4593-6307-1-PB

52
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara menahun dan bersifat irreversible, terjadi apabila laju filtrasi glomeruler (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama tiga bulan atau lebih, menyebabkan perubahan struktural dan penurunan jumlah unit fungsional ginjal (nefron) yang nantinya akan melaju ke arah pemburukan. Penurunan ini cukup berat sehingga menimbulkan gejala berupa sindroma uremia. Secara fungsional tingkat klirens kreatinin biasanya dibawah 25 ml/menit, penurunan ini akan terus berlanjut sampai tingkat klirens kratinin di bawah 10-5 ml/menit, atau kadar kreatinin serum di atas 10 mg/dl. Keadaan ini disebut gagal ginjal terminal dimana ginjal tidak dapat menjalankan fungsinya dan akan menimbulkan gejala klinis. Penyebab gagal ginjal kronis antara lain adalah gangguan imunologis, gangguan metabolik, gangguan pembuluh darah ginjal, infeksi, gangguan 1

description

uplod punya org

Transcript of 4593-6307-1-PB

Page 1: 4593-6307-1-PB

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah penurunan faal ginjal yang terjadi secara

menahun dan bersifat irreversible, terjadi apabila laju filtrasi glomeruler (LFG)

kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2 selama tiga bulan atau lebih, menyebabkan

perubahan struktural dan penurunan jumlah unit fungsional ginjal (nefron) yang

nantinya akan melaju ke arah pemburukan. Penurunan ini cukup berat sehingga

menimbulkan gejala berupa sindroma uremia. Secara fungsional tingkat klirens

kreatinin biasanya dibawah 25 ml/menit, penurunan ini akan terus berlanjut

sampai tingkat klirens kratinin di bawah 10-5 ml/menit, atau kadar kreatinin

serum di atas 10 mg/dl. Keadaan ini disebut gagal ginjal terminal dimana ginjal

tidak dapat menjalankan fungsinya dan akan menimbulkan gejala klinis. Penyebab

gagal ginjal kronis antara lain adalah gangguan imunologis, gangguan metabolik,

gangguan pembuluh darah ginjal, infeksi, gangguan tubular primer, obstruksi

tractus urinarius, kelainan kongenital, dan sebagainya. Gejala klinis baru muncul

bila nefron mencapai kurang dari 70% (Bakri, 2005; Remuzzi et al., 2002).

Penyakit Gagal Ginjal Kronik Terminal (GGKT) sekarang merupakan

masalah kesehatan dunia dengan terjadi peningkatan insidensi, prevalensi serta

tingkat morbiditas, selain itu penyakit ini memerlukan perawatan dengan biaya

perawatan yang mahal dan outcome yang buruk karena penderita GGKT harus

menjalani berulang kali hemodialisis dalam sebulan. Satu kali hemodialisis

membutuhkan biaya berkisar antara 410.000 hingga 680.000. Angka kematian

1

Page 2: 4593-6307-1-PB

akibat GGKT terus meningkat di banyak negara termasuk di negara berkembang

seperti Indonesia. Menurut US Renal Data System dalam laporan tahunannya

menyebutkan bahwa prevalensi dan insidensi End Stage Renal Disease (ESRD) di

Amerika serikat terus meningkat. Tahun 2000 prevalensi gagal ginjal kronik di

Amerika sebesar 1.311 tiap sejuta penduduk dengan jumlah penderita sebesar 20

juta dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai dua kalinya. Insidensi gagal

ginjal kronik di Indonesia diduga sebesar 100-150 tiap 1 juta penduduk per tahun

(Go et al., 2004; Stevens et al., 2006; Kher, 2002; Fatchiati, 2006).

Gagal Ginjal Kronik Terminal (GGKT) tidak saja mengakibatkan kerugian

secara fisik, psikis dan ekonomi pada diri penderita tetapi juga menjadi beban bagi

keluarga, masyarakat, maupun negara. Disamping biaya cuci darah cukup mahal,

kehidupan penderita tergantung dari cuci darah dan cangkok ginjal. Pasien GGKT

aktivitasnya terbatas karena lebih mudah lelah dibanding orang normal,

kebanyakan dari mereka membutuhkan bantuan orang terdekat untuk membantu

aktivitas mereka. Oleh karena itu dukungan dari keluarga dan orang terdekat

sangat berarti bagi pasien GGKT (Bakri, 2005; Remuzzi et al., 2002; Yogiantoro,

2009).

Hemodialisis dianjurkan sedini mungkin untuk menghambat progresivitas

penyakit, yaitu saat pengeluaran kreatinin 9-14 ml/menit/1,73 m2, baik pada

penderita diabetes maupun nondiabetes. Hemodialisis bisa dimulai lebih awal

pada pasien malnutrisi, pasien yang mengalami kelebihan cairan tubuh, penurunan

kesadaran, kejang, radang kandung jantung, hiperkalemia, serta asidosismetabolik

berulang. Hemodiaisis diharapkan mampu menggantikan fungsi ginjal yang rusak

2

Page 3: 4593-6307-1-PB

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan diharapkan dapat

memperpanjang usia pasien gagal ginjal kronik terminal. Namun, adanya penyakit

komorbid seperti hepatitis, diabetes melitus, jantung dapat memperburuk kualitas

hidup penderita gagal ginjal. (Markum, 2002; Kunmartini, 2008)

Salah satu penyakit komorbid GGKT adalah hepatitis. Penularannya dapat

melalui proses hemodialisa. Prevalensi kejadian infeksi hepatitis Hepatitis B

Virus (HBV), Hepatitis C Virus (HCV), maupun Hepatitis G Virus (HGV) pada

penderita GGKT dengan hemodialisis adalah yang tertinggi dari infeksi yang lain,

yaitu berkisar antara 3-57 %. Hepatitis merupakan inflamasi hati dapat terjadi

karena invasi bakteri, cedera oleh agen fisik atau kimia (non-viral), atau infeksi

virus (hepatitis A, B, C, D, E). Hepatitis B disebabkan Hepatitis B Virus (HBV).

Beberapa komponen HBV maupun respon tubuh penderita terhadap infeksi HBV

yang dapat dipakai sebagai petanda serologi hepatitis virus B, misalnya HbsAg

dan anti HBs, HbcAg dan anti HBc, HbeAg dan anti Hbe, dan Hepatitis B Virus

DNA polimerase serta Hepatitis B Virus DNA spesifik. Masa inkubasi virus

tersebut berlangsung 2 sampai 6 bulan dengan gambaran klinik bervariasi, namun

sebagian besar gejalanya berupa ikterus. Walaupun secara klinis ringan, namun

sebagian akan menjadi kronis dan mengalami perkembangan menjadi sirosis

hepatis yang kemudian akan menjadi kanker hati. Penularannya dapat terjadi

secara per kutan dan non kutan, disamping itu juga dikenal penularan vertikal dan

horizontal. Penularan vertikal adalah penularan dari seorang Ibu pengidap

hepatitis B kepada bayinya sebelum persalinan, pada saat persalinan, atau

beberapa saat setelah persalinan. Sementara penularan horizontal adalah

3

Page 4: 4593-6307-1-PB

penularan yang terjadi melalui transfusi darah yang terkontaminasi oleh HBV dan

pasien yang mendapat hemodialisa, selain itu dapat juga melalui luka pada kulit

dan selaput lendir, misalnya tertusuk jarum, menggunakan jarum suntik yang

kurang steril, menindik telinga, dan sebagainya (Yusuf, 1991).

