2013-1-00939-IF Bab2001

28
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Artificial Intelligence Selama abad ke-20, sejumlah definisi Artificial Intelligence (AI) diajukan. Salah satu definisi awal AI yang masih populer adalah: "membuat komputer berpikir seperti manusia", terbukti dari banyaknya jumlah film fiksi ilmiah yang mempromosikan pandangan ini (Giarratano & Riley, 2005: 1). Selain itu, menurut Rich & Knight (2009: 3) Artificial Intelligence (AI) adalah suatu studi tentang bagaimana membuat komputer dapat melakukan hal-hal yang mana, pada saat ini, manusia lebih baik. Sedangkan menurut Russell & Norvig (2010: 1), bidang kecerdasan buatan (artificial intelligence) atau AI, bukan hanya untuk memahami sesuatu tetapi juga untuk membangun entitas kecerdasan. Pada tabel 2.1 (Russell & Norvig, 2010: 2) terdapat delapan definisi AI, yang dikelompokkan menjadi empat bagian. Definisi bagian atas terfokus pada proses pemikiran dan penalaran, sedangkan pada bagian bawah berhubungan dengan perilaku. Definisi yang terdapat pada bagian kiri menentukan keberhasilan dalam keteraturan kinerja manusia, sedangkan pada bagian kanan menentukan ukuran kinerja yang ideal, yang disebut dengan rasional. 8

description

semua udah jelas :)

Transcript of 2013-1-00939-IF Bab2001

Page 1: 2013-1-00939-IF Bab2001

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Artificial Intelligence

Selama abad ke-20, sejumlah definisi Artificial Intelligence (AI)

diajukan. Salah satu definisi awal AI yang masih populer adalah: "membuat

komputer berpikir seperti manusia", terbukti dari banyaknya jumlah film fiksi

ilmiah yang mempromosikan pandangan ini (Giarratano & Riley, 2005: 1).

Selain itu, menurut Rich & Knight (2009: 3) Artificial Intelligence

(AI) adalah suatu studi tentang bagaimana membuat komputer dapat

melakukan hal-hal yang mana, pada saat ini, manusia lebih baik. Sedangkan

menurut Russell & Norvig (2010: 1), bidang kecerdasan buatan (artificial

intelligence) atau AI, bukan hanya untuk memahami sesuatu tetapi juga untuk

membangun entitas kecerdasan.

Pada tabel 2.1 (Russell & Norvig, 2010: 2) terdapat delapan definisi

AI, yang dikelompokkan menjadi empat bagian. Definisi bagian atas terfokus

pada proses pemikiran dan penalaran, sedangkan pada bagian bawah

berhubungan dengan perilaku. Definisi yang terdapat pada bagian kiri

menentukan keberhasilan dalam keteraturan kinerja manusia, sedangkan pada

bagian kanan menentukan ukuran kinerja yang ideal, yang disebut dengan

rasional.

Suatu sistem disebut rasional jika sistem tersebut melakukan “hal

yang benar”, sesuai dengan yang diketahuinya. Pendekatan yang berpusat

pada manusia atau pendekatan manusiawi merupakan bagian dari ilmu

empiris, yang melibatkan pengamatan dan hipotesis tentang perilaku

manusia. Pendekatan rasionalis melibatkan kombinasi metematika dan teknik.

(Russell & Norvig, 2010: 2).

8

Page 2: 2013-1-00939-IF Bab2001

9

Tabel 2.1 Kategori Definisi Artificial Intelligence (Russell &

Norvig, 2010: 2)

Berpikir manusiawi

“Upaya baru yang menarik untuk

membuat komputer berpikir. . .

mesin dengan pikiran, secara

penuh dan harfiah." (Haugeland,

1985)

"[Otomatisasi] kegiatan yang

dikaitkan dengan pemikiran

manusia, kegiatan seperti

pengambilan keputusan,

pemecahan masalah,

pembelajaran..." (Bellman, 1978)

Berpikir rasional

"Studi tentang kemampuan

mental melalui penggunaan

model komputasi." (Charniak

dan McDermott, 1985)

"Studi tentang perhitungan

yang memungkinkan untuk

persepsi, penalaran dan

pengambilan tindakan."

