2012-1-00087-MN Bab2001.doc
Click here to load reader
Transcript of 2012-1-00087-MN Bab2001.doc
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Kepemimpinan
2.1.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan (leadership) yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam
organisasi dapat menciptakan integrasi yang serasi dan mendorong gairah kinerja
karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal.
Pada kenyataannya pemimpin dapat mempengaruhi moral dan kepuasan kerja,
kualitas kehidupan kerja dan terutama tingkat prestasi suatu organisasi. Untuk
mencapai semua itu seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan dan
keterampilan kepemimpinan dalam melakukan pengarahan kepada bawahannya
untuk mencapai tujuan suatu organisasi.
Ada beberapa definisi yang di kemukakan oleh para ahli manajemen tentang
kepemimpinan. Jacobs dalam Chih-Yang Chao, Yong-Shun Lin, Yu-Lin Cheng, dan
Yi-Chiao Tseng menganggap bahwa kepemimpinan adalah bentuk interaksi
interpersonal dimana pesan yang diberikan melalui suatu metode tertentu dan orang-
orang dibuat percaya bahwa hasil dari suatu tindakan dapat ditingkatkan selama
mereka mengikuti saran atau harapan. Bass, Robbins, dan Decenzo juga memiliki ide
yang sama tentang kepemimpinan sebagai prosedur interaksi antar personal melalui
seorang pemimpin mengubah bawahan, menciptakan visi dari tujuan yang layak, dan
bekerja menuju tujuan tertentu. Kepemimpinan merupakan interaksi antara manajer
organisasi dan anggota organisasi selama mengejar kinerja, dan perilaku yang
8
9
terakhir dipengaruhi dengan menyediakan mereka dengan arah baru atau agar
memenuhi tujuan organisasi.
Menurut Hasibuan (2007, p170) kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin
mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara
produktif untuk mencapai tujuan organisasi.
Menurut pendapat Robbins dalam Ida Ayu Brahmasari dan Agus Suprayetno
(2008) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapinya tujuan.
Dari definisi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah
proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku
pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budaya.
2.1.1.2 Pengertian Gaya Kepemimpinan
Berdasarkan pendapat Soekarso (2010, p11), gaya kepemimpinan adalah sebagai
perilaku atau tindakan seorang pemimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pekerjaan
manajerial. Kemudian berdasarkan Thoha (2007, p.64) dijelaskan bahwa gaya
kepemimpinan merupakan cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam
mempengaruhi bawahan agar hendak melaksanakan tugas dan kewajiban sesuai
dengan yang diharapkan agar tercapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan adalah perwujudan
tingkah laku seorang pemimpin yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin
dan mempengaruhi karyawannya dalam menjalankan tugas.
10
2.1.1.3 Tipologi Kepemimpinan
Ronald Lippit dan Ralp K. White dalam studinya berpendapat dan
mengemukakan adanya tiga gaya kepemimpinan (Soekarso, 2010, 100-104):
1. Kepemimpinan gaya otoriter, otokratis, atau diktator
Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan yang
akan dilakukan oleh pimpinan semata-mata.
Kepemimpinan gaya otoriter antara lain berciri:
1) Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan
2) Keputusan selalu dibuat oleh pimpinan
3) Kebijaksanaan selalu dibuat oleh pimpinan
4) Komunikasi langsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan
5) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau kegiatan para
bawahannya dilakukan secara ketat
6) Prakarsa harus selalu datang dari pimpinan
7) Tiada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran,
pertimbangan, atau pendapat
8) Tugas-tugas bagi bawahan diberikan secara instruktif
9) Lebih banyak kritik daripada pujian
10) Pimpinan menuntut prestasi sempurna dari bawahan tanpa syarat
11) Cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman
12) Kasar dalam bertindak
13) Kaku dalam bersikap
14) Tanggung jawab keberhasilan organisasi hanya dipikul oleh pimpinan
15) Wewenang mutlak berpusat pada pimpinan
11
2. Kepemimpinan gaya demokratis
Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan yang
akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan bawahan.
