4 Hipertensi

5
Pedoman Rujukan Penyakit Hipertensi Esensial (Primer) A. Pengertian 1. Hipertensi Esensial adalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari ≥ 140 mmHg dan atau diastolik ≥ 90 mmHg. Kondisi ini sering tanpa gejala. Peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan komplikasi, seperti stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal. 2. Hipertensi Non Esensial Adalah hipertensi sekunder yang terjadi karena adanya penyebab lain yang mendasari. Pada kondisi hipertensi non esensial dilakukan rujukan ke dokter spesialis untuk dilakukan evaluasi dan pengobatan terlebih dahulu. Jika pasien dalam kondisi stabil dan dapat ditangani di Puskesmas, maka rumah sakit melakukan rujukan balik ke Puskesmas. Contohnya dari kasus ini adalah hipertensi yang terdapat pada pasien dengan stroke, cedera kepala, gagal jantung, diabetes melitus tak terkontrol, penyakit gangguan ginjal dan penyakit-penyakit lain yang menimbulkan komplikasi hipertensi. B. Tujuan Tujuan dari manual rujukan khusus penyakit hipertensi esensial ini adalah sebagai kendali mutu dan biaya terhadap pengobatan yang diberikan pada pasien – pasien dengan kondisi tersebut, sehingga mendapatkan tatalaksana yang efektif dan efisien C. Kebijakan dan Prinsip Dasar Kebijakan rujukan kasus hipertensi dari puskesmas ke Rumah Sakit harus sesuai dengan prinsip rujukan yang diatur dalam PMK no 1 tahun 2012 pasal 9, tentang sistem rujukan. Pasal tersebut mengatakan bahwa faskes dapat melakukan rujukan vertikal apabila pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik dan perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan

description

hipertensi

Transcript of 4 Hipertensi

Pedoman Rujukan Penyakit Hipertensi Esensial (Primer)

Pedoman Rujukan Penyakit Hipertensi Esensial (Primer)

A. Pengertian1. Hipertensi Esensialadalah kondisi terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan atau diastolik 90 mmHg. Kondisi ini sering tanpa gejala. Peningkatan tekanan darah yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan komplikasi, seperti stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

2. Hipertensi Non Esensial Adalah hipertensi sekunder yang terjadi karena adanya penyebab lain yang mendasari. Pada kondisi hipertensi non esensial dilakukan rujukan ke dokter spesialis untuk dilakukan evaluasi dan pengobatan terlebih dahulu. Jika pasien dalam kondisi stabil dan dapat ditangani di Puskesmas, maka rumah sakit melakukan rujukan balik ke Puskesmas. Contohnya dari kasus ini adalah hipertensi yang terdapat pada pasien dengan stroke, cedera kepala, gagal jantung, diabetes melitus tak terkontrol, penyakit gangguan ginjal dan penyakit-penyakit lain yang menimbulkan komplikasi hipertensi.

B. Tujuan

Tujuan dari manual rujukan khusus penyakit hipertensi esensial ini adalah sebagai kendali mutu dan biaya terhadap pengobatan yang diberikan pada pasien pasien dengan kondisi tersebut, sehingga mendapatkan tatalaksana yang efektif dan efisien

C. Kebijakan dan Prinsip Dasar Kebijakan rujukan kasus hipertensi dari puskesmas ke Rumah Sakit harus sesuai dengan prinsip rujukan yang diatur dalam PMK no 1 tahun 2012 pasal 9, tentang sistem rujukan. Pasal tersebut mengatakan bahwa faskes dapat melakukan rujukan vertikal apabila pasien membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik atau sub spesialistik dan perujuk tidak dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan, tidak berdasarkan indikasi sosial. Rujukan ulangan juga dapat diberikan kembali apabila terapi oleh dokter spesialis di rumah sakit belum selesai.

Pada kasus hipertensi esensial, kebijakan rujukan baru dapat dilakukan apabila pasien telah diterapi selama 2-3 bulan sesuai dengan panduan terapi pada PMK no 5 tahun 2014 namun target tekanan darah tidak tercapai, sehingga rujukan tidak dapat diberikan atas permintaan pasien. Untuk detail proses rujukan dapat dilihat pada bagian kriteria rujukan.

