260110120059 - Septiyani Mustikawati - HPLC

9
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA Penentuan Kadar Kapsaisin Dalam Produk Pilus Garuda ® Pedas Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) Disusun Oleh: SEPTIYANI MUSTIKAWATI NPM: 260110120059 LABORATORIUM ANALISIS FISIKOKIMIA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2014

description

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIAPenentuan Kadar Kapsaisin Dalam Produk Pilus Garuda® Pedas Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)HPLC (High Performance Liquid Chromatography)LABORATORIUM ANALISIS FISIKOKIMIAFAKULTAS FARMASIUNIVERSITAS PADJADJARANJATINANGOR2014Berdasarkan analisis yang dilakukan pada senyawa kapsaisin dari sampel produk makanan Pilus Garuda® Pedas, di dapatkan kadar kapsaisin yang terkandung dalam sampel tersebut adalah 34 μg/1 gram atau 34 ppm.

Transcript of 260110120059 - Septiyani Mustikawati - HPLC

  • LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FISIKOKIMIA

    Penentuan Kadar Kapsaisin Dalam Produk Pilus Garuda Pedas

    Dengan Metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

    Disusun Oleh:

    SEPTIYANI MUSTIKAWATI

    NPM: 260110120059

    LABORATORIUM ANALISIS FISIKOKIMIA

    FAKULTAS FARMASI

    UNIVERSITAS PADJADJARAN

    JATINANGOR

    2014

  • PENENTUAN KADAR KAPSAISIN DALAM PRODUK PILUS GARUDA PEDAS

    DENGAN METODE KROMATOGRAFI CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

    Septiyani Mustikawati

    Laboratorium Anasisis Fisikokimia

    Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang Km 21 Jatinangor 45363

    Telp./Fax. (022) 779 6200

    [email protected]

    PENDAHULUAN

    Cabai (Capsicum) merupakan salah satu

    buah yang penting karena sudah sejak lama

    dikenal sebagai bumbu yang memberikan rasa

    pedas pada aneka masakan serta obat (Yola dkk.,

    2013). Buah Cabai berasal dari tanaman yang

    bergenus Capsicum dan dari keluarga

    Solanaceae. Buah cabai yang sering digunakan

    di indonesia antara lain, Capsicum annuum, C.

    frutescens dan C. chinense, yang mana jenis-

    jenis cabai tersebut memiliki banyak varietas

    (Ahmed et al., 2011).

    Kapsaisinoid adalah senyawa yang

    memberikan rasa pedas pada cabai dan produk-

    produk olahannya (Ahmed et al., 2011). Dua

    jenis senyawa kapsaisinoid yang banyak terdapat

    pada cabai adalah kapsaisin (8-methyl-N-

    vanillyl-trans-6-nonenamide) dengan kadar

    sekitar 71% dari total kapsaisinoid yang terdapat

    pada cabai (Kosuge & Furuta, 1970). Cabai

    merah lebih pedas rasanya dibandingkan cabai

    hijau, karena kadar kapsaisin dalam cabai merah

    dua atau tiga kali lebih banyak dibanding cabai

    hijau (Yaldiz & Ozguven, 2011).

    Kapsaisin juga dianggap sebagai zat aktif

    yang memiliki beberapa khasiat secara

    farmakologi. Kapsaisin telah digunakan sebagai

    analgesik untuk nyeri dan inflamasi arthritis

    (Deal et al., 1999). Kapsaisin juga telah

    dilaporkan dapat memberikan efek antikanker

    (Moore & Moore, 2003) dan secara aktif

    melawan inflamasi neurogenik (Szolcsanyi,

    2004).

    Kadar kapsaisin yang terdapat dalam

    produk makanan ringan dapat dianalisis dengan

    menggunakan metode Kromatografi Cair Kineja

    Tinggi (KCKT). Pada sistem KCKT data yang

    dihasilkan adalah waktu retensi dan luas area

    dari komponen-komponen sampel. Analisa

    kuantitatif pada KCKT dilakukan dengan cara

    membandingkan luas puncak standar senyawa

    murni dengan sampel, sedangkan analisa

    kualitatif pada KCKT dilakukan dengan cara

    mencari kesamaan komponen kapsaisin sampel

    dengan standar (Yola dkk., 2013).

    Penggunaan KCKT dapat digunakan untuk

    menganalisis berbagai macam kandungan yang

    komplek dalam suatu bahan menurut jenis

    kolom yang digunakan. Senyawa kompleks yang

    masuk ke dalam KCKT terlebih dahulu akan

    mailto:[email protected]

  • masuk kedalam kolom yang merupakan bagian

    utama KCKT. Di dalam kolom, senyawa

    tersebut akan dipisah menurut ikatan kimianya

    terutama rantai karbon. Senyawa yang

    mempunyai rantai karbon panjang, akan

    terdeteksi paling akhir. Ketepatan pemilihan

    kolom sangat berpengaruh terhadap performan

    kromatogram (Baarri, 2003).

    Dalam penelitian ini, senyawa kapsaisin

    yang dianalisis merupakan senyawa kapsaisin

    yang terdapat dalam produk makanan Pilus

    Garuda Pedas yang dianalisis dengan

    menggunakan metode Kromatografi Cair

    Kinerja Tinggi (KCKT).

    METODE

    Alat

    Alat-alat yang digunakan adalah botol vial,

    kertas perkamen, kertas saring, mikropipet,

    mikrosentrifugator, mortir, penangas air,

    sentrifugator, stamper, tabung reaksi, tabung

    sentrifuga, vortex, ultrasonic vibrator, dan

    instrumen KCKT.

    Bahan

    Bahan-bahan yang digunakan dalam

    penelitian ini adalah standar kapsaisin

    (C18H27NO3), metanol (CH3OH), aquadest, dan

    sampel berupa produk Pilus Garuda Pedas

    dengan nomor batch 1F12.

    Preparasi Standar dan Pembuatan Kurva

    Kalibrasi

    Standar yang digunakan adalah larutan

    baku standar kapsaisin (8-metil-N-vaniflyl-6-

    noneamida) yang diencerkan secara bertingkat

    menjadi beberapa konsentrasi yaitu 1 ppm, 2

    ppm, 6 ppm, 10 ppm, 20 ppm, dan 40 ppm

    dengan penambahan pelarut, yaitu metanol : air

    dengan perbandingan 70 : 30. Larutan standar

    kemudian dianalisis menggunakan KCKT. Hasil

    yang diperoleh digunakan untuk membuat kurva

    standar kapsaisin baku.

    Proses Ekstraksi dan Analisis Sampel

    Sampel yang akan dianalisis, yaitu produk

    Pilus Garuda Pedas terlebih dahulu dihaluskan

    dengan cara digerus menggunakan mortir dan

    stamper hingga diperoleh serbuk halus. Sampel

    kemudian ditimbang sebanyak 1 gram dengan

    neraca analitik dan dimasukkan ke dalam tabung

    sentrifugasi. Sebanyak 8 mL kloroform

    ditambahkan ke dalam tabung kemudian

    disentrifugasi pada 3000 g selama 15 menit.

    Supernatan yang dihasilkan disaring

    menggunakan kertas saring dan ditampung

    dalam botol vial. Filtrat hasil penyaringan

    diuapkan dalam penangas air hingga semua

    kloroform menguap. Sampel bebas kloroform

    kemudian dilarutkan kembali dengan

    menambahkan metanol sebanyak 2 mL. Sampel

    tersebut disonikasi dengan ultrasonic vibrator

    selama 5 menit. Sampel dipindahkan sebanyak 1

    mL ke dalam tabung eppendorf dan

    disentrifugasi dalam mikrosentrifuga pada 3000

    g selama 5 menit agar larutan bening. Sampel

    yang telah bening diambil sebanyak 10 L,

  • dipindahkan ke dalam tabung eppendorf lain dan

    ditambahkan dengan 990 L fase gerak berupa

    metanol : air (70:30). Sampel kemudian

    diinjeksikan ke dalam instrumen KCKT untuk

    proses analisis.

    Penentuan konsentrasi kapsaisin dalam

    sampel dilakukan dengan memasukkan nilai

    AUC (Area Under Curve) yang diperoleh ke

    dalam persamaan kurva kalibrasi yang

    didapatkan dari kapsaisin standar. Konsentrasi

    sampel yang didapat kemudian dikalikan dengan

    faktor pengenceran untuk mendapatkan nilai

    konsentrasi sampel dari satu gram sampel.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Metode KCKT digunakan dalam

    percobaan ini dipilih karena KCKT merupakan

    metode pemisahan yang waktu analisisnya

    singkat, efisiensinya tinggi, sederhana, cepat,

    akurat, dan presisi (Ahmed, 2001). KCKT dapat

    memisahkan suatu komponen dari campurannya

    dan mengidentifikasinya berdasarkan waktu

    retensi (Ajmera, 2012). Kapsaisin dapat larut

    dalam pelarut metanol : air (70 : 30) yang

    digunakan sebagai fasa gerak. Pelarut yang

    digunakan merupakan fasa gerak yang berfungsi

    membawa komponen-komponen menuju detek-

    tor dan dapat berinteraksi dengan zat terlarut.

    Berikut ini merupakan kurva baku regresi

    linier yang didapatkan dari analisis larutan baku

    standar dengan variasi konsentrasi 1 ppm, 2

    ppm, 5 ppm, 10 ppm, 20 ppm, dan 40 ppm

    Kurva ini didapatkan dari data pengukuran

    larutan standar pada panjang gelombang 227 nm

    dan 281 nm.

    Gambar 1. Kurva kalibrasi standar kapsaisin

    pada panjang gelombang 227 nm

    Dari kurva baku diatas dapat diperoleh

    persamaan sebagai berikut: y = 19914x + 3951

    dengan nilai regresi sebesar 0,998.

    Gambar 2. Kurva kalibrasi standar kapsaisin

    pada panjang gelombang 281 nm

    Dari kurva baku diatas dapat diperoleh

    persamaan sebagai berikut: y = 8018x 1201

    dengan nilai regresi sebesar 0,999.

    y = 19914x + 3951R = 0.998

    0

    200000

    400000

    600000

    800000

    1000000

    0 10 20 30 40 50

    AU

    C

    Konsentrasi (ppm)

    Kurva Kalibrasi Standar pada 227 nm

    y = 8018.x - 1201.R = 0.999

    0

    50000

    100000

    150000

    200000

    250000

    300000

    350000

    0 10 20 30 40 50

    AU

    C

    Konsentrasi (ppm)

    Kurva Kalibrasi Standar pada 281 nm

  • Berdasarkan kedua kurva baku standar

    kapsaisin tersebut, didapatkan nilai korelasi

    yang cukup tinggi, yaitu 0,998 pada panjang

    gelombang 227 nm dan 0,999 pada panjang

    gelombang 281 nm. Hal tersebut menunjukkan

    bahwa panjang gelombang 281 nm memberikan

    regresi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

    regresi pada 227 nm, sehingga persamaan

    garisnya digunakan sebagai pembanding

    terhadap penentuan kadar capsaicin dalam

    sampel.

    Sampel yang dianalisis berupa produk

    Pilus Garuda Pedas sebanyak 1 gram yang

    terlebih dahulu dihaluskan dan dimasukkan ke

    dalam tabung sentrifuga. Sebanyak 8 mL

    kloroform dimasukkan ke dalam tabung

    kemudian disentrifugasi pada 3000 g selama 15

    menit. Proses ekstraksi dilakukan menggunakan

    kloroform untuk menarik kapsaisin karena

    kapsaisin mudah larut dalam kloroform.

    Sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan

    kapsaisin dengan campuran lain yang terdapat

    dalam sampel. Supernatan yang diperoleh

    kemudian disaring menggunakan kertas saring

    dan ditampung filtratnya. Pelarut kloroform

    kemudian dihilangkan dengan memanaskan

    campuran di atas penangas air karena kloroform

    dapat mengganggu hasil analisis kapsaisin pada

    instrument. Sampel bebas kloroform

    ditambahkan dengan 2 mL methanol sebagai

    fase gerak. Sampel dan metanol yang belum

    larut disonikasi menggunakan ultrasonic vibrator

    agar dapat tercampur lebih homogen. Sebanyak

    1 mL sampel tersebut dimasukkan ke dalam

    tabung eppendorf dan kemudian disentrifugasi

    kembali untuk memisahkan dengan endapan.

    Endapan dapat menyebabkan gangguan pada

    pengukuran serta dapat menyumbat komponen

    instrumen yang menyebabkan rusaknya

    instrumen. Sebanyak 10 L supernatan yang

    diperoleh dimasukkan ke dalam tabung

    eppendorf lain dan kemudian ditambahkan

    dengan 990 L fase gerak berupa campuran

    metanol : air dengan perbandingan 70 : 30.

    Larutan sampel dari tabung eppendorf kemudian

    dianalisis dengan menggunakan KCKT.

    Hasil analisis sampel dengan

    menggunakan KCKT berupa kromatogram dan

    diperoleh nilai AUC dari dua panjang

    gelombang yang berbeda, yaitu 227 nm dan 281

    nm seperti yang tertera pada Gambar 3 dan 4.

  • Gambar 3 Hasil kromatogram sampel pada panjang gelombang 227 nm.

    Gambar 4 Hasil kromatogram sampel pada panjang gelombang 281 nm.

    Minutes

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    Volts

    -0.00025

    0.00000

    0.00025

    0.00050

    0.00075

    0.00100

    0.00125

    0.00150

    0.00175

    0.00200

    0.00225

    Volts

    -0.00025

    0.00000

    0.00025

    0.00050

    0.00075

    0.00100

    0.00125

    0.00150

    0.00175

    0.00200

    0.00225

    (Ca

    psa

    icin

    )

    9.0

    50

    88

    0

    0.5

    4

    Detector A - 1 (227nm)

    28nov2014

    28nov2014 sampel Pilus Garuda Pedas_Septi

    Retention Time

    Area

    Name

    Width

    Minutes

    0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

    Volts

    0.0000

    0.0001

    0.0002

    0.0003

    0.0004

    0.0005

    Volts

    0.0000

    0.0001

    0.0002

    0.0003

    0.0004

    0.0005

    1340

    0.9

    83

    5201

    1.2

    75

    642

    1.4

    83

    162

    4.5

    25

    Cap

    saic

    in

    45

    9.0

    58

    151

    9.2

    25

    71

    9.3

    75

    Detector A - 2 (281nm)

    28nov2014

    28nov2014 sampel Pilus Garuda Pedas_Septi

    Area

    Retention Time

    Name

    Kapsaisin AUC 162

  • Dari hasil kromatogram dapat diperoleh

    nilai AUC untuk sampel pada panjang

    gelombang 281 nm adalah sebesar 162.

    Persamaan yang digunakan untuk menentukan

    kadar kapsaisin dalam sampel adalah persamaan

    pada panjang gelombang 281 nm karena regresi

    yang didapatkan lebih tinggi dibandingkan pada

    panjang gelombang 227 nm. Nilai AUC tersebut

    dimasukkan ke dalam persamaan pada kurva

    baku kapsaisin pada panjang gelombang 281 nm

    yang kemudian dikalikan dengan faktor

    pengenceran sebesar 200 sehingga diperoleh

    nilai konsentrasinya. Konsenstrasi kapsaisin

    dalam sampel yang diperoleh sebesar 34 g/1

    gram atau 34 ppm.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan analisis yang dilakukan pada

    senyawa kapsaisin dari sampel produk makanan

    Pilus Garuda Pedas, di dapatkan kadar

    kapsaisin yang terkandung dalam sampel

    tersebut adalah 34 g/1 gram atau 34 ppm.

    DAFTAR PUSTAKA

    Ahmed Y. B., Al Othman Z. A., Habila M. A.,

    Ghafar A. A. 2011. Determination of

    capsaicin and dihydrocapsaicin in

    Capsicum fruit samples using high

    performance liquid chromatography.

    Molecules 16: 8919-8929.

    Ajmera A., Deshpande S., Patel P., Patel K.,

    Solanki S., Rathod K. Reverse Phase High

    Performance Liquid Chromatographic

    (HPLC) Method for Simultaneous

    Determination of Atorvastatin,

    Torvastatin, Ezetimibe and Fenofibrate in

    Commercial Tablets, Int J Pharm Pharm

    Sci 2012; 4: 206-209.

    Baarri. 2003. Analisis Perbedaan Kolom pada

    Determinasi Karbohidrat Susu Fermentasi

    dengan Metode HPLC. Journal of The

    Indonesian Tropical Animal Agriculture,

    Vol 28(1):28.

    Deal C. L., Schnitzer T. J., Lipstein E., Seibold

    J. R., Stevens R. M., Levy M. D., Albert

    D., Renold F. Treatment of arthritis with

    topical capsaicin: A double-blind trial.

    Clin. Ther., 13,383-395.

    Kosuge S., Furuta M. 1970. Studies on the

    pungent principle of Capsicum. Part XIV:

    Chemical constitution of the pungent

    principle. Agric. Biol. Chem., 34, 248-

    256.

    Moore D. J., Moore D. M. 2003. Synergistic

    Capsicum-tea mixtures with anticancer

    activity. J. Pharm. Pharmacol., 55, 987-

    994.

    Szolcsanyi J. 2004. Forty years in capsaicin

    research for sensory pharmacology and

    physiology. Neuropeptides, 38, 377-384.

    Yaldiz G., Ozguven M. A. 2011. Study of yield

    and yield components of different

  • ornamental pepper (Capsicum sp.) species

    and lines in cukurova ecological

    conditions. Pak J Biol Sci, 14: 273- 281.

    Yola R., Zulfarman, & Refilda. 2013. Penentuan

    Kandungan Kapsaisin pada Berbagai

    Buah Cabai (Capsicum) dengan Metode

    Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

    (KCKT). Jurnal Kimia, Vol 2(2): 115.

    .