2. ISI PKM RABIES TS

26
Penyuluhan Penanganan Awal Mencuci Luka Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) untuk Mencegah Penularan Rabies pada Siswa-Siswi SMA Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap orang. Dengan jiwa dan raga yang sehat, seseorang dapat menikmati kualitas hidup mereka secara optimal. Dalam pemeliharaan kesehatan ini, tidak selalu berjalan dengan mulus. Berbagai masalah dikaitkan dengan gangguan pada kesehatan. Masalah pada kesehatan disebabkan oleh multifaktor, baik karena gangguan fisiologis sehingga mengakibatkan penyakit atau disebabkan oleh penyakit dari lingkungan eksternal. Dari lingkungan eksternal, hal ini difokuskan pada penyakit menular maupun tidak menular. Pada penyakit menular khususnya, di masyarakat jumlah kejadiannya semakin meningkat pada tahun tahun terakhir ini. Beberapa penyebabnya yaitu program pengendalian vektor penyakit seperti serangga, tikus dan hewan penular penyakit pada manusia lainnya kurang berjalan dengan baik, kepadatan penduduk secara berlebihan disertai kondisi kebersihan lingkungan yang kurang. Salah satu 1

description

s

Transcript of 2. ISI PKM RABIES TS

BAB IV

Penyuluhan Penanganan Awal Mencuci Luka Gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) untuk Mencegah Penularan Rabies pada Siswa-Siswi SMA Kecamatan Tampaksiring Kabupaten Gianyar

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap orang. Dengan jiwa dan raga yang sehat, seseorang dapat menikmati kualitas hidup mereka secara optimal. Dalam pemeliharaan kesehatan ini, tidak selalu berjalan dengan mulus. Berbagai masalah dikaitkan dengan gangguan pada kesehatan. Masalah pada kesehatan disebabkan oleh multifaktor, baik karena gangguan fisiologis sehingga mengakibatkan penyakit atau disebabkan oleh penyakit dari lingkungan eksternal. Dari lingkungan eksternal, hal ini difokuskan pada penyakit menular maupun tidak menular. Pada penyakit menular khususnya, di masyarakat jumlah kejadiannya semakin meningkat pada tahun tahun terakhir ini. Beberapa penyebabnya yaitu program pengendalian vektor penyakit seperti serangga, tikus dan hewan penular penyakit pada manusia lainnya kurang berjalan dengan baik, kepadatan penduduk secara berlebihan disertai kondisi kebersihan lingkungan yang kurang. Salah satu penyakit menular sampai saat ini yang angka kejadiannya masih tinggi dan penanganannya belum sepenuhnya berhasil adalah rabies atau penyakit anjing gila.Rabies atau penyakit anjing gila merupakan penyakit menular akut yang disebabkan oleh virus rabies yang menyerang susunan syaraf pusat penderitanya. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies melalui medium air ludah, terutama anjing, kucing, kera dan musang (hewan berdarah panas). Penyakit ini juga dapat ditularkan langsung kepada manusia melalui kontak gigitan atau lebih dikenal dengan istilah direct zoonosis. Rabies merupakan penyakit yang ditakuti oleh masyarakat karena angka kematiannya hampir mencapai 100% (CFR 100%). Gejala-gejala yang terjadi pada manusia tergantung dari stadium klinis yang sedang dialami pasca terinfeksi oleh rabies. Gejala awal atau pada stadium prodormal meliputi perasaan gelisah, deman, malaise, mual, rasa nyeri dan gatal pada bekas luka gigitan. Sedangkan pada stadium lanjut, gejala-gejala yang timbul meliputi peningkatan tonus-tonus otot dan aktivitas simpatik, rasa haus, fotofobia, hidrofobia, agresif, halusinasi, selalu ketakutan dan lumpuhnya otot-otot tubuh seperti otot pernafasan yang dapat menyebabkan kematian. Oleh karena itu, upaya promosi kesehatan, pencegahan, pengendalian dan manajemen penyakit ini di indonesia harus mendapatkan perhatian khusus mengingat bahaya yang ditimbulkannya (Jackson 2008).Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki angka kejadian rabies cukup tinggi. Menurut departemen kesehatan republik indonesia, kasus gigitan rabies di indonesia mencapai 20.926 kasus gigitan pertahun (Depkes 2011). Daerah di Indonesia sampai tahun 2010 yang masih terlular rabies pun masih terbilang masif, yakni 24 dari 33 provinsi. Sembilan provinsi yang dinyatakan bebas rabies adalah Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Papua Barat dan Papua. Pada tahun 2009, jumlah gigitan terbilang 42.106 kasus dengan jumlah orang yang meninggal karena rabies 137 orang. Tahun 2010 pada bulan Januari hingga Agustus, jumlah korban gigitan hewan penular rabies sedikit menurun, yakni 40.180 kasus dengan jumlah kematian 113 orang (Judarwanto 2011). Pulau Bali dinyatakan sebagai pulau yang bebas rabies sampai dengan November 2008, tetapi mulai sejak itu terjadi kejadian luar biasa di Pulau Bali dimana ditemukan 4 orang meninggal dari 3 desa di Bali setelah tergigit anjing. Pulau Bali memiliki jumlah penduduk 3.9 juta pada luas wilayah 5600 km2 dengan angka gigitan anjing >100 ekor per km2. Angka ini merupakan salah satu angka tertinggi di dunia. Jumlah insiden gigitan anjing di Bali dilaporkan pada tahun 2009 sebanyak 21,806 dan pada November 2010 sebanyak 48,298. Sampai saat ini penyebaran virus rabies atau penyakit anjing gila di Bali kian mengkhawatirkan. Padahal jumlah anjing yang terinfeksi virus mematikan itu kurang dari 0,1 persen atau hanya sekitar 400 ekor dari perkiraan populasi anjing di Bali yang mencapai 500.000 ekor.