Kepemimpinan gaya demokratis antara lain berciri:
1) Wewenang pimpinan tidak mutlak
2) Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan
3) Keputusan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
4) Kebijaksanaan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan
5) Komunikasi berlangsung timbal balik, baik yang terjadi antara
pimpinan dan bawahan maupun antar sesama bawahan
6) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para
bawahan dilakukan secara wajar
7) Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan
8) Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran,
pertimbangan, atau pendapat
9) Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat
permintaan daripada instruktif
10) Pujian dan kritik keseimbangan
11) Pimpinan mendorong prestasi sempurna para bawahan dalam batas
kemampuan masing-masing
12) Pimpinan meminta kesetiaan para bawahan secara wajar
13) Pimpinan memperhatikan perasaan dalam bersikap dan bertindak
12
14) Terdapat suasana saling percaya, saling menghormati dan saling
menghargai
15) Tangggung jawab keberhasilan organisasi dipikul bersama pimpinan
dan bawahan
3. Kepemimpinan gaya kebebasan atau gaya liberal
Kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara berbagai kegiatan yang
akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan. “Laissez-faire”
secara harafiah berarti “allow (them) to do” (mengizinkan mereka bekerja),
atau “to leave alone” (biarkan sendiri), “free-rein” berasal dari kata “free”
(bebas), jadi “rein” (kendali), secara harafiah berarti bebas kendali.
Kepemimpinan gaya kebebasan antara lain berciri:
1) Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
2) Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan
3) Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan
4) Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya
5) Hampir tiada pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan, atau
kegiatan yang dilakukan para bawahan
6) Prakarsa selalu datang dari bawahan
7) Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
8) Peranan pimpinan sangat sedikit dalam kegiatan kelompok
9) Kepentingan pribadi lebih utama daripada kepentingan kelompok
10) Tanggung jawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang per orang
13
2.1.2 Budaya Organisasi
2.1.2.1 Pengertian Budaya Organisasi
Budaya organisasi yang kuat memberikan kepada para karyawan pemahaman
yang jelas tentang “cara penyelesaian urutan di sekitarnya”. Budaya memberikan
stabilitas pada organisasi.
Menurut Schein (1992) dalam Gary Yukl (2005, p334) menyatakan bahwa
budaya sebuah kelompok atau organisasi adalah asumsi dan keyakinan bersama
tentang dunia dan tempat mereka di dalamnya, sifat dari waktu dan ruang, sifat
manusia, dan hubungan manusia.
Menurut Kotler (2005, p77) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah
“pengalaman, cerita, keyakinan, dana norma bersama yang menjadi cirri organisasi”.
Namun bila memasuki perusahaan, kita akan menjumpai budaya perusahaan seperti
cara orang berpakaian dan cara mereka berbicara satu sama lain.
Kotter dan Heskket dalam Mohammad Jasim Uddin, Rumana Huq Luva, dan
Saad Md. Maroof Hossian (2013) mengemukakan bahwa budaya organisasi
dikonseptualisasikan sebagai keyakinan dan nilai-nilai bersama dalam organisasi
yang membantu untuk membentuk pola perilaku karyawan. Gordon dan Cummins
mendefinisikan budaya organisasi sebagai sistem pendorong yang mengakui upaya
dan kontribusi dari para anggota organisasi dan memberikan pemahaman
menyeluruh tentang apa dan bagaimana yang harus dicapai, bagaimana tujuan
tersebut saling terkait, dan bagaimana setiap karyawan bisa mencapai tujuan.
Sedangkan menurut Robbins (2006, p721) menyatakan bahwa budaya organisasi
merupakan suatu sistem makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi
yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain.
14
Dengan adanya beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya
organisasi adalah nilai dan keyakinan dalam sebuah kelompok atau organisasi yang
menjadi ciri organisasi sehingga membedakan organisasi itu dari organisasi-
organisasi lainnya.
