BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS...

23
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Aspek-Aspek Ergonomi Dalam Perancangan Stasiun kerja Dalam suatu stasiun kerja problematika utama adalah pengaturan komponen- komponen yang terlibat dalam kegiatan produksi yaitu menyangkut material, mesin/peralatan kerja, perkakas-perkakas, fasilitas penunjang, lingkungan fisik kerja dan operator (manusia pelaksana kerja). Sistem produksi cenderung dirancang untuk lebih akomodatif terhadap mesin atau material dibandingkan untuk lebih menjamin manusia agar bisa lebih meningkatkan lagi kontribusinya sebagai penentu produktivitas. Dengan pendekatan ergonomis diharapkan sistem produksi bisa dirancang untuk melaksanakan kegiatan kerja tertentu dengan didukung oleh keserasian hubungan antara pekerja dengan sistem kerja yang dikendalikan. Dalam perancangan stasiun kerja, aspek yang harus diperhatikan antara lain : (Wingjosoebroto, Sritomo, 1995, hal 55). 1. Menyangkut perbaikan-perbaikan metode atau cara kerja dengan menekankan pada prinsip-prinsip ekonomi gerakan dengan tujuan pokok adalah meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja. 2. Kebutuhan akan data yang menyangkut dimensi tubuh manusia (data antropometri) yang akan menunjang didalam proses perancangan produk dengan tujuan untuk mencari keserasian hubungan antara produk dengan manusia yang memakainya.

Transcript of BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS...

Page 1: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Aspek-Aspek Ergonomi Dalam Perancangan Stasiun kerja

Dalam suatu stasiun kerja problematika utama adalah pengaturan komponen-

komponen yang terlibat dalam kegiatan produksi yaitu menyangkut material,

mesin/peralatan kerja, perkakas-perkakas, fasilitas penunjang, lingkungan fisik kerja

dan operator (manusia pelaksana kerja). Sistem produksi cenderung dirancang untuk

lebih akomodatif terhadap mesin atau material dibandingkan untuk lebih menjamin

manusia agar bisa lebih meningkatkan lagi kontribusinya sebagai penentu

produktivitas. Dengan pendekatan ergonomis diharapkan sistem produksi bisa

dirancang untuk melaksanakan kegiatan kerja tertentu dengan didukung oleh

keserasian hubungan antara pekerja dengan sistem kerja yang dikendalikan. Dalam

perancangan stasiun kerja, aspek yang harus diperhatikan antara lain :

(Wingjosoebroto, Sritomo, 1995, hal 55).

1. Menyangkut perbaikan-perbaikan metode atau cara kerja dengan menekankan

pada prinsip-prinsip ekonomi gerakan dengan tujuan pokok adalah

meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

2. Kebutuhan akan data yang menyangkut dimensi tubuh manusia (data

antropometri) yang akan menunjang didalam proses perancangan produk

dengan tujuan untuk mencari keserasian hubungan antara produk dengan

manusia yang memakainya.

Page 2: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

3. pengaturan tata letak fasilitas yang diperlukan dalam suatu kegiatan yang

bertujuan untuk mencari gerakan-gerakan kerja yang efisien seperti halnya

dengan pengaturan gerakan material handling.

2.1.1 Sikap dan Posisi Kerja

Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang nyaman, pertimbangan-

pertimbangan ergonomi menyarankan hal-hal seperti : (Wingjosoebroto, Sritomo,

1995, hal 76).

1. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi

membungkuk dengan frekuensi kegiatan yang sering atau jangka waktu yang

lama.

2. Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum yang

bisa dilakukan. Pengaturan posisi kerja dalam hal ini dilakukan dalam jarak

jangkauan normal. Untuk hal-hal tertentu operator harus mampu dan cukup

leluasa mengatur tubuhnya agar memperoleh sikap dan posisi kerja yang lebih

nyaman.

3. Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk waktu

yang lama dengan kepala, leher, dada atau kaki berada dalam sikap atau posisi

miring.

Page 3: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

4. Operator tidak seharusnya dipaksa bekerja dalam frekuensi atau periode

waktu yang lama dengan tangan atau lengan berada dalam posisi diatas level

siku yang normal.

