yang dapat merespon makna atau niat penulis. Kemampuan seperti ini diperlukan bagi orang yang belajar bahasa untuk tujuan belajar atau mempelajari ilmu pengetahuan seperti yang terjadi di sekolah-sekolah dengan harapan siswa dapat melanjutkan studinya di jenjang yang lebih tinggi seperti universitas. Tingkat keempat disebut Wells sebagai tingkat epistemic adalah tingkatan di mana seseorang mampu menggunakan bahasa untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Wells menempatkan aspek estetika bahasa sebagai seni (sastra, puisi) di tingkat ini. Berdasarkan pembagian tingkatan literasi yang diusulkan oleh Well tersebut, dapat ditentukan tingkat literasi yang menjadi target tertinggi pembelajaran bahasa sampai siswa menyelesaikan pendidikan tingkat menengah. Oleh karena bahasa Indonesia dan bahasa daerah telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari umumnya siswa di seluruh Indonesia, serta mengingat bahwa bahasa tersebut merupakan bahasa pengantar utama di semua bidang kehidupan, maka dapat ditetapkan bahwa baik mata pelajaran Bahasa Indonesia maupun bahasa daerah seharusnya diarahkan sampai pada penguasaan tingkat literasi tertinggi, yaitu tingkat epistemik. Untuk Bahasa Inggris, yang secara politis berfungsi sebagai bahasa asing, dapat ditetapkan sampai dengan pada tingkat fungsional di SMP dan tingkat informational di SMA. Untuk bahasa asing lainnya mungkin dapat diusulkan hanya sampai pada tingkat literasi fungsional, karena keterbatasan pajanan dan kesempatan untuk berkomunikasi dalam bahasa asing ybs.

E. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan di atas, kurikulum untuk pembelajaran bahasa ideal yang diperuntukkan bagi siswa SD hingga SMA adalah kurikulum yang secara sadar mengembangkan kompetensi berbahasa atau kompetensi komunikatif yang tak lain adalah kompetensi berwacana secara lisan dan tertulis. Pencapaian tujuan komunikatif merupakan indikator apakah seseorang dapat dianggap mampu memahami dan menghasilkan teks. Penguasaan siswa terhadap berbagai pengetahuan tentang bahasa tidak dapat dijadikan tolok ukur jika memang tidak bermanfaat bagi pemahaman maupun pengungkapkan makna dalam kegiatan komunikatif yang sebenarnya. Semua pendidikan bahasa, dari tingkat dasar sampai tingkat menengah atas, perlu mengembangkan keterampilan ini, tentunya disesuaikan dengan tingkat literasi yang secara logis dapat dicapai pada setiap jenjang pendidikan.

Page 13: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 9

BAB III TEMUAN KAJIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini dipaparkan hasil-hasil kajian dokumen Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris untuk SMP/MTs dan SMA/MA beserta pelaksnaannya. A. MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA Sekolah Dasar 1. Kajian Dokuman Hasil analsis terhadap SK dan KD adalah sebagai berikut: a. Tidak jelas fokus aspeknya, apakah berbicara atau mendengarkan. Kelas I-1: KD 1.1, 1.2, dan 1,3, dll b. Kata kunci sebagai fokus keterampilan diletakkan pada akhir kalimat sehingga kurang jelas Kelas II-1: KD 3.1, 3.2, dll Kelas II-2: KD 5.1, 5.2, dll 2. Kajian Pelaksanaan

1) Masih banyak guru yang belum dapat melakukan pemetaan KD dari empat aspek bahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis).

2) Sebagian guru mengalami kesulitan dalam menentukan kegiatan belajar mengajar yang tepat untuk mencapai kompetensi dasar.

3) Banyak guru mengalami kesulitan dalam merumuskan materi pokok/pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik daerah/sekolah, perkembangan peserta didik, dan potensi daerah.

4) Masih ada guru ada yang belum memahami cara menentukan instrumen penilaian yang tepat dari tiap-tiap KD.

5) Masih banyak guru mengalami kesulitan dalam menentukan kriteria atau rubrik penilaian yang sesuai dengan indikator (tes dan nontes).

6) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian dari KD. 7) Belum semua guru dapat mengatur waktu sesuai dengan kompetensi yang diajarkan. 8) Guru masih banyak yang belum menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi. 9) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian menjadi indikator

soal. 10) Guru belum menguasai penilaian yang sesuai dengan karakteristik keterampilan

berbahasa, misalnya kompetensi berbicara diujikan secara tertulis. 11) Pada umumnya guru belum memahami cara penyusunan kisi-kisi soal. 12) Guru belum menguasai pedoman bobot penskoran soal yang tepat

Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1. Kajian Dokumen

Temuan kajian tentang dokumen Standar Isi yang berupa analisis Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran bahasa telah dilakukan dalam diskusi terdahulu. Hasil diskusi tersebut dapat disintesiskan sebagai berikut: Hasil analisis SK dan KD Bahasa Indonesia SMP

1) ditemukan beberapa kata dan kalimat ditafsirkan ganda oleh guru sehingga arah pengembangan indikator tidak jelas

Kelas VII-1: KD 1.1

Page 14: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 10

Kelas VII Sm 1: KD 5.1 dan 5.2 Kelas VII Sm 2: KD 13.1 Kelas VIII Sm 1: KD 5.1

2) terdapat rumusan KD yang dipaksakan yang mestinya bisa dijadikan satu KD karena pokok utamanya sama (kedua KD yang bersangkutan merupakan kesatuan dari satu kompetensi dasar):

Kelas VII Sm 1: KD 6.1 dan 6.2 Kelas VIII Sm 2: KD 16.1 dan 16.2

3) terdapat KD yang tidak dipayungi SK Kelas VII, Sm 1: 4.3

4) Beban belajar siswa kelas IX pada semester 2 terlalu berat sehingga perlunya pemindahan KD ke semester 1

KD 11.3 dipindahkan ke Kelas IX Sm 1 menjadi KD 3.3 5) terdapat KD terlalu berat sebagai materi pembelajaran di kelas

Kelas IX Sm 2: KD15.2 6) Sumber belajar yang sulit ditemukan di banyak daerah harus diganti. Ada

pementasan drama yang disyaratkan pada standar isi ini; padahal, tidak selalu ada pementasan drama di tiap daerah. Oleh karena itu, supaya Kompetensi Dasar yang dituntut oleh standar isi itu dapat terlaksana, sumber belajar tentang pementasan drama sebaiknya dilakukan oleh siswa sendiri.