(Winston, 1992)

Bertindak manusiawi

"Seni menciptakan mesin yang

dapat melakukan fungsi yang

membutuhkan kecerdasan ketika

digunakan oleh manusia."

(Kurzweil, 1990)

"Studi tentang bagaimana

membuat komputer dapat

melakukan hal-hal yang mana,

pada saat ini, manusia lebih baik."

(Rich dan Knight, 1991)

Bertindak rasional

"Computational Intelligence

mempelajari desain

intelligent agents." (Poole et

al., 1998)

"AI. . . terfokus pada

perilaku kecerdasan pada

artefak. "(Nilsson, 1998)

Menurut Giarratano dan Riley (2005: 5) sementara AI pada awalnya

didefinisikan sebagai cabang dari Computer Science di abad ke-20, sekarang

ini menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri yang terdiri dari berbagai

bidang seperti ilmu komputer, psikologi, biologi, neuroscience, dan banyak

lainnya. Gambar 2.1 menunjukkan beberapa bidang yang diminati dalam AI.

Bidang sistem pakar merupakan solusi pendekatan yang sangat baik untuk

metode klasik.

Page 3: 2013-1-00939-IF Bab2001

10

Gambar 2.1 Beberapa Area dalam Artificial Intelligence (Giarratano

dan Riley, 2005: 5)

2.2 Sistem Pakar

Menurut Giarratano & Riley (2005: 5) Professor Edward Feigenbaunn

dari Universitas Stanford, seorang ahli terdahulu teknologi sistem pakar

mendefinisikan sebagai program komputer cerdas yang menggunakan

pengetahuan dan prosedur pendugaan untuk memecahkan masalah yang

cukup sulit dimana membutuhkan seorang pakar untuk mendapatkan solusi

yang signifikan.

Giarratano & Riley (2005: 5) juga mengatakan bahwa yang dapat

disebut sebagai pakar adalah seseorang yang memiliki pengetahuan atau

keterampilan khusus yang tidak diketahui atau dimiliki oleh kebanyakan

orang. Seorang pakar dapat memecahkan masalah yang kebanyakan orang

tidak dapat memecahkan atau menyelesaikannya lebih efisien (tetapi tidak

dengan mudahnya).

Gambar 2.2 menggambarkan konsep dasar dari sebuah knowledge-

based sistem pakar (Giarratano dan Riley, 2005: 6). Pengguna memberikan

fakta atau informasi lain untuk sistem pakar dan menerima anjuran pakar atau

kepakaran dalam merespon. Secara internal, sistem pakar terdiri dari dua

Page 4: 2013-1-00939-IF Bab2001

11

komponen utama. Basis pengetahuan (knowledge-base) yang mengandung

pengetahuan yang digunakan mesin inferensi (infence engine) untuk menarik

kesimpulan. Kesimpulan ini merupakan respon dari sistem pakar terhadap

masukan dari pengguna untuk jawaban pakar.

Gambar 2.2 Konsep Dasar dari Fungsi Sistem Pakar (Giarratano dan

Riley, 2005: 6)

Giarratano & Riley (2005: 6) menyatakan bahwa pengetahuan

seorang pakar spesifik terhadap satu domain masalah (problem domain) yang

bertentangan dengan teknik pemecahan masalah umum. Sebuah domain

masalah (problem domain) merupakan bidang masalah khusus seperti

kedokteran, keuangan, ilmu pengetahuan, atau teknik yang dapat diselesaikan

oleh pakar dengan sangat baik.

Sistem pakar, seperti pakar manusia, umumnya dirancang untuk

menjadi pakar dalam satu domain masalah. Pengetahuan pakar untuk

memecahkan masalah tertentu disebut domain pengetahuan (knowledge

domain) pakar. Gambar 2.3 menggambarkan hubungan antara masalah dan

domain pengetahuan. Bagian luar domain pengetahuan (knowledge domain)

melambangkan area dimana tidak ada pengetahuan tentang semua masalah di

dalam domain masalah (problem domain) (Giarratano & Riley, 2005: 6-7).

Giarratano & Riley (2005: 7) melanjutkan bahwa di dalam domain

pengetahuan yang diketahui, sistem pakar melakukan penalaran atau

membuat inferensi dengan cara yang sama seperti pakar manusia melakukan

Page 5: 2013-1-00939-IF Bab2001

12

penalaran atau menyimpulkan solusi dari suatu masalah. Dalam hal ini,

diberikan beberapa fakta, yang logis, yang menghasilkan sebuah simpulan

dugaan berikut dengan alasannya.