2.1.2 Antropometri dan Dimensi Ruang Kerja

Antropometri pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik atau fungsi dari tubuh

manusia termasuk ukuran linier, berat, volume, ruang gerak, dan lain-lain. Data

antropometri ini akan sangat bermanfaat didalam perencanaan peralatan kerja atau

fasilitas-fasilitas kerja (termasuk disini perancangan ruang kerja).

Persyaratan ergonomic mensyaratkan agar supaya peralatan dan fasilitas kerja

sesuai dengan orang yang menggunakannya khususnya yang menyangkut dimensi

ukuran tubuh. Dalam menentukan ukuran maksimum atau minimum biasanya

digunakan data antropometri antara 5% dan 95% percentile. Untuk perencanaan

stasiun kerja data antropometri akan bermanfaat baik didalam memilih fasilitas-

fasilitas kerja yang sesuai dimensinya dengan ukuran tubuh operator maupun didalam

merencanakan dimensi ruang kerja itu sendiri.

2.1.3 Kondisi Lingkungan Kerja

Meskipun operator diharapkan mampu beradaptasi dengan situasi dan kondisi

lingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran,

kebisingan dan lain-lain, akan tetapi stress akibat kondisi lingkungan fisik kerja akan

Page 4: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

terus berakumulasi dan secara tiba-tiba bisa menyebabkan hal yang fatal. Adanya

lingkungan fisik kerja yag bising, panas, bergetar, atau atmosfir yang tercemar akan

memberikan dampak negative terhadaf kinerja maupun moral atau motivasi kerja

operator.

2.1.4 Efisiensi Ekonomi Gerakan dan Pengaturan Fasilitas Kerja.

Perancangan sistem kerja haruslah memperhatikan prosedur-prosedur untuk

mengekonomisasikan gerakan-gerakan kerja sehingga dapat memperbaiki efisinsi dan

mengurangi kelelahan kerja. Beberapa ketentuan-ketentuan pokok yang berkaitan

dengan prinsip-prinsip ekonomi gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam

perancangan stasiun kerja, antara lain : (Wingjosoebroto, Sritomo, 1995, hal 78).

1. Organisasi fasilitas kerja sehingga operator secara mudah akan mengetahui

lokasi penempatan material, spare part, peralatan kerja, mekanisme control,

atau display dan lain-lain yang dibutuhkan tanpa harus mencari-cari.

2. Buat rancangan fasilitas kerja (mesin, meja, kursi dan lain-lain) dengan

dimensi yang sesuai data antropometri dalam range 5 sampai 95 percentil agar

operator bisa bekerja dengan leluasa dan tidak cepat lelah.

2.1.5 Energi Kerja Yang Dikonsumsikan

Energi kerja yang dikonsumsikan pada saat seseorang melaksanakan kegiatan

merupakan factor yang kurang begitu diperhatikan, karena dianggap tidak penting

Page 5: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

bila mana dikaitkan dengan kinerja yang ditunjukkan. Meskipun energi dalam jumlah

besar harus dikeluarkan untuk periode yang lama bisa menimbulkan kelelahan fisik,

akan tetapi bahaya yang lebih besar justru kalau kelelahan menimpa pada mental

manusia.

2.2 Kondisi Lingkungan Fisik Kerja Yang Mempengaruhi Aktivitas Kerja

Manusia

Manusia tidak luput dari kekurangan, dalam arti kata segala kemampuannya masih

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut bisa datang dari dirinya

sendiri atau mungkin dari pengaruh luar. Salah satu faktor yang berasal dari luar

adalah kondisi lingkungan kerja, yaitu semua keadaan yang terdapat disekitar tempat

kerja seperti temperatur, kelembaban udara, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan,

getaran mekanis, bau-bauan dan warna. Hal ini aka berpengaruh secara signifikan

terhadap hasil kerja manusia tersebut.

2.2.1 Temperatur

Tubuh manusia akan selalu berusaha mempertahankan keadaan normal dengan

suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan

perubahan-perubahan yang terjadi diluar tubuh. Tetapi kemampuan untuk

menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar adalah jika perubahan temperatur luar

Page 6: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

tubuh tersebut tidak melebihi 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi

dingin.

