21 MACRO ECONOMICS SENIN 26 MARET 2018 -...

1

Transcript of 21 MACRO ECONOMICS SENIN 26 MARET 2018 -...

SENIN 26 MARET 2018

21 MACRO ECONOMICS

Oleh Triyan Pangastuti

JAKARTA – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati meminta semua pihak mendudukkan masalah utang pemerintah dalam konteks yang komprehensif, karena utang hanya salah satu instrumen kebijakan dalam pengelolaan keuangan negara dan perekonomian. Sikap ini diperlukan agar masyarakat dan elit politik tidak terjangkit histeria dan kekha-watiran berlebihan yang bisa menyebabkan kondisi tidak produktif.

JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencatat hingga akhir pekan lalu su-dah ada 7,3 juta wajib pajak yang melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi atau men-ingkat 20% dibandingkan periode sama tahun lalu. Jumlah 7,3 juta ini baru 50% dari target 18 juta WP. DJP pun memperkirakan hingga akhir Maret mencapai 14 juta WP (80%).

“Data kami sudah 7,3 juta SPT PPh orang pribadi yang disampaikan ke kantor pajak. Kami mengharapkan sampai akhir bulan nanti bisa sampai 14 juta, bahkan SPT PPh orang pribadi meningkat dari tahun lalu seki-tar 12 juta wajib pajak. Dan secara persentase tingkat kepatuhan meningkat mencapai 80% dari yang terdaftar,” ungkap Dirjen Pajak Robert Pakpahan, di Gedung DPD, Jakarta, akhir pekan lalu.

Robert mengatakan, ada peningkatan ke-sadaran wajib pajak untuk melaporkan SPT. Peningkatan kepatuhan dan basis pajak ini juga terjadi karena adanya program amnesti pajak. “Kita bisa lihat dari penerimaan yang cukup bagus pertumbuhannya antara 16-17%, mudah-mudahan ini berlanjut terus sehingga penerimaan dari sektor pajak aman, APBN aman, serta pengeluaran bisa dikerjakan dan terlaksana dengan baik,” kata Robert.

Sementara itu, Direktur Penyuluhan Pelay-anan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya sudah mengantisipasi peningkatan pelaporan SPT di masa akhir. Untuk pelayanan elektronik atau e- filing, dia megatakan, DJP menambahkan broadband dan server. Adanya pelayanan e-filing membuat wajib pajak lebih praktis untuk membayar pajak.

Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), tambah dia, juga diturunkan petugas khusus yaitu satuan tugas (satgas) yang ikut bertugas melayani pelaporan SPT.

"Sekarang semua anggota ditugaskan un-tuk melayani wajib pajak, sekitar 70 sampai 80%. Kami sekarang fokus pada penerimaan SPT sampai akhir Maret," ujar Yoga.

Ia mengatakan, jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT tahunan pajak 2016 hanya mencapai 73%. "Kalau sampai akhir Maret tidak sampai 14 juta pelapor SPT tidak ada masalah karena masih ada April yang PPh badan. Setelah SPT PPh badan, di bulan lain nanti SPT yang belum lapor tetap harus dilaporkan juga," ujar Yoga.

Secara terpisah Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yusti-nus Prastowo menyampaikan ada peningka-tan kepatuhan wajib pajak untuk melaporkan SPT. Niat untuk memberikan pelayanan yang mudah dan murah serta peningkatan dalam pelayanan teknologi yang dilakukan DJP tampaknya mulai menunjukkan hasil.

“Sosialisasi dilakukan lewat ruang pub-lik bahkan iklan layanan di televisi sangat menarik untuk generasi milenial. Selain itu juga ada peningkatan kapasitas teknologi untuk memberikan kemudahan pelaporan,” ujar Yustinus.

Namun ia melihat masyarakat juga perlu memperhatikan penerimaan pajak. Jumlah penerimaan pajak tidak hanya dilihat ber-dasarkan tingkat pelaporan SPT, namun perlu ada penerimaan yang berkelanjutan.

“Tidak hanya jumlah tetapi isi SPT yang dilaporkan jauh lebih penting ditindaklanjuti daripada menghitung angka pelaporan SPT,” ujar Yustinus. (c01)

“Kecuali kalau memang tujuan mereka yang selalu menyoroti masalah utang adalah untuk mem-buat masyarakat resah, ketakutan dan menjadi panik, ser ta untuk kepentingan politik tertentu. Upaya politik destruktif seperti ini sung-guh tidak sesuai dengan semangat demokrasi yang baik dan memban-gun,” ujar Sri Mulyani, pekan lalu, dalam tanggapan tertulisnya yang cukup panjang atas kritik seputar utang pemerintah dari kalangan politisi dan ekonom.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, posisi utang pemerintah pusat per Februari 2018 mencapai Rp 4.034,8 triliun atau tumbuh 13,46% dibanding posisi sama tahun sebelumnya. Utang pemerintah itu masih didominasi oleh penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai Rp 3.257,26 triliun atau 80,73% dari total utang pemerintah. Sementara dari total penerbitan SBN, Rp 2.359,47 triliun dalam de-nominasi rupiah.

