2009-2-00464-TIAS Bab 2

13
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian umum pengecatan Pengecatan adalah salah satu jenis pelapisan permukaan dimana bahan pelapisnya telah diberi pewarna (cat). Pengecatan secara tradisional digambarkan sebagai suatu proses pewarnaan.Proses pengecatan tersebut biasa digunakan untuk pekerjaan akhir (finishing) produk-produk dari logam, kayu, plastik, dan lain-lain. (Panduan Praktikum Surface Treatment, 1998, P1) Adapun fungsi utama pengecatan bahan logam maupun non logam sebagai berikut: 1. Fungsi dekorasi (hiasan) Pengecatan bertujuan untuk memperindah benda / barang yang dicat, sehingga barang akan mempunyai nilai seni ekonomi dan daya tarik lebih tinggi dibanding sebelumnya. 2. Fungsi pelindung Pengecatan bertujuan melindungi permukaan bahan material yang dicat, terutama pada bahan logam. Perlindungan ini untuk menghambat terjadinya korosi akibat pengaruh cuaca / lingkungan sekitar, sehingga dapat memperpanjang usia logam tersebut dari korosi / karat.

description

yy

Transcript of 2009-2-00464-TIAS Bab 2

Page 1: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian umum pengecatan

Pengecatan adalah salah satu jenis pelapisan permukaan dimana bahan

pelapisnya telah diberi pewarna (cat). Pengecatan secara tradisional digambarkan

sebagai suatu proses pewarnaan.Proses pengecatan tersebut biasa digunakan

untuk pekerjaan akhir (finishing) produk-produk dari logam, kayu, plastik, dan

lain-lain. (Panduan Praktikum Surface Treatment, 1998, P1)

Adapun fungsi utama pengecatan bahan logam maupun non logam

sebagai berikut:

1. Fungsi dekorasi (hiasan)

Pengecatan bertujuan untuk memperindah benda / barang yang

dicat, sehingga barang akan mempunyai nilai seni ekonomi dan daya

tarik lebih tinggi dibanding sebelumnya.

2. Fungsi pelindung

Pengecatan bertujuan melindungi permukaan bahan material yang

dicat, terutama pada bahan logam. Perlindungan ini untuk

menghambat terjadinya korosi akibat pengaruh cuaca / lingkungan

sekitar, sehingga dapat memperpanjang usia logam tersebut dari

korosi / karat.

Page 2: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

14

3. Fungsi khusus

Pengecatan yang digunakan untuk tujuan-tujuan khusus antara lain:

a. Pemantulan cahaya

b. Isolasi

c. Peredam suara

2.2 Penggolongan Cat Berdasarkan Fungsi

Adapun penggolongan cat berdasrkan fungsi sebagai berikut:

a. Top coat yaitu lapisan terluar yang langsung terlihat oleh mata.

b. Under coat yaitu lapisan yang ada di bawah lapisan top coat.

c. Primer yaitu cat under coat yang digunakan untuk menghambat

proses korosi dan menambah daya rekat cat pada permukaan logam.

d. Surfacer yaitu under coat yang digunakan untuk mengisi permukaan

yang tidak sempurna. Surfacer diformulasikan sedemikian rupa

sehingga melalui pengecatan surfacer dapat diperoleh permukaan

yang halus sebelum lapisan top coat diaplikasikan. (Panduan

Praktikum Surface Treatment, 1998, P3)

2.3 Jig

Jig adalah suatu alat bantu untuk mengarahkan dan mengontrol alat

potong pada suatu proses pengerjaan, sehingga akan menjamin kesamaan bentuk

komponen yang dikerjakan.

Page 3: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

15

Keuntungan pemakaian jig ini adalah selain mendapatkan komponen

yang akurat juga dapat menurunkan biaya produksi komponen masal.

2.4 Prosedur Desain Jig

Dalam melakukan desain jig harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut: (Ir. Sudirman, 1998, P2)

1. Locating : Melokasikan benda kerja haruslah jelas,

bagian mana yang akan dikerjakan dan bagian

mana yang akan diclamping.