Menurut penyelidikan untuk berbagai tingkat temperatur akan memberikan

pengaruh yang berbeda-beda seperti berikut: (Wingjosoebroto, Sritomo, 1995, hal

85).

+ 49oC : Temperatur yang dapat ditahan sekitar 1 jam. Jauh diatas tingkat

kemampuan fisik dan mental.

+ 30o C : Aktivitas mental dan daya tanggap mulai menurun dan cenderung

untuk membuat kesalahan dalam pekerjaan. Timbul kelelahan fisik.

+ 24o C : Kondisi optimum.

+ 10o C : Kelakuan fisik yang extrem mulai muncul.

2.2.2 Kelembaban

Yang dimaksud kelembaban disini merupakan banyaknya air yang terkandung

dalam udara. Keadaan dimana udara sangat panas dan kelembaban tinggi akan

menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran dan mengakibatkan

denyut jantung semakin cepat karena makin aktifnya peredaran darah untuk

memenuhi kebutuhan akan oksigen.

Page 7: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

2.2.3 Siklus Udara

Sebagaimana kita ketahui udara disekitar kita mengandung sekitar 21% oksigen,

0,03 karbon monoksida, dan 0,9 gas lainnya. Udara dikatakan kotor apabila kadar

oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan terus bercampur dengan gas-gas

dan bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Dengan memberikan ventilasi

yang cukup akan menggantikan udara yang kotor denagn yang bersih. Demikian juga

dengan menaruh tanaman–tanaman akan mampu pula membantu memberikan

kebutuhan akan oksigen yang cukup.

2.2.4 Pencahayaan

Pencahayaan sangat mempengaruhi menusia untuk melihat obyek secara jelas,

cepat, tanpa menimbulkan kesalahan. Kemampuan mata untuk melihat obyek dengan

jelas ditentukan oleh ukuran obyek, derajat kontras, lumnisi (brightness), serta

lamanya waktu untuk melihat obyek tersebut. Pencahayaan yang kurang

mengakibatkan mata menjadi cepat lelah karena mata akan melihat dengan cara

membuka lebar-lebar. Hal ini dapat mengakibatkan lelahnya mental dan rusaknya

mata.

2.2.4.1 Teknik Pncahayaan Langsung

Teknik pencahayaan langsung paling umum kita temui. Ini mudah dipahami

karena naluri kita pada saat memasang lampu adalah mengarahkan cahaya ketitik

Page 8: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

yang membutuhkannya (gelap). Jadi cahaya lampu langsung ke objek yang perlu

diterangi, sehingga efisien. Akan tetapi pada pencahayaan langsung ini perlu

diperhatikan kesilauan yang biasanya terjadi akibat mata dapat menatap langsung

sumber cahaya. Di samping itu, jarak antara lampu dengan objek perlu juga

diperhatikan agar panas tidak menggangu objek yang disinari.

2.2.4.2 Cahaya Buatan

Cahaya buatan adalah segala bentuk cahaya yang bersumber dari alat yang

diciptakan oleh manusia seperti lampu pijar, lilin dan obor. Cahaya buatan sering

secara langsung diartikan sebagai cahaya lampu.

Kontras adalah perbedaan antara luminan benda yang kita lihat dengan luminan

permukaan disekitarnya. Semakin besar kontras, semakin mudah kita melihat atau

mengenali benda. Diruang yang redup kontras semakin berkurang pula. Dari segi

pengarahan cahaya dikenal istilah pencahayaan langsung (direct lighting) yaitu

pencahayaan dengan mengarahkan sinar langsung kebidang kerja atau objek.

Sedangkan pencahayaan tidak langsung (indirect lighting) yaitu pencahayaan

dengan cara memantulkan sinar lebih dulu misalnya kelangit-langit dan kedinding.

Jenis lampu digolongkan menjadi tiga jenis, antara lain : (Satwiko, Prasasto, 2004,

hlm 69).

1. Lampu pijar (incandescent). Cahaya dihasilkan oleh filamen dari bahan

tungsten (titik lebur>2200 C) yang berpijar karena panas. Efikasi lampu ini

Page 9: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

rendah, hanya 8-10% energi menjadi cahaya. Sisanya terbuang sebagai panas.

