4 Global Heat Flow and Geothermal Energy.docx

download 4 Global Heat Flow and Geothermal Energy.docx

of 5

Transcript of 4 Global Heat Flow and Geothermal Energy.docx

3.3 Overthrusting dan UnderthrustingPenujaman dari sebuah lapisan batuan ke permukaan menyebabkan batuan oanas (hot rocks) dari dalam bumi mengalami kontak dengan batuan dingin yang ada di permukaan. Kita akan mengasumsikan bahwa batuan di sini adalah sebuah benua, dengan geothermal berkurva dikarenakan adanya konsentrasi radioaktif di kerak. Pada gambar 4.1, terlihat perbndingan kurva geothermal dalam beberapa keadaan dengan garis putus-putus sebagai keadaan stabil. Sesaat setelah terjadi overthrusting, panas yang terdapat pada batuan penghujam akan mengalir kepada batuan yang dihujamnya dan menaikkan temperaturnya. Namun efek ini akan berkurang seiring berjalannya waktu (sekitar beberapa juta tahun).

Gbr1. Penyesuaian kembali temperature setelah terjadi overthrustingEvolusi jangka panjang bergantung pada dua factor: panas ekstra yang diproduksi dikarenakan adanya dua lapisan yang kaya akan elemen radioaktif , dan erosi, yang mana secara lambat akan menghilangkan lapisan atas dan memindahkan hot rock ke atas (forced convection); setelah 60 juta tahun kedua factor tersebut telah menyebabkan geotherm melebihi nilai keseimbangannya, yang didapatkan tidak secara baik dalam waktu ratusan juta tahun, bergantung pada laju erosi. 3.4 Penebalan kerak dan orogenesisOrogenesis merupakan hasil dari kompresi lateral pada litosfer benua, Hal ini menyebabkan overthrusting yang complex , yang mana dapat berlanjut hingga puluhan hingga jutaan tahun, seperti yang terjadi di Himalaya dan Alpen, dan penebalan dari kerak bias menjadi dua kali lipat. Hasil dari penebalan hebat dari batuan dengan konsetrasi yang tinggi akan radioaktif akan menghasilkan batuan metamorf dengan kualitas tinggi yang akan terjadi dalam ratusan juta tahun. Dengan ini dan alasan yang tidak sepenuhnya dimerngerti, aliran panas benua dan samudra memiliki tren menurun seiring waktu, walaupun pada benua memili laju yang lebih lamban. 4.1 Aliran Panas GlobalPanas yang berasal dari dalam inti bumi akan dikonveksikan ke permukaan bumi (litosfer) dan menjadi apa yang kita kenal sebagai aliran panas (heat flow). Heatflow ini akan digunakan sebagai suatu acuan seberapa besarkah gradien panas permukaan di suatu daerah sehingga, pada beberapa kasus, digunakan untuk bahan pertimbangan dalam pembangunan proyek geothermal. Sebenarnya, panas di permukaan bumi tidak hanya berasal dari bumi saja namun juga ada kontribusi dari panas radiasi matahari yang mana nilainya 10.000 kali lebih besar dari panas inti bumi sendiri. Namun, pada heatflow ini kita hanya akan mencari besar panas di permukaan bumi yang timbul dikarenakan adanya konduksi panas dari dalam bumi.Pengukuran dilakukan dengan menggunakan prinsip dasar hukum fourier dimana

(4.1)

dengan adalah densitas aliran panas lokal (W.m-2), k adalah konstanta konduktivitas material (W.m-1.K-1) dan adalah gradien temperature (K.m-1). Namun persamaan di atas dapat kita reduksi menjadi satu dimensi karena heatflow yang terjadi secara horizomtal dianggap tidak terlalu penting. Maka persamaan (4.1) akan menjadi

