2 Tinjauan Pustaka - · PDF fileproses ekstraksi. Pemanfaatan ketiga ... Secara teknis, ......
Transcript of 2 Tinjauan Pustaka - · PDF fileproses ekstraksi. Pemanfaatan ketiga ... Secara teknis, ......
2 Tinjauan Pustaka
2.1 Logam Tanah Jarang
Logam tanah jarang (LTJ) merupakan unsur yang terletak di dalam golongan lantanida dan
termasuk tiga unsur tambahan yaitu itrium, torium dan skandium. Pemasukan itrium, torium
dan skandium ke dalam golongan logam tanah jarang dilakukan dengan alasan kesamaan
sifat. Unsur yang termasuk dalam logam tanah jarang adalah sebagai berikut:
Tabel 2.1 Nama-nama unsur logam tanah jarang
Simbol
1
Nama Unsur No. Atom Simbol Nama Unsur No. Atom Y Yttrium 39 Gd Gadolinium 64 Sc Scandium 21 Tb Terbium 65 La Lanthanum 57 Dy Dysprosium 66 Ce Cerium 58 Ho Holmium 67 Pr Praseodymium 59 Er Erbium 68 Nd Neodymium 60 Tm Thulium 69 Pm Promethium 61 Yb Ytterbium 70 Sm Samarium 62 Lu Lutetium 71
Eu Europium 63 Th Thorium 90
Logam tanah jarang tidak ditemukan berupa unsur bebas dalam lapisan kerak bumi (earth’s
crust) melainkan dalam bentuk senyawa kompleks karbonat ataupun fosfat. Sehingga logam
tanah jarang harus dipisahkan terlebih dahulu dari senyawa kompleks tersebut.
Di bawah ini adalah beberapa contoh mineral logam tanah jarang yang ditemukan di alam.
o Bastnaesite (CeFCO3) merupakan sebuah fluoro-carbonat cerium yang mengandung
60–70% oksida logam tanah jarang seperti lanthanum dan neodymium. Mineral
bastnaesite merupakan sumber logam tanah jarang yang utama di dunia. Bastnaesite
ditemukan dalam batuan cabonatite, dolomite breccia, pegmatite dan amphibole skarn.
5
o Monazite ((Ce,La,Y,Th)PO3
o Xenotime (YPO
) merupakan senyawa fosfat logam tanah jarang yang
mengandung 50-70% oksida LTJ. Monasit diambil dari mineral pasir berat yang
merupakan hasil samping dari senyawa logam berat lain. Monasit memiliki kandungan
torium yang cukup tinggi. Sehingga mineral tersebut memiliki sifat radioaktif. Torium
tersebut memancarakan radiasi berupa sinar ini memiliki tingkat radiasi yang rendah.
Sehingga dengan menggunakan selembar kertas saja, maka akan terhindar dari radiasi
yang dipancarkan.
4
o Zircon, merupakan senyawa zirconium silicate yang di dalamnya ditemukan torium,
itrium dan serium.
) merupakan senyawa itrium fosfat yang mengandung 54-65% LTJ
termasuk erbium, serium dan torium. Xenotime juga mineral yang di temukan dalam
mineral pasir berat seperti pegmatit dan batuan leleh (igneous rocks).
Dalam memperoleh mineral di atas, tidak bisa didapatkan dengan mudah. Karena jumlah
mineral tersebut sangat terbatas. Telebih lagi, mineral di atas tidak terpisah sendiri,tetapi
tercampur dengan mineral lain. Seperti contohnya di Kepulauan Bangka Belitung, mineral
ini merupakan hasil samping dari penambangan timah. Sehingga sebelum memperoleh
mineral di atas, maka diperlukan proses pemisahan terlebih dahulu.
Mineral-mineral yang mendominasi dalam senyawa logam tanah jarang di atas adalah
lantanium, serium, neodimium. Sehingga mineral ini, menjadi ekonomis untuk dilakukan
proses ekstraksi. Pemanfaatan ketiga mineral ini, sangat tinggi dibanding mineral logam
tanah jarang lainnya.
2.2 Mineral Monasit
Kata monasit berasal dari bahasa yunani, monazein, yang artinya ‘menjadi sendiri’. Nama ini
sesuai dengan sifat kristal pada monasit, yaitu kristal terpisah dalam bentuk senyawa fosfat.
Kristal-kristal ini tidak bercampur dengan matriks kristalinnya.