Untuk memperbaiki efikasinya, lampu tungsten diisi gas halogen, antara lain

iodine, chlorine, bromin, dan fluorin dan disebut lampu tungsten halogen.

Efikasi mencapai 17,5 lm/watt.

2. Lampu fluorescent. Cahaya dihasilkan oleh pendaran bubuk fosfor yang

melapisi bagian dalam tabung lampu. Fosfor tersebut berpendar karena

menyerap gelombang pendek cahaya ungu-ultra sebagai akibat lecutan listrik

(terbentuk oleh loncatan elektron antar katode didalam tabung yang berisi uap

merkuri bertekanan rendah dan argon). Ramuan bubuk menentukan warna

cahaya yang dihasilkan. Lebih dari 25% energi dijadikan cahaya. Efikasinya

antara 40-85 lm/watt. Efikasi (lumen per watt) lampu fluorescent 2-3 kali

lebih baik dari lampu pijar.

3. Lampu HID (high-intensity discharge lamps). Cahaya dihasilkan oleh lecutan

listrik melalui uap zat logam. Lampu merkuri menghasilkan cahaya dari

lecutan listrik dalam tabung kaca atau kuarsa berisi uap merkuri bertekanan

tinggi. Efikasi antara 40-60 lm/watt. Dibutuhkan waktu antara 3-8 menit

untuk menguapkan merkuri sebelum menghasilkan cahaya maksimal. Perlu

selang 5-10 menit sebelum dihidupkan kembali. Untuk memperbaiki efikasi

dan warna, pada tabung lecutan listrik ditambahkan halida logam seperti

thallium, indium, dan sodium. Karena itu sering disebut lampu metal halida.

Walau efikasi bisa mencapai 70 lm/watt, umurnya berkurang hingga separuh.

Page 10: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

Tabel 2.1 : Perbandingan Efikasi (Efisiensi lampu).

Sumber Efikasi (lm/watt)

Lampu Pijar 14-18

Lampu halogen tungsten 16-20

Lampu fluorescent 50-85

Lampu mercury 40-70

Lampu halide-metal 60-80

Lampu sodium bertekanan tinggi 90-100

Sumber : Satwiko, Prasasto

Dalam pembicaraan kuantitatif cahaya, kita akan menemukan istilah-istilah

sebagai berikut :

1. Arus cahaya (luminous flux, diukur dengan lumen) adalah banyak cahaya

yang dipancarkan kesegala arah oleh sebuah sumber cahaya per satuan waktu

(biasanya per detik).

2. Intensitas cahaya (ligh intensity, diukr dengan candela) adalah kuat cahaya

yang dikeluarkan oleh sebuah sumber cahay kearah tertentu. Sebuah sumber

cahay berintensitas 1 candela (1 lilin) mengeluarkan cahaya total kesegala

arah sebanyak 12,57 lumen.

Page 11: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

3. iluminan (diukur dengan lux, lumen/m2 ) adalah banyak arus cahaya yang

datang pada satu unit bidang

4. Iluminasi adalah datangnya cahaya kesuatu obyek.

5. luminan adalah intensitas cahaya yang dipancarkan, dipantulkan, atau

diteruskan oleh satu unit bidang yang diterangi. Diukur dengan candela/m2.

2.2.4.3 Metode Titik (Point to Point Methode)

Menghitung Iluminasi di satu titik oleh beberapa lampu. Menurut hukum Abney,

iluminasi dapat dijumlahkan sebagai berikut : (Satwiko, Prasasto, 2004, hlm 94).

ET = I1 + I2 + In d1

2 Cos α1 d2 2 Cos α2 dn 2 Cos αn Dimana : ET = Iluminasi Total, lux(lm/m2).

I1... In = Intensitas sumber cahaya kearah titik yang disinari, lm.

d1... dn = Jarak dari masing-masing lampu ke titik dibidang yang disinari, m.

α1... αn = Sudut datang sinar masing-masing lampu.

Page 12: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

A B C

α1 α3

d1 d2 d3

DL 1 DL 2 DL 3

Gambar 2.1 : Iluminasi di satu titik oleh beberapa lampu.