(4.2)Untuk pengukuran terdapat dua cara, yaitu pengukuran darat dan pengukuran laut. Pengukuran darat dilakukan pada terowongan-terowongan tambang atau, untuk hasil yang lebih baik, dapat dilakukan pada lubang bor. Lubang bor yang digunakan harus memiliki kedalaman 300m untuk menghindari efek dari gradien temperature. Konduksi merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu yang cukup lama dan jika terjadi perubahan temperature di permukaan, butuh waktu yang lama untu gradien temperature hingga mencapai nilai yang baru. Pemboran dari lubang bor sendiri sebenarnya juga menggangu nilai dari gradien temperature permukaan sehingga sebaiknya pengukuran dilakukan >2 tahun setelah pengeboran dilakukan. Untuk mengukur aliran panas, maka lubang bor akan diisi air hingga penuh dan kemudian dilakukan pengukuran gradien temperature air pada kedalaman yang berbeda-beda. Namun, kita harus memastikan bahwa air yang ada tidak bersirkulasi karena ini akan mengakibatkan adanya arus konveksi pada lubang bor itu sendiri. Dari beberapa pengukuran yang dilakukan, diketahui bahwa aliran panas rata-rata permukaan di darat besarnya sekitar 65 mWm-2 (Tabel.4.1)Tabel 4.1 Aliran panas rata-rata berdasarkan pengukuran yang dilakukan di 20.201 tempat

Pengukuran di laut dilakukan dengan cara menenggelamkan corer (sebuah tabung 3m yang dihubungkan dengan sebuah thermistor). Corer dapat mengambil sample batuan di dasar lautan yang nantinya akan diteliti di laboratorium. Dasar lautan terkadang memiliki porositas dan permeabilitas yang tinggi sehingga menyebabkan perpindahan panas secara konveksi dapat terjadi dan melencengkan pengukuran. Jika ini terjadi, maka panas yang terukur akan lebih rendah dari yang sebenarnya dikarenakan air dingin akan mendinginkan batuan sedimen yang ada. Hasil pengukuran pada beberapa tempat di laun menghasilkan nilai aliran panas rata-rata sebesar 101 mWm-2. (Tabel.4.1)Walaupun masih banyak area dengan pengukuran yang jumlahnya sedikit, namun besarnya heat flow dapat diestimasikan dengan pengetahuan kita mengenai bagaimana fluks panas dapat bervariasi , khususnya dengan hubungan bagaimana ia berkurang seiring berjalannya waktu. Penambahan dibuat untuk konveksi hidrotermal di dekat pegunungan laut (oceanic ridge), yang nilainya diperkirakan sekitar sepertiga dari aliran panas samudera. Jumlah ini sekitar 4,2 1013 watt yang merupakan 50 sampai 100 kali lebih besar dari daya yang diperlukan untuk menyebabkan gempa bumi dan meningkatkan pegunungan, yang mana keduanya memperoleh energi mereka dari panas internal bumi melalui gerakan lempeng, yang pada gilirannya digerakkan oleh konveksi termal.

Gbr 4.1 Terlihat bahwa aliran panas lebih mendominasi pada daerah lautan dan samudra (bawah) yang mana kebanyakan berada pada oceanic spreading zone (atas)

4.2 Sumber Panas BumiBagaimana panas yang menjalar keluar dari ralam bumi diproduksi, dan pada bagian manakan panas ini terbentuk ? Salah satu hal yang bertanggungjawab dalam pembentukan panas di dalam bumi adalah radioaktifitas yang mana terkandung dalam lapisan litosfer, khususnya di kerak, yang dapatmenghasilkan panas yang besar. Panas yang dihaslka dari proses peluruhan radioaktif dapat diprediksikan di seluruh bagian bumi, berdasarkan komposisi, walaupun estimasi ini kurang akurat seiring dengan kedalaman (Tabel 17.1). Kerak samudra menghasilkan panas dalam jumlah besar, walaupun volumenya kecil, dikarenakan tingginya konsentrasi dari elemen radioaktif, di dalam batuan seperti granit. Pada mantel sendiri, walaupun konsentrasi dari elemen radioaktif tidak sebanyak pada kerak benua, ia dapat menghasilkan panas yang besar dikarenakan volumenya yang besar

Tabel 4.2 Perbandingan panas yang dihasilkan dari unsur radioaktif pada tiap-tiap lapisan bumi.