30 Terminologi Kolonial

12
Yuanita Wahyu Pratiwi (13/347932/SA/16946) Tugas Pengantar Sejarah Indonesia Terminologi Masa Kolonial 1. Coolie Ordonantie Ordonansi Kuli; kontrak kerja dalam Besluit No.1 th. 1880 yang berisi tentang orang miskin Jawa yang di transmigrasikan ke Sumatera untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. 2. Kultuur Stelsel Tanam Paksa; Kebijakan pemerintah Hindia-Belanda yang diambil agar dapat mengisi kas Belanda yang kosong dalam waktu cepat dengan meminta jatah seperlima dari tiap lahan warga untuk ditanami tanaman-tanaman komoditi ekspor. 3. Politik Etis Nama umum yang diberikan untuk kebijakan Kolonial Belanda pada dasawarsa-dasawarsa awal abad 20 atas keprihatinan terhadap keadaan orang Indonesia pribumi akibat eksploitasi Belanda. Politik Etis kemudian mengedepankan Irigasi, Emigrasi, dan Edukasi sebagai balas budi terhadap orang- orang Indonesia. 4. Kovensi London Dilaksanakan di London, tahun 1814, tentang pengembalian Indonesia kepada Belanda setelah sempat diambil alih Inggris sejak 1811.

description

Terminologi pada era kolonial abad 18-paruh awal abad 20

Transcript of 30 Terminologi Kolonial

Page 1: 30 Terminologi Kolonial

Yuanita Wahyu Pratiwi (13/347932/SA/16946)

Tugas Pengantar Sejarah Indonesia

Terminologi Masa Kolonial

1. Coolie OrdonantieOrdonansi Kuli; kontrak kerja dalam Besluit No.1 th. 1880 yang berisi tentang orang miskin Jawa yang di transmigrasikan ke Sumatera untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja.

2. Kultuur StelselTanam Paksa; Kebijakan pemerintah Hindia-Belanda yang diambil agar dapat mengisi kas Belanda yang kosong dalam waktu cepat dengan meminta jatah seperlima dari tiap lahan warga untuk ditanami tanaman-tanaman komoditi ekspor.

3. Politik EtisNama umum yang diberikan untuk kebijakan Kolonial Belanda pada dasawarsa-dasawarsa awal abad 20 atas keprihatinan terhadap keadaan orang Indonesia pribumi akibat eksploitasi Belanda. Politik Etis kemudian mengedepankan Irigasi, Emigrasi, dan Edukasi sebagai balas budi terhadap orang-orang Indonesia.

4. Kovensi LondonDilaksanakan di London, tahun 1814, tentang pengembalian Indonesia kepada Belanda setelah sempat diambil alih Inggris sejak 1811.

5. Kapitulasi TuntangPenyerahan kekuasaan atas Nusantara kepada pemerintah Inggris Raya dari pemerintah Hindia-Belanda tahun 1811 yang terjadi di desa yang bernama Tuntang, dekat Semarang.

6. Koninklijk Nederlands-Indische Leger (KNIL)

Page 2: 30 Terminologi Kolonial

Secara harfiah berarti Tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Merupakan kesatuan militer yang bertugas melayani kerajaan Hindia-Belanda dan beranggotakan orang-orang bumiputera serta keturunan indo-belanda.

7. Marsose (Marѐchaussѐe)Kesatuan-kesatuan militer kecil yang beranggotakan ras campuran untuk beroprasi sebagai pasukan kontra gerilya atau komando yang relatif terbebas dari komando taktis para perwira KNIL. Dibentuk akibat kegagalan taktik militer konvensional dalam perang Aceh.

8. Batig SlotSurplus anggaran oleh tanam paksa pada masa kolonial.

9. Undang-undang GulaSuikerwet; disahkan tahun 1870 dan mengatur penghapusan kewajiban budidaya tebu kepada petani secara bertahap di Hindia-Belanda. 

10. Puja KesumaAkronim dari Putra Jawa Kelahiran Sumatera yang merupakan sebutan bagi keturunan Jawa yang lahir di Sumatera akibat lanjut dari transmigrasi orang Jawa ke Sumatera oleh Coolie Ordonantie yang jejaknya masih bisa ditelusuri sampai sekarang.

11. Print CapitalismKapitalisme Cetak; Pada awal abad XX, media cetak seperti surat kabar yang tersebar luas merupakan dorongan utama yang menjalinkan orang yang tinggal di tempat-tempat berbeda di seluruh Nusantara.