Monasit merupakan bijih utama dari beberapa logam tanah jarang, seperti torium, serium,
dan lantanium. Semua logam tersebut memiliki banyak kegunaan dalam industri dan bernilai
tinggi. Torium merupakan logam radioaktif dan dapat digunakan untuk menggantikan
uranium dalam pembangkit energi nuklir.
Secara teknis, terdapat tiga jenis monasit, yaitu monasit-(Ce), monasit-(La), dan monasit-
(Nd), dengan formula masing-masing (Ce, La, Nd, Th, Y)PO4, (La, Ce, Nd)PO4, dan (Nd,
La, Ce)PO4. Perbedaan formula menunjukkan perbedaan persentase masing-masing unsur
dalam mineral. Unsur pertama dalam formula munjukkan bahwa unsur tersebut memiliki
6
persentase paling besar. Walaupun formula tersebut hanya menunjukkan adanya senyawa
fosfat, namun dalam mineral monasit juga terdapat sedikit silika.
Di bawah ini merupakan komposisi oksida LTJ (% berat) dalam sampel referensi monasit
Bangka yang dianalisis secara spektrometri pendar fluor sinar-X (XRF).
Tabel 2.2 Komposisi oksida logam tanah jarang (% berat) dalam sampel referensi monasit Bangka
Komponen
3
(bentuk oksida) Monasit Komponen
(bentuk oksida) Monasit
Y2O 2,48 3 Lu2O <0,01 3 La2O 12,42 3 ThO 7,55 2 CeO 26,85 2 Cl3O 0,37 8
Pr6O 2,48 11 SiO 2,45 2 Nd2O 11,71 3 TiO 0,42 2 Sm2O 0,05 3 Fe2O 0,10 3 Eu3O 0,28 3 CaO 0,93 Gd2O 1,21 3 MgO <0,01 Tb2O 0,06 3 P2O 24,36 5 Dy2O 0,63 3 Nb2O 0,19 5 Ho2O 0,01 3 Sc2O 0,04 3 Er2O 0,28 3 Ta2O 0,03 5 Tm2O <0,01 3 WO 0,03 3 Yb2O 0,21 3 ZrO 1,00 2
Hilang pijar (HP) 0,31 Total 99,77
Total oksida tanah jarang
60,67
2.3 Unsur Ce
Serium merupakan unsur tanah jarang yang paling melimpah di alam. Serium pertama kali
ditemukan di Bastnas, Swedia oleh Jons Jakob Berzelius dan Wilhelm Hisinger, dan secara
terpisah oleh Martin Heinrich Klaproth di Jerman, tahun 1803. Nama serium diberikan oleh
Berzelius mengacu pada penemuan asteroid Ceres dua tahun sebelumnya (1801). Di alam,
serium ditemukan dalam bentuk oksida, dengan nama ceria. Serium ditemukan dalam
mineral allanite, monazite, bastnasite, hydroxylbastnasite, rhabdophane, zircon, dan
synchysite. Sekitar tahun 1891, Kegunaan serium dalam teknologi mulai dikenal, yaitu ketika
unsur ini digunakan sebagai bahan campuran kain penutup pada petromax yang dibuat oleh
Welsbach. Kain yang digunakan saat itu dicampur dengan torium oksida dan serium oksida.
Serium umumnya terdapat dalam dua bilangan oksidasi, yaitu +3 dan +4. Senyawa serium
yang paling umum adalah serium(IV) oksida (CeO2), yang digunakan sebagai pelapis
permata. Kedua bentuk serium ini memiliki perbedaan sifat yang cukup signifikan. Serium
(III) bersifat basa kuat, sebanding dengan lantanida trivalen lainnya, sedangkan serium (IV)
7
adalah basa lemah. Serium (IV) dalam kondisi asam bersifat oksidator kuat, tapi stabil dalam
kondisi alkali, sedangkan serium (III) adalah reduktor kuat dan mudah teroksidasi dalam
udara terbuka.
Tabel 2.3 Karakteristik unsur serium No Karakteristik Keterangan 1 Lambang Ce 2 Nomor atom 58 3 Ar 140,12 g/mol 4 Konfigurasi elektron [Xe] 4f1 5d1 6s2 5 Bilangan oksidasi +3 dan +4 6 Jari-jari ionik Ce(III): 116 pm
Ce (IV): 97 pm 7 Energi ionisasi Pertama: 534,4 kJ/mol
Kedua: 1050 kJ/mol Ketiga: 1949 kJ/mol
2.4 H2SbBP dan H2
Turunan 4-asil-5-pirazolon dikenal sebagai ligan pengkelat tipe heterosiklik β-diketon,
berkoordinasi dengan ion logam melalui atom oksigen, bersifat basa Lewis keras, dan
memiliki afinitas yang kuat dengan asam Lewis keras, seperti lantanida.