Gambar 2.3 Hubungan Kemungkinan Masalah dengan Domain

Pengetahuan (Giarratano dan Riley, 2005: 7)

2.3 Backward ChainingMenurut Giarratano & Riley (2005: 167) kumpulan dari serangkaian

dugaan yang menghubungkan suatu masalah dengan solusinya disebut rantai.

Rantai yang dilalui dari hipotesis kembali ke fakta (facts) yang mendukung

hipotesis tersebut disebut backward chaining. Cara lainnya untuk

mendeskripsikan backward chaining adalah dalam hal sebuah tujuan yang

dapat dicapai dengan subgoal yang memuaskan.

Giarratano & Riley (2005: 168-169) mengatakan bahwa masalah

utama dari backward chaining adalah menemukan rantai yang

menghubungkan bukti ke hipotesis. Dalam backward chaining, penjelasan

difasilitasi karena sistem dapat dengan mudah menjelaskan secara tepat

tujuan apa yang ingin dicapai. Berikut adalah beberapa karakteristik umum

backward chaining. Sebagai catatan, karakter ini hanya berfungsi sebagai

pedoman :

Diagnosa

Page 6: 2013-1-00939-IF Bab2001

13

Present to past

Consequent to antecedent

Goal driven, top – down reasoning

Work backward to find facts that support the hypothesis

Depth – first search facilitated

Consequents determine search

Explanation facilitated

Giarratano & Riley (2005: 169-170) mengatakan pada dasarnya,

konsep yang lebih tinggi yang terdiri atas konsep yang lebih rendah

diletakkan di atas. Jadi pemikiran dari konsep yang lebih tinggi seperti

hipotesis turun ke fakta yang lebih rendah yang mendukung hipotesis disebut

sebagai top – down reasoning atau backward chaining.

Gambar 2.4 Backward Chaining (Giarratano dan Riley, 2005:171)

Page 7: 2013-1-00939-IF Bab2001

14

Giarratano & Riley (2005: 170) menjelaskan konsep di atas bahwa

untuk membuktikan atau menyangkal hipotesis H, setidaknya salah satu

hipotesis di tengah, H1, H2, atau H3 harus terbukti. Dapat dilihat bahwa

diagram di atas digambarkan sebagai AND – OR tree untuk menunjukkan

bahwa dalam beberapa kasus, seperti H2, semua hipotesis di bawahnya harus

terpenuhi untuk mendukung hipotesis H2. Pada kasus lainnya, seperti

hipotesis paling atas, H, hanya membutuhkan satu hipotesis dibawahnya.

Dalam backward chaining, sistem pada umumnya akan mendapatkan bukti

dari pengguna untuk membantu dalam membuktikan atau menyangkal

hipotesis.

Giarratano & Riley (2005: 170-171) mengatakan satu aspek penting

dalam mendapatkan bukti adalah dengan menanyakan pertanyaan yang tepat.

Pertanyaan yang tepat adalah pertanyaan yang meningkatkan efisensi dalam

menentukan jawaban yang benar. Satu kebutuhan yang pasti adalah sistem

pakar hanya dapat menanyakan pertanyaan yang berhubungan dengan

hipotesis yang hendak dibuktikan. Walaupun mungkin terdapat ratusan atau

ribuan pertanyaan yang dapat ditanyakan sistem, terdapat kerugian waktu dan

uang untuk memperoleh bukti untuk menjawab pertanyaan tersebut. Selain

itu, mengakumulasikan bukti jenis tertentu seperti hasil tes kesehatan dapat

menyebabkan ketidaknyamanan dan mungkin berbahaya bagi pasien.

Menurut Giarratano & Riley (2005: 171-172), berikut ini adalah

struktur yang baik dari backward chaining. Backward chaining memfasilitasi

depth – first search. Pohon (tree) yang baik untuk depth – first search adalah

sempit dan dalam.