12. MestizoIstilah yang pada awalnya digunakan untuk menyebut semua ras hasil campuran antara Indonesia dengan ras lain manapun sejak abad 17, namun pada abad 19 istilah ini tumpang tindih dengan istilah “Eurasia” yang digunakan khusus untuk menyebut keturunan Indo-Belanda.

13. Goeroe OrdonantieDikeluarkan pemerintah Hindia-Belanda tahun 1905, yakni undang–undang yang mewajibkan para pendidik di sekolah-sekolah diluar kontrol pemerintah, memperoleh izin dari instansi yang ditentukan.

Page 3: 30 Terminologi Kolonial

14. RijsttafelCara penyajian makanan berurutan dengan pilihan hidangan dari berbagai daerah di Nusantara. Cara penyajian seperti ini berkembang pada masa kolonial Hindia Belandayang memadukan etiket dan tata cara perjamuan resmi Eropa dengan kebiasaan makan penduduk setempat yang mengonsumsinasi sebagai makanan pokok dengan berbagai lauk-pauknya. Cara penyajian ini populer di kalangan masyarakat Eropa-Indonesia, namun tetap digemari di Belanda dan dihidupkan lagi di Indonesia pada masa kini.

15. TrekkersOrang-orang pendatang yang berdarah Eropa asli yang berkeinginan kembali ke tempat asalnya setelah tugasnya selesai. Sekarang lebih banyak disebut sebagai ekspatriat.

16. BlijversPara pendatang Eropa yang kemudian mampu beradaptasi di lingkungan Hindia-Belanda dan memutuskan untuk menetap. Biasanya mereka kemudian beristrikan orang setempat atau orang Tionghoa.

17. Undang-undang Administrasi HindiaRegeringsreglement; Undang-undang yang membagi masyarakat kedalam tiga golongan yakni Europeanen (orang Eropa), Vreemde Oosterlingen (Timur Asing), dan Inlanders (pribumi).

18. MalaiseDepresi Besar atau krisis ekonomi tahun 1930 adalah sebuah peristiwa menurunnya tingkat ekonomi secara dramatis di seluruh dunia yang mulai terjadi pada tahun 1929. Depresi dimulai dengan peristiwa Selasa Kelam, yaitu peristiwa jatuhnya bursa saham New York pada tanggal 24 Oktober dan mencapai puncak terparahnya pada 29 Oktober 1929, adanya over produksi tahun 1930. Pada masa ini, harga produk pertanian turun 40 sampai 60 persen.

19. Pergerakan NasionalDitandai dengan munculnya kaum intelektual bumiputera sebagai akibat dari Politik Etis yang salah satu aspeknya mengedepankan Edukasi. Dimulai pada awal abad XX dan ditandai dengan bermunculannya organisasi-organisasi dan berkembangnya pers.

Page 4: 30 Terminologi Kolonial

20. RodhiKerja paksa masa kolonial Belanda. Salah satu proyek terbesarnya ialah Jalan Raya Pos atau Pos Grote Weg dari Anyer sampai Panarukan yang pembangunannya menelan banyak korban jiwa.

21. Budaya IndisBudaya campuran antara Belanda dan kebudayaan Timur (Jawa) akibat kehadiran bangsa Belanda di pulau Jawa dalam waktu yang lama. Lambat laun, pengaruh campuran ini makin besar dan mempengaruhi berbagai unsur kebudayaan.

22. Jalan Raya PosDe Grote Postweg; Jalan raya yang membentang sepanjang Utara pulau Jawa dari Anyer sampai Panarukan yang jaraknya kurang lebih 1000 km. Proyek ini dilakukan pada masa Deandles dan menggunakan sistem kerja Rodi sehingga sepanjang pembangunannya yang menelan waktu kurang lebih setahun, banyak pekerja yang gugur.

23. LandrenteSistem sewa tanah yang digunakan Raffles pada masa pemerintahannya. Dikenal juga sebagai Pajak Bumi. Ketika Landrente diberlakukan, sebagai gantinya tidak ada lagi penentuan jenis tanaman dan kerja paksa. Sistem ini sebenarnya meniru sistem yang lebih dahulu digunakan oleh raja-raja setempat.

24. HinderordonantieSurat Izin Gangguan; adalah surat yang memberikan izin kepada perusahaan untuk menggunakan lokasi tertentu yang dapat menimbulkan bahaya, gangguan, atau kerusakan lingkungan sebagai tempat usaha perusahaan, yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah tingkat II (Kotamadya atau kabupaten).

25. Max HavelaarNovel semiotobiografi yang ditulis oleh Eduard Douwes Dekker, yang menggunakan nama Multatuli (“Saya telah banyak menderita”) dan menjelaskan pengalamannya sebagai Asisten Residen Lebak di Banten pada pertengahan abad ke-19.

26. Haattsai Artikelen

Page 5: 30 Terminologi Kolonial

adalah sebutan populer untuk sekumpulan delik pidana yang mengancam mereka "yang menyebarkan perasaan permusuhan, kebencian, atau pun penghinaan terhadap penguasa negara".

27. AbanganKelompok yang mewakili suatu aliran sosial dan budaya yang penting di Indonesia pada abad XX yakni yang keislamannya jarang lebih daripada sekedar komitmen formal dan nominal saja. Kaum Abangan merupakan mayoritas penduduk Jawa; pemikiran agama mereka cenderung bersifat mistik, tidak memedulikan kewajiban sesuai syariah Islam, dan terikat dengan bentuk-bentuk seni Jawa yang diilhami nilai-nilai pra-Islam.

28. KaumanSuatu wilayah di perkotaan yang ditinggali oleh kelompok-kelompok muslim, biasanya letaknya di dekat masjid raya. Pada awal abad XX, kaum muslim perkotaan ini bersentuhan dengan gagasan-gagasan pembaharuan dan kemajuan. Mereka juga banyak bersengketa dengan orang-orang Cina setempat.

29. Wilde Scholen OrdonantiePeraturan Sekolah-sekolah Liar; Diumumkan pada bulan September 1932. Peraturan ini mengharuskan adanya izin dari pihak-pihak penguasa sebelum sebuah sekolah swasta yang tidak mendapat subsidi pemerintah (yang menempatkan suatu sekolah di bawah pengawasan pemerintah) dapat didirikan.

30. Gerakan SaminAdalah salah satu suku yang ada di Indonesia. Masyarakat ini adalah keturunan para pengikut Samin Surosentiko yang mengajarkan sedulur sikep, di mana mereka mengobarkan semangat perlawanan terhadap Belanda dalam bentuk lain di luar kekerasan. Bentuk yang dilakukan adalah menolak membayar pajak, menolak segala peraturan yang dibuat pemerintah kolonial. Masyarakat ini acap memusingkan pemerintah Belanda maupun penjajahan Jepang karena sikap itu, sikap yang hingga sekarang dianggap menjengkelkan oleh kelompok di luarnya.

Page 6: 30 Terminologi Kolonial

Tugas Pengantar Sejarah Indonesia

Kronologi Peristiwa Pada Masa Kolonial

Perkembangan Sekolah Katolik di Yogyakarta

1890 Dimulainya kerja missi di Jawa yang mengawali masuknya missi Katolik ke daerah Yogyakarta. Ketika itu, Pastor Keyzer diberitakan menerima seorang haji yang belajar agama Katolik di Semarang. Walaupun kejadian itu tidak berlanjut apa-apa, tetapi pengalaman pertama itu mendorong pemikiran-pemikiran akan perlunya sekolah bagi kerja missi. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan memang merupakan tumpuan dan dorongan utama bagi kerja missi di Jawa.

1892 Bermula dari Magelang, pada tahun ini muncul sekolah-sekolah di Mungkid.

1893 Muncul sekolah-sekolah di Tempuran dan Salam. Pada saat itu, para Pastor belum menguasai bahasa Jawa, karenanyalah pengajaran banyak dilakukan oleh orang-orang non Katolik. Pengajaran disini hanya sebagai pemikat untuk dapat berhubungan dengan penduduk setempat.

1894 Kerja missi yang sesungguhnya baru dimulai ketika seorang pendeta Protestan menjadi Katolik beserta pengikutnya. Sejak saat itu, muncul pusat-pusat kerja missi di Nglampar, Mlaten, Semarang, Ambarawa, Bedono, Magelang, Muntilan, Mendut, dan Yogyakarta. Sekolah di Muntilan dan Mendut kebanyakan memiliki murid yang berasal dari Yogyakarta, baik lelaki maupun perempuan. Yogyakarta kemudian semakin menjadi sasaran usaha perluasan agama dan pengajaran Katolik.

1917 Pater van Driessche mendirikan sekolah yang pertama dengan menggunakan rumah milik seorang penduduk desa. Setelah itu baru muncul keingginan agar penyelenggaraan pendidikan dilakukan di gedung yang lebih bagus dengan sistem yang bercorak Europees. Pater mendapat tugas untuk membicarakannya dengan para bangsawan. Mulanya sebagai bujukan, ia mengatakan bahwa sekolah tersebut akan bercorak netral, yakni membebaskan murid-muridnya

Page 7: 30 Terminologi Kolonial

untuk boleh mengikuti maupun tidak mengikuti pengajaran agama Katolik.

1918 Tepatnya pada tanggal 1 Agustus, dibuka sebuah sekolah dengan 4 buah kelas, 200 orang murid dari 400 orang yang mendaftar sebagai permulaan. Kemudian dibuka lagi 2 kelas tambahan untuk mereka yang pernah bersekolah di tempat lain dan diberi pelajaran bahasa Belanda agar dapat duduk di kelas tiga HIS (Hollandsch-Inlandsche School) dalam waktu setahun.

1919 Separuh dari jumlah murid di sekolah tersebut telah mengikuti pelajaran katekismus. Bahkan, dikabarkan ada dua dari putra Sultan yang telah mempertimbangkan untuk menjadi Kristen.

1919 HIS kedua berdiri. Jumlah muridnya, apabila dijumlahkan dengan HIS pertama menjadi 475 orang. Hal ini diikuti oleh para zuster Fransiskan yang kemudian mendirikan sekolah khusus putri yang segera dapat menarik 75 orang murid.

1923 Sekolah missi telah memiliki gedung bertingkat dua dan 18 ruangan. 14 dari ruangan tersebut digunakan untuk HIS dan sisanya untuk MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs). Semula, sekolah tersebut hanya untuk penduduk setempat. Pada waktu yang sama pula, di Yogyakarta telah berdiri dua MULO lain salah satunya merupakan kepunyaan pemerintah, dan satu lagi MULO protestan.

1924 Kegiatan persekolahan berpusat di kampemenstraat, mulai dari Frőbelschool sampai MULO (7 macam sekolah) dimana didalamnya dilibatkan 25 guru Eropa dan 11 guru bumiputera. Jumlah murid Eropa sebanyak 408 dan murid bumiputera sebanyak 808 orang. Sedangkan Sekolah Schakel Kumendaman, Wirobrajan, dan Gowongan dengan jumlah seorang guru Eropa dan 22 guru bumiputera serta murid berjumlah 700 orang. Dengan ini, dapat dilihat bahwa perkembangan sekolah katolik di Yogyakarta cenderung bergerak ke arah timur.

Surjomiharjo, Abdurrachman, Sejarah Perkembangan Sosial Kota Yogyakarta 1880-1930, Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000

Page 8: 30 Terminologi Kolonial

Tugas Pengantar Sejarah Indonesia

Referensi Literatur tentang Masa Kolonial

Arifin, Winarsih Partaningrat, Sembilan Tahun di STOVIA: 1907-1916, dalam Panggung Sejarah, Jakarta: Pustaka Obor Indonesia, 2011.

Baha’uddin, Dokter Jawa dan Mantri dalam Sejarah Kesehatan di Indonesia pada Masa Kolonial, Yogyakarta: Jurusan Sejarah Universitas Gadjah Mada, 2011.

Matanasi, Petrik, Perwira Pribumi dalam KNIL Masa Kolonial, dalam KNIL: Bom Waktu Tinggalan Belanda, Yogyakarta: Media Press, 2007.

Putuhera, M. Shaleh, Haji Sebelum Abad XX, dalam Historiografi Haji Indonesia, Yogyakarta: LKiS, 2007.

Resink, G.J., Raja dan Kerajaan yang Merdeka di Nusantara (1850-1910), Jakarta: Komunitas Bambu, 2012.

——— Negara-negara Pribumi di Nusantara Bagian Timur (1873-1915), Jakarta: Komunitas Bambu, 2012.

Soekiman, Djoko, Kebudayaan Indis dan Gaya Hidup Masyarakat Pendukungnya di Jawa (abad ke-18 sampai pertengahan abad ke 20), dalam Kolonialisme Kemudayaan dan Warisan Sejarah, Yogyakarta: Jurusan Sejarah Universitas Gadjah Mada, 2011.

Suhartono, Dr., Sejarah Pergerakan Nasional, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994.

——— Cina Klonthong: Rural Peddlers in the Recidency of Surakarta 1850-1920, dalam State and Trade in the Indonesian Archipelago, Leiden: KITLV, 1994.

Thorn, Mayor William, Penaklukan Pulau Jawa, Yogyakarta: Elex Media Computindo, 2012.