2.1.2.2 Proses Penciptaan Budaya
Terciptanya budaya organisasi terjadi dalam tiga cara (Robbins, 2006, p729),
yaitu:
1. Para pendiri hanya memperkerjakan dan mempertahankan karyawan yang
berfikir dan merasakan cara yang mereka tempuh.
2. Mereka mengdoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini
dengan cara berfikir dan cara berperasaan mereka.
3. Perilaku pendiri itu sendiri bertindak sebagai model peran yang
mendorong karyawan mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh
karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan asumsi-asumsi
mereka.
Bila organisasi berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai penentu utama
keberhasilan. Pada titik ini, keseluruhan kepribadia pendiri menjadi tertanam ke
dalam budaya organisasi.
15
2.1.2.3 Fungsi Budaya
Ada beberapa pendapat mengenai fungsi budaya organisasi, yaitu sebagai
berikut:
1. Lima fungsi budaya dalam organisasi (Robbins, 2006, p724)
a. Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas; budaya menciptakan
suatu pemebedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain
b. Budaya memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi
c. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas
daripada kepentingan pribadi seseorang
d. Budaya meningkatkan kemantapak social
e. Budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme
pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para
karyawan.
2. Menurut Schein dalam Moh. Pabundu Tika (2006, p13), fungsi budaya
organisasi berdasarkan tahap pengembangannya, yaitu:
a. Fase awal merupakan tahap pertumbuhan suatu organisasi
Pada tahap ini, fungsi budaya organisasi terketak pada pembeda, baik
terhadap lingkungan maupun tehadap kelompok atau organisasi lain.
b. Fase pertengahan hidup organisasi
Pada fase ini, budaya organisasi berfungsi sebagai integrator karena
munculnya sub-sub buday baru sebagai penyelamat krisi identitas dan
membuka kesempatan untuk mengarahkan perubahan budaya organisasi.
16
c. Fase dewasa
Pada fase ini, budaya organisasi dapat sebagai penghambat dalam
berinovasi karena berorientasi pada kebesaran masa lalu dan menjadi
sumber nilai untuk berpuasa diri.
2.1.2.4 Faktor-faktor Budaya Organisasi
Ada tujuh karakteristik primer pada budaya organisasi (Robbins, 2006, p721),
antara lain sebagai berikut:
1) Inovasi dan pengambilan resiko
Sejauh mana para karyawan didorong agar inovatif dan mengambil resiko
2) Perhatian terhadap detail
Sejauh mana para karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan)
dan perhatian terhadap detail
3) Orientasi hasil
Sejauh mana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada
teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4) Orientasi orang
Sejauh mana keputusan manajemen memperhitungkan dampak hasil-hasil pada
orang-orang di dalam organisasi itu.
5) Orientasi Tim
Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya
individu.
6) Keagresifan
Sejauh mana karyawan agresif dan kompetitif bukannya santai-santai.
17
7) Stabilitas
Sejauh mana organisasi menekankan dipertahankannya budaya organisasi yang
sudah baik.
2.1.2.5 Klasifikasi Budaya Terkait Kinerja
Menurut Susanto A.B (2008,p.246), perusahaan dengan budaya yang menaruh
perhatian kepada stakeholder seperti pemegang saham, karyawan, pelanggan, dan
pemasoknya serta memiliki kepemimpinan yang kuat dan efektif akan berkinerja
lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang kurang menaruh perhatian atau
tidak memiliki kepemimpinan yang efektif.
Budaya dan kinerja adalah hal yang saling berkaitan. Dalam kaitannya dengan
kinerja, menurut Kotter dan Heskett dalam Susanto A.B (2008, p246)
mengklasifikasikan kedalam tiga kategori, yaitu:
1) Budaya yang kuat (strong culture)
Budaya yang kuat diasosiasikan dengan kinerja yang unggul, dimana budaya
yang kuat memiliki seperangkat nilai-nilai dan metode yang relative konsisten
dalam menjalankan aktivitas bisnis.
2) Budaya yang adaptif (adaptive culture)
Budaya yang dapat membantu dalam mengantisipasi dan beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan yang dapat menghasilkan kinerja yang superior dalam
jangka waktu yang lama.