2.2.4.4 Metode Lumen (Lumen Method)

Rumus untuk menghitung kuat penerangan : (Satwiko, Prasasto, 2004, hlm 95).

E = L.N.CU.LLF/A

Dimana : E = Penerangan rata-rata, lux.

L = Total lumen awal per luminer.

N = Jumlah Luminer.

CU = koefisien penggunaan, biasanya antara 0,5-0,6.

LLF = Faktor kehilangan cahaya.

A = Luas area, m2.

Page 13: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

LLF (Ligh-Loss Factor, Faktor Kehilangan cahaya) terdiri atas nonrecoverable

factor dan recoverable factor. Nonrecoverable factor terdiri atas : (Satwiko, Prasasto,

2004, hlm 99).

1. LAT (Luminare Ambient Temperature), suhu disekitar luminer. Diatas suhu

25o C lampu fluorescent akan kehilangan cahaya 1% setiap kenaikan suhu

1o C. Jika lampu beroperasi dilingkungan normal sesuai desain pabrik, maka

LAT = 1. Pengertian lingkungan normal adalah sesuai arahan pabrik

pembuat lampu tersebut.

2. VV (Voltage Variation), variasi tegangan listrik. Perubahan 1% pada

tegangan listrik akan mempengaruhi lumen lampu pijar hingga 3%. Jika

lampu dioperasikan pada voltase sesuai desinnya maka VV=1.

3. LSD (Luminaire Surface Depreciation), depresiasi permukaan luminare.

Permukaan luminaire akan mengalami penurunan kualitas, seperti penutup

berubah warna, reflector tergores, dan sebagainya yang akan mempengaruhi

kualitas dan kuantitas penerangan.

4. BF (Ballast Factor), faktor balas. Kadang balas yang digunakan dalam

luminaire berbeda dengan yang tercantum dalam data teknis. Hal ini sering

menyebabkan kekeliruan perhitungan.

Page 14: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

Recoverable factor meliputi : (Satwiko, Prasasto, 2004, hlm 99).

1. LDD (Luminaire Dirt Depreciation), depresiasi cahaya akibat penimbunan

kotoran pada luminer. LDD dipengaruhi oleh tipe luminer, kondisi atmosfir

lingkungan dan waktu antara pembersihan luminer berkala.

2. RSDD (Room Surface Depreciation), depresiasi cahaya akibat penumpukan

kororan dipermukaan ruang. Pencahayaan yang memanfaatkan pemantulan

akan lebih mudah terpengaruh oleh penumpukkan kotoran (debu dan lain-

lain) disbandingkan dengan pencahayaan yang mengutamakan cahaya

langsung dari lampu. Tabel berikut dapat digunakan sebagai pedoman bila

tidak ada data yang spesifik dari lampu bersangkutan. Tabel ini didasrkan

pada periode pembersihan 24 bulan dilingkungan wajar (tidak sangat bersih

maupun kotor).

Tabel 2.2 : Room Surface Dirt Depreciation

Pencahayaan langsung (direct lighting) 0,92 + 5%

Pencahayaan semi langsung (semi direct lighting) 0,87 + 8%

Pencahayaan langsung tidak langsung (direct indirect lighting) 0,82 + 10%

Pencahayaan semi tidak langsung (semi indirect lighting) 0,77 + 12%

Pencahayaan tidak langsung (Indirect lighting) 0,72 + 17%

Sumber : Stein

Page 15: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

3. LLD (Lamp Lumen Depreciation), faktor depresiasi lumen yang tergantung

pada jenis lampu dan waktu penggantiannya.

4. LBO (Lamp Burnout) Perkiraan jumlah lampu yang mati sebelum waktu

penggantian yang direncanakan. LBO = (jumlah lampu yang masih

hidup):(jumlah awal lampu yang digunakan). Bila lampu diganti seluruhnya

secara bersamaan LBO = 1. Bila penggantian hanya pada lampu yang mati,

maka LBO = 0,95.

Dari penjelasan diatas maka : (Satwiko, Prasasto, 2004, hlm 101).