Kelas IX Sm 2: KD 14.1 7) Perlu diberikan panduan materi kebahasaan agar guru dapat mengintegrasikannya

dalam KD-KD yang sesuai. 8) Redaksional KD mendengarkan tidak standar sehingga perlu diperbaiki

2. Kajian Pelaksanaan Temuan kajian pelaksanaan kurikulum bahasa Indonesia telah didiskusikan pada petemuan terdahulu. Alur kajian didahului dengan merumuskan peta konsep untuk keempat aspek pembelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan peta konsep tersebut telah teridentifikasi beberapa kelemahan sebagai berikut. 1) Guru belum dapat melakukan pemetaan KD dari empat aspek bahasa (mendengarkan,

berbicara, membaca, dan menulis). 2) Guru mengalami kesulitan dalam memahami isi/rumusan yang terkandung dalam SK

dan KD. 3) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan materi pokok/pembelajaran yang sesuai

dengan karakteristik daerah/sekolah, perkembangan peserta didik, dan potensi daerah. 4) Guru mengalami kesulitan dalam menentukan alokasi waktu yang tepat untuk

mencapai kompetensi dasar yang akan dicapai. 5) Masih ada guru ada yang belum memahami cara menentukan instrumen penilaian

yang tepat dari tiap-tiap KD. 6) Guru mengalami kesulitan dalam menentukan kriteria atau rubrik penilaian yang

sesuai dengan indikator (tes dan nontes). 7) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian dari KD. 8) Guru kurang mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator. 9) Guru mengalami kesulitan dalam menyusun langkah-langkah pembelajaran yang

memperlihatkan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (termasuk CTL di SMP dan SMA).

10) Belum semua guru dapat mengatur waktu sesuai dengan kompetensi yang diajarkan. 11) Masih banyak guru yang mengabaikan KD-KD tertentu yang memerlukan

pembelajaran di luar kelas.

Page 15: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 11

12) Guru masih banyak yang belum menggunakan metode pembelajaran yang variatif. 13) Guru banyak yang belum dapat menyusun bahan ajar berbasis ICT. 14) Penilaian nontes masih jarang digunakan dalam pelaksanaan penilaian. 15) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian menjadi indikator

soal. 16) Guru belum menguasai penilaian yang sesuai dengan karakteristik keterampilan

berbahasa. Misalnya, kompetensi berbicara diujikan secara tertulis. 17) Pada umumnya guru belum memahami cara penyusunan kisi-kisi soal. 18) Guru belum menguasai pedoman bobot penskoran soal yang tepat 19) Kriteria penentuan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dalam satu sekolah berbeda

3. Pembahasan Temuan Kajian Dokumen dan Pelaksanaan SD dan SMP a. Pembahasan Temuan Kajian Dokumen

Berdasarkan data temuan kajian dokumen tentang SK dan KD maka dapat dilakukan beberapa hal, yaitu (a) perbaikan SK/KD, (b) pemindahan SK/KD, (c) penghilangan SK/KD, dan (d) penambahan SK/KD baru. Perbaikan dilakukan terhadap rumusan SK/KD yang tidak jelas, dua KD yang memiliki pokok utama sama, dan SK yang belum memayungi semua KD. Pemindahan diberlakukan untuk SK/KD yang menimbulkan penambahan beban belajar. Pemindahan ini bisa diberlakukan antarsemester atau antarkelas. Penghilangan SK/KD dilakukan terhadap SK/KD yang terlalu berat dibelajarkan. Penambahan SK/KD baru dilakukan untuk mengisi SK/KD yang diintegrasikan atau dipindahkan sebagai pengisi kekosongan SK/KD.

b. Pembahasan Temuan Kajian Pelaksanaan Kajian pelaksanaan terhadap kurikulum teridentifikasi bahwa guru banyak mengalami kendala dalam memahami kurikulm untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi progam pembelajaran. Pelaksaan program tersebut tidak sesuai dengan prinsip pengembangan KTP, silabus, RPP, dan prinsip pelaksanaan KTSP. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan beberapa kegiatan, yaitu (a) pelatihan, (b) sosialisasi, dan (c) supervisi klinis. Pelatihan bisa dilakukan melalui program pengembangan Tim KTSP tingkat provisi, kabupaten/kota, kecamatan, atau secara mandiri oleh beberapa sekolah yang bergabung. Sosialisasi dapat dilakukan dan difasilitasi oleh MGMP baik tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, atau sekolah. Supervisi klinis dilakukan oleh tim pengembang, kepala sekolah, atau guru sejawat di sekolah masing-masing.

Sekolah Menengah Atas 1. Kajian Dokumen

Temuan kajian tentang dokumen Standar Isi yang berupa analisis Standar Komptensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran bahasa telah dilakukan dalam diskusi terdahulu. Hasil diskusi tersebut dapat disintesiskan sebagai berikut. 1. Ditemukan beberapa rumusan KD yang tidak memperlihatkan kompetensi aspek

tertentu sehingga dapat menimbulkan penafsiran ganda. Hal ini ditemukan pada dokumen Standar Isi sebagai berikut:

a. Bahasa Indonesia (Umum)

a) Mendengarkan kelas X/1 (KD1.1, 1.2), kelas XI/1 (KD 1.2), kelas XI/1 (KD 1.1,

Page 16: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 12

1.2, 5.1, 5.2), kelas XII/2 (KD 9.1, 9.2)

b) Membaca Kelas XI/1 (KD 7.2), kelas X/2 (KD 15.1, 15.2), kelas XI/1 (KD 7.1, 7.2), kelas XI/2 (KD 15.1), kelas XII/1 (KD 7.2)

c) Menulis Kelas XI/2 (KD 16.1, 16.2)

b. Bahasa Indonesia (Program Bahasa) 1. Mendengarkan Kelas XI/1 (KD 1.1, 1.2, 1.3), kelas XI/2 (KD 6.1, 6.2), kelas XII/1 (KD 1.1, 1.2) 2. Berbicara