Page 8: 2013-1-00939-IF Bab2001

15

Gambar 2.5 Penerapan Struktur yang Baik dari Backward Chaining

(Giarratano dan Riley, 2005: 172)

Giarratano & Riley (2005: 171-172) mengatakan struktur dari rules

menentukan pencarian untuk solusi. Aktifasi suatu rule bergantung pada pola

rule yang dirancang agar sesuai. Pola pada LHS (Left Hand Side)

menentukan apakah rule dapat diaktivasi oleh fakta (facts). Aksi pada RHS

(Right Hand Side) menentukan fakta yang ditegaskan dan dihapus sehingga

mempengaruhi rules lainnya. Sebuah situasi sejalan terdapat pada backward

chaining kecuali dalam hal hipotesis lebih digunakan dibandingkan rules.

Tentu saja, hipotesis pada tingkat tengah bisa jadi merupakan rule yang

disesuaikan dengan tujuannya dan bukan pendahulunya.

Contoh sederhana dari IF…THEN rules pada backward chaining

(Giarratano & Riley, 2005: 173) :

IF D THEN C

IF C THEN B

IF B THEN A

C dan B merupakan subgoal atau hipotesis tingkat tengah yang harus

dipenuhi untuk dapat membuktikan hipotesis D. Bukti A merupakan fakta

yang mengindikasikan akhir generasi subgoal. Jika ada fakta A, maka D

terpenuhi dan dianggap benar di dalam rantai dugaan terbalik (backward

Page 9: 2013-1-00939-IF Bab2001

16

inference) ini. Jika tidak terdapat A, maka hipotesis D tidak terpenuhi dan

dianggap salah.

2.4 Java

Menurut Haines (2003: 1) Java adalah bahasa pemrograman yang

kaya akan fitur dengan seperangkat fungsi inheren yang kokoh untuk

memberdayakan pemula melalui pakar untuk membangun aplikasi dengan

kualitas tinggi. Hasilnya, sebagian besar perguruan tinggi telah memindahkan

kurikulum pemrograman mereka pada Java.

Tahun 1995, Sun Microsystem membuat versi Java yang dapat

digunakan untuk pertama kalinya. Java memiliki artibut sebagai berikut :

Java itu sederhana. Kesederhanaan tersebut berasal dari syntax yang

mirip dengan C/C++ dan penghilangan fitur kompleks C/C++.

Java berbasis Object-oriented. Sifat dari java object-oriented

membuat pengembang untuk berpikir dalam bahasa class dan objek

dibandingkan kode dan data terpisah. Class/objek berpusat pada hasil

kode yang lebih mudah ditulis, dirawat dan digunakan kembali.

Java diinterpretasikan. Compiler Java menterjemahkan source code ke

dalam file class instruksi bytecode. Sebuah mesin virtual menguji

setiap instruksi dan menggunakan arti dari intruksi tersebut untuk

mengeksekusi urutan setara dengan instruksi platform itu sendiri.

Java itu tangguh (robust). Program yang bermasalah tidak

menghancurkan mesin virtual atau merusak platform dasarnya.

Ketangguhan dicapai, sebagian, dengan tidak mendukung pointer

C/C++, dengan menyediakan garbage collector untuk secara otomatis

membebaskan memori yang dialokasikan secara dinamis, dengan

melakukan jenis compile-time/runtime secara ketat, dan dengan

menyediakan array yang sebenarnya dengan batas pengecekan.

Java itu portable. Pemindahan dilakukan melalui arsitektur netral dan

melalui pendefinisian bahasa yang ketat (yang memungkinkan tidak

adanya ketergantungan fitur implementasi).

Java itu berperforma tinggi. Banyak mesin virtual menggunakan

compiler just-in-time (JIT) untuk meng-compile sebuah program

instruksi bytecode secara dinamis ke dalam instruksi platform yang

Page 10: 2013-1-00939-IF Bab2001

17

spesifik (yang mengeksekusi lebih cepat dari bytecode) saat program

berjalan.

Java itu dinamis. Java menggunakan tipe interface untuk

membedakan antara program apa yang harus dilakukan dan

bagaimana tugas yang akan dicapai dapat membantu Java untuk

beradaptasi pada lingkunngan yang terus berkembang, dan

membuatnya lebih mudah bagi vendor untuk memodifikasi library

Java tanpa merusak kode program yang menggunakan library

tersebut.