Berdasarkan latar belakang tersebut, diidentifikasi permasalahan penelitian

mengenai komorbiditas (hepatitis) terhadap kualitas hidup penderita gagal ginjal

kronik terminal yang melakukan program hemodialisis di unit hemodialisis RSU

PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

B. Perumusan Masalah

Pertanyaan penelitian atau perumusan masalah penelitian ini adalah:

Bagaimana hubungan komorbiditas (hepatitis) dengan kualitas hidup penderita

gagal ginjal kronik terminal di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan komorbiditas (hepatitis) dengan kualitas hidup

penderita gagal ginjal kronik terminal di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan memberikan kemanfaatan antara lain:

1. Menambah informasi dan ilmu pengetahuan tentang komorbiditas (hepatitis)

dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal di daerah

Yogyakarta khususnya RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta yang sampai

saat ini masih kurang.

2. Memberikan informasi untuk para klinisi yang melaksanakan pelayanan

perawatan penderita gagal ginjal di RS dan para pimpinan atau pengambil

4

Page 5: 4593-6307-1-PB

kebijakan tentang upaya peningkatan kualitas hidup penderita gagal ginjal

kronik dan pengelolaan penderita gagal ginjal kronik.

D. KEASLIAN PENELITIAN

Stuyver, et al. (1996) pernah melakukan penelitian berjudul ”Hepatitis C virus

in a hemodialysis unit: Molecular evidence for nosocomial transmission”. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah prospektif. Dari penelitian itu

disimpulkan bahwa dari 68 orang yang menjalani hemodialisis, 25 diantaranya

positif terdapat Hepatitis C Virus (HCV). Penelitian tersebut dilakukan di

Dendermonde, Belgium.

Burdick, et al. (2003) melakukan penelitian dengan judul ”Patterns of

Hepatitis B prevalence and seroconversion in hemodialysis unit from three

continents: The DOPPS”. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah cross

sectional, prospective, observational pada beberapa Negara seperti Perancis,

Jerman, Itali, Jepang. Hasilnya, tiap negara mempunyai prevalensi Hepatitis B

Virus (HBV) yang berbeda.

Penelitian tentang komorbiditas hepatitis pada pasien gagal ginjal yang

mengalami hemodialisa sudah pernah dilakukan di luar Indonesia, namun

penelitian tentang komorbiditas (hepatitis) yang berhubungan dengan kualitas

hidup penderita gagal ginjal kronik terminal yang melakukan program

hemodialisis di unit hemodialisis RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta belum

pernah dilakukan.

5

Page 6: 4593-6307-1-PB

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Definisi Gagal Ginjal kronik terminal (end stage renal disease).

Gagal ginjal adalah penyakit yang ditandai dengan adanya penurunan fungsi

ginjal. Penyakit gagal ginjal dibedakan menjadi gagal ginjal akut dan gagal ginjal

kronik. Penyakit gagal ginjal akut biasanya terjadi oleh karena adanya hipoksia

pra renal yang berakhir pada iskemia jaringan ginjal sehingga menyebabkan

kerusakan pada sel-sel tubulus ginjal dan menghambat atau mengganggu fungsi

penyaringan oleh glomerulus atau glomerulus filtration rate (GFR) menurun yang

bersifat sementara atau reversible (Levey et al., 2003).

Berbeda dengan gagal ginjal akut, pada gagal ginjal kronik kerusakan struktur

ginjal atau penurunan GFR bersifat irreversibel. Pengertian gagal ginjal kronik

adalah tidak normalnya struktur dan fungsi ginjal selama lebih dari 3 bulan

dengan manifestasi sbb (1). Kerusakan ginjal dengan atau tanpa penurunan GFR

yang dapat diketahui dari adanya gambaran kelainan histopatologis atau adanya

marker kerusakan ginjal, termasuk didalamnya adalah adanya abnormalitas

susunan darah atau susunan urin pada test mikroskopis dan (2). GFR <60

ml/min/1.73 m2,dengan atau tanpa kerusakan ginjal (Levey et al., 2003; Stevens

et al., 2006).

2. Patogenesis dan manifestasi klinik gagal ginjal kronik terminal

Pada keadaan dimana terjadi gangguan fungsi filtrasi dari ginjal biasanya

diikuti dengan kenaikan kadar kreatinin dan ureum darah. Sehingga manifestasi

6

Page 7: 4593-6307-1-PB

klinik gagal ginjal kronik biasanya adalah merupakan manifestasi dari adanya

kerusakan struktur ginjal atau gangguan fungsi filtrasi ginjal, antara lain adanya

keluhan penurunan jumlah kencing yang dikeluarkan, kencing berwarna lebih tua,

adanya darah pada kencing, peningkatan ureum atau kretinin serta anemia yang

kadang-kadang membutuhkan hemodialisis. Penyakit gagal ginjal kronik yang

membutuhkan tindakan hemodialisis rutin atau transplantasi organ ginjal disebut

dengan penyakit gagal ginjal terminal atau end stage renal disease (ESRD).

Kriteria diagnosis gagal ginjal terminal adalah penurunan fungsi filtrasi

glomerulus yang dinyatakan dengan kliren kreatinin <5 ml/menit dan kadar

kreatinin serum lebih dari atau sama dengan 10 mg/dL (Mitch et al., 1990).

Perjalanan alamiah penyakit gagal ginjal dan strategi penanganannya serta

komplikasinya tampak pada gambar 1.

Gambar 1. Perjalanan alamiah penyakit gagal ginjal dan strategi penanganannya serta komplikasinya (Levey et al., 2003).

Terjadinya gagal ginjal progresif adalah diakibatkan oleh 3 hal yaitu

glomerulosklerosis, fibrosis tubulointerstisial dan sklerosis vaskular. Semua

7

Page 8: 4593-6307-1-PB

bentuk gagal ginjal kronik berhubungan dengan kerusakan tubulointerstisial yang

nyata. Penyakit tubulointerstisial dapat menyebabkan atropi tubulus dan atau

obstruksi, bahkan mengakibatkan kehilangan nefron (Remuzi et al., 1998).

