3. ISIfix

55
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ekuitas mengandung unsur kepemilikan (ownership), untuk organisasi nonprofit ekuitas disebut dengan aset bersih (net assets) untuk menghindari kesan adanya pemilikan.Untuk perusahaan perseorangan, ekuitas sering disebut modal. Untuk perseorangan, istilah ekuitas (ekuitas pemegang saham atau stockholders' equity) lebih merefleksi kata yang ingin dikandungnya.Istilah modal sering digunakan pula sebagai padan kata equity walaupun modal lebih dekat maknanya dengan istilah capital. Konsep kesatuan usaha yang memisahkan antara manajemen dan pemilik. Informasi tentang ekuitas pemegang saham menjadi sangat penting karena hal tersebut menunjukan hubungan antara perusahaan dengan pemegang saham, jika dilihat dari sudut pemegang saham, ekuitas pemegang saham merupakan hak atas kekayaan atau nilai yang tertanam dalam perseroan. Namum apabila dilihat dari sudut kesatuan usaha, ekuitas pemegang saham merupakan “utang” perseroan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu, ekuitas pemegang saham dapat juga dipandang sebagai gambaran hubungan yuridis antara perseroan dan pemegang saham. Dengan kedudukannya yang demikian persoalannya adalah bagaimana melaporkan atau 1

description

dfdsfdsfdsfsfdfsdfsdfsdfsdfdsfdfsdfsdfdsfdsfdsfdsfsdfsdfdsfdsfdsfsdfdsfdsfdsfds

Transcript of 3. ISIfix

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Ekuitas mengandung unsur kepemilikan (ownership), untuk organisasi nonprofit ekuitas disebut dengan aset bersih (net assets) untuk menghindari kesan adanya pemilikan.Untuk perusahaan perseorangan, ekuitas sering disebut modal. Untuk perseorangan, istilah ekuitas (ekuitas pemegang saham atau stockholders' equity) lebih merefleksi kata yang ingin dikandungnya.Istilah modal sering digunakan pula sebagai padan kata equity walaupun modal lebih dekat maknanya dengan istilah capital.

Konsep kesatuan usaha yang memisahkan antara manajemen dan pemilik. Informasi tentang ekuitas pemegang saham menjadi sangat penting karena hal tersebut menunjukan hubungan antara perusahaan dengan pemegang saham, jika dilihat dari sudut pemegang saham, ekuitas pemegang saham merupakan hak atas kekayaan atau nilai yang tertanam dalam perseroan. Namum apabila dilihat dari sudut kesatuan usaha, ekuitas pemegang saham merupakan utang perseroan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu, ekuitas pemegang saham dapat juga dipandang sebagai gambaran hubungan yuridis antara perseroan dan pemegang saham. Dengan kedudukannya yang demikian persoalannya adalah bagaimana melaporkan atau menyajikan informasi elemen ini agar hubungan dan tanggung jawab yuridis dapat dipertahankan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka rumusan masalahnya adalah:

1. Jelaskan tentang pengertian, komponen ekuitas pemegang saham dan tujuan penyajian ekuitas?2. Jelaskan perbedaan model setoran dan laba ditahan?3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan modal yuridis?4. Apa yang dimaksud dengan modal setoran lain?

5. Sebutkan sumber-sumberperubahan modal setoran?

6. Jelaskan perubahan laba ditahan?7. Jelaskan tentang penyajian modal pemegang saham?8. Jelaskan pendistribusian laba ditahan?9. Bagaimanakah penyajian laba komprehensif?1.3. Tujuan Penulisan

Adapun maksud dan tujuan berdasarkan identifikasi masalah diatas adalah memberikan pemahaman mengenai:1. Menjelaskan tentang pengertian, komponen ekuitas pemegang saham dan tujuan penyajian ekuitas.2. Menjelaskan tentang perbedaan model setoran dan laba ditahan.3. Menjelaskan tentang modal yuridis.4. Menjelaskan tentang modal setoran lain.5. Menjelaskan dan menyebutkan sumber-sumberperubahan modal setoran.6. Menjelaskan tentang perubahan laba ditahan.7. Menjelaskan tentang penyajian modal pemegang saham.8. Menjelaskan tentang pendistribusian laba ditahan.9. Menjelaskan penyajian laba komprehensif.BAB II

PEMBAHASAN1.1. Pengertian, Komponen Ekuitas Pemegang Saham dan Tujuan Penyajian Ekuitas1.1.1. Pengertian EkuitasEkuitas tidak dapat didefinisikan secara independen terhadap aset dan kewajiban. Dalam kerangka dasar Standar Akuntasi Keuangan (2002), misalnya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mendefinisikan ekuitas sebagai berikut (pasal 49):

Ekuitas adalah hak residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiaban.

Definisi diatas tidak jauh berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh FASB dalam SFAC No. 6 sebagai berikut:

Equity or net asset is the residual interest in the assets of an entity that remains after deducting its liabilities.

Berbagai sumber yang lain mendefinisikan ekuitas yang tidaktidak berbeda dengan defini diatas. Ekuitas didefinisikan sebagai hak residual untuk menunjukan bahwa ekuitas buakn kewajiban. Ini berarti ekuitas bukan pengorbanan sumber ekonomik masa datang. Karena didefinisi atas dasar aset dan kewajiban, nilai ekuitas juga bergantung pada bagaimana aset dan kewajiban diukur.

Godfrey, Hodgson, dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan kewajiban atas dasar kriteria berikut (hlom. 421-423):

1. Hak hak masing masing pihak atas penyelesaian klaim

2. Hak penggunaan aset dalam operasi

3. Substansi ekonomik perjanjian

Atas dasar konsep kesatuan usaha, kreditor dan pemegang saham sama-sama mempunyai klaim atau hak untuk dilunasi atas dana yang ditanamkan dalam perusahaan. akan tetapi terdapat, terdapat dua karakteristik yang melekat pada hak kreditor yaitu: (a) penyelesaian klaim mereka pada tanggal tertentu melalui transfer aset dan (b) prioritas diatas pemilik dalam penyelesaian klaim mereka dalam hal likuidasi.

Jadi, klaim kreditor terbatas jumlahnya dan harus diselesaikan padatanggal tertentu sementara klaim pemegang sahalm merupakan jumlah residual dan tidak harus diselesaikan atau dilunasipada tanggal tertentu.

Hak kreditor atau pemilik (pemegang saham) juga berbeda dalam hal penggunaan aset. Kreditor pada umumya tidak mempunyai akses dan kendali dalam penggunaan aset perusahaan. Mereka juga tidak mempunyai hak dalam pengambilkan keputusan operasi perusahaan secara langsung. Di lain pihak, pemilik (khusus dalam perusahaan peseorangan) mempunyai akses, hak,dan autoritas untuk menjalankan perusahaan dan menggunakan atau mengendalikan aset.

Perjanjian menimbulkan hak dan kewajiban. substansi ekonomik perjanjian antara kreditor dengan perusahaan berbedadengan antara pemegang saham dan perusahaan dalam hal resiko terhadap rugi. Karena kreditor diprioritaskan, resiko mereka lebih kecil dari pemegang saham. Pemegang saham menanggung segala resiko yang berkaitan dengan operasi perusahaan. Oleh karena itu, hak kreditor sebenarnya berbeda dengan hak pemegang saham, kreditor berhak atas pelunasan sedangkan pemegang saham berhak atas pembagian laba (residual). jadi secara substansi ekonomik, kreditor menanggung resiko lebih kecil dan dengan demikian mendapat imbalan tetap berupa bunga dan pokok pinjaman sedangkan pemegang saham menanggung resiko lebih besar sehingga berhak atas kembalian (rate of return) yang berfariasi melalui pembagian laba (participation in profits).

1.1.2. Komponen Ekuitas Pemegang SahamDari segi riwayat dan sumbernya, ekutas pemegang saham dibagi menjadi dua komponen penting, yaitu modal setoran dan laba ditahan. Modal setoran dipecah menjadi modal saham (capital stock) sebagai modal yuridis (legal capital) dan modal setoran tambahan ( additional paid-in capital), dan komponen lain yang merefleksi transaksi pemilik (misalnya dalam saham treasuri atau modal sumbangan).

Komponen lain-lain terdiri atas pos-pos yang tidak tepat dimasukan dalam komponen modal setoran lainnya atau laba ditahan tetapi sering diklasifikasikan sebagai pos ekuiatas pemegang saham.

Ekuitas Pemegang Saham dan Komponennya

1.1.3. Tujuan Penyajian EkuitasPengungkapan informasi ekuitas pemegang saham akan sangat dipengaruhi oleh tujuan penyajian informasi tersebut kepada pemakai statemen keuangan. Pada umumnya, tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah menyediakan informasi kepada yang berkepintingan tentang efisiensi dan kepengurusan manajemen. Tujuan lain adalah menyediakan informasi tentang riwayat serta prospek investasi pemilik dan pemegang ekuitas lainnya. Informasi tentang kewajiban yuridis perseroan terhadap para pemegang saham dan [pihak lainnya juga merupakan tujuan penyajian ekuitas pemegang saham ini. Untuk memenuhi tujuan tersebut, informasi yang harus disampaikan tentang ekuitas pemegang saham tersebut minimal adalah: (1) sumber ekuitas pemegang saham beserta riwayatnya, (2) peraturan yuridis yang membatasi pembagian diciden dan pengendalian modal setoran kepada pemegang saham, dan (3) prioritas beberapa golongan pemegang saham atau pemegang ekuitas lainnya (urutan proteksi).1.2. Perbedaan Modal Setoran dan Laba DitahanDitinjau dari sumbernya, ada beberapa komponen yang membentuk ekuitas pemegang saham yaitu:

1. Jumlah rupiah yang disetorkan oeleh pemegang sahm

2. Laba ditahan yang merupakan sisa laba setelah pembagian dividen

3. Jumlah rupiah yang tibul akibat apresiasi/revaluasi aset fisis tertentu

4. Jumlah rupiah donasi dari pihak nonpemegang saham

5. Sumber lainnya

Laba ditahan pada dasarnya adalah terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan dari akun ikhtisar laba-rugi. Begitu saldo laba ditutup ke laba ditahan, sebenarnya saldo laba tersebut telah lebur menjadi elemen modal pemegang saham yang sah. Seperti juga modal setoran, laba ditahan menunjukan sejumlah hak atas seluruh jumlah rupiah aset bukan hak atas jenis aset tertentu. Dengan demikian untuk mengukur seluruh hak pemegang saham atas aset, laba ditahan harus digabungkan dengan modal setoran.

Perbedaan antara dua bagian elemen ekuitas pemegang sangat penting. Dari segi administrasi keuangan, laba ditahan merupakan indikator daya melaba sehingga laba ditahan harus selalu dipisahkan dengan modal setoran meskipun jumlah akhirnya ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham. Pembedaan ini juga penting secara yuridis karena modal setoran merupakan dana besar yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukan perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik kembali dalam likuidasi rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian dividen.

1.3. Modal Yuridis1.3.1. Pengertian Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan dalam rangka perlindungan terhadap pihak lain.Bentuk ketentuan hukum ini adalah bahwa saham harus empunyai nilai nominal atau nilai minimun yang dinyatakan untuk menunjukan hak yuridis. Modal yuridis adalah jumlah rupiah "minimal" yang harus disetor oleh investor sehingga membentuk modal yuridis.

Tujuan penyajian modal yuridis ini adalah untuk memberi informasi kepada para pemegang ekuitas lainnya tentang batas perlindungan investasinya. Akuntansi mengganggap pengungkapan modal yuridis tersebut tidak penting karena akuntansi lebih menekankan pada jumlah rupiah yang benar-benar disetor oleh pemegang saham sebagai jumlah rupiah kontrak antara perseroan dengan pemegang saham.1.3.2. Besarnya Modal YuridisDalam hal saham bernilai nominal, modal yuridis dapat sama dengan jumlah yang dikenal dengan nama modal saham. Modal saham menunjukan jumlah rupiah perkalian antara cacah saham beredar dengan nilai nominal persaham. Jumlah ini merupakan jumlah rupiah yang secara yuridis menjadi hak pemegang saham walaupun dalam transaksi pembelian saham jumlah rupiah yang disetor atau dibayar melebihi modal yiridis tersebut. Modal saham ini juga merupakan batas tanggung jawab pemegang saham dan batas kerugian pribadi yang harus ditanggung pemegang saham. 1.4. Modal Setoran LainNominal saham sering dianggap bukan merupakan harga efektif saham sehingga secara akuntansi penentuan nilai nominal saham sebenarnya tidak bermakna ekonomik. Dalam hal tertentu, nilai nominal saham lebih merupakan alat untuk pemerataan distribusi pemilikan daripada untuk menunjukan nilai salaham itu sendiri. Karena tidak bermakna ekonomik, saham dapat diterbitkan tanppa nilai nominal. Ada dua alasan penerbitan saham tanpa nilai nominal yaitu (1) menghindari utang bersyarat dalam hal saham terjual dibawah harga nominal, dan (2) tidak ada hubungan antara nilai nominal dengan pasar saham.

Pasal 42 undang-undang no 1 tahun 1995 menetapkan bahwa saham tanpa nilai nominal tidak dapat diterbitkan. Ketentuan ini sebenarnya dimaksudkan untuk menentukan modal yuridis. Nilai nominal merupakan jumlah rupiah minimal yang harus disetor investor sehingga membentuk modal yuridis. Dari segi akuntansi, yang menganut substansi dari pada bentuk, memandang ekuitas pemegang saham adalah seluruh jumlah yang secara ekonomik tertanam diperusahaan termasuk laba ditahan.1.5. Perubahan Modal SetoranTujuan utama perekayasaan akuntansi modal setoran ini adalah untuk membedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi dan perubahan akibat transaksi modal. Dalam hal kenaikan modal setoran, pembedaan ini bermanfaat untuk mencegah memperlakukan kenaikan akibat transaksi modal sebagai laba sehingga timbul kesan adanya jumlah yang trsedia untuk pembagian dividen. Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan berbagai masalah teoritisnya adalah:

1. Pemesanan saham

2. Obligasi terkonversi atau berhak-tukar

3. Saham istimewa terkonversi atau berhak-tukar

4. Dividen saham

5. Hak beli saham, opsi, dan waran

6. Saham treasuri

1.5.1. Pemesanan SahamPada umumnya, investor yang berminat membeli saham harus memesan lebih dahulu saham yang akan dibeli dengan harga sesuai dengan kesepakatan pada saat pemesanan. Yang menjadi masalah adalah apakan jumlah rupiah saham pesanan tersebut dapat diakui sebagai modal setoran?

Secara konseptual, ekuitas pemegang saham bersifat seperti kewajiban. Oleh karena itu, jumlah rupiah saham pesanan dapat diakui sebagai modal setoran hanya apabila kedua syarat berikut dipenuhi :

a. Jumlah rupiah yang disepakat dalam pemesanan merupakan klaim yuridis bagi perusahaan terhadap pemesanan dan tidak dapat dibatalkan.

b. Hasil pemesanan tersebut akan ditagih penerbit dalam perioda yang cukup pasti dan tidak terlalu lama.

1.5.2. Obligasi Terkonversi atau berhak-tukarDalam hal tertentu, perusahaan menerbitkan obligasi dengan karakteristik bahwa obligasi tersebut dapat ditukarkan dengan saham biasa atas kehendak pemegang obligasi dalam hal periode konversi tertentu. Kalau hak tukar tersebut diambil (exercised), yang terjadi adalah perubahan status kewajiban menjadi modal setoran. Masalah teoritisnya adalah menentukan jumlah rupiah yang dapat dianggap sebagai modal setoran sehingga modal saham dan kelebihan diatas modal saham (kalau ada) dapat ditentukan. Dalam hal ini, ada 2 nilai yang dapat digunakan sebagai basis kapitalisasi, yaitu:

1. Nilai buku (book value) atau nilai bawaaan (carrying value) obligasi pada saat penukaran

2. Harga pasar obligasi atau harga pasar saham (mana yang paling objektif)

Dasar pertama mereklasifikasi nilai buku menjadi modal saham dan premium atau disebut modal saham tergantung kasusnya. Dengan demikian, tidak ada untung atau rugi yang diakui pada saat transaksi pertukaran tersebut. Esensi transaksi tersebut hanyalah mengubah status jumlah rupiah utang menjadi utang pemegang saham. Pendekatan didasari konsep kesatuan usaha karena kreditor dan pemegang saham mempunyai kedudukan yang sama sebagai investor dengan kepentingan yang sama. Oleh karena itu, pertukaran tersebut tidak mempunyai substansi ekonomik sehingga tidak dapat menimbulkan untung atau rugi. Alasan yang lain adalah bahwa pada saat obligasi diterbitkan semua penerimaan kas diperlukan sebagai utang. Artinya, tidak dipisahkan jumlah rupiah yang melekat pada obligasi sebagai obligasi biasa dan pada hak tukar. Hak tukar dianggap melekat pada obligasi sehingga tidak dapat diukur secara pasti nilainya.karena hak tukar tidak dapat di ukur dengan pasti, nilai buku obligasi murni juga jika harga pasar obligasi dapat ditentukan. Jadi, kepraktisan dan objektifitas pengukuran tidak menghendaki pengakuan untung dan rugi.

Pendekatan yang kedua memperlakukan selisih antara harga pasar obligasi atau saham dengan nilai buku obligasi sebagai untung atau rugi. Cara ini dilandasi oleh konsep kesatuan pemilik (proprietary concept).

1.5.3. Saham Istimewa Terkonversi Atau Berhak-TukarPengukuran jumlah rupiah yang harus diakui sebagai modal setoran dapat menggunakan cara seperti pada obligasi terkonversi. Dengan pendapatan pertama, nilai nominal saham prioritas plus porsi premium atau diskun ditransfer ke modal pemegang saham dan premium atau diskun modal pemegang saham biasa. Tidak ada untung atau rugi yang diakui pada saat konversi tersebut ini berarti bahwa jumlah rupiah yang mula-mula diterima pada saat menerbitkan saham prioritas dianggap sebagai modal setoran mula-mula untuk saham biasa. Perlu dicatat bahwa jumlah rupiah ini buka merupakan nilai likuidasi saham prioritas karena nilai likuidasi saham prioritas adalah sebesar nilai nominalnya. Itulah sebabnya porsi premiun atau diskun juga ikut ditransfer. Kalau porsi premium tidak ditransfer dan semua saham prioritas dikonversi menjadi saham biasa maka akan terjadi kejanggalan karena akan dapat premium saham prioritas padahal tidak ada saham prioritas yang beredar. Konversi ini semata-mata menandai perubahan status atau hak dua golongan pemegang saham. Perubahan ini sering disertai penerbitan sertifikat saham biasa baru dan penarikan sertifikat saham prioritas atau istimewa.1.5.4. Dividen SahamDividen saham merupakan distribusi dividen dalam bentuk saham yang sejenis dengan saham yang mula-mula diterbiotkan. Bila distribusi dividen saham tidak disertai dengan kapitalisasi laba ditahan, dividen saham akan menyerupai pemecahan saham. Pemecahan saham adalah penurunan nominal (atau nilai nyata) persaham dengan cara menukar tiap satu saham yang beredar dengan dua atau lebih saham baru yang nilai nominal per sahamnya merupakan pecahan dari nilai nominal saham semula. Bila perusahaan mendistribusi dividen saham 20% tanpa disertai kapitalisasi, perusahaan sebenarnya telah menurunkan nilai nominal per saham menjadi 100/120 dari nilai nominal semula.

1. Karakteristik Dividen Saham

Bagi pemegang saham, dividen saham buak merupakan pendapatan atau laba. Berbagai teori atau argumen diajukan untuk menjelaskan mengapa dividen saham bukan merupakan laba bagi penerimanya. Dari sudut pandang kesatuan usaha, dividen saham bukan merupakan pembagian laba karena tidak ada penurunan aset perusahaan atau kenaikan utang perusahaan. Hal ini berbeda dengan dividen kas jelas merupakan pendapatan bagi penerima karena ada transfer kemakmuran ke pemegang saham.

Bila dividen saham dipandang sebagai pendapatan in natura karena menaikan nilai investasi, pendapatan tersebut belum terealisasi bila belum dijual oleh penerimanya. Investasi naik karena dividen saham dapat di jual atau kalau tidak dijual penerima berhak menerima dividen tunai dimana yang akan datang atas saham tersebut.

Dari sudut pandang kesatuan pemilik, dividen saham bukan merupakan laba bagi penerimanya. Alasannya adalah bahwa laba perseroan juga merupakan laba [pemilik. oleh karena itu dividen kas dianggap sebagai pengambilan atau prive oleh pemilik dari sesuatu yang memang sudah menjadi haknya sehingga tidak ada tambahan kemakmuran. Dividen saham juga bukan merupakan laba tetapi sekedar teklasifikasi ekuitas. karena sudut pandang akuntansi adalah kesatuan usaha, apakan dividen saham pendapatan bagi pemegang saham sebenarnya bukan masalah yang relevan. Yang relevan bagi perusahaan adalah apakah dividen saham dipansang sebagai reklasifikasi ekuitas dan bila demikin bagaimana kapitalisasi diukur.

Kapitalisasi dapat didasarkan atas: (1) nilai nominal atau nilai nyataan dividen yang dibagi, (2) nilai pasar deviden yang dibagi/diterbitkan, dan (3) modal setoran persaham sebelum dividen saham.

2. Kapitalisasi Atas Dasar Nilai Nominal

Kalau tujuan penyajian informasi modal pemegang saham adalah untuk menunjukan modal yuridis (legal capital), kapitalisasi dividen saham harus hanya sebesar nilai nominal atau nyataannya: jumlah ini sebesarnya merupakan jumlah minimal yang harus dikapitalisasi untuk memenuhi ketentuan yuridis. Alasan pendukung kapitalisasi hanya sebesar nilai yuridis adalah bahwa divisen saham bukan merupakan pendapatan dan mengkapitalisasi sebesar harga pasar memberi kesan bahwa dividen tersebut merupaka pendapatan yang direinvestasi kedalam perusaahn. Alasan lain yang dianggap cukup kuat adalah bahwa harga pasar menggambarkan harga seluruh ekuitas pemegang saham (modal setoran dan laba ditahan). Jadi sangat tridak logis mentransfer jumlah yang merefleksi elemen modal setoran dan laba ditahan ke modal setoran itu sendiri.

3. Kapitalisasi Atas Dasar Harga Saham

Walaupun dividen saham berbeda dengan dividen kas, sebagai divide keduanya dianggap sebagai distribusi ke pemilik. Oleh karena itu, dividen saham dapat di pandang sebagai pengganti dividen kas karena dividen daham mempunyai nilai. Paling tidak, pemegang saham dapat menjual saham tersebut kalau dividen kas yang diharapkan dan investasi semula tidak berubah. Nilai tersebut diukur atas dasar harga saham. Dengan demikian harga pasar merupakan dasar yang tepat untuk menentukan kapitalisasi berbagai dasar pikiran mendukung hal ini. Berbagai dasar pikiran yang mendukung hal ini :

a. Laba ditahan pada dasarnya adalah reinvestasi dari pemegang saham tanpa tindakan pernyataan resmi.

b. Transaksi dividen saham dapat dianggap terdiri atas ddua transaksi yaitu pembaagian dividen kas dan penerbitan saham baru dengan dividen sebesar dividen kas tersebut.

c. Dari kacamata perusahaan, jumlah rupiah dividen saham adalah kos kesempatan penjualan saham baru ke pasar modal.

d. Penggunaan harga pasar (bukan nilai nominal) juga mengurangi kesan keliru para pemegang saham bahwa masih tersedia laba ditahan yang didistribusi lagi baik dalam bentuk dividen saham atau kas.

1.5.5. Hak Beli Saham, Opsi, dan Waran1. Hak Beli Saham

Hak beli saham adalah hak yang diberikan bagi pemegang saham lama untuk membeli sejumlah saham (proposional dengan pemilikan). Hak ini biasanya dimaksudkan untuk mempertahankan pemilikan pemegang saham lama. Pada umumnya, hak beli saham umurnya tidak lama dan beli harga saham dengan hak beli tersebut biasanya lebih rendah dari harga pasar saham bersangkutan. Oleh karena itu, hak beli saham sering dianggap mempunyai harga pasar sehingga timbul pendapat bahwa hak beli saham tersebut dikapitalisasi. Harga pasar hak beli saham ini adalah sebesar selisih harga pasar saham sengan harga yang harus dibayar pemegang saham yang mempunyai hak beli saham. Perlukah jumlah rupiah selisih ini dikapitalisasi?

Bila dividen saham dapat dikapitalisasi maka hak beli saham juga dapat dikapitalisasi karena hak beli saham dapat dianggap sebagai dividen saham dengan nilai sebesar harga pasar hak beli saham. jumlah ini dikapitalisasi ke modal setoran lain. Argumen dibantah dengan alasan bahwa kapitalisasi hak belisaham menjadi modal setoran adalah tidak logis karena tidak ada sumber ekonomi yang disetorkan oleh pemegang saham dan tidak ada saham baru yang diterbitkan. Lain halnya dengan kupon beli saham atau waran yang di bahas sesudah opsi saham berikut.

2. Opsi Saham

Secara umum opsi diartikan sebagai klaim untuk membeli atau menjual saham tertentu yang sengaja diciptakan oleh investor untuk dijual kepada investor lain. Dalam arti khusus, opsi saham adalah semacam kontrak yang membeli hak kepada karyawan perusahaan (termasuk manager atau pemimpin) untuk membeli saham perusahaan dalam jangka waktu tertentu dengan harga yang tertentu pula. pada umumnya harga pengambilan dibawah harga pasar saham yang bersangkutan atau harga yang ditawarkan kepada pihak lain. Kebijakan semacam ini sering disebut dengan program opsi saham karyawan. Opsi saham ini biasanya digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan loyalitas dan motivasi karyawan dengan menjadikan mereka pemilik perusahaan dan utnuk menambah penghasilan karyawan (sebagai konvensasi tambahan). Banyaknya saham yang dapat dibeli dan harga opsi dapat ditentukan pasa saat hak opsi diberikan atau bergantung pada beberapa kejadian dimasa mendatang seperti pertumbuhan perusahaan dan perubahan harga saham.

Dalam hal opsi saham karyawan, ada kalanya harga pengambilan begitu rendah di banding harga pasar sehingga selisihnya dapat dipandang sebagai kompensasi atau imbalan jasa karyawan. Dengan demikian, masalah akuntansi yang berkaitan dengan opsi sahal karyawan adalah:

Opsi saham dapat di bagi menjadi dua, yaitu:

a. Opsi saham Nonimbalan

Ada kalanya program opsi saham diluncurkan bukan untuk tujuan meningkatkan kompensasi karyawan tetapi untuk meningkatkan status karyawansebagai pemilik perusahaan dan untuk membantu perusahaan menambah dana. APB Opinion No.25 pasal 7 menentukan bahwa opsi saham dapat dikategorikan sebagai nonimbalan jika:

1. Hampir seluruh karyawan penuh yang memenuhi kualifikasi jabatan terbatas boleh berpatisipasi dalam program opsi saham.

2. Karayawan mempunyai hak membeli saham dalam jumlah yang sama taua atas dasar persentase tertentu dari gaji atau upah.

3. Jangka waktu opsi tidak terlalu lama.

4. Harga saham tidak terlalu rendah dibandingkan dengan harga pasar saham atauharga yang ditawarkan kepada pihak lain.

b. Opsi Saham Imbalan

Jika program opsi saham tidak memenuhi kriteria sebagai opsi saham nonimbalan, tentunya opsi saham tersebut merupakan opsi saham imbalan. Kalau banyaknya saham dan harga pengambilan sudah diketahui pada saat opsi ditawarkan maka kompensasi dapat diukur pada saat itu atas dasar selisih harga pasar dan harga pengambilan.

3. Waran

Perusahaan dapat juga menjual hak beli saham kepada nonpemegang saham dengan cara menjual kupon pembelian saham atau waran. Dalam PSAK No. 41, IAI mendefinisikan waran sebagai berikut:

Waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegangnya untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga dan jangka waktu tertentu (pasal 03). perbedaan waran dengan hak beli saham dan opsi saham dalam beberapa aspek, yaitu:

1. Waran diterbitkan oleh perusahaan sedangkan hak beli saham (call dan put) diterbitkan oleh investor (baik individual atau institusional)

2. Jangka waktu opsi waran biasanya lebih lama (dapat tahunan) daripada jangka waktu opsi hak beli saham

3. Waran dijual atau diterbitkan kepada umum (bukan pemegang saham atau karyawan perusahaan) dan biasanya hal ini menjadi syarat bagi pembeli.

4. Saham dijual dengan harga tertentu/tunai (tidak gratis)

5. Harga pemelian saham total (harga waran plus tambahan kas) pada saat pengambilan psi biasanya melebihi harga pasar saham pada saat waran ditawarkan.

6. Bila hak opsi tidak diambil, kos waran tidak dapat ditarik kembali oleh pemegang waran.

7. Waran dapat diterbitkan menyertai penerbitan surat utang (obligasi)

PSAK No.41 telah menetapkan perlakuan akuntansi untuk berbagai jenis waran sebagai berikut:

Jumlah rupiah hasil penerbitan sekuritas (utang atau ekuitas yang disertai waran lepas dialokasi ke sekuritas dan waran atas dasar nilai wajar masing-masing komponen pada saat penerbitannya. jumlah rupiah yang melekat pada sekuritas dilaporkan sebagai kewajiban atau ekuitas sesuai dengan karakteristiknya (pasal 15).

Apabila waran diambil, jumlah rupiah yang melekat pada waran dikapitalisasi ke modal saham dan agio saham (bila ada) apa bila waran tidak diambil sampai masa opsi berakhir, jumlah rupiah tecatat warantetap diperlakukan sebagai modal setoran lain (pasal 16).

Seluruh jumlah rupiah hasil penerbitan sekuritas (utang/ekuitas) yang disertai waran lekat diakui seluruhnya sebagai kewajiban atau ekuitas sesuai dengan karakteristiknya (pasal 17).

Penerbitan waran bebas diperlakukan sebagai modal setoran lain sebesar jumlah rupiah hasil penerbitan tersebut. bila waran bebas diterbitkan secara cuma-cuma, tidak diperlukan penaksiran nilai waran untuk diakui sebagai modal setoran lain (pasal 18-19).

1.5.6. Saham Treasuri

Transaksi yang jelas akan mengurangi modal setoran adalah penarikan kembali saham untuk sementara menjadi saham treasuri. Beberapa alasan perusahaan melakukan penarikan kembali saham sebagai sahan treasuri adalah:

1. Saham tersebut akan diterbitkan kembali kepada karayawan dalam program opsi saham.

2. Saham tersebut akan digunakan untuk membeli perusahaan lain dalam transaksi penggabungan usaha (business combination)

Masalah teoritis yang melekat pada transaksi saham treasuri adalah: (1) Penentuan jumlah rupiah yang harus dianggap sebagai pengurangan modal setoran dan laba ditahan dan (2) Pengungkapan pengaruhnya terhadap modal yuridis bila saham treasuri dijual kembali. Mengenai hal ini, ada dua pendekatan atau konsep yang dapat diterapkan, yaitu konsep satu transaksi (single-transaction) dan dua transaksi (two-transaction)1.6. Perubahan Laba DitahanKalau pemisahan antara transaksi modal dan transaksi operasi harus tetap diperthanankan, hanya terdapat dua factor utama yang mempengaruhi besarnya laba ditahan yaitu laba atau rugi periodik dan pembagian deviden. Laba yang dipindahkan dari akun laba rugi adalah laba yang merupakan selisih seluruh elemen transaksi operasi dalam arti luas yang disebut laba komprehensif. Sebagai ketentuan umum, selain karena pos-pos transaksi modal diatas, laba ditahan dalam suatu perioda hanya berubah karena laba atau rugi operasi dalam arti luas dan pembagian deviden.

1.6.1. Penyesuaian perioda-lalu

Penyesuaian ini sering juga disebut dengan penyesuaian susulan. Penyesuaian perioda-lalu adalah perlakuan terhadap suatu jumlah rupiah yang mempengaruhi operasi pada masa lalu yang baru ditemukan atau baru dapat diakui dalam perioda sekarang) bukan sebagai pengurang atau penambah perhitungan laba ditahan sekarang (masuk dalam statemen laba-rugi tahu sekarang/berjalan) tetapi sebagai penyesuaian terhadap laba ditahan awal perioda sekarang. Perlakuan semacam ini dimaksudkan untuk menjadikan laba ditahan awal perioda sekarang menunjukkan saldo yang semestinya seandainya jumlah rupiah tersebut telah diakui dalam perioda lalu.

Beberapa pendapat mendukung dan beberapa menolak perlakuanrugi tersebut sebagai penyesuaian perioda lalu. Pihak yang mendukung penyesuaian perioda lalu biasanya mengajukan argumentasi berikut:

a. Riwayat perkembangan laba akan menjadi lebih berarti kalau rugi yang timbul akibat kejadian masa lalu dilaporkan sebagai elemen laba-rugi perioda sekarang. Memasukkan sebagai elemen laba rugi perioda sekarang akan menimbulkan distorsi pelaporan laba perioda sekarang.

b. Perlakuan semacam ini lebih menggambarkan penerapan penandingan pendapatan dan biaya yang tepat.

Sementara itu, pihak yang menolak penyesuaian perioda lalu menganjurkan argumen sebagai berikut:

a. Semua pendapatan, untung, biaya, dan rugi yang berkaitan dengan kegiatan menghasilkan pendapatan harus dilaporkan dalam statemen laba-rugi. Dengan cara ini statemen laba-rugi selama beberapa perioda akan menyajikan riwayat kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Kalau rugi diperlakukan sebagai penyesuain perioda lalu maka jumlah tersebut tidak akan pernah masuk dalam riwayat laba perusahaan.

b. Pemakaian laporan kemungkinan besar tidak akan pernah mengetahui bahwa rugi tertentu pernah dialamai oleh perusahaan kalau jumlah tersebut tidak dimasukkan dalam statemen laba rugi. Ini bahwa pemakai kurang mendapat informasi tentang kejadian yang mempengaruhi daya melaba.

Paton dan Littleton termasuk pihak yang menilak penyesuaian periode lalu dengan argument bahwa statemen laba-rugi harus memuat semua perubahan bersangkutan dengan pengolahan asset. Perubahan ini harus secara tegas dibedakan dengan perubahan karena keputusan pendanaan atau transaksi modal. FASB menganut gagasan Paton dan Littleton diatas dan menetakan secara umum bahwa jumlah rupiah yang berkaitan dengan periode-lalu harus diperlakukan sebagai komponen statemen laba rugi sekarang kecuali syarat-syarat tertentu dipenuhi. Suatu jumlah rupiah baru dapat diperlakukan sebagai penyesuaian peroda-lalu kalau jumlah rupiah tersebut:

a. Dapat diidentifikasi secara tegas sebagai akibat atau dapat dikaitkan langsung dengan kegiatan-kegiatan bisnis dalam perioda tertentu masa lalu

b. Tidak timbul akibat peristiwa ekonomik yang terjadi setelah tanggal statemem keuangan perioda lalu

c. Sangat bergantung pada ketetapan pihak selain manajemen

d. Tidak dapat ditaksir atau diantisipasi secara layak sebelum adanya ketetapan tersebut

Terjadinya jumlah rupiah yang memenuhi keempat syarat diatas biasanya jarang sekali sehingga oraktis penyesuaian perioda lalu tidak pernah dilakukan. Pada umumnya penyesuaian perioda lalu berkaitan dengan masalah ketidak pastian dimasa yang lalu tentang suatu kejadian atau jumlah dalam peristiwa penting yang sangat khusus. Ketidakpastian ini dalam akuntansi biasanya digolongkan dalam apa yang disebut dengan kebergantunganrugi. Rugi bergantung dapat diakui dalam perioda timbulnya kemunginan asalkan dipenuhi kedua criteria pengakuan berikut:

a. Informasi yang tersedia sebelum penerbitan statemen keuangan menunjukkan dengan cukup pasti bahwa pada tanggal laporan keuangan asset perusahaan sudah terpengaruh/berkurang atau kewajiban telah timbul

b. Jumlah rupiah pengaruh atau rugi tersebut dapat ditaksir secara layak.

Secara singkat dapat dikatakan bahwa untuk dapat mengakui rugi bersyarat maka kejadiannya harus cukup pasti dan jumlah rupiahnya dapat ditaksir dengan layak. Akan tetapi kalau rugi samacam ini tidak memenuhi criteria untuk diakui pada saat kemungkinan terjadinya diidentifikasi, apakah seandainya nanti (dalam perioda masa datang) jumlah ini benar-benar terjadi maka jumlah tersebut akan diperlakukan sebgai penyesuaian perioda lalu?1.6.2. Koreksi Kesalahan

Sistem akuntansi biasanya sudah dirancang dengan cukup cermat sehingga kesalahan dalam pencatatan akan segera dapat dideteksi sehingga dapat segera dilakukan koreksi. Dalam hal tertentu kesalahan tidak segera diketahui dan baru di ketahui beberapa waktu atau bahkan beberapa perioda setelah statemen keuangan disusun dan diterbitkan. Untuk dapat diakui sebagai kesalahan suatu jumlah rupiah harus berasal dari kesalahan hitung, kesalahan aplikasi atau penerapan prinsip akuntansi, atau kehilafa atau kekeliruan menggunakan fakta yang tersedia pada saat penyusunan laporan keuangan. APB membedakan antara kesalahan dengan perubahan taksiran atau perubahan akuntansi. Perubahan taksiran atau akuntansi muncul dari adanya informasi atau perkembangan baru yang berarti dari tilikan yang lebih baik atau pertimbangan yang lebih mantap. Untuk disebut kesalahan, harus ada unsure kekhilafan atau salah pakai informasi. Misalnya saja kesulitan dalam memecah kos menjadi biaya dan bagian yang ditunda pembebanannya pada akhir perioda membuka kemungkinan untuk melakukan koreksi di kemudian hari terhadap asset dan laba yang sebelumnya telah dilaporkan. Juga dapat terbukti bahwa setelah beberapa perioda ternyata depresiasi telah dibebankan terlalu besar bila dibandingkan dengan kenyataan yang sekarang dialami.

Koreksi Sebagai Penyesuaian Laba Ditahan

Menurut pandangan ini penyesuaian yang diperlukan terhadap laba yang pernah dilaporkan harus dilakukan langsung terhadap akun laba ditahan untuk semua kasus kecuali untuk koreksi-koreksi yang jumlahnya tidak terlalu besar sehingga tidak mengganggu pelaporan laba normal. Pendekatan ini disarankan dalam APB No.20 Paragraf 36 yang menyatakan bahwa kesalahan dalam statemen keuangan perioda sebelumnya harus diperlakukan sebagai penyesuaian perioda lalu. Laba ditahan awal perioda berjalan disesuaikan dengan jumlah rupiah pengaruh kumulatif kesalahan terhadap perhitungan laba perioda-perioda sebelumnya dan kalau statemen komparatif disajikan, pengaruh retroaktif kesalahan harus ditunjukkan dalam statemen keuangan perioda-perioda yang terpengaruh.

Pengaruh koreksi dapat ditunjukkan dalam statemen laba rugi komprehensif sebagai penambah atau pengurang angka laba bersih atau angka manapun yang akhirnya toh akan ditambahkan ke (atau dikurangkan terhadap) laba ditahan. Letak yang tepat penyesuaian koreksi tidaklah merupakan masalah yang penting asalkan ada pengungkapan yang jelas tentang hal tersebut dalam statemen laba rug.

Telah ditekankan berkali-kali bahwa daya melaba jangka panjang adalah informasi yang sangat penting bagi investor. Dengan demikian, akan sangat membantu dalam hal ini untuk memasukkan dalam statemen laba rugi tahunan tidak hanya pengukur hasil (laba) dalam perioda berjalan yang setepat-tepatya tetapi juga atas dasar fakta yang ditemukan kemudian sama sekali tidak berarti tidak mempercayai atau tidak menghargai perhitungan sebelumnya. Masa datang tidak selalu dapat diprediksi dengan tepat.

Koreksi sebagai kesalahan Penyesuai Modal Setoran Laba

Paton dan Littleton (1970) menegaskan bahwa koreksi yang berkaitan dengan pengurangan asset dalam perioda-perioda yang lalu dengan alasaan apapaun hendaknya dipisahkan dengan premium modal saham. Premium modal saham merupakan komponen modal setoran dan kalau pemisahan antara modal setoran dengan modal operasi (laba) harus tetap dipertahankan maka tidaklah tepat untuk menggunakan modal setoran untuk menyerap koreksi atas laba yang pernah dilaporkan kecuali kalau:

a. Laba bersih tahun berjalan dan laba ditahan telah habis

b. Penyesuaian yang mempengaruhi modal setoran tersebut mendapatkan perstujuan pemegang saham

c. Laba ditahan yang diakumulasikan setelah penyesuaian modal tersebut diberi tanggalKoreksi Sebagai Komponen Statemen Laba-Rugi

Paton dan Littleton mendukung perlakuan ini dengan alas an bahwa statemen laba rugi kumulatif (serial komparatif) yang didasarkan atas statemen-statemen terdahulu harus menunjukkan laba (atau rugi) komprehensif sepanjang riwayat perusahaan sampai tanggal sekarang. Dengan demikian kalau koreksi riwayat perusahaan dilakukan dalam akun laba ditahan tanpa ada petunjuk atau penjelasan apapun dalam statemen laba-rugi, beberapa statemen laba rugi yang pernah diterbitkan tidak dapat memberikan gambaran yang menyeluruh tentang kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.1.6.3. Perubahan Akuntansi

Karena alas an tertentu suatu perusahaan mungkin melakukan kebijakan yang mempunyai pengaruh terhadap konsistensi dalam proses akuntansi dalam proses akuntansi dalam pelaporan keuangan yang disebut dengan perubahan akuntansi. Ada tida macam perubahan akuntansi yaitu:

a. Perubahan prinsip atau metoda akuntansi

b. Perubahan taksiran akuntansi

c. Perubahan kesatuan pelaporan

Jumlah rupiah laba dan asset berkaitan yang mula-mula dilaporkan dalam statemen keuanga perioda yang lalu sebelumnya adanya perubahan tentunya akan berbeda dengan jumlah rupiah seandainya perubahan tersebut telah dilakukan dalam perioda lalu dan bukan dalam perioda sekarang atau berjalan. Salah satu elemen yang terpengaruh adalah laba perioda yang lalu

Penyesuaian Retroaktif

Metoda ini mengakui pengaruh kumulatif perubahan dalam laba perioda lalu sebagai penyesuaian perioda lalu. Ini berarti daldo akun laba ditahan perioda sekarang disesuaikan dengan pengaruh kumulatif tersebut dan laporan-laporan perioda sebelumnya disusun kembali sesuai dengan perubahan tersebut.

Pendukung penyesuaian retroaktif mengajukan argument seperti pendukung penyesuaian perioda lalu. Riwayat laba perusahaan yang sebenarnya selama beberapa perioda menjadi tidak menggambarkan laba yang konsisten cara penghitungannya sehingga analisis statemen keuangan dapat menyesatkan pengambilan keputusan. Dengan kata lain prinsip akuntansi harus ditetapkan secara konsisten dalam statemen keuangan komparatif. Menggunakan prinsip yang berbeda untuk pos yang sama dalam statemen keuangan komparatif dapat menimbulkan interpretasi yang salah mengenai kecendrungan atau analisis lainnya.

Penyesuaian Sekarang

Metoda ini mengakui seluruh pengaruh perubahan dalam laba perioda lalu sebagai komponen dalam menghitung laba perioda sekarang ( perioda terjadinya perubahan). Perlakuan ini didasari oleh beberapa gagasan. Pertama, semua pos yang mempengaruhi laba perusahaan harus dilaporkan melalui statemen laba rugi. Argument ini sejalan dengan gagasan tentang perlunya pemisahan yang tegas antara transaksi operasi dan transaksi modal. Kedua, pada umumnya perubahan akuntansi cukup sering terjadi sehingga tidak praktis untuk selalu mengadakan revisi statemen keuangan pada periode-periode sebelumnya. Ketiga, pengungkapan yang jelas dalam pelaporan laba perioda sekarang sudah cukup memadai untuk mengungkapkan pengaruh perubahan tersebut sehingga kemungkinan pembaca laporan akan melewatkan informasi perubahan dapat diatasi. Keempat, penyusunan kembali statemen keuangan perioda-lalu dapat menurunkan keyakinan public terhadap statemen keuangan dan dapat membingungkan pemaka.

Penyesuaian sekarang dan prospektif

Metoda ini menyebar pengaruh kumulatif perubahan dalam laba perioda yang lalu ke perioda sekarang dan beberapa perioda yang masa mendatang yang sesuai. Perlakuan ini dilandasi oleh argument bahwa perubahan akuntansi merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam proses akuntansi yang bersifat memenuhi kebutuhan yang berkembang. Dalam banyak hal perubahan akuntansi tidak menyangkut jumlah yang cukup material untuk mengharuskan revisi statemen keuangan.

Aplikasi dalam Standar

Karena setiap metoda diatas mempunyai keunggulan dan kelemahan masing-masing, ketentuan umum yang digariskan dalam standar pada umumnya merupakan kompromi dari ketiga perlakuan diatas bergantung pada sifat dan jenis perubahan akuntansinya. Jadi beberapa perubahan akuntansi mengikuti perlakuan tertentu dan beberapa perubahan lain mengikuti perlakuan yang lain. Berikut ini adalah pedoman umum yang diberikan dalam APB No.20 untuk memperlakukan berbagai perubahan akuntansi:

Perubahan Prinsip atau metoda akuntansi

Perubahan ini misalnya adalah pergantian metoda depresiasi dari presentase nilai buku ke garis lurus atau sebaliknya. Perubahan dapat disebabkan oleh terbitnya standar baru yang menetapkan penggunaan metoda tertentu atau menolak sama sekali metoda tertentu. Misalnya saja pelaporan sewaguna yang harus menggunakan metode kapitalisasi untuk sewa guna yang memenuhi criteria kapitalisasi padahal sebelum adanya standar tersebut perusahaan menggunakan sewa guna operasi. Perubahaan peraturan pajak dapat memicu perusahaan untuk mengganti metoda akuntansi. Misalnya di Amerika diperbolehkan menggunakan metode MTKP dalam penilaian sediaan untuk penentuan laba kena pajak membuat banyak perusahaan mengubah metoda penentuaan kos sediaan dari MPKP ke MTKP.

Didalam hal ini, APB Opinion No.20 menganut penyesuaian sekarang memperlakukan perubahan metoda akuntansi. APB berargumen bahwa konsistensi dalam penggunaan metoda antarperioda akan meningkatkan manfaat statemen keuangan. Perusahaan dapat mengganti metoda akuntansi kalu memang metoda baru lebih baik dan efektif untuk melaporkan kejadian yang masih akan tetap berlangsung dimasa datang. Tentu saja perusahaan harus memberi justifikasi yang kuat akan manfaat metoda baru. Akan tetapi metoda lama yang hanya diterapkan untuk suatu kejadian yang khusus atau tidak berulang jika selayaknya diaganti. Secara teknis, perlakuan tersebut dilaksanakan sebagai berikut:

Statemen keuangan beberapa perioda sebelum perubahan disertakan dalam pelaporan seperti apa adanya untuk tujuan perbandingan

Pengaruh kumulatif perubahan terhadap laba ditahan awal perioda sekarang dilaporkan dalam statemen laba rugi perioda sekarang

Pengaruh penggunaan metoda baru terhadap laba sebelum di luar biasa dan terhadap laba bersih untuk perioda pergantian metoda diungkapkan

Laba sebalum pos-pos luar biasa dan laba bersih yang dihitung secara pro forma atas dasar metoda baru harus ditunjukkan dalam statemen laba rugi untuk perioda-perioda yang disajikan seakan-akan prinsip baru telah diterapkan untuk perioda-perioda tersebut.

Perubahan taksiran akuntansi

Perubahan ini dapat terjadi sebagai akibat ditemukannya fakta baru atau informasi baru atau akibat pengalaman tambahan yang diperoleh perusahaan bersangkutan dengan taksiran tersebut.. perubahan taksiran juga biasanya berbeda dengan perubahan akuntansi. APB Opinion NO.29 paragraf 31 menentukan bahwa perubahan estimasi diperlakukan sebagai penyesuaian sekarang dan prospektif yaitu pengaruh perubahan diakui (1) pada perioda oerubahan kalau perubahan hanya mempengaruhi perioda tersebut atau (2) pada perioda perubahan dan mendatang kalau perubahan mempengaruhi kedua perioda tersebut. Juga ditetapkan bahwa perubahan estimasi hendaknya tidak diperlakukan sebagai penyesuaian retroaktif atau pelaporan pro forma untuk perioda lalu.

Perubaha kesatuan/ subjek pelaporan

APB membatasi perubahan entitas pelaporan pada hal-hal sebagai berikut :

Penyajian statemen keuangan konsolidasian atau gabungan sebagai ganti statemen perusahaan secara individual.

Perubahan group perusahaan anak yang dimasukkan dalam statemen keuangan konsolidasian

Perubahan grup perusahaan-perusahaan yang membentuk statemen keuangan gabungan.1.6.4. Kuasi-reorganisasi

Kuasi-reorganisasi merupakan prosedur akuntansi yang mengatur perusahaan untuk merestrukturisasi ekuitasnya dengan menghilangkan deficit dan menilai kembali seluruh asset dan kewwajibannya, tanpa melalui reorganisasi secara hukum. Dengan mekanisma ini diharapkan perusahaan dapat meneruskan usahanya secara lebih baik seperti baru mulai dengan modal yuridis baru tanpa dibebani defisit.

Dalam proses kuasi reorganisasi biasanya terdiri atas langkah-langkah berikut:

1. Asset dan kewajiban perusahaan dinilai kembali atas dasar nilai pasar atau nilai wajar pada saat reorganisasi

2. Modal setoran lain atau agio saham harus ditentukan jumlahnya sehingga cukup besar untuk menutup deficit. Bila sudah cukup besar maka deficit dapat langsung dikompensasi dengan agio modal saham ini. Kalau tidak cukup nominal saham atau nilai yuridis saham harus diturunkan atau dimintakan kesediaan dari pemegang saham untuk menutup deficit dengan mendonasikan sebagai modal sahamnya.

3. Saldo debit laba ditahan dieliminasi dengan mendebit agio/premium modal saham.

Setelah kuasi reorganisasi laba ditahan tentunya akan bersaldo nol dan mungkin masih terdapat sisa agio modal saham. Statemen keuangan untuk tahun terjadinya kuasi reorganisasi harus mengungkapkan rincian jumlah yang membentuk struktur modal yang baru ( misalnya hasil penilaian kembali asset dan kewajiban, agio/premium yang diciptakan, dan besarnya deficit yang diserap). Laba ditahan sebelum reorganisasi harus diberi tanggal. Artinya harus ditunjukkan bahwa kalau terjadi laba ditahan maka laba ditahan tersebut terbentuk setelah tanggal reorganisasi. Dewan standar akuntansi menegaskan bahwa kuasi reorganisasi bukan sekedar cara untuk menyajikan kembali posisi keuangan yang lebih baik tetapi juga cara untuk menyelamatkan perusahaan yang terbebani deficit yang material padahal perusahaan tersebut memiliki prospek yang baik. Dewan standar Akuntansi menetapkan syarat-syarat perusahaan yang dapat melakukan kuasi-reorganisasi yaitu (PSAK No.51, pasal 11)

a. Perusahaan mengalami deficit dalam jumlah yang material

b. Perusahaan harus memiliki status kelancaran usaha dan memiliki prospek yang baik ada saat kuasi reorganisasi dilakukan

c. Perusahaan tidak sedang menghadapi permohonan kepailitan

d. Tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang berlaku

e. Saldo ekuitas sesudah kuasi organisasi harus positif.

Pengaruh Defisit Terhadap Kreditor

Setiap deficit akan mengurangi batas perlindungan ysng sebelumnya dinikmati oleh kreditor perseroan dan tingkat pengurangan ini akan menjadi makin berpengaruh kalau deficit semakin besar. Kalau laba ditahan jumlahnya cukup untuk menyerap rugi tertentu maka tidak akan timbul deficit ditinjau dari segi neraca meskipun posisi kreditor menjadi kurang terjamin dibandingkan dengan posisi sebelum terjadinya rugi. Kalau rugi melebihi laba ditahan jaminan kreditor mula-mula yang berupa ekuitas pemegang saham menjadi berkurang. Kalau sebagian ekuitas pemegang saham telah disisihkan sebagai agio saham cukup untuk menyerap sisa rugu, maka jaminan penyangga bagi kreditor akan terpengaruh juga.

Proses pengurangan modal saham yuridis untuk menyerap deficit akan mendekatkan posisi perusahaan pada garis batas yang menandai timbulnya hak kreditor yaitu hak yang berkaitan dengan kesulitan keuangan debitor. Arti pentingnya proses kuasi reorganisasi akan sangat berengaruh terhadapkreditor bilamana ada petunjuk bahwa secara berangsur-angsur menjadikan jaminan penyangga bagi kreditor lain. Yang jelas kuasi reorganisasi tidak akan dilakukan kalau laba ditahan masih dapat menyerap defisi. Bila kuasi reorganisasi dilakukan padahal masih terdapat laba ditahan, kuasi reorganisasi semacam ini dapat menimbulkan distribusi asset sebagai dividen padahal sebenarnya asset tersebut merupakan jaminan bagi kreditor untuk pinjaman yang ditanamkan. Kuasi reorganisasi yang memenuhi syarat tidak dengan sendirinya merugikan kresitor. Seperti juga pemegang saham kreditor akan lebih dirugikan oeleh adanya rugi daripada oleh fleksibilitas penyesuaian modal.

1.7. Penyajian Modal Pemegang SahamUrutan penyajian kewajiban dan modal pemegang saham dalam neraca sebenarnya menggambarkan urutan perlindungan dalam kondisi perusahaan mengalami deficit dan dalam kondisi perusahaan mengalami defisit dan dalam kondisi perusahaan likuidasi. Dalam terjadi defisit urutan penyajian menggambarkan urutan penyerapan rugi sedangkan dalam kondisi likuidasi urutan penyajian menggambarkan urutan perlindungan yuridis bagi para penyedia dana dalam hal terjadi likuidasi.

Urutan Penyerapan Rugi

Secara umum kos yang telah dikorbankan menjadi biaya yang akan diserap melalui aliran pendapatan kotor. Hal ini berkaitan pada umumnya dengan pengakuan biaya atas dasar konsumsi manfaat dalam kondisi operasi normal. Urutan penyerapan biaya, rugi, dan rugi luar biasa dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Pendapatan kotor Pos ini menyerap semua rugi dan debit atau beban yang berasal dari transaksi nonpemilik

b. Laba bersihhal ini akan terjadi pendapatan kotor tidak cukup untuk menutup semua koas terhabiskan baik yang berasal dari konsumsi manfaat maupun hilangnya manfaat( misalnya rugi luar biasa)

c. Laba ditahanHal ini hanya dapat dilakukan apabila laba bersih periode berjalan tidak cukup untuk menyerap satuan rugi tertentu atau rugi luar biasa

d. Premium modal sahambagian modal ini baru dapat menyerap rugi kalau laba ditahan dan laba ditahan telah habis untuk menyangga suatu rugi

e. Modal saham

bila keutuhan modal yuridis telah terpengaruh secara substantial , kebijakan untuk melakukan kuasi reorganisasi atau bahkan likuidasi perusahaan mungkin diperlukan.

Urutan penyerapan rugi seperti diatas sebenarnya merupakan asumsi atau tradisi semata-mata walaupun hal tersebut dapat dilakukan dalam bentuk standar akuntansi. Hal ini didasarkan pada pikiran bahwa berbagai dana yang dicantumkan menjadi asset perusahaan akan lebur menjadi begitu luatnya menjadi satu kesatuan asset.

Urutan Menerima Distribusi Aset

Urutan perlindungan menunjukkan siapa yang harus didahulukan dalam menerima distribusi asset atau siapa yang menanggung segala akibat dalam kasus perusahaan dilikuidasi. Urutan ini menjadi basi penyajian untuk keajiban dan ekuitas pemegang saham. Ditinjau dari segi ini urutan perlindungan dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. Karyawan dan pemerintah2. Pihak ini dapat dipandang sebagai kreditor yang diprioritaskan yaitu karyawwan dengan hak atas gaji dan pemerintah dengan has atas pajak yang terutang

3. Kreditor berjaminanPihak ini adalah obligasi atau kreditor yang haknya dijamin dengan hak sita atas asset tertentu

4. Kreditor tak berjaminanPihak ini tersdiri atas kreditor yang tidak dijamin yang terefleksi dalam utang usaha atau utang wesel baik jangka oendek maupun jangka panjang

5. Pemegang saham prioritasPihak ini dilindungi oleh laba ditahan sebagai penyangga modal saham atau yuridis

6. Pemegang saham biasaPihak ini merupakan pemegang hak atas sisa kekayaan yang berarti bahwa pemegang saham biasa harus menanggung lebih dulu rugi atau deficit.1.8. Perincian Laba Ditahan

Bila kompinen tertentu berasal dari transaksi operasi dilaporkan langsung ke laba ditahan laba ditahan dapat disajikan dan dirinci atas dasar sumber. Terdapat pula kebiasaan bahwa laba ditahan disajikan dengan memerincinya atas dasar tujuan dengan cara yang disebut apropriasi dan pembatasan.

Perincian Atas Dasar Sumber

Dengan dasar ini laba daitahan dapat dirinci menjadi laba ditahan yang berasal dari operasi normal atau rutin yang berasal dari laba luar biasa. Dapat saja pembedaan antara kedua sumber laba ditahan tersebut dipertajam.

Laba Kinerja Sekarang

Pendekatan ini hanya memasukkan ke dalam statemen laba-rugi pos-pos operasi yang dianggap bertakaitan dengan tahun bejalan dan penggunaan asset untuk mencapai tujuan utama. Pendekatan ini menekankan makna perioda sekarang atau berjalan dan operasi dalam arti sempit. Pendukung pendekatan ini mengajukan beberapa argumen sebagai berikut:

1. Laba harus mengukur efisiensi penggunaan sumber ekonomik untuk perioda berjalan sehingga laba harus bebas dari hal-hal yang mengaburkan efisiensi. Efisiensi, yang diukur atas dasar kembalian atas asset, merupakan angka penting untuk memprediksi kemampuan melaba masa mendatang.

2. Laba merupakan pengukur kinerja manajemen. Oleh karena itu, laba karus memilki angka yang benar-benar merupakan hasil penggunaan sumber ekonomik yang ada dalam batas-batas pengendalian manajemen. Faktor-faktor yang terjadi di luar kendali manajemen harus dikeluarkan dari perhitungan laba. Ini berarti, laba yang harus disajikan dalam statemen laba-rugi adalah laba ynag berasal dari operasi normal.

3. Laba harus data digunakan untuk melakukan perbandingan antarperioda dan antarperusahaan secara bermakna. Hal ini hanya dapat dlakukan kalau angka laba hanya berisi pos-pos yang bersifat operasi dan rutin.

4. Karena fikasi fungsional pembaca statemen laba-rugi yang hanya melihat angka akhir, pemasukan pos-pos luar biasa dalam statemen laba rugi dapat menyesatkan pemakai.

Laba Semua-Termasuk

Pendekatan ini menekankan pemisahan secara tegas transaksi operasi dalam arti luas dan transaksi modal. Dengan kata lain, yang diperhitungkan sebagai laba dan disajikan melalui statemen laba-rugi adalah semua pos akibat transaksi nonpemilik. Pendekatan ini dilandasi oleh konsep kontinuitas usaha yang memandang statemen laba-rugi merupakan penggalan aliran operasi (pendapatan dan biaya) dalam jangka panjang. Untuk dapat mempredksi kemampuan melaba jangka panjang, statemen laba-rugi tidak dapat berdiri sendiri tetapi harus disajikan sebagai serangkaian statemen laba-rugi sepanjang umur perusahaan. Dengan demikian, laporan laba-rugi periodic (tahunan) harus memuat pos-pos yang tidak normal (regular) atau luar biasa. Tidak ada pos selain yang berasal dari transaksi pemilik langsung masuk atau menerobos ke statemen laba ditahan.

Sebagai contoh, pengaruh kumulatif perubahan akuntansi misalnya tidak selayaknya dilaporkan sebagai penyesuai laba ditahan. Paton dan Littleton (1970) berkeberatan terhadap perlakuan seperti itu. Memang sebagian atau seluruh pengarug tersebut sebenarnya telah terhimpun beberapa perioda sebelumnya dan baru diketahui akibatnya dalam perioda berjalan sehingga kelihatan logis bahwa jumlah tersebut disesuaikan terhadap laba ditahan. Akan tetapi, perlakuan semacam itu sama saja dengan menyembunyikan riwayat tentang kemampuan perusahaan menghasilkan laba jangka panjang.

1.9. Penyajian Laba KomprehensifDengan dianutnya pendekatan laba semua-termasuk atau laba komprehensif, masalahnya adalah bagaimana menyajikan komponen-komponen pembentuk lana komprehensif dan bagaimana mereka disajikan dalam statemen laba-rugi. Sebagai basis pembahasan penyajian laba, di bawah ini memuat komponen-komponen pembentuk satatemen laba rugi:

1. Seksi operasi utama (major operating activities section):

a. penjualan atau pendapatan (sales or revenues)

b. Kos barang terjual (cost of good sold)

c. Biaya penjualan (selling expenses)

d. Biaya administrative atau umum (administrative of general expenses)

2. Seksi operasi tambahan (secondary or auxiliary activities section):

a. Pendapatan lainnya dan untung (other revenues and gains)

b. Biaya lainnya dan rugi (other expenses and losses)

3. Pajak penghasilan (income taxes)

4. Operasi hentian/taklanjutkanan (discontinued operation)

5. Pos-pos uar biasa/extraoder (extraordinary items)

6. Pengaruh kumulatif perubahan prinsip akuntansi (cumulative effects of changes in accounting principles)

7. Pengaruh kumulatif perubahan estimat/taksiran (cumulative effect of changes in accounting estimates)

8. Perubahan ekuitas non pemilik lainnya (other non owner changes in equity) termasuk pos-pos penerobos

Dengan pendekatan semua-termasuk, FASB memperluas cakupan laba yang meliputi pula apa yang sebelumnya disebut dengan pos-pos penerobos (by passing items). Pos-pos penerobos adalah pos-pos yang dilaporkan langsung dalam statemen laba ditahan tanpa melalui statemen laba-rugi. Contoh pos-pos ini antara lain adalah laba menahan/penahan atau laba fluktuasi harga belum terrealisasi (unrealized holding gains) dan penyesuaian penjabaran mata uang asing (foreigns currensi transaction adjustments). Selain kedua pos ini, FASB juga mengantisipasi adanya pos-pos lain yang merepresentasi perubahan ekuitas nonpemilik yang harus dilaporkan melalui statemen laba-rugi.

Komponen (6) dan (7) juga dikategori sebagai komponen perubahan ekuitas nonpemilik dan keduanya disebut pengaruh kumulatif perubahan akuntansi atau penyesuaian kumulatif akuntansi (cumulative accounting adjustments) sehingga pos-pos lain yang masuk dalam kategori ini disebut dengan perubahan ekuitas dan pemilik lainnya (other non owner changes in equity). Karena komponen 1 sampai 8 semua masuk dalam statemen laba-rugi, angka bersih yang diperoleh disebut oleh FASB deenga lana komprehensif (comprehensive income). Tujuan dimasukkannya komponen 8 dalam statemen laba-rugi adalah untuk mencegah penyembbunyian atau penghilangan (omissions) secara diskresioner pos-pos laba atau rugi tertentu dari statemen laba-rugi. Dengan kata lain, tujuannya adalah untuk mencegah penyalahgunaan (abuse).

Sebelum SFAC nomor 6 diterbitkan, komponen yang masuk dalam statemen laba-rugi sebelum-termasuk hanyalah komponen 1 sampai 7 da angka bersihnya disebut laba bersih (net income). Dalam SFAC no. 6, komponen 6 dan 7 dikeluarkan dari laba bersih dan dilaporkan sebagai perubahan ekuitas nonpemilik dan angka bersih yang diperoleh dari komponen 1 sampai 5 disebut dengan laba perioda (earnings). Dan laba perioda setelah komponen 6 dan 7 disebut laba perioda bersih (net earnings) atau tetap laba bersih. Bila terjadi rugi, laba komprehensif menjadi rugi komprehensif. Laba komprehensif dapat disebut pula perubahan ekuitas nonpemilik total (total non owner changes in equity).

Terdapat dua pendekatan penyusunan statemen laba-rugi untuk menyajikan komponen 1 sampai 8. Pendekatan satu-statemen (one-statement approach) menyajikan kedelapan komponen tersebut dalam satu statemen yang diberi judul statemen laba-rugi dan laba-rgi komprehensif (statement of income and comprehensive income). Pendekatan dua-statemen memisahkan pelaporan komponen satu sampai tujuh dalam statemen laba-rugi (statement of income) dan menyajikan pengaruh komponen delapan terhadap laba perioda bersih dalam statemen laba-rugi komprehensif (statement of comprehensive). Dalam PSAK No.1, Dewan Standar Akuntansi menetapkan bahwa statemen laba-rugi harus disajikan sedemikian sehingga mengungkapkan sebagai unsure kinerja keuangan yang bermanfaat bagi pemakainya. Oleh karena itu, statemen laba-rugi minimal haru menyajikan dan menonjolkan hal-hal berikut (pasal 56)

1. Pendapatan

2. Laba atau rugi usaha

3. Biaya pinjaman

4. Bagian dari laba atau rugi perusahaan terafiliasi dan terasosiasi yang diperlukan dangan metode ekuitas

5. Pajak penghasilan

6. Laba atau rugi dari aktivitas normal perusahaan

7. Pos luar biasa

8. Hak minoritas

9. Laba atau rugi bersih periode berjalan

Ketentuan tersebut bersifat umum dan berlaku untuk perusahaan jasa, perdagangan, maupun pemanufakturan. Buti (b) sebenarnya adalah laba antara setelah pendapatan atau butir (a) dikurangi dengan biaya-biaya usaha. PSAK No. 1 menetapkan bahwa penyajian biaya-biaya usaha dapat menggunakan klasifikasi (format) atas dasar sifat biaya atau fungsi biaya.

Jadi, di satu pihak statemen laba-rugi harus menunjukan kinerja perioda dan di lain pihak statemen laba-rugi harus memasukkan pos-pos untuk menghindari penyalahgunaan. Itulah sebabnya FASB memperluas konsep semua-termasuk (all-inclusive) dengan membedakan dan menciptakan konsep laba perioda (earning), laba bersih perioda (net earnings), dan laba komperhensif (comprehensive income) sebagaimana telah dibahas sebelum ini.

Dalam PSAK No. 25, IAI mengenalkan konsep laba atau rugi dari aktivitas normal yang dalam PSAK No. 1 disebut sebagai laba atau rugi usaha (pasal 56 butir b). konsep ini sama dengan konsep FASB yang disebut laba dari operasi berlanjut. PSAK No. 25 juga mengenakan konsep laba atau rugi untuk perioda berjalan yang merupakan angka bersih dari komponen berikut (pasal 09);

1. Laba atau rugi dari aktivitas normal dan

2. Pos luar biasa

Dari uraian dalam PSAK No. 25 dapat dikatakan bahwa laba atau rugi untuk perioda berjalan setara dengan konsep laa perioda (earnings) yang dikemukakan FSAB. Dapat dikatakan demikian karena komponen operasi hentian (operasi yang tidak dilanjutkan) dalam PSAK No. 25 dapat diperlakukan sebagai pos aktivitas normal atau pos luar biasa bergantung pada kondisi yang melingkupi (pasal 20).

Konsep aktivitas normal yang digunakan IAI tampaknya digunakan untuk menunjuk apa yang oleh FSAB disebut komponen regular sehingga yang tidak masuk dalam komponen aktivitas normal dapat disebut sebagai komponen takreguler. Walaupun demikian, pengertian pos luar biasa menurut PSAK No. 25 tampaknya lebih luas daripada pengertian menurut FSAB. Hal ini terlihat dari ketentuan bahwa komponen operasi hentian dan perubahan estimasi akuntansi dimungkinkan untuk dilaporkan sebagai pos luar biasa (pasal 20 dan 28).

Karena ada pos-pos penerobos, IAI tidak menerapkan konsep penyusunan konsep laba-rugi semua-termasuk secara penuh. Dengan kata lain, laba bersih (angka akhir) dalam statemen laba-rugi versi IAI tidak dapat dikatakan sebagai laba komprehensif penuh. Dalam PSAK No. 25 tidak dibahas atau dikenal apa yang disebut efek kumulatif perubahan akuntansi yang harus dilaporkan dalam statemen laba-rugi berjalan (currently) sebagai alternatif perlakuan. Pedekatan semacam ini disebut dengan current atau cath-up method. Walaupun demikian, PSAK No. 25 memperlakukan perubahan estimasi akuntansi sebagai komponen statemen laba-rugi.

BAB III

PENUTUPKesimpulan

Konsep kesatuan usaha memisahkan secara fisis dan konseptual antara manajemen dan pemilik. Ekuitas pemegang saham (ekuitas) menggambarkan hubungan yuridis antara perseroan dengan para pemegang saham. Ekuitas pemegang saham terdiri atas dua komponen penting yaitu modal setoran dan laba ditahan. Modal setoran dipecah menjadi modal yuridis dan modal setoran lain.

Ekuitas didefinisi secara sintaktik sebagai hak residual atas aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Ekuitas terpaksa didefinisi secara sintaktik bukan semantik karena keperluan untuk mempertahankan artikulasi statemen keuangan. Ekuitas mengandung makna pemilikan. Oleh karena itu, untuk organisasi nonbisnis ekuitas sering disebut sebagai aset bersih.

Ekuitas berbeda dengan kewajiban dalam tiga hal yaitu hak atas penyelesaian klaim, hak penggunaan aset, dan substansi perjanjian (yuridis). Walaupun demikian, atas dasar konsep kesatuan usaha kreditor dan investor dipandang sebagai pihak luar perusahaan yang terpisah dari manajemen. Modal setoran perlu dibedakan dengan laba ditahan karena modal setoran merupakan suatu bentuk kontrak yuridis yang harus dipertahankan keutuhannya sedangkan laba ditahan merupakan modal yang tercipta atau terhimpun karena pemanfaatan aset. Modal setoran merupakan perubahaan aset dalam rangka pendanaan (transaksi modal) sedangkan laba ditahan merupakan perubahan aset dalam rangka produksi (transaksi operasi).DAFTAR PUSTAKASuwardjono. (2012). Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan, edisi ketiga. Yogyakarta: BPFE.

1