Kelas XII/1 (KD 2.2) c. Sastra Indonesia (Program Berbahasa)

a. Berbicara Kelas XII/1 (KD 2.2)

b. Membaca Kelas XI/1 (KD 3.1, 3.2, 3.3), kelas XI/2 (KD 8.1, 8.2), kelas XII/2 (KD 8.1, 8.2)

2. Ditemukan beberapa KD yang tidak jelas maksudnya sehingga KD tersebut tidak

dapat dipahami. Hal ini terdapat pada Standar Isi sebagai berikut:

Bahasa Indonesia (Umum) a. Mendengarkan

Kelas XII/2 (KD 9.1, 9.2) b. Menulis

Kelas X/2 (KD 16.1, 16.2), kelas XI/2 (KD 16.1, 16.2)

3. Ditemukan beberapa istilah yang tidak lazim digunakan di kalangan guru, seperti istilah naratif, deskriftif, ekspositif (kelas X/1 KD 4.1, 4.2, 4.3), argumentatif, persuasif (kelas X/2 KD 12.1, 12.2) pada dokumen Standar Isi Bahasa Indonesia (umum), kelas XI/1 KD 4.1, 4.2, 4.3, kelas XII/1 KD 4.4 pada Standar Isi Bahasa Indonesia (Program Bahasa), kelas XI/1 KD 5.1 pada Standar isi Sastra Indonesia (Program Bahasa).

4. Ditemukan istilah yang kurang dipahami guru seperti istilah pengindraan pada Standar Isi Bahasa Indonesia (Umum) kelas X/2 KD 14.1, istilah struktur unsur intrinsik kelas X/ 2 KD15.1, istilah genre sastra kelas XI/2 KD 10.2 pada Standar Isi Sastra Indonesia (Program Bahasa).

5. Ditemukan kesalahan pengetikan pada dokumen Standar Isi Bahasa Indonesia (Program Bahasa) seperti kata mengidentikasi yang seharusnya mengidentifikasi kelas XI/2 KD 10.1, mengidenfikasi yang seharusnya mengidentifikasi kelas XI/1 KD 3.3, menidentifikasi yang seharusnya mengidentifikasi kelas XII/1 KD 3.1 pada Bahasa Indonesia (umum), penempatan tanda koma (,) yang salah pada frasa kalimat, topik yang seharusnya kalimat topik (tanpa tanda koma) kelas XII/1 KD 5.3 pada Standar Isi Bahasa Indonesia (Program Bahasa)

Page 17: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 13

6. Ditemukan KD yang bersifat teoritis atau tidak mencerminkan keterampilan berbahasa atau bersastra, yakni pada dokumentasi Standarr Isi Bahasa Indonesia (Umum) kelas XI/1 KD 8.1, kelas XII/2 KD 16.1.

7. Ditemukan ruang lingkup materi terlalu sempit sehingga guru tidak bisa memilih materi lain. Misalnya, disebutkan Gurindam XII kelas XII/1 KD 2.1 Sastra Indonesia (program Bahasa).

8. Ditemukan KD yang ruang lingkupnya sangat sempit sehingga tidak dapat dijabarkan menjadi beberapa indikator, melainkan indikatornya sama dengan KD. Hal ini terdapat pada kelas X/1 KD 7.1, kelas XI/1 KD 3.2 pada Bahasa Indonesia (umum).

9. Ditemukan rumusan KD yang tidak memperlihatkan keterkaitannya dengan SK. Hal ini terdapat pada kelas XI/2 KD 15.1,Bahasa Indonesia (umum)

10. Ditemukan rumusan SK yang tidak tepat di kelas XI/1 SK 4, Bahasa Indonesia (umum)

11. Perlu panduan tentang materi kebahasaan yang dapat diintegrasikan dengan KD-KD tertentu.

2. Kajian Lapangan Temuan kajian pelaksanaan kurikulum bahasa Indonesia telah didiskusikan pada petemuan terdahulu. Alur kajian didahului dengan merumuskan peta konsep untuk keempat aspek pembelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan peta konsep tersebut telah teridentifikasi beberapa kelemahan berikut ini. 1. Guru belum dapat melakukan pemetaan KD dari empat aspek bahasa (mendengarkan,

berbicara, membaca dan menulis). 2. Guru mengalami kesulitan dalam memahami isi/rumusan yang terkandung dalam SK

dan KD. 3. Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan materi pokok/pembelajaran yang sesuai

dengan karakteristik daerah/sekolah, perkembangan peserta didik, dan potensi daerah. 4. Guru mengalami kesulitan dalam menentukan alokasi waktu yang tepat untuk

mencapai kompetensi dasar yang akan dicapai. 5. Masih ada guru yang belum memahami cara menentukan instrumen penilaian yang

tepat dari tiap-tiap KD. 6. Guru mengalami kesulitan dalam menentukan kriteria atau rubrik penilaian yang

sesuai dengan indikator (tes dan nontes). 7. Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian dari KD. 8. Guru kurang mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator. 9. Guru mengalami kesulitan dalam menyusun langkah-langkah pembelajaran yang

memperlihatkan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan (termasuk CTL di SMP dan SMA).

10. Belum semua guru dapat mengatur waktu sesuai dengan kompetensi yang diajarkan. 11. Masih banyak guru yang mengabaikan KD-KD tertentu yang memerlukan

pembelajaran di luar kelas. 12. Guru masih banyak yang belum menggunakan metode pembelajaran yang variatif. 13. Guru banyak yang belum dapat menyusun bahan ajar berbasis ICT. 14. Penilaian nontes masih jarang digunakan dalam pelaksanaan penilaian.

Page 18: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 14

15. Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian menjadi indikator soal.

16. Guru belum menguasai penilaian yang sesuai dengan karakteristik keterampilan berbahasa. Misalnya, kompetensi berbicara diujikan secara tertulis.

17. Pada umumnya guru belum memahami cara penyusunan kisi-kisi soal. 18. Guru belum menguasai pedoman bobot penskoran soal yang tepat. 19. Kriteria penentuaan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dalam satu sekolah berbeda.