3. Epidemiologi gagal ginjal kronik terminal (End stage Renal Diseases)

Gagal ginjal kronik merupakan penyakit kronik yang menjadi salah satu

permasalahan utama kesehatan di masyarakat (Schoolwerth et al., 2006).

Penyakit gagal ginjal kronik telah mengalami epidemik, senantiasa terjadi

penambahan kasus baru yang semakin meningkat dari tahun ketahun sementara

kasus lama masih dalam perawatan dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang

besar. Gambaran kecenderungan peningkatan insidensi dan prevalensi gagal ginjal

kronik dan gagal ginjal terminal (ESRD) di Amerika tampak pada gambar 3.

Gambar 2. Kecenderungan peningkatan prevalensi dan insidensi gagal ginjal kronik dan ESRD di Amerika (Gilberston et al, 2005).

Di Amerika terjadi kenaikan tajam penderita gagal ginjal kronik dan gagal

ginjal terminal, kasus baru gagal ginjal terminal pada tahun 1978 kurang lebih

sebesar 14.500 sedangkan pada tahun 2002 naik menjadi 100.359. Kasus baru

8

Page 9: 4593-6307-1-PB

ESDR pada tahun 2004 di Amerika serikat sebesar 104.000, naik 1,5% dari tahun

2003 sedangkan penderita yang mendapatkan dialisis sebanyak 336.000 atau naik

sebesar 3-4 % dari tahun 2003. Pada tahun 2004 di Amerika serikat prevalensi

penderita yang mendapatkan transplantasi ginjal sebanyak lebih dari 136.000 atau

naik 5-9 % dari tahun 2003. Pada tahun 2006 jumlah penderita gagal ginjal kronik

di Amerika adalah sebanyak 19,2 juta atau 11% dari populasi dewasa sedangkan

yang mengalami gagal ginjal terminal adalah sebesar 0,22% populasi

(Schoolwerth et al, 2006).

Rata-rata umur insidensi penderita ESRD di Amerika adalah 64,6 tahun. Pada

warga kulit hitam angka kejadian ESRD oleh karena diabetika mulai meningkat

pada kelompok umur 30-39 tahun, sedangkan pada warga kulit putih besarnya

angka kejadian ESRD adalah sama pada semua kelompok umur. Di Amerika

angka kejadian ESRD pada kaum laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada wanita

(Schoolwerth et al., 2006).

Gambaran besarnya prevalensi pada berbagai gangguan fungsi ginjal

berdasarkan nilai GFR di Amerika tampak pada tabel 1.

9

Page 10: 4593-6307-1-PB

Tabel 1. Tahap kerusakan ginjal dan hubungannya dengan GFR dan prevalensinya di masyarakat Amerika (Levey et al.,2003)

Tahap GambaranGFR

(ml/min/1.73 m2)

Prevalensi*

N (1000s) %

1Kerusakan ginjal

dengan GFR³ 90 5,900 3.3

2Kerusakan ginjal

dengan sedikit ¯ GFR60-89 5,300 3.0

3 ¯ GFR moderat 30-59 7,600 4.3

4 ¯ GFR berat 15-29 400 0.2

5 Gagal ginjal < 15 atau Dialysis 300 0.1

Gagal ginjal kronik terminal dapat mengakibatkan prematuritas dalam

kesakitan dan kematian serta penurunan kualitas hidup serta mahal dalam

perawatannya. Angka kematian akibat gagal ginjal kronik terminal di Amerika

serikat mencapai 71.000 pada tahun 2000 dan diperkirakan akan meningkat

mencapai 352.000 pada tahun 2030 (Schoolwerth et al., 2006).

Insidensi gagal ginjal kronik terminal di Taiwan adalah tinggi. Telah terjadi

kenaikan tajam insidensi Chronic Kidney Disease (CKD) di Taiwan dari 1,99 %

pada tahun 1996 menjadi 9,83 % pada tahun 2003. Angka insidensi CKD di

Taiwan tahun 2003 adalah sebesar 135 tiap 10.000 orang per tahun. Faktor-faktor

yang berhubungan dengan kejadian CKD di Taiwan adalah umur (OR=13,95

untuk di atas 75 tahun dibandingkan 20 tahun), diabetes melitus, hipertensi,

hiperlipidemi dan jenis kelamin wanita (Kuo et al., 2007).

10

Page 11: 4593-6307-1-PB

Di Jepang telah terjadi kenaikan tiga kali lipat pengguna renal replacement

therapy (RRT) antara 1983-2000, sehingga jumlah pengguna RRT pada tahun

2000 mencapai lebih dari 31.000 orang. Di Jepang kejadian ESRD pada kelompok

laki-laki lebih besar dibandingkan pada kelompok wanita. Insidensi ESRD di

Jepang tertinggi terjadi pada kelompok umur 80-84 tahun yaitu sebesar 1432 tiap

1 juta penduduk untuk laki-laki dan 711 tiap 1 juta penduduk untuk wanita

(Wakai et al., 2004).

Penelitian epidemiologi multi negara oleh The ESRD Incidense Study Group

menunjukkan bahwa insiden ESRD di negara-negara Asia dan negara berkembang

lainnya adalah lebih tinggi dibandingkan negara di Eropa, meskipun lebih rendah

dibandingkan dengan insidensi ESRD di Australia dan New Zealand. Gambaran

Age-and sex standardized incidense rates (ASR) ESDR di Malaysia pada berbagai

kelompok yaitu kelompok umur 0 -14 tahun adalah 96 tiap 1 juta penduduk, 15-

29 tahun adalah 26 tiap 1 juta penduduk, 30-44 tahun adalah 77 tiap 1 juta

penduduk dan 45-64 tahun adalah 306 tiap 1 juta penduduk (The ESRD Incidense

Study Group, 2006).

Sebagaimana di negara-negara berkembang lainnya, insidensi dan prevalensi

gagal ginjal kronik terminal di Indonesia juga belum diketahui dengan pasti.

Besarnya insidensi gagal ginjal kronik terminal di Indonesia diperkirakan sebesar

100-150 orang tiap 1 juta penduduk pertahun. Besarnya prevalensi gagal ginjal

kronik terminal di Indonesia diperkirkan sebesar 200 – 250 orang tiap 1 juta

penduduk pertahun. Besarnya insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik dan

ESRD di Yogjakarta juga belum diketahui (Bakri, 2005).

11

Page 12: 4593-6307-1-PB

4. Faktor Risiko Gagal Ginjal Kronik

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kejadian gagal ginjal kronik. Dari

hasil penelitian, faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan kejadian dan

progresifitas penyakit gagal ginjal kronik antara lain umur, jenis kelamin, etnik,

berat lahir rendah, berat badan, status sosial ekonomi, merokok, tekanan darah,

kholesterol darah, alkohol dan obat terlarang lainnya, obat analgetika & NSAID,

dan diabetes. Sedangkan yang menjadi penanda utama penyakit gagal ginjal

adalah CRP, pro-BNP , Hemoglobin, GFR dan albuminuria (Agarwal et al.,

2005; Kasiske et al., 2000; Clelan et al., 2003; Haroun et al., 2003; Schwartz et

al., 1999; Sietsma et al., 2000).