2. Clamping : Pada system pencekaman harus kuat, tahan

menerima gaya tetapi tidak merusak benda

kerja, sederhana dan mudah dalam

pemasangan dan pelepasannya.

3. Handling : Bentuk dari jig sederhana dalam

penanganannya dan sesuai dengan anatomi

tangan manusia, hindari bentuk-bentuk tajam.

4. Clearence : Terdapat tempat pembuangan chip, harus

dipertimbangkan bila ukuran benda kerja

bervariasi.

5. Material : Material jig pada umumnya harus lebih keras

dari benda kerja. Bila memakai material yang

dikeraskan harus diperhatikan tegangan

sisanya.

Page 4: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

16

6. Toleransi : Batas penyimpangan yang diperbolehkan

pada setiap ukuran disebut toleransi.

Toleransi jig diambil 1/3 dari toleransi benda

kerjanya.

7. Rigidity dan Stability : Jig harus kokoh / kuat dan stabil dalam

menerima gaya pada saat proses.

2.5 Aspek Proses Produksi Pengecatan

Aspek-aspek yang terdapat dalam proses produksi pengecatan antara lain

adalah aspek manusia, peralatan, metode, material, lingkungan. Diantara aspek-

aspek yang mendukung proses produksi pengecatan terdapat pula dalam aspek

tersebut yang menghambat proses produksi.

Hambatan yang akan mengakibatkan terjadinya proses pengecatan pada

paint booth lama pada dalam sebuah proses produksi sangat bervariasi. Beberapa

faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam proses produksi adalah;

2.5.1 Manusia

Manusia merupakan pelaku utama dalam proses pengecatan

manual atau semi otomatis. Dalam hal ini manusia dapat memegang

peranan yang paling penting dalam proses produksi dan juga dapat

menjadi aspek yang menghambat dalam proses tersebut. Berkaitan

dengan keterbatasannya sebagai aspek yang memiiki emosi.

Page 5: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

17

2.5.2 Metode

Metode adalah cara atau langkah yang harus dilakukan dalam

mengerjakan suatu pekerjaan. Dalam proses produksi metode biasanya

dituangkan dalam SOP atau sering disebut petunjuk kerja. Dalam

pembuatan SOP hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana suatu

proses dengan langkah yang paling efisien dan biaya yang minimal dapat

menghasilkan sebuah produk yang bermutu sesuai dengan standar yang

telah ditetapkan.

2.5.3 Alat

Alat yang diciptakan untuk mempermudah pekerjaan manusia

dalam melakukan proses produksinya namun alat bisa juga menjadi

faktor yang menghambat proses produksi jika penggunaan alat tersebut

tidak sesuai dengan fungsi alat. Perawatan peralatan yang tidak teratur

akan menyebabkan peralatan tersebut cepat rusak dan pada akhirnya akan

menimbulkan hambatan dalam sebuah proses produksi.

2.5.4 Material

Faktor material merupakan aspek yang dibutuhkan dalam sebuah

proses produksi dan material juga bisa menjadi sebuah penghambat

proses produksi yang lain. Material penghambat tersebut bisa berasal dari

material yang akan diproses ataupun material yang akan digunakan untuk

proses mengerjakan proses produksi itu sendiri. Dalam proses pengecatan

Page 6: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

18

material yang perlu diperhatikan adalah material yang akan dicat atau

material induk. Dari material pelapisnya hal yang perlu diperhatikan

adalah viskositas cat.

Viskositas adalah suatu kondisi perlawanan dari zat cair terhadap

gerakan molekulnya sendiri yang secara teratur berubah bentuk dibawah

tekanan. Kondisi untuk cenderung kental seperti sirup atau lem.

Semakin tinggi viskositas cat maka dapat dikatakan bahwa cat

tersebut semakin kental dan semakin rendah viskositasnya maka dapat

dikatakan bahwa cat tersebut encer.

2.5.5 Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kemampuan manusia

dalam melakukan pekerjaannya. Dari beberapa faktor lingkungan, yang

paling berpengaruh adalah temperatur udara.

Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan

normal ini dengan suatu sistem tubuh yang sangat sempurna sehingga

dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di

lingkungan luar tubuhnya. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri

terhadap lingkungannya ini sangat terbatas.