Menurut Menkeu, menyoroti instrumen utang tanpa melihat kon-

teks besar dan upaya arah kebijakan pemerintahan akan memberikan kualitas analisis dan masukan yang tidak lengkap dan bahkan dapat menyesatkan. “Kita juga tidak akan mampu melihat permasalahan dan potensi ekonomi Indonesia. Lebih buruk, kita dapat mengerdilkan pemikiran dan menakut-nakuti masyarakat untuk tujuan negatif bagi bangsa kita sendiri. Itu bukan niat terpuji tentunya,” tadas Sri Mulyani.

Dalam konteks keuangan negara dan neraca keuangan pemerintah, menurut Sri Mulyani, banyak kom-ponen lain selain utang yang harus juga diperhatikan, sehingga masalah bisa dilihat dengan lengkap dan proporsional. Dari sisi aset misalnya, telah terjadi akumulasi dari hasil belanja pemerintah pada masa-masa sebelumnya. Nilai aset tahun 2016 (audit BPK) adalah sebesar Rp 5.456,88 triliun. Nilai ini masih be-lum termasuk nilai hasil revaluasi yang saat ini masih berlangsung.

Hasil revaluasi aset 2017 terhadap sekitar 40% aset negara, kata Sri Mulyani, menunjukkan bahwa nilai

aktual aset negara telah meningkat sangat signifikan sebesar 239% atau kenaikan sebesar Rp 1.867 triliun, dari Rp 781 triliun menjadi Rp 2.648 triliun. “Tentu nilai ini masih akan diaudit oleh BPK untuk tahun lapo-ran 2017. Kenaikan kekayaan ne-gara tersebut harus dilihat sebagai pelengkap dalam melihat masalah utang,” papar dia yang menyiapkan tanggapan ini di sela kunjungan kerjanya di Amerika Serikat.

Sri Mulyani menambahkan, dalam melihat utang perlu juga melihat keseluruhan APBN dan keseluru-han perekonomian yang di anta-ranya diukur dari jumlah nominal dan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB). Defisit APBN yang pada 2017 diperkirakan mencapai 2,92% PDB, berhasil diturunkan menjadi sekitar 2,5%. Pada 2018 ini, target defisit pemerintah kembali diturunkan menjadi 2,19% PDB.

Demikian juga dengan kekha-watiran mengenai posisi keseimban-gan primer, menurut Sri Mulyani, pemerintah terus berusaha untuk menurunkannya, agar APBN menja-

di instrumen yang sehat dan sustain-able.  “Buktinya, pada 2015 defisit keseimbangan primer mencapai Rp 142,5 triliun, turun menjadi Rp 125,6 triliun pada 2016, dan kembali turun pada 2017 menjadi Rp 121,5 triliun,” imbuh dia sembari mengatakan, untuk 2018 defisit keseimbangan primer ditargetkan Rp 87,3 triliun.

Sangat Berguna Menkeu menilai, perhatian politisi

dan beberapa ekonom mengenai kondisi utang beberapa bulan tera-khir sungguh luar biasa. Kendati demikian, ia tetap berpandangan, perhatian elit politik, ekonom, dan masyarakat terhadap utang itu sangat berguna bagi dirinya selaku pen-gelola keuangan negara untuk terus menjaga kewaspadaan, agar apa yang dikhawatirkan yaitu terjadinya krisis utang tidak menjadi kenyataan.

"Bagi mereka yang menganjurkan agar pemerintah berhati-hati dalam menggunakan instrumen utang, maka anjuran itu sudah sangat sejalan dengan yang dilakukan pemerintah. Langkah pengelolaan

APBN dan penyesuaian memang dilakukan secara ber tahap dan hati-hati, agar perekonomian tidak mengalami kejutan (shock) dan mesin ekonomi menjadi melambat," tutur Sri Mulyani.

Sebelumnya peneliti Institute for Development of Economics & Fi-nance (Indef) Riza Annisa Pujarama mengatakan, utang pemerintah meningkat sejak 2015 dan diklaim digunakan untuk membiayai pem-bangunan infrastruktur.

"Utang pemerintah meningkat seiring dengan belanja. Secara struk-tural, belanja pemerintah pusat tidak banyak berubah terhadap belanja modalnya. Yang meningkat adalah belanja pegawai, belanja barang, dan pembayaran kewajiban utang," ucap dia seperti dikutip Antara.

Riza juga menyoroti mengenai be-lanja pemerintah pusat yang masih ditopang oleh penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dengan persentase kepemilikan asing yang tinggi. Hal tersebut perlu diwaspadai karena mampu menimbulkan arus modal keluar (capital outflow). (ns)

HUT Kementerian BUMNDirektur Utama Bank BTN Maryono berboncengan sepeda dengan Menteri BUMN Rini M Soemarno didampingi Direktur Utama Bank BNI Achmad Baiquni saat Fun Bike HUT ke-20 Kementrian BUMN, di Jakarta, Minggu (25/3). Fun Bike tersebut diikuti lebih dari 1.000 orang yang merupakan perwakilan pegawai dan pejabat di lingkungan BUMN, yang melintasi rute berjarak 20 Km, dengan start Kantor Kementrian BUMN, Gunung Sahari, Kantor BNI Kota dan finish Kantor Kementrian BUMN.

ist

Zainudin
Typewriter
26 Maret 2018, Investor Daily | Hal.21