Gigitan hewan penyebab rabies (HPR) sudah ada sebelum tahun 2008, tetapi jumlah pasien yang mencari pengobatan ke tempat pelayanan medis tidak tinggi. Hal ini dikarenakan diagnosis rabies masih diabaikan dan dianggap tidak membahayakan. Penyebab lain yang menyebabkan peningkatan penyebaran rabies setelah tahun 2008 yaitu rendahnya surveillance dan kebijakan impor anjing yang belum di vaksinasi dari daerah flores (Clifton 2010). Lain halnya dengan tahun sekarang, jumlah pasien akibat gigitan HPR yang mencari pengobatan meningkat. Hal ini nampak pada laporan tahun 2014 Puskesmas Tampaksiring 1 dengan jumlah penderita yang digigit HPR adalah 559 orang. Jumlah kejadian gigitan anjing yang cukup banyak ini kemungkinan disebabkan karena banyaknya populasi anjing di kecamatan Gianyar yang memberikan resiko tinggi masyarakat tergigit anjing.Undang-Undang no. 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa penyuluhan kesehatan masyarakat diselenggarakan guna meningkatkan pengetahuan, kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat dan aktif berperan serta dalam upaya kesehatan. Penyuluhan kesehatan masyarakat merupakan salah satu kegiatan yang melekat pada setiap kegiatan upaya kesehatan dan selalu ada dalam program kesehatan, baik yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, maupun masyarakat (Depkes RI, 2014).Penyuluhan kepada masyarakat tentang pengaruh perilaku mencuci luka dengan benar merupakan salah satu solusi yang murah dan efektif dalam pencegahan penyakit dan dijadikan keharusan agar kita terlindung dari bahaya kuman yang ikut masuk ke dalam tubuh kita dan dapat meningkatkan kesadaran, sikap dan perilaku masyarakat dalam upaya pencegahan penularan penyakit rabies. Selain itu bertujuan juga untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit rabies, cara pencegahan dan pertolongan pertama yang harus diberikan kepada penderita gigitan hewan rabies.BAB II