2.6 Analisa Gerak Dan Waktu

Pengukuran waktu kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara

kegiatan manusia yang dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan.

Page 7: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

19

Berikut adalah pengukuran-pengukuran yang terdapat didalam pengukuran

waktu kerja. (Studi Gerak dan Waktu, 1995, P169)

2.6.1 Pengukuran Waktu Kerja Secara Langsung

Pengukuran waktu kerja secara langsung merupakan pengukuran

waktu kerja yang dilakukan secara langsung yaitu ditempat pengamatan

pekerjaan yang diamati. (Sritomo, 1995, P170)

Pada pengukuran kerja secara langsung dimana setiap aktivitas

yang dilakukan sesuai dengan lama waktu yang dibutuhkan untuk

menyelesaikan suatu pekerjaan. Pengukuran ini dapat dengan

menggunakan jam henti (stopwatch time study) atau dengan

menggunakan sampling kerja (work sampling). Disini waktu yang

dihasilkan tentu saja akan menghasilkan sebuah data yang tentunya dapat

dimanfaatkan untuk opersi kerja lainnya. Hal ini tentunya

dipertimbangkan sebagai langkah yang tidak efisien, karena

bagaimanapun berbagai macam pekerjaan / operasi akan memiliki

elemen-elemen kerja yang tidak sama. Berikut dibawah ini akan dibahas

secara singkat kedua metode pengukuran waktu kerja secara langsung ini.

Page 8: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

20

2.6.2 Pengukuran Waktu Kerja Dengan Jam Henti (Stop Watch)

Metode ini dilakukan untuk pekerjaan yang berlangsung singkat

dan berulang-ulang (repetitive) dimana pengukurannya dilakukan dengan

alat ukur yang disebut jam henti atau stop watch. (Studi gerak dan waktu,

1995, P171)

Pengukuran kerja ini pertama kali diperkenalkan oleh Federick W.

Taylor pada abad ke 19. dari hasil pengukuran yang dilakukan dengan

metode ini maka akan diperoleh waktu baku yang diperlukan untuk

menyelesaikan satu siklus pekerjaan dan dapat juga digunakan sebagai

satu standar waktu untuk pekerja lain yang menyelesaikan pakerjaan yang

sama. (Studi gerak dan waktu, 1995, P171)

Aktivitas pengukuran kerja dengan jam henti ini umumnya

diaplikasikan pada industri manufaktur yang memiliki karakteristik kerja

yang berulang-ulang, terspesifikasi jelas, dan menghasilkan output yang

relative sama. Meskipun demikian aktivitas ini bias juga diaplikasikan

untuk pekerjaan-pekerjaan non-manufakturing seperti yang bisa ditemui

dalam aktivitas kantor gudang atau pelayanan lainnya asalkan memiliki

kriteria-kriteria seperti:

• Pekerjaan tersebut harus dilaksanakan secara repetitive dan

uniform.

• Isi / macam pekerjaan itu harus homogen.

Page 9: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

21

• Hasil kerja (output) harus dapat dihitung secara kuantitatif baik

secara keseluruhan ataupun untuk tiap-tiap elemen kerja yang

berlangsung.

• Pekerjaan tersebut cukup banyak dilaksanakan dan teratur sifatnya

sehingga akan memadai untuk diukur dan dihitung waktu

bakunya.

Pengukuran kerja dengan jam henti ini merupakan cara

pengukuran yang obyektif karena disini waktu ditetapkan berdasarkan

fakta yang terjadi dan tidak hanya sekedar diestimasi secara subyektif.

Disini juga akan berlaku asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:

• Metode dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama

dan dibakukan terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan

waktu baku ini untuk pekerjaan yang serupa.

• Operator harus memahami benar prosedur dan metode

pelaksanaan kerja sebelum dilakukan pengukuran kerja.

Operator-operator yang akan dibebani dengan waktu baku ini

diasumsikan memiliki tingkat ketrampilan dan kemampuan yang sama

dan sesuai untuk pekerjaan tersebut. Untuk ini persyaratan mutlak pada

waktu memilih operator yang akan dianalisa waktu kerjanya benar-benar

memliki tingkat kemampuan yang rata-rata.