3) Budaya berkinerja rendah (low-perfomance culture)
Ada tiga komponen yang mengakibatkan budaya organisasi merusak kinerja:
(1) Situasi dimana pemimpin dan manager bersifat arogan. Sikap ini dapat
muncul disebabkan oleh kesuksesan demi kesuksesan yang telah diraih
18
(2) Sikap para pemimpin dan manager yang kurang menghargai pelanggan,
karyawan, dan pemegang saham.
(3) Resisten terhadap nilai-nilai seperti kepemimpinan dan perubahan.
2.1.3 Kinerja Karyawan
2.1.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan
Mathis dan Jackson (2006, p378) berpendapat bahwa kinerja (perfomance) pada
dasarnya apa yang yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja
karyawan yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen yaitu kuantitas
dari hasil, kualitas dari hasil, ketepatan waktu dari hasil, kehadiran atau absensi, dan
kemampuan bekerja sama.
Whitmore dalam Tri Widodo (2010) mengartikan kinerja adalah pelaksanaan
fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang. Sementara Fishbien dalam Harsanto
mengemukakan bahwa kinerja seseorang adalah penampilan (performance) atau
perilaku seseorang dalam menjalankan pekerjaan. Performan dan perilaku adalah
sesuatu yang terbentuk karena ditanamkan oleh orang lain, lingkungan, kondisi sosial
budaya, atau dipelajari secara sengaja oleh orang yang bersangkutan.
Brahmasari dalam Ida Ayu Brahamasari dan Agus Suprayetno (2008)
mengemukakan bahwa kinerja adalah pencapaian atas tujuan organisasi yang dapat
berbentuk output kuantitatif maupun kualitatif, kreatifitas, fleksibilitas, dapat
diandalkan, atau hal-hal lain yang diinginkan oleh organisasi.
Dari definisi-definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah
perilaku yang ditunjukkan oleh para karyawan sebagai perwujudan prestasi kerja
yang dihasilkan sesuai dengan perannya di dalam perusahaan.
19
2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu
karyawan dengan karyawan yang lainnya. Walaupun karyawan-karyawan bekerja
pada tempat yang sama namun produktifitas mereka tidaklah sama. Secara garis
besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh 2 faktor, yaitu : faktor individu dan
situasi kerja.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, menurut Mathis dan Jackson (2006,
p113-114)), kinerja para karyawan adalah suatu awal keberhasilan organisasi untuk
mencapai tujuannya. Ada 3 faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan,
yaitu :
1) Kemampuan individual
Kemampuan individual karyawan ini mencakup bakat, minat, dan faktor
kepribadian. Tingkat keterampilan, bahan mentah yang dimiliki seseorang
berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal, dan
kecakapan tekhnis. Dengan demikian, kemungkinan seorang karyawan akan
mempunyai kinerja yang baik, jika karyawan tersebut memmiliki keterampilan
yang baik maka karyawan tersebut akan menghasilkan kinerja yang baik pula.
2) Usaha yang dicurahkan
Usaha yang dicurahkan oleh karyawan bagi perusahaan adalah motivasi, etika
kerja, kehadiran, dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambaran
motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan
baik. Dari itu, kalaupun karyawan memiliki tingkat keterampilan untuk
mengerjakan pekerjaan, akan tetapi tidak akan bekerja dengan baik jika hanya
sedikit upaya. Hal ini berkaitan dengan perbedaan anatara tingkat keterampilan
20
dengan tingkat upaya. Tingkat keterampilan merupakan cermin dari apa yang
dilakukan, sedangkan tingkat upaya merupakan cermin dari apa yang
dilakukan.
3) Dukungan organisasional
Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi
karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan dan teknologi,
standar kinerja, dan manajemen dan rekan kerja. Kinerja pada dasarnya adalah
apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah
apa yang mempengaruhi sebanyak mereka memberikan kontribusi pada
organisasi.