Definisi di atas mengimplikasikan bahwa Java bukanlah bahasa

komputer biasa. Tidak seperti bahasa komputer lainnya, compiler Java tidak

mengartikan source code ke dalam kode ekuivalen yang dijalankan yang

berjalan secara langsung pada Microsoft Windows/Intel, Sun Solaris/SPARC,

atau platform lainnya. Sebaliknya, compiler Java mengartikan source code

menjadi kode eksekusi yang berjalan secara tidak langsung pada platform asli

melalui mesin virtual. Mesin virtual menghasilkan interface yang ditetapkan

secara baik ke dalam sebuah program instruksi bytecode Java dan

mensituasikan antara program Java bytecode dan platform asli.

Syntax Java mudah untuk dipelajari karena menyerupai C++, landasan

object-oriented yang membuatnya intuitif, dan yang pada awalnya

mengarahkan komunikasi antar perangkat jaringan yang membuat

pemrograman menjadi mudah.

2.5 Jess

Anda dapat menggunakan Jess sebagai rule engine.

Sebuah program rule based dapat memiliki ratusan bahkan

ribuan rules, dan Jess akan menerapkan pada data

selanjutnya. Seringkali rules mewakili heuristic knowledge

pada pakar manusia dalam sebuah domain, dan knowledge

base mewakili kondisi dari sebuah situasi yang berkembang

(Hill, 2003: 37).

Menurut Hill (2003: 5) deftemplate sedikit mirip dengan

class declaration di dalam Java. Sementara class objects

Page 11: 2013-1-00939-IF Bab2001

18

memiliki anggota variabel, deftemplates memiliki slots.

Setiap slots adalah penampung untuk informasi spesifik.

Sedangkan Java class adalah definisi dari tipe objek, sebuah

template adalah definisi untuk sebuah tipe facts (fact pada

dasarnya: sebuah informasi yang mungkin berguna). Anda

akan menggunakan template untuk membuat facts mewakili

setiap kombinasi.

Pemrograman deklaratif biasanya cara alami untuk

mengerjakan masalah yang melibatkan kontrol, diagnosa,

prediksi, klasifikasi, pengenalan pola, atau banyak masalah

tanpa solusi algoritma yang jelas. Dalam program rule-based,

Anda hanya menulis rules individu. Program lainnya, rule

engine, menetapkan rules mana yang berlaku pada waktu

tertentu dan mengeksekusi yang sesuai. Hasilnya, versi rule

based dari sebuah program kompleks bisa lebih pendek dan

lebih mudah untuk dimengerti daripada versi prosedural.

Menulis programnya lebih mudah, karena Anda bisa fokus

pada rules untuk satu keadaan sekaligus (Hill, 2003: 16-17).

Rule engine umumnya merupakan bagian dari

pengembangan dan penempatan rule. Fitur yang ditawarkan

oleh penempatan tersebut sangat luas, tergantung pada

aplikasi yang dimaksudkan untuk rule engine dan pada tipe

dari pemrogram yang dimaksudkan untuk mengembangkan

sistem tersebut (Hill, 2003: 18).

Bisnis utama dari rule engine adalah untuk menerapkan

rules pada data. Yang membuat inference engine bagian

pusat adalah bagian dari rule engine. Inference engine

mengatur semua proses dari penerapan rules ke dalam

memori yang bekerja untuk memperoleh output dari sistem

(Hill, 2003 : 20).

Rule base berisi semua rule yang diketahui sistem.

Rule-rule tersebut mungkin hanya akan disimpan sebagai

teks strings, tapi lebih sering compiler rule memprosesnya

Page 12: 2013-1-00939-IF Bab2001

19

menjadi beberapa bentuk dimana inference engine dapat

bekerja lebih efisien. Compiler Jess rule membangun sebuah

data struktur kompleks yang di indeks, yang disebut rete

network. Rete network adalah struktur data yang membuat

proses rule cepat. Dalam rule engine, working memory

terkadang memanggil fact base, yang berisi semua informasi

dari sistem rule base yang bekerja bersamaan (Hill, 2003:

21).

2.6 Hasil Penelitian Sebelumnya

2.6.1 The Analysis of Comparison of Expert System of Diagnosing Dog Disease

by Certainty Factor Method and Dempster Shafer Method

Permasalahan:

Menurut Setyarini, Putra dan Purnama (2013) ada beberapa penyakit

anjing yang paling umum dan serius belum memiliki vaksin. Penyakit-

penyakit ini mengancam anjing yang tidak memiliki imunisasi yang tepat.