Berdasarkan sifat dapat atau tidaknya faktor-faktor tersebut untuk diubah,

faktor risiko gagal ginjal kronik dibagi menjadi tiga yaitu faktor risiko yang tidak

dapat diubah atau diobati, faktor risiko yang dapat diubah dan faktor risiko yang

dapat diobati. Diduga termasuk faktor risiko gagal ginjal kronik yang dapat

diubah melalui pendidikan antara lain merokok, berat bayi lahir rendah, minum

alkohol dan penggunaan obat-obatan terlarang lainnya, perilaku hidup tak sehat,

paparan zat-zat toksik dan penyalah gunaan obat-obatan analgetik (Fored, 2003).

Termasuk dalam faktor risiko gagal ginjal kronik yang dapat diobati adalah

tekanan darah tinggi, kencing manis, dislipidemia dan proteinuria (Chen et al.,

2004; Retnakaran et al., 2006) sedangkan faktor risiko yang tidak dapat diubah

dan diobati adalah jenis kelamin, ras atau etnik dan umur (Fored, 2003).

Akhir-akhir ini mulai terjadi kecenderungan baru penyakit gagal ginjal yaitu

banyak anak muda usia mulai dijangkiti gagal ginjal kronik. Penyakit gagal ginjal

12

Page 13: 4593-6307-1-PB

yang dulunya banyak dialami oleh orang-orang yang lebih tua atau di atas 40

tahun saat ini banyak dialami oleh orang yang berumur kurang dari 40 tahun

bahkan anak-anak yang berumur belasan tahun. Sejak tahun 2005, kurang lebih 25

persen dari penderita gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisis di RS PKU

berusia kurang dari 40 tahun.

5. Quality Of Life atau Kualitas Hidup

Kualitas hidup pasien seharusnya menjadi perhatian penting bagi para

professional kesehatan karena dapat menjadi acuan keberhasilan dari suatu

tindakan/intervensi atau terapi. Disamping itu, data tentang kualitas hidup juga

dapat merupakan data awal untuk pertimbangan merumuskan intervensi/tindakan

yang tepat bagi pasien. Kualitas hidup adalah persepsi seseorang tentang

posisinya dalam hidup dalam kaitannya dengan budaya dan sistem tata nilai di

mana ia tinggal dalam hungannya dengan tujuan, harapan, standar, dan hal-hal

menarik lainnya. WHO mendefinisikan kualitas hidup sebagai “the individual’s

perception of their life status concerning the context of culture and value system

inwhich they live and their goals, expectations, standards,and concerns”.

Penderita GGKT yang menjalani hemodialisis sering diikuti dengan penurunan

kualitas hidup. Dari penelitian sebelumnya beberapa faktor yang berhubungan

dengan kualitas hidup pasien antara lain adanya rasa nyeri dan ketidaknyamanan

yang diakibatkan dari sakit yang diderita atau tindakan atau prosedur pengobatan

terkait sakit yang diderita, gangguan tidur, kualitas pelayanan dan perawatan,

penyakit penyerta, status sosial ekonomi dan dukungan keluarga (Cohen et al.,

2007; Joan et al., 2004; Scot et al., 2007; Nelson et al., 1999).

13

Page 14: 4593-6307-1-PB

Saat ini health-related quality of life (HRQOL) atau kualitas hidup yang

berhubungan dengan kesehatan telah menjadi salah satu ukuran dari keberhasilan

pelayanan kesehatan. Pengukuran HRQOL bersifat multidimensi yang meliputi

antara lain fungsi fisik, sosial dan fungsi peran , mental health dan persepsi

kesehatan secara umum. Pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan dengan

menggunakan kuesioner kualitas hidup dari WHO (Albert et al., 2004; Bayliss et

al., 2005).

6. Komorbiditas Hepatitis

Salah satu faktor yang diduga mempengaruhi kualitas hidup penderita Gagal

Ginjal Kronik Terminal (GGKT) adalah komorbiditas atau penyakit penyerta,

contohnya diabetes, penyakit jantung, hepatitis, dan sebagainya. Hepatitis sebagai

komorbiditas GGKT dapat merupakan infeksi nosokomial akibat hemodialisis.

Dialisis merupakan satu-satunya cara mempertahankan kelangsungan hidup

pasien dengan tujuan menurunkan kadar ureum, kreatinin, dan zat-zat toksik

lainnya dalam darah. Hemodialisis lebih sering dilakukan dibanding peritoneal

dialisis. Pada hemodialisis, darah pasien dipompa keluar dari pembuluh darah,

masuk ke dalam suatu alat, akan terjadi proses difusi melalui membran

semipermeabel untuk membuang zat-zat toksik dalam darah. Akhir-akhir ini,

dengan makin mahalnya peralatan hemodialisis, penggunaan ulang komponen-

komponen pada unit hemodialisis makin meningkat. Sebagian besar (81%)

hemodialisis di AS menggunakan ulang alat dialisis. Di Australia 35%, di

Portugal 77%, di Polandia 88%, bahkan di Bulgaria 100%. Sebaliknya negara

Eropa lain tidak banyak menggunakan ulang alat dialisis. Di Inggris hanya 10%,

14

Page 15: 4593-6307-1-PB

di Perancis 6%, di Jerman 5%, di Spanyol 3%. Bahkan Austria, Belanda,

Finlandia, dan Swedia tidak menggunakan ulang (Loho, 2000; Siswono, 2001).

Infeksi yang terjadi pada pasien hemodialisis dapat berasal dari sumber air

yang dipakai, sistem pengolahan air pada pussat dialisis, sistem distribusi air,

cairan dialisat, serta mesin dialisis. Komplikasi tersering kontaminasi cairan

dialisis adalah reaksi pirogenik dan sepsis yang disebabkan bakteri gram negatif.

Selain itu, infeksi dapat juga terjadi oleh mikroorganisme yang ditularkan melalui

darah seperti virus hepatitis B (HBV), human immunodeficiency virus (HIV), dan

lain-lain. Infeksi merupakan penyebab utama meningkatnya angka kesakitan dan

angka kematian pada pasien hemodialisis. Penyebab tingginya infeksi pada pasien

GGKT adalah menurunnya sistem imun, adanya penyebab sekunder (diabetes,

penyakit jantung, dan lain-lain) yang pada akhirnya memperberat resiko infeksi

(Loho, 2000).