3. Pembahasan Temuan Kajian Dokumen dan Pelaksanaan a. Pembahasan Temuan Kajian Dokumen

Berdasarkan data temuan kajian dokumen tentang SK dan KD maka dapat dilakukan perbaikan SK/KD. Perbaikan dilakukan terhadap rumusan SK/KD yang tidak jelas dan tidak memperlihatkan kompetensi, penggunaa istilah yang tidak lazim dan kurang dipahami guru, kesalahan pengetikan, dan KD yang bersifat teoritis.

b. Pembahasan Temuan Kajian Pelaksanaan

Kajian pelaksanaan terhadap kurikulum teridentifikasi bahwa guru banyak mengalami kendala dalam memahami kurikulm untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi progam pembelajaran. Pelaksaan program tersebut tidak sesuai dengan prinsip pengembangan KTP, silabus, RPP, dan prinsip pelaksanaan KTSP. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan beberapa kegiatan, yaitu (a) pelatihan, (b) sosialisasi, dan (c) supervisi klinis. Pelatihan bisa dilakukan melalui program pengembangan Tim KTSP tingkat provisi, kabupaten/kota, kecamatan, atau secara mandiri oleh beberapa sekolah yang bergabung. Sosialisasi dapat dilakukan dan difasilitasi oleh MGMP baik tingkat provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, atau sekolah. Supervisi klinis dilakukan oleh tim pengembang, kepala sekolah, atau guru sejawat di sekolah masing-masing.

B. MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris untuk SMP/MTs dan SMA/MA merupakan suatu kesinambungan dengan menggunakan format dan rumusan yang tidak berbeda. Perbedaan hanya pada jenis teks yang tercakup, terutama pada jenis teks fungsional. Oleh karena itu, laporan hasil kajian dokumen maupun pelaksanaan disampaikan secara terintegrasi, tidak dipisahkan sebagaimana dalam laporan kajian SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris di atas. 1. Kajian Dokumen

Kajian terhadap dokumen Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar telah menemukan beberapa hal yang mendukung tercapainya tujuan mata pelajaran Bahasa Inggris maupun permasalahannya. a. Hal-hal positif:

a). Secara umum tidak ada masalah dengan keluasan dan kedalaman kompetensi yang telah dirumuskan.

b). Tingkat literasi sudah tepat, yaitu untuk SMP/MTs pada tingkat fungsional dan untuk SMA/MA pada tingkat informasional.

c). Pendekatan kurikulum berbasis genre sudah dianggap tepat karena lebih efisien dibandingkan dengan pendekatan berbasis teks.

Page 19: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 15

d). Pemilihan genre yang dicakup di SMP/MTs dan SMA/MA dianggap sudah tepat dan memadai.

e). Penyajian dalam bentuk matrix mempermudah guru untuk menentukan poin-poin yang harus dicakup.

b. Permasalahan: Permasalahan ditemukan berkenaan dengan (1) pengelompokan SK dan KD ke dalam empat keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, menulis), (2) penggunaan beberapa istilah kunci, dan (3) tidak adanya pembeda cakupan genre yang sama pada semester atau kelas yang berlainan. 1) Masalah terkait dengan pengelompokan SK dan KD ke dalam empat aspek

keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis a. Terjadi pengulangan rumusan kompetensi komunikatif yang sama bahkan sampai

sebanyak empat kali, yang pembedanya hanya kata ‘memahami’, ‘mengungkapkan’, dll. Hal ini terjadi dari Semester 1 Kelas VII sampai dengan Semetser 2 Kelas XII. Contoh:

Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar

Mendengarkan 1. Memahami

makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat

1.1 Merespon makna dalam percakapan transaksional

(to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: menyapa orang yang belum/sudah dikenal, memperkenal-kan diri sendiri/orang lain, dan memerintah atau melarang

1.2 Merespon makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: meminta dan memberi informasi, mengucapkan terima kasih, meminta maaf, dan mengungkapkan kesantunan

Page 20: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 16

Standar Kompetensi

Kompetensi Dasar

Berbicara 2. Mengungkapkan

makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat

2.1 Mengungkapkan makna dalam percakapan

transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) dengan menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima

2.2 Melakukan interaksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: menyapa orang yang belum/sudah dikenal, memperkenalkan diri sendiri/orang lain, dan memerintah atau melarang

2.3 Mengungkapkan makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) dengan menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: meminta dan memberi informasi, mengucapkan terima kasih, meminta maaf, dan mengungkapkan kesantunan

b. Keempat aspek keterampilan harus dirumuskan SK dan KDnya secara sejajar.

Maka terjadi perumusan SK dan KD yang terlalu sulit bagi siswa Kelas VII. Tentunya pada level tersebut siswa belum memiliki cukup waktu untuk terbiasa mendengar dan membaca teks ybs., tetapi sudah ditunut untuk dapat menghasilkan secara tertulis. Tuntutan yang terlalu tinggi juga akan beresiko terbentuknya perkembangan yang masing-masing tahapnya rapuh dan tidak terisi penuh dengan unsur-unsur pendukung yang diperlukan. Contoh: SK dan KD Semester 1 Kelas VII

Menulis 3. Mengungkapkan

makna dalam teks tulis fungsional pendek sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat

3.1 Mengungkapkan makna gagasan dalam teks tulis

fungsional pendek sangat sederhana dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat

3.2 Mengungkapkan langkah retorika dalam teks tulis fungsional pendek sangat sederhana dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat

SK dan KD Semester 2 Kelas VII

Menulis 4. Mengungkapkan

makna dalam teks tulis fungsional dan

4.1 Mengungkapkan makna dalam teks tulis

fungsional pendek sangat sederhana dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi

Page 21: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 17

esei pendek sangat sederhana berbentuk descriptive dan procedure untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat

dengan lingkungan terdekat 4.2 Mengungkapkan makna dan langkah retorika

dalam esei pendek sangat sederhana dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat dalam teks berbentuk descriptive dan procedure