AdBP
Gambar 2.1 Turunan 4-asil-5-pirazolon
4-asilbis(pirazolon) diperoleh dengan mengkombinasikan dua sub-unit 1-fenil-3-metil-4-asil-
5-pirazolon dihubungkan dengan sebuah rantai polimetilen –(CH
2
2)n
- (n=0-8, 10,20).
Turunan 4-asil-5-pirazolon yang dihasilkan memiliki beberapa sifat unik yang berbeda dari
senyawa induknya, seperti nilai pKa yang lebih rendah dan koefisien partisi yang lebih besar
dibandingkan 4-asil-5-pirazolon. Turunan 4-asil-5-pirazolon ini memiliki dua sisi donor β-
diketon pada kedua buah sisi rantai polimetilen. Kedua sisi donor ini menghasilkan
kompleks spesifik bergantung pada panjang rantai polimetilen.
Gambar 2.2 4-asilbis(pirazolon)2
8
Ligan 4-sebakoilbis(1-fenil-3-metilpirazolon-5) (H2
OH
O
CHN
NCH3
N
N
OH
O
CH3
(CH2)8
SbBP) adalah ekstraktan yang bersifat
non polar dan diperkirakan sesuai untuk pemisahan LTJ. Ligan ini memiliki atom oksigen
yang mampu mendonorkan elektron untuk membentuk kompleks dengan LTJ. Selain itu,
terdapat gugus-gugus fungsional yang dapat membantu proses pembentukkan kompleks
dengan LTJ.
Gambar 2.3 Struktur molekul H2
Ligan 4-adipoilbis(1-fenil-3-metilpirazolon-5) (H
SbBP
2AdBP) memiliki sifat yang lebih polar
dibandingkan H2SbBP. Perbedaan H2AdBP dan H2SbBP adalah pada panjang rantai
polimetilen. Rantai polimetilen pada senyawa H2SbBP memiliki n = 8 sedangkan H2AdBP
memiliki n = 4. Perbedaan panjang rantai polimetilen inilah yang menyebabkan H2
OH
O
CHN
NCH3
N
N
OH
O
CH3
(CH2)4
AdBP
memiliki sifat yang lebih polar.
Gambar 2.4 Struktur molekul H2
2.5 Spektrofotometri FT-IR (Fourier Transform-InfraRed)
AdBP
Bila sinar inframerah dilewatkan pada suatu sampel, beberapa dari frekuensi akan diserap
sementara frekuensi lainnya akan diteruskan. Penyerapan sinar inframerah oleh suatu
molekul akan mengakibatkan terjadinya transisi yang berhubungan dengan perubahan
tingkat energi vibrasi di dalam molekul tersebut. Ikatan-ikatan yang berbeda-beda pada suatu
molekul (antara lain C-C, C=C, dan C-O) memiliki frekuensi vibrasi yang berbeda. Adanya
ikatan-ikatan ini pada polimer dapat dideteksi dengan cara mengidentifikasi frekuensi
karakteristiknya sebagai pita absorpsi pada spektrum inframerah.
Aplikasi spektroskopi inframerah untuk mengkarakterisasi senyawa diantaranya adalah
sebagai berikut:
9
1. Untuk identifikasi senyawa. Spektrum IR senyawa organik dan anorganik merupakan
sifat fisik yang khas bagi senyawa-senyawa tersebut kecuali senyawa-senyawa isomer
optis, tidak ada dua senyawa yang memiliki kurva serapan IR yang identik.
2. Menentukan struktur. Daerah frekuensi gugusan, yaitu daerah frekuensi penyerapan
oleh gugus fungsional, sangat berguna dalam penentuan struktur. Frekuensi gugusan
dapat berubah-ubah sedikit disebabkan oleh antaraksi dengan vibrasi-vibrasi lain yang
berkaitan dengan salah satu atau kedua atom yang membentuk gugus tersebut. Tetapi
biasanya antaraksi itu tidak besar sehingga memungkinkan untuk membandingkan suatu
range frekuensi dengan gugus fungsional tersebut. Dalam menentukan struktur suatu
senyawa dapat digunakan peta korelasi. Berdasarkan peta korelasi ini dapat
diperkirakan gugus fungsional apa yang ada dan tidak ada di dalam suatu molekul
dengan cara membandingkan spektrum absorpsi molekul tersebut dengan peta korelasi.