PERENCANAAN

2.1. Identifikasi MasalahRabies merupakan penyakit fatal yang disebabkan oleh Lyssavirus yang sudah ada sejak abad ke 19 di Indonesia. Pulau Bali dinyatakan sebagai pulau yang bebas rabies sampai dengan November 2008, tetapi mulai sejak itu terjadi kejadian luar biasa di Pulau Bali. Pulau Bali memiliki jumlah penduduk 3.9 juta pada luas wilayah 5600 km2 dengan angka gigitan anjing >100 ekor per km2. Angka ini merupakan salah satu angka tertinggi di dunia. Jumlah insiden gigitan anjing di Bali dilaporkan pada tahun 2009 sebanyak 21.806 dan pada November 2010 sebanyak 48.298. Gigitan hewan penyebab rabies (HPR) sudah ada sebelum tahun 2008, tetapi jumlah pasien yang mencari pengobatan ke tempat pelayanan medis tidak tinggi. Hal ini dikarenakan diagnosis rabies masih diabaikan dan dianggap tidak membahayakan. Lain halnya dengan tahun sekarang, jumlah pasien akibat gigitan HPR yang mencari pengobatan meningkat. Hal ini nampak pada laporan tahun 2014 Puskesmas Tampaksiring 1 dengan jumlah penderita yang digigit HPR adalah 559 orang.Peningkatan jumlah gigitan HPR ini berimplikasi terhadap kebutuhan Vaksin Anti Rabies (VAR). Hal ini tergambar dalam laporan puskesmas Tampaksiring 1 yakni pada tahun 2014 jumlah penggunaan VAR sebanyak 330 vial. Prosedur dan indikasi dalam pemberian VAR memang sudah dibuat oleh dinas kesehatan. Akan tetapi realisiasi dari pelaksanaan prosedur ini di lapangan tidak sepenuhnya diaplikasikan dengan benar sesuai indikasi. Seperti diketahui bersama bila ada indikasi pemberian VAR pada luka gigitan, maka terhadap luka resiko rendah cukup diberi VAR saja tanpa SAR. Yang termasuk luka yang tidak berbahaya adalah jilatan pada kulit luka, garukan, lecet, luka kecil disekitar tangan, badan, dan kaki. Bahkan pada pasien gigitan HPR apabila sebelumnya sudah sempat divaksinasi dalam kurun waktu kurang dari 3 bulan dan dipastikan hewan yang menggigit aman dari rabies, seharusnya tidak diperlukan pemberian vaksin berulang (Suharto 2007). Terlebih lagi sudah ada program eliminasi rabies di Bali yaitu dengan pemberian vaksin masal pada HPR mulai akhir 2010. Hal ini menyebabkan jumlah kasus rabies pada HPR menurun 72% antara 2010 sampai 2011, dan menurun 90% antara 2010 sampai 2012. Berdasarkan fakta ini, seharusnya kekhawatiran masyarakat tidak berlebihan terhadap rabies dan memberikan kepercayaan terhadap tenaga kesehatan untuk bekerja sesuai dengan prosedur yang ditetapkan dalam penentuan indikasi luka mana yang memerlukan atau tidak perlu untuk diberikan vaksin.

Untuk itu penulis membuat program penyuluhan terkait hal ini sebagai bahan untuk mengetahui gambaran persepsi masyarakat tentang penularan virus rabies, wawasan tentang perilaku cuci luka gigitan HPR, dan pengetahuan tentang indikasi pemberian VAR. Selain itu, gigitan binatang juga cenderung tinggi pada kelompok usia anak SMA. Anak SMA diharapkan bisa menyebarkan informasi kepada keluarga dan lingkungan sekitarnya karena anak SMA dinilai sudah cukup dewasa untuk memahami dan mengaplikasikan materi penyuluhan. 2.2 Analisis Masalah

2.2.1. Penyebab langsungRabies ditularkan secara zoonosis (melalui hewan) paling sering melalui gigitan HPR yang terinfeksi, seperti anjing, kucing, atau monyet. Masa inkubasi pada anjing dan kucing kira-kira 2 minggu. Pada manusia masa inkubasi virus sekitar 2 sampai 3 minggu, yang paling lama 1 tahun, semua tergantung pada jumlah virus yang masuk melalui luka gigitan, dalam atau tidaknya luka, luka tunggal atau banyak, dan dekat atau tidaknya luka dengan susunan saraf pusat. 2.2.2. Keadaan saranaDari institusi: telah tersedia sarana pelayanan kesehatan yang memadai untuk penanganan dari rabies dalam bentuk VAR. Sarana yang dibantu berupa LCD untuk membantu proses penyuluhan.2.2.3. Keadaan ketenagaan