2) Masalah terkait dengan penggunaan beberapa istilah kunci

Istilah yang menunjuk pada jenis teks adalah interpersonal, transaksional, fungsional, monolog dan esei. Istilah monolog dan esei mencakup teks-teks seperti descriptive, narrative, recount, dsb.; monolog untuk jenis lisan dan esei untuk tertulis. Istilah monolog menyiratkan seolah-olah teks-teks tersebut tidak dapat digunakan untuk berdialog. Istilah esei telah lazim digunakan untuk teks yang bertujuan membahas, mengajukan argumentasi, dan teks ilmiah lainnya. Istilah esei kurang tepat digunakan untuk teks-teks yang tercakup dalam genre desceriptive, narrative, recount, dan beberapa genere lainnya. Contoh: SK dan KD SMA, Kelas X Semester 1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Mendengarkan 1. Memahami makna

teks fungsional pendek dan teks monolog sederhana berbentuk recount, narrative dan procedure dalam konteks kehidupan sehari-hari

2.1 Merespon makna secara akurat, lancar dan

berterima dalam teks lisan fungsional pendek sederhana (misalnya pengumuman, iklan, undangan dll.) resmi dan tak resmi dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari

2.2 Merespon makna dalam teks monolog sederhana yang menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar dan berterima dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari dalam teks: recount, narrative, dan procedure

Berbicara 2. Mengungkapkan

makna dalam teks fungsional pendek dan monolog berbentuk recount, narrative dan procedure sederhana dalam konteks kehidupan sehari-hari

4.1 Mengungkapkan makna dalam bentuk teks

fungsional pendek (misalnya pengumuman, iklan, undangan dll.) resmi dan tak resmi dengan menggunakan ragam bahasa lisan dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari.

4.2 Mengungkapkan makna dalam teks monolog sederhana dengan menggunakan ragam bahasa lisan secara akurat, lancar dan berterima dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari dalam teks berbentuk: recount, narrative, dan procedure

Page 22: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 18

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Membaca 3. Memahami makna

teks tulis fungsional pendek dan esei sederhana berbentuk recount, narrative dan procedure dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan

5.1 Merespon makna dalam teks tulis fungsional

pendek (misalnya pengumuman, iklan, undangan dll.) resmi dan tak resmi secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan

5.2 Merespon makna dan langkah retorika teks tulis esei secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses ilmu pengetahuan dalam teks berbentuk: recount, narrative, dan procedure

Menulis 6. Mengungkapkan

makna dalam teks tulis fungsional pendek dan esei sederhana berbentuk recount, narrative, dan procedure dalam konteks kehidupan sehari-hari

6.1 Mengungkapkan makna dalam bentuk teks tulis

fungsional pendek (misalnya pengumuman, iklan, undangan dll.) resmi dan tak resmi dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat, lancar dan berterima dalam konteks kehidupan sehari-hari

6.2 Mengungkapkan makna dan langkah-langkah retorika secara akurat, lancar dan berterima dengan menggunakan ragam bahasa tulis dalam konteks kehidupan sehari-hari dalam teks berbentuk: recount, narrative, dan procedure

3) Masalah terkait dengan tidak adanya pembeda cakupan genre yang sama pada semester atau kelas yang berlainan. Sebagai contoh, sebaran pembelajaran teks descriptive, recount, procedure, narrative dan report di SMP berikut ini.

Descrptv Recount Narrative Procedure Report

Kelas VII, Smt 1 Kelas VII, Smt 2 √ √ Kelas VIII, Smt 1 √ √ Kelas VIII, Smt 2 √ √ Kelas IX, Smt 1 √ √ Kelas IX, Smt 2 √ √

4) Terjadi beberapa kesalahan redaksional yang tampak sebagai akibat dari teknologi komputer copy-paste atau cut-paste, sehingga terjadi beberapa pengulangan. Kesalahan ini terjadi berulang-ulang. Contoh: Pada contoh ini, KD mencakup teks percakapan transaksional dan interpersonal yang dirumuskan secara persis. Yang membedakan adalah tindak tutur yang dicakup (dicetak tebal di sini). Tidak jelas perbedaan antara kedua kelompok tindak tutur tersebut.

Page 23: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 19

Kelas VII, Semester 1

Mendengarkan 5. Memahami makna

dalam percakapan transaksional dan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat

5.1 Merespon makna dalam percakapan transaksional

(to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: menyapa orang yang belum/sudah dikenal, memperkenal-kan diri sendiri/orang lain, dan memerintah atau melarang

5.2 Merespon makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: meminta dan memberi informasi, mengucapkan terima kasih, meminta maaf, dan mengungkapkan kesantunan

5) Unsur ‘tujuan’ yang ditetapkan dalam PP 19 pasal 20 sebagai bagian dari rencana proses pembelajaran belum jelas kaitannya dengan SK dan KD.

2. Kajian Lapangan/Pelaksanaan a. Permasalahan:

Ada beberapa jenis permasalahan yang dihadapi guru dalam memahami SK dan KD, yaitu (1) guru tidak membaca SK dan KD dengan benar dan (2) guru meminta agar ada tema yang membatasi pembelajaran setiap jenis teks. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya banyak peristilahan baru terkait dengan pendekatan baru yang digunakan, atau guru belum terbiasa merancang proses belajar berdasarkan kurikulum sehingga tidak terbiasa membaca kurikulum.

1) Masalah yang timbul karena guru tidak membaca SK dan KD dengan benar,

sehingga proses pembelajaran tidak diarahkan pada pengembangan kemampuan melakukan tindakan nyata dalam hidup siswa di masyarakat dengan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya. a. Banyak guru tidak menyadari bahwa sebenarnya kompetensi komunikatif yang

dirumuskan dalam SK dan KD merupakan integrasi keempat keterampilan, bukan empat keterampilan yang terpisah. Tetapi karena memang rumusan kompetensi untuk setiap aspek keterampilan dirumuskan secara terpisah, tidak salah jika guru beranggapan demikian dan mengeluh bahwa SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris terlalu banyak.

b. Akibat dari kesalahan membaca tersebut adalah bahwa setiap SK dan KD diajarkan secara terpisah, tidak diintegrasikan dalam tindak-tindak komunikatif untuk melakukan kegiatan nyata bagi hidup siswa di masyarakat. Padahal tujuan utama pembelajaran bahasa adalah pada kemampuan ini.