D. Kriteria RujukanPrinsip dalam pemberian terapi obat antihipertensi haruslah ada kerjasama antara pasien dengan tenaga kesehatan sehingga selain modifikasi gaya hidup pasien juga harus rutin melakukan kunjungan untuk evaluasi terapi yang diberikan. Berikut adalah guideline pengobatan hipertensi sesuai dengan PMK no 5 tahun 2014, mengenai panduan praktek klinis bagi dokter di puskesmas yang dikombinasikan dengan indikasi rujukan

Kriteria RujukanGuideline Terapi Hipertensi

Catatan: pasien dengan krisis hipertensi (diastole > 140) harus segera dirujuk ke RSKeterangan Fase 3puskesmas harus merujuk sesuai dengan prosedur rujukan apabila dengan terapi kombinasi 2 obat, pasien tidak mendapatkan target tekanan darah yang diinginkan, rujukan dilakukan ke rumah sakit yang dianggap mampu menangani kondisi tersebut.Fase 3Fase 2Keterangan Fase 2Terapi stage I dilakukan dengan 1 obat, dan terapi stage II dengan kombinasi 2 obat, rujukan dilarang diberikan pada pasien dengan kondisi hipertensi esensial tanpa indikasi khusus yang belum mendapatkan terapi. Rujukan diberikan apabila target tidak tercapai setelah pemberian obat selama 2-3 bulan atau pasien memiliki hipertensi non esensialKeterangan Fase 1Rujukan tidak boleh diberikan pada fase ini. Rujukan diberikan bila pasien terbukti memiliki hipertensi non esensial, Fase 1

E. Tata Cara Pelaksanaan Rujukan Kasus HipertensiSebelum dirujuk pada fasilitas kesehatan lain, maka pasien haruslah memenuhi kriteria untuk dirujuk seperti yang tertera pada halaman sebelumnya, seperti pasien memiliki hipertensi non esensial atau pasien tidak mencapai target tekanan darah setelah 2-3 bulan pengobatan. Setelah kriteria terpenuhi maka dokter di puskesmas harus mengisi surat rujukan sebanyak 3 rangkap yang berisi :

1. Identitas jelas pasien beserta jaminan kesehatan yang digunakan serta tanggal rujukan2. Mencantumkan Nama Rumah Sakit tujuan dan poliklinik yang dituju.Rumah sakit tujuan untuk pasien hipertensi haruslah rumah sakit yang memiliki dokter spesialis penyakit dalam.

3. Hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang yang sudah dilakukan 4. Mencantumkan tindakan serta terapi sementara yang telah diberikan5. Mencantumkan tanda tangan dokter yang merujuk

Pasien tidak perlu didampingi oleh tenaga medis apabila dirujuk ke poliklinik penyakit dalam dengan kondisi stabil, namun bila terdapat krisis hipertensi (Diastole > 140), pasien wajib didampingi oleh tenaga medis dengan ambulan transport yang memadai, setelah sebelumnya dokter menghubungi pihak rumah sakit tujuan, untuk dipastikan pasien tersebut mendapatkan kamar. Petugas kesehatan mengaktifkan sistem SPGDT (Pusdaldukes) untuk menghubungi RS dan mencari ketersediaan kamar.

Apabila rumah sakit tujuan penuh dan tidak memiliki ruang, maka dokter harus mencarikan rumah sakit alternatif lain yang mampu menangani kasus tersebut, tanpa memandang jaminan kesehatan yang digunakan.

Apabila setelah diusahakan dan tetap tidak mendapatkan ruang di 3 rumah sakit tujuan, maka dokter harus menjelaskan kepada seluruh keluarga yang datang untuk menandatangani surat pernyataan untuk dititipkan sementara di puskesmas tersebut meskipun fasilitas dan tenaga untuk melakukan pengawasan terbatas, sehingga saat terjadi kegawatan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Setelah ditandatangani, Dokter dapat melanjutkan penanganan pada pasien lain yang mungkin sudah menunggu sembari sesekali mengecek kondisi pasien. Penting untuk diketahui adalah tidak boleh merujuk tanpa adanya konfirmasi ke rumah sakit tujuan.