1. Kategori petugas kesehatan: dokter umum, perawat, petugas P2M.2. Tugas dokter umum: memberikan pelayanan dan penanganan rabies sesuai dengan kompetensi.3. Tugas perawat: membantu dokter umum memberikan pelayanan dan penanganan rabies4. Tugas petugas Pencegahan Penyakit Menular (P2M): membantu dokter umum memberikan penyuluhan tentang rabies secara berkala.2.2.4. Pemahaman dan pengalaman masyarakatUntuk mengetahui gambaran pemahaman masyarakat wilayah kerja puskesmas Tampaksiring I Kabupaten Gianyar mengenai rabies dilakukan dengan menanyakan ke pemegang program P2M puskesmas dan melihat laporan tahunan angka gigitan HPR yang mencari VAR. Menurut Bu Lestari yang menjabat sebagai pemegang program P2M, jumlah masyarakat yang digigit HPR cukup tinggi sehingga permintaan VAR juga tinggi. Sebagaian besar dari masyarakat yang digigit tidak melakukan penanganan awal mencuci luka gigitan dengan benar. Kondisi demikian terjadi karena puskesmas sendiri belum pernah melakukan kegiatan penyuluhan tentang rabies, rantai penularannya, dan penanganan awal mencuci luka gigitan. 2.3 Sasaran dan TargetSasaran dalam penyuluhan ini adalah masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I Kabupaten Gianyar. Berdasarkan keterangan dari pemegang program P2M, penyuluhan sejenis dengan permasalahan penanganan awal mencuci luka gigitan HPR belum pernah dilakukan ditingkat sekolah sehingga sangat disarankan oleh pemegang program. Siswa-siswi SMA juga dianggap sudah cukup dewasa untuk memahami materi penyuluhan dan diasumsikan bisa menyebarkan informasi kepada keluarga dan orang sekitar terkait rabies dan penanganan awalnya. Jumlah target ditetapkan berdasarkan dengan pertimbangan waktu efektif belajar dan keterbatasan tempat yang tidak cukup untuk menampung semua anak-anak SMA yaitu hanya siswa-siswi kelas X saja. SMA X dipilih sebagai target karena SMA tersebut memiliki siswa-siswi yang asal tempat tinggalnya bervariasi dari beberapa desa di wilayah kerja Puskesmas Tampaksiring I sehingga diharapkan informasi tersebar lebih merata.2.4 Tujuan Penyuluhan

Adapun tujuan dilakukannya penyuluhan adalah untuk memberikan informasi yang benar kepada siswa-siswi SMA tentang rabies, penggunaan VAR sesuai indikasi dan penanganan awal mencuci luka gigitan HPR dengan benar.2.5 Strategi Penyuluhan

2.5.1 Persiapan PenyuluhanPersiapan dimulai dengan melakukan koordinasi terlebih dahulu bersama Kepala Puskesmas Tampaksiring I, dr. Kadek Suryawan, M.Kes. mengenai masalah yang akan diangkat sebagai bahan penyuluhan. Selanjutnya dilakukan koordinasi dengan pemegang program terkait tempat dilakukan penyuluhan. Selanjutnya dilakukan persiapan dalam hal penguasaan materi penyuluhan, cara penyampaian materi, pembuatan media penyuluhan berupa pamflet menggunakan bahasa yang sederhana dan gambar yang menarik. Penguasaan materi penyuluhan dilakukan dengan cara membaca buku, mencari informasi di internet, melihat video-video tentang cara mencuci luka dengan benar. Selain itu, persiapan penyuluhan juga terdiri dari penyusunan materi penyuluhan dalam bentuk power point presentation/ slide serta gambar/ video yang relevan serta pemberian pre-test dan post-test pada siswa siswi SMA Tampaksiring 1.2.5.2 Pelaksanaan Penyuluhan Pada hari sabtu tanggal 25 April 2015, pukul 9.00-11.00 WITA penyuluhan dilaksanakan di SMAN 1 Tampaksiring. Sebelumnya penyuluh meminta ijin serta memperkenalkan diri kepada Kepala sekolah yang bersangkutan. Setelah itu, penyuluh dipersilakan memasuki aula dimana murid-murid telah berkumpul. Sebelumnya melakukan pre-test untuk mengukur sejauh mana pengetahuan siswa mengenai rabies dan perawatan serta pencucian luka, penyuluh memperkenalkan diri terlebih dahulu. Setelah itu penyuluh akan menyampaikan materi rabies dan perilaku cuci luka dengan menggunakan power point. Penyampaian dilakukan dengan memberi ceramah dengan bahasa yang mudah dimengerti. Setelah pemberian materi, dilakukan pemutaran video-video yang berisi demonstrasi cara mencuci luka gigitan dengan sabun yang benar dan juga video berhubungan dengan rabies. Pemberian materi dilakukan dengan durasi kurang lebih 30 menit dan pemberian video ini juga dilakukan dengan durasi yang kurang lebih sama. Selanjutnya dilakukan sesi tanya jawab yang berlangsung kurang lebih 20 menit untuk memastikan kembali siswa benar-benar mengerti materi yang telah disampaikan serta memberi kesempatan bagi siswa untuk bertanya maupun sharing mengenai masalah rabies yang ada di lingkungan. Setelah melakukan tanya jawab, penyuluh memberikan post-test untuk mengukur sejauh mana daya tangkap siswa mengenai materi yang disampaikan serta untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan penyuluhan. Secara kasar kurang lebih waktu yang diperlukan untuk penyuluhan yaitu 2 jam.2.6 Isi Penyuluhan