2.6 Spektrofotometri UV-Vis
Bila “cahaya putih” yang berisi seluruh spektrum panjang gelombang, melewati suatu
medium seperti kaca atau suatu larutan kimia berwarna yang tembus cahaya bagi panjang-
panjang gelombang tertentu tetapi menyerap panjang-panjang gelombang yang lain, medium
itu akan tampak berwarna bagi pengamat. Karena hanya gelombang yang diteruskan sampai
ke mata, panjang gelombang tersebutlah yang menentukan warna medium. Warna ini
dikatakan komplementer pada warna yang akan diinderai seandainya cahaya yang terserap
itu dapat ditilik, karena cahaya yang diteruskan dan cahaya yang diabsorpsi menyusun warna
putih aslinya.
Tabel 2.4 Spektrum cahaya tampak dan warna-warna komplementerPanjang gelombang (nm)
4 warna Warna komplementer
400-435 Violet Kuning-hijau 435-480 Biru Kuning 480-490 Hijau-biru Oranye 490-500 Biru-hijau Merah 500-560 Hijau Ungu 560-580 Kuning-hijau Violet 580-595 Kuning Biru 595-610 Oranye Hijau-biru 610-750 merah Biru-hijau
Spektrum tampak terentang dari 400 nm (ungu) sampai 750 nm (merah), sedangkan
spektrum ultraviolet terentang dari 100 nm sampai 400 nm. Semua molekul dapat
mengabsorpsi radiasi dalam daerah UV-Vis karena mengandung elektron, yang dapat
dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang dimana absorpsi itu terjadi
bergantung pada berapa kuat elektron itu terikat dalam molekul. Elektron dalam suatu ikatan
10
kovalen tunggal terikat dengan kuat dan diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang
gelombang pendek untuk eksitasinya (transisi σ-σ*). Jika suatu molekul mengandung suatu
atom yang mempunyai pasangan elektron bebas, sebuah elektron tak terikat (non bonding)
dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi karena elektron non bonding tak terikat
terlalu kuat seperti elektron bonding-sigma, maka absorpsinya terjadi pada panjang
gelombang yang lebih panjang (transisi n-σ*). Elektron dalam ikatan rangkap dua dan
rangkap tiga agak mudah dieksitasikan ke orbital yang lebih tinggi (transisi π-π*).
Pengabsorpsian energi dalam transisi tersebut lebih kuat daripada transisi σ-σ*
Besarnya energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik dengan panjang
gelombang radiasi:
.
∆E = hv = hc/λ (Pers. 2.1)
Dimana ∆E = energi yang diabsorpsi (erg)
h = tetapan planck, 6,6x10-27
v = frekuensi (Hz)
erg det
c = kecepatan cahaya, 3x1010
λ = panjang gelombang (cm)
cm/det
Prinsip kerja spektrofotometri UV-Vis adalah pengukuran absorpsi radiasi oleh suatu sampel
pada panjang gelombang tertentu dan dialirkan pada suatu perekam untuk menghasilkan data
absorbans.
Sumber sinar Alat pemilah panjang gelombang
Ruang sampel/ acuan standar
Pengolah data dan luaran detektor
(Po)λi...λn
(Po)λi
(P)λi
Gambar 2.5 Skema dasar instrumen spektrofotometri UV-Vis
Absorpsi energi direkam sebagai absorbans (A). Absorbans pada suatu panjang gelombang
tertentu didefinisikan sebagai:
5
A = log (Pers. 2.2)
Dimana A = absorbans
11
Po
P = energi radiasi akhir
= energi radiasi awal
Absorbans suatu senyawa pada suatu panjang gelombang tertentu bertambah dengan
banyaknya molekul yang mengalami transisi. Oleh karena itu absorbans bergantung pada
struktur elektronik senyawanya dan juga pada kepekaan contoh serta panjangnya sel contoh.
Menurut hukum Bouguer-Beer, hubungan tersebut dapat digambarkan dengan persamaan:
A = εbc (Pers. 2.3)
Dimana ε = koefisien ekstingsi molar/ absorptivitas molar
b = panjang sel (cm)
c = konsentrasi (M)
Persyaratan prosedur analisis kuantitatif secara spektrofotometri adalah:
1. Pembentukan analit menjadi molekul yang dapat menyerap sinar tampak dengan
kuat misalnya dengan cara mereaksikan suatu unsur dengan pereaksi organik.