Page 24: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 20

c. Banyak guru tidak memahami istilah- istilah yang digunakan untuk menyebut jenis teks, seperti ‘transaksional’, ‘interpersonal’, ‘fungsional’, ‘descriptive’, ‘report’, dsb. Semua istilah tersebut adalah istilah teknis dan abstrak yang memayungi beberapa bentuk teks yang digunakan di masyarakat. Misalnya, jenis teks narrative mencakup cerita, novel, fabel, cerita rakyat, dsb.; jenis teks recount mencakup pengalaman pribadi, laporan kegiatan, laporan perjalanan, cerita sukses, dsb. Namun dalam merencanakan proses pembelajaran, kebanyakan guru tetap menggunakan istilah payungnya sehingga tidak jelas teks apa yang akan diajarkan.

d. Lebih tidak menguntungkan lagi, guru mengajarkan istilah-istilah tersebut sebagai pengetahuan tentang teks secara abstrak. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa Inggris bukan mengajarkan keterampilan komunikatif, tetapi pengetahuan tentang istilah-istilah teks tersebut. Tentunya banyak siswa mengalami banyak kesulitan untuk memahami.

2) Banyak guru mengusulkan untuk memasukkan unsur tema sebagai cara untuk

membatasi cakupan pembelajaran setiap jenis teks pada semester tertentu. 3. Pembahasan Temuan Kajian Dokumen dan Lapangan

Hasil kajian menunjukkan bahwa rumusan yang tidak tepat akan menyebabkan kesulitan bagi guru dalam membuat perencanaan proses pembelajaran berupa silabus maupun RPP. Hal ini semakin mempersulit guru, mengingat bahwa guru selama ini memang belum terbiasa membuat perencanaan proses pembelajaran langsung berdasarkan pada SK dan KD maupun kurikulum. Akibatnya adalah pada kualitas pengalaman belajar Bahasa Inggris bagi siswa, yang justru tidak difokuskan pada pengembangan keterampilan berbahasa Inggris untuk melakukan berbagai kegiatan yang berguna bagi hisup siswa saat ini dan yang akan datang, tetapi pada pemahaman istilah-istilah linguistik yang abstrak dan sulit yang tidak berguna bagi siswa. Tuntutan KTSP bagi guru untuk memberikan perencanaan yang tepat tentang tujuan, materi, metode, bahan/sumber, dan evaluasi hasil belajar bahasa Inggris perlu difasilitasi dengan rumusan SK dan KD yang singkat, jelas dan sederhana serta tidak menimbulkan multi tafsir.

Page 25: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 21

BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

1. Kesimpulan a. Rasional

1) Eksistensi Bahasa Indonesia Bahasa Indonesia mengalami proses yang panjang dalam sejarahnya hingga mencapai eksistensinya seperti pada masa sekarang. Berasal dari bahasa etnis Melayu, lalu meluas menjadi bahasa pergaaulan (lungua franca) antar suku di lingkungan penduduk Nusantara dan juga dengan warga bangsa lain yang datang ke Nusantara. Bahasa ini kemudian diangkat menjadi bahasa persatuan atau bahasa nasional (diikrarkan pada Sumpah Pemuda, 1928) dan bahasa resmi negara (UUD 1945). Di samping itu, digunakan dalam kegiatan bersastra yang telah menghasilkan khazanah sastra Indonesia yang kaya, sebagai bagian penting dari kebudayaan Indonesia. Demikianlah, eksistensi bahasa Indonesia hadir menyertai eksistensi masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.

2) Fungsi Bahasa Indonesia Dalam eksistensinya seperti digambarkan di atas, Bahasa Indonesia memiliki berbagai fungsi, baik bagi diri perorangan maupun bagi masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam hubungan pendidikan, fungsi- fungsi bahasa Indonesia yang demikian itu memberikan fasilitas untuk pengembangan diri peserta didik. Pembelajaran bahasa Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kemampuan peserta didik dalam ber- bahasa Indonesia. Selain itu, pembelajaran bahasa Indonesia, sekaligus mengembangkan pula kemampuan peserta didik di dalam memahami dirinya dan di dalam menyatakan pikiran, perasaan, imajinasi, dan kehendaknya. Lebih luas lagi, dengan menggunakan bahasa Indonesia itu, peserta didik dapat mengembangkan pemahaman dan penghargaannya terhadap masyarakat, budaya serta tanah airnya, dan mengembangkan keimanannya terhadap uhan Yang Maha Esa. Di samping itu, dengan menggunakan bahasa Indonesia, mereka dapat mengkomunikasikan pemahaman dan penghargaannya itu kepada anggota masyarakat lainnya. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan pada peningkatan kemampuan peserta didik dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia secara cerdas dan santun melalui media lisan, tulis, dan elektronik, serta meningkatkan kemampuan peserta didik dalam meng- ekspresi, dan berkreasi sastra. Mata pelajaran bahasa Indoensia merupakan mata pelajaran yang menggambarkan keterampilan berbahasa Indonesia, penguasaan pengetahuan tentang bahasa dan sastra Indonesia dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia. Mata pelajaran ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk memahami dan merespons situasi lokal, regional, nasional, dan global, sesuai dengan zaman dan tempat peserta didik itu hidup.

3) Hakekat Kegiatan Berbahasa Kegiatan berbahasa Indonesia terjadi dalam kegiatan berbicara, mendengarkan, menulis, dan membaca. Kegiatan berbahasa itu berhubungan dengan kegiatan-kegiatan manusia keseluruhannya, yaitu kegiatan mengindra, kegiatan jasmani,

Page 26: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 22

dan kegiatan rohani (berpikir, merasa, berimajinasi, berkehendak, dsb). Karena itu, kegiatan pembelajaran berbahasa Indonesia hendaknya menggunakan pula kegiatan-kegiatan lain yang sesuai, untuk menunjang atau menyertai keempat keterampilan berbahasa itu. Kegiatan berbahasa dan kegiatan-kegiatan lainnya itu tidaklah terjadi dalam kekosongan, melainkan dalam hubungan dengan ruang dan waktu yang menjadi konteksnya. Karena itu, pembelajaran berbahasa Indonesia hendaknya berkaian dengan konteks, yaitu alam fisik (tanah, air, udara, cahaya, angkasa, dsb), alam hayati (tumbuhan, binanang), masyarakat, budaya, dan kehidupan bergama. Konteks tersebut dipilih berasal dari lingkkungan hidup siswa, yang kemudian diperluas sesuai dengan tingkat perkembangan diri para siswa itu. Dalam konteks yang berupa budaya Indonesia, terdapat kenyataan digunakannya banyak bahasa daerah. Siswapun banyak yang berdwibahasa, yaitu menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Keadaan ini hendaknya diperhitungkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, baik segi-segi yang dapat menunjang maupun segi-segi yang dapat menjadi rintangan. Begitu juga kehadiran bahasa asing, khususnya bahasa Inggris yang banyak muncul penggunaannya di masyarakat, perlu diperhitungkan, khususnya yang menyangkut sikap dan kebanggaan terhadap bahasa nasional.

b. Tujuan 1) Menumbuhkan serta mengembangkan kemampuan peserta didik dalam bahasa

Indonesia, yaitu pada aspek berbicara, mendengarkan, menulis serta membaca, dan menumbuhkan serta mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengapresiasi sastra Indonesia, dan berkreasi dalam sastra Indonesia. Kemampuan-kemampuan tersebut diperkuat dengan pengetahuan tentang bahasa Indonesia dan sastra Indonesia.

