246674258-242-751-1-PB

11
Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012 99 GEOLOGI DAN STUDI PENGARUH BATUAN DASAR TERHADAP DEPOSIT NIKEL LATERIT DAERAH TARINGGO KECAMATAN POMALAA, KABUPATEN KOLAKA PROPINSI SULAWESI TENGGARA Ernita Nukdin Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta SARI Penelitian berada pada konsesi PT. INCO, Tbk Pomalaa daerah Taringgo, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Propinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil pengamatan, pengukuran dan analisis struktur geologi terdapat satuan batuan yang ada pada daerah penelitian berupa satuan batuan peridotit, satuan batuan sekis Pompangeo, satuan batuan konglomerat Langkowala, dan satuan batuan breksi Alangga. Jenis batuan dasar sangat berpengaruh pada pembentukan endapan nikel laterit. Dengan litologi berbeda maka kadar unsur sebagai unsur,kadar Ni pada dunit lebih tinggi dibandingkan harzburgit,lherzolit dan serpentinit.Hal ini dikarenakan oleh kandungan olivin dan piroksen yang terkandung didalamnya,dimana olivin dan piroksen merupakan mineral pembawa Ni. Selain batuan dasar struktur geologi juga berpengaruh yaitu sebagai media untuk mempercepat proses pelapukan.Selain itu morfologi dan topografi berperan penting dalam penyebaran unsur kimia dan proses lateritisasi.Kelerengan yang <20 memungkinkan untuk membentuk laterit karena tingkat erosi yang kecil. LATAR BELAKANG Peridotit merupakan salah satu batuan asal pembawa nikel, dalam batuan tersebut terdapat variasi mineralogi maupun prosentase mineralogi yang berbeda. Pelapukan pada batuan ini menyebabkan unsur-unsur yang bersifat mobile terdeplesi sedangkan unsur-unsur dengan mobilitas rendah sampai immobile seperti Ni, Fe, dan Co mengalami pengkayaan secara residual dan sekunder. Berdasarkan perbedaan komposisi kimia, karakteristik batuan dasar dan derajat serpentinisasi, daerah telitian dibagi menjadi dua tipe batuan dasar pada daerah Taringgo yaitu Peridotit dan Konglomerat. Perbedaan batuan dasar ini dapat mempengaruhi karakteristik deposit nikel yang menghasilkan perbedaan unsur kimia pada masing masing batuan dasar. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh batuan dasar pada deposit nikel laterit dengan tujuan mengetahui kendali geologi terhadap pembentukan nikel laterit, pola penyebaran kadar endapan nikel laterit dan unsur-unsur lain serta mekanisme pembentukannya. Kendali geomorfologi untuk penentuan kondisi topografi yang berpotensi untuk terakumulasinya endapan nikel laterit, mengetahui pengaruh dan karakteristik batuan dasar terhadap deposit nikel laterit, pola penyebaran, kadar Ni, ,serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi pembentukan nikel laterit, seperti iklim (cuaca dan temperatur).

description

m

Transcript of 246674258-242-751-1-PB

Page 1: 246674258-242-751-1-PB

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012

99

GEOLOGI DAN STUDI PENGARUH BATUAN DASAR TERHADAP DEPOSIT NIKEL LATERIT

DAERAH TARINGGO KECAMATAN POMALAA, KABUPATEN KOLAKA PROPINSI SULAWESI TENGGARA

Ernita Nukdin

Mahasiswa Magister Teknik Geologi UPN “Veteran” Yogyakarta

SARI

Penelitian berada pada konsesi PT. INCO, Tbk Pomalaa daerah Taringgo, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Propinsi Sulawesi Tenggara. Berdasarkan hasil pengamatan, pengukuran dan analisis struktur geologi terdapat satuan batuan yang ada pada daerah penelitian berupa satuan batuan peridotit, satuan batuan sekis Pompangeo, satuan batuan konglomerat Langkowala, dan satuan batuan breksi Alangga. Jenis batuan dasar sangat berpengaruh pada pembentukan endapan nikel laterit. Dengan litologi berbeda maka kadar unsur sebagai unsur,kadar Ni pada dunit lebih tinggi dibandingkan harzburgit,lherzolit dan serpentinit.Hal ini dikarenakan oleh kandungan olivin dan piroksen yang terkandung didalamnya,dimana olivin dan piroksen merupakan mineral pembawa Ni. Selain batuan dasar struktur geologi juga berpengaruh yaitu sebagai media untuk mempercepat proses pelapukan.Selain itu morfologi dan topografi berperan penting dalam penyebaran unsur kimia dan proses lateritisasi.Kelerengan yang <20 memungkinkan untuk membentuk laterit karena tingkat erosi yang kecil. LATAR BELAKANG Peridotit merupakan salah satu batuan asal pembawa nikel, dalam batuan tersebut terdapat variasi mineralogi maupun prosentase mineralogi yang berbeda. Pelapukan pada batuan ini menyebabkan unsur-unsur yang bersifat mobile terdeplesi sedangkan unsur-unsur dengan mobilitas rendah sampai immobile seperti Ni, Fe, dan Co mengalami pengkayaan secara residual dan sekunder. Berdasarkan perbedaan komposisi kimia, karakteristik batuan dasar dan derajat serpentinisasi, daerah telitian dibagi menjadi dua tipe batuan dasar pada daerah Taringgo yaitu Peridotit dan Konglomerat. Perbedaan batuan dasar ini dapat mempengaruhi karakteristik deposit nikel yang menghasilkan perbedaan unsur kimia pada masing – masing batuan dasar. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh batuan dasar pada deposit nikel laterit dengan tujuan mengetahui kendali geologi terhadap pembentukan nikel laterit, pola penyebaran kadar endapan nikel laterit dan unsur-unsur lain serta mekanisme pembentukannya. Kendali geomorfologi untuk penentuan kondisi topografi yang berpotensi untuk terakumulasinya endapan nikel laterit, mengetahui pengaruh dan karakteristik batuan dasar terhadap deposit nikel laterit, pola penyebaran, kadar Ni, ,serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi pembentukan nikel laterit, seperti iklim (cuaca dan temperatur).

Page 2: 246674258-242-751-1-PB

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012

100

Gambar 1. Peta lokasi penelitian (INCO Pomalaa, 2004). GEOLOGI

Daerah Taringgo dan sekitarnya mempunyai morfologi perbukitan dari landai sampai curam dan dataran dibeberapa tempat, yang tersusun oleh 4 satuan batuan dari tua ke muda yaitu: satuan batuan peridotit kompleks ultramafik yang terdiri dari batuan peridotit dan serpentinit, satuan batuan sekis kompleks pompangeo terdiri dari batuan sekis mika, satuan batuan konglomerat formasi langkowala terdiri dari batuan konglomerat, satuan batuan formasi alangga terdiri dari batuan breksi.

Struktur geologi di daerah penelitian secara umum sangat sulit ditemukan. Hal ini dikarenakan adanya proses pelapukan (lateritisasi) yang terjadi yang menyebabkan bagian permukaan tertutupi oleh tanah (soil) dan banyaknya vegetasi sehingga singkapan batuan dasar (fresh rock) pada permukaan sangat sulit ditemukan. Sebagian besar endapan laterit yang terbentuk menutupi batuan dasarnya (bedrock). Struktur geologi yang dominan dijumpai didaerah penelitian adalah struktur kekar (joint) serta breksiasi. Kekar-kekar yang dijumpai dilapangan ada yang telah terisi mineral seperti kuarsa, krisopras maupun garnierit dan adapula yang tidak. Kekar-kekar yang dijumpai tersebut merupakan kekar-kekar yang saling berpasangan. Berdasarkan hasil analisa stereografis menggunakan diagram roset, maka didapatkan bahwa kekar dan data breksiasi memiliki orientasi arah umum shear N 223 º E / 56 º dan arah umum Gash N 002 º E / 55 º, Plunge, Bearing 12 º, N 120 º E, Rake 22 º, bidang sesar : N 321 º E / 30 º, dengan arah tegasan utama σ1 : 24°, N 080° E , σ2 : 66°, N 257° E, σ3 : 03°, N 348° E.

Page 3: 246674258-242-751-1-PB

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012

101

Gambar 2. Kolom Stratigrafi daerah telitian.

Gambar 3. Kenampakan breksiasi ( Arah kamera N 218° E). PENGARUH BATUAN DASAR TERHADAP DEPOSIT NIKEL LATERIT Petrografi batuan

Analisa petrografi batuan dilakukan secara megaskopis dan mikroskopis pada conto batuan hasil pemboran (coring) serta dari singkapan batuan yang diambil di lapangan. Secara megaskopis daerah telitian terdiri dari batuan peridotit, konglomerat dan serpentinit. Batuan peridotit mempunyai ciri-ciri warna segar abu-abu gelap kehijauan, warna lapuk merah kecoklatan, struktur masif, holokristalin, fanerik kasar – sedang, bentuk butir euhedral – subhedral, equigranular panidiomorfik, dijumpai adanya rekahan atau urat – urat yang terisi oleh silika dan garnierit, tersusun oleh mineral olivin (60 % - 85 %), piroksen dan serpentin.

Page 4: 246674258-242-751-1-PB

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012

102

Gambar 4. Kenampakan bedrock peridotit pada lubang bor C211111.

Secara megaskopis konglomerat warna segar abu-abu kehijauan, warna lapuk abu-abu, struktur masif, ukuran butir kerikil - kerakal, bentuk butir rounded, terpilah buruk, kemas tertutup, dengan fragmen dan matriks berupa pecahan peridotit, semen oksida besi, sedangkan batuan serpentinit warna segar biru segar, warna lapuk abu-abu kehitaman, memiliki bentuk seperti serat-serat, tersusun oleh dominan mineral serpentin yang merupakan hasil ubahan dari mineral olivin dan piroksen.

Secara mikroskopis hasil analisa sayatan tipis pada 5 conto batuan, diketahui bahwa batuan yang menyusun daerah penelitian terdiri dari batuan batuan peridotit, konglomerat peridotit dan serpentinit (klasifikasi Williams et all, 1954).

Gambar 5. Kenampakan mikroskopis batuan harzburgit yang mengalami proses

serpentinisasi, dimana proses serpentinisasi ini mengisi rekahan batuan. a) pengamatan pada nikol sejajar, b) pengamatan pada nikol silang dengan Pembesaran 40x.

Page 5: 246674258-242-751-1-PB

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012

103

Zonasi endapan laterit Dari hasil data pemboran, dilakukan diskripsi pada zonasi endapan nikel

laterit yang meliputi lapisan tanah penutup, zonasi bijih (limonit dan saprolit) dan batuan dasar di beberapa lubang bor pada masing-masing daerah. Hasil diskripsi yang dicantumkan dianggap mewakili ciri umum dari lokasi penelitian secara keseluruhan.Pembagian zonasinya sebagai berikut:

1. Lapisan Tanah Penutup (Overburden) Lapisan ini terletak di bagian atas permukaan, lunak dan berwarna coklat kemerahan hingga gelap dan pada bagian atasnya dijumpai lapisan iron capping.. Lapisan ini mempunyai ketebalan berkisar antara 2 – 4 meter. Terkadang pada lapisan ini terdapat mineral hematit, goetit dan limonit.

2. Zona limonit Zona limonit umumnya berwarna coklat kemerahan, warna merah dihasilkan dari oksidasi hematit, ukuran butir lempung – pasir halus (1mm/fine grain). Terkadang ditemukan sisa akar tanaman. Zona ini memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Adapun % kandungan unsur kimia didalam lapisan ini : Ni (1.30), Fe (40,40), SiO2 (13.30),MgO (2.70).

3. Zona Saprolit Zona saprolit terdiri atas saprolit lapuk, saprolit 1/2 lapuk dan saprolit regolith (segar). Berwarna coklat kekuningan yang dihasilkan dari pelapukan mineral ghoetit. Pembagian zona pada saprolit didasarkan atas ukuran butir dari material penyusunnya, saprolit lapuk memiliki ukuran butir lempung - pasir sedang (1 – 5 mm), saprolit 1/2 lapuk memiliki ukuran butir lempung – pasir kasar (5 – 30 mm), saprolit regolith umumnya terdapat bongka-bongkah/ boulder mineral yang menyusun zona ini adalah geotit, serpentin, magnetit, silika.

4. Zona bedrock (batuan dasar) Zona batuan dasar umumnya tersusun atas batuan ultramafik berwarna abu kehijauan, masif, faneritik, bentuk butir subhedral-anhedral, tersusun atas mineral olivin, piroksen, serpentin dan terdapat silika yang mengisi rekahan. Adapun % kandungan unsur kimia didalam lapisan ini : Ni (0.65), Fe (8.47), SiO2 (47.03),MgO (35.30).

Gambar 6. Kenampakan lapisan limonit dan saprolit.

Page 6: 246674258-242-751-1-PB

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012

104

Pengaruh Batuan Dasar Terhadap Penyebaran Unsur Ni, Fe, MgO, SiO2 Penyebaran Unsur Ni

Jenis litologi pada daerah telitian disusun oleh harzburgit, lherzolit, dunit, serpentinit dan konglomerat lherzolit. Dari grafik dibawah ini juga dapat diketahui pola penyebaran unsur Ni pada zona laterit, dimana pada zona limonit kadar Ni sekitar 0,3% - 1,2% dan pada zona saprolit unsur Ni mengalami peningkatan sekitar 0,8% - 2,1%, sedangkan pada bedrock kadar Ni semakin kecil sekitar 0,2% - 0,8%. Unsur Fe pada zona limonit mengalami peningkatan sekitar 25% - 40% dan pada zona saprolit kadar Fe sekitar 10% - 25%, sedangkan pada bedrock kadar Fe semakin kecil sekitar 2% - 8. Unsur SiO2 pada zona limonit sekitar 8% - 32% dan pada zona saprolit kadar SiO2 sekitar 20% - 50%, sedangkan pada bedrock kadar SiO2 mengalami peningkatan sekitar 40% - 46%. Semakin ke arah atas profil laterit , maka kadar SiO2 akan mengalami penurunan sampai mencapai zona limonit . sedangkan unsur MgO paling tinggi pada zona bedrock. Berdasarkan hasil analisa kimia, pada zona limonit kadar Mgo sangat kecil sekitar 2% - 5% dan pada zona saprolit kadar MgO sekitar 6% - 24%,

Gambar 7. Grafik perbandingan unsure Ni,Fe,SiO2,MgO berdasarkan batuan dasar

KESIMPULAN

- Berdasarkan hasil penelitian daerah Taringgo memiliki satuan geomorfologi

perbukitan terdenudasi berelief landai, agak curam dan dataran aluvial, yang terdiri dari satuan batuan peridotit, yang tersusun oleh dominan batuan peridotit dan sebagian terdapat batuan serpentinit, satuan batuan sekis pompangeo yang terdiri dari sekis mika, satuan konglomerat langkowala yang terdiri dari konglomerat peridotit, satuan breksi alangga yang terdiri dari breksi silika. Pembagian satuan batuan didasarkan pada pembagian satuan litostratigrafi tidak resmi.

Page 7: 246674258-242-751-1-PB

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012

105

- Struktur geologi daerah penelitian terdiri dari kekar-kekar, dimana pada kekar-kekar tersebut biasanya terisi oleh mineral kuarsa, krisopras dan garnierit dengan arah umum relatif barat laut-tenggara dan breksiasi dengan hasil analisa Thrust left slip fault.

- Berdasarkan data petrologi, petrografi, dan analisa kimia diketahui bahwa daerah telitian tersusun atas litologi berupa batuan peridotit (harzburgit, lherzolit), serpentinit dan dunit dengan kadar Ni berkisar 1,2%-2%, sedangkan litologi batuan konglomerat peridotit (lherzolit), kadar Ni berkisar 0,8%-1,2%. Litologi sangat berpengaruh pada pembentukan endapan nikel laterit. Dengan litologi yang berbeda maka kadar Ni yang diperoleh akan berbeda.

- Berdasarkan hasil analisa peta penyebaran unsur-unsur kimia seperti Ni, Fe, SiO2 dan MgO diketahui bahwa Ni lebih banyak terakumulasi pada zona saprolit, Fe lebih banyak terakumulasi pada zona limonit, sedangkan SiO2 dan MgO lebih banyak terakumulasi pada zona bedrock. Hal ini dikarenakan oleh tingkat mobilitas dan daya larut dari unsur-unsur kimia tersebut berbeda satu sama lainnnya.

- Zonasi endapan nikel laterit di daerah telitian dibagi dalam 3 zona yaitu : 1. Zona Limonit 2. Zona Saprolit 3. Zona Batuan Dasar (Bedrock)

DAFTAR PUSTAKA Boldt, J.R., 1967, The Winning of Nickel, The Hunter Rose Company, Longmans,

Canada. Fortunadi, D., 2000, Report Probation Periode “Orientasi”, PT. INCO, Sorowako,

Sulawesi Selatan (tidak dipublikasikan). Golightly, J.P., Atmadja, R.S., and Wahyu, B.N., 1979 , Mafic and Ultramafik

Rock Association in The East Acr of Sulawesi, Proceedings ITB Vol. 8, No. 2, Bandung.

Kadarusman, Ade., 2003, The Petrology, Geochemistry, Metamorphism and Paleogeographic Reconstruction of the East Sulawesi Ophiolite. Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI. Bandung.

Nushantara, A.P., 2002, Profil Kimia Pelapukan Bongkah Peridotit Daerah DX, Soroako, Sulawesi Selatan, UGM, Yogyakarta (tidak dipublikasikan).

Priyantoro, T., 2002, Perhitungan Cadangan dan Penentuan Arah Tambang Endapan Nikel Laterit Bukit TLA 1, Daerah Tambang Tengah, Unit Pertambangan Nikel Pomalaa, UGM, Yogyakarta. (tidak dipublikasikan)

Simanjuntak, T.O., Surono dan Sukido., 1993, Geologi Lembar Kolaka Sulawesi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Sukamto, R., dan Simanjuntak, T.O., 1983, Tectonic Relationship Between Geologic Provinces of Western Sulawesi, Eastern Sulawesi and Banggai-Sula in the Light of Sedimentological Aspect, Bull. Geol. Res and Dev. Centre, No. 7.

Waheed, Ahmad., 2002, Nickel Laterite : A Short Course On The Chemistry, Mineralogy and Formation Of Nickel Laterites, PT. INCO, Indonesia.

Williams, H., Turner, F.J., and Gilbert, C.M., 1954, Petrography. An Introduction To The Study Of Rocks In Thin Section, University Of California Berkeley, W. H. Freeman And Company, San Fransisco. 90

Page 8: 246674258-242-751-1-PB

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012

106

Page 9: 246674258-242-751-1-PB

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012

107

Page 10: 246674258-242-751-1-PB

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012

108

Page 11: 246674258-242-751-1-PB

Jurnal Ilmiah MTG, Vol. 5, No. 2, Juli 2012

109