2. Pemilihan panjang gelombang bila tidak ada zat-zat lain yang mengganggu yaitu
panjang gelombang yang sesuai dengan absorbans maksimum
3. Pembuatan kurva kalibrasi. Untuk keperluan ini dibuat sejumlah larutan zat yang
dianalisis dengan berbagai konsentrasi yang diketahui. Absorbans larutan diukur
pada panjang gelombang serapan maksimumnya, kemudian dibuat grafik absorbans
terhadap konsentrasi.
4. Pengukuran absorbans analit. Pembentukan warna pada cuplikan harus dilakukan
pada kondisi yang sama seperti pada pembentukan warna untuk standar.
Pereaksi organik yang menimbulkan warna dengan unsur yang dianalisis harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1. Reaksinya dengan analit harus selektif dan sensitif untuk rentang konsentrasi analit
2. Tidak membentuk warna dengan zat lain yang ada dalam larutan yang akan
dianalisis.
3. Reaksinya dnegan analit harus berlangsung cepat dan kuantitatif boleh ulang.
4. Warna yang ditimbulkan harus stabil paling tidak untuk jangka waktu yang tidak
terlalu pendek.
5. Pengaruh pH terhadap kompleks warna harus diketahui.
12
2.7 X-ray Diffraction (XRD)
Salah satu sifat dari sinar-X adalah bahwa sinar ini menjalar menurut arah garis lurus dan
mempunyai daya tembus (ke dalam) bahan yang besar. Karena sinar-X adalah juga sinar
elektromagnetik maka sinar-X dapat didifraksi oleh kisi difraksi. Kisi kristal dapat bertindak
sebagai kisi difraksi untuk sinar-X. Sebagai jalur pendifraksi atom-atom atau ion-ion di
dalam suatu kristal.
Gambar 2.6 Geometri dan difraksi sinar X dalam suatu kristal
Bragg menyusun persamaan matematis berikut untuk menggambarkan difraksi sinar-X yang
terjadi:
nλ = 2d sin θ (Pers. 2.4)
Dimana n = bilangan bulat (1, 2, 3…..)
θ = sudut difraksi (sudut Bragg)
λ = panjang gelombang sinar-X
d = jarak antar bidang
Pengukuran melalui difraksi sinar-X ini merupakan salah satu metoda untuk mengetahui
sistem kristal dari suatu bahan. Pengukuran didasarkan pada perhitungan jarak antara
puncak-puncak difraktogram yang terbentuk dengan menggunakan persamaan Bragg. Selain
itu, XRD juga dapat digunakan untuk menentukan derajat kristalinitas bahan.
Banyak polimer yang berstruktur parsial kristalin. Pola difraksi sinar x untuk suatu polimer
kristalin menunjukkan adanya puncak tajam yang berhubungan dengan daerah
berketeraturan tinggi, dan juga puncak landai yang karakteristik untuk senyawa dengan
keteraturan rendah seperti cairan. Adanya kedua jenis puncak ini menunjukkan bahwa pada
polimer kristalin terdapat daerah yang teratur dan tidak teratur.
13
Keteraturan struktur molekul dengan kristalinitas saling berhubungan. Polimer kristalin
adalah polimer yang strukturnya teratur secara kimia dan geometris. Adanya ketidakteraturan
seperti percabangan rantai akan mengurangi kristalinitas. Sebaliknya, polimer amorf, atau
tidak kristalin adalah polimer yang strukturnya tidak teratur. Suatu polimer dapat memiliki
struktur intermediet antara kristalin dan amorf. Pada difraktogram dari struktur intermediet
tersebut, terlihat dua buah puncak kristalin yang tajam dan puncak amorf yang landai.
Perhitungan derajat kristalinitas umumnya didasarkan pada perbandingan luas di bawah
puncak-puncak tersebut. Perhitungan berdasarkan tinggi puncak:
%100)(×
+=
KOaOcOcXc (Pers. 2.5)
Dimana Xc = derajat kristalinitas
Oc = luas bagian kristalin
Oa = luas bagian amorf
K = tetapan geometri
2.8 Ekstraksi Cair-Cair
Ekstraksi cair-cair adalah suatu metoda yang digunakan untuk memisahkan komponen-
komponen dari suatu campuran. Ekstraksi cair-cair memiliki peranan penting bagi
lingkungan, pengobatan, dan laboratorium industri. Salah satu penggunaan ekstraksi cair-cair
dalam lingkungan adalah pada analisis trihalometan. Monitoring trihalometan (CHCl3,
CHBrCl2, CHBr2Cl, dan CHBr3
) dalam air minum dilakukan karena senyawa-senyawa
tersebut diketahui bersifat karsinogenik. Sebelum dilakukan analisis dengan kromatografi
gas, trihalometan dipisahkan dari matriks air dengan ekstraksi cair-cair menggunakan
pentana.