2.1.3.3 Unsur – unsur Evaluasi Kinerja
Menurut Mathis dan Jackson (2006, p378), kinerja (performance) pada dasarnya
adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh karyawan. Kinerja karyawan
yang umum untuk kebanyakan pekerjaan meliputi elemen sebagai berikut :
1) Kuantitas dari hasil
Pencapaian sasaran atau target dalam kuantitas dapat diukur secara absolut,
dalam presentase atau indeks.
2) Kualitas dari hasil
Kualitas bersifat relatif, sehingga tidak mudah diukur, dan sangat tergantung
pada selera individu. Kualitas dapat dirasakan, dilihat, atau diraba.
3) Ketepatan waktu dari hasil
Setiap pelaksanaan tugas selalu membutuhkan waktu sebagai masukan. Waktu
merupakan sumber daya yang mahal, karena dia terbatas, tidak dapat disimpan
21
atau ditunda. Oleh karena itu setiap waktu harus digunakan secepat mungkin dan
secara optimal. Penundaan penggunaan waktu dapat menimbulkan berbagai
konsekuensi biaya besar dan kerugian.
4) Kehadiran atau absensi
5) Kemampuan bekerja sama
2.1.4 Kajian Penelitian Terdahulu
Untuk melakukan penelitian ini, maka dilakukan penelurusuran lebih lanjut dari
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
penulis. Berikut ini adalah penelitian terdahulu :
1. Penelitian oleh Ida Ayu Brahmasari dan Agus Suprayetno (2008) yang
berjudul “Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan, dan Budaya Organisasi
Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja
Perusahaan”. Berdasarkan penelitian ini bahwa pengaruh kepemimpinan
terhadap kinerja perusahaan berpengaruh positif dan signifikan artinya
kepemimpinan merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi banyak orang
melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan organisasi dan pengaruh
budaya organisasi terhadap kinerja perusahaan adalah positif dan signifikan
artinya budaya organisasi merupakan hasil interaksi ciri-ciri kebiasaan yang
mempengaruhi kelompok-kelompok orang dalam lingkungan organisasinya.
2. Penelitian oleh Tri Widodo (2010) yang berjudul “Pengaruh Lingkungan
Kerja, Budaya Organisasi, Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan (Studi
pada Pegawai Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga”. Dalam penelitian ini
terdapat pengaruh yang positif dan signifikan secara parsial dan simultan
22
antara variabel lingkungan kerja, budaya organisasi, kepemimpinan terhadap
kinerja pegawai Kecamatan Sidorejo Kota Salatiga.
2.2 Kerangka Pemikiran
Untuk lebih memperjelas dari penelitian yang menunjukkan bahwa adanya suatu
hubungan antara Gaya Kepemimpinan Demokratis dan Budaya Organisasi terhadap
Kinerja Karyawan dapat digambarkan dengan bagan, sebagai berikut:
H1
H3
H2
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sumber : Penulis, 2012
2.3 Hipotesis
Menurut sugiyono (2007, p51) hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya
disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dengan menguji hipotesis dan
Gaya Kepemimpinan Demokratis
(X1)
Kinerja Karyawan
(Y)
Budaya Organisasi
(X2)
23
menegaskan perkiraan hubungan, diharapkan bahwa solusi dapat ditemukan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi. Uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan
tingkat kepercayaan sebesar 95%, sehingga tingkat presisi atau batas ketidakakuratan
sebesar = 5% = 0,05. Sedangkan hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Untuk T-1 : H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan
Demokratis (X1) dengan Kinerja Karyawan (Y).
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan
Demokratis (X1) dengan Kinerja Karyawan (Y).
Untuk T-2 : H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Budaya Organisasi
(X2) dengan Kinerja Karyawan (Y).
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Budaya Organisasi (X2)
dengan Kinerja Karyawan (Y).
Untuk T-3 : H0 : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan
Demokratis (X1) dan Budaya Organisasi (X2) dengan Kinerja
Karyawan (Y).
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara Gaya Kepemimpinan
Demokratis (X1) dan Budaya Organisasi (X2) dengan Kinerja
Karyawan (Y).