Selain itu, ada juga para pemilik anjing yang kurang bahkan tidak

memperhatikan kesehatan hewan peliharaannya karena diperlukan biaya yang

cukup besar untuk membawa anjing ke dokter hewan.

Oleh karena itu, penelitian ini membahas pentingnya informasi

tentang penyakit pada anjing berdasarkan pada gejala penyakit dan cara-cara

untuk mengatasinya. Aplikasi sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit pada

anjing dengan metode Dempster-Shafer dan Certainty Factor yang nantinya

dapat digunakan untuk mengurangi dan meminimalkan risiko kematian pada

anjing. Dengan harapan sistem pakar dapat seolah menjadi dokter hewan

untuk mengidentifikasi penyakit anjing.

Metode penelitian:

Ada dua metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu Metode

Certainty Factor (CF) dan Metode Dempster-Shafer. Dalam metode

Page 13: 2013-1-00939-IF Bab2001

20

Certainty Factor (CF), untuk mengungkapkan tingkat kepercayaan, nilai yang

disebut faktor kepastian (CF) digunakan untuk mengasumsikan tingkat

kepercayaan seorang ahli pada data yang digunakan. Certainty Factor (CF)

memperkenalkan konsep keyakinan dan ketidakyakinan. Oleh karena itu,

untuk alasan tentang tingkat kepastian, digunakan CF.

Metode kedua yang digunakan adalah Metode Dempster-Shafer,

metode ini didasarkan pada dua ide. Ide pertama adalah untuk mendapatkan

tingkat kepercayaan untuk satu pertanyaan dari probabilitas subjektif untuk

pertanyaan yang terkait, dan yang kedua adalah aturan untuk menggabungkan

keyakinan yang didasarkan pada tingkat kepastian.

Kedua pendekatan inilah yang digunakan dan kemudian dibandingkan

dengan hasil diagnosa, yang memiliki tingkat akurasi tertinggi yang

mendekati diagnosa dari seorang ahli.

Hasil:

Pada penelitian ini ada perbandingan yang relevan antara metode

Certainty Factor dan metode Dempster-Shafer. Metode Certainty Factor

memiliki perhitungan yang lebih sederhana dibandingkan dengan metode

Dempster-Shafer. Metode Dempster-Shafer lebih baik daripada Certainty

Factor karena dalam menentukan hasil persentase kepercayaan

mempertimbangkan nilai dari semua variabel yang digunakan dalam

kombinasi tersebut dengan persamaan kombinasi Dempster’s Rule yang

menghasilkan nilai perhitungan yang lebih bervariasi dan lebih akurat. Jadi

berdasarkan jurnal ini, Dempster-Shafer adalah salah satu nilai ketidakpastian

yang memiliki cara penyelesaian yang baik dalam menentukan persentase

dari nilai keyakinan.

Keakuratan dari analisis setiap metode diuji dengan menilai hasil dari

setiap metode analisis yang didasarkan pada apa yang diberikan oleh

pengguna. Hasil analisis sudah benar apabila dinilai dari sudut pandang ahli.

2.6.2 A Rule Based Expert System for Rose Plant

Permasalahan :

Page 14: 2013-1-00939-IF Bab2001

21

Menurut Sarma (2012) dibutuhkannya sistem pakar untuk transfer

informasi teknis pada bidang pertanian, diidentifikasikan dengan mengenali

masalah dalam menggunakan sistem tradisional untuk transfer informasi

teknis. Dan membuktikan bahwa sistem pakar dapat membantu mengatasi

masalah yang dibahas dan layak untuk dikembangkan.

Pada penelitian ini disajikan mesin inferensi yang beroperasi dengan

metode forward chaining. Dalam rule-based sistem pakar tanaman mawar ini

gejala diambil sebagai input dan menghasilkan penyakit yang tepat dengan

semua fakta dan aturan yang sesuai dengan basis pengetahuan (knowledge

base). Sistem rule-based ini terdiri dari; basis pengetahuan (knowledge base),

inference engine, user interface, pakar dan pengguna. Sistem rule-based ini

dikembangkan berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari berbagai ahli

dari sisi pertanian dan dikembangkan menjadi 150 rule.