2) Memperkaya khazanah bahasa para peserta didik, sesuai dengan keperluan penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam berbagai mata pelajaran lainnya.

3) Menunmbuhkan serta mengembangkan kesenangan dan penghargaan peserta didik terhadap bahasa Indonesia dan sastra Indoensia, dan terhadap keseluruhan budaya bangsa, yang tercermin dalam bahasa Indonesia dan sastra Indonesia

d. Mengembangkan dan membiasakan penggunaan bahasa Indonesia secara cerdas

dan berbudi yang dapat menunjukkan ketinggian martabat bangsa Indonesia. c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

1) Pokok Utama Pokok-pokok yang dikandung dalam SK dan KD adalah pokok utama, yaitu yang standar dan yang dasar pada setiap aspek berbahasa yang bersangkutan. Dalam kajian dokumen ditemukan adanya pokok yang bukan pokok utama.

2) Kebenaran Konsep

Pokok yang dikandung dalam SK dan KD perlu dirumuskan dengan tepat dan cermat agar konsepnya dipahami dengan benar. Dalam kajian dokumen ditemukan adanya konsep yang pengertiannya tidak tepat.

Page 27: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 23

3) Cakupan SK

SK itu hendaknya mencakup KD yang secara konsep merupakan bagiannya. Dalam kajian dokumen ditemukan adanya SK yang mencakup KD yang secara konsep tak ada hubungannya.

4) Urutan SK dan KD pada setiap Aspek

SK dan KD pada setiap aspek itu hendaknya diurutkan dengan dasar tertentu, misalnya sistematika konsep. Dalam kajian dokumen ditemukan adanya SK dan KD yang dasar urutannya tidak jelas.

5) Kedalaman, keluasan, dan kerumitan

Pokok-pokok pada SD dan KD untuk setiap aspek itu hendaknya menunjukkan keberlangsungan dari segi kedalaman, keluasan atau kerumitannya. Dalam kajian dokumen ditemukan adanya SK dan KD yang tidak jelas gradasinya.

6) Masalah Pelaksanaan di sekolah

Dari hasil kajian terhadap kurikulum mata pelajaran bahasa Indonesia yang dibuat oleh sekolah, terungkap adanya masalah sebagai akibat dari kekurangan dalam dokumen, seperti dikemukakan di atas (a – e) yang menimbulkan kesulitan bagi guru pada waktu menyusun kurikulum. Masalah lain timbul dari kesulitan para guru dalam memahami konsep yang terkandung dalam SK dan KD.

2. Rekomendasi

a. Rekomendasi Jangka Pendek 1) Apa yang dikemudahan sebagai rasional (A1) dan tujuan pembelajaran bahasa

Indonesia (A2), dapatlah kiranya dimasukkan pada dokumen Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.

2) Masalah-masalah yang ditemukan dalam kajian dokumen dan pelaksanaan yang

disimpulkan (pada A3, a – f), dapatlah kiranya ditelaah dan diperbaiki. Secara rinci hal itu dikemukakan pada Bab III Temuan Kajian dan Pembahasan.

b. Rekomendasi Jangka Panjang

1) Konvensi dan Inovasi dalam Penyusunan Kurikulum di Masa Depan. Dalam merancang kurikulum di masa depan, tidak cukup hanya berdasarkan keinginan untuk melakukan pembaharuan atau inovasi semata-mata dengan menggunakan citraan tentang masa depan secara teoritis dan dengan menggunakan pengalaman bangsa lain. Dalam menyusun kurikulum masa depan, khususnya kurikulum pendidikan bahasa Indonesia, perlu pula menggunakan hasil analisis terhadap pengalaman dalam menyusun dan melaksanakan kurikulum di masa lalu, yakni kurikulum 1945, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004 serta hasil-hasil capaiannya. Penggunaan pengalaman masa lalu dalam membangun kurikulum itu hendaknya mencakup bukan saja segi kelemahannya yang perlu diatasi atau dihindari, melainkan juga kekuatan atau kebaikannya yang perlu dipegang teguh dan dimanfaatkan denga tepat. Dalam setiap pembaharuan kurikulum terjadi kecenderungan sikap “menghayat” kurikulum masa lalu untuk memuliakan kurikulum yang benar. Kiranya, sikap demikian itu tidak tepat. Sikap yang

Page 28: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 24

bijaksana adalah memahami dan menghargai pengalaman masa lalu. Berdasarkan hal itu, dilakukan inovasi secara kreatif dalam menyongsong kehidupan di masa depan. Dalam kenyataannya, kurikulum masa depan itu akan berupa kurikulum transisi yang terus-menerus.

2) Kurikulum Masa Depan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia

a) Struktur Kurikulum Komponen yang perlu dercakup dalam struktur kurikulum masa depan meliputi

(1) Kegiatan berbahasa • Mendengarkan • Berbicara • Membaca • Menulis

(2) Pemahaman terhadap kegiatan berbahasa tersebut berdasarkan pengetahuan tentang • Struktur bahasa • Pemahaman bahasa • Perkembangan dalam diri siswa

(3) Urutan atau susunan komponen kegiatan berbahasa dapat berupa:

• Kegiatan terpadu (misalnya: mendengarkan dengan berbicara, berbicara dengan menulis, dsb);

• Kegiatan terfokus (misalnya; menulis menjadi fokus utama yang dihubungkan dengan kegiatan lain, seperti membaca atau berbicara);

• Menyertai kegiatan berbahasa itu ditingkatkan pula pengetahuan dan etika berbahasa peserta didik.