LLF = (LAT)(VV)(LSD)(BF))LDD)(RSDD)(LLD)(LBO)

2.2.5 Warna

Yang dimaksud disini adalah tembok ruangan dan interior yang ada disekitar

tempat kerja. Warna ini selain berpengaruh terhadap kemampuan mata untuk melihat

obyek, juga memberikan pengaruh yang lain terhadap manusia seperti :

(Wingjosoebroto, Sritomo, 1995, hal 88).

1 Warna merah bersifat merangsang.

2 Warna kuning memberikan kesan luas, terang dan leluasa.

3 Warna hijau / biru memberikan kesan sejuk, aman, dan menyegarkan.

4 Warna gelap memberikan kesan sempit.

5 Warna terang memberikan kesan luas dan terang.

Page 16: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

2.3 Perbaikan kondisi Lingkungan kerja

Kondisi lingkungan kerja yang ideal diharapkan mampu memberikan kondisi-

kondisi kerja seperti : (Wingjosoebroto, Sritomo, 1995, hal 99).

1. Memperbaiki safety record.

2. Mengurangi ketidakdisiplinan kerja.

3. Meningkatkan kerja karyawan.

4. Meningkatkan produktivitas kerja.

Untuk maksud-maksud memperbaiki kondisi lingkungan kerja ini maka bisa

dilaksanakan antara lain dengan jalan sebagai berikut : (Wingjosoebroto, Sritomo,

1995, hal 99).

1. Memperbaiki cahaya penerangan dilingkungan kerja.

2. Mengontrol temperatur ruangan dan juga derajat kelembabannya.

3. Memberi ventilasi yang cukup.

4. Mengontrol suara yang timbul dengan jalan menekan kebisingan.

5. Menciptakan area kerja yang rapi, bersih, tertib dan lain-lain.

6. Segera membuang sisa-sisa material kerja yang dapat membahayakan seperti

debu, gas, uap dan lain-lain.

7. Menyediakan perlengkapan dan petunjuk-petunjuk untuk keselamatan kerja.

8. Mempertimbangkan segala aspek ergonomis dan prinsip-prinsip dari kerja

fisik.

Page 17: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

Untuk mendapatkan kondisi kerja yang baik yaitu yang memungkinkannnya

dilakukan gerakan yang ekonomis, maka perlu diperhatikan faktor yang

mempengaruhi, yaitu : (Wingjosoebroto, Sritomo, 1995, hal 100)

1. Penggunaan badan / anggota tubuh manusia serta gerakan-gerakannya.

2. Pengaturan letak area kerja.

3. Perancangan alat-alat dan perlengkapan kerja.

Secara umum didalam usaha mengembangkan metode kerja dan gerakan kerja

ekonomis maka beberapa hal tersebut bisa dilaksanakan antara lain sebagai berikut :

(Wingjosoebroto, Sritomo, 1995, hal 101).

1. Hilangkan gerakan-gerakan kerja yang tidak perlu yang justru memboroskan

tenaga.

2. Kombinasikan beberapa aktivitas menjadi aktivitas yang memungkinkan

dilaksanakan secara bersamaan.

3. Kurangi faktor kelelahan dengan memberi waktu istirahat dan waktu longgar

yang lainnya.

4. Perbaiki pengaturan tempat kerja dan disain dari fasilitas / peralatan kerja

yang ada.

Page 18: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

2.4 Perencanaan Tata Letak Secara Sistematis

Suatu pendekatan sistematis dan terorganisir untuk perencanaan tata letak fasilitas

produksi lebih diintroduksikan oleh Richard Muther (1973) yang dikenal dengan

systematic Layout Planning (SLP). SLP banyak diaplikasikan untuk berbagai macam

persoalan meliputi antara lain problem produksi, transportasi, pergudangan,

supporting services dan aktifitas-aktifitas yang dijumpai dalam perkantoran (office

layout). Secara singkat prosedur untuk melaksanakan SLP dapat dilihat dalam

gambar berikut : (Wignjosoebroto, Sritomo, 2003, hlm 88).