Metode penelitian :

Dalam menjalankan sistem pakar rule-based digunakan metode

forward chaining untuk mengeksekusi tidakan setiap kali muncul pada daftar

aksi rule yang kondisinya benar. Dengan melibatkan penempatan nilai ke

atribut, mengevaluasi kondisi, dan memeriksa untuk melihat apakah semua

kondisi dalam rule terpenuhi. Pada sistem forward chaining :

1. Fakta-fakta terdapat dalam memori kerja.

2. Kondisi-kondisi rule merupakan tindakan yang harus diambil ketika

fakta-fakta tertentu terjadi dalam memori kerja.

3. Biasanya tindakan melibatkan menambahkan atau menghapus fakta dari

memori kerja.

Pertama beberapa resolusi strategi konflik harus digunakan untuk

menentukan rule pertama yang ditembakkan. Metodenya adalah

menembakkan aturan yang didefinisikan oleh perancang sistem terlebih

dahulu. Proses forward chaining untuk basis pengetahuan adalah :

Basis pengetahuan berisi lima rules.

Page 15: 2013-1-00939-IF Bab2001

22

Forward chaining mengumpulkan semua nilai atribut terlebih dahulu.

Setelah input, “terinfeksi ke” nilai atribut disimpan dalam facts dan

pertanyaan berikutnya ditampilkan dalam user interface.

Hasil :

Sistem pakar merupakan suatu set penting dari aplikasi Artificial

Intelligence dalam masalah komersial, seperti halnya ilmu pengetahuan.

Sistem rule-based saat ini yang paling maju dalam pembangunan sistem

lingkungan mereka dan kemampuan penjelasan, dan telah digunakan untuk

membangun banyak program demonstrasi. Sebagian besar program bekerja

pada analisis tugas-tugas seperti diagnosa medis, troubleshooting elektronik,

atau intepretasi data.

Penekanan utama pada rule-based sistem pakar tanaman mawar ini

adalah memiliki interface yang dirancang dengan baik untuk memberikan

penyakit dibidang hortikultura (mawar) dengan menyediakan fasilitas seperti

interaksi dinamis antara sistem pakar dan pengguna tanpa perlu ahli setiap

saat.

2.6.3 Dog Disease Expert System

Permasalahan :

Nestorovic (2010) mengembangkan sistem pakar untuk mendeteksi

penyakit pada anjing dengan membandingkan dua metode algoritma yaitu

backward chaining dan forward chaining. Kedua algoritma menyampaikan

facts tentang masalah: FACTS (name, value, certainty, completeness). Setiap

fact mempunyai simbolik name dan memiliki value. Nilai certainty

membawa informasi tentang bagaimana sistem yakin dengan fact.

Completeness mengekspresikan level dari keseluruhan kesimpulan.

Motivasi dari penelitian ini adalah untuk menangkap gagasan ringan

sementara dari gejala penyakit anjing – beberapa untuk penyakit spesifik

tertentu (contohnya quinsy), sedangkan lainnya dilihat dengan banyak

penyakit lainnya (contohnya suhu tinggi atau demam).

Page 16: 2013-1-00939-IF Bab2001

23

Metode penelitian:

Setiap kesimpulan fact diatur dengan tiga parameter – completeness,

certainty, dan relevance. Proses perhitungan untuk bingkai kerja matematika

yang menggunakan bentuk fungsi menurun (contoh : f(x) = 1/ xn, dimana

a>1 dan xϵ <A; B> dimana A, B ϵ R). Certainty dan completeness dari fact

dihitung berdasarkan pada persamaan berikut (cert = certainty, rel =

relevance, comp = completeness). Pertimbangkan operator disjungsi logis.

Implementasi kerangka mengikuti langkah-langkah berikut.

1. Urutkan operand sesuai dengan kepastian secara menurun, yaitu facts

tertentu berada diurutan pertama, sementara facts dengan kepercayaan rendah

atau tidak ada diurutan terakhir.

2. Bagi domain <A;B> dari fungsi f(x) secara proporsional menjadi operand

relevansi. Biarkan operand O didefinisikan dalam interval <AO; BO>,

dimana AO, BO ϵ R.