Materi penyuluhan yang akan diberikan yaitu:

1. Definisi dan pengetahuan umum tentang rabies, penyebab, faktor risiko, gejala-gejala, pencegahan, indikasi VAR dan penanggulangan rabies. 2. Pengetahuan dan keterampilan tentang mencuci luka gigitan HPR dengan benar.3. Pengetahuan tentang manfaat mencuci luka gigitan hewan dengan sabun serta akibat jika tidak mencuci luka gigitan dengan sabun. 2.7 Metode Penyuluhan

Metode yang dilakukan pada penyuluhan ini adalah penyuluhan dan penyampaian materi secara interaktif tentang rabies serta perilaku mencuci luka gigitan HPR mengunakan sabun dengan benar dan demonstrasi cara mencuci luka gigitan dengan sabun yang benar.2.8 Media Penyuluhan

Media penyuluhan yang digunakan adalah power point dan pemutaran video. Media power point ini dipilih karena lebih mudah dibuat, waktu untuk membuatnya tidak banyak, dapat mencapai orang banyak dan isi pokok pembicaraan dapat disiapkan sebelumnya serta urutan penyajiannya dapat diatur. Sedangkan untuk media video dipilih karena dapat menunjukan secara langsung melalui contoh nyata tentang bahaya rabies di lingkungan sekitar serta simulasi penanganan trauma akibat tergigit/tergores hewan.2.9 Rencana Penyuluhan

Penyuluhan akan dilaksanakan di SMAN 1 Tampaksiring bertempat di ruangan aula SMAN 1 Tampaksiring dengan alokasi waktu sebagai berikut :

WaktuKegiatanMetodeFasilitatorAcuan

09.00-09.15Perkenalan diri dan PretestCeramah dan penilaianDokter MudaPower pointKertas

09.15-9.45Presentsi rabies dan penanganan luka gigitan anjingCeramahDokter MudaPowerpoint

9.45-10.25Pemutaran video rabies & penanganan luka gigitanCeramah dengan bantuan videoDokter MudaMateri rabies dan penanganan luka

10.25-10.45Tanya jawabCeramahDokter MudaMateri rabies dan penanganan luka

10.45-11.00Post Test dan PenutupPenilaianDokter MudaMateri rabies dan penanganan luka

2.10 Rencana Evaluasi

2.10.1 Penilaian Proses

1. Indikator penilaiana) Dukungan dari pihak Puskesmas Tampaksiring I dan pihak sekolah yang bersangkutan. b) Ketepatan waktu pelaksanaan.c) Jumlah cakupan peserta penyuluhand) Keseriusan peserta dalam mengikuti penyuluhan.

2. Waktu penilaian: penilaian dilakukan sebelum, selama, dan sesudah pelaksanaan.3. Cara penilaiana) Tidak adanya kesulitan dalam melaksanakan koordinasi dengan pihak Puskesmas maupun pihak sekolahb) Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana pelaksanaanc) Jumlah peserta sesuai dengan target yang direncanakan4. PenilaiDokter muda2.10.2 Penilaian hasil