Data Masukan dan aktifitas

1. Aliran Material 2. Hubungan Aktifitas

3. String Diagram

4. Kebutuhan Luas Area 5. Luas Area Tersedia

6. Space Relation Diagram

7. Pertimbangan Modifikasi

8. Batasan-batasan praktis

A

Page 19: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

Gambar 2.2 : Prosedur untuk Merencanakan Systematic Layout Planning

2.4.1 Analisa Hubungan Aktivitas Kerja ( Activity Relationship)

Activity Relationship chart (ARC) atau sering pula disebut sebagai Relation Chart

(REL-Chart) bisa dipakai untuk memberi pertimbangan-pertimbangan kualitatif

didalam perancangan layout. REL-Chart akan memberikan pertimbangan mengenai

derajat kedekatan (closenses) dari satu departemen terhadap departemen lainnya

dengan ukuran-ukuran yang lebih bersifat kualitatif seperti : mutlak atau tidak

mutlak harus berdekatan, cukup penting untuk diletakkan berdekatan dan lain-lain.

REL-Chart ini hampir mirip penggambarannya seperti from to chart hanya saja

disini angka-angka kuantitatif dalam bentuk bobot/volume material atau jarak

pemindahan material seperti yang dijumpai dalam from to chart akan digantikan

dengan suatu penilaian kualitatif mengenai derajat kedekatan seperti berikut :

9. Perancangan Alternatif tata Letak

10. Evaluasi

A

Page 20: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

SIMBOL HURUF DERAJAT KEDEKATAN SIMBOL GRAFIS

A Absolutely Necessary

E Especially Important ___________________ ___________________ ___________________

I Important ___________________ ___________________

O Ordinary

___________________

U Unimportant None

X Not Desirable

Gambar 2.3 : Simbol-simbol REL-Chart

Untuk selanjutnya diberikan Suatu cantuh penggambaran REL-Chart yang

manggambarkan hubungan aktifitas dari fasilitas-fasilitas (departemen) yang ada.

Derajat hubungan aktivitas masing-masing fasilitas atau departemen tersebut dan

pertimbangan-pertimbangan yang diberikan dalam marik REL-Chart sebagai berikut:

Page 21: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

Tabel 2.3 : Matrik REL-Chart

MENUJU KE FASILITAS KERJA Dari

Fasilitas

Kerja 2 3 4 5 6

1 E 1

E 1

E 1

I 1

O -

2 I

1,5,6

O 6

I 5

O -

3 E

1,5,6

A 1

O -

4 A

1

O -

5 O

-

6

Keterangan :

U

5,6

Derajat hubungan yang ingin ditunjukkan secara kualitatif

Alasan / pertimbangan dalam penetapan derajat hubungan yang dimaksud

Page 22: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

Tabel 2.4 : Keterangan Simbol-Simbol dan Deskripsi Alasan.

SIMBOL Deskripsi Alasan / Keterangan

1

2

3

4

5

6

Fungsi dan misi kegiatan kerja

Kemudahan dalam melakukan supervisi

Menggunakan ketrampilan atau skill

Menggunakan fasilitas dan alat kerja bersama-sama

Memerlukan akses yang cepat

Memerlukan komunikasi yang mudah

2.4.2 Penyusunan String Diagram

Langkah ini mencoba merangkum dimana posisi kelompok fasilitas kerja atau

departemen akan diatur letaknya dan kemudian dihubungkan dengan garis sesuai

dengan jarak pemindahannya. Garis akan digambarkan sesuai dengan derajat

hubungan antara departemen satu dengan lainnya yang sudah dinilai terlebih dahulu.

String diagram ini akan menggambarkan pengaturan dan penempatan fasilitas pada

kondisi paling optimal (tanpa mempertimbangkan luasan area yang diperlukan.

Penempatan dilaksanakan melalui metode trial & error. Pertama kali prioritas

diberikan pada lokasi-lokasi yang memiliki derajat hubungan aktivitas A (4 garis

lurus), kemudian berturut-turut aktivitas E (3 garis lurus), aktivitas I (2 garis lurus)

dan seterusnya. Dari contoh matrik REL-chart yang telah dibuat untuk menunjukkan

hubungan antara fasilitas-fasilitas dapat dibuat string diagramnya sebagai berikut :

Page 23: BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2007-2-00567-TIAS Bab2.pdflingkungan fisik kerja yang bervariasi dalam hal temperatur, kelembaban, getaran, kebisingan

Gambar 2.4 : String / REL Diagram