3. Hitung bobot operand sebagai integral tertentu dari f(x).

Sistem pakar diterapkan dalam domain penyakit anjing eksperimental

dengan pengetahuan tentang enam penyakit hasil dari (Prochazka, 1989), dan

diuji oleh dokter hewan profesional untuk membuktikan kebenaran sistem.

Hasil:

Penelitian ini memperlihatkan pendekatan peneliti dengan mekanisme

optimasi penalaran. Target peneliti adalah untuk menunjukkan gagasan pokok

dan menyajikan algoritma dalam cara yang komprehensif.

Page 17: 2013-1-00939-IF Bab2001

Tabel 2.2 Simpulan Hasil Penelitian Sebelumnya

No. Nama Jurnal Permasalahan Metode Penelitian Hasil

1. The Analysis of Comparison of

Expert System of Diagnosing

Dog Disease by Certainty

Factor Method and Dempster

Shafer Method

Beberapa penyakit anjing yang

paling umum dan serius

mengancam anjing yang belum

melakukan vaksin yang tepat.

Banyak pemilik anjing yang

kurang bahkan tidak

memperhatikan kesehatan hewan

peliharaannya karena diperlukan

biaya yang cukup besar untuk

membawa anjing ke dokter hewan.

1. Metode Certainty Factor (CF),

untuk mengungkapkan tingkat

kepercayaan. Nilai yang disebut

faktor kepastian (CF) digunakan

untuk mengasumsikan tingkat

kepercayaan seorang ahli untuk data

yang digunakan.

2. Metode Dempster-Shafer, dimana

metode ini menggunakan dua

tahapan yaitu mendapatkan tingkat

kepercayaan satu pertanyaan dari

probabilitas subjektif untuk

pertanyaan terkait dan aturan (rule)

untuk mengkombinasi-kan

kepercayaan berdasarkan tingkatnya.

Metode ini mempertim-bangkan

nilai dari semua variabel yang

Metode Certainty Factor memiliki

perhitungan yang lebih sederhana

dibandingkan dengan metode

Dempster-Shafer. Namun, metode

Dempster-Shafer lebih baik daripada

Certainty Factor karena menghasilkan

nilai perhitungan yang lebih bervariasi

dan lebih akurat.

24

Page 18: 2013-1-00939-IF Bab2001

25

digunakan dalam kombinasi tersebut

dengan persamaan kombinasi

Dempster’s Rule.

2. A Rule Based Expert System for

Rose Plant

Dibutuhkannya sistem pakar untuk

transfer informasi teknis pada

bidang pertanian yang

diidentifikasikan dengan

menggunakan sistem tradisional

untuk transfer informasi teknis dan

membuktikan sistem pakar dapat

mengatasi masalah yang diajukan

dan dapat dikembangkan.

Metode forward chaining untuk

mengeksekusi tidakan setiap kali

tindakan tersebut muncul pada daftar

aksi rule yang kondisinya benar. Metode

ini melibatkan penempatan nilai ke

atribut, mengevaluasi kondisi, dan

memeriksa untuk melihat apakah semua

kondisi dalam rule terpenuhi.

Penekanan utama pada sistem pakar

rule-based tanaman mawar ini adalah

memiliki interface yang dirancang

dengan baik untuk memberikan

penyakit di bidang hortikultura

(mawar) dengan menyediakan fasilitas

seperti interaksi dinamis antara sistem

pakar dan pengguna tanpa perlunya

kehadiran ahli setiap saat.

3. Dog Disease Expert System Menyederhanakan sistem pakar

untuk mendeteksi penyakit pada

anjing.

Setiap permasalahan dijalankan suatu

siklus yang terdiri atas dua fase :

pengajuan pertanyaan atau menentukan

hipotesis akhir (backward chaining) dan

inferensi pengetahuan (forward

chaining). Kemudian, dilakukan

optimalisasi terkait pertanyaan mana

yang paling cepat menuju hipotesis

terbaik berdasarkan algoritma alpha-beta

pruning.

Sistem pakar ini dapat memperlihatkan

pendekatan peneliti dengan mekanisme

optimasi penalaran. Penelitian juga

digunakan untuk menunjukkan gagasan

pokok dan menyajikan algoritma dalam

cara yang komprehensif.

Page 19: 2013-1-00939-IF Bab2001

26