Gambar 2.7 Prinsip pemisahan ekstraksi cair-cair
Dalam ekstraksi cair-cair sederhana, senyawa yang akan dipisahkan (solut) terpartisi antara
dua fasa yang saling tidak campur. Dalam sebagian besar kasus, salah satu fasa adalah (air)
dan fasa yang lain adalah pelarut organik, seperti dietil eter atau kloroform. Karena kedua
fasa saling tidak campur maka akan terbentuk dua lapisan, dimana fasa yang memiliki
7
14
kerapatan lebih tinggi akan berada di bagian bawah. Pada awal ekstraksi, solut berada di
salah satu fasa, namun ketika ekstraksi berlangsung, solut akan berada di kedua fasa.
Misalkan fasa umpan mengandung suatu komponen I, yang ingin dipisahkan. Penambahan
fasa kedua (fasa pelarut), yang saling tidak campur dengan fasa umpan, namun komponen I
dapat larut di kedua fasa, menyebabkan beberapa komponen I (solut) berpindah dari fasa
umpan ke fasa pelarut. Setelah ekstraksi selesai, fasa umpan disebut fasa raffinate dan fasa
pelarut disebut fasa ekstrak.
Efisiensi ekstraksi cair-cair ditentukan oleh konstanta keseimbangan untuk partisi solut
antara kedua fasa. Efisiensi ekstraksi juga dipengaruhi oleh reaksi sekunder yang melibatkan
solut. Contoh reaksi sekunder adalah reaksi asam-basa dan pembentukan kompleks. Setelah
ekstraksi selesai, kedua fasa dapat dipisahkan karena sifat saling tidak campur antara dua
fasa. Komponen I dapat dipisahkan dari fasa ekstrak dengan cara distilasi. Ekstraksi dapat
dilakukan berulang kali hingga diperoleh komponen I lebih banyak.
Untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi, dapat ditambahkan satu atau beberapa ekstraktan ke
dalam fasa pelarut. Ekstraktan akan berinteraksi dengan komponen I dan meningkatkan
kapasitas pelarut terhadap komponen I. Untuk memperoleh kembali solut dari fasa ekstrak,
kompleks solut-ekstraktan harus didegradasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pemilihan pelarut:
1. Selektivitas
Tingkat kemudahan pemisahan suatu ion logam dengan menggunakan proses ekstraksi
pelarut dapat diketahui bedasarkan nilai faktor pemisahan atau selektivitas (α) yang
merupakan suatu perbandingan antara angka banding distribusi logam yang satu dengan
logam yang lain.
α = D1/D2
Dimana α = selektivitas
(Pers. 2.6)
D1
D
= angka banding distribusi logam 1
2
Agar dapat dilakukan pemisahan, pelarut harus mampu menghasilkan α > 1. Sedangkan
untuk proses ekstraksi yang menghasilkan jumlah logam yang terekstraksi masing-
masing 99% logam 1 dan 1% logam 2 harus memiliki nilai α = 10
= angka banding distribusi logam 2
4.
2. Koefisien distribusi (K
6
D
Koefisien distribusi merupakan suatu tetapan yang menggambarkan distribusi suatu zat
terlarut di antara kedua fasa. Dalam hal ini hanya digunakan satu bentuk zat terlarut
dalam mendefinisikan koefisien distribusi. Apabila suatu fasa kedua ditambahkan ke
)
15
dalam fasa pertama yang di dalamnya terdapat suatu zat terlarut (S), maka S terpartisi di
antara kedua fasa tersebut.
Sfasa 1 ↔ S
Pada keadaan ini, terdapat suatu tetapan kesetimbangan yang disebut koefisien
distribusi.
fasa 2
KD = [Sfasa2]/[Sfasa1
Dimana KD = koefisien distribusi
] (Pers. 2.7)
[Sfasa1
[S
] = konsentrasi S dalam fasa 1
fasa2
Jika nilai K
] = konsentrasi S dalam fasa 2
D cukup besar, maka zat terlarut sebagian besar akan berpidah dari fasa 1 ke
fasa 2. Sebaliknya, jika nilai KD
Angka banding distribusi (D) adalah perbandingan konsentrasi total zat terlarut dalam
kedua fasa. Secara matematik dapat dituliskan sebagai berikut:
kecil, maka zat terlarut akan cenderung tetap berada di
fasa 1. Apabila 2 fasa mengandung 2 jenis zat terlarut, dan salah satunya lebih
cenderung larut dalam fasa kedua yang ditambahkan, maka dapat dilakukan pemisahan
diantara kedua zat terlarut tersebut.