Page 10: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

22

• Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relative tidak jauh

berbeda dengan kondisi fisik pada saat pengukuran kerja

dilakukan.

• Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai

dengan seluruh periode kerja yang ada.

Keseragaman data diaplikasikan secara common sense (subjektif),

sedangkan untuk kecukupan data menggunakan aplikasi formula.

Untuk menetapkan jumlah observasi yang seharusnya dibuat (N’)

maka disini harus diputuskan terlebih dahulu berapa tingkat kepercayaan

dan derajat ketelitian untuk pengukuran kerjaini. Didalam aktifitas

pengukuran kerja biasanya akan diambil 95% convidence level dan 5%

degree of accuracy. Hal ini berarti bahwa sekurang-kurangnya 95 dari

100 harga rata-rata dari waktu yang dicatat/diukur untuk suatu elemen

kerja akan memiliki penyimpangan tidak lebih dari 5%. Dengan demikian

formulanya dapat ditulis sebagai berikut:

Dimana, N’ ≤ N   

Page 11: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

23

Tabel 2-1. Daftar penyesuaian menurut westinghouse

Faktor Kelas Lambang Penyesuaian Keterampilan Superskill

Excellent

Good

Average

Fair

Poor

A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2

+0.15 +0.13 +0.11 +0.08 +0.06 +0.03

0 -0.05 -0.10 -0.16 -0.22

Usaha Excessive

Excellent

Good

Average Fair

Poor

A1 A2 B1 B2 C1 C2 D E1 E2 F1 F2

+0.13 +0.12 +0.10 +0.08 +0.05 +0.02

0 -0.04 -0.08 -0.12 -0.17

Kondisi Kerja Ideal Excellency

Good Average

Fair Poor

A B C D E F

+0.06 +0.04 +0.02

0 -0.03 -0.07

Konsistensi Perfect Excellent

Good Average

Fair Poor

A B C D E F

+0.04 +0.03 +0.01

0 -0.02 -0.04

Page 12: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

24

Waktu normal :

Wn = Ws x P ket: Wn = waktu normal

P = 1 + total penyesuaian Ws = waktu siklus

P = penyesuaian

Waktu baku : Wb = waktu baku

Wb = Wn + (Wn x A) A = allowance

2.7 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)

Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) adalah pendekatan sistematik yang

menerapkan suatu metode pentabelan untuk membantu proses pemikiran yang

digunakan oleh engineers untuk mengidentifikasi mode kegagalan potensial dan

efeknya. FMEA merupakan teknik evaluasi tingkat keandalan dari sebuah sistem

untuk menentukan efek dari kegagalan dari sistem tersebut. Kegagalan digolongkan

berdasarkan dampak yang diberikan terhadap kesuksesan suatu misi dari sebuah

sistem. Secara umum, FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) didefinisikan

sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu :

1. Penyebab kegagalan yang potensial dari sistem, desain produk, dan proses

selama siklus hidupnya.

2. Efek dari kegagalan tersebut.

Page 13: 2009-2-00464-TIAS Bab 2

25

3. Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi sistem, desain produk, dan

proses. (qualityengineering.wordpress.com)

2.8 Diagaram sebab akibat (cause & effect diagram / fishbone diagram)

Diagram sebab akibat atau yang lebih dikenal dengan nama diagram tulang

ikan (fishbone diagram) diperkenalkan pertama kalinya oleh prof. koru ishikawa pada

tahun 1943. Diagram fishbone atau tulang ikan dapat digunakan untuk :

1. Memperlihatkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitas

hasil.

2. Membuat kategori atau mengelompokan berbagai sebab potensial dari

suatu masalah

3. Menjelaskan suatu proses bekerja dan masalah-masalah yang terjadi

didalammya.

Diagram tulang ikan ini pada umumnya memiliki 5 faktor utama yang perlu

diperhatikan dalam setiap penyusunannya, seperti terlihat dalam gambardibawah ini. (Montogomery, 1995)

Gambar 2.1 Fishbone diagram