Hepatitis adalah merupakan inflamasi hati dapat terjadi karena invasi bakteri,

cedera oleh agen fisik atau kimia (non-viral), atau infeksi virus (hepatitis A, B, C,

D, E). Agen infeksi menetap dan mengakibatkan peradangan dan kerusakan se-

sel hati. Akibatnya terjadi penurunan penyerapan dan konjugasi bilirubin sehingga

terjadi disfungsi hepatosit dan mengakibatkan ikterik, peradangan ini akan

mengakibatkan peningkatan suhu tubuh, hiperpermeabilitas sehingga terjadi

pembesaran hati, hal ini dapat diketahui dengan meraba atau palpasi hati. Nyeri

tekan dapat terjadi pada saat gejala ikterik mulai nampak. Hepatitis viral dapat

dibagi menjadi dua kelompok yaitu kronik dan akut. Klasifikasi hepatitis viral

akut dapat dibagi atas hepatitis akut viral yang khas, hepatitis yang tak khas

15

Page 16: 4593-6307-1-PB

(asimtomatik), hepatitis viral akut yang simtomatik, hepatitis viral anikterik dan

hepatitis viral ikterik. Hepatitis virus kronik dapat diklasifikasikan dalam 3

kelompok yaitu hepatitis kronik persisten, hepatitis kronik lobular, dan hepatitis

kronik aktif (Muhaj, 2009).

Hepatitis B adalah penyakit radang hati yang disebabkan Virus Hepatitis B

(VHB). Beberapa komponen Hepatitis Virus B maupun respon tubuh penderita

terhadap infeksi VHB yang dapat dipakai sebagai petanda serologi hepatitis virus

B, misalnya HbsAg dan anti HBs, HbcAg dan anti HBc, HbeAg dan anti Hbe, dan

Hepatitis Virus B DNA polimerase serta Hepatitis B Virus DNA spesifik. Masa

inkubasi virus tersebut berlangsung 2 sampai 6 bulan dengan gambaran klinik

bervariasi, namun sebagian besar gejalanya berupa ikterus. Walaupun secara

klinis ringan, namun sebagian akan menjadi kronis dan mengalami perkembangan

menjadi sirosis hepatis yang kemudian akan menjadi kanker hati. Penularannya

dapat terjadi secara per kutan dan non kutan, disamping itu juga dikenal penularan

vertikal dan horizontal. Penularan vertikal adalah penularan dari seorang Ibu

pengidap hepatitis B kepada bayinya sebelum persalinan, pada saat persalinan,

atau beberapa saat setelah persalinan. Sementara penularan horizontal adalah

penularan yang terjadi melalui transfusi darah yang terkontaminasi oleh VHB dan

pasien yang mendapat hemodialisa, selain itu dapat juga melalui luka pada kulit

dan selaput lendir, misalnya tertusuk jarum, menggunakan jarum suntik yang

kurang steril, menindik telinga, dan sebagainya (Yusuf, 1991).

7. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

16

Page 17: 4593-6307-1-PB

Penelitian komorbiditas hepatitis pada pasien GGKT ini menggunakan metode

Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA). ELISA merupakan tekhnik

biokimia yang digunakan dalam imunologi terutama untuk mendeteksi

keberadaan sebuah antibodi atau antigen dalam sampel. Ciri utama ELISA adalah

dipakainya indikator enzim untuk reaksi imunologi. Prinsip dasar uji ELISA

adalah ikatan antara antigen dengan antibodi yang homolog. ELISA mempunyai

sensivitas dan spesifisitas yang tinggi. Dalam hubungannya dengan deteksi

antigen, sensitivitas dapat diartikan sebagai sejumlah antigen yang dapat

dideteksi, dan spesifitas adalah suatu kemampuan untuk membedakan senyawa-

senyawa tertentu. Konfigurasinya meliputi ELISA langsung, ELISA tak langsung,

ELISA penangkap antigen atau ELISA sandwich, ELISA penangkap antibodi,

ELISA kompetitf atau ELISA pemblok (Burgess, 1995; Agustini et al., 2005).

8. Komorbiditas hepatitis dan kualitas hidup pasien gagal ginjal kronik

Kesehatan mempengaruhi kualitas hidup dalam berbagai hal, yaitu gejala

penyakit yang dapat mengganggu aktivitas, fungsi sosial, mental, dan lain-lain.

Adanya komorbiditas hepatitis pada pasien gagal ginjal kronik tentu saja akan

memperburuk kualitas hidupnya. Hepatitis awalnya tidak menimbulkan gejala

klinis yang membahayakan, namun seiring berjalannya waktu, jika tidak diterapi

dengan baik dapat berkembang menjadi kanker hati yang nantinya dapat

mengakibatkan kematian pada pasien tersebut. Pasien tersebut selama hidupnya

tidak hanya mengalami gangguan karena kerusakan ginjal, tetapi juga akan

mengalami gangguan karena kerusakan hati. Ginjal dan hati adalah organ yang

penting dalam tubuh. (Muhaj, 2009; Yusuf 1991; Merkus et al., 1997)

17

Page 18: 4593-6307-1-PB

B. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 3. Kerangka konsep penelitian tentang hubungan komorbiditas hepatitis dengan kualitas hidup pada gagal ginjal kronik terminal.Keterangan: - - - - - - - yang diteliti

________ yang tidak diteliti

C. Hipotesis

Terdapat hubungan komorbiditas hepatitis dengan kualitas hidup penderita

gagal ginjal kronik terminal di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB III

METODE PENELITIAN

18

Faktor Penyakit Komorbid:Diabetes Melitus, Hipertensi,

Penyakit Jantung Koroner

Faktor Penyakit Komorbid:Hepatitis

Faktor Penyakit Faktor Merokok

Faktor Obat-obatan Faktor Makanan

Gagal Ginjal Kronik Terminal

Kualitas HidupGagal Ginjal Kronik

Terminal

Faktor lainKepuasan pasienPerilaku merokokFungsi keluarga

Page 19: 4593-6307-1-PB

A. Jenis dan rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan

cross sectional.

B. Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta. RSU

PKU Muhammadiyah merupakan salah satu dari 4 rumah sakit di DIY yang

mempunyai pusat hemodialisis.

C. Subjek penelitian

1. Batasan populasi

Populasi adalah pasien yang terdiagnosis gagal ginjal kronis terminal,

dengan kriteria diagnosis yaitu kliren kreatinin <5ml/menit atau kadar

kreatinin serum darah lebih besar atau sama dengan 10 mg/dl yang dapat

diketahui dari rekam medis dan memerlukan hemodialisa secara kontinyu.

Kriteria inklusi subyek penelitian :

a.Orang Indonesia (Jawa, Sunda, Melayu)

b.Usia 15-75 tahun

c.Bersedia berpartisipasi dalam penelitian dengan mengisi dan

menandatangani lembar pernyataan persetujuan serta kooperatif.