(b) Konteks Kurikulum

(1) Menunjukkan hubungan yang erat dengan masyarakat, budaya, alam fisik, dan alam hayati Indonesia.

(2) Menunjukkan kemajuan dari masa lalu, kini, dan masa depan. (3) Sesuai dengan keperluan siswa dan masyarakat. (4) Menunjukkan kewaspadaan terhadap kesempatan, tantangan, dan ancaman

masa kini dan yang akan datang.

(c) Landasan Penyusunan Kurikulum (1) Undang-undang dan pertaturan yang relevan (2) Keilmuan: ilmu bahasa, ilmu sastra, dan ilmu pendidikan. (3) Kaidah-kaidah penyusunan kurikulum

(d) Kegiatan Pembelajaran (1) Mengaktifkan segala potensi diri siswa dan guru di dalam wujud kegiatan:

• Kegiatan berbahasa • Kegiatan mengindra • Kegiatan jasmani • Kegiatan rohani (berpikir, merasa, berimajinasi, berkehendak, mengimani,

dsb). (2) Kegiatan dilakukan dalam konteks

• Masyarakat, budaya, alam fisik, alam hayati, dan kehidupan beragama. • Lokal, nasional, regional, internasional

Page 29: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 25

(3) Hubungan Antar-Mata Pelajaran • Memanfaatkan segi-segi yang relevan dari mata pelajaran lain. • Memberi manfaat untuk mata pelajaran lain.

B. MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS 1. Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris sudah tepat dan memadai dilihat dari kedalaman dan keluasannya. Permasalahan terjadi karena a. rumusan yang berulang serta dirumuskan bukan berdasarkan tujuan kegiatan

komunikatif yang perlu dikuasai siswa dalam setiap genre, tetapi berdasarkan empat aspek keterampilan berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis;

b. tidak ada tema yang seharusnya tersedia untuk membatasi lingkup wacana yang perlu dikuasai siswa

2. Rekomendasi

a. Rumusan SK dan KD hendaknya langsung dirumuskan berdasarkan tujuan kegiatan komunikatif yang perlu dikuasai siswa dengan menggunakan berbagai teks dalam setiap genre yang relevan dengan kehidupan nyata siswa, agar: - menghindari pengulangan dalam rumusan; - memudahkan guru menentukan kegiatan-kegiatan komunikatif yang harus dikuasai

siswa (tujuan pembelajaran); - kegiatan komunikatif lisan maupun tertulis berjalan secara wajar dan terintegrasi

secara proporsional dalam setiap kegiatan komunikatif dalam setiap genre; - guru tidak mengajarkan istilah-istilah teknis dan abstrak kepada siswa sebagai

konsep pengetahuan. b. Perlu ditentukan tema yang sesuai dengan tingkat kematangan jiwa dan tingkat

penguasaan bahasa Inggris siswa. Untuk ini dapat dirujuk Kurikulum Bahasa Inggris 1994, terkait dengan daftar tema dan penyebarannya.

Dalam jangka pendek, perlu diadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada guru dan penulis buku teks mata pelajaran Bahasa Inggris tentang bagaimana memahami dan menggunakan rumusan SK dan KD untuk merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Hal ini sebaiknya diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan/atau MGMP. Jika perlu mereka dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi setempat atau nara sumber yang memang menguasai SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris, secara konsep maupun penerapannya.

Dalam jangka panjang, perlu dilakukan studi yang mendalam tentang proses pembelajaran di sekolah berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi untuk mata pelajaran Bahasa Inggris yang berlaku sekarang ini serta hasil yang dicapai lulusan. Untuk ini diperlukan cukup waktu sampai ada beberapa angkatan kelulusan yang dihasilkan oleh proses pembelajaran yang menerapkan SK dan KD dengan benar (sebagai hasil sosialisasi tersebut di atas). Jika informasi yang diperlukan untuk melakukan tinjauan ulang sudah dirasa cukup, barulah dilakukan revisi, dengan mempertimbangkan berbagai masukan yang ada, bukan hanya dari kajian tentang SK dan KD.

Page 30: 49_Kajian Kebijakan Kurikulum Bahasa

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 26

DAFTAR PUSTAKA Canale, M. (1983). From Communicative competence to communicative language pedagogy.

Dalam Richards dan Schmidt (eds.): Language and Communication. London: Longman. pp.2-27.

Celce-Murcia, M., Z. Dornyei, S. Thurrell 1995. Communicative Competence: A

Pedagogically Motivated Model with Content Specifications. In Issues in Applied Linguistics. 6/2, 5-35.

Christie, F. (1987). Genres as choice. In I. Reid (ed.). The place of genre in learning: current

debates. Geelong, Australia: Typereader Publications no. 1, Centre for Studies in Literary Education, Deakin University.

Fairclough, N. (1989). Language and Power. London: Longman. Freebody, P. & A. Luke. (1990). ‘Literacies’ Programs: Debate and Demands in Cultural

Context. Dalam Prospect 5, 3. Halliday, M.A.K., dan R. Hasan. (1985). Language Context and Text: Aspects of language in

a social -semiotic perspective. Victoria: Deakin University Press. Hammond, J, A. Burns, H. Joyce, D. Brosnan, L. Gerot. (1992). English for Special Purposes:

A handbook for teachers of adult literacy. Sydney: NCELTR, Macquarie University. Holme, R. (2004). Literacy: An Introduction. Edinburgh: Edinburgh University Press. Hymes, D. (1972). On communicative competence. In J. B. Pride and J. Holmes (eds.):

Sociolinguictics. Harmondsworth: Penguin. Martin, J. R. (1984) Language, Register and Genre. In F. Christie (Ed.) Children Writing –

Course Readings, Geelong: Deakin University Press. Swales, J., (1990). Genre Analysis. UK: Cambridge University Press Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: the development of higher psychological processes.

Cambridge, Mass.: Harvard University Press. Vygotsky, L. S. (1986). Thought and language. Cambridge: The MIT Press Wells, B. (1987). Apprenticeship in Literacy. Dalam Interchange 18,1 / 2:109-123.