1. Indikator penilaiana) Keseriusan peserta dalam mengikuti ceramah, melalui jumlah peserta yang berbicara dengan temannya sendiri, jumlah peserta yang mengantuk/menguap selama jalannya penyuluhan, dan jumlah peserta yang keluar dari tempat penyuluhan selama kegiatan berlangsung.b) Pertanyaan dari peserta yang diajukan selama tanya jawab berlangsung.c) Penilaian pengetahuan tentang rabies dan mencuci luka gigitan dengan sabun yang dinilai sebelum dan sesudah penyuluhan dengan memberi pertanyaan kepada peserta.2. Waktu penilaianWaktu penilaian dilakukan sebelum dan sesudah penyuluhan.3. Cara penilaianMenggunakan pertanyaan lisan dan pengamatan langsung.4. PenilaiDokter muda.BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

3.1 Waktu dan Tempat Penyuluhan

Hari/ tanggal

: Sabtu, 25 April 2015

Pukul

: 09.00-11.00 WITA

Tempat

: Puskesmas Tampaksiring I

3.2 Peserta

Peserta yang hadir adalah perwakilan siswa-siswi SMAN 1 Tampaksiring kelas X berjumlah total 40 orang.3.3 Pelaksana Penyuluhan

Penyuluhan dilakukan oleh tiga orang dokter muda, dimana Wikan bertugas menyampaikan materi, Bracika dan Arya bertugas memfasilitasi jalannya diskusi dan dokumentasi.3.4 Proses Penyuluhan

Satu minggu sebelum melaksanakan kegiatan penyuluhan tepatnya pada hari Rabu tanggal 15 April 2015, kami meminta izin kepada Kepala Puskesmas Tampaksiring 1, dr Kadek Suryawan, M.Kes dan pemegang program promosi kesehatan pak Dewa untuk melaksanakan penyuluhan mengenai penyakit rabies dan penanganan awal mencuci luka gigitan hewan penular rabies (HPR). Pihak puskesmas bersedia membantu menyiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk kegiatan tersebut. Sebagai persiapan kami membuat soal pre-test dan post-test, mempersiapkan video serta slide powerpoint untuk mempermudah pemberian materi penyuluhan dengan alat bantu LCD.Pada hari Jumat tanggal 17 April 2015, kami ditemani oleh pihak puskesmas untuk mengantarkan surat pengantar penyuluhan kepada kepala sekolah dan sekretariat yang berwenang di SMAN 1 Tampaksiring. Surat pengantar berisikan kesediaan kami sebagai penyuluh untuk memberikan materi mengenai penyakit rabies dan penanganan awal mencuci luka gigitan hewan penular rabies (HPR) kepada pihak SMAN 1 Tampaksiring.

Pada hari pelaksanaan penyuluhan, kami datang ke SMAN 1 Tampaksiring sekitar pukul 08.00 WITA ditemani oleh pak Dewa dari pihak promosi kesehatan puskesmas. Kami pun langsung menyiapakan ruangan dan alat-alat yang diperlukan untuk melancarkan jalannya acara. Pukul 09.00 WITA peserta sudah berkumpul di aula sehingga acara penyuluhan dapat dilaksanakan sesuai jadwal. Penyuluhan pun langsung dimulai dengan perkenalan diri terlebih dahulu pada adik-adik yang telah hadir. Setelah perkenalan kami pun mengadakan pre-test untuk mengetahui kemampuan awal siswa-siswi yang dilakukan oleh semua peserta penyuluhan. Pre-test dilaksanakan kurang lebih selama 10 menit, kemudian dilanjutkan dengan presentasi. Pemberian materi presentasi berlangsung kurang lebih selama 30 menit. Pemberian materi dikemas dengan bahasa dan cara yang menarik untuk siswa SMA. Tidak lupa disela-sela materi kami memberikan kasus yang berhubungan dengan penyakit rabies agar kita bisa mengetahui sejauh mana pemahaman dan pola pikir masyarakat awam mengenai rabies. Setelah pemberian materi kami langsung masuk ke sesi pemutaran video. Pada video ini ditayangkan sekilas mengenai demonstrasi cara mencuci luka gigitan dengan sabun yang benar dan juga video berhubungan dengan rabies. Harapan kami dengan ini peserta jadi lebih mendapatkan bayangan mengenai penyakit ini dan manajemen awalnya. Setelah pemutaran video, kami masuk ke sesi tanya jawab. Disini siswa diberi kesempatan untuk bertanya mengenai hal-hal yang belum jelas serta sharing mengenai masalah rabies yang ada di lingkungan. Diskusi dan sharing antar siswa dan dokter muda pun dibuka disini. Disini dokter muda bertugas untuk menfasilitasi dan menghidupkan tanya jawab dan diskusi serta membantu untuk menjawab pertanyaan atau meluruskan penyataan dan pola pikir yang kurang benar. Hampir semua peserta turut berpartisipasi dalam diskusi dan tanya jawab sehingga diskusi menjadi hidup. Setelah acara diskusi dan tanya jawab usai, kegiatan selanjutnya adalah post-test yang isinya menanyakan kembali pertanyaan yang sama dengan pre-test. Semua peserta sudah mengerti dan dapat menjawab dengan benar karena sudah mendapat penjelasan sewaktu penyuluhan. Di akhir kegiatan, kami memberi pesan kepada seluruh peserta yang mengikuti penyuluhan agar tetap waspada pada penyakit rabies, tindakan yang akan dilakukan jika menjumpai hewan yang dicurigai mengidap rabies, serta manajemen yang bisa dilakukan sebagai pertolongan pertama jika ada yang terkena gigitan atau trauma dari hewan penular rabies.BAB V