Kriteria eksklusi subyek penelitian

Subyek penelitian yang telah terpilih melalui kriteria inklusi akan

dikeluarkan dari subyek penelitian apabila :

a.Memiliki penyakit ginjal bawaan

b.Riwayat transplantasi ginjal

19

Page 20: 4593-6307-1-PB

c.Penyakit jiwa, dari riwayat pernah didiagnosis oleh dokter jiwa

2. Besar sampel

Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus penentuan besar

sampel untuk pengujian hipotesis menurut Lemeshow at al (1997) sebagai

berikut :

N =Z1-/2 ².p.q

d2

p = 0,02, proporsi penderita gagal ginjal kronik terminal di Indonesia

(Bakri, 2005).

q = 0,98

dengan : tingkat kemaknaan 95%; Z1-/2 = 1,96.

d (tingkat presisi)= 0,03 atau kesalahan maksimum yang diperbolehkan

Maka didapatkan nilai N = 83,66, dibulatkan = 84

Antisipasi terhadap kesalahan dan kegagalan dalam proses penelitian,

jumlah sampel ditambah dengan 10% dari sampel minimal yaitu 8,4 atau

dibulatkan menjadi 9, sehingga jumlah sampel minimal yang dibutuhkan

adalah 93 orang.

3. Cara pengambilan sampel.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara random sampling.

4. Alat dan bahan.

20

Page 21: 4593-6307-1-PB

Alat dan bahan dalam penelitian ini meliputi perlengkapan pemeriksaan

elisa meliputi antara lain bahan kimia dan perkakas gelas sbb: Natrium

karbonat (Na2CO3), Natrium bikarbonat (NaHCO3), Natrium klorida

(NaCl), Kalium hydrogen fosfat (KH2PO4) Natrium hydrogen fosfat

(NaHPO4) Kalium klorida (KCl), tween 20, asam sitrat, Natrium fosfat

(Na2HPO4), orthophenylene diamine, hirogen peroksida (H2O2) 30 %,

Asam sulfat (H2SO4) 2,5 M dan conjugate. Microplatedasar datar 2 buah,

masing-masing terdiri dari 96 sumuran. Mikropipet yang telah dikalibrasi

2 buah, masing-masing berukuran 10 - 100 µl dan 100 - 1000 µl.

Mikrospektrofotomeeter (Mico elisa reader). Pipet ukur 1 ml. Spuit 2,5 ml

untuk mengambil darah dari vena. Venoject untuk menampung darah dan

menyimpan serum dan sarung tangan.

D. Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini yaitu:

1.Variabel terpengaruh : Kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik

terminal.

2.Variabel pengaruh : Komorbid (hepatitis)

E. Definisi operasional

1. Gagal ginjal kronik terminal adalah gangguan fungsi ginjal menetap

(lebih dari 3 bulan) dan memerlukan transplantasi ginjal atau tindakan

dialisis rutin untuk menggantikan fungsi ginjal, kelainan ginjal diukur

dengan penurunan kliren kreatinin yaitu kliren kreatinin<5 ml/menit

atau kadar kreatinin serum lebih dari atau sama dengan 10 mg/dL

21

Page 22: 4593-6307-1-PB

(Mitch et al., 1990). YA apabila responden memenuhi kriteria

laboratorium atau memerlukan transplantasi ginjal atau menjalani

hemodialisa. TIDAK apabila responden tidak memenuhi kriteria

laboratorium atau memerlukan transplantasi ginjal atau menjalani

hemodialisa.

2. Kualitas hidup sangat dipengaruhi kesehatan. Contohnya adalah gejala

penyakit yang dapat mengganggu aktivitas, fungsi sosial, mental

penderita. Kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal tentu

mengalami penurunan, apalagi jika terdapat adanya komorbid hepatitis

pada pasien gagal ginjal kronik, tentu saja hal tersebut akan

memperburuk kualitas hidupnya. Hepatitis awalnya tidak menimbulkan

gejala klinis yang membahayakan, namun seiring berjalannya waktu,

jika tidak diterapi dengan baik dapat berkembang menjadi kanker hati

yang nantinya dapat mengakibatkan kematian pada pasien tersebut. YA

apabila penyakit gagal ginjal kronik mempengaruhi kualitas hidup

responden. TIDAK apabila penyakit gagal ginjal kronik tidak

mempengaruhi kualitas hidup responden.

3. Komorbid adalah penyakit penyerta yang dialami oleh penderita gagal

ginjal kronik terminal. Komorbid yang diamati adalah penyakit

hepatitis. Penetapan infeksi hepatitis dilakukan dengan pemeriksaan

serologi untuk menentukan ada tidaknya marker infeksi hepatitis

dengan metode ELISA. YA apabila responden memenuhi kriteria

22

Page 23: 4593-6307-1-PB

positif HBSAg. TIDAK apabila responden tidak memenuhi kriteria

positif HBSAg.

F. Alat ukur penelitian

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Kuesioner, dipergunakan untuk mendapatkan data primer dari

responden tentang data komorbid yang di dapatkan dari pemeriksaan

laboratorium dengan metode ELISA serta kualitas hidup responden.

2. Form pengambilan data, dipergunakan untuk mengumpulkan data

sekunder yang diambil dari buku medical record atau status pasien

yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, data diagnosis sakit dan

medikasi terdahulu, data-data laboratorium serta manifestasi klinik

penderita.

G. Jalannya penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tahap sebagai berikut:

1. Tahap persiapan:

a. mengurus izin penelitian

b. mengumpulkan data sekunder meliputi gambaran umum RSU PKU

Muhammadiyah, angka kunjungan, jenis penyakit prioritas, angka

kejadian gagal ginjal dan gagal ginjal kronik di RSU PKU Yogyakarta

dari rekam medik dan sumber-sumber lain, uji coba instrumen

kuesioner.

c. membuat protokoler cara pengisian kuesioner kepada anggota

numerator dan pelatihan cara pengisiannya.

23

Page 24: 4593-6307-1-PB

d. menetapkan pelaksanaan dan menyiapkan alat dan atau bahan

penelitian seperti alat tulis-menulis, kuisioner, form pengambilan data.

2. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan meliputi kegiatan di lapangan maupun di laboratorium

sebagai berikut:

a. Pengambilan data primer pada sampel dengan wawancara dengan

menggunakan kuesioner meliputi identitas responden, sosial ekonomi,

tentang data komorbid yang di dapatkan dari rekam medis penderita,

kualitas hidup responden.serta data lain yang terkait dengan variabel

penelitian.

b. Pengambilan data primer dengan pemeriksaan elisa di laboratorium

untuk mengetahui ada tidaknya infeksi hepatitis, dengan prosedur

sebagai berikut:

(1). Pengambilan sampel darah. Darah responden diambil sebanyak 5

ml oleh petugas rumah sakit. Jumlah sampel darah yang diambil

adalah 96 sampel/orang dari respoden. Pengambilan darah dilakukan

pada fosa kubiti dengan spuit injeksi ukuran 5 ml dengan menjaga

aspek keamanan dan sterilitas. Sampel darah dimasukkan dalam

tabung yang sudah diberi label yang berisi nomor kode tabung, nama,

jenis kelamin dan umur responden, kemudian dimasukkan dalan

termos berisi coldpack dibawa ke laboratorium untuk dilakukan

pemeriksaan marker hepatitis;

24

Page 25: 4593-6307-1-PB

(2). Pemeriksaan marker hepatitis secara elisa untuk deteksi anti

HBSAg.

Darah sampel dibiarkan menjendal dan setelah menjendal segera

disentrifus dengan kecepatan 1500 rpm selama 15 menit. Setelah

serum nampak terpisah, venoject yang berisi serum tersebut segera

disimpan di dalam freezer dan serum tersebut baru diambil setelah

pengujian serologis dengan ELISA siap dikerjakan. Persiapan

pemeriksaan Elisa : (a). Diambil mikroplate yang telah dilapisi antigen

hepatitis, per well berisi 100 µl berisi 0,5 µg antigen, kemudian

disimpan 1 malam. (b). Cuci dengan PBS Tween 20 seanyak 3 x

dalam 1 menit. (c). Blocking dengan BSA 1 % sebanyak 100 µl

kemudian inkubasikan selama 1 jam. (d). Cuci lagi dengan PBS

Tween 3x selama 1 menit. (e). Masukkan serum darah dengan

perbandingan 1:100 dengan PBS, masukkan 100 µl tiap well dan

diinkubasi selama 1 jam. (f). Cuci dengan PBS Tween 20 sebanyak 3

x dalam 1 menit. (g). Masukkan conjugate dengan perbandingan

1:2000, kemudian diinkubasi selama 1 jam. (h). Cuci dengan PBS

Tween 20 sebanyak 3x selama 1 menit. (i). Masukkan substrat 100 µl,

nitrofenil fosfat untuk conjugate alkalin fosfatase atau

orthophenildiaminase untuk conjugate dengan peroksidase. Kemudian

diinkubasikan selama 1/2 jam. (j). Stop reaksi dengan NaOH 3 M,

kemudian dibaca dengan ELISA reader pada panjang gelombang 405.

25

Page 26: 4593-6307-1-PB

3. Tahap akhir. Pengolahan data, analisis data, presentasi hasil serta

pembuatan laporan dan publikasi laporan.

H. Cara analisis data

Mencari hubungan antara komorbiditas dengan kualitas hidup penderita

gagal ginjal kronik terminal di RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta,

dilakukan dengan uji kai kuadrat dan analisis multivariate dengan regresi

logistik.

Data yang diperoleh diolah menggunakan tabel 2x2 dan dianalisis dengan uji

kai kuadrat untuk mengetahui relative risk dan menilai adanya hubungan antara

faktor yang diteliti dengan kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik. Sete-

lah diketahui nilai relative risk masing-masing faktor kemudian dilanjutkan

dengan analisis multivariate dengan menggunakan regresi logistik.

I. Etika Penelitian

Karena melibatkan responden manusia maka akan dilakukan penjelasan

kepada seluruh calon responden tentang maksud dan tujuan penelitian, manfaat

dan kegunaan yang diharapkan dan konsekuensi-konsekuensi sebagai

responden (informed consent).

J. Rencana waktu penelitian

Rencana kegiatan penelitian tampak pada tabel 2.

26

Page 27: 4593-6307-1-PB

Tahapan Kegiatan Rencana waktu(bulan ke)

1 2 3Persiapan 1. Pengurusan ijin, penetapan pro-

tokoler & prosedur kerja2. Pengadaan bahan dan alat

3. Pengumpulan data sekunderPelaksanaan 1.Pengumpulan data primer di rumah sakit

dengan wawancara2.Pengumpulan data observasional

3.Pemeriksaan laboratorium dengan metoda Elisa

Akhir 1. Penulisan laporan 2. Seminar hasil 3. Penyerahan laporan

4. Publikasi

Tabel 2. Jadwal Kegiatan penelitian hubungan hipertensi, merokok dan minuman suplemen energi dengan kejadian gagal ginjal kronik.

27

Page 28: 4593-6307-1-PB

Daftar Pustaka

Agarwal, R., Andersens, M.J., 2005. Correlates of systolic hypertension in patients with chronic kidney disease, Hypertension. J Am Soc Nephrol, 46: 514-520

Albert, W., Nancy, E., Jane, V.R., Marsh, M., Klemens, B.M., Frederic, O.F., Michelle, M.C., NEIL, R.P., 2004. Changes in Quality of Life during hemodialysis and Peritoneal Dialysis Treatment: Generic and Disease Specific Measures. J Am Soc Nephrol 15: 743–753,

Bakri, S., 2005. Deteksi dini dan upaya-upaya pencegahan progresifitas penyaki gagal ginjal kronik, Jurnal Medika Nusantara, 26(3):36-39

Bayliss, EA., Ellis, JL., Steiner, JF., 2005. Subjective assessments of comorbidity correlate with quality of life health outcomes: Initial validation of a comorbidity assessment instrument, Health and quality of life outcomes

Burdick, RA., Gresham, JL., Woods, JD., Hedderwick, SA., Kurokawa, K., Combe, C., Saito, A., BrecQue, JL., Port, FK., Young, EW., 2003. Patterns of hepatitis B prevalence and seroconversion in hemodilysis units from three continents: The DOPPS, Kidney international J, vol. 63, pp. 2222-2229.

Burgess, G.W. (1995). Tekhnologi ELISA dalam diagnosis dan penelitian. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Chen, J., Muntner, P., Hamm, L., Jones, D.W., Batuman, V., 2004. The metabolic syndrome and chronic kidney disease in U.S. adults, Ann Intern Med, 140:167-174.

Cohen, SD., Patel, SS., Khetpal, P. Peterson, RA., Kimmel, PL., 2007. Pain, sleep disturbance, and quality of life in patients with chronic kidney disease, Clin J Am Soc nephrol 2: 919-925

Fored, M. 2003. Risk factors for the development of chronic renal failure, Stockholm, Karolinska University Press

Go, A.S., Chertow, G.M., Fan, D., Hsu, C.Y., 2004. Chronic kidney disease and the risk of death, cardiovascular events and hospitalization, NEJM, 351:1296-305

28

Page 29: 4593-6307-1-PB

Joan M. Teno; Brian R. Clarridge; Virginia Casey; et al, 2004. Family Perspectives on End-of-Life Care at the Last of Care. JAMA;291(12):1446.

Kasiske, B.L.& Klinger, D. 2000. Cigarette smoking in renal transplant recipients; J.Am Soc Nephrol;11:753-9

Kher, V., 2002. End stage renal disease in developing countries, J. Kidney

International, 62:350-362

Kuo, H.W., Tsai, S.S., Tiao, M.M., Yang, C.Y., 2007. Epidemiological features of CKD in Taiwan, Am J Kidney Dis, 49:46-55

Lemeshow, S., Hosmer, Jr. D.W., Klar, J., Iwanga, S.K., 1997. Besar sampel dalam penelitian kesehatan. Terjemahan.Cetakan pertama. Jogjakarta:Gadjah Mada University Press

Levey, A.S., Coresh, J., Balk, E., Kaustz, A.T., Levin, A., 2003. National Kidney Foundation practice guidelines for chronic kidney disease: evaluasi, klasifikasi and stratification; Ann Intern Med; 139:137 – 147

Loho, T., Pusparini. (2000). Infeksi nosokomial pada hemodialisis. Majalah Kedokteran Indonesia, 50 (3), 132-144

Mcclellan, W.M.& Flanders, W.D. 2003. Risk Factor for progressive chronic kidney disease; J Ant Soc Nephrol;14:s65-s70

Merkus, M.P., Jager, J.K., Dekker, F.W., Boeschoten, E.W., Stevens, P., Krediet, R.T., et al. (1997). Quality of life in patient on chronic dyalisis: self assessment 3 months after the start of treatment. American Journal of Kidney Disease, 29 (4), 584-592

Mitch, W.E., Bender, W.L., Walker, W.G., 1990. Management of progressive and end –stage renal disease dalam The principles and practice of medicine, Maryland

Nelson, C.B., & Lotfy, M. (1999). The World Health Organization’s WHOQoL-BREFquality of life assessment: psychometric properties and results of the internationalfield trial. WHO (MNH/MHP/99.7). Retrieved November 28th,2002, http://www.who.int/msa/qol/documents/WHOQOL_BREF.pdf

Remuzzi, G., Bertani, T. 1998. Pathophysiology of Progressive Nephropathies.

NEJM; 59:1448-1456.

29

Page 30: 4593-6307-1-PB

Remuzzi,G., Ruggenenti, P., Perico, N. 2002. Chronic renal diseases Renoprotective benefits of Renin-angiotensin System Inhibition, Annual of Internal Medicine;136(8):604-615

Retnakaran, R., Cull, C.A., Thorn, K.I., Adler, A.I., Holman, R.R. 2006. Risk factors for renal dysfunction in type type 2 Diabetes; Diabetes;55:1832-9

Schoolwerth, A.C., Engelgau, M.M., Hostetter, T.H., Rufo, K.H., McClelan, W.M., (2006). Chronic kidney disease a publik health problem that needs a public health action plan, Prevention Chronic Disease, 3(2):1-5

Scott D. Cohen, Samir S. Patel, Prashant Khetpal, Rolf A. Peterson, and Paul L. Kimmel, (2007). Pain, Sleep Disturbance, and Quality of Life in patients with Chronic Kidney Disease, Clin J Am Soc Nephrol 2: 919-925,

Siestma, S.J.P., Mulder, J., Janssen, W.M.T., Hillege, H.L., (2000). Smoking is

related to abnormal renal function in nondiabetic persons, Ann Intern Med;133:585-91

Stevens, L.A., Coresh, J., Greene, T., Levey, A.S., (2006). Assesing kidney function-measured and estimated glomerular filtration rate, NEJM, 354:2473-83

Stuyver, L., Claeys, H., Wyseur, A., Arnhem, VA., Beenhouwer, HD., Uytendaele, S.,Beckers, J., Matthijs, D., Roels, GL., Maertens, G., Paepe, MD., (1996). Hepatitis C virus in hemodialysis unit : Moleculer evidence for nosocomial transmission, Kidney international, vol 49, pp. 889-895.

The ESRD Incidence Study Group, (2006). Geographic, etnic, age-related and

temporal variation in the incidence of end-stage renal disease in Europ, Canada and the asia-Pacific region, 1998-2002, NDT, 21:2178-2183

Wakai, K., Nakai, S., Kikuchi, K., Iseki, K., Miwa, N., Masakane, I., Wada, A.,

Shinzato, T., Nagura, Y., Akiba, T., (2004). Trends in incidence of end-stage renal disease in japan, 1983 – 2000, age-adjusted and age-speciphic rates by gender and cause, Nephrology Dialysis Transplantation, 19:2044 – 2052

Yusuf, (1991). Hubungan antara penggunaan jarum suntik dan jarum lain dengan kejadian Hepatitis B Virus. Berita Kedokteran Masyarakat, 60-63

30

Page 31: 4593-6307-1-PB

Lampiran 1. Informed consent

INFORMED CONSENT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis kelamin :

Pekerjaan :

Bersedia ikut menjadi responden untuk penelitian tentang gagal ginjal kronik

terminal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh adanya

penyakit komorbid terhadap kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik terminal.

Dengan alasan apapun apabila saya menghendaki maka saya berhak

membatalkan surat persetujuan ini. Demikian surat persetujuan ini saya buat

dengan sebenarnya, tanpa ada unsur paksaan.

Yogyakarta

Mengetahui, Peneliti Yang membuat pernyataan

Dita Windarofah -----------------------------------

31

Page 32: 4593-6307-1-PB

Lampiran 2. Kuesioner penilaian kualitas hidup

Kuesioner penilaian kualitas hidup responden

WHOQOL-BREF

Pertanyaan berikut ini menyangkut perasaan anda terhadap kualitas hidup, kesehatan dan hal lain dalam hidup anda. Saya akan membacakan setiap pertanyaan kepada anda, bersamaan dengan pilihan jawaban. Pilihlah jawaban yang menurut anda paling sesuai. Jika anda tidak yakin tentang jawaban yang akan anda berikan terhadap pertanyaan yang diberikan, pikiran pertama yang muncul pada benak anda seringkali merupakan jawaban yang terbaik. Camkanlah dalam pikiran anda segala standar hidup, harapan, kesenangan dan perhatian anda. Kami akan bertanya apa yang anda pikirkan tentang kehidupan anda pada empat minggu terakhir.

Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering anda telah mengalami hal-hal berikut ini dalam empat minggu terakhir.

32

Page 33: 4593-6307-1-PB

Pertanyaan berikut ini adalah tentang seberapa penuh anda alami hal-hal berikut

ini dalam 4 minggu terakhir?

33

Page 34: 4593-6307-1-PB

Pertanyaan berikut merujuk pada seberapa sering anda merasakan atau mengalami hal-hal berikut dalam empat minggu terakhir.

[Tabel berikut ini harus dilengkapi setelah wawancara selesai]

34

Page 35: 4593-6307-1-PB

35