D = [Sfasa2]total/[Sfasa1]total
Dimana D = angka banding distribusi
(Pers. 2.8)
[Sfasa1]total
[S
= konsentrasi total S dalam fasa 1
fasa2]total
Nilai K
= konsentrasi total S dalam fasa 2
D
3. Kelarutan pelarut
akan sama dengan nilai D apabila zat terlarut hanya terdapat dalam bentuk
satu spesi dalam masing-masing fasa.
Gambar 2.8 Diagram fasa dua pelarut
Dari diagram fasa di atas terlihat bahwa A dan S merupakan campuran yang saling
tidak campur dan sangat cocok digunakan untuk ekstraksi cair-cair.
8
4. Perolehan kembali solut dari pelarut
Persyaratan agar solut mudah diperoleh kembali:
a. Tidak terbentuk azeotrop antara pelarut dan solut.
b. Campuran bersifat volatile.
c. Pelarut memiliki energi penguapan yang rendah.
5. Kerapatan
16
Fasa dengan kerapatan lebih besar akan berada di lapisan bawah. Agar terbentuk 2
lapisan atas dan bawah, maka kerapatan dua fasa harus berbeda.
6. Tegangan antarmuka
Semakin besar tegangan antarmuka antara dua fasa maka penggabungan emulsi semakin
mudah terjadi sehingga dua fasa terpisah dengan jelas. Namun hal ini akan mempersulit
dispersi solut antar dua fasa sehingga efisiensi ekstraksi berkurang.
7. Kereaktivan kimia
Pelarut harus bersifat stabil dan inert terhadap fasa umpan.
8. Harga
Karena dalam ekstraksi cair-cair dibutuhkan jumlah pelarut yang banyak, perlu
dipertimbangkan harga dari pelarut tersebut. Diutamakan penggunaan pelarut yang
murah.
9. Sifat fisik
Viskositas rendah, tekanan uap rendah, tidak mudah terbakar, dan tidak beracun.
2.9 Ekstraksi Cair-Cair yang Melibatkan Pengkelat Logam
Salah satu aplikasi ekstraksi cair-cair adalah ekstraksi selektif ion logam menggunakan agen
pengkelat. Sebagian besar agen pengkelat memiliki kelarutan yang sangat kecil dalam fasa
(air), oleh karena itu agen pengkelat ditambahkan pada fasa organik. Agen pengkelat akan
terekstraksi ke dalam fasa (air) dan membentuk kompleks logam-ligan yang kemudian
terekstrak ke dalam fasa organik, sesuai skema ekstraksi:
Gambar 2.9 Skema ekstraksi yang melibatkan pengkelat logam
Jika konsentrasi ligan jauh lebih besar daripada konsentrasi ion logam, maka rasio distribusi
dapat dihitung dengan persamaan:
9
(Pers. 2.9)
17
Dimana β = tetapan pembentukan kompleks ligan-logam
KD,c
K
= koefisien distribusi kompleks
a
C
= tetapan asam HL
L
K
= konsentrasi ligan di fasa organik sebelum ekstraksi
D,L
[H
= koefisien distribusi ligan
3O+] = konsentrasi H+
n = koefisien ligan yang membentuk kompleks dengan 1 koefisien logam
di fasa (air)
Persamaan 2.9 dapat disubstitusi ke persamaan 2.10 untuk menentukan efisiensi ekstraksi.
(Pers. 2.10)
Dimana Qaq
V
= fraksi solut yang tertinggal di fasa (air) skeletal ekstraksi terakhir
aq
V
= volume pelarut fasa (air)
org
n = jumlah perulangan ekstraksi
= volume pelarut fasa org
2.10 Pembentukan Kompleks
Suatu ion (atau molekul) kompleks terdiri dari satu atom (ion) pusat dan sejumlah ligan yang
terikat erat dengan atom (ion) pusat itu. Jumlah relatif komponen-komponen ini dalam
kompleks yang stabil nampak mengikuti stoikiometri yang sangat tertentu, meskipun ini
tidak dapat ditafsirkan di dalam lingkup konsep valensi yang klasik. Atom pusat ditandai
oleh bilangan koordinasi, suatu angka bulat, yang menunjukkan jumlah ligan (monodentat)
yang dapat membentuk kompleks yang stabil dengan satu atom pusat. Pada kebanyakan
kasus, bilangan koordinasi adalah 6 (seperti dalam kasus Fe2+, Fe3+, Zn2+, Cr3+, CO3+, Ni2+,
Cd2+), kadang-kadang 4 (Cu2+, Cu+, Pt2+), tetapi bilangan-bilangan 2 (Ag+) dan 8 (beberapa
ion dari golongan platinum) juga terdapat. Untuk golongan lantanida, bilangan koordinasi
umumnya dijumpai melebihi 6. Dalam ion [Ce(NO3)6]2-, Ce dikelilingi oleh 12 atom oksigen
dari gugus kelat NO3
Reaksi pembentukan sebuah kompleks disebut sebagai reaksi asam basa Lewis. Asam Lewis
adalah penerima elektron, dan basa lewis adalah penyumbang elektron. Dalam pembentukan
kompleks Ag(CN)
.
2-, ligan CN- bertindak sebagai basa yang menyumbangkan sepasang
elektron ke Ag+, yaitu asamnya.
18
Molekul-molekul atau ion-ion yang berlaku sebagai ligan umumnya mengandung sebuah
atom elektronegatif, seperti nitrogen, oksigen, atau salah satu unsur halogen. Ligan-ligan
yang hanya mempunyai satu pasang elektron yang tidak tergabung, sebagai contoh: NH3
,
akan dikatakan unidentat. Ligan-ligan yang mempunyai dua gugus yang mampu membentuk
dua ikatan dengan atom pusat akan dikatakan bidentat.
Gambar 2.10 Senyawa kelat EDTA-logam
Lingkaran heterosiklik yang terbentuk melalui interaksi dari sebuah ion logam dengan dua
atau lebih gugus fungsional dalam ligan yang sama disebut lingkaran kelat; molekul
organiknya adalah bahan kelat, dan kompleks-kompleksnya disebut kelat atau senyawa kelat.
9
Reaksi pembentukan kompleks secara umum:
M + nL → MLn
Tetapan pembentukan kompleks didefinisikan sebagai:
(Pers. 2.11)
Dimana K = tetapan pembentukan kompleks
[MLn] = konsentrasi kompleks
[M] = konsentrasi logam pusat
[L] = konsentrasi ligan
n = jumlah ligan yang terikat dengan logam
2.11 Alizarin
Alizarin red S (sodium alizarinesulfonate) adalah molekul yang diekstrak dari ”madder”:
Rubia tinctorum. Tanaman ini menghasilkan bahan pencelup tekstil dan diketahui memiliki
efek menyembuhkan beberapa jenis penyakit seperti keletihan di farmakologi tradisional
Moroccan. Saat ini, alizarin disintesis dari antraquinon. Senyawa ini termasuk dalam
keluarga dihidroksiantraquinon yang dikenal memiliki sifat biologi dan farmasi.
19
Gambar 2.11 Struktur molekul Alizarin Red S10
Molekul quinon adalah penerima elektron yang baik karena memiliki LUMO yang rendah.
Substituen hidroksil bersifat elektronegatif sehingga menyebabkan konjugasi molekular dan
menurunkan LUMO. Oleh karena itu memungkinkan banyaknya transisi π→π*. Molekul ini
berwarna dan digunakan sebagai pencelup.
Gambar 2.12 Struktur molekul Alizarin
Alizarin digunakan dalam bentuk kompleks sebagai pencelup mordant untuk katun, wool,
dan sutra. Ion-ion logam membantu kemudahan molekul pencelup masuk dalam fiber tekstil
sehingga meningkatkan kecepatan pencucian. Kemampuan alizarin untuk menangkap ion
logam digunakan pada banyak aplikasi, seperti:
10
1. Analisis tanah, tanaman, air alam, dan air pembuangan.
11
2. Sintesis matriks resin penukar ion.
3. Reaksi katalisis.
4. Pengukuran sifat keras air, analisis serum dalam darah manusia dengan penentuan kadar
kalsium dan magnesium secara spektrometri.
5. Penentuan voltametri kation logam menggunakan elektroda yang dimodifikasi dengan
alizarin.
6. Pengukuran konsentraasi anion: penentuan florida dalam air hujan asam, air tanah, dan
air keran dengan kompleks lantanium-alizarin.
7. Indikator logam karena terjadi perubahan warna yang tajam ketika terbentuk kompleks.