EVALUASI KEGIATAN4.1 Evaluasi Proses

Pihak puskesmas sangat mendukung pelaksanaan kegiatan ini dengan bantuannya berupa surat peminjaman tempat ke SMA terkait dan LCD yang dipergunakan sebagai media pembantu penyuluhan. Kami juga didampingi oleh ketua program puskesmas yang turut membantu kami dalam sesi diskusi. Waktu pelaksanaan tepat dari rencana, yaitu tanggal 25 April 2015 pukul 09.00 WITA hingga pukul 11.00 WITA. Jumlah peserta yang hadir dalam penyuluhan adalah 40 orang, dimana sasaran awal yang ditetapkan yaitu 30 orang yang merupakan perwakilan dari setiap kelas X. Antusiasme ini kami sambut dengan hangat dan disebabkan oleh tingginya minat serta rasa ingin tahu siswa-siswi mengenai penyakit rabies dan penanganan awal luka. Untuk metode yang digunakan dalam penyuluhan, hal ini sudah sesuai dengan rencana, yaitu penyuluhan disertai dengan sesi tanya jawab.

Pendapat peserta secara lisan tentang penyuluhan adalah sangat bagus dan mereka berharap di kemudian hari diadakan penyuluhan seperti ini dengan tema yang berbeda dan tentunya kembali disajikan dengan lebih menarik. Selain itu menurut peserta sebaiknya jika memungkinkan penyuluhan diberikan secara merata pada seluruh siswa, karena hal ini merupakan hal yang essensial mengingat tingginya angka gigitan anjing di daerah Tampaksiring. 4.2 Evaluasi Hasil

Evaluasi program penyuluhan mengenai pengetahuan mengenai penyakit rabies dan penanganan awal mencuci luka gigitan hewan penular rabies (HPR) didasarkan pada beberapa poin, yaitu dari segi peserta yang hadir, proses berjalannya kegiatan itu sendiri, serta dari perbandingan antara hasil pre-test sebelum penyuluhan dengan hasil post-test setelah dilakukan penyuluhan.Dari segi peserta, jumlah peserta yang mengikuti penyuluhan yaitu diatas ekspektasi, terbilang 40 orang dari 30 orang yang diharapkan hadir. Perhatian dan respon peserta penyuluhan secara umum sangat baik di mana hal ini dapat dilihat dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh peserta serta sharing pengalam mereka. Dari segi pertanyaan, pertanyaan yang disampaikan cukup berbobot dan kritis. Sharing dan diskusinya pun dipenuhi oleh kasus-kasus yang menarik untuk dijadikan pengalaman dan pembelajaran.Dari segi proses penyuluhan (ceramah dan diskusi) yang telah berlangsung, dapat dilaporkan bahwa ceramah dan diskusi berlangsung dengan baik dan terlihat bahwa adanya komunikasi yang timbal balik antara peserta dengan pembicara.

Pengetahuan peserta penyuluhan mengenai penyakit rabies dan penanganan luka awal gigitan hewan penular rabies tergolong cukup baik apabila peserta dapat menjawab minimal 7 pertanyaan dari 10 pertanyaan yang diberikan. Dari segi hasil pula, pre-test yang dilakukan menunjukkan hasil sebanyak 25 orang (62.5%) dengan jawaban benar lebih dari 7 pertanyaan dan 15 orang (37.5% ) dengan jawaban benar kurang dari 7 pertanyaan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang penyakit rabies dan penanganan luka awal gigitan hewan penular rabies pada sebagian besar peserta tergolong lumayan baik. Selanjutnya pada post-test didapatkan peningkatan hasil yang bermakna yakni 100% mendapatkan hasil baik yaitu jawaban yang benar lebih dari 7. Dengan membandingkan hasil pre-test dan post-test, 100% peserta yang termasuk dalam kelompok menjawab benar kurang dari 7 mengalami peningkatan hasil. Semuanya dapat menjawab benar lebih dari tujuh pertanyaan. Dari data ini dapat dilihat peningkatan pengetahuan peserta yang bermakna tentang penyakit rabies dan penanganan luka awal gigitan hewan penular rabies telah tercapai, dan harapan setelah penyuluhan selesai peserta dapat mengerti dan dapat menyebarkan informasi yang mereka dapatkan kepada para siswa lainnya baik di sekolah mereka maupun dilingkungan.4.3 Hambatan PKM

Hambatan dalam PKM ini antara lain sistem pengeras suara ditempat penyuluhan yang kurang berfungsi dengan baik sehingga dalam pemutaran video digunakan mikrofon yang diarahkan ke laptop untuk menunjang suara yang kurang keras tersebut. Dibalik hambatan ini, peserta jadi terlihat lebih tertib dalam mendengarkan hasil penyuluhan karena takut tertinggal info penting. Untuk memastikan suara terdengar bagi semua peserta, salah satu dokter muda bergilir secara berkala ke belakang untuk memastikan suara dari belakang. Hasilnya suara terdengar jelas sehingga kami yakin hasil penyuluhan dapat terdengar dengan baik. Acara pun berlangsung dengan lancar sebagaimana yang telah dirancang dan direncanakan dikarenakan audiovisual telah tertunjang dengan baik.4.4 Manfaat PKM

Manfaat yang kami rasakan sebagai penyuluh dari pelaksanaan PKM ini adalah sebagai latihan untuk menjadi penyuluh yang baik di masyarakat, mulai dari perencanaan, persiapan materi (pengumpulan materi dan penguasaan materi), persiapan alat dan sarana penunjang, dan keterampilan berkomunikasi di depan orang banyak agar menarik dan dapat dimengerti oleh pendengar.

Sedangkan manfaat bagi peserta adalah diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mereka mengenai penyakit rabies dan penanganan awal mencuci luka gigitan hewan penular rabies (HPR), sehingga pada akhirnya mereka mampu bertindak dan mengelola masalah rabies di lingkungan mereka sesuai dengan hal yang telah disampaikan. Selain itu, melalui PKM ini diharapkan agar peserta yang menjadi perwakilan dalam mengikuti penyuluhan ini dapat mensosialisasikan pengetahuan yang mereka dapat kepada orang lain, khususnya bagi teman sekelas dan keluarga mereka masing-masing.BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Pelaksanaan penyuluhan mengenai penyakit rabies dan penanganan awal mencuci luka gigitan hewan penular rabies (HPR) yang direncanakan telah dapat direalisasikan dengan baik. Selama persiapan, dokter muda banyak mendapat bantuan baik dari pihak Puskesmas Tampaksiring I dan pihak SMAN 1 Tampaksiring. Selama penyuluhan berlangsung dan setelah penyuluhan, dapat diketahui bahwa telah terjadi peningkatan pengetahuan peserta mengenai rabies dan penanganan awalnya. Hal ini dapat dilihat dari respon yang diberikan selama penyuluhan berlangsung dan peningkatan hasil pre-test dan post-test yang dilakukan sebelum dan sesudah penyuluhan.5.2. Saran

1. Para peserta penyuluhan hendaknya menerapkan pengetahuan yang mereka dapatkan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

2.Para peserta penyuluhan hendaknya meneruskan informasi yang didapatkan dari penyuluhan pada anggota keluarga, teman, sahabat bahkan kepada masyarakat.

3. Sebaiknya untuk penyuluhan selanjutnya jumlah peserta dapat lebih banyak yang diikutsertakan sehingga materi penyuluhan dapat